Hama Tanaman Belimbing Dan Dinamika Populasi Lalat Buah Pada Pertanaman Belimbing Di Wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur

HAMA TANAMAN BELIMBING DAN DINAMIKA POPULASI
LALAT BUAH PADA PERTANAMAN BELIMBING DI
WILAYAH KABUPATEN BLITAR, JAWA TIMUR

WILDAN MUHLISON

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hama Tanaman
Belimbing dan Dinamika Populasi Lalat Buah pada Pertanaman Belimbing di
Wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016

Wildan Muhlison
NIM A351130081

RINGKASAN
WILDAN MUHLISON. Hama Tanaman Belimbing dan Dinamika Populasi Lalat
Buah pada Pertanaman Belimbing di Wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan PUDJIANTO.
Hama merupakan permasalah utama dalam budidaya belimbing yang
menyebabkan produksi menurun. Lalat buah telah dilaporkan sebagai hama utama
buah belimbing di dunia. Terdapat informasi yang terbatas mengenai jenis hama,
intensitas kerusakan serangan hama, dinamika populasi, dan serangan lalat buah
di Kabupaten Blitar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 – Mei
2015 untuk mempelajari jenis hama belimbing, intensitas kerusakan, dinamika
populasi lalat buah dan serangan lalat buah berdasarkan umur buah
belimbing.Pengamatan hama dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 di empat
lokasi pada tiap desa. Data dikumpulkan dengan cara mengamati jenis hama,
gejala serangan, kepadatan hama, dan intensitas kerusakan dari cabang, daun,

bunga dan buah. Dinamika populasi diamati dengan memelihara buah belimbing
yang terserang lalat buah. Pengamatan dilakukan pada dua perode, yaitu periode
bulan kering (September – November 2014) dan perode bulan basah (Desember
2014 – Februari 2015). Sepuluh buah yang terserang diambil 14 hari sekali dari
setiap lokasi pada setiap perode. Buah-buah tersebut dipelihara sampai imago lalat
buah dan parasitoid muncul, kemudian diidentifikasi dan dihitung jumlahnya.
Pengamatan serangan lalat buah dilakukan di tiga lokasi pada bulan Maret – April
2015. Setiap tahap perkembangan buah diberikan perlakuan pembungkusan.
Perlakuan waktu pembungkusan berdasarkan hari terbentuknya buah (HTB), yaitu
1) kontrol (tanpa pembungkusan); 2) 7 HTB; 3) 14 HTB; 4) 21 HTB; 5) 28 HTB;
6) 35 HTB; dan 7) 42 HTB dengan tiga ulangan pada setiap lokasi.
Hama yang teridentifikasi pada daun adalah Pteroma plagiophleps, pada
cabang adalah Zeuzera coffeae, pada bunga yaitu Diacrotricha fasciola,
Toxoptera aurantii, Maconellicoccus hirsutus, dan Thrips javanicus, pada buah
yaitu Toxoptera aurantii, Maconellicoccus hirsutus, Thrips javanicus, Helopeltis
bradyi, Cryptophlebia leucotreta, Bactrocera dorsalis, dan Bactrocera
carambolae. M. hirsutus mempunyai kepadatan populasi tertingi di Desa
Karangsono. Intensitas kerusakan tertinggi yang diakibatkan oleh Bactrocera spp.,
C. leucotreta, dan H. bradyi terjadi di Desa Gogodeso, sedangkan T. javanicus
terjadi di Desa Pojok. Populasi lalat buah di Desa Pojok lebih rendah

dibandingkan dua desa lainnya, sedangkan antara periode bulan kering dan basah
tidak berbeda nyata. Imago lalat buah yang muncul pada periode bulan kering
lebih tinggi dibandingkan dengan basah. Dinamika populasi lalat buah
dipengaruhi oleh sanitasi buah dan parasitoid. Kelimpahan lalat buah rendah pada
lokasi dengan sanitasi buah. Parasitoid dapat menekan populasi lalat buah lebih
tinggi pada periode bulan basah dibandingkan kering. Serangan awal lalat buah
terjadi pada buah berumur 14 HTB, sedangkan serangan tertinggi pada 21 HTB.
Intensitas kerusakan buah belimbing berkisar 22.22 – 100%. Kepadatan populasi
lalat buah dan parasitisasi semakin tinggi dengan berkembangnya umur buah.
Kata kunci: dinamika populasi, lalat buah, hama belimbing, serangan lalat buah

iii

SUMMARY
WILDAN MUHLISON. Pests of Star fruit and Population Dynamics of Fruit Fly
in Star fruit Plantation in Blitar District, East Java. Supervised by HERMANU
TRIWIDODO and PUDJIANTO.
Pest is a major problem of star fruit cultivation that causes production of star
fruit decrease. Fruit fly has been reported as a major pest of star fruit in the world.
There were limited information related pest species, damage intensity, population

dynamics of fruit flies and fruit flies attacked in Blitar district. This research was
conducted in August 2014 – May 2015 to study the pest species of star fruit,
damage intensity, observe the population dynamics of fruit flies and the attack of
fruit flies based on age of star fruit. Observations of the pests was conducted on
August 2014 in four location from each villages. The data were collected by
observe pest species, attack symptomps, pests density and damage intensity from
branch, twig, leaves, flowers and fruit. The population dynamics of fruit flies were
observed by rearing damaged star fruit. Observation was conducted in two period,
dry months period (September – November 2014) and wet months period
(December 2014 – February 2015). Ten fruit was taken 14 days from each
location on each period. This fruits was reared until fruit fly and parasitoid adult
emerged. The data were collected by identify and count fruit flies and parasitoid
amount. Observations of fruit flies attacked was done in three locations on March
– April 2015. Each stage of the fruit development was given a bagging treatment.
Treatment of bagging time based on days of fruit formed (HTB), 1) control
(without bagging); 2) 7 HTB; 3) 14 HTB; 4) 21 HTB; 5) 28 HTB; 6) 35 HTB; 7)
42 HTB with three repetition in each location.
Pest was identified on the leaf was Pteroma plagiophleps, on the branch was
Zeuzera coffeae, on the flower were Diacrotricha fasciola, Toxoptera aurantii,
Maconellicoccus hirsutus, and Thrips javanicus, on the fruit were Toxoptera

