Kajian tentang persistensi brachiaria humidicola (Rendle) schweick setelah penggembalaan pada lahan perkebunan kelapa

1

KAJIAN TENTANG PERSISTENSI Brachiaria
humidicola (Rendle) Schweick SETELAH
PENGGEMBALAAN PADA LAHAN
PERKEBUNAN KELAPA

SELVIE DIANA ANIS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

2

PERNYATAAN MENGENAI
DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Kajian Tentang Persistensi
Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick Setelah Penggembalaan pada Lahan
Perkebunan Kelapa, adalah karya saya sendiri dengan arahan dari Komisi

Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan
Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor , Desember 2011
Selvie Diana Anis
A 361050061

3

ABSTRACT
SELVIE D. ANIS. Study of Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick
persistency growth underneath coconut plantation after grazing. Supervised by M.
AHMAD
CHOZIN
as
the
chairman,
SOEDARMADI

HARDJOSOEWIGNYO, MUNIF GHULAMAHDI, and SUDRADJAT as
members of the advisory committee.
Actually, a combination of pasture and cattle system on coconut
plantation is not a new practice. In fact, it has been applied for years in Indonesia
but no promising results yet. This practice has always ended up with the so-called
pasture run down. Therefore, it is not a sustainable practice.Various pasture and
grazing management combined with shade tolerant forage were applied, but the
production has not reached the target yet. Previous knowledge on the goal of
defoliation or grazing is to trim plant‟s shoot to fulfill cattle‟s need (herbage
allowance) without considering pasture health to grow and produce forage.
Furthermore, grazing time is determined based on plant‟s age. However, due to
climate change phenomenon, the temperature has fluctuated irregularly affecting
on plant‟s growth and development. Therefore, using plant‟s age as a threshold
could be inaccurate. More accurate method can be used by measuring heat unit
accummulation to produce one phyllochron.
Therefore, the main goal of this research was to increase the productivity
of coconut plantation by combining pasture system with cattle. To analyse the
persistency of grass plant B. Humidicola, this research was conducted with three
objectives: 1) to find out the number of heat units required to produce one
phyllochron of single grass plant B. Humidicola living within certain community,

and growth patterns of them; 2) to find out effects of defoliation intensity and
interval based on plant‟s age (callender days) and daily temperature
accummulation (growing degree days) to the production of dry foliage biomass
and nutrient content; 3) to measure coconut plantation productivity that has been
combined with pasture and cattle, grazing experiment with different grazing
methods and stocking rate was used in this study. This research was conducted
from April 2008 to October 2010 in the experimental plantation of Coconut and
Other Palmae Research Institute, Manado, North Sulawesi.
The objective 1 was done to measure the needs of heat units to produce
one phyllochron of Brachiaria humidicola plant growth and developed
individually, compared to those in the community. Furthermore, growth pattern
of the plant was also studied by measuring number of seedlings, nodes, and the
length of stolon during of growth development (weeks). Analyses of t- test and
deviation standard were used. With regard to objective 2, was studied the effects
of intensity and interval of defoliation based on both the ages (days) of plant and
the growing degree days, on the dried weight and nutrient content of foliage
biomass. Treatments were arranged based on randomized complete block design.
Objective 3 of this research was to understand effects of continuing grazing and
rotational grazing at different stocking rates to pasture performance. This was
measured with dried foliage biomass, population and the development of new

shoot, botanical composition, nutrient content, dominant microorganism living

4

within plant‟s root and an increase of cattle weight. Treatments were arranged
according to seperate block pattern based on randomized block design.
This research found that heat unit requirement to produce one phyllochron
was different among plants. Single grass plant required 68,19 degree days to
produce one phyllochron while plant growth within a community required 130,44
degree days. The growth pattern of Brachiaria humidicola showed that when this
grass growth individually, grew more aggressive than those in community. It was
shown that the number of seedlings, nodes, and the length of stolon developed
linierely, compared to the other following a quadratic regression pattern. To
ensure the persistency of this grass it should be defoliated regularly. Furthermore,
interaction of defoliation intensity and interval of defoliation had a significant
effect on the production and nutrient content of B. humidicola. The better
interaction was found between the cutting height of 10 cm and the ages of plant of
30 and 45 days, and the accumulation of heat units of 456,54 degree days. Third
experiment showed that interaction of rotational grazing system with stocking rate
of three cattles produced the best pasture. Meanwhile, the best nutrient quality and

the highest increase in cattle weight were found in rotational system. Furthermore,
the cattle grazing in B. humidicola pasture underneath coconut plantation
increased coconut production and pasture sustaianability .
Keywords: phyllochron, defoliation, productivity, nutrient content, daily gain.

5

RINGKASAN
SELVIE D. ANIS. Kajian Tentang Persistensi Brachiaria humidicola (Rendle)
Schweick Setelah Penggembalaan pada Lahan Perkebunan Kelapa. Dibimbing
oleh: M. AHMAD CHOZIN sebagai ketua komisi pembimbing,
SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNYO, MUNIF GHULAMAHDI, dan
SUDRAJAT sebagai anggota Komisi Pembimbing.
Integrasi padang penggembalaan dan ternak sapi pada perkebunan kelapa
bukanlah merupakan sistem yang baru, melainkan sudah lama diterapkan.
Kenyataan di lapang sistem integrasi ini belum ada yang berhasil menguntungkan
sesuai harapan, sebaliknya selalu diakhiri dengan apa yang dikenal sebagai gejala
kerusakan padang penggembalaan (pasture run down), sehingga tidak
berkelanjutan. Berbagai manajemen budidaya padang penggembalaan dan
manajemen penggembalaan serta penggunaan jenis hijauan yang toleran terhadap

