Perubahan sifat dan kimia tanah akibat kebakaran lantai hutan

rJ

ABSTRAK

d

Z!
huuQ
a a D, a
=22
UCUN SULASTRI. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Akibat Kebakaran
" S S
Dibimbing oleh oIeh SUDARSONO sebagai ketua komisi
3 ~ coe Santai
~ ,
XS O sembimbing,
Q3 = Hutan.
~
" 3
dan SUIUA DARMA TARIGAN sebagai auggota komisi
!k= 9z 55 &mbimbing.

Kebakaran hutan dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah yang
& P2 P
2
@eliputi
sifat fisik dan kimia tanah. Dalam penelitian ini dipelajari perubahan
Qe. XT s
3 g g s Bifat fisik dan kimia tanah akibat kebakarm lantai hutan yang terjadi berdasarkan
B e k g kebakaran yang berbeda, dcngan membandingkan area tegakan b e h
an, baik 1 kali maupun 3 kali dengan area tegakan yang tidak terbakar
g
SSQ
s s 3 aecarg deskritif, Lokasi penelitian berada di Resort Polisi Hutan OCpH) Bugel,
Q",x
3 :5 $Bagim Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tomo Utara, Kesatuan
r'c n o
g I] g
&m&kuan Hutan Sumedang, Pemm Perhutani Unit HI Jawa Barat.
W" g s z
Q
".

z. Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan terjadinya peningkatan Ca
e.
E 7 -.
Q P . , 2.
clan
F&
yang berasal dari abu sisa kebakaran yang dikuti dengan peningkatan pH
4sQ
horison atas area bekas kebakaran 1 kali, sebaliknya pada area bekas
its sm zr.X
kebaQw 3 kali tejadi penunman. Kandungan C-organik total tanah pada
r. 3
k. Q a horisq? atas menurun pada area bekas kebakaran dan penunman terbesar terjadi
r 5 pada Egregat yang b e r u k m besar. N-total, P-tersedia dan kaliurn mengalami
3 3 penWgnan akibat kebakaran baik pada horison atas area bekas kebakaran 1 kali
E =X 5Q maup& area bekas k e b a k m 3 kali dan penurunan terbesar terjadi pada area
3 bek&. kebakaran 3 kali,
sedangkan kandungan P-HCI 25% mengalami
2.
penin@catan.

P %
Q
@lanjutnya berkaitan dengan sifat fisik tanah, pada horison atas area bekas
3
P 3 5 k e b a a n teqadi penurunan porositas total tanah, meningkatnya bobot isi tanah,
!berkurangnya kapasitas tanah menahan air, menumnnya infdtrasi dan
XT
a
; 5 3 perrneabilitas tanah, serta berkurangnya stabilitas agregat akibat kebakaran lantai
.o
5 3 .. hutan, terutama pada area bekas kebakaran 3 kali.
ii 3
Perubahan sifat fisik dan kimia tan& lebih lanjut rnenyebabkan
meningkatnya laju erosi dan erosi potensial pada area bekas kebakaran.
-. ;5 Peningkatan laju erosi dm erosi potensial terutarna disebabkan karena terjadi
2 L
B
p e n m a n persentasi bahan organik clan liat, dan peningkatan terbesar tejadi
g pada area bekas kebakaran 3 kali.
gap


,=

$ ;I
a

:eb
.
I

- Mads

-

5

Q

"


E=

it

u3

E

0

-.3

tQ

e.

2
3

E


3
3
8B

3

0
-l

D

tQ

2.
0
c

F
3

C
3
-.

<
(D
7

-.
V)

u"

PERUBAHAN SlFAT FlSlK DAN KlMlA TANAH
AKIBAT KEBAKARAN LANTAI HUTAN

UCUN SULASTRI

SEKOLAHPASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perubahan Sifat Fisik dan Kimia
Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan adalah karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Surnber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2006

Ucun Sulastri
A25 1020051

ABSTRAK
UCUN SULASTRI. Pembahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Akibat Kebakaran
Lantai Hutan. Dibimbing oleh oleh SUDARSONO sebagai ketua komisi

pembimbing, dan SURIA DARMA TARIGAN sebagai anggota komisi
pembimbing.
Kebakaran hutan dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah yang
meliputi sifat fisik dan kimia tanah. Dalam penelitian ini dipelajari pembahan
sifat fisik dan kimia tanah akibat kebakaran lantai hutan yang terjadi berdasarkan
frekuensi kebakaran yang berbeda, dengan membandingkan area tegakan bekas
kebakaran, baik 1 kali maupun 3 kali dengan area tegakan yang tidak terbakar
secara deskritif. Lokasi penelitian berada di Resort Polisi Hutan (RPH) Bugel,
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tomo Utara, Kesatuan
Pemangkuan Hutan Sumedang, Perum Perhutani Unit I11 Jawa Barat.
Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan terjadinya peningkatan Ca
dan Mg yang berasal dari abu sisa kebakaran yang dikuti dengan peningkatan pH
tanah pada horison atas area bekas kebakaran 1 kali, sebaliknya pada area bekas
kebakaran 3 kali terjadi penurunan. Kandungan C-organik total tanah pada
horison atas menurun pada area bekas kebakaran dan penurunan terbesar terjadi
pada agregat yang berukuran besar. N-total, P-tersedia dan kalium mengalami
penurunan akibat kebakaran baik pada horison atas area bekas kebakaran 1 kali
maupun area bekas kebakaran 3 kali dan p e n m a n terbesar terjadi pada area
bekas kebakaran 3 kali,
sedangkan kandungan P-HC1 25% mengalami

peningkatan.
Selanjutnya berkaitan dengan sifat fisik tanah, pada horison atas area bekas
kebakaran terjadi p e n m a n porositas total tanah, meningkatnya bobot isi tanah,
berkurangnya ka~asitas tanah menahan air, menurunnva infiltrasi dan
perrneabiiit& tan&, serta berkurangnya stabiliti agregat akibat kebakaran lantai
hutan, terutama pada area bekas kebakaran 3 kali.
Pembahan sifat fisik dan kimia tanah lebih lanjut menyebabkan
meningkatnya laju erosi dan erosi potensial pada area bekas kebakaran.
Peningkatan laju erosi dan erosi potensial terutama disebabkan karena terjadi
penurunan persentasi bahan organik clan liat, dan peningkatan terbesar terjadi
pada area bekas kebakaran 3 kali.

