Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi


 

TOLERANSI HOTONG (Setaria italica L. Beauv)
PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN:
PENDEKATAN ANATOMI DAN FISIOLOGI

YATI TUASAMU

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Toleransi Hotong (Setaria italica
L. Beauv) pada berbagai Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan

Fisiologi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Yati Tuasamu
NRP G353070011


 

ABSTRACT

YATI TUASAMU. (Tolerance Hotong (Setaria italica L. Beauv) to Drought Stress:
Anatomy and Physiology responses). Under supervisor of HAMIM and TRIADIATI.

Hotong (Setaria italica L. Beauv) is one of local excellent crop in Buru Island which

becomes an important food alternative. However, because this plants are normally
cultivated during dry season, drought stress is one of the major factor limiting plant
growth and production. The objective of the study was to examine the adverse effects of
drought stress on 3 accessions of hotong (Buru 1 accession (A1), Buru 2 accession (A2),
and AGH accession (A3) based on anatomical and physiological responses. Plants were
grown in 6 kg pot containing soil and sand (1:1, v/v) in the greenhouse. Drought was
imposed at 14 days after the plants were 6 weeks old. The parameters were examined
during the drought stress were media water content (MWC), relative water content
(RWC), plant growth, photosynthetic parameters including maximum efficiency of
photosynthetic (Fv/Fm), photochemical quenching (qP), non-photochemical quenching
(qN), and quantum yield (qY), chlorophyll content, ascorbic acid (ASA), and proline
concentration. Anatomy characteristics of leaf, stem, and root were observed using
paradermal and transversal section. The results showed that drought stress caused
decrease of MWC and RWC which generally influenced leaf area, plant height, root
length, and dry weight. Seed production decreased due to the stress, and the biggest was
happened on A2 compared to A1 and A3 accessions. The Fv/Fm of all plants was not
change during the drought periode, but showed a slight decrease in the last periode of
drought. The A1 and A2 presented the higher decrease in qP and qY in response to
drought, as compared to A3. On the contrary, qN increased in all accessions during the
drought periode, but the increment was higher in the A3. The chlorophyll content of the

plants subjected to drought stress was relatively stable and equal to that of plant control.
The ASA content of A1 and A2 increased until 8 days drought treatment and decreased
after 12 days drought treatment and rewatering. Drought stress increased significant
accumulation of proline in all accessions until 14 days and have positive correlation to
improvement of root length especially of A3. Leaf antomical characteristics of the plants
subjected to drought stress decreased significantly in primary vena, vein rib, leaf, and
mesophyll thickness, but the lower reduction was showed by A3 compared to other
accessions especially in leaf and mesophyll thickness. The A1 showed the higher
decrease in xylem vessels diameter of leaf, as compared to A2 and A3. The xylem vessels
diameter of stem and root of all plants were relatively stable and equal to the plant
control. Stomata density decreased significant in A2, but in A1 and A3 it was stable. The
results showed that A3 more tolerant than A1 and A2, indicated by stable of
photosynthetic rate (Pn) and seed production during the drought.

Keyword: drought stress, plant growth, physiological responses, anatomy characteristics,
Setaria italica L. Beauv.


 


RINGKASAN

YATI TUASAMU. Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai Cekaman
Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi. Dibimbing oleh HAMIM dan
TRIADIATI.

Hotong (Setaria italica L. Beauv) merupakan salah satu komoditi tanaman
pangan unggul lokal yang dikonsumsi masyarakat di Pulau Buru sebagai pangan alternatif
penghasil karbohidrat. Tanaman ini tumbuh pada lahan kering dan toleran terhadap suhu
tinggi namun tidak toleran pada periode cekaman kekeringan yang panjang. Budidaya
tanaman hotong terutama di prioritaskan pada lahan-lahan kering dengan pola penanaman
tadah hujan, sehingga kondisi kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan utama
yang dapat menghambat pertumbuhan dan produksinya.
Ketersediaan air yang rendah pada fase awal pertumbuhan tanaman ini dapat
mengakibatkan cekaman kekeringan (drought stress). Pada periode cekaman kekeringan
yang panjang tanaman ini tidak mampu melakukan recovery, dan apabila terjadi
kerusakan jaringan akan bersifat tidak dapat balik (permanen) sehingga mempengaruhi
pertumbuhan dan menurunkan produksinya.
Antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat penurunan produksi
akibat cekaman kekeringan adalah dengan menanam varietas unggul hotong yang toleran

kekeringan. Dalam upaya pengembangan varietas unggul tersebut diperlukan sejumlah
informasi mengenai mekanisme toleransi tanaman ini terhadap cekaman kekeringan,
sehingga proses seleksi bisa berjalan secara efisien dan efektif.
Penelitian ini mengamati mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan
dengan pendekatan anatomi dan fisiologi pada tiga aksesi hotong (aksesi Buru 1 (A1),
aksesi Buru 2 (A2), dan aksesi AGH (A3). Tanaman hotong ditumbuhkan dalam pot
berukuran 6 kg menggunakan media tanam yang terdiri atas campuran tanah dan pasir
dengan perbandingan (1:1, v/v) di dalam rumah kaca. Perlakuan cekaman kekeringan
dilakukan selama 14 hari setelah tanaman berumur 6 minggu. Parameter-parameter yang
diukur selama cekaman kekeringan meliputi: Kadar Air Media (KAM), Kandungan Air
Relatif (KAR) daun, pertumbuhan dan produksi tanaman, parameter fotosintetis yang
terdiri atas: efisiensi maksimum fotosintetis (Fv/Fm), pelepasan energi untuk reaksi
fotokimia (qP), non fotokimia (qN), dan hasil kuatum fotosintesis (qY), kandungan asam
askorbat (ASA), prolin, dan klorofil daun. Karakteristik anatomi daun, batang, dan akar
diamati melalui pembuatan sayatan paradermal dan transversal menggunakan mikroskop
cahaya.
Perlakuan cekaman kekeringan selama 14 hari mengakibatkan penurunan KAM
diikuti penurunan KAR daun secara tajam yang mulai terjadi pada 8 HSP, dan stabilitas
struktur anatomi terutama daun pada 14 HSP cekaman. Penurunan ini menyebabkan
perubahan laju fotosintesis melalui penurunan pelepasan energi untuk reaksi fotokimia

