Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Aksesi Hotong (Setaria Italica (L.) Beauv.) Pada Cekaman Salinitas

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA
AKSESI HOTONG (Setaria italica (L.) Beauv.)
PADA CEKAMAN SALINITAS

AULIA ADILLAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Beberapa Aksesi Hotong (Setaria italica (L.) Beauv.) pada Cekaman
Salinitas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor
Bogor, Januari 2016
Aulia Adillah
NIM A24110028

ABSTRAK
AULIA ADILLAH. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Aksesi Hotong (Setaria
italica (L.) Beauv.) pada Cekaman Salinitas. Dibimbing oleh SINTHO
WAHYUNING ARDIE dan NURUL KHUMAIDA.
Laju konversi lahan pertanian ke non-pertanian yang tinggi mendesak
pengembangan lahan pertanian ke lahan marginal, termasuk lahan salin. Hotong
(Setaria italica (L.) Beauv.) merupakan salah satu sumber karbohidrat yang dapat
dibudidayakan di lahan salin karena memiliki toleransi terhadap cekaman salinitas
yang lebih baik dibandingkan tanaman serealia lainnya. Beberapa aksesi hotong
dilaporkan memiliki toleransi yang berbeda terhadap salinitas. Oleh karena itu,
tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan dan produksi beberapa
aksesi hotong pada cekaman salinitas. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca
Kebun Percobaan Cikabayan (240 m dpl) pada Februari – Agustus 2015.
Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk

menentukan konsentrasi NaCl untuk perlakuan cekaman salinitas dan percobaan
kedua bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan dan produksi empat
aksesi hotong pada cekaman salinitas. Percobaan 1 disusun berdasarkan
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dua faktor dengan empat ulangan.
Faktor pertama adalah empat aksesi hotong, yaitu ICERI 3, ICERI 5, ICERI 6 dan
ICERI 10. Faktor kedua adalah cekaman salinitas menggunakan NaCl yang terdiri
atas 4 taraf: 0 mM, 75 mM, 100 mM dan 150 mM. Hasil percobaan 1
menunjukkan bahwa cekaman salinitas pada taraf ≥ 100 mM NaCl menyebabkan
seluruh aksesi mati. Percobaan 2 disusun berdasarkan RKLT dua faktor dengan
lima ulangan. Faktor pertama adalah empat aksesi hotong, yaitu ICERI 3, ICERI 5,
ICERI 6 dan ICERI 10. Faktor kedua adalah cekaman salinitas menggunakan
NaCl yang terdiri atas 2 taraf: 0 mM dan 75 mM setara dengan EC sebesar
2.2±0.6 dS.m-1 dan 7.8±1.6 dS.m-1. Aplikasi cekaman salinitas dilakukan dengan
menyiramkan 750 mL larutan hara dengan NaCl - larutan hara – air secara
berselang untuk mempertahankan electrical conductivity (EC) media sesuai taraf
yang diinginkan. Hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
produksi hotong beragam antar aksesi. Aksesi ICERI 3 dan ICERI 10 memiliki
habitus tanaman yang lebih besar dibandingkan ICERI 5 dan ICERI 6. Umur
berbunga ICERI 3 paling lama dibandingkan aksesi ICERI 5, ICERI 6 dan ICERI
10. Aksesi ICERI 5 dan ICERI 6 menghasilkan bobot malai utama yang lebih

tinggi dibandingkan ICERI 10. Salinitas secara signifikan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi hotong pada seluruh variabel yang diamati kecuali
jumlah anakan, jumlah malai per tanaman dan bobot 100 butir biji. Berdasarkan
hambatan pertumbuhan dan indeks toleransi cekaman pada cekaman salinitas,
ICERI 6 memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan aksesi ICERI 5 dan
ICERI 10. Cekaman salinitas 75 mM NaCl menyebabkan penurunan bobot basah
dan kering tajuk dan akar >50% pada seluruh aksesi yang diuji.
Kata kunci: diversifikasi pangan, hotong, indeks toleransi cekaman, konsentrasi
NaCl, lahan marginal.