PERUBAHAN SlFAT FlSlK DAN KlMlA TANAH
AKIBAT KEBAKARAN LANTAI HUTAN

UCUN SULASTRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar
Magister Sains pada

Departemen llmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Tesis

: Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Akibat Kebakaran

Lantai Hutan
Nama

: Ucun Sulastri

NRP

: A251020051

Program Studi

: Ilmu Tanah (TNH)

Disetujui
Komisi Pembimbing

- -

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc.
Ketua

Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Tanah

Sekolah Pascasarjana

da Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian : 2 Maret 2006

Tanggal Lulus : 2 7 MAR 2006

KATA PENGANTAR
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Judul karya ilmiah ini adalah Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Akibat
Kebakaran Lantai Hutan.
Pada kesempatan ini penulis menyarnpaikan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. dan Dr. Ir. Suria Darma Tarigan,
M.Sc. selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberi bimbingan dan saran
selama penelitian dan penulisan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Yasin selaku kepala RPH Bugel beserta staf yang telah
membantu selama kegiatan penelitian di lapangan. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada ayahanda Alizar, Ibunda Nurmaylis (Alm), serta s e l d
keluarga atas segala kesempatan, kepercayaan, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 3 Januari 1974 dari ayah
Alizar dan ibu N m a y l i s (Alm). Penulis me~pctkananak keernpat dari tujuh
bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri I Bukittinggi dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Penulis rnemilih Program Studi llrnu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada

tahun 2002 penulis melanjutkan

pendidikan di Program Studi Ilmu Tanah pada Program Pascasarjana IPB.

DAFTAR IS1
Halaman

......................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang .....................................................................................
..
Tujuan Penelltian ...................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
Kebakaran Hutan ...................................................................................
Penyebab clan Akibat Kebakaran Hutan ................................................
Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat Tanah ..................................
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ..........................................
..
Lokasi Penelltian...................................................................................
Fisiografi dan Bentuk Wilayah ..............................................................
Geologi dan Jenis Tanah ........................................................................
Iklim .....................................................................................................
BAHAN DAN METODE ..............................................................................
Bahan .....................................................................................................
..
Metode Penelltian ..................................................................................
Penentuan Plot Pengamatan ...........................................................
Pengambilan Contoh Tanah dan Serasah .......................................
Pembuatan Profil Tanah .........................................................
Pengarnbilan Contoh Tanah untuk Analisis Sifat Fisika .......
Pengarnbilan Contoh Tanah untuk Analisis Sifat Kimia .......
Pengambilan Contoh Serasah .................................................
Analisis Contoh Tanah dan Serasah ...............................................
Analisis Data dan Penyajian Hasil .................................................
Analisis Sifat Fisika dan Kimia Tanah ...................................
Penentuan Laju Erosi Setiap Unit Lahan ...............................

DAFTAR TABEL

x
xi
xii
1
I

3
4
4

5
7
14
14
14

17
17
21
21
21

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Serasah Tanaman Jati.............................................................................
Bobot Tumpukan Serasah Tanaman Jati ........................................
Kandungan Hara Serasah Tanaman Jati .........................................
Perubahan Morfologi Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan ..............
Perubahan Sifat Kimia Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan ............
Reaksi Tanah (pH Tanah)...............................................................
C-Organik Total Tanah clan C-Organik Total pada Berbagai
Ukuran Agregat Tanah ...................................................................
Nitrogen Total Tanah .....................................................................
Fosfor HCI 25% dan Fosfor Tersedia.............................................
Kation-Kation Basa (CaMg.K dan Na) .........................................
Perubahan Sifat Fisika Tanah Akibat Kebakaran Lantai Hutan ............
Bobot Isi. Porositas. dan PermeabilitasTanah................................
Kapasitas Tanah Menahan Air .......................................................
Distribusi dan Stabilitas Agregat Tanah.........................................
Perubahan Laju Erosi dan Erosi Potensial Tanah Akibat Kebakaran
Lantai Hutan ..........................................................................................
Faktor Erosivitas Hujan (R) ...........................................................
Faktor Erodibilitas Tanah (K) ........................................................
Faktor Lereng (LS) .........................................................................
Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi Tanah
(P) ...................................................................................................
PEMBAHASAN UMUM .................................................................................
KESIMPULAN ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................

DAFTAR TABEL

1 . Curah hujan daerah penelitian (Stasiun Hujan Tomo)..............................

2.

20

Suhu udara dan kelembaban udara daerah penelitian ............................... 20

..

3. Parameter dan metode anallsls..................................................................

24

4 . Bobot tumpukan serasah tanaman jati ......................................................

26

5. Hasil analisis kandungan hara serasah tanaman jati .................................

27

6. Kadar C-organik total pada berbagai ukuran agregat tanah .....................

33

7. Kapasitas infiltrasi berdasarkan persamaan Horton..................................

49

8. Nilai faktor erosivitas hujan daerah penelitian .........................................

52

9. Nilai faktor erodibilitas tanah daerah penelitian .......................................

53

10. Nilai faktor lereng daerah penelitian .......................................................

53

11. Laju erosi, erosi potensial, erosi yang masih dapat dibiarkan (TSL).
dan indeks bahaya erosi (IBE) pada tiap titik pengamatan ....................... 54

DAFTAR GAMBAR
Halaman

..

1. Lokasi penelltlan .......................................................................................

15

2. Peta kerja BKPH Tomo Utara ..................................................................

16

3. Peta geologi daerah penelltian .................................................................

18

4. Peta tanah daerah penelitian .....................................................................

19

5. Pembahan tebal horison atas akibat kebakaran lantai hutan .....................

28

6. Pembahan pH tanah akibat kebakaran lantai hutan ..................................

29

..

7. Pembahan C-organik total tanah akibat kebakaran lantai hutan .............. 31
8. Pembahan nitrogen total tanah akibat kebakaran lantai hutan .................

34

9. Pembahan fosfor HC125% tanah akibat kebakaran lantai hutan .............

36

10. P e ~ b a h a nfosfor tersedia tanah akibat kebakaran lantai hutan ................ 37
11. Pembahan kalsium tanah akibat kebakaran lantai hutan ..........................

39

12. Pembahan magnesium tanah akibat kebakaran lantai hutan ....................

40

13. Perubahan kalium tanah akibat kebakaran lantai hutan ............................ 41
14. Pembahan natrium tanah akibat kebakaran lantai hutan .......................... 42
15. Perubahan bobot isi tanah akibat kebakaran lantai hutan .........................

43

16. Perubahan porositas total tanah akibat kebakaran lantai hutan ............... 44
17. Pembahan permeabilitas tanah akibat kebakaran lantai hutan .................

44

18. Pembahan kadar air dalam keadaan kapasitas lapang akibat
kebakaran lantai hutan ...........................................................................

45

19. Pembahan kadar air tersedia akibat kebakaran lantai hutan .....................

46

20. Perubahan distribusi agregat tanah akibat kebakaran lantai hutan ........... 48
21. Perubahan stabilitas agregat tanah akibat kebakaran lantai hutan ............ 48
22. Kurva laju infiltrasi pada lereng 0-8% .................................................... 50
23 . Kurva laju infiltrasi pada lereng 15-25%................................................

50

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Deskripsi profil pada tiap titik pengamatan .............................................

71

2.

Hasil analisis sifat kimia tanah .................................................................

77

3.