aurantii, Maconellicoccus hirsutus, Thrips javanicus, Helopeltis bradyi,
Cryptophlebia leucotreta, Bactrocera dorsalis, and Bactrocera carambolae. M.
hirsutus have the highest population density in Karangsono. The highest damage
intensity was caused by Bactrocera spp., C. leucotreta and H. bradyi occured in
Gogodeso whereas T. javanicus occured in Pojok. The population of fruit flies in
pojok was lower than other villages, whereas between dry and wet months period
were not significantly different. Adult emerged in dry months period was lower
than wet months period. The population dynamics of fruit flies in Blitar district
was influenced by fruit sanitation and parasitoid. Abundance of fruit flies was low
on locations that have fruit sanitation. Parasitoid could controlled the population
of fruit flies in wet months period which was higher than dry months period. The
initial time attack of fruit flies occured on 14 HTB, whereas the highest attack
occured on 21 HTB. Damage intensity of star fruit ranged from 22.22 – 100%.
Density fruit flies and parasitization become more high with development of fruit
age.
Key words: fruit flies, fruit flies attacked, pests of star fruit, population dynamics.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

HAMA TANAMAN BELIMBING DAN DINAMIKA POPULASI
LALAT BUAH PADA PERTANAMAN BELIMBING DI
WILAYAH KABUPATEN BLITAR, JAWA TIMUR

WILDAN MUHLISON

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Prgram Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir I Wayan Winasa, MS

Judul Tesis : Hama Tanaman Belimbing dan Dinamika Populasi Lalat Buah pada
Pertanaman Belimbing di Wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur
Nama
: Wildan Muhlison
NIM
: A351130081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc
Ketua

Dr Ir Pudjianto, MSi

Anggota

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 14 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
penelitian adalah Hama Tanaman Belimbing dan Dinamika Populasi Lalat Buah
pada Pertanaman Belimbing di Wilayah Kabupaten Blitar yang dilksanakan pada
Agustus 2014 – Mei 2015 di Kabupaten Blitar. Terima kasih tak terhingga penulis
ucapkan kepada
1. Bapak Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc dan Bapak Dr Ir Pudjianto, MSi
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama
penelitian baik berupa pemikiran, waktu dan tenaga serta memberikan nilainilai yang tidak saya dapatkan di bangku mata kuliah.
2. Bapak Dr Ir I Wayan Winasa, MS selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan masukan serta perbaikan pada penelitian dan naskah tesis saya.

3. Bapak Choirul Umam dan keluarga besar yang telah memberikan tempat,
menyediakan sarana dan prasarana serta bantuan selama proses penelitian di
Blitar.
4. Kedua orangtua saya Aminal Umam dan Mudji Hastuti yang selalu
mendoakan dalam setiap hela nafas, yang selalu mengupayakan yang terbaik
dan motivasi yang luar biasa sehingga saya mampu berjuang sampai akhir.
5. Istri tercinta Anisa Firuza Nurjanah yang telah banyak mendukung dan
mendoakan yang terbaik serta pengertian yang luar biasa yang membuat saya
tegar dan tetap berada dalam jalur yang tepat.
6. Kawan-kawan seperjuangan di medan perang, Rudi Tompson Hutasoit atas
diskusi hangat selama ini, Aldila Rachmawati atas bantuan dalam diskusi dan
perbaikan selama ini, Ichsan Luqmana, Ridwan Isnaeni, Badrus Soleh, Agung
Permadi, Susilawati, Herni P, Joana, Ihsan Nurqomar, Evie Adriani, Papa
Ricard dan rekan-rekan Entomologi 2013.
7. Teman sampai tua, Irwanto Sucipto, Rakhmad Hidayat, Muflich Rijal, Fendy
Setiawan, Ridwan Isnaeni, Hardi Yuda, Romi Prasetyo, Galih Susianto dan
Ahmad Hairullah yang tampak cuek namun selalu ada di saat yang tepat.
8. Sahabat dalam mengejar mimpi Caesar Radisyah dan Ralie Agriawan yang
selalu memberi semangat dengan caranya yang elegan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan bisa diimplementasikan dalam

praktik budidaya pertanian.

Bogor, Februari 2016

Wildan Muhlison

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Belimbing
Hama Tanaman Belimbing
Lalat Buah Bactrocera spp. (Diptera: Tephritidae)

4
4
4
7

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Penelitian
Analisis Data

12
12
12
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Hama Tanaman Belimbing
Kepadatan Populasi dan Intensitas Kerusakan Serangan Hama
Dinamika Populasi Lalat Buah
Serangan Lalat Buah pada Buah Belimbing
Jenis Lalat Buah dan Parasitoid

16
16
17
24
25
28
31

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
35

6 DAFTAR PUSTAKA

36

7 LAMPIRAN

42

8 RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1 Kandungan gizi belimbing manis dalam 100 gram belimbing masak
2 Kondisi umum lokasi pertanaman belimbing di Kabupaten Blitar
3 Jenis hama dan bagian yang diserang pada tanaman belimbing di
Kabupaten Blitar
4 Kepadatan populasi hama belimbing (per empat cabang utama) di tiga
desa
5 Intensitas kerusakan serangan hama belimbing di tiga desa
6 Populasi total lalat buah, lalat buah yang muncul dan total parasitisasi
lalat buah pada periode bulan kering dan basah di tiga desa
7 Jumlah buah yang terserang lalat buah berdasarkan umur hari terbentuk
buah (HTB)
8 Intensitas kerusakan, kepadatan populasi imago lalat buah dan
parasitoid (per buah) serta parasitisasi lalat buah berdasarkan
perkembangan buah
9 Jenis dan kelimpahan lalat buah di tiga desa
10 Jenis dan kelimpahan parasitoid lalat buah di tiga desa