ABSTRACT
AULIA ADILLAH. Growth and Production of Foxtail Millet Accessions (Setaria
italica (L.) Beauv.) under Salinity Stress. Supervised by SINTHO WAHYUNING
ARDIE and NURUL KHUMAIDA.
A high rate of land conversion from agricultural land to non-agricultural
use leads to the increasing need to utilize marginal land, including salt affected
area, for agriculture. Foxtail millet (Setaria italica (L.) Beauv.) is one of
carbohydrate sources that can be cultivated in salt affected area due to their
better tolerance to salinity compared to major cereal crops. Several foxtail millet
accessions had been reported to have different tolerance to salinity. Therefore,

the objective of this study was to determine the growth and production of foxtail
millet accessions under salinity stress. The experiment was conducted in a
greenhouse experimental station in Cikabayan (240 m asl) on February - August
2015. This research consisted of two experiments. The first experiment was aimed
to determine the NaCl concentration suitable for salt stress treatment and the
second experiment was aimed to study the growth and production of four foxtail
millet accessions under salinity stress. The first experiment was arranged in a
randomized complete block design (RCBD) with two factors and four replications.
The first factor was four foxtail millet accessions, namely ICERI 3, ICERI 5,
ICERI 6 and ICERI 10. The second factor was NaCl concentrations, i.e. 0 mM, 75
mM, 100 mM and 150 mM. The results of the first experiment showed that all
accessions can’t survive at NaCl concentration ≥100 mM. The second experiment
was arranged in a RCBD with two factors and five replications. The first factor
was four foxtail millet accessions, namely ICERI 3, ICERI 5, ICERI 6 and ICERI
10. The second factor was NaCl concentrations, i.e. 0 mM and 75 mM, resulted in
2.2±0.6 dS.m-1 and 7.8±1.6 dS.m-1 of EC, respectively. Salt stress was applied by
interval application of nutrient solution with NaCl - nutrient solution – water to
maintain the electrical conductivity (EC) that suitable with salt stress treatment.
The results of the second experiment showed that the growth and production of
foxtail millet varied between accessions. ICERI 3 and ICERI 10 accessions had

larger plant habitus compared to ICERI 5 and ICERI 6. ICERI 3 had the longest
time to flowering compared to ICERI 5, ICERI 6 and ICERI 10 accessions. ICERI
5 and ICERI 6 accessions produced greater weight of panicles than ICERI 10.
Salinity significantly affected most growth and production variables observed,
except for number of tillers, panicle number and weight of 100 grains. Based on
the growth inhibition and stress tolerance index under salt stress, ICERI 6 showed
better tolerance compared to ICERI 5 and ICERI 10 accessions. Salinity stress at
75 mM NaCl decreased the fresh and dry weight of shoots and roots by >50% at
all foxtail millet accessions tested.
Keywords: food diversification, foxtail millet, NaCl concentration, marginal land,
stress tolerance index.

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA
AKSESI HOTONG (Setaria italica (L.) Beauv.)
PADA CEKAMAN SALINITAS

AULIA ADILLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMENAGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Aksesi Hotong
(Setaria italica (L.) Beauv.) pada Cekaman Salinitas
Nama
: Aulia Adillah
NIM
: A24110028

Disetujui oleh

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi

Pembimbing I

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sugiyanta, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Penelitian tentang cekaman abiotik pada tanaman ini berjudul
Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Aksesi Hotong (Setaria italica (L.) Beauv.)
pada Cekaman Salinitas, telah dilaksanakan pada Februari – Agustus 2015 di
Kebun Percobaan Cikabayan IPB.
Ucapan terima kasih dan penghargan penulis sampaikan kepada

1. Ibu Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi dan Ibu Dr Ir Nurul Khumaida,
MSi atas bimbingan dan pengarahannya selama kegiatan penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Prof Dr Ir Muhammad A. Chozin, MAgr selaku dosen penguji atas
masukannya untuk perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr Ir Darda Efendi, MSi atas bimbingannya dalam hal akademis
selama perkuliahan.
4. Beasiswa Daya Adicipta Mustika yang telah memberikan bantuan dana
yang menunjang perkuliahan.
5. Ibu dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.
6. Kakak Nurul Fauziah dan Nike Karjunita atas bantuannya dalam teknis
pelaksanaan penelitian.
7. Etik Sulistiyowati dan Lara Wulandari yang selalu membantu selama
proses penelitian.
8. Teman-teman AGH 48 (Dandelion) dan teman-teman sekontrakan atas
doa, semangat dan bantuannya selama penyelesaian skripsi ini.
9. Pak Mamat dan Pak Milin yang telah membantu pelaksanaan penelitian di
Cikabayan dan Pak Joko Mulyono yang telah membantu di Laboratorium
Mikro Teknik.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.