(qP), dan hasil kuantum fotosintesis (qY) secara tajam yang mulai terjadi pada 4 sampai
14 HSP cekaman walaupun hal tersebut tidak menyebabkan penurunan yang berarti pada
nilai efisiensi maksimum fotosintesis (Fv/Fm), kecuali pada akhir periode kekeringan.
Penurunan laju fotosintesis ini mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ketiga aksesi
hotong yaitu menghambat perkembangan luas daun, penurunan tinggi tajuk dan produksi
biji terutama pada aksesi 2. Sebaliknya, perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan
peningkatan disipasi energi melalui proses non fotokimia (qN), sehingga menginduksi


 
peningkatan akumulasi asam askorbat (ASA) yang puncaknya pada 8 HSP kekeringan
dan signifikan pada aksesi 3. Selain itu perlakuan cekaman kekeringan mengakibatkan
peningkatan akumulasi prolin yang tertinggi pada aksesi 1 dan 2 pada akhir periode
cekaman. Peningkatan akumulasi prolin selama periode cekaman berkorelasi positif
terhadap peningkatan panjang akar terutama pada aksesi 3 yang merupakan mekanisme
toleransi terhadap cekaman kekeringan. Peningkatan akumulasi prolin pada akhir periode
kekeringan pada ketiga aksesi menunjukkan bahwa tanaman dalam keadaan stres yang
sangat berat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aksesi 3 lebih toleran terhadap
perlakuan cekaman kekeringan selama 14 hari dibanding aksesi 1 dan 2. Hal ini dapat

dilihat berdasarkan kestabilan proses fotosintesis selama cekaman kekeringan yang
ditunjukkan oleh nilai reaksi-reaksi fotokimia (qP) dan hasil kuantum fotosintesis (qY),
mekanisme regulasi fotosintesis melalui proses non fotokimia (qN), kestabilan struktur
anatomi daun terutama kerapatan stomata, tebal daun, dan lapisan mesofil. Terjadi
peningkatan panjang akar dan produksi biji yang relatif tidak mengalami penurunan
dibandingkan dengan tanaman kontrolnya.
Kata kunci: cekaman kekeringan, pertumbuhan dan produksi, respon fisiologi,
karakteristik anatomi, Setaria italica L. Beauv.


 

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB



 

TOLERANSI HOTONG (Setaria italica L. Beauv)
PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN:
PENDEKATAN ANATOMI DAN FISIOLOGI

YATI TUASAMU

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009



 

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.


 

Judul Tesis
Nama
NRP

: Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai
Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi
: Yati Tuasamu
: G353070011

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Ir. Hamim, M.Si.
Ketua

Dr. Dra. Triadiati, M.Si.
Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor
Biologi Tumbuhan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 06 Agustus 2009

Tanggal Lulus: 25 Agustus 2009



 

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah (tesis) ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 sampai April 2009 di rumah kaca Kebun
Percobaan Cikabayan, Laboratorium Fisiologi, Laboratorium Anatomi dan Morfologi
Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor ini tentang cekaman
kekeringan, dengan judul Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai
Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan
tesis ini yaitu;
1 Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Ibu Dr. Dra. Triadiati, M.Si. selaku komisi
pembimbing atas waktu, kesabaran, ilmu, dan kemudahan yang diberikan selama
bimbingan mulai dari tahap awal persiapan penelitian sampai akhir penyelesaian
tesis ini.
2 Dr. Ir. Juliarni, M.Agr. atas waktu, kesabaran, ilmu, dan kemudahan yang diberikan
selama bimbingan pada tahap awal persiapan penelitian ini.
3 Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. selaku penguji luar komisi atas ilmu dan saran
yang telah diberikan untuk kesempurnaan tesis ini.
4 Ketua Mayor, seluruh dosen, karyawan, dan pengelola Laboratorium pada lingkup
Biologi Tumbuhan atas ilmu, bantuan, dan fasilitas yang diberikan selama penelitian
dilakukan sampai penyelesaian tesis ini.
5 IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk memperoleh dana BPPS
dalam rangka penyelesaian studi dan penelitian pada Program Magister Sains.
6 Yayasan Dana Beasiswa Maluku (YDBM) dan Yayasan Tahija di Jakarta yang telah
memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian ini.
7 Papa dan mama tercinta, Ed dan adik-adikku tersayang serta seluruh keluarga atas
nasehat, kepercayaan, doa, dan semangat yang telah diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini tepat waktu.
8 Rekan-rekan Pascasajana Biologi FMIPA IPB tahun 2007 atas kerjasama dan
kebersamaannya selama menyelesaikan studi.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang
berlipat ganda, amin. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak
yang terkait terutama dalam upaya pemuliaan dan pengembangan budidaya tanaman
hotong khususnya di Pulau Buru maupun di Indonesia.

Bogor, Agustus 2009

Yati Tuasamu


 

TOLERANSI HOTONG (Setaria italica L. Beauv)
PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN:
PENDEKATAN ANATOMI DAN FISIOLOGI

YATI TUASAMU

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Toleransi Hotong (Setaria italica
L. Beauv) pada berbagai Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan
Fisiologi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Yati Tuasamu
NRP G353070011


 

ABSTRACT

YATI TUASAMU. (Tolerance Hotong (Setaria italica L. Beauv) to Drought Stress:
Anatomy and Physiology responses). Under supervisor of HAMIM and TRIADIATI.