5
16
17
24
25
27
28

30
32
34

DAFTAR GAMBAR
1 Penentuan kuadran (K) setiap tanaman contoh berdasarkan arah mata
angin
2 Unit contoh buah berumur 7 hari setelah pembentukan buah dengan
panjang sekitar 2.5 cm
3 Gejala kerusakan dan P. plagiophleps, (a) daun dan (b) larva di dalam
kantung
4 Gejala kerusakan dan Z. coffeae, (a) cabang dengan lubang gerekan dan
(b) larva menggerek di dalam cabang
5 Gejala kerusakan dan D. fasciola, (a) bunga berlubang dan (b) larva
instar awal; (c) larva instar akhir dan (d) imago
6 Gejala kerusakan dan T. aurantii, (a) dompolan bunga dan (b) buah
muda; (c) panjang tubuh < 2 mm dan (d) kaudal dengan rambut 10 – 21
helai
7 Gejala kerusakan dan M. hirsutus, (a) dompolan bunga dan (b) pangkal
buah; (c) antena 9 ruas dan (d) circulus pada ventral abdomen
8 Gejala kerusakan dan T. javanicus, (a) malformasi buah dan (b)
permukaan kulit buah pecah; (c) imago T. javanicus dan (d) penampang
sayap depan antara seta venasi pertama dan kedua
9 Gejala kerusakan dan H. bradyi, (a) nekrosis pada buah dan (b) imago
10 Gejala kerusakan dan C. leucotreta, (a) lubang gerekan pada buah dan
(b) buah cacat fisik; (c) larva instar akhir dan (d) imago
11 Gejala serangan dan jenis Bactrocera spp. (a) bintik hitam bekas
oviposisi; (b) B. carambolae dan (c) B. dorsalis
12 Populasi total lalat buah di tiga desa pada dua periode bulan
13 Tingkat parasitisasi lalat buah di tiga desa pada dua periode bulan

12
14
17
18
19

19
20

21
22
23
23
26
26

14 Gejala serangan lalat buah, (a) buah berumur 14 hari terbentuk buah
dan (b) buah yang dipanen
15 Fenologi buah belimbing pada tiap waktu perkembangan buah
16 Lalat buah yang menyerang buah belimbing, (a) B. carambolae; (b) B.
dorsalis dan (c) B. albistrigata
17 Kelimpahan relatif B. carambolae, B. dorsalis dan B. albistrigata
18 Parasitoid lalat buah (a) Fopius sp. betina (b) Fopius sp.jantan (c)
Diachasmimorpha sp. betina (d) Diachasmimorpha sp. jantan
19 Kelimpahan relatif Fopius sp. dan Diachasmimorpha sp.

29
29
32
33
33
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Skema pembuatan wadah pemeliharaan buah dan lalat buah dari botol
mineral bekas 1.5 L
Data iklim (CH, HH, Suhu dan RH) Kabupaten Blitar
ANOVA kepadatan populasi hama belimbing di tiga desa
ANOVA intensitas kerusakan serangan hama belimbing di tiga desa
ANOVA kepadatan lalat buah total (lalat buah + parasitoid) pada tiga
desa di tiap periode bulan
ANOVA kepadatan lalat buah yang muncul pada tiga desa di tiap
periode bulan
ANOVA tingkat parasitisasi lalat buah pada tiga desa di tiap periode
bulan
ANOVA jumlah lalat buah dan parasitoid pada setiap umur
perkembangan buah

42
42
43
44
45
46
47
48

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu permasalahan dalam budidaya belimbing adalah hama.
Keberadaan hama dapat memengaruhi secara langsung pada produksi dengan
mengakibatkan kerusakan buah belimbing, dan dapat berperan secara tidak
langsung dengan mengakibatkan kerusakan pada tanaman belimbing yang
memengaruhi produksi buah belimbing.. DKP (2012) melaporkan bahwa hama
yang menyerang tanaman belimbing, diantaranya adalah lalat buah (Diptera:
Tephritidae), Thrips sp. (Thysanoptera: Thripidae), penggerek buah
Chrytophlebia sp. (Lepidoptera: Tortricidae), penggerek bunga Diacrotricha sp.
(Lepidoptera: Pterophoridae) dan Pteroma sp. (Lepidoptera: Psychidae).
Pengamatan hama pada pertanaman belimbing di Kabupaten Blitar belum pernah
dilaporkan, sehingga perlu dilakukan untuk memperoleh data mengenai hama
yang menyerang tanaman belimbing, gejala kerusakan, dan intensitas kerusakan
akibat serangan hama tersebut.
Lalat buah merupakan salah satu hama utama pada tanaman hortikultura
termasuk buah belimbing dan menjadi pembatas ekspor impor komoditas
hortikultura (Deptan 2002b). Buah yang telah terinfestasi larva lalat buah akan
mengalami penurunan kualitas berupa pembusukan buah dan jika bisa dipanen,
buah mengalami cacat, sehingga mengakibatkan harga turun dan tidak diminati
konsumen, sedangkan penurunan kuantitas berupa produksi buah yang tidak
optimal (Sarjan et al. 2010). Lalat buah yang banyak ditemukan di wilayah
Indonesia diidentifikasi sebagai genus Bactrocera dan diantaranya yang dominan
adalah B. carambolae, B. dorsalis, B. albistrigata, B. umbrossa, dan B. cucurbitae
(Suputa et al. 2010). Sifat khasnya hanya dapat bertelur pada jaringan tanaman
dan larva memakan jaringan tanaman, sehingga mengakibatkan komoditas
hortikultura menjadi cacat, busuk, dan rontok sebelum panen (Herlinda et al.
2007; Irwanto 2008). Bactrocera memiliki sebaran inang yang luas, diantaranya
belimbing, nangka, mangga, papaya, tomat, jeruk siam, jambu air, jambu biji,
cabai besar, cabai rawit, sukun, cempedak, kecapi, labu, gambas, dan timun
(Pramudi et al. 2013).
Intensitas kerusakan yang diakibatkan oleh lalat buah pada buah belimbing
dan jambu biji dapat mencapai 100% (Sodiq 2004). Intensitas kerusakan buah
belimbing di Kecamatan Sumberjaya (Lampung Barat) mencapai 60% (Nismah &
Susilo 2008). Lalat buah yang menyerang tanaman belimbing di daerah Sumatera
Selatan dan di Balikpapan adalah B. carambolae (Pujiastuti 2009; Syahfari &
Mujiyanto 2013). Pada tanaman belimbing di sekitar Kabupaten Enrekang
(Sulawesi Selatan), Kabupaten Minahasa Selatan (Sulawesi Utara), dan
Kecamatan Sumberjaya (Lampung Barat), lalat buah yang menyerang adalah B.
dorsalis (Nismah & Susilo 2008; Dumalang & Lengkong 2011; Yuniar 2013),
sedangkan pada buah belimbing di daerah Bogor adalah B. carambolae, B.
dorsalis, dan B. albistrigata (Larasati et al. 2013). Persebaran jenis lalat buah
yang berasosisasi dengan tanaman belimbing di Kabupaten Blitar belum
dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan
informasi mengenai jenis lalat buah pada tanaman belimbing di Kabupaten Blitar.