Hasil analisis sifat fisika tanah ..................................................................

78

4.

Distribusi ukuran agregat tanah ...............................................................

79

5.

Data pengukuran infiltrasi pada area tidak terbakar (lereng 0-8 %)
dengan persamaan Horton ......................................................................

80

6.
7.

Data pengukuran infiltrasi pada area bekas kebakaran 1 kali
(lereng 0-8 %) dengan persamaan Horton ................................................
Data pengukuran infiltrasi pada area bekas kebakaran 3 kali
(lereng 0-8 %) dengan persamaan Horton ................................................

80

81

Data pengukuran intiltrasi pada area tidak terbakar (lereng 15-25 %)
dengan persamaan Horton ......................................................................

81

Data pengukuran infiltrasi pada area bekas kebakaran 1 kali
(lereng 15-25 %) dengan persamaan Horton ............................................

82

10. Data pengukuran infiltrasi pada area bekas kebakaran 3 kali
(lereng 15-25 %) dengan persamaan Horton ..........................................

82

8.

9.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan sumber daya alam tidak pemah lepas dari berbagai gangguan.
Hutan yang merupakan sumber daya dam selalu mengalami gangguan, baik yang
disebabkan oleh manusia maupun oleh dam sendiri. Salah satu bentuk gangguan
yang muncul adalah kebakaran hutan yang dapat menyebabkan rusaknya hutan.
Kebakaran hutan merupakan bentuk ancaman terhadap kelestarian hutan
yang paling banyak menimbulkan kerugian dibandingkan dengan faktor
pengganggu dan perusakan hutan dan hasil hutan lainnya. Menurut De Bano et al.
(1998) dalam pengelolaan sumber daya hutan, kebakaran hutan dapat mengancam
keutuhan

kelestarian

hutan,

estetika

lingkungan,

dan

memusnahkan

keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya yang penting bagi kehidupan.
Kebakaran hutan yang terjadi umumnya disebabkan oleh kegiatan
manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja dan juga oleh faktor dam seperti
petir dan gunung meletus. Diperkirakan 90% kebakaran hutan terjadi akibat
perbuatan manusia dan 10% oleh dam (Suratmo 1985). Kebakaran hutan di
Indonesia sebagian besar terjadi karena adanya aktivitas manusia dalam
penggunaan api temtama untuk pembukaan lahan, pemanfaatan abu serasah untuk
pemupukan tanah garapan, memperoleh tunas atau rumput muda untuk pakan
temak, atau untuk pengurangan timbunan serasah di lantai hutan. Kebakaran
hutan yang disebabkan oleh manusia temtama terjadi pada kondisi lahan bakar
dan cuaca yang cukup kering, khususnya di musim kemarau.
Kebakaran hutan dapat berakibat positif maupun negatif. Kebakaran hutan
dapat berakibat positif apabila k e b a k m hutan tersebut terkendali misalnya untuk
memanfaatkan abu serasahnya atau untuk memupuk tanah garapan. Kebakaran
hutan akan memberi dampak negatif apabila tidak terkendali dan akan
menyebabkan kerusakan pada ekosistem serta degradasi sumber daya alam dan
lingkungan. Pengamhnya terutarna terhadap vegetasi, memburuknya kondisi
tanah baik secara fisik maupun kimia, m e m p e r b d tata air, serta terjadinya
perubahan drastis mikroklimat pada lokasi kebakaran hutan tersebut. Selain itu,

kebakaran hutan juga menimbulkan asap akibat dari proses pembakaran tidak
sempurna yang dapat menyebabkan terjadinya polusi dan pencemaran udara.
Besarnya kerusakan hutan yang terjadi akibat kebakaran tergantung
beberapa faktor, antara lain intesitas kebakaran. lama waktu kejadian, tipe
kebakaran, serta curah hujan setelah terjadi kebakaran hutan.

Menurut De Bano

et al. (1998), tingkat kerusakan akibat kebakaran hutan ditentukan juga oleh

karakteristik vegetasi seperti potensi dan jenis bahan bakar yang tersedia, kadar
air bahan bakar, ketebalan d m kandungan kimia bahan bakar, kondisi lingkungan
seperti iklim (curah hujan, kelembaban udara, angin), serta kondisi topografi
kawasan.
Dampak kebakaran hutan terhadap tanah dapat menyebabkan menurunnya
kualitas tanah meliputi sifat fisik, kimia, biologi tanah, meningkatnya erosi, dan
berkurangnya kapasitas tanah menyimpan air, seluruhnya sangat mempengaruhi
pertumbuhan pohon selanjutnya di area kebakaran. Dampak kebakaran hutan
terhadap perubahan sifat fisik dan kimia tanah hutan tergantung dari tipe tanah,
kandungan air dari tanah, intensitas dan durasi waktu kebakaran serta lama waktu
kebakaran, dan intensitas timbulnya api (Chandler et al. 1983a). Menurut Blank
dan Zamudio (1998), tanah dan vegetasi yang terbakar menghasilkan perubahan

dalam sifat-sifat kimia dan fisika tanah, perubahan-perubahan tersebut sangat
tergantung kepada tipe kebakaran, sifat-sifat tanah, vegetasi penutup, dan iklim.
Terhadap sifat fisika tanah, kebakaran hutan menyebabkan terbukanya
lantai hutan sehingga tidak adanya perlindungan terhadap permukaan tanah. Hal
ini menyebabkan meningkatnya peluang tejadinya aliran permukaan jika turun
hujan dan akan tejadi erosi yang tidak terkendali. Dan lebih lanjut dapat
menyebabkan memburuknya sifat-sifat fisik tanah yang tercermin pada penurunan
kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, me~ngkatnyfikepadatan
dan ketahanan penetrasi tanah, berkurangnya kemantapan struktur tanah, dan
terjadinya peningkatan bulk density tanah (Giovannini & Lucchesi 1997).
Dari aspek kimia, kebakaran hutan akan menghasilkan volatilisasi unsur-

unsur hara tertentu dan mendorong nitrifikasi akibat panas yang terjadi.
Selanjutnya kebakaran hutan memberikan masukan mineral yang terdapat dalam
abu atau arang sehingga menaikkan pH tanah dan menambah unsur hara tanah

seperti K, Ca, Mg, dan S (De Bano et al. 1998), tetapi pengaruh ini tidak
berlangsung lama karena dengan terbukanya lantai hutan akan meningkatnya erosi
dan pencucian semakin intensif ( H a d & Wibowo 1985). Perubahan yang
terjadi dalam sifat kimia tanah akibat kebakaran tidak mungkin dapat
memperbaiki kesuburan tanah dalam jangka panjang karena efeknya bersifat
sementara (Suharjo 1995).
Penelitian ini dilakukan unttk mempelajari perubahan sifat fisik dan kimia

tanah akibat kebakaran lantai hutan yang terjadi berdasarkan fiekuensi kebakaran
yang berbeda, dengan membandingkan area tegakan bekas kebakaran 1 kali dan
area tegakan bekas kebakaran 3 kali dengan area tegakan yang tidak terbakar.
Lokasi penelitian berada di Resort Polisi Hutan (RPH) Bugel, Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BWH) Tomo Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Sumedang, Penun Perhutani Unit I11 Jawa Barat, tepatnya pada petak 5 1f dengan
tanaman utama jati yang ditanam pada tahun 1998 dan pernah mengalami
kebakaran pada tahun 2002, 2003, dan 2004. Tipe kebakaran yang terjadi
termasuk tipe kebakaran permukaan (surface fire) yang dicirikan dengan
terbakarnya serasah dan tumbuhan bawah yang ada di lantai hutan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak
pengelola hutan (BKPH Tomo Utara) tentang kondisi lahan
kebakaran terutama

sifat-sifat fisik dan kimia tanah.