Hotong (Setaria italica L. Beauv) is one of local excellent crop in Buru Island which
becomes an important food alternative. However, because this plants are normally
cultivated during dry season, drought stress is one of the major factor limiting plant
growth and production. The objective of the study was to examine the adverse effects of
drought stress on 3 accessions of hotong (Buru 1 accession (A1), Buru 2 accession (A2),
and AGH accession (A3) based on anatomical and physiological responses. Plants were
grown in 6 kg pot containing soil and sand (1:1, v/v) in the greenhouse. Drought was
imposed at 14 days after the plants were 6 weeks old. The parameters were examined
during the drought stress were media water content (MWC), relative water content
(RWC), plant growth, photosynthetic parameters including maximum efficiency of
photosynthetic (Fv/Fm), photochemical quenching (qP), non-photochemical quenching
(qN), and quantum yield (qY), chlorophyll content, ascorbic acid (ASA), and proline
concentration. Anatomy characteristics of leaf, stem, and root were observed using
paradermal and transversal section. The results showed that drought stress caused
decrease of MWC and RWC which generally influenced leaf area, plant height, root
length, and dry weight. Seed production decreased due to the stress, and the biggest was
happened on A2 compared to A1 and A3 accessions. The Fv/Fm of all plants was not
change during the drought periode, but showed a slight decrease in the last periode of
drought. The A1 and A2 presented the higher decrease in qP and qY in response to
drought, as compared to A3. On the contrary, qN increased in all accessions during the
drought periode, but the increment was higher in the A3. The chlorophyll content of the
plants subjected to drought stress was relatively stable and equal to that of plant control.
The ASA content of A1 and A2 increased until 8 days drought treatment and decreased
after 12 days drought treatment and rewatering. Drought stress increased significant
accumulation of proline in all accessions until 14 days and have positive correlation to
improvement of root length especially of A3. Leaf antomical characteristics of the plants
subjected to drought stress decreased significantly in primary vena, vein rib, leaf, and
mesophyll thickness, but the lower reduction was showed by A3 compared to other
accessions especially in leaf and mesophyll thickness. The A1 showed the higher
decrease in xylem vessels diameter of leaf, as compared to A2 and A3. The xylem vessels
diameter of stem and root of all plants were relatively stable and equal to the plant
control. Stomata density decreased significant in A2, but in A1 and A3 it was stable. The
results showed that A3 more tolerant than A1 and A2, indicated by stable of
photosynthetic rate (Pn) and seed production during the drought.

Keyword: drought stress, plant growth, physiological responses, anatomy characteristics,
Setaria italica L. Beauv.


 

RINGKASAN

YATI TUASAMU. Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai Cekaman
Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi. Dibimbing oleh HAMIM dan
TRIADIATI.

Hotong (Setaria italica L. Beauv) merupakan salah satu komoditi tanaman
pangan unggul lokal yang dikonsumsi masyarakat di Pulau Buru sebagai pangan alternatif
penghasil karbohidrat. Tanaman ini tumbuh pada lahan kering dan toleran terhadap suhu
tinggi namun tidak toleran pada periode cekaman kekeringan yang panjang. Budidaya
tanaman hotong terutama di prioritaskan pada lahan-lahan kering dengan pola penanaman
tadah hujan, sehingga kondisi kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan utama
yang dapat menghambat pertumbuhan dan produksinya.
Ketersediaan air yang rendah pada fase awal pertumbuhan tanaman ini dapat
mengakibatkan cekaman kekeringan (drought stress). Pada periode cekaman kekeringan
yang panjang tanaman ini tidak mampu melakukan recovery, dan apabila terjadi
kerusakan jaringan akan bersifat tidak dapat balik (permanen) sehingga mempengaruhi
pertumbuhan dan menurunkan produksinya.
Antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat penurunan produksi
akibat cekaman kekeringan adalah dengan menanam varietas unggul hotong yang toleran
kekeringan. Dalam upaya pengembangan varietas unggul tersebut diperlukan sejumlah
informasi mengenai mekanisme toleransi tanaman ini terhadap cekaman kekeringan,
sehingga proses seleksi bisa berjalan secara efisien dan efektif.
Penelitian ini mengamati mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan
dengan pendekatan anatomi dan fisiologi pada tiga aksesi hotong (aksesi Buru 1 (A1),
aksesi Buru 2 (A2), dan aksesi AGH (A3). Tanaman hotong ditumbuhkan dalam pot
berukuran 6 kg menggunakan media tanam yang terdiri atas campuran tanah dan pasir
dengan perbandingan (1:1, v/v) di dalam rumah kaca. Perlakuan cekaman kekeringan
dilakukan selama 14 hari setelah tanaman berumur 6 minggu. Parameter-parameter yang
diukur selama cekaman kekeringan meliputi: Kadar Air Media (KAM), Kandungan Air
Relatif (KAR) daun, pertumbuhan dan produksi tanaman, parameter fotosintetis yang
terdiri atas: efisiensi maksimum fotosintetis (Fv/Fm), pelepasan energi untuk reaksi
fotokimia (qP), non fotokimia (qN), dan hasil kuatum fotosintesis (qY), kandungan asam
askorbat (ASA), prolin, dan klorofil daun. Karakteristik anatomi daun, batang, dan akar
diamati melalui pembuatan sayatan paradermal dan transversal menggunakan mikroskop
cahaya.
Perlakuan cekaman kekeringan selama 14 hari mengakibatkan penurunan KAM
diikuti penurunan KAR daun secara tajam yang mulai terjadi pada 8 HSP, dan stabilitas
struktur anatomi terutama daun pada 14 HSP cekaman. Penurunan ini menyebabkan
perubahan laju fotosintesis melalui penurunan pelepasan energi untuk reaksi fotokimia
(qP), dan hasil kuantum fotosintesis (qY) secara tajam yang mulai terjadi pada 4 sampai
14 HSP cekaman walaupun hal tersebut tidak menyebabkan penurunan yang berarti pada
nilai efisiensi maksimum fotosintesis (Fv/Fm), kecuali pada akhir periode kekeringan.
Penurunan laju fotosintesis ini mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ketiga aksesi
hotong yaitu menghambat perkembangan luas daun, penurunan tinggi tajuk dan produksi
biji terutama pada aksesi 2. Sebaliknya, perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan
peningkatan disipasi energi melalui proses non fotokimia (qN), sehingga menginduksi