2
Dinamika populasi lalat buah dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah
satunya adalah ketersediaan inang. Lalat buah yang menyerang buah-buahan
musiman mempunyai dinamika populasi yang berhubungan erat dengan
ketersediaan buah sebagai inang (Astriyani 2014). Sebaliknya, lalat buah yang
menyerang tanaman sayuran dan tanaman buah yang berbuah sepanjang tahun
mempunyai dinamika populasi yang berbeda karena inangnya selalu tersedia
(Ginting 2009). B. carambolae dan B. dorsalis adalah lalat buah yang banyak
ditemukan karena mayoritas tanaman inangnya tersedia dan berbuah sepanjang
tahun (Muryati et al. 2007). Salah satu tanaman inang yang berbuah sepanjang
tahun adalah tanaman belimbing. Faktor lain adalah sanitasi buah yang merupakan
bentuk pengendalian mekanis dalam budidaya tanaman hortikultura. Penerapan
sanitasi buah berkala dapat menurunkan populasi dan serangan lalat buah pada
lokasi pertanaman hortikultura. Faktor lain adalah parasitoid yang berperan
sebagai faktor biotik yang terpaut dengan kepadatan lalat buah. Peran parasitoid
mampu menekan populasi lalat buah dan mengendalikan populasi lalat buah di
lapangan (Vargas et al. 2012). Penelitian mengenai pola dinamika populasi lalat
buah pada pertanaman belimbing di Kabupaten Blitar masih belum dilaporkan.
Hal ini dapat memberikan arti penting dalam perencanaan dan pelaksanaan
tindakan pengamatan dan dapat menjadi dasar dalam pemilihan strategi
pengendalian agar lebih efektif dan efisien.
Pembungkusan buah merupakan salah satu strategi pengendalian lalat buah.
Perlakuan ini dapat melindungi buah dari oviposisi telur oleh lalat buah betina
serta mampu meningkatkan kualitas buah (Damayanti 2000). Lalat buah
menginfestasikan telur pada buah menjelang matang hingga telah matang, namun
belum ada informasi mengenai serangan lalat buah pada buah belimbing
berdasarkan waktu perkembangan buahnya. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian untuk mendapatkan informasi ini, sehingga strategi pembungkusan
dapat lebih efektif dan efisien.
Perumusan Masalah
Produktivitas belimbing mengalami fluktuasi dan salah satu penyebab
adalah organisme pengganggu tanaman (OPT) berupa hama. Keberadaan hama
dapat memengaruhi secara langsung pada produksi dengan mengakibatkan
kerusakan buah belimbing dan dapat memengaruhi secara tidak langsung dengan
mengakibatkan kerusakan pada tanaman belimbing yang memengaruhi produksi
buah belimbing. Inventarisasi hama perlu dilakukan untuk memperoleh data
tentang jenis hama yang menyerang tanaman belimbing, gejala kerusakan,
intensitas serangan yang dapat dijadikan sebagai informasi dalam pengambilan
keputusan pengendalian hama yang tepat. Salah satu hama utama pada tanaman
belimbing adalah lalat buah yang mengakibatkan buah rontok sebelum panen.
Tanaman belimbing yang selalu berbuah sepanjang tahun, sangat penting bagi
keberlangsungan populasi lalat buah. Pemahaman tentang pola dinamika populasi
lalat buah mempunyai arti penting dalam perencanaan dan pengendalian yang
akan diambil agar efektif dan efisien. Oleh karena itu penelitian yang berkaitan
dengan dinamika populasi lalat buah dan serangan lalat buah pada buah
belimbing di wilayah Kabupaten Blitar perlu dilakukan.