naungan telah diterapkan, tetapi masalah tersebut belum terpecahkan. Pemahaman
lama tentang tujuan defoliasi atau pemanenan adalah pengambilan bagian pucuk
tanaman untuk memenuhi kebutuhan ternak, namun defoliasi dilakukan tanpa
mempertimbangkan kesehatan padang penggembalaan. Hal yang penting
diperhatikan dalam kegiatan defoliasi adalah aspek biogeokimia antara tanaman
padang penggembalaan, ternak, peran mikroorganisme pada lingkungan rizosfer
dan cadangan karbohidrat untuk pertumbuhan kembali.
Selama ini waktu penggembalaan ditetapkan berdasarkan umur tanaman
(hari). Dengan adanya perubahan iklim sebagai dampak pemanasan global, suhu
udara yang berperan dalam pemunculan daun berfluktuasi tidak teratur, maka
penggunaan umur tanaman sebagai patokan berpotensi terjadi kesalahan.
Penetapan yang lebih akurat adalah dengan mengukur akumulasi satuan bahang
yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu filokron.
Penelitian ini dibuat dengan tujuan umum untuk meningkatkan kontribusi
rumput Brachiaria humidicola dalam sistem produksi hijauan pakan pada lahan
perkebunan kelapa, melalui suatu pemahaman yang benar tentang persistensinya
dan diterapkan sebagai strategi manajemen penggembalaan yang tepat.
Untuk mengkaji persistensi rumput B. humidicola secara khusus penelitian
ini bertujuan: 1). Mendapatkan berapa besar satuan bahang yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu filokron pada rumput B. humidicola yang hidup secara tunggal,

dan yang hidup dan berkembang dalam komunitas. Selanjutnya dipelajari juga
pola pertumbuhan rumput ini melalui parameter jumlah anakan, jumlah buku dan
panjang stolon selama perkembangan setiap minggu. 2). Mempelajari pengaruh
intensitas defoliasi dan interval defoliasi berdasarkan umur tanaman (callender
days) dan akumulasi satuan bahang harian (growing degree days) terhadap
produksi bobot kering biomassa hijauan dan kandungan nutrisi. 3). Untuk
mengkaji produktivitas padang penggembalaan dan ternak sapi pada perkebunan
kelapa, telah dilakukan percobaan penggembalaan. Rangkaian percobaan dalam
penelitian ini dilaksanakan sejak April 2008 sampai Oktober 2010, di kebun
percobaan Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lainnnya di Manado, Sulawesi
Utara.
Sub-penelitian pertama, dilaksanakan untuk mengukur kebutuhan satuan
bahang untuk menghasilkan satu filokron pada tanaman rumput B. humidicola

6

yang tumbuh dan berkembang secara tunggal, dan tanaman yang tumbuh dan
berkembang dalam satu komunitas. Selanjutnya mempelajari pola tumbuh B.
humidicola secara tunggal dan dalam komunitas melalui parameter jumlah
anakan, jumlah buku dan panjang stolon. Analisis dilakukan dengan uji rata-rata

dan standar deviasi, dan analisis regresi untuk pola tumbuh rumput uji dalam
umur (minggu).
Sub-penelitian kedua, mempelajari hasil bobot kering hijauan dan
kandungan nutrisi rumput uji pada perlakuan intensitas defoliasi dan interval
defoliasi berdasarkan umur tanaman (hari), dan berdasarkan akumulasi satuan
bahang (growing degree days). Perlakuan diatur secara faktorial berdasarkan
Rancangan Acak Kelompok. Terdapat tiga tingkat intensitas defoliasi yaitu
intensitas 5 cm, 10 cm , 15 cm dan empat tingkat interval defoliasi yaitu 30 hari,
45 hari, 60 hari dan berdasarkan akumulasi satuan bahang 456,54 DD. Subpenelitian ketiga, bertujuan mempelajari pengaruh sistem penggembalaan
kontinyu dan sistem penggembalaan rotasi berdasarkan akumulasi satuan bahang
pada tekanan penggembalaan yang berbeda. Parameter yang diamati adalah
keragaan padang penggembalaan yang diukur pada hasil
populasi dan
perkembangan tajuk baru, komposisi botanis, kandungan nutrisi, mikroorganisme
dominan di lingkungan tanah perakaran rumput, konsentrasi karbohidrat mudah
larut/siap pakai. Untuk komponen ternak diukur pertambahan bobot badan harian,
dan untuk komponen kelapa menghitung jumlah buah kelapa yang dihasilkan.
Perlakuan yang diuji adalah sistem penggembalaan yaitu penggembalaan kontinyu
(SP1) dan penggembalaan rotasi (SP2) serta jumlah ternak yang digembalakan
atau tekanan penggembalaan (stocking rate) yaitu 0,77 unit ternak (UT) ; 1,54 UT

dan 2,31 UT. Perlakuan diatur menurut pola petak terpisah dengan dasar
Rancangan Acak Kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan satuan bahang rumput B.
humidicola yang tumbuh tunggal membutuhkan akumulasi satuan bahang harian
sebanyak 68,19 degree days (0C hari), sedangkan yang tumbuh dalam komunitas
membutuhkan akumulasi satuan bahang harian sebanyak 130,44 degree days (0C
hari). Dalam pengamatan parameter pertumbuhan, pola tumbuh menunjukkan
bahwa tanaman tunggal B. humidicola perkembangannya sangat agresif terlihat
pada variabel jumlah anakan, jumlah buku dan panjang stolon yang berkembang
mengikuti pola regresi linier. Tanaman yang tumbuh dalam komunitas semua
variabel berkembang mengikuti pola regresi kuadratik. Untuk keberlanjutan
persistensi rumput ini, sifat agresif tersebut harus disertai dengan tindakan
defoliasi yang baik. Selanjutnya, interaksi intensitas dan interval defoliasi
berpengaruh nyata terhadap produksi dan kandungan nutrisi B. humidicola.
Interaksi yang ideal adalah pada intensitas atau tinggi pemotongan 10 cm di atas
permukaan tanah, dengan umur tanaman antara 30 hari sampai 45 hari, dan pada
interval defoliasi yang didasarkan pada akumulasi satuan bahang harian 456,54
degree days (0C hari). Interaksi sistem penggembalaan rotasi ( SP2 ) dengan
takanan penggembalaan 2,31 UT/ha ( SR3 ) menghasilkan keragaan padang
penggembalaan terbaik, sedangkan kandungan nutrien dan penambahan bobot

badan sapi terbaik dihasilkan pada sistem penggembalaan rotasi ( SP2 ). Dengan
demikian produktivitas lahan perkebunan kelapa dapat ditingkatkan dengan
integrasi padang penggembalaan dan ternak sapi karena
selain terjadi

7

penambahan bobot badan ternak, juga meningkatkan hasil buah kelapa, dan tetap
menjamin persistensi padang penggembalaan.
Kata kunci : filokron, defoliasi, produktivitas, kandungan nutrien, penambahan
bobot badan.