 
peningkatan akumulasi asam askorbat (ASA) yang puncaknya pada 8 HSP kekeringan
dan signifikan pada aksesi 3. Selain itu perlakuan cekaman kekeringan mengakibatkan
peningkatan akumulasi prolin yang tertinggi pada aksesi 1 dan 2 pada akhir periode
cekaman. Peningkatan akumulasi prolin selama periode cekaman berkorelasi positif
terhadap peningkatan panjang akar terutama pada aksesi 3 yang merupakan mekanisme
toleransi terhadap cekaman kekeringan. Peningkatan akumulasi prolin pada akhir periode
kekeringan pada ketiga aksesi menunjukkan bahwa tanaman dalam keadaan stres yang
sangat berat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aksesi 3 lebih toleran terhadap
perlakuan cekaman kekeringan selama 14 hari dibanding aksesi 1 dan 2. Hal ini dapat
dilihat berdasarkan kestabilan proses fotosintesis selama cekaman kekeringan yang
ditunjukkan oleh nilai reaksi-reaksi fotokimia (qP) dan hasil kuantum fotosintesis (qY),
mekanisme regulasi fotosintesis melalui proses non fotokimia (qN), kestabilan struktur
anatomi daun terutama kerapatan stomata, tebal daun, dan lapisan mesofil. Terjadi
peningkatan panjang akar dan produksi biji yang relatif tidak mengalami penurunan
dibandingkan dengan tanaman kontrolnya.
Kata kunci: cekaman kekeringan, pertumbuhan dan produksi, respon fisiologi,
karakteristik anatomi, Setaria italica L. Beauv.


 

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB


 

TOLERANSI HOTONG (Setaria italica L. Beauv)
PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN:
PENDEKATAN ANATOMI DAN FISIOLOGI

YATI TUASAMU

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


 

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.


 

Judul Tesis
Nama
NRP

: Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai
Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi
: Yati Tuasamu
: G353070011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamim, M.Si.
Ketua

Dr. Dra. Triadiati, M.Si.
Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor
Biologi Tumbuhan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 06 Agustus 2009

Tanggal Lulus: 25 Agustus 2009


 

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah (tesis) ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 sampai April 2009 di rumah kaca Kebun
Percobaan Cikabayan, Laboratorium Fisiologi, Laboratorium Anatomi dan Morfologi
Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor ini tentang cekaman
kekeringan, dengan judul Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai
Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan
tesis ini yaitu;
1 Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Ibu Dr. Dra. Triadiati, M.Si. selaku komisi
pembimbing atas waktu, kesabaran, ilmu, dan kemudahan yang diberikan selama
bimbingan mulai dari tahap awal persiapan penelitian sampai akhir penyelesaian
tesis ini.
2 Dr. Ir. Juliarni, M.Agr. atas waktu, kesabaran, ilmu, dan kemudahan yang diberikan
selama bimbingan pada tahap awal persiapan penelitian ini.
3 Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. selaku penguji luar komisi atas ilmu dan saran
yang telah diberikan untuk kesempurnaan tesis ini.
4 Ketua Mayor, seluruh dosen, karyawan, dan pengelola Laboratorium pada lingkup
Biologi Tumbuhan atas ilmu, bantuan, dan fasilitas yang diberikan selama penelitian
dilakukan sampai penyelesaian tesis ini.
5 IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk memperoleh dana BPPS
dalam rangka penyelesaian studi dan penelitian pada Program Magister Sains.
6 Yayasan Dana Beasiswa Maluku (YDBM) dan Yayasan Tahija di Jakarta yang telah
memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian ini.
7 Papa dan mama tercinta, Ed dan adik-adikku tersayang serta seluruh keluarga atas
nasehat, kepercayaan, doa, dan semangat yang telah diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini tepat waktu.
8 Rekan-rekan Pascasajana Biologi FMIPA IPB tahun 2007 atas kerjasama dan
kebersamaannya selama menyelesaikan studi.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang
berlipat ganda, amin. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak
yang terkait terutama dalam upaya pemuliaan dan pengembangan budidaya tanaman
hotong khususnya di Pulau Buru maupun di Indonesia.

Bogor, Agustus 2009

Yati Tuasamu

10 
 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 09 Juli 1976 sebagai anak sulung dari
tujuh bersaudara dari ayah Kadir Tuasamu dan ibu Hadija Maruapey.
Tahun 1994 penulis lulus SMA Negeri 7 Ambon dan pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Peternakan Universitas Pattimura Ambon
melalui jalur PSSB. Penulis menyelesaikan studi S1 pada tahun 2001 dengan beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari Yayasan Supersemar.
Penulis menikah pada tahun 2000 dengan Serka. A. Tuharea dan telah dikaruniai
dua orang putra dan putri yaitu: Jafar Umar Thalib Tuharea (10 tahun) dan Humaira
Sukma Ayu Tuharea (6 tahun).
Tahun 2005 penulis diangkat sebagai tenaga edukatif pada lingkup Kopertis
Wilayah XII Ambon, dpk di Universitas Iqra Buru, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku
pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian sampai sekarang. Penulis juga
mengabdi sebagai guru bantu Biologi dan Muatan Lokal Peternakan pada Madrasah
Aliyah Yayasan Daarul Arqam, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku sejak tahun 2006
sampai sekarang.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana melalui jalur BPPS
Tahun 2007 pada Mayor Biologi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA IPB.