3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menginventarisasi hama yang menyerang tanaman belimbing, kepadatan
populasi dan intensitas kerusakan yang ditimbulkan pada pertanaman
belimbing di tiga desa di Kabupaten Blitar;
2. Mempelajari dinamika populasi lalat buah dan faktor yang memengaruhinya
di tiga desa di Kabupaten Blitar pada periode bulan kering dan basah;
3. Mengetahui serangan lalat buah berdasarkan waktu perkembangan buah
belimbing.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis
hama, intensitas kerusakan, dinamika populasi lalat buah, dan serangan lalat buah
yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengendalian yang tepat
pada hama-hama tanaman belimbing terutama lalat buah.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Belimbing
Biologi Belimbing
Belimbing (Averrhoa carambola Linn.) atau dalam bahasa Inggris disebut
star fruit merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah tropis. Belimbing
merupakan tanaman pohon yang tingginya dapat mencapai 12 m. Percabangan
mengarah mendatar, berbunga, dan berbuah sepanjang tahun. Buah belimbing
berwarna kuning kehijauan ketika masih muda dan berwarna kuning kemerahan
ketika tua, biji kecil berwarna coklat, rasanya manis, dan banyak mengandung air
(O'Hare 1993).
Daun belimbing berbentuk daun majemuk, menyirip ganjil dengan anak
daun berbentuk bulat telur, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas mengilap,
permukaan bawah buram, mempunyai panjang sekitar 1.75 – 9 cm, dan lebar
sekitar 1.25 – 4.5 mm. Bunga majemuk tersusun dengan baik, warnanya merah
keunguan, keluar dari ketiak daun, ujung cabang, dan dahannya. Buahnya terdiri
atas lima rusuk, bila dipotong melintang berbentuk bintang. Panjang buah sekitar
4 – 12.5 cm, berdaging, dan banyak mengandung air, serta rasanya manis sampai
asam. Biji berwarna putih kotor kecoklatan, berbentuk elips dan pipih
dengan kedua ujung lancip (Dasgupta et al. 2013).
Manfaat Belimbing
Buah belimbing dapat disajikan dalam keadaan segar atau dalam bentuk
olahan seperti dodol, jus, sirup, dan manisan selai. Kandungan kimia buah
belimbing mengandung saponin, flavonoid, steroid/triterpenoid, glikosida,
protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B1, dan C (Dasgupta et al. 2013).
O'Hare (1993) melaporkan bahwa belimbing mempunyai paket yang lengkap
dengan nutrisi utama yang vital seperti L-ascorbic acid, epichatecin, dan gallic
acid pada sumber gallotannin serta. Belimbing memiliki banyak manfaat sebagai
obat tradisional atau obat alternatif. Khasiat sebagai obat tradisional dapat
meredakan penyakit seperti batuk rejan, gusi berdarah, sakit gigi, bisul, koreng,
dan mencret (Vermanto 2012). Kandungan lengkap kadar gizi yang terdapat pada
100 gram belimbing masak segar disajikan pada Tabel 1.
Hama Tanaman Belimbing
Hama tanaman bellimbing mengakibatkan kerusakan langsung maupun
tidak langsung terhadap produksi buah belimbing. Hama utama tanaman
belimbing diantaranya adalah ulat kantung, penggerek bunga, kutudaun, kutu
putih, trips, penggerek buah dan lalat buah (DKP 2012).

5
Tabel 1 Kandungan gizi belimbing manis dalam 100 gram belimbing masak
No
Keterangan Nama Zat
Kandungan
1.
Protein (g)
1.04
2.
Lemak (g)
0.33
3.
Karbohidrat (g)
6.73
4.
Kalsium(mg)
3.00
5.
Fosfor (mg)
12.00
6.
Magnesium (mg)
10.00
7.
Besi (mg)
0.08
8.
Vitamin A (RE)
18.00
9.
Vitamin B1 (mg)
0.03
10. Vitamin B2 (mg)
0.02
11. Vitamin C (mg)
34.40
12. Energi (kalori)
31.00
Sumber: (USDA 2015).

Ulat kantung Pteroma plagiophleps Hampson (Lepidoptera: Psychidae)
Famili Psychidae disebut ulat kantong karena fase larva selalu berada di
dalam kantong. Imago betina P. plagiophleps tidak bersayap dan bentuknya sama
seperti fase larva, sedangkan imago jantan bersayap dan berukuran kecil. Telur
berbentuk oval lonjong, berwarna krem, dan berada di dalam kantung induknya.
Larva yang baru menetas berada di dalam kantung induknya, kemudian keluar
melalui bagian bawah dan menyebar dengan bantuan angin. Larva yang keluar
dari kantung induknya akan menyulam kantungnya dari sisa-sisa daun
disekitarnya dengan sutera yang dihasilkannya. Kantung memiliki lubang di
bagian atas untuk bernafas, bergerak, dan makan. Pada bagian bawah kantung
digunakan untuk mengeluarkan kotoran dan tempat keluarnya imago (Emmanuel
et al. 2012). Larva berpupa di dalam kantung dengan posisi terbalik, kepala di
bagian bawah. Fase pupa ditandai dengan bentuk kantung menjadi elips dan
menggantung menggunakan benang sutera pada dahan atau daun (Aprilia 2011).
Pupa jantan menjadi ngengat bersayap dan betina tidak bersayap atau sayapnya
kecil, kemudian tetap berada di dalam kantung (Rhainds et al. 2009). Fase telur
berlangsung selama 10 hari, larva selama 49 – 62, pupa berkisar 14 hari dan
imago hidup sekitar 4 hari. Masa perkembangan total serangga jantan 2 bulan dan
yang betinanya 2.5 bulan (Nair 2007).
Penggerek batang Zeuzera coffeae Nietner (Lepidoptera: Cossidae)
Imago Z. coffeae aktif pada malam hari (nocturnal). Telur diletakkan pada
celah permukaan kulit batang, cabang atau ranting. Telur berwarna kuning
kemerahan atau kuning keunguan dan berubah warna menjadi kuning kehitaman
menjelang menetas. Larva berwarna merah kecoklatan cerah sampai sawo matang,
panjangnya berkisar antara 3 – 5 cm. Fase pupa berada di dalam lubang gerekan.
Imago mempunyai sayap depan berwarna putih tembus pandang dengan bintik
berwarna hitam, seekor betina dapat meletakan telur sebanyak 340 – 970 butir
selama hidupnya (Deptan 2002a; Wylie & Speight 2012). Larva Z. coffeae
merusak batang, cabang atau ranting dengan cara membuat lubang dan menggerek
masuk dan memakan pada bagian empulur (xylem). Pada permukaan lubang
gerekan ditandai dengan adanya bekas gerekan bercampur dengan kotoran.