8

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

9

KAJIAN TENTANG PERSISTENSI Brachiaria
humidicola (Rendle) Schweick SETELAH
PENGGEMBALAAN PADA LAHAN PERKEBUNAN
KELAPA

SELVIE DIANA ANIS

Disertasi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Doktor
pada Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

10

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M. Sc.
(Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor).
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M. Sc.
(Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Nutrisidan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor).
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S.
(Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor).
Dr. Ir. Bambang Risdiono, M.S.
(Peneliti pada Balai Penelitian Ternak, Ciawi
Bogor)

11

Judul Disertasi

:

Kajian Tentang Persistensi Brachiaria humidicola
(Rendle) Schweick Setelah Penggembalaan pada
Lahan Perkebunan Kelapa

Nama mahasiswa

:

Selvie Diana Anis

Nomor Pokok

:

A 361050061

Program Studi

:

Agronomi

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, M.Agr.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Soedarmadi,H.,M.Sc
Anggota

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Anggota

Dr. Ir. Sudradjat, M.S.
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Agronomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

12

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala kemurahanNya sehingga disertasi yang berjudul “kajian tentang persistensi
Brachiaria humidicola setelah penggembalaan pada lahan perkebunan kelapa”,
dapat diselesaikan.
Disertasi ini disusun berdasarkan tiga topik penelitian yaitu : (1)
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tajuk baru rumput
Brachiaria humidicola, (2) Pengaruh intensitas dan interval defoliasi terhadap
produksi biomassa dan kandungan nutrien rumput Brachiaria humidicola, (3)
Pengaruh sistem penggembalaan dan tekanan penggembalaan terhadap keragaan
padang penggembalaan Brachiaria humidicola dan penambahan bobot badan
ternak sapi dan hasil buah kelapa.
Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan rasa
hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Ahmad Chozin, M.Agr. selaku ketua
komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Soedarmadi, H. MSc., Prof. Dr.Ir. Munif
Ghulamahdi, MS dan Dr. Ir. Sudradjat, MS masing-masing sebagai anggota
komisi, atas semua motivasi, arahan, masukan, bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis mulai dari perencanaan penelitian, pelaksanaan sampai
penyelesaian penulisan disertasi ini, bahkan sampai penulis boleh mengikuti ujian
terbuka. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih senantiasa melimpahkan rahmat
dan berkah serta melindungi Bapak-Bapak dan keluarga.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Sam Ratulangi dan Dekan Fakultas Peternakan UNSRAT yang telah memberikan
kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor di
Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada
Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Agronomi
dan staf pada Departeman Agronomi dan Hortikultura yang telah memberikan

13

kesempatan kepada penulis untuk studi dan telah memberikan ilmunya selama
penulis mengikuti kuliah di Program Studi Agronomi IPB.
Penelitian ini dilaksanakan pada perkebunan kelapa Balai Penelitian
Kelapa dan Palma lainnya (BALITKA) di Manado. Untuk itu ucapan terima kasih
diucapkan kepada Kepala BALITKA dan Kepala Kebun atas kesempatan yang
diberikan untuk pelaksanaan penelitian.
Terima kasih pula penulis sampaikan juga kepada Pengelola Bea Siswa
Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional atas bantuan yang diberikan berupa bea siswa Pendidikan
Doktor selama 3 tahun.
Terima kasih juga disampaikan kepada semua rekan-rekan mahasiswa
Program Studi Agronomi Pascasarjana IPB dan semua pihak yang telah
memberikan dorongan, masukan dan diskusi bersama dalam suka maupun duka.
Penulis juga menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada orang tua, suami dan anak-anak serta keluarga besar yang
penulis sayangi , dengan segala ketulusan menopang doa, memberi dukungan
moril dan juga kasih sayang selama penulis studi di IPB.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang senantiasa menuntun
kepada segala keberhasilan dan semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang agronomi.

Bogor, Desember 2011
Selvie Diana Anis

14

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 23 September
1960, sebagai anak ketiga dari pasangan Bpk. Bobby H. Anis (alm) dan Dra.
Miesye Sorongan. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun
1985. Pada tahun 1991, penulis mengikuti Program Pascasarjana KPK IPB –
UNSRAT Program Studi Ilmu Tanaman dan menamatkannya pada tahun 1994.
Pada tahun 2005 mendapat kesempatan mengikuti Program Doktor pada
Program Studi Agronomi IPB, Beasiswa Pendidikan Pascasarjana diperoleh dari
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, selama 3
tahun.
Penulis bekerja sebagai pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Sam
Ratulagi Manado, Program Studi Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, sejak Juni 1986.

15

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
Hipotesis ................................................................................................... 4
Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian ............................................. 5
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8
Rumput Brachiaria humidicola .............................................................. 8
Deskripsi Morfologis dan Penyebaran ................................................... 8
Potensi Produksi........................................................................................ 9
Fenologi dan Growing degree days (GDD) ........................................... 13
Defoliasi dan Cadangan Karbohidrat ..................................................... 14
Lahan Pertanian Perkebunan Kelapa ..................................................... 17
Manajemen Penggembalaan .................................................................... 19
Lingkungan Rizosfer dan Pertumbuhan Tajuk Baru .......................... 24
KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
VEGETATIF TAJUK BARU RUMPUT Brachiaria humidicola .................. 31
Pendahuluan ............................................................................................. 32
Bahan dan Metode .................................................................................. 33
Hasil dan Pembahasan ............................................................................. 36
Kesimpulan .............................................................................................. 42
PENGARUH INTENSITAS DAN INTERVAL DEFOLIASI
TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN KANDUNGAN NUTRIEN 43
Pendahuluan ............................................................................................. 45
Bahan dan Metode .................................................................................. 47
Hasil dan Pembahasan ............................................................................. 50
Kesimpulan .............................................................................................. 60
PENGARUH SISTEM PENGGEMBALAAN DAN TEKANAN
PENGGEMBALAAN TERHADAP KERAGAAN PASTURA Brachiaria
humidicola SETELAH PENGGEMBALAAN DAN PENAMBAHAN BOBOT
BADAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN KELAPA ............
Pendahuluan ............................................................................................. 62
Bahan dan Metode .................................................................................. 65
Hasil dan Pembahasan ............................................................................. 71
Kesimpulan ............................................................................................... 90

16

PEMBAHASAN UMUM ............................................................................... 93
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 99
Kesimpulan .............................................................................................. 99
Saran ........................................................................................................ 100
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101
LAMPIRAN .................................................................................................... 109

17

DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kebutuhan satuan bahang untuk menghasilkan satu filokron
Pada rumput B. humidicola di lahan perkebunan kelapa. ..................... 36
2.