11 
 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……………………………………………….........................

xiii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………............

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….........................

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
Hipotesis ...................................................................................................

1
5
5
5

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tanaman Hotong .........................................................
Fungsi Air bagi Tanaman .........................................................................
Cekaman Kekeringan bagi Tanaman .......................................................
Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Fotosintesis Tanaman ...........
Akumulasi Asam Askorbat (ASA) dan Prolin sebagai Respon
Terhadap Kekeringan ...............................................................................

10

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................
Bahan dan Alat ........................................................................................
Rancangan Percobaan .............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ............................................................................
Persiapan bahan tanaman dan media tanam ...............................
Penanaman dan pemeliharaan ....................................................
Pemberian perlakuan cekaman kekeringan ................................
Pengamatan .................................................................................
Pengukuran parameter fotosintesis .............................................
Analisis asam askorbat (ASA) ....................................................
Analisis prolin .............................................................................
Analisis kandungan klorofil daun ...............................................
Pembuatan sayatan paradermal ..................................................
Pembuatan sayatan transversal ...................................................

14
14
15
15
15
16
16
16
18
18
19
19
20
21

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Media (KAM) dan Kandungan Air Relatif (KAR) Daun ......
Respon Umum Tanaman ..........................................................................
Parameter Anatomi Daun, Batang, dan Akar ...........................................
Kualitatif Anatomi Daun, Batang, dan Akar ............................................
Parameter Fotosintesis ..............................................................................
Akumulasi Asam Askorbat (ASA), Prolin, dan Kandungan
Klorofil Daun ............................................................................................

6
6
7
9

22
25
30
34
36
40

12 
 
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................
Saran ..........................................................................................................

45
45

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

46

LAMPIRAN ............................................................................................................ 52

13 
 

DAFTAR TABEL
Halaman
1

2
3

4

5
6

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap luas daun, tinggi tajuk,
dan panjang akar ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah perlakuan
cekaman kekeringan .......................................................................................

26

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering tajuk dan akar
dan bobot kering biji ketiga aksesi hotong ......................................................

27

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kerapatan dan indeks stomata
pada lapisan epidermis daun bagian atas dan bawah pada 14 hari setelah
perlakuan cekaman kekeringan .......................................................................

31

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap struktur anatomi daun, batang,
dan akar ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah perlakuan cekaman
kekeringan .......................................................................................................

32

Korelasi antar parameter ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah
perlakuan cekaman kekeringan .......................................................................

53

Deskripsi aksesi Buru 1 dan Buru 2 ................................................................

55

14 
 

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Mekanisme pembentukan senyawa reactive oxygen species (ROS) ................

11

2

Mekanisme penyelamatan terhadap cekaman oksidatif oleh asam
askorbat (ASA) ..................................................................................................

12

Kadar Air Media (KAM) (%) dan Kandungan Air Relatif (KAR)
daun (%) pada 0-14 hari setelah perlakuan cekaman kekeringan dan
recovery pada taraf uji 5% (DMRT) .................................................................

22

Sayatan transversal daun, batang, dan akar dan sayatan paradermal daun
ketiga aksesi hotong kontrol dan perlakuan pada 14 hari setelah perlakuan
cekaman kekeringan .........................................................................................

35

Parameter fotosintesis pada 0-14 hari setelah perlakuan cekaman
Kekeringan dan recovery pada taraf uji 5% (DMRT) ......................................

38

Akumulasi asam askorbat (ASA), prolin, dan kandungan klorofil daun
pada 0-14 hari setelah perlakuan cekaman kekeringan dan recovery
pada taraf uji 5% (DMRT) ...............................................................................

42

7

Morfologi aksesi Buru 1 dan Buru 2 ................................................................

55

8

Morfologi ketiga aksesi hotong kontrol dan perlakuan pada 8 hari
setelah perlakuan cekaman kekeringan ............................................................

56

Morfologi ketiga aksesi hotong kontrol dan perlakuan pada 14 hari
setelah perlakuan cekaman kekeringan ............................................................

56

10 Morfologi akar ketiga aksesi hotong kontrol dan perlakuan pada 14 hari
setelah perlakuan cekaman kekeringan ...........................................................

57

3

4

5
6

9

15 
 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Halaman
Korelasi antar parameter ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah
perlakuan cekaman kekeringan .......................................................................... 53
Grafik korelasi parameter penentu sifat toleransi ketiga aksesi hotong
pada 8 dan 14 hari setelah perlakuan cekaman kekeringan .............................

54

3

Letak geografis, morfologi, dan deskripsi aksesi Buru 1 dan Buru 2 ..............

55

4

Morfologi ketiga aksesi hotong pada 8 dan 14 hari setelah perlakuan
cekaman kekeringan ..........................................................................................

56

5

Morfologi akar ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah perlakuan
cekaman kekeringan .......................................................................................... 57