setelah terjadi

Data yang diperoleh

diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk mencegah dan mengendalikan
kebakaran dan dapat ditentukan teknik pengelolaan yang tepat agar kelestarian
hutan tercapai.
Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan sifat fisik dan kimia
tanah akibat kebakaran lantai hutan yang terjadi berdasarkan frekuensi kebakaran
yang berbeda, dengan membandingkan area tegakan bekas kebakaran, baik 1 kali
maupun 3 kali dengan area tegakan yang tidak terbakar.

TINJAUAN PUSTAKA
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan adalah kejadian alam yang mempakan suatu proses
reaksi secara cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain yang ditandai dengan
panas, cahaya serta biasanya menyala. Kebakaran hutan tejadi di alam terbuka
yaitu tejadinya penjalaran api secara bebas dan tidak terhambat pada lokasi
tertentu yang mengkonsumsi bahan bakar yang ada di hutan seperti serasah,
rumput, tumbuhan bawah, patahan kayu, serta pohon-pohon yang masih hidup.
Ciri utama kebakaran hutan adalah sifatnya yang tidak tertekan dan menyebar
bebas (Brown & Davis 1973).
Selanjutnya Brown dan Davis (1973) menyatakan bahwa proses kebakaran
merupakan kebalikan dari proses fotosintesis, dimana di dalam proses kebakaran
energi yang tersimpan di dalam biomassa dilepas sebagai panas pada saat bahan
bakar seperti daun, rumput, atau kayu berkombinasi oksigen (02) membentuk
karbondioksida (C02) dan uap air (H20). Sedangkan dalam proses fotosintesis
C02, H20, dan energi matahari berkombinasi menghasilkan suatu energi kimia
simpanan dan oksigen. Pada proses fotosintesis energi terpusat secara perlahan,
sebaliknya proses pembakaran energi dilepas dengan cepat.
Fuller (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen penting yang
diperlukan untuk setiap api agar dapat menyala dan mengalami proses
pembakaran yaitu hams tersedia bahan bakar yang dapat terbakar, panas yang
cukup untuk digunakan dan menaikkan temperatur bahan bakar hingga ke titik
penyalaan, serta diperlukan suplai oksigen yang cukup dalam menjaga proses
pembakaran.
Tahapan atau fase proses terjadi kebakaran hutan dibedakan atas beberapa
bagian yaitu : pra-pemanasan, penyalaan, pembaraan, pemijaran, dan pemadarnan
(De Bano et al. 1998)
Berdasarkan perbedaan cara menjalar api dan posisi api terhadap tanah
terdapat 3 tipe klasifikasi kebakaran hutan (Chandler et al. 1983a; Suratrno 1985)

1. Kebakaran bawah (groundfire)

Kebakaran ini membakar bahan bakar bempa material organik
yang berada di bawah lantai hutan dan permukaan tanah. Bahan organik
yang terbakar itu meliputi bahan organik yang sedang membusuk, humus
serta lapisan tanah bagian atas. Tipe kebakaran bawah sangat sulit
dideteksi, sehingga sulit diawasi.

2. Kebakaran permukaan (surfaceJre)
Kebakaran yang membakar bahan bakar yang terdapat di lantai
hutan, baik bempa serasah, tumbuhan bawah, bekas limbah, dan lain
sebagainya yang berada di bawah tajuk pohon dan di atas permukaan

tanah. Tipe kebakaran ini paling sering terjadi di dalam tegakan hutan
sekunder dan alami. Kebakaran permukaan dapat menjalar ke tumbuhan
yang lebih tinggi dan tajuk pohon.

3. Kebakaran tajuk (crownfire)
Kebakaran tajuk terjadi karena adanya kebakaran permukaan yang
menjalar ke arah tajuk. Kebakaran menjalar dari tajuk pohon ke tajuk
pohon lainnya atau semak-semak. Kebakaran tajuk sangat sulit untuk
dipadamkan dan menjalar sangat cepat yang dipengaruhi oleh faktor angin
dan bisa mengakibatkan api loncat (spot Jre) yang dapat menyebabkan
kebakaran di daerah lain.
Penyebab dan Akibat Kebakaran Hutan
Penyebab terjadi kebakaran hutan sangat beragam, tetapi ada dua faktor
utama yaitu faktor alam dan faktor manusia. Menurut Chandler et al. (1983b),
kebakaran hutan secara alami di ~engaruhioleh beberapa faktor dam yang saling
berkaitan seperti iklim (kemarau yang panjang, petir, dan daya dam lainnya),
jenis tanaman (misalnya tanaman pinus yang mengandung resin), tipe vegetasi
(alang-alang, hutan belukar, hutan monokultur), dan bahan sisa vegetasi seperti
serasah, ranting, dan lain-lain.
Secara mum kebakaran hutan yang terjadi biasanya berhubungan erat
dengan kegiatan yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
seperti kegiatan menyiapkan lahan pertanian dengan cara membakar, atau

aktivitas sampingan penggembalaan temak dengan cara membakar alang-alang
yang sudah tua agar berguna kembali (Fuller 1991). Menurut Suratmo (1985),
kebakaran hutan yang terjadi lebih dari 90% disebabkan oleh kelalaian manusia
dan umumnya ditunjang oleh pengamh dan faktor dam seperti musim kemarau
yang panjang sehingga potensi bahan bakar meningkat.
F A 0 (1953) mengklasifikasikan penyebab kebakaran hutan sebagai
berikut :

1. Peralatan. Suatu kebakaran yang disebabkan penggunaan alat.
2. Pemanfaatan hutan. Suatu kebakaran yang dihasilkan secara langsung dari
pemanenan-penebangan kayu dan hasil hutan laimya.

3. Pembakaran vegetasi.

Suatu kebakaran yang disengaja oleh manusia

untuk membakar vegetasi lahan orang lain tanpa seizin pemiliknya.
4. Pembahan fungsi dan konversi lahan. Kebakaran yang disebabkan karena

adanya konversi lahan untuk tujuan pertanian, pembangunan industri,
konstruksi jalan, dan lain sebagainya.
5. Petir.