Perkembangan jumlah anakan, jumlah buku
dan panjang stolon B. humidicola .......................................................... 37

3.

Pengaruh interaksi intensitas (I) dan interval (F) defoliasi
terhadap produksi bobot kering (g/m2). ................................................. 49

4.

Pengaruh interaksi intensitas (I) dan interval (F) defoliasi
terhadap rasio daun batang .................................................................... 51

5.

Pengaruh interaksi intensitas (I) dan interval (F) defoliasi
terhadap kandungan protein kasar (PK) (%) ........................................ 53

6.

Pengaruh interaksi intensitas (I) dan interval (F) defoliasi ................. 56

7.

Pengaruh interaksi intensitas (I) dan interval(F) defoliasi
terhadap kandungan NDF (%) dan ADF (%)........................................ 57

8.

Pengaruh interaksi perlakuan sistem penggembalaan
dan tekanan penggembalaan terhadap keragaan pastura B.humidicola. 75

9.

Pengaruh perlakuan sistem penggembalaan dan tekanan penggembalaan
terhadap komposisi botanis padang penggembalaan ................................ 78

10. Pengaruh perlakuan sistem penggembalaan dan tekanan penggembalaan
terhadap kandungan protein kasar, serat kasar, neutral detergent fiber,
acid detergent fiber dan lignin (%). ......................................................... 80
11. Pengaruh interaksi perlakuan sistem penggembalaan dan tekanan
penggembalaan terhadap Mikorisa (spora/200 g tanah),
Azotobakter (CFU/g tanah). ...................................................................... 82
12. Pengaruh interaksi perlakuan sistem penggembalaan dan tekanan
penggembalaan terhadap konsentrasi glukosa (%) dan sukrosa (%)
pada crown dan akar .............................................................................. 84
13. Pengaruh perlakuan sistem penggembalaan (SP) dan tekanan
penggembalaan (SR) terhadap penambahan bobot badan (pbb) sapi. .. 86
14. Rataan jumlah buah kelapa (butir) di luar dan di dalam lokasi
penelitian .................................................................................................... 88

18

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Tahapan penelitian dan keterkaitan antar percobaan ...........................

6

2.

Skematik ruang yang tersedia untuk tumpangsari pada lahan
perkebunan kelapa (Magat 1990). .............................................................

18

3.

Anakan rumput pada tahap perkembangan daun ke 3,5 ...........................

27

4.

Hubungan antara tahapan perkembangan daun dan
tingkat karbohidrat mudah larut. ............................................................

27

Akar dari Bachiaria humidicola yang melepaskan penghambat
melalui eksudat yang menekan nitrifikasi ................................................

29

Proses biologi dalam pengaturan penghambatan nitrifikasi
dan emisi gas N2O ...................................................................................

29

7.

Anakan vegetatif yang digunakan sebagai bibit ...................................

33

8.

Tanaman tunggal .......................................................................................

34

9.

Tanaman dalam komunitas .......................................................................

34

10. Hubungan jumlah anakan dan waktu (minggu ) ...................................

38

11. Hubungan jumlah buku dan waktu (minggu ) .....................................

40

12. Hubungan panjang stolon (cm) dan waktu (minggu ).........................

41

13. A.Pemotongan B. humidicola secara seragam ..........................................
B.Penerapan perlakuan intensitas dan interval defoliasi ..........................

48
48

14. A. Penyiapan lahan ..................................................................................
B. Penanaman rumput ..............................................................................
C. Pemotongan seragam setelah 90 hari tumbuh .....................................
D. Pertumbuhan kembali padang penggembalaan siap masuk sapi ........

69
69
69
69

5.
6.

15. A. Perlakuan sistem penggembalaan rotasi dengan tekanan
penggembalaan 2,31 UT ...................................................................
B. Perlakuan sistem penggembalaan kontinyu dengan tekanan
penggembalaan 1,54 UT ................................................................
C. Perlakuan sistem penggembalaan rotasi dengan tekanan
penggembalaan 0,77 UT ....................................................................

70
70
70

16. Jumlah tanaman induk setelah penggembalaan .....................................

73

17. Penimbangan bobot akar dan crown

.....................................................

74

18. Perakaran pada sistem penggembalaan rotasi dan kontinyu ...................

75

19

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman

1.

Peta lokasi penelitian di BALITKA Manado ............................................ 110

2.

Rekapitulasi analisis keragaman (ANOVA) penelitian kajian
tentang persistensi B. humidicola setelah penggembalaan pada
lahan perkebunan kelapa. .......................................................................... 11 1

3.

Analisis Tanah. ......................................................................................... 112

4.

Data suhu udara Max dan Min, curah hujan dan kelembaban
tahun 2009-2010 ....................................................................................... 113

5.

Glosari ...................................................................................................... 124

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Data dari Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian yang
diterbitkan melalui pemberitaan media cetak Kompas hari Jumat tanggal 13
Agustus 2010, menunjukkan bahwa permintaan daging sapi di Indonesia tahun
2009 sebanyak 390.6 ribu ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai
250,8 ribu ton.