Bogor, Januari 2016
Aulia Adillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Deskripsi Tanaman Hotong

2

Tanah Salin

3


Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Salinitas

4

METODE

5

Tempat dan Waktu

5

Bahan dan Alat

5

Pelaksanaan Percobaan

5

Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1. Penentuan Konsentrasi NaCl untuk Mempelajari Respon
Tanaman Hotong terhadap Cekaman Salinitas

10
10

Percobaan 2. Respon Pertumbuhan dan Produksi Empat Aksesi Hotong pada
Cekaman Salinitas.
14
SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

30

DAFTAR PUSTAKA

30

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi sidik ragam berbagai variabel pengamatan
2 pH dan EC media tanam empat aksesi hotong
3 Pengaruh cekaman salinitas terhadap pertumbuhan hotong pada 3 - 4
MST
4 Pengaruh aksesi terhadap pertumbuhan hotong pada 3 - 4 MST
5 Electrical conductivity (EC) media tanam selama penelitian
6 Rekapitulasi sidik ragam berbagai variabel pengamatan
7 Pengaruh aksesi terhadap variabel vegetatif, fisiologis dan bobot
brangkasan 4 aksesi hotong
8 Pengaruh aksesi terhadap umur berbunga, waktu panen dan waktu
pengisian malai hotong
9 Pengaruh aksesi terhadap komponen hasil dan hasil hotong aksesi
ICERI 5, ICERI 6 dan ICERI 10
10 Pengaruh cekaman salinitas terhadap variabel vegetatif, fisiologis dan
bobot brangkasan empat aksesi hotong
11 Pengaruh cekaman salinitas terhadap umur berbunga, waktu panen
dan waktu pengisian malai hotong
12 Pengaruh cekaman salinitas terhadap komponen hasil dan hasil
hotong aksesi ICERI 5, ICERI 6 dan ICERI 10
13 Pengaruh cekaman salinitas terhadap variabel vegetatif, fisiologis dan
bobot brangkasan empat aksesi hotong
14 Pengaruh cekaman salinitas terhadap komponen hasil dan hasil
hotong aksesi ICERI 5, 6 dan 10
15 Stress tolerance index tiga aksesi hotong pada cekaman salinitas
16 Korelasi antar variabel aksesi-aksesi hotong

11
11
14
14
15
16
18
18
19
21
23
23
25
27
28
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11
12

Keragaan tanaman hotong
Munculnya malai tanaman hotong
Malai tanaman hotong
Suhu dan kelembapan rata-rata harian di rumah kaca pada 1-5 MST
Beberapa aksesi hotong pada perlakuan cekaman salinitas 0 – 150
mM NaCl
Beberapa aksesi hotong pada perlakuan 100 mM dan 150 mM NaCl
yang mati saat 5 MST
Suhu dan kelembapan rata-rata harian di rumah kaca pada 1-17 MST
Laju pertambahan tinggi 4 aksesi hotong
Laju pertambahan tinggi 4 aksesi hotong pada perlakuan 0 mM dan
75 mM NaCl
Beberapa aksesi hotong yang bertahan hidup dan mati akibat
perlakuan cekaman pada 4 MST (A) dan keragaan aksesi hotong
seluruh perlakuan pada 4 MST (B)
Keragaan akar 4 aksesi hotong setelah panen brangkasan
Malai utama 4 aksesi hotong pada seluruh perlakuan