6
Serangan Z. coffeae mengakibatkan bagian tanaman di atas lubang gerekan
menjadi layu, kering dan mati (Deptan 2002a). Z. coffeae merupakan hama pada
tanaman perkebunan dan tanaman hutan seperti kopi, kakao, akasia, jati, leda,
ketapang, cemara laut, jambu, jeruk, dan kakao (Nair 2007).
Penggerek bunga Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae)
Imago D. fasciola aktif pada tempat yang ternaungi dan meletakkan telur
pada bakal bunga belimbing, kuncup bunga, tangkai bunga dan tunas daun.
Stadium telur berlangsung selama 2 – 3 hari, fase larva terdiri atas empat instar.
instar satu sampai tiga menggerek pada bunga yang masih kuncup dan
mengakibatkan bunga berlubang karena memakan bagian atas mahkota bunga,
sehingga bunga kering dan rontok. Larva instar empat berwarna hijau pucat dan
memakan daun muda. Fase pupa berwarna hijau kecoklatan sampai coklat gelap
dan berlangsung selama kurang lebih satu hari. Fase imago berwarna putih
kecoklatan dengan bagian sayap depan terbagi menjadi tiga bagian dan sayap
belakang terbagi menjadi dua bagian. Siklus hidup imago berlangsung selama 9 –
11 hari (Mandasari 2014). Hama ini menyerang pada pertanaman belimbing, labu
air dan tanaman dari kelompok kacang-kacangan (DKP 2012).
Kutudaun Toxoptera aurantii Boyer de Fonscolombe (Hemiptera: Aphididae)
Kutudaun ini dikenal dengan hama black citrus aphid dan tea aphid karena
banyak menyerang dan mengakibatkan kerugian pada tanaman jeruk dan teh.
Wilayan persebarannya hampir di seluruh bagian tropis dan subtropis hingga ke
bagian pasifik (Agarwala & Bhattacharya 1995). Nimfa berwarna coklat
kehitaman dan imago berwarna hitam dengan tungkai terdapat garis kecoklatan
(Kalshoven 1981). Umumnya kutudaun ini hidup berkelompok dan menyerang
secara bersama-sama. Serangan T. aurantii di Indonesia dilaporkan terdapat pada
tanaman hias diantaranya belenceng, kemuning, asoka, bugenvil, sri rejeki, lili,
beringin benggol dan pada tanaman tahunan dan buah, seperti kopi, teh, kakao,
kina, alpukat, belimbing, jeruk, sawo, lemon, manggis, nangka, dan pisang
(Kalshoven 1981; Permatasari 2013; Sinaga 2014).
Kutu putih Maconellicoccus hirsutus Green (Hemiptera: Pseudococcidae)
M.hirsutus merupakan hama polifag pada beberapa tanaman budidaya dan
hampir tersebar di seluruh wilayah, khususnya di Asia. Telur M. hirsutus
berbentuk bulat agak lonjong dan berwarna merah muda. Nimfa terdiri atas 3
instar, instar satu memiliki enam segmen pada antena dan mempunyai anal-lobe
bar. Instar dua (betina) memiliki anal bar dan 3 – 4 pasang cerarii dan oral rims.
Instar tiga (betina) masih sama dengan instar dua namun ukuran tubuh lebih besar.
Imago M. hirsutus memiliki penambahan cerarii menjadi 4 – 7 pasang, memiliki
circulus, dan memiliki dorsal oral collars (Miller 1999; Gullan 2000).
Trips Thrips javanicus Priesner (Thysanoptera: Thripidae)
Trips memiliki tubuh kecil dan ramping serta alat mulut meraut-mengisap
yang asimetris. T. javanicus ditemukan pertama kali di pulau jawa dan menjadi
hama pada tanaman belimbing (Sartiami & Mound 2013). Trips yang berperan
sebagai hama pada tanaman budidaya disebabkan oleh aktivitas makan, sehingga
dapat mengakibatkan kerusakan dengan gejala jaringan tanaman yang diserang

7
menjadi kering dan menimbulkan warna keperakan, serta pada bunga dan daun
yang terserang dapat menimbulkan gejala berupa bintik-bintik putih atau bercak
berwarna merah (Mound & Kibby 1998). Gejala kerusakan pada buah
mengakibatkan malformasi buah dan permukaan buah yang terserang menjadi
kering, serta berwarna keperakan (Yusup 2012), seperti yang terjadi pada buah
pisang, alpukat, dan anggur (Mound & Kibby 1998; Vierbergen & Reynaud
2005). Serangan trips akan menimbulkan luka seperti bekas parutan pada buah
jeruk (Mound & Kibby 1998). Populasi trips yang tinggi dapat mengakibatkan
terhambatnya perkembangan bunga, sehingga mengurangi jumlah pollen (Mound
& Kibby 1998).
Kepik penghisap Helopeltis bradyi Waterhouse (Hemiptera: Miridae)
Hama ini mempunyai metamorfosis paurometabola. Nimfa H. bradyi terdiri
atas lima instar. H. bradyi mirip dengan H. antonii, namun yang membedakan
terletak pada bagian antena dan femur tungkai belakang. H. bradyi jantan
memiliki panjang 5.5 – 6.9 mm, warna keseluruhan menyerupai H. antoni,i
kecuali pada bagian pronotum berwarna hitam kecoklatan. H. bradyi betina
tubuhnya lebih panjang daripada jantan, yaitu 6.6 – 8.6 mm dan warnanya sama
dengan jantan, kecuali pada bagian dekat pronotum berwarna merah kecoklatan
(Stonedahl 1991). Imago betina dapat menghasilkan 4 – 10 telur per hari, dan
inkubasi telur selama 5 – 7 hari (Rustam et al. 2014). H. bradyi merupakan hama
polifag yang menyerang beberapa tanaman budidaya, seperti tanaman kakao, teh,
jambu mente, akasia, murbei, dan alpukat (Srikumar & Bhat 2012; Rustam et al.
2014).
Penggerek buah Cryptophlebia leucotreta Meyrick
(Lepidoptera:
Tortricidae)
Telur C. leucotreta berbentuk oval, ramping dengan panjang kisaran 0.9 – 1
mm, dan berwarna keputihan, (Grove et al. 1999). Larva terdiri atas lima instar.
Larva yang baru menetas berwarna putih krem dengan titik hitam kecil di sisi
lateral tubuhnya dan kepala berwarna coklat kehitaman. Larva instar 1 – 5
berwarna merah muda sampai merah dan memudar pada bagian sisi samping.
Bagian bawah tubuh berwarna kekuningan dengan kepala berwarna merah terang
dan pronotum berwarna coklat kekuningan. Larva instar akhir akan keluar dari
buah dan mencari tempat berpupa di tanah, celah kulit buah, dan pada substrat di
sekitar inang, seperti pada pembungkus buah. Pupa berwarna coklat tua dan lama
inkubasi antara 10 – 33 hari tergantung pada suhu udara. Umumnya, imago
berwarna coklat keabu-abuan sampai coklat gelap atau hitam. Sayap depan
melebar dan memanjang dengan tanda tambalan berbentuk segitiga hitam dan
dibatasi rambut halus (CAPS 2012).
Lalat Buah Bactrocera spp. (Diptera: Tephritidae)
Bioekologi Lalat Buah
Hama utama buah belimbing adalah lalat buah yang menyerang buah muda
sampai matang (Zahara et al. 2000). Kelimpahan lalat buah pada pertanaman
belimbing cenderung tinggi. Hal ini terkait dengan buah belimbing yang selalu
berbuah sepanjang tahun. Lalat buah memiliki metamorfosis sempurna