Dengan demikian untuk mengisi kekurangan harus diimpor

sebanyak 139,8 ribu ton. Berbagai faktor penyebab rendahnya perkembangan
populasi ternak sapi. Salah satu di antaranya adalah keterbatasan lahan dan
kurangnya ketersediaan hijauan pakan, baik kualitas maupun kuantitas. Progam
Direktorat Jenderal Produksi Peternakan melalui integrasi ternak sapi dengan
tanaman perkebunan kelapa bertujuan untuk menutupi kesenjangan permintaan
daging sapi yang semakin melebar terhadap penawaran komoditi ini.
Penggembalaan ternak sapi di areal pertanaman kelapa adalah sistem
yang telah lama diterapkan. Keuntungan sistem ini berupa multi fungsi dari
lahan, termasuk : (a) meningkatkan pendapatan melalui diversifikasi usaha dan;
(b) penggunaan sumber daya lahan terbatas dengan lebih efisien; (c) stabilisasi
tanah, dan (d) potensial untuk meningkatkan produksi perkebunan kelapa
melalui

pengendalian

penyediaan

nitrogen

gulma

lebih

baik,

daur

ulang unsur

(Shelton dan Stur, 1991).

hara

dan

Walaupun sistem

ini

memberikan berbagai keuntungan, namun hal itu tidak bertahan lama karena
masalah menghilangnya pastura atau dikenal dengan fenomena pasture rundown

atau

Beberapa

terjadinya

hasil

kemunduran,

penelitian

bahkan

kerusakan padang rumput.

menunjukkan bahwa penyebab masalah tersebut

adalah jenis hijauan yang digunakan tidak toleran terhadap naungan, dan
tidak tahan terhadap injakan dan renggutan oleh ternak sapi (Watson dan
Whiteman, 1981a). Untuk mengatasi masalah tersebut melalui proyek penelitian
yang disponsori oleh Australian Centre for International Agicultureal Recearch
(ACIAR) dilakukan seleksi dari sekitar 50 jenis hijauan rumput tropis yang
diintroduksi ke Indonesia sebagai padang penggembalaan di areal perkebunan

2

2

kelapa. Ditemukan bahwa Brachiaria humidicola cv.Tully termasuk salah satu
jenis yang direkomendasikan untuk dikembangkan pada areal perkebunan kelapa
di Manado (Kaligis dan Sumolang, 1991) , di Bali ( Rika et al, 1991). Pilihan
pada rumput ini karena memiliki berbagai keunggulan seperti tumbuh baik
pada musim panas, cukup persisten dan agresif, berkemampuan berkompetisi
dengan gulma dan dapat menekan pertumbuhan gulma. Rumput ini sangat tahan
terhadap penggembalaan berat tetapi tidak toleran terhadap kebakaran.

Di

Kepulauan Fiji, tanpa pemupukan rumput B .humidicola dapat menghasilkan
10.929 kg bahan kering (BK) per hektar / tahun, dan dapat mencapai 34.018 kg
BK/ha bila diberikan 452 kg N/ha. Sedangkan di areal perkebunan kelapa pada
percobaan plot-plot kecil, tanpa pemupukan rumput ini menghasilkan 500-600
g BK/m2 atau sekitar 5.000-6.000 kg BK/ha (Kaligis dan Sumolang, 1991).
Selain berproduksi dan bernilai nutrisi yang baik untuk pakan ternak,
informasi terbaru mengatakan bahwa rumput B. humidicola sebagai tanaman
rumput tropis ini juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan hidup
terutama terkait dengan perubahan iklim akibat pemanasan global. Salah satu
gas rumah kaca adalah gas N2O. Dilaporkan bahwa rumput ini melalui eksudat
akarnya

menghasilkan

brachialactone

suatu senyawa kimia yang bersifat

sebagai inhibitor biologis proses nitrifikasi dalam tanah yang melepaskan gas
N2O ke atmosfir (Subramanian et al., 2007). Sifat inhibitor tersebut berperan
dalam pengaturan proses nitrifikasi sehingga lebih sedikit nitrogen yang tercuci,
dengan demikian penggunaan nitrogen menjadi lebih efisien. Rumput Brachiaria
humidicola sangat disukai ternak ketika masih muda tetapi menurun setelah
mencapai

pertumbuhan maksimum. Walaupun

demikian

rumput ini tetap

mengalami kerusakan ketika digembalai secara bebas (free grazing) atau
tanpa manajemen penggembalan yang benar.
Pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan variasi
suhu sepanjang waktu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman khususnya rumput yang
akan dipanen/didefoliasi pada fase perkembangan vegetatif atau dalam waktu
yang relatif singkat. Miller et al. (2001) menyatakan bahwa defoliasi atau

3

penggembalaan

berdasarkan

hari kalender (Calender days / CD) memiliki

potensi kesalahan 10 hari kalender dibandingkan dengan defoliasi berdasar
akumulasi unit panas (degree days/DD) yang hanya 2-3 hari kalender potensi
kesalahan. Adanya hubungan yang erat antara jumlah daun dan GDD mendukung
pernyataan bahwa suhu adalah faktor utama yang mengontrol kecepatan
munculnya daun pada tanaman rumput (Butler et al., 2002). Penelitian akhirakhir ini

menunjukkan

bahwa

penggembalaan bebas dan penggembalaan

kontinyu tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis rumput untuk tumbuh dan
bereproduksi. Pada tahap lebih lanjut rumput tidak cukup tersedia untuk
memenuhi kebutuhan ternak akan hijauan berkualitas secara tetap dibandingkan
dengan sistem penggembalaan rotasi. Sistem yang terakhir ini menjadi pilihan,
tetapi dengan konsekuensi harus menerapkan manajemen penggembalaan
yang tepat, yang oleh Gorder et al .(2005) dinamakan Biologically Effective
Gazing Management Strategy.
Tujuan manajemen padang penggembalaan tidak terbatas hanya pada
menjamin kesehatan padang rumput, tetapi terutama hasil hijauan tersedia untuk
memenuhi kebutuhan ternak,

baik jumlah maupun kualitas.

Hasil ini akan

terlihat pada produksi riil berupa hasil ternak, dimana hasil ini ditentukan oleh
jumlah konsumsi dan nilai kecernaan

rumput.