7
7
8
10
12
13
15
17
20

22
24
26

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan pangan masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Berdasarkan data BPS (2015), jumlah penduduk
Indonesia pada bulan Juni 2014 mencapai 252.2 juta jiwa. Jumlah tersebut
meningkat 1.4% apabila dibandingkan jumlah penduduk pada tahun 2013.
Meningkatnya jumlah penduduk tidak diikuti oleh meningkatnya luas lahan
pertanian. Berdasarkan audit Kementan pada tahun 2012, laju konversi lahan
pertanian ke lahan non pertanian mencapai 100 000 ha tahun-1 (Bappeda Jatim
2014). Hal tersebut menyebabkan penduduk Indonesia semakin sulit secara
swadaya memenuhi kebutuhan pangan pokoknya, yaitu beras. Produksi beras
nasional pada tahun 2014 mencapai 70.85 juta ton, akan tetapi Indonesia masih
perlu mengimpor beras sebesar 844 163 ton pada tahun yang sama (BPS 2015).
Laju konversi lahan pertanian yang tinggi mendesak pengembangan lahan
pertanian ke arah lahan-lahan marginal. Oleh karena itu, diversifikasi pangan
menggunakan tanaman yang dapat berproduksi pada lahan marginal diperlukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Foxtail millet (Setaria italica (L.) Beauv.) atau yang lebih dikenal dengan
nama hotong merupakan salah satu tanaman yang dapat dikembangkan sebagai
sumber karbohidrat alternatif. Hotong potensial untuk dikembangkan sebagai
pangan alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat setara dengan beras dan
kandungan protein yang tinggi (Herodian et al. 2008). Hotong diketahui memiliki
kandungan serat yang empat kali lebih banyak dibandingkan beras (Cheng dan
Dong 2010). Kandungan senyawa fenolat, flavonoid dan antioksidan yang tinggi
(Sharma et al. 2015) serta indeks glikemik yang rendah (Prasetyo 2008)
menjadikan hotong tanaman pangan pokok yang fungsional. Hotong tidak
memerlukan pemeliharaan yang intensif seperti padi dan dapat dibudidayakan
pada lahan marginal (Herodian et al. 2008). Salah satu lahan marginal yang
potensial dimanfaatkan adalah lahan salin.
Salinitas pada tanah merupakan kondisi tanah yang mengandung garam
terlarut berlebih, terutama NaCl dan Na2SO4. Tanah dikategorikan salin apabila
daya hantar listriknya (EC)>4 dS.m-1 dari ekstrak pasta tanah jenuh dan persentase
natrium dapat ditukar (ESP)4 dS.m-1
Tabel 5 Electrical conductivity (EC) media tanam selama penelitian
Minggu Setelah Tanam (MST)
Konsentrasi NaCl
0
1
2
3
4
5
6
8
9
(mM)
-1
EC (dS.m )
0
2.4 2.8 2.4 3.5 1.8 1.7 1.6 1.5 1.8
75
7.1 7.1 7.9 9.9 4.9 6.6 6.7 8.3 9.4
Uji-F
** ** ** ** ** ** ** ** **

Panen
2.2
9.8
**

Keterangan: ** = sangat nyata.

Selama penelitian berlangsung terjadi serangan hama ulat, kutu daun, labalaba dan tikus. Pengendalian hama serangga dilakukan dengan penyemprotan
pestisida Deltamethrin 25 g.L-1 dan larutan surfaktan (detergen), selain itu juga
dilakukan pengendalian secara manual.
Hasil sidik ragam pada seluruh variabel yang diamati (Tabel 6)
menunjukkan jika interaksi antara perlakuan aksesi dan cekaman salinitas
berpengaruh nyata terhadap diameter batang, jumlah daun, bobot malai per

16
tanaman, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Aksesi berpengaruh nyata
terhadap seluruh variabel vegetatif, tingkat kehijauan daun, luas daun, jumlah
malai per tanaman, bobot 100 butir biji, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk
dan akar. Cekaman salinitas berpengaruh nyata terhadap seluruh variabel yang
diamati kecuali jumlah anakan, umur panen, jumlah malai pertanaman dan bobot
100 butir biji.
Tabel 6 Rekapitulasi sidik ragam berbagai variabel pengamatan
Variabel
Aksesi Salinitas Aksesi*Salinitas
Vegetatif
Tinggi tanaman (cm)
**
**
tn
Diameter batang (mm)
**
**
*
Jumlah daun (helai)
**
**
*
Jumlah anakan (anakan)
**
tn
tn
Fisiologis
Kerapatan stomata (mm2)
tn
*
tn
Tingkat kehijauan daun
**
*
tn
(SPAD unit)
Luas daun (cm2)
**
**
tn
Generatif, komponen hasil dan hasil
Umur berbunga (HST)
**
*
tn
Umur panen (HST)
tn
tn
tn
Lama pengisian malai (hari)
**
*
tn
Jumlah malai per tanaman
**
tn
tn
(malai)
Panjang malai utama (cm)
tn
**
tn
Bobot malai utama (g)
tn
**
tn
Bobot malai per tanaman (g)
tn
**
*
Bobot biji malai utama (g)
tn
*
tn
Bobot 100 butir biji (g)
**
tn
tn
Bobot basah tajuk (g)
*
**
tn
Bobot basah akar (g)
tn
**
tn
Bobot kering tajuk (g)
**
**
*
Bobot kering akar (g)
**
**
**