 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam rangka mendukung program diversifikasi pangan Nasional yang
sedang digalakkan saat ini, maka pengembangan tanaman pangan alternatif
sumber karbohidrat bagi masyarakat perlu dilakukan. Usaha pengembangan
tanaman pangan alternatif tersebut harus tetap memperhatikan berbagai
keunggulan komparatif wilayah yang sasaran utamanya adalah pengembangan
dan peningkatan produksi komoditas unggul daerah (unggul lokal).
Hotong atau yang sering dikenal sebagai ”foxtail millet” (Setaria italica L.
Beauv) termasuk salah satu jenis tanaman pangan unggul lokal yang dikonsumsi
oleh masyarakat Pulau Buru sebagai pangan alternatif penghasil karbohidrat dan
masih dianggap langka. Biji hotong selain dikonsumsi untuk memproduksi aneka
jenis makanan olahan seperti bubur, nasi, wajik dan aneka penganan lain, juga
memiliki nilai ekonomis penting antara lain sebagai bahan baku pembuatan mi
instan, minuman berenergi, dan makanan balita. Kandungan nutrisi biji hotong
cukup tinggi yaitu mengandung protein sebesar 11,18%, lemak 2,36%,
karbohidrat 73,36%, air sebesar 11,78%, dan abu sebesar 1,32%. Energi yang
dihasilkan dalam 100 g biji adalah 359 kalori. Dilihat dari kandungan gizinya
yang cukup tinggi, maka tanaman hotong dapat dijadikan komoditi alternatif
dalam program diversifikasi pangan alternatif penghasil karbohidrat (Andrawulan
2003). Untuk itu perlu dibudidayakan secara luas serta di jaga kelestariannya
sebagai komoditi unggul lokal.
Pemerintah Kabupaten Buru pada tahun 2003 telah membuka luas tanam
untuk budidaya tanaman hotong seluas 7,122 Ha yaitu pada lahan-lahan kering
dengan pola penanaman tadah hujan terutama di bagian barat dan utara Pulau
Buru. Upaya pengembangan budidaya tanaman hotong di Pulau Buru hingga saat
ini masih menemukan banyak kendala. Kondisi kekeringan dan ketersediaan
benih unggul yang toleran kekeringan serta paket teknologi budidaya yang tepat
sejauh ini merupakan kendala utama. Berbeda halnya dengan tanaman padi gogo,


 

data dan informasi hasil penelitian tentang pemuliaan dan pengembangan
budidaya tanaman hotong masih sangat sedikit (Diptan 2003).
Pulau Buru termasuk daerah rawan kekeringan dengan jumlah curah hujan
tahunan relatif rendah yaitu berkisar antara 1000 - 1400 mm. Curah hujan rata-rata
pada bulan lembab (Januari–Maret) 262 mm/bln, sedangkan bulan kering (April–
Desember) kurang dari 100 mm/bln (Diptan 2003). Curah hujan rata-rata bagi
pertumbuhan tanaman hotong berkisar antara 200 - 300 mm/bln atau lebih sedikit
dari curah hujan musiman (Dekany 1999). Rendahnya curah hujan di daerah
tersebut dapat menyebabkan terjadinya defisit air bagi tanaman hotong sehingga
mempengaruhi pertumbuhan dan produksinya.
Ketersediaan air yang rendah pada masa awal pertumbuhan
dapat mengakibatkan cekaman kekeringan (drought stress).

tanaman

Kekeringan

merupakan faktor lingkungan utama yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat cekaman
yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika mendapat cekaman
kekeringan (Levitt 1980). Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan
mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan mengakibatkan
penurunan produksi tanaman (Bohnert et al. 1995).
Hamim (2004) menyatakan bahwa pada tahap awal, kekeringan
menyebabkan berkurangnya pembukaan stomata untuk meminimalisir kehilangan
air di bawah kondisi cahaya berlebihan. Peristiwa ini mengakibatkan terjadinya
penurunan konsentrasi CO2 intrasel, sehingga tanaman mengalami overreduksi
pada transfer elektron fotosintesis (Zlatev & Yordanov 2004). Hal ini dapat
mengakibatkan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang diawali dengan
pengikatan elektron pada transfer elektron fotosintesis oleh oksigen (Asada 2006).
Senyawa ROS ini dapat menyebabkan cekaman oksidatif bagi tanaman yang
dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan ultrastruktur sel (Wise & Naylor
1987).
Sintesis senyawa antioksidan seperti asam askorbat (Sgherri et al. 2000)
yang berfungsi sebagai agen reduksi dalam menetralisir radikal oksigen


 

dilaporkan meningkat pada beberapa spesies tanaman saat mengalami cekaman
kekeringan. Selain itu tanaman juga mengakumulasi senyawa prolin yang
berfungsi untuk pengaturan derajat osmotik sel (osmotic adjustment). Akumulasi
prolin dapat menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air
dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim dan menjaga turgor sel (Hamim 1995).
Sintesis senyawa-senyawa ini mengindikasi toleransi tanaman terhadap cekaman
kekeringan. Cekaman kekeringan juga dilaporkan dapat memacu tanaman untuk
beradaptasi secara morfologi dan anatomi (Radwan 2007).
Hotong umumnya tumbuh pada daerah kering dan toleran terhadap suhu
tinggi seperti jagung dan sorgum, akan tetapi tidak toleran terhadap periode
cekaman kekeringan yang panjang sebaik sorgum (Leder & Monda 2004).
Tanaman hotong yang mengalami cekaman kekeringan panjang pada fase
pertumbuhannya sukar mengalami recovery setelah dilakukan pengairan kembali
(rewatering) (Karyudi & Fletcher 2003). Antisipasi yang dapat dilakukan untuk
mengurangi tingkat penurunan produksi akibat cekaman kekeringan adalah
dengan menanam varietas unggul tanaman hotong yang toleran kekeringan.
Dalam upaya pengembangan varietas unggul tersebut diperlukan sejumlah
informasi mengenai mekanisme toleransi tanaman tersebut terhadap cekaman
kekeringan, sehingga proses seleksi bisa berjalan secara efisien dan efektif.
Karyudi dan Fletcher (1999) telah melakukan penelitian tentang kapasitas
osmoregulasi 11 aksesi S. italica dan 14 aksesi Panicum muliaceum terhadap
cekaman kekeringan. Berdasarkan penelitian tersebut dilaporkan bahwa: (1) S.
italica mampu tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan, tetapi tidak toleran pada
periode kekeringan yang panjang dibanding P. muliaceum, (2) tanaman ini tidak
mampu melakukan recovery setelah mengalami cekaman kekeringan berat
disebabkan oleh sistem perakarannya yang relatif dangkal, (3) potensial osmotik
dan kapasitas osmoregulasi tinggi saat turgor penuh, sebaliknya rendah ketika
potensial air daun menurun, (4) tingginya kapasitas osmoregulasi menyebabkan
penurunan perkembangan luas daun, laju fotosintesis, dan peningkatan akumulasi