Jumlah hijauan terkonsumsi

ditentukan oleh palatabilitas dan tinggi kanopi, dimana keduanya dipengaruhi oleh
defoliasi atau intensitas renggutan ternak (Root, 2000).
Keunggulan satu jenis rumput sebagai pakan tidak hanya ditentukan oleh
persistensi, tetapi juga seberapa besar kemampuan memenuhi kebutuhan
bahan

kering

tampung

ternak

dan jumlah

herbivora.
ternak

Kemampuan tersebut

yang

terukur pada daya

digembalakan/tekanan penggembalaan

(Stocking Rate). Hasil penelitian di Bali menunjukkan bahwa kenaikan SR
sampai 4 ekor sapi Bali/ha lahan kelapa masih memberikan pengaruh positif
terhadap pertambahan berat badan ternak sapi dan produksi kelapa (Rika et
al., 1981). Melalui pemahaman terhadap pola pertumbuhan dan perkembangan
rumput B. humidicola, pengaturan penggembalaan yang benar, akan menjamin
kelestarian persistensinya dan memenuhi kebutuhan hijauan pakan ternak

4

4

ruminansia. Dengan demikian terjadi peningkatan produksi ternak sapi daging
yang dapat menutupi kesenjangan antara permintaan dan penawaran akan
komoditi ini. Oleh karena itu penelitian tentang kajian persistensi B. humidicola
setelah penggembalaan pada lahan perkebunan kelapa perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian
Secara

umum

penelitian

ini

bertujuan

meningkatkan

kontribusi

rumput Brachiaria humidicola dalam sistem produksi hijauan pakan pada lahan
perkebunan kelapa, melalui suatu pemahaman yang benar tentang persistensinya
dan diterapkan sebagai strategi manajemen penggembalaan yang tepat. Untuk
itu beberapa rangkaian percobaan telah dilakukan dengan tujuan khusus sebagai
berikut :
(1) mempelajari fenologi pertumbuhan dan perkembangan vegetatif

rumput

Brachiaria humidicola dan menghitung berapa besar satuan bahang ( 0C
hari /degree days ) yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu filokron.
(2) mempelajari respons vegetatif tajuk baru rumput Brachiaria humidicola
terhadap perlakuan intensitas dan interval defoliasi pada kondisi ternaung,
yang terukur pada perkembangan vegetatif, produktivitas dan kualitas.
(3) mempelajari pengaruh perenggutan (grazing) pada sistem penggembalaan
dan tekanan penggembalaan (stocking rate) yang berbeda terhadap keragaan
padang penggembalaan, produksi dan kualitas, komposisi botanis padang
penggembalaan, cadangan karbohidrat, mikroorganisme lingkungan rizosfer,
penambahan bobot badan sapi dan hasil buah kelapa.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan kebutuhan akumulasi satuan bahang ( 0C hari ) / DD
untuk membentuk satu filokron antara rumput Brachiaria humidicola yang

5

ditanam secara tunggal dan dalam komunitas ; pertumbuhan dan
perkembangan vegetatif rumput berkorelasi positif dengan umur tanaman.
2. Terdapat perbedaan dalam hasil produksi biomassa (berat kering ), kualitas
dan respons rumput Brachiaria humidicola akibat perlakuan intensitas
defoliasi dan interval defoliasi berdasarkan hari kalender (CD) dan
berdasarkan akumulasi satuan bahang (DD).
3. Potensi pertumbuhan tajuk baru ( keragaan pastura) B. humidicola, produksi
dan kualitas, komposisi botanis, perubahan lingkungan rizosfer, hasil buah
kelapa dan penambahan bobot badan sapi akan lebih baik pada padang
penggemlaan

yang

mengalami

penggembalaan kontinyu terutama

penggembalaan

rotasi

yang berinteraksi

dari

pada

dengan tekanan

penggembalaan (stocking rate) yang lebih tinggi.
Manfaat Penelitian
1. Hasil peneltian ini dapat digunakan dalam pengembangan sistem produksi
hijauan makanan ternak pada lahan perkebunan kelapa, dan juga berguna
untuk kepentingan pengembangan model biologis pertumbuhan dan
perkembangan rumput B. humidicola.
2. Bermanfaat dalam menentukan pola manajemen sistem padang rumput
intensif dan efisien, yang dapat menjamin ketersediaan hijauan pakan
dalam jumlah dan kualitas yang baik secara berkelanjutan.

Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian
Sehubungan dengan tujuan penelitian untuk mengkaji persistensi rumput B
.humidicola setelah digembalai, maka penelitian ini terdiri atas tiga aspek kajian.
Aspek pertama, karakterisasi pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tajuk baru
rumput B. humidicola , serta kebutuhan satuan bahang untuk menghasilkan satu
filokron. Aspek kedua adalah produksi biomassa,
respons

rumput

B. humidicola

terhadap

kandungan

nutrien dan

perbedaan tingkat intensitas dan

interval defoliasi. Aspek ketiga, adalah respons pastura B. humidicola terhadap
2 sistem penggembalaan ( kontinyu dan rotasi) dan tekanan penggembalaan

6

6

(stocking rate), yang terukur pada keragaan pastura, kualitas hijauan, komposisi
botanis, kandungan karbohidrat mudah larut, mikroorganisme dominan,
pertambahan

bobot harian ternak sapi serta hasil buah kelapa. Ketiga aspek

kajian tersebut dirumuskan ke dalam tiga sub-penelitian sebagai berikut :
1. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Vegetatif Tajuk Baru
Rumput B. humidicola.
2. Pengaruh Intensitas dan Interval Defoliasi terhadap Produksi Biomassa
dan Kandungan Nutrien B. humidicola.
3. Pengaruh Sistem Penggembalaan dan Tekanan Penggembalaan ( Stocking
rate) terhadap Keragaan Padang Penggembalaan B. humidicola setelah
Digembalai dan Pertambahan Berat Badan Ternak Sapi.

7

Secara skematik (diagam) kerangka penelitian disajikan pada Gambar 1.

Penelitian oleh
ACIAR

Percobaan I

Percobaan II

Percobaan III

B. humidicola memenuhi kriteria
seleksi rumput pakan untuk lahan
perkebunan kelapa (Mullen et al,
1997)

Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan
vegetatif tajuk baru rumput B .humidicola, serta
kebutuhan satuan bahang untuk menghasilkan
satu filokron.

Produksi biomassa, kandungan nutrien, dan
respons rumput B .humidicola terhadap tingkat
intensitas dan interval defoliasi yang berbeda.