Kebakaran yang disebabkan secara langsung maupun tidak

langsung oleh petir.

6. Rekreasi.

Kebakaran yang disebabkan dari aktivitas manusia dalam

melakukan kegiatan rekreasi, khususnya rekreasi alam.

7. Merokok. Kebakaran yang disebabkan oleh perokok, korek api, atau
pembakaran tembakau dalam segala bentuknya.

8. Penyebab lain. Penyebab lain sebagainya yang tidak termasuk ketujuh
penyebab di atas.
Akibat kebakaran hutan ada yang segera terlihat dan ada yang tidak segera
terlihat, sedangkan besamya derajat kerusakan terutama dipengamhi oleh tipe
kebakaran, lamanya kebakaran, keadaan tegakan hutan, dan cuaca atau i k l i i
(Davis 1959).
Kebakaran hutan dapat menghabiskan kayu di hutan dalam waktu singkat
dan bahan bakar lain yang mudah terbakar, menghasilkan energi yang berbentuk
panas sehingga dapat membunuh dan mematikan turnbuhan dan satwa, serta
mempengaruhi tanah hutan. Selain itu, abu sisa pembakaran akan memberikan
pengaruh kimia pada tanah hutan (Wright 62 Bailey 1982). Suratmo (1985)

menyatakan bahwa kebakaran hutan berdasarkan intensitas dan jenis kebakaran
yang terjadi menimbulkan beberapa dampak yaitu : kemsakan pada pohon yang
terbakar, kerusakan pada anakan pohon, gangguan terhadap tanah hutan,
penunman produktivitas hutan karena banyak kayu-kayu yang terbakar,
penurunan dari nilai rekreasi dan keindahan, serta turunnya kesejahteraan
penduduk sekitar hutan karena sumberdaya yang sering mereka gunakan habis
terbakar, sehingga keperluan hidup sehari-hari kurang terpenuhi.
Kebakaran hutan selain merugikan juga memberikan keuntungan (Suharjo
1998). Keuntungan tersebut di antaranya adalah:
1. Abu hasil pembakaran sangat kaya akan hara sehingga menjadi salah satu
sasaran pokok dalam penggunaan lahan menggunakan api.
2. Penyiapan lahan menggunakan api sangat menghemat.

3. Biaya yang dibutuhkan dalam penyiapan lahan menggunakan api jauh
lebih murah sehingga pemsahaan dapat diuntungkan.

4. Rurnput muda yang dihasilkan dari kebakaran mempakan makanan bagi
satwa liar.
5. Dengan adanya api maka diversifikasi jenis vegetasi lebih beragam dan
mencegah monokultur. Panas yang cukup mampu membuat beberapa
jenis vegetasi tertentu berkecambah.
Dampak Kebakaran Hutan terhadap Sifat-Sifat Tanah
Kebakaran hutan dapat merusak tanah karena terbakarnya akar dan lapisan
humus yang menahan aliran permukaan, serta terbakarnya pohon dan semak yang
memiliki daya menyimpan air. Pengaruh kebakaran hutan terhadap sifat tanah
sangat ditentukan oleh frekuensi kebakaran, intensitas panas, lamanya kebakaran,
vegetasi yang tumbuh, dan jenis tanah (Davis 1959).

Hal yang sama

dikemukakan oleh Blank dan Zamudio (1998).
Menurut Ralston dan Hatchel (1971), diacu dalam Pritchett (1979),
kebakaran hutan menyebabkan terbukanya lantai hutan sehingga tidak ada
perlindungan terhadap permukaan tanah jika hujan turun dan mengakibatkan
terjadinya erosi permukaan yang tidak terkendali. Lebih jauh dampak yang
dialami ialah porositas dan kecepatan intiltrasi tanah menurun serta bobot isi

tanah meningkat akibat agregat tanah terdispersi oleh pukulan butir-butir hujan
dan tertutupnya pori-pori tanah oleh partikel abu pembakaran.
Kehilangan tanaman penutup dan pembakaran bahan organik dapat
mengubah struktur tanah, dengan demikian mempengaruhi porositas dan sifat
hidrologi lainnya (Giovannini & Lucchesi 1997), serta menambah akumulasi zatzat hidrofobik setebal beberapa sentimeter dengan demikian m e n d a n infiltrasi

dan meningkatkan aliran permukaan (De Bano 1971).

Kondisi tersebut

meningkatkan kcrentanan tanah terhadap erosi, dan umumnya meningkatkan
aliran permukaan dan kehilangan tanah. Unsur hara kemudian hilang bersamaan
dengan aliran permukaan (Andreu et al. 1996). Menurut Andreu et al. (1996),
erosi lebih intensif terjadi pada area kebakaran intesitas tinggi jika dibandingkan
kebakaran intensitas sedang. Pengaruh kebakaran kepada erosi tanah utamanya
tergantung kepada intensitas dan karakteristik beberapa kejadian hujan berikutnya
seperti intensitas dan lama hujan.
Kebakaran hutan memberikan masukan mineral yang terdapat dalam abu
atau arang sehingga menaikkan pH tanah dan menambah unsur hara tanah seperti
K, Ca, Mg, dan S (De Bano et al. 1998).

Hamzah dan Wibowo (1985)

menyatakan bahwa kebakaran hutan menyebabkan terbakarnya bahan organik,
baik yang bergelatungan rnaupun yang terletak di atas permukaan tanah serta
terjadi pemanasan lapisan permukaan. Pembakaran bahan organik menghasilkan
pembebasan C02, gas-gas yang mengandung nitrogen dan abu yang berterbangan
ke atmosfer dan penyadapan mineral &lam bentuk abu. Abu kayu dan abu
serasah lebih mudah larut daripada bahan organik asli. Jadi pengaruh kebakaran
dapat meningkatkan kadar hara tersedia untuk waktu sementara.
Darnpak kebakaran hutan terhadap sifat tanah dalam jangka pendek dapat
meningkatkan kesubwan tanah seperti yang dilaporkan Kim er al. (1999), hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa dua minggu setelah kebakaran

terjadi

peningkatan pH tan& bahan organik, nitrogen, P-tersedia, dan basa-basa yang
dapat dipertukarkan. Sebaliknya, dari hasil penelitian Pennington et al. (2001),
dampak kebakaran hutan terhadap tanah dalam jangka panjang yaitu sembilan
bulan setelah kejadian kebakaran menyebabkan menurunnya C-organik, N-total,
dan P-tersedia, tetapi meningkatkan pH tanah.

Kebakaran hutan tidak hanya menyebabkan perubahan dalam tanah dan
sifat-sifat lingkungan, kebakaran tersebut juga meningkatkan kehilangan unsur
hara

melalui volatilisasi, pencucian, dan erosi air.