KK (%)
15.02
16.65
22.98
17.601
9.70
9.06
15.51
6.24
5.39
11.56
15.231
18.90
17.271
26.07
14.921
5.65
26.24
4.701
23.45
24.06

Keterangan : * = nyata; ** = sangat nyata; tn = tidak nyata; KK = koefisien keragaman;
1
data ditransformasi dengan (x+0.5)1/2 ; MST= minggu setelah tanam; HST=
hari setelah tanam; tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun
diamati saat muncul malai utama; jumlah anakan diamati pada saat panen.

Pengaruh Aksesi terhadap Variabel Vegetatif, Fisiologis, Generatif,
Komponen Hasil dan Panen Hotong
Keempat aksesi hotong memiliki laju pertumbuhan yang bervariasi. Gambar
8 menunjukkan bahwa aksesi ICERI 5 dan ICERI 6 memiliki laju pertambahan
tinggi tanaman yang cepat hingga 6 MST. Aksesi ICERI 10 yang memiliki
keragaan paling tinggi diantara aksesi lainnya memiliki laju pertumbuhan yang
cepat hingga 8 MST sedangkan aksesi ICERI 3 cenderung memiliki laju

17

Tinggi Tanaman (cm)

pertumbuhan yang stabil hingga 12 MST. Pertambahan tinggi tanaman hotong
terhenti saat tanaman mulai bermalai.
160
140
120
100
80
60
40
20
0
3

4

ICERI 3

5

6
7
8
9
Minggu Setelah Tanam
ICERI 5

ICERI 6

10

11

12

ICERI 10

Gambar 8 Laju pertambahan tinggi 4 aksesi hotong
Selain tinggi tanaman, variabel vegetatif lain seperti diameter batang,
jumlah daun, dan jumlah anakan juga bervariasi antar aksesi. Jumlah daun lebih
banyak pada aksesi yang tajuknya tinggi atau memiliki anakan banyak, seperti
pada aksesi ICERI 10 (Tabel 7). Bobot brangkasan hotong tidak berbeda antar
aksesi. Berdasarkan tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah anakan, aksesi
ICERI 3 dan ICERI 10 memiliki habitus tanaman yang besar sedangkan ICERI 5
dan ICERI 6 memiliki habitus yang lebih kecil dibandingkan ICERI 3 dan ICERI
10. ICERI 10 memiliki jumlah anakan paling banyak sedangkan ICERI 3 paling
sedikit anakannya dibandingkan aksesi lainnya.
Variabel luas daun dan tingkat kehijauan daun tanaman hotong berbeda
antar aksesi sedangkan kerapatan stomatanya tidak. ICERI 3 memiliki daun yang
panjang dan paling lebar sehingga memiliki luas daun terluas, sedangkan ICERI
10 daunnya sempit namun paling panjang diantara aksesi lainnya. Warna daun
terlihat semakin gelap apabila nilai SPAD-nya tinggi. Warna daun aksesi ICERI 3
lebih cerah dibandingkan lainnya yang tergambarkan oleh nilai satuan SPAD
unitnya yang paling rendah.

18
Tabel 7 Pengaruh aksesi terhadap variabel vegetatif, fisiologis dan bobot
brangkasan 4 aksesi hotong
Aksesi
Variabel
ICERI 3
ICERI 5
ICERI 6
ICERI 10
TT (cm)
122.00 a
90.06 b
88.37 b
140.29
DB (mm)
0.42 a
0.32 b
0.28 b
0.33
JD1 (helai)
12.13 a
6.38 b
6.80 b
10.43
JA1 (anakan)
0.25 c
2.75 b
1.90 b
5.00
LD (cm2)
64.10 a
48.80 ab
34.30 b
44.60
TKD (SPAD
39.30 b
48.90 a
44.70 a
49.10
unit)
KS (mm2)
115.70
121.30
122.80
124.10
BBT (g)
16.51
12.47
10.96
17.66
BBA(g)
0.42
0.45
0.41
0.41
BKT (g)
8.21
5.28
4.17
7.22
BKA (g)
0.36
0.30
0.23
0.20