Respons pastura B. humidicola, produksi dan
kualitas, perubahan lingkungan rizosfer, hasil
buah kelapa dan penambahan bobot badan sapi
akibat perbedaan sistem penggembalaan
(grazing) dengan jumlah ternak (stocking rate)
berbeda.

Produksi hijauan pakan, produksi ternak
sapi dan produksi kelapa berkelanjutan.

Gambar 1. Tahapan penelitian dan keterkaitan antar percobaan.

8

8

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Brachiaria humidicola
Nama ilmiah
Nama ilmiah rumput yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick, yang sinonnim dengan Urochloa
humidicola (Rendle) Morrone & Zuloaga, dan Panicum humidicola (Rendle )
[basionym]. Rumput ini memiliki juga nama umum yaitu rumput koronivia,
humidicola, creeping signal grass (Australia) dan creeping paspalum (English). Di
Indonesia ada juga yang menyebut BH adapula yang menyebut Brahum.
Deskripsi morfologis dan Penyebaran
Rumput

B. humidicola

tergolong rumput

perenial yang memiliki

rizoma dan stolon yang kuat dan bertumbuh padat sehingga mampu menutup
tanah dengan

baik.

Batang

vegetatifnya

bertumbuh merambat dan

mengeluarkan akar dari buku paling bawah. Tanaman ini memiliki tangkai bunga
berdiri tegak dengan ukuran panjang 20-60 cm. Helai daunnya datar, berwarna
hijau mengkilat, lebar 5-16 mm dengan panjang daun dapat mencapai 25 cm
tetapi biasanya hanya 12 cm atau kurang. Dari sudut pandang agrostologi, B.
humidicola merupakan sumber makanan ternak. Oleh karena itu dikategorikan
sebagai tanaman budidaya dan bukan sebagai gulma, sehingga memerlukan
pengelolaan yang tepat. Deskripsi lebih lanjut rumput B. humidicola diuraikan
oleh Skerman dan Riveros (1990). Rumput ini berasal dari daerah Afrika Tropis,
membutuhkan suhu optimum untuk tumbuh berkisar 32-35 0C. Rumput ini
toleran terhadap kekeringan dan tetap hijau dibandingkan jenis rumput lain, tahan
terhadap genangan air. Rumput ini sangat tanggap /responsif terhadap pemberian
nitrogen (N),

kebutuhan fosfor (P) rendah, dan sangat toleran terhadap

aluminium (Al). B. humidicola memiliki kemampuan menyebar secara alami
dengan kemampuan menutup tanah dengan baik karena memiliki stolon yang
sangat kuat dan juga rizoma.

Untuk penanamannya hanya membutuhkan

pengolahan tanah yang kasar, jarak tanam 1m x 1 m dengan menggunakan
anakan (pols). Rumput ini tumbuh baik pada musim panas,

berkemampuan

9

berkompetisi dengan gulma, dan sangat tahan terhadap tekanan penggembalaan
berat namun tidak toleran terhadap kebakaran.
Produksi Bahan Kering.
Produksi bahan kering (BK) sangat kuat dipengaruhi oleh tingkat
kesuburan tanah. Di Kepulauan Fiji, tanpa pemupukan rumput B. humidicola
dapat menghasilkan sekitar 11 ton BK per hektar / tahun, dan dapat mencapai
34 ton BK/ha bila diberikan 452 kg N/ha (Skerman and Riveros, 1990).
Sedangkan di areal perkebunan
petak-petak

kecil,

dipanen

kelapa BALITKA Manado pada percobaan

setiap

dua bulan selama satu tahun, tanpa

pemupukan rumput ini menghasilkan 500-600 g BK/m2 atau sekitar 5-6 ton
BK/ha (Kaligis dan Sumolang, 1991).
Rumput ini mampu mempertahankan kandungan nitrogen dalam
tanah.

Penelitian

selama

8

tahun,

sebagai padang penggembalaan B.

humidicola tunggal tanpa legum dan tanpa pemupukan nitrogen, kandungan N
tanah tidak mengalami pengurasan dan diperkirakan juga terjadi peningkatan
jumlah karbon tanah rata-rata setahun sebanyak 0,66 Mg (mega gram) karbon
per ha. Selanjutnya dilaporkan bahwa rumput ini mampu memberikan kenaikan
jumlah suplai N dari 30 – 40 kg N/ha/tahun melalui kegiatan sebagai tanaman
yang berasosiasi dengan bakteri Azotobacter dalam proses Biological Nitogen
Fixation (BNF). Adanya masukan N ini yang memungkinkan rumput
B.humidicola mampu bertahan sebagai pastura tunggal yang bahkan dapat
mengakumulasi unsur karbon (C) tanah yang cukup signifikan (Fisher et al.,
2004). Namun demikian kemampuan mensuplai N dan akumulasi C ke tanah
akan lebih meningkat

ketika pastura ini diintroduksi dengan legum yang

merambat seperti Desmodium ovalifolium sebagai tanaman pengikat N secara
biologis (Boddey et al., 2005).
Produksi ternak.
Di padang savana Colombia rumput B. humidicola yang ditanam secara
monokultur

dengan

tekanan penggembalaan 3 ekor/ha

memberikan

pertambahan berat hidup 80 kg/ekor/tahun atau 240 kg/ha/thn, dan meningkat

10

10

sampai 402 kg/ha/thn pada padang penggembalaan campuran dengan legum
merambat

Arachis pintoi.

Di daerah tropis basah

Ecuador

pastura

B.

humidicola yang ditanam monokultur dengan 2 ekor sapi / ha memberikan hasil
tambahan berat badan 0,56 kg/ekor/hari atau 406 kg/ha/tahun, sedangkan di
daerah tropis basah Peru pastura campuran B. humidicola dan A.pintoi dengan
tekanan penggembalaan 4 ekor/ha menghasilkan 0,43 kg/ekor/hari atau 619
kg/ha/tahun , sedangkan pastura monokultur B. humidicola dengan kapasitas
tampung 4 ekor per hektar memberikan penambahan berat badan (pbb) harian
308 g/ekor/hari (Pereira et al., 2009).
Nilai nutrien dan palatabilitas.
Walaupun rumput ini daunnya kelihatan keras dan berserat tetapi nilai
nutrisinya tergolong baik dengan kandungan protein kasar bervariasi antara 5-17
%. Di Colombia rumput ini pada umur defoliasi 6 minggu (rata-rata dari 54
koleksi), menghasilkan protein kasar 5,2 – 8,5% pada musim hujan, tetapi
menurun menjadi 3,3 – 6,3 % pada musim kering . Rumput ini memiliki nilai
kecernaan 48-75 % dan menurun dengan cepat bila tidak di gembalakan ternak.
Sebagai perbandingan pada satu percobaan pengaruh umur pemotongan 30, 60
dan 90 hari mendapatkan kisaran kandungan protein kasar 3,64 – 5,85 % pada
panen awal (Djuned et al., 2005). Kandungan protein kasar Brachiaria hybrida
”Mulato” berfluktuasi antara 90-170 g/kg atau antara 9-17% dari bahan kering
(CIAT, 2006).