Kebakaran hutan akan

menghasilkan volatilisasi unsur-unsur ham tertentu dan mendorong nitrifikasi
akibat panas yang terjadi. Hilangnya unsur hara makro C, N, S, dan P akibat
kebakaran melibatkan proses senyawa oksidasi baik dalam bentuk gas, bahan
organik, bentuk partikel abu, dan transpor air baik akibat pengendapan maupun
transpor sedimen. Unsur sulfur akan hilang pada hutan yang terbakar pada suhu
375 OC-575 "C dan akan menghilangkan unsur S sebanyak 24% hingga 79% dari
total unsur S yang tersedia (Tiedemann 1987). Suhu dari hutan yang terbakar yang
mencapai 777 "C akan menguapkan unsur P (Raison et al. 1985a), tapi hilangnya
unsur P ini tidak dapat diamati pada kondisi kebakaran di bawah suhu 400 "C. De
Bano clan Klopatek (1988) menyatakan bahwa 50% dari total unsur P hilang
akibat penguapan serasah pinus yang terbakar, dan Mackensen el al. (1996)
menyatakan bahwa hilangnya unsur P akibat penguapan sebesar 27% hingga 33%
akibat kebakaran. Unsur Ca tidak mudah menguap pada area vegetasi yang
terbakar pada suhu rendah (Raison et al. 1985a). Bagaimanapun, perubahan
bentuk menjadi asap atau angin bisa menyebabkan unsur Ca menguap pada
kebakaran dengan intensitas tinggi (Raison et al. 1985b).

Belillas dan Feller

(1998) menernukan sedikit pembahan kandungan Ca dalam area sebelum
kebakaran hutan maupun setelah kebakaran yaitu sebesar 136
area hutan yang terbakar dan 132

*

* 15 kg

hi1 pada

26 kg hd1 pada area hutan yang tidak

terbakar. De Bano dan Conrad (1978) menemukan 699 kg Ca ha.' dalam
tumbuhan dan serasah sebelum kebakaran, setelah kebakaran abu serasah dan
tumbuhan mengandung 688 kg ~a hap'.
Hasil penelitian Baird et al. (1999) menunjukkan terjadi peningkatan pH
tanah pada saat 1 tahun setelah terjadi kebakaran sebesar 0.lunit pada kedalaman
0-10 cm. Ellingson et al. (2000) melaporkan bahwa kebakaran intesitas rendah
meningkatkan pH tanah sebesar 1.1 unit pada kedalaman 0-2.5 cm sesaat setelah
terjadi kebakaran dan pada kebakaran intensitas tinggi terjadi peningkatan pH
sebesar 2.2 unit. Penelitian Pennington et al. (2001) menunjukkan terjadinya
peningkatan pH tanah pada saat 9 bulan setelah terjadi kebakaran sebesar 1.13

unit pada kedalaman 0-5 cm, 0.78 unit pada kedalaman 5-10 cm, 0.62 unit pada
kedalaman 10-20 cm, dan 0.51 unit pada kedalaman 20-30 cm. Pada saat 3 bulan
setelah kebakaran, pada kedalaman 2-5 cm terjadi peningkatan pH sebesar 0.5 unit
hingga 0.7 unit ( Ellis & Graley 1983 ;Tomkin et al. 1991)
Kim et al. (1999)

melaporkan tejadi peningkatan pH tanah pada

kedalaman 0-5 cm sebesar 0.7 unit pada kebakaran intensitas rendah dan 0.6 unit
pada kebakaran intensitas tinggi akibat penambahan hara di lantai hutan yang
terbakar. Peningkatan pH setelah kebakaran akibat peningkatan kandungan abu
(Kauffinan et al. 1993). Kenaikan pH ini juga berhubungan dengan peningkatan
amonifikasi setelah kebakaran (Mroz et al. 1980). Menurut Kim et al. (1999),
peningkatan pH tanah pada area kebakaran bermanfaat untuk pertumbuhan
vegetasi selanjutnya, karena perubahan dari ketersedian hara dan peningkatan pH
tersebut segera terhenti karena hilangnya abu dengan cepat selama musim hujan
yang tinggi.
Secara umum dinyatakan bahwa kebakaran intensitas tinggi menyebabkan
kehilangan C dan N pada lapisan atas tanah (Ellis & Graley 1983) yaitu 7 360 kg
C organik has' dan 21 1 kg N ha-' hilang dari lapisan permukaan tanah. Sebaliknyq
hasil penelitian Kim et al. (1999) menunjukkan tejadi peningkatan N pada
kedalaman 0-5 cm sebesar 25% dan 24% bahan organik akibat kebakaran
intensitas tinggi, 65% N dan 60% bahan organik &bat kebakaran intensitas
sedang pada saat 2 minggu setelah tejadi kebakaran. Kandungan bahan organik
setelah kebakaran meningkat diduga akibat banyaknya abu biomasa yang mati,
atau menurun akibat sedikitnya masukan jumlah serasah di permukaan tanah dan
hilangnya C melalui volatilisasi. Menurut Kim et al. (1999) kandungan bahan
organik pada kedalam 0-5 cm sedikit lebih tinggi di area kebakaran akibat
bercampurnya abu ke dalam tanah. Peningkatan konsentrasi N pada kedalaman
0-5 cm area kebakaran intesitas rendah lebih besar jika dibandingkan area
kebakaran intensitas tinggi.

Peningkatan N di area kebakaran mungkin akibat

pergerakan nitrogen inorganik danfatau tambahan dari sisa abu hasil pembakaran
serasah di lantai hutan (Kim et al. 1999).
Caldwell et al. (2002) dari h a i l penelitiannya mengemukakan bahwa 6 mg
C ha.' hingga 24 mg C ha.' dan 60 kg N ha.' hingga 500 kg N ha-' hilang melalui

proses volatilisasi akibat kebakaran. Menurut Caldwell et al. (2002) penguapan
unsur N selama kebakaran hutan mempakan mekanisme dominan dari sistem
hilangnya unsur N. Selanjutnya juga dinyatakan bahwa ada hubungan antara
fiksasi N dengan lamanya kebakaran.