a
ab
a
a
b
a

Keterangan: TT = tinggi tanaman; DB = diameter batang; JD = jumlah daun; JA = jumlah
anakan; LD = luas daun; TKD = tingkat kehijauan daun; KS = kerapatan
stomata; BBT = bobot basah tajuk; BBA = bobot basah akar; BKT = bobot
kering tajuk; BKA = bobot kering akar. Angka-angka yang diikuti huruf
yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
be d
k n DMRT p d α < 5%; 1Data ditransformasi dengan (x+0.5)1/2;
tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun diamati saat muncul
malai utama; jumlah anakan diamati saat panen;

Waktu berbunga juga bervariasi antar aksesi. Malai ICERI 5 dan ICERI 6
paling cepat berbunga, disusul oleh ICERI 10 dan ICERI 3 (Tabel 8). Aksesi
ICERI 5, ICERI 6 dan ICERI 10 dipanen dalam waktu yang hampir bersamaan.
Perbedaan masa pertumbuhan (umur) hanya ditentukan oleh lamanya fase
vegetatif (Makarim dan Suhartatik 2009), oleh karena itu aksesi ICERI 3 yang
memiliki fase vegetatif paling panjang diantara aksesi lainnya, memiliki umur
yang paling panjang. Aksesi ICERI 10 memiliki waktu pengisian malai yang
paling cepat dibandingkan aksesi lainnya, yaitu sekitar 40 hari.
Tabel 8 Pengaruh aksesi terhadap umur berbunga, waktu panen dan waktu
pengisian malai hotong
Umur berbunga
Umur panen
Lama pengisian malai
Aksesi
(HST)
(HST)
(Hari)
1)
ICERI 3
82.1 a
- 1)
ICERI 5
49.5 c
96.1
46.6 a
ICERI 6
49.4 c
99.1
49.7 a
ICERI 10
62.6 b
102.0
39.9 b
Keterangan: HST = hari setelah tanam. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada
kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT
p d α < 5%; 1) data tidak tersedia karena serangan hama tikus.

Serangan hama tikus terjadi pada akhir penelitian, yaitu pada akhir Juli
hingga awal Agustus 2015 yang menyebabkan tanaman hotong aksesi ICERI 3
mengalami gagal panen. Aksesi ICERI 3 memiliki pertumbuhan yang lebih lama

19
dibandingkan ketiga aksesi lainnya sehingga pada saat serangan hama tikus terjadi,
hanya ICERI 3 yang belum memasuki masa panen.
Komponen hasil seperti jumlah malai per tanaman dan bobot 100 butir biji
bervariasi antar aksesi hotong. Aksesi ICERI 10 memiliki jumlah malai per
tanaman yang paling banyak dibandingkan ICERI 5 dan ICERI 6. Bobot 100 butir
biji pada aksesi ICERI 10 paling ringan sedangkan ICERI 5 dan ICERI 6
bobotnya relatif sama (Tabel 9). Ukuran biji hotong yang relatif kecil pada aksesi
ICERI 10 menghasilkan bobot 100 butir biji yang rendah (0.1 g). Karakterisasi
yang dilakukan oleh Miswarti et al. (2014) menunjukkan bahwa aksesi
mempengaruhi karakter kuantitatif seperti tinggi tanaman, diameter batang, umur
berbunga, dan bobot 1 000 butir biji hotong. Hasil penelitian Sulistiyowati (2016)
menunjukkan bahwa bobot 100 butir biji ICERI 5 dan ICERI 6 adalah 0.28 g dan
0.27, lebih besar dibandingkan ICERI 3 dan ICERI 10 yang memiliki bobot 100
butir biji 0.15 g dan 0.09 g.
Tabel 9 Pengaruh aksesi terhadap komponen hasil dan hasil hotong aksesi ICERI
5, ICERI 6 dan ICERI 10
Aksesi
Variabel
ICERI 5
ICERI 6
ICERI 10
JM/T1 (malai)
3.62 b
2.80 b
5.57 a
PMU (cm)
12.98
11.97
15.46
BMU (g)
3.76
3.53
2.77
BMT (g)
6.07
4.06
5.12
BBMU (g)
3.10
2.71
1.87
B100 (g)
0.25 a
0.25 a
0