Selanjutnya Ginting dan Tarigan (2007) melaporkan bahwa

rumput ini memiliki komposisi kimia sebagai berikut: bahan kering 321,3 g/kg
berat segar. Kandungan nutrisi lainnya yang dinyatakan dalam bahan kering
adalah bahan organik 916,2 g/kg, abu 83,6 g/kg, protein kasar 87,5 g/kg, NDF
709,1 g/kg dan ADF 358,6 g/kg.
Rumput

ini memiliki nilai palatabilitas yang moderat dibandingkan

dengan banyak jenis rumput lain yang lebih lunak. Namun demikian rumput
ini akan siap direnggut oleh ternak sapi bila berada pada pertumbuhan yang
ideal dan berdaun lebat (Skerman and Riveros, 1990). Jenis rumput ini tidak
beracun tetapi kekurangannya adalah produksi bijinya rendah dan seringkali
tidak fertil. Oleh sebab itu perbanyakan

rumput ini dilakukan secara vegetatif.

11

Keragaan
Rumput

ini

dilaporkan

juga

sebagai jenis rumput merambat yang

mampu menekan invasi gulma dan lebih persisten dibandingkan dengan rumput
merambat lainnya, ketika digembalai ternak sapi secara kontinyu di areal
pertanaman kelapa. Namun demikian sistem penggembalaan kontinyu mulai
ditinggalkan karena meskipun jenis rumput yang toleran terhadap naungan telah
digunakan, tetapi sistem ini kurang menjamin keselamatan pastura, sehingga
fenomena kerusakan pastura masih tetap ada (Kaligis, 1998). Kerusakan tersebut
masih terjadi diduga karena penggembalaan bebas tidak dapat memenuhi
kebutuhan ternak akan hijauan berkualitas secara tetap dibandingkan dengan
sistem penggembalaan rotasi. Sistem yang terakhir ini menjadi pilihan, tetapi
dengan konsekuensi harus menerapkan manajemen penggembalaan tepat yang
oleh Gorder et al. (2005) dinamakan Biologically Effective Gazing Management
Strategy. Sistem ini merupakan suatu sistem manajemen penggembalaan yang
didasarkan pada kebutuhan biologis tanaman atau berdasarkan pada proses
biogeokimia dalam ekosistem padang rumput.
Persistensi
Persistensi terukur sebagai kemampuan jenis hijauan untuk bertumbuh
kembali

setelah

mengalami defoliasi, baik secara mekanik dengan mesin

ataupun direnggut oleh ternak. Rumput perennial akan sangat produktif bila
mengalami

defoliasi, karena adanya rangsangan terhadap apikal meristem

menjadi lebih aktif.

Stimulasi

pertumbuhan tajuk baru oleh defoliasi tidak

konsisten selama masa produksi, dan dipengaruhi oleh tahap perkembangan
fenologi, kondisi lingkungan, dan oleh frekuensi serta intensitas defoliasi.
Pertumbuhan kembali

pastura

itu

sendiri

menurut

pemahaman

lama

ditentukan oleh empat faktor utama yakni: (1) kemampuan ”survive” dari shoot
apex, (2) luas areal daun yang tersisa pada tunggul, (3) cadangan karbohidrat,
dan (4) potensi pertumbuhan tajuk baru. Namun demikian selain keempat faktor
tersebut , terdapat faktor (5) yakni peran lingkungan

rizosfer, yang

turut

menentukan kecepatan pertumbuhan kembali setelah pastura direnggut. Dalam
hal ini ketepatan waktu merumput dapat merangsang aktivitas mikroorganisme

12

12

tanah dan reproduksi vegetatif rumput (Manske, 2001; Gorder et al., 2005). Hal
ini terkait dengan
ditentukan oleh
sendiri

ketersediaan

aktivitas

membutuhkan

nitrogen (N) untuk

mikroorganisme, sedangkan
suplai C mudah

tanaman yang turut
mikroorganisme itu

larut dari eksudat akar tanaman

(Warembourg dan Esterlich, 2000).
Peran cadangan karbohidrat sangat penting untuk bertumbuh kembali dan
pemeliharaan jaringan, khususnya ketika bagian terbesar dari jaringan fotosintesis
ikut terambil pada saat defoliasi (Pedreirra et al., 2000). Faktor lain yang
menentukan persistensi adalah potensi pertumbuhan tajuk baru yang berbeda
antar

jenis

rumput.
yang

decumbens
menghasilkan
direnggut

Sebagai contoh rumput padang penggembalaan

tidak

basal

memiliki

baik

stolon

maupun

B.

rizoma, tetapi

dan aerial tiller untuk pertumbuhan kembali setelah

(Busque dan Herrero, 2001). Namun

demikian dengan tekanan

penggembalaan yang berat pada musim kemarau, ternyata kemampuan tumbuh
kembali jenis rumput ini di lahan perkebunan

kelapa

sangat rendah,

dibandingkan dengan B . humidicola yang berkembang secara vegetatif dengan
stolon dan rizoma (Mullen et al., 1997).
B. decumbens menghasilkan aerial tajuk, tetapi jenis tajuk ini tidak
luput dari daya destruktif renggutan oleh ternak yang dapat mencapai tinggi
terendah sekitar 5 cm di atas permukaan tanah. Sifat tumbuh seperti ini
memungkinkan

sebagian besar apical meristem dirusak oleh defoliasi atau

renggutan (Newman, et al., 200