Fiksasi N berpotensi hilangnya

ketersediaan kandungan N akibat kebakaran, dan berpengaruh bagi ketersedian
unsur N dalam jangka panjang.
Ketterings dan Bigham 2000 melaporkan terjadi penurunan 22% C dan

31% N pada kedalam 0-5 cm area kebakaran pada saat 2 minggu setelah terjadi
kebakaran intensitas tinggi. Binkley et al. (1992) menemukan bahwa sebanyak
13 rng C ha" dan 410 kg N ha.' hilang melalui proses penguapan
kebakaran pada hutan pinus.

akibat

Belillas dan Feller (1998) menyatakan bahwa

sebanyak 48 mg C ha-' dan 260 kg N ha.' mengalami proses volatilisasi akibat
kebakaran. Little dan Ohmann (1988) melaporkan bahwa 192 kg hingga 666 kg
N ha-' menguap akibat kebakaran.
Hasil penelitian Garcia et al. (2000) menyatakan bahwa kebakaran hutan
menyebabkan meningkatnya N-amonium dan penurunan kandungan N-total dan
N-nitrat sesaat setelah terjadi kebakaran. Menurut Garcia et al. (2000),
peningkatan dalam N-amonium adalah akibat transformasi bahan organik, dimana
meningkat pada suhu 210 "C, dan N-nitrat tanah menurun setelah terjadi
kebakaran.
Baird et al. (1999) melaporkan bahwa pada kedalaman 0-60 cm terjadi
penurunan kandungan C tanah sekitar 36% (31 mglha) dan 46% N (3.0 m g h )
pada saat 3 bulan setelah terjadi kebakaran jika dibandingkan dengan area yang
tidak terbakar. Pada saat 1 tahun setelah terjadi kebakaran terjadi penurunan
sekitar 30% C (25 mgha) dan 46% N (3.0 mgha).
Kettering clan Bigham 2000 melaporkan bahwa terjadi peningkatan Ptersedia sebesar 10.7 mgkg pada kedalaman 0-5 cm area kebakaran pada saat 2
minggu setelah terjadi kebakaran intensitas tinggi. Kim et al. 1999 melaporkan
bahwa peningkatan ketersedian P pada kedalaman 0-5 cm signifikan lebih tinggi
di area kebakatan intensitas rendah dibandingkan area kebakaran intensitas tinggi
yaitu P-tersedia pada area kebakaran intensitas rendah meningkat menjadi 94
ppm dan 50 ppm pada area kebakaran intensitas tinggi. Menurut Hungerford et

al. 1991 kehilangan P-tersedia di area kebakaran intesitas tinggi sebanding dengan
area kebakaran intensitas rendah diduga akibat kehilangan melalui proses
volatilisasi.

Garcia et al. (2000) menyatakan bahwa kebakaran hutan

menyebabkan meningkatnya P-tersedia, dan konsentrasi P-tersedia meningkat
setelah kebakaran disebabkan karena pembakaran bahan organik dan terjadi
mineralisasi akibat suhu tinggi.
Perubahan P-total akibat kebakaran bervariasi. Penelitian Pennington et
al. (2001) menunjukkan tejadinya peningkatan P-total sebesar 28.9% pada
kedalaman 0-5 cm dan 11.1 % pada kedalaman 5- 10 cm pada saat 9 bulan setelah
terjadi kebakaran. Giardina et al. (2000) melaporkan bahwa terjadi peningkatan
P-tersedia pada 1 hari setelah terjadi kebakaran

sebesar 24.8 kgha pada

kedalaman 0-2 cm dan 12.9 kgha pada kedalaman 2-5 cm. Giardiia et al. (2000)
juga melaporkan terjadi peningkatan P-total setelah kebakaran sebesar 6.4 kglha
yang mengindikasikan adanya bagian P yang terkandung dalam biomasa
ditransformasi ke tanah selama kebakaran.
Hasil penelitian Garcia et al. (2000) menyatakan bahwa kebakaran hutan
menyebabkan meningkatnya ~ a ' ,K+, dan Mg2+ dl. permukaan tanah sesaat setelah
terjadi kebakaran.

Sebaliknya, kandungan

KTK dan ca2+ di dalam tanah

menurun setelah terjadi kebakaran intensif maupun sedang. Peningkatan kationkation Na',

K',

dan M ~ dapat
~ + dipertukarkan sebagai hasil pembakaran

disebabkan karena keberadaan abu. Hasil penelitian Kim et al. (1999)
menunjukkan bahwa kation yang dapat dipertukarkan seperti Ca, Mg, dan K di
permukaan tanah meningkat setelah terjadi kebakaran yang berasal dari abu
serasah sisa kebakaran di permukaan tanah.
Kebakaran hutan menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah pada
kedalaman 0-2 cm dan 2-5 cm pada saat 2 hari setelah terjadi kebakaran intensitas
tinggi (Ellis & Graley 1983). Tomkin et al. (1991) juga melaporkan terjadinya
peningkatan bobot isi tanah pada kedalaman 0-2 cm. Hasil penelitian Pennington
et al. (2001) menunjukkan terjadi peningkatan bobot isi tanah sebesar dari 0.58

mg/m3 menjadi 0.70 mg/m3pads kedalaman 0-5 cm akibat kebakaran yang terjadi.
Giardina et al. (2000) melaporkan bahwa terjadi peningkatan bobot isi dari

0.75 g/cm3 menjadi 0.79 g/cm3 setelah terjadi kebakaran. Menurut Giardina et al.

(2000), ha1 ini terjadi mungkin karena teksturnya lempung berpasir

dan

rendahnya kandungan C-organik pada area tersebut.
Akibat jangka panjang dari kebakaran hutan yang bemlang-ulang adalah
proses erosi, seperti yang dilaporkan Giovannini et al. 1990 yang menyatakan
bahwa kebakaran hutan yang terns menerus dan berulang-ulang utamanya di
musim panas, diikuti oleh hujan yang lebat di musim gugur menyebabkan tejadi
erosi yang intensif. Edelman (1949), diacu dalam Rachmatsjah et al. (1985)
mengatakan bahwa seringnya kebakaran hutan dapat mengakibatkan erosi dan
pembentukan humus yang tidak sempurna.

Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa

kebakaran pada kawasan butan jati dapat meningkatkan kemsakan tanah
sehubungan terdapatnya sifat-sifat yang kurang baik pada tegakan jati yaitu:
1. Penutupan tajuk yang kurang sempurna pada umur yang lebih tua dan pada

tanah yang kurang subur.
2. Tegakan jati hampir setiap tahun mengalami penggundulan, ini terjadi

pada musim kering yang dapat merangsang timbulnya kebakaran hutan.

3. Daun jati yang gugur sangat cepat hancur sehingga pembentukkan humus
tidak sempurna.
4. Perakaran yang kurang agresif dalam menembus tanah yang padat.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Wilayah penelitian terletak lebih kurang 76 km utara kota Sumedang.
Secara geografi lokasi penelitian terletak pada posisi antara 06'46'00" - 06'46'55"
Lintang Selatan dan 108"06'35"- 108°07'00" Bujur Timur. Secara spasial lokasi
penelitian disajikan pada Gambar 1.
Area penelitian adalah wilayah kerja Resort Polisi Hutan (RPH) Bugel
dengan luasan

* 1099 ha. RPH Bugel merupakan wilayah kerja Bagian Kesatuan

Pemangkuan Hutan (BKPH) Tomo Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Sumedang, Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat. Wilayah kerja RPH Bugel
meliputi desa Bugel, desa Karyamukti, desa Kebun Cawu, dan desa Tomo. Batasbatas wilayah penelitian sebelah utara dan timur berbatasan dengan RPH
Kosambian, sebelah barat laut dengan RPH Taman, sebelah barat daya dengan
RPH Nyalindung, dan sebelah selatan berbatasan dengan BKPH Tomo Selatan.
Lokasi penelitian tepatnya merupakan area bekas kebakaran hutan yang
berada pada petak 51f seluas 60.1 ha dengan tanaman utama jati yang ditanam
pada tahun 1998 (Gambar 2).