 

solut di dalam jaringan daun, (5) terjadi peningkatan prolin dan kalsium tetapi
tidak berkontribusi terhadap akumulasi solut dan perkembangan luas daun.
Kemampuan penetrasi akar untuk mencapai zona yang lebih dalam pada
beberapa spesies millet merupakan suatu mekanisme penghindaran terhadap
cekaman kekeringan untuk meningkatkan kemampuan penyerapan air. Pada
kondisi cekaman kekeringan, kemampuan penetrasi akar pada S. italica kurang
efektif dibanding spesies millet yang lain (pearl millet, barnyar millet, finger
millet, dan job’stears) dan terjadi penurunan laju fotosintesis akibat perlakuan
cekaman kekeringan (Zegada-Lizaruzu & Iijima 2004).
Veeranagamallaiah et al. (2007) melaporkan bahwa peningkatan
akumulasi prolin pada S. italica kultivar Prasad dan Lepakshi merupakan indikasi
toleransi

terhadap

kondisi

cekaman.

Prolin

berperan

sebagai

senyawa

osmoregulator dan osmoprotektan ketika tanaman menghadapi cekaman abiotik
termasuk cekaman kekeringan yang secara umum respon tersebut bersifat
multigenetik.
Pada

dasarnya,

tanaman

memiliki

mekanisme

tertentu

untuk

mempertahankan diri terhadap kondisi kekeringan dan juga cekaman lain yang
ditimbulkan oleh cekaman kekeringan. Mekanisme toleransi tanaman hotong
dalam menghadapi kondisi kekeringan belum banyak diteliti. Dengan demikian
menarik untuk dikaji mekanisme toleransinya melalui penelitian dengan
pendekatan aspek anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan pertumbuhan
dan produksinya.


 

Tujuan Penelitian
1

Mempelajari

mekanisme toleransi tiga aksesi hotong terhadap cekaman

kekeringan dengan pendekatan aspek anatomi (stabilitas struktur anatomi
daun, batang, dan akar) dan fisiologi (parameter fotosintesis, akumulasi asam
askorbat, prolin, dan kandungan klorofil daun) yang dihubungkan dengan
pertumbuhan dan produksinya.
2 Membandingkan mekanisme toleransi tiga aksesi hotong dari aspek anatomi
dan fisiologi yang dihubungkan dengan produksinya sebagai indikator toleran
terhadap cekaman kekeringan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan data
awal bagi pihak terkait dalam upaya pemuliaan dan budidaya tanaman hotong.

Hipotesis Penelitian
1

Perbedaan aksesi akan memberikan respon yang berbeda dalam hal
pertumbuhan dan produksi.

2 Aksesi yang toleran akan memberikan respon anatomi dan fisiologi yang
berbeda dengan aksesi yang peka.


 

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Tanaman Hotong
Hotong (Setaria italica L. Beauv) atau yang di kenal dengan foxtail millet
adalah tanaman liar yang di domestikasi. Tanaman ini di domestikasi dari tipe
liarnya yaitu green millet (Setaria viridis) sekitar 5000 tahun yang lalu di bagian
selatan padang rumput Sahara dan di bagian barat sungai Nil. Distribusinya
berbeda secara geografis dan umumnya memiliki persamaan morfologi, hanya
memiliki perbedaan warna bulu pada malai dan kulit biji (Lampiran 3) serta
memiliki perbedaan genetik walaupun masih dalam satu spesies (Dekany 1999).
Hotong biasa tumbuh pada lahan kering dengan suhu optimum berkisar
antara 24-29oC. Tanaman ini memerlukan intensitas cahaya matahari penuh.
Besar kecilnya curah hujan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah
dan kelembaban di sekitar pertanaman. Jumlah curah hujan yang menunjang
pertumbuhannya berkisar antara 200-300 mm/bln. Ketinggian tempat berpengaruh
langsung terhadap umur panen. Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan
hotong adalah 0-450 m dpl. Tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,
namun secara umum lebih menghendaki tanah yang gembur dan sedikit berpasir
serta mengandung bahan organik yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya
(Karyudi & Fletcher 2003).

Fungsi Air bagi Tanaman
Air sangat esensial bagi tanaman, yaitu membentuk 80-90% bobot segar
jaringan yang sedang tumbuh aktif. Sebagai senyawa esensial bagi tanaman, air
memiliki peranan antara lain: (a) sebagai komponen utama protoplasma, (b)
sebagai pelarut dan media pada berbagai reaksi metabolik dan proses hidrolisis,
(c) sebagai penghasil hidrogen dan elektron (fotolisis) pada proses fotosintesis, (d)
menjaga turgor sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran dan
pemanjangan sel, (e) mengatur mekanisme membuka dan menutupnya stomata
dan berperan dalam proses transpirasi (Taiz & Zeiger 2002).


 

Karena pentingnya air pada berbagai proses di dalam tanaman, maka
ketidakstabilan jumlah curah hujan di daerah tropik merupakan penyebab utama
terjadinya variasi produksi tanaman dari tahun ke tahun atau dari musim ke
musim. Ketidakstabilan curah hujan ini menyebabkan ketidaktentuan keadaan air
tanah dan suplai hara bagi tanaman (Levitt 1980).