8
(holometabola) yang terdiri atas beberapa fase yaitu telur – larva – pupa – imago.
Telur berbentuk oval, berwarna putih krem dengan ukuran yang bervariasi (White
& Harris 1992). Ukuran lalat buah umumnya memiliki ukuran panjang 1 – 1.2
mm dan lebar 0.21 mm. Telur diletakkan secara berkelompok dan menetas dalam
kisaran 2 – 3 hari. Fase larva terdiri atas tiga instar. Perubahan instar larva
ditandai dengan perubahan ukuran dan warna larva. Lama stadia larva berkisar
antara 5 – 9 hari dengan rata-rata 7 hari (Siwi et al. 2006). Saat larva akan
memasuki fase pupa, larva akan keluar dari inang dengan cara melentingkan
tubuhnya untuk mencapai permukaan tanah.
Pupa lalat buah memiliki ukuran panjang mencapai +4.80 mm dan lebar + 2
mm. pada umumnya pupa lalat buah berwarna kuning kecoklatan. Lama stadia
pupa berkisar antara 8 – 12 hari. Sebagian besar spesies lalat buah membentuk
puparium di dalam tanah. Pada saat imago keluar dari pupanya, umumnya
membutuhkan waktu selama + 7 hari untuk menyempurnakan morfologinya.
Lama stadia imago berkisar antara 2 – 3 minggu. Imago betina pada umumnya
memiliki lama hidup lebih lama dibandingkan dengan imago jantan. Seekor
imago betina dapat hidup berkisar antara 23 – 27 hari, sedangkan imago jantan
berkisar antara 13 – 15 hari (Siwi et al. 2006). Lalat buah hidup bersimbiosis
mutualisme dengan bakteri. Bakteri ini membantu proses penceranaan dan
penguraian jaringan inang agar mudah dimanfaatkan oleh larva lalat buah. Bakteri
pada lalat buah hidup pada dinding saluran telur, tembolok, dan usus (Putra &
Suputa 2013).
Gejala Serangan
Gejala serangan lalat buah dapat ditandai dengan adanya titik berwarna
coklat yang merupakan bekas oviposisi lalat buah betina yang terdapat pada
permukaan buah dan sayuran (Ginting 2009). Telur yang terdapat pada permukaan
daging buah akan berkembang menjadi larva kemudian dapat menyebabkan
kerusakan lebih lanjut. Stadia larva tinggal di dalam buah dan mendapat nutrisi
dari buah tersebut dengan cara merusak daging buah, sehingga buah menjadi
busuk dan akhirnya gugur (Sarjan et al. 2010). Aktivitas larva di dalam jaringan
buah dapat memicu datangnya serangga lain seperti lalat Drosophilla dan
serangga pengurai lain. Hal ini mengakibatkan kerusakan buah menjadi lebih
parah. Serangan lalat buah tanpa pengendalian pada tanaman belimbing dapat
mencapai 100% (Sodiq 2004; Nismah & Susilo 2008).
Pembungkusan
Pembungkusan merupakan strategi pengendalian secara mekanis yang
umumnya dilakukan oleh petani. Selain itu, pembungkusan juga merupakan cara
paling sederhana yang banyak dilakukan dengan cara membungkus buah-buah
yang belum matang. Pengendalian lalat buah dengan menggunakan
pembungkusan banyak dilakukan karena dapat mengurangi peluang lalat buah
betina untuk meletakkan telur pada jaringan buah dan dapat meningkatkan
kualitas buah. Peningkatan mutu buah karena pembungkusan diakibatkan karena
adanya akumulasi panas yang merata sehingga memacu proses pertumbuhan,
perkembangan dan pematangan buah (Damayanti 2000). Pembungkusan buah
yang dilakukan sejak lebih dini dapat menurunkan peluang infestasi telur oleh
lalat buah betina, sehingga serangan lalat buah dapat ditekan. Buah belimbing

9
yang dibungkus lebih dini dapat menurunkan jumlah larva lalat buah yang
menginfestasi buah (Prastowo & Siregar 2014).
Pembungkus buah umumnya menggunakan plastik, karung, kertas koran,
kertas karbon, kantong kasa, kantong kertas, dan daun jati (Damayanti 2000;
Swibawa et al. 2003; Noorbaiti et al. 2012). Jenis-jenis pembungkus ini
mempunyai sifat yang berbeda. Bahan pembungkus dari kertas mempunyai
kelebihan, yaitu jika terjadi transpirasi maupun respirasi akan diserap oleh
pembungkus dan akan menguap terkena sinar matahari, sehingga kelembapan di
dalam pembungkus sama dengan kelembapan lingkungan (Damayanti 2000),
sedangkan kelemahannya, jika digunakan pada musim hujan, pembungkus dapat
rusak terkena air hujan. Pembungkus dari plastik polietilen merupakan bahan yang
kedap air. Jenis pembungkus ini banyak digunakan oleh petani karena mempunyai
kelebihan tidak cepat rusak, sehingga dapat digunakan berulang kali, mudah
dalam pengamatan perkembangan buah, praktis pemasangannya, dan harganya
lebih terjangkau dibandingkan dengan jenis pembungkus lainnya.
Dinamika Populasi
Dinamika populasi lalat buah terjadi karena adanya pengaruh kombinasi
antara faktor lingkungan yang terjadi pada populasi dan karakteristik intrinsik
spesies dan individu-individu. Secara umum lalat buah terbagi menjadi dua
kelompok sifat populasi yaitu lalat buah univoltine yang habitatnya di daerah
subtropis dan lalat buah multivoltine yang habitatnya di daerah tropis (Harris et al.
1993). Besarnya populasi lalat buah di lingkungan temperate dipengaruhi oleh
suhu udara, sedangkan kelimpahan populasi lalat buah di daerah tropis
dipengaruhi oleh curah hujan. B. cucurbitae yang hidup di daerah tropis,
kelimpahan populasinya dipengaruhi kelembapan udara, sedangkan Rhagoletis
pomonella yang hidup di daerah subtropis kelimpahan populasinya dipengaruhi
oleh suhu udara (Bateman 1972). Faktor iklim berpengaruh terhadap pemencaran,
perkembangan, daya bertahan hidup, perilaku, reproduksi, dinamika populasi, dan
peledakan hama (Landolt & Quilici 1996).
Kelimpahan lalat buah dengan curah hujan memiliki hubungan yang saling
berkaitan, seperti lalat buah Anastrepha oblique mempunyai hubungan yang tidak
linier (Aluja et al. 2001). Curah hujan berhubungan erat dengan kelembapan,
terutama kelembapan tanah yang berkorelasi dengan peluang kemunculan imago
lalat buah. Hal ini karena pada larva instar akhir akan keluar dari dalam jaringan
inangnya, kemudian berpupa di dalam tanah (Putra & Suputa 2013). Kelembapan
tanah yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan meningkatkan
mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembapan lingkungan
memengaruhi kondisi air di dalam tubuh imago, kelangsungan hidup dan lama
stadia larva, serta keberhasilan munculnya imago dari pupa (Duyck et al. 2006).
Kelembapan udara yang terlalu tinggi (95 – 100%) dapat mengurangi laju
peletakan telur (Bateman 1972). Semakin tinggi kelembapan udara, maka lama
hidup semakin panjang. Kelembapan optimum perkembangan lalat buah berkisar
antara 70 – 80%. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembapan udara antara 62 –
90% (Landolt & Quilici 1996).
Suhu udara adalah faktor yang memengaruhi laju perkembangan dan
menentukan fluktuasi populasi stadia lalat buah yang masih muda, serta
berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas populasi seluruh stadia lalat buah

10
(Chen & Ye 2007). Suhu udara secara khusus dapat berpengaruh terhadap lama
hidup (longevity), kelangsungan hidup (survival), perkembangan gamet, dan
perkawinan (Muthuthantri 2008). Pada daerah tropis yang tidak banyak
mengalami fluktuasi suhu udara, fluktuasi populasi lalat buah secara nyata tetap
terjadi. Laju populasi lebih banyak terjadi selama musim kemarau dibandingkan
musim hujan. Suhu udara berpengaruh terhadap perkembangan, keperidian, lama
hidup, dan mortalitas Bactrocera spp. (Bateman 1972). Umumnya, lalat buah
dapat hidup dan berkembang dengan baik pada suhu udara berkisar antara 10 –
30ºC, sedangkan telurnya dapat menetas dalam kisaran waktu 30 – 36 jam dengan
kondisi suhu udara antara 25 – 30oC (Landolt & Quilici 1996).
Faktor abiotik lain yang memengaruhi dinamika populasi lalat buah adalah
sanitasi buah. Sanitasi buah adalah kegiatan pembersihan buah di area lahan. Buah
yang dibersihkan adalan buah yang terserang lalat buah, buah yang tidak
dibungkus, dan buah hasil pemipiran. Sanitasi buah secara berkala mampu
meminimalkan sumber daya inang dan memutus generasi dari lalat buah. Populasi
B. tau jantan rendah pada pertanaman delima dengan penerapan sanitasi buah
dibandingkan pada lokasi tanpa penerapan sanitasi buah (Hasyim et al. 2008).
Lalat buah yang menyerang buah-buahan musiman mempunyai dinamika
populasi yang erat hubungannya dengan ketersediaan buah. Lalat buah yang
menyerang tanaman sayuran dan buah yang berbuah sepanjang tahun mempunyai
dinamika populasi yang berbeda karena inang tanaman sayuran selalu tersedia
sepanjang tahun. B. carambolae dan B. dorsalis merupakan spesies lalat buah
yang paling banyak ditemukan (Muryati et al. 2007). Hal ini disebabkan tanaman
inang kedua spesies tersebut tersedia sepanjang waktu. Inang tersebut antara lain
jambu biji, jambu air, belimbing, manggis, nangka, pisang, dan cabai. Tingkat
kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Fenologi tanaman
inang merupakan penduga paling baik dalam memprediksi dinamika populasi lalat
buah. Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan
telur daripada buah yang masih muda. Tingkat kematangan buah memengaruhi
populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin,
mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan
keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur
buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk
peletakan telur (Siwi et al. 2006).
Musuh alami
Lalat buah memiliki musuh alami yang mengendalikan populasinya di alam.
Musuh alami dari lalat buah berupa predator, entomopatogen, dan parasitoid.
Kelompok predator diantaranya adalah semut rangrang (Hymenoptera:
Formicidae), cocopet (Dermaptera), kepik pembunuh (Hemiptera), (Neuroptera:
Chrysopidae), kumbang carabid dan Staphylinidae (Coleoptera) (Larasati 2012).
Kelompok entomopatogen seperti nematoda terutama dari genus Steinernema
dapat menginfestasi larva lalat buah instar akhir yang bersiap memasuki fase pupa
di dalam tanah. Kelompok parasitoid merupakan kelompok musuh alami yang
banyak ditemukan berasosisasi dengan lalat buah dan telah banyak diteliti.
Parasitoid lalat buah didominasi oleh ordo Hymenoptera dengan beragam
family. Famili yang dominan adalah Braconidae dan spesies yang banyak
ditemukan di Indonesia adalah Diachasmimorpha spp., Fopius spp., dan Psytallia

11
spp. (Putra & Suputa 2013). Parasitoid lalat buah telah banyak diteliti dan
diintroduksi untuk mengendalikan lalat buah di berbagai belahan dunia. Pemilihan
parasitoid ini disebabkan kemampuannya untuk