Area ini pemah mengalami kebakaran beberapa

kali yaitu pada tahun 2002 seluas 4 ha, tahun 2003 seluas 6 ha dan terakhir ada
tahun 2004 seluas 19 ha, dan kebakaran umumnya terjadi pada bulan Agustus.

Fisiografi dan Bentuk Wilayah
Wilayah penelitian termasuk ke dalam zone fisiografi antiklinorium
Bogor. Zone ini mempunyai ciri sebagai daerah antiklinorium karena adanya
proses pelipatan yang kuat, selain itu juga terjadi proses pengendapan dari bahanbahan volkan.
Struktur geomorfologis wilayah penelitian termasuk sistem Plain. Bentuk
permukaan lahan banyak dipengaruhi oleh proses erosi dan deposisi. Lokasi
penelitian umumnya
bergelombang.

memiliki

fisiografl

mulai

datar,

berombak, dan

Khusus untuk petak 51f fisiografinya adalah bergelombang

dengan ketinggian berkisar 60-100 m di atas permukaan laut.

Garnbar 1. Lokasi penelitian

Garnbar 2. Peta kerja BKPH Tomo Utara

Geologi dan Jenis Tanah
Area penelitian termasuk ke dalam formasi Subang anggota batu liat dan
napal yang disebut Miosen Subang Clay (Msc) dengan bahan induk adalah bahan
vollcan di atas napal (Gambar 3). Bahan volkan tersebut berasal dari gunung
Tangkuban Parahu, pada saat gunung tersebut melakukan aktivitas vulkaniknya
sehingga batuan napal tertutup bahan volkan dan berada di bawah bahan volkan.
Batuan napal merupakan tipe batuan sedimen klastik yang komponennya
terdiri dari campuran kalsit dan mineral liat dengan sedikit residu kuarsa, mika
dan karbon. Napal merupakan deposit maridlakustrin dari bahan-bahan klastik
yang telah mengalami pergerakan sangat jauh dan telah tercampur dengan bahanbahan hasil endapan kimia atau organogenetis (klastik). Batuan napal dicirikan
dengan warna terang hingga kelabu gelap, kecoklatan, tekstur klastik dengan
ukuran butir sangat halus/halus.
Jenis tanah dominan pada area penelitian adalah Latosol.

Dalam

klasifikasi Taxonomi tanah USDA termasuk ordo Inceptisol dengan sub grup
Vertic Ustropepts. Penyebaran jenis tanah pada wilayah penelitian dan sekitamya
dapat dilihat pada Gambar 4. Keadaan tanah pada daerah penelitian secara umum
addah kering dan retak-retak pada saat kering, sedangkan pada saat basah
menjadi lengket, becek dan tergenang. Penggunaan lahan yang utama adalah
hutan dengan tanaman utama jati. Selain ity juga ditemukan tanaman mahoni dan
johar, yang semuanya diusahakan oleh pihak Perhutani.

Berdasarkan data curah hujan yang diukur di Stasiun Hujan Tomo dari
tahun 1990-2005 (Tabel 1) ,curah hujan tahunan wilayah penelitian cukup tinggi

dengan rata-rata curah hujan tahunan 2 521.3 mmltahun. Suhu udara rata-rata
daerah penelitian adalah 26.77 "C dengan kelembaban udara rata-rata 82.09%.
Suhu udara dan kelembaban udara daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

-

PETA GEOLOGI DAERAH
PENELITIAN

0

S

15 km

LEGENDA
Lokasi Penelitian
lalan
Sungal
MY

Formasl Subang- Batu llat dan napal

Pk

Formasl Kallwangu

Pt

Formasl Tjkalang

Qa

Aluvlum

Qob Breksl terlipat
Qos Paslr tufa, Konglomerat, llat
Qvl

Hasil vulkan muda-lava

Qyu Batuan Volkan; Plroklastlk

Sumber : Peta Gwlogl Lembar Ardjawlnangun lawa Barat Skala 1 :100.000
Djur1.1973

I

I

Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian

I)

PETA TANAH DAERA
PENELITIAN
N

LEGENDA

A

S

Lokasi P e n e l i t ~ a n
lalan
Sungal
Aerlc Tropqudalfs
AquenUc Choromudemr
Aqulc Eutropepts
Enik Chmmudepmr
Eutroppta
Eutmpepta dan Tropudalfs
Hydraquents
Lkhlc UmbrlcVltrandepis
Tmpofluvents
Tropudalfs dan Eutropepta
Typic Eutroppta
Vplc Tmpequepts
Typlc Tmpotthena
Typic Tmpudults
UlUc Tropudalfs
vemc Eutmpepta
Vettic Tropudalfs
Vertlc Ustmpeuta

Peta lawa Barat

Sumber : Detailed Reconnaissance Land Survey of the Cimanuk Watershed area
(West lava). So11 Research Institute. 1976. Skala 1:100.000

0

7.5 km

I
I

I
Gambar 4. Peta tanah daerah penelitian

I

Tabel 1. Curah hujan daerah penelitian (Stasiun Hujan Tomo) (rnrn)
Tahun

Rata-

rata

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

Jml

447.5

355.8

409.7

243.4

132.4

73.8

39

23.6

38

85.8

272.3

417.1

2521.3

Keterangan: (-) :tidak ada data
Sumber :Slmiun Klimolologi Bogor

Tabel 2. Suhu udara dan kelembaban udara daerah penelitian (Stasiun Jatiwangi)
Uraian

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

lun

lul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

31.1

31.7

32.4

33.2

33.4

31.7

31.7

-

32.9

33.7

32.4

31.9

32.95

22.6

22.5

22.9

22.8

23.2

22.9

22.3

22.3

22.3

22.4

22.4

221

22.56

26.1

26.4

26.3

27

27.3

26.4

261

-

27

27.7

27.6

26.6

26.77

89

83

83

884

80

-

75

73

76

85

82.09

rata

Suhu Udara

Rata-rata
("C)
Suhu Udara
Rata-rata
("C)
Suhu Udara
Rata-rata
("C)
Kelembaban

Udara

88
87
Rata-rata
(Yo)
Keterangan: (-) : tidak ada data

Smber : Deportemen Perhubmgm, Pusal Meleorologo &n Geofrsika Jaka110, 1980

Tipe iklim daerah penelitian berdasarkan klasifikasi iklim SchrnidthFerguson adalah tipe C yaitu daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba yang
memiliki vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau. Menurut klasifikasi
iklim Oldeman, daerah penelitian memiliki tipe iklim C3 (setahun hanya dapat
ditanam padi satu kali clan penanaman