Cekaman Kekeringan bagi Tanaman
Tanaman

mengalami

cekaman

kekeringan

ketika

terjadi

ketidakseimbangan antara penyerapan air oleh akar dan kehilangan air akibat
tingginya laju transpirasi yang ditandai dengan proses pelayuan. Cekaman
kekeringan (drought stress)

adalah faktor lingkungan yang menyebabkan

tidak/kurang tersedianya air secara cukup bagi tanaman. Hal itu dapat disebabkan
oleh kekurangan suplai air terutama di daerah perakaran dan adanya kebutuhan air
yang berlebihan oleh daun karena laju transpirasi melebihi laju absorpsi air oleh
akar tanaman, walaupun keadaan air tanah mencukupi (Bohnert et al. 1995).
Kekurangan suplai air di daerah perakaran banyak dialami oleh tanaman terutama
yang ditanam pada lahan-lahan kering di daerah tropis (Hamim 1995).
Gejala awal yang paling mudah dikenali pada tanaman yang mengalami
cekaman kekeringan adalah perubahan biofisik daripada perubahan reaksi
biokimianya.

Cekaman kekeringan yang terus berlanjut dapat menghambat

pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya
tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman pada saat mendapat
cekaman kekeringan (Levitt 1980). Pada periode cekaman kekeringan yang
panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan
mengakibatkan penurunan produksi tanaman (Bohnert et al. 1995). Tanaman yang
terpapar kondisi kekeringan akan memberikan respon khusus baik secara
morfologis, anatomis maupun fisiologis. Pada kondisi ini tanaman akan
meningkatkan sistem perakaran untuk meningkatkan penyerapan air (morfologi)
dan menekan kehilangan air dengan membentuk lapisan kutikula, trikom yang
tebal, pengerutan sel bulliform (anatomi) dan sebagainya. Tanaman juga


 

meningkatkan toleransinya melalui perubahan kimia sel dengan mensintesis
senyawa terlarut (fisiologi) yang berfungsi sebagai osmoregulator seperti prolin
dan gula (Yamada et al. 2005).
Penurunan kandungan air pada tanaman akan menyebabkan penurunan
tekanan turgor pada dinding sel, sehingga sel mengalami pengkerutan.
Perkembangan sel bergantung pada tekanan turgor sehingga penurunan tekanan
turgor dapat menghambat perkembangan sel yang perlahan-lahan akan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan luas daun (Passiuora 1994).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002), ketika tanaman mengalami kekurangan
air akibat cekaman kekeringan, maka akan menyebabkan penurunan asimilasi
karbon dan pembentukan energi untuk proses fotosintesis. Fotosintat sebagian
besar didistribusikan ke akar untuk perkembangan perakaran agar mampu
mencapai zona yang lebih lembab. Dalam hal ini distribusi karbohidrat terlarut
melebihi kecepatan asimilasi sehingga secara simultan menurunkan pertumbuhan
tanaman yang selanjutnya mengakibatkan penurunan produksi (Levitt 1980).
Besarnya tingkat cekaman yang dialami pada fase pertumbuhan saat
tanaman mendapat cekaman kekeringan dapat mempengaruhi stabilitas karakter
anatomi tanaman. Karakteristik anatomi daun pada Solenostemma arghel (Del.)
yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan memperlihatkan peningkatan
jumlah lapisan mesofil palisade, tebal mesofil, tebal kutikula, frekuensi trikom,
dan jumlah stomata pada epidermis bawah. Peningkatan diameter xilem bervariasi
pada daun, batang, maupun akar. Proses ini merupakan mekanisme fisiologis dan
adaptasi anatomis yang menunjukkan kemampuan tanaman untuk menghadapi
cekaman kekeringan (Radwan 2007). Tanaman yang tumbuh pada lingkungan
kering dengan intensitas cahaya tinggi, cenderung memiliki jumlah stomata yang
banyak dengan ukuran yang kecil dibanding tanaman yang tumbuh pada
lingkungan basah dan ternaungi. Selain itu, luas daun dengan banyak dan
sedikitnya jumlah stomata merupakan faktor penentu utama proses fotosintesis
dan transpirasi (Zhang et al. 2006).


 

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Fotosintesis Tanaman
Cekaman kekeringan menyebabkan penurunan potensial air tanaman yang
sangat besar pengaruhnya terhadap proses fisiologis dan metabolisme yang terjadi
di dalam tanaman. Penurunan potensial air tanaman dapat menyebabkan
terjadinya penurunan laju fotosintesis. Hal ini terjadi karena adanya hambatan
yang ditimbulkan oleh penutupan stomata (stomatal limitation) maupun hambatan
akibat penurunan proses biokimia di dalam tanaman (non-stomatal limitation)
(Kalefetoglu & Ekmekci 2005).
Penurunan laju fotosintesis berhubungan dengan kombinasi beberapa
proses antara lain: (1) penutupan stomata secara hidroaktif mengurangi suplai CO2
ke dalam daun, (2) dehidrasi kutikula, dinding epidermis dan membran sel,
sehingga mengurangi permeabilitasnya terhadap CO2, (3) bertambahnya tahanan
mesofil terhadap pertukaran gas menyebabkan penurunan efisiensi sistem
fotosintesis yang berkaitan dengan proses-proses biokimia dan aktivitas enzim
dalam sitoplasma (Grassi & Magnani 2005).
Pengaturan konduktansi stomata berkaitan dengan sinyal hidrolik (hydrolic
signaling) dan sinyal kimia (chemical signaling). Ketika tanaman mengalami
cekaman kekeringan, akan terjadi perubahan potensial air pada tanaman. Pada
keadaan ini terjadi penurunan gradien potensial air antara akar dan tanah,
sehingga laju penyerapan air oleh akar tanaman menurun. Gradien potensial air ini
akan menimbulkan sinyal hidrolik terhadap konduktansi stomata sebagai respon
tanaman terhadap cekaman kekeringan sehingga stomata menutup (Comstock
2002).
Sinyal kimia berkaitan dengan terjadinya peningkatan konsentrasi asam
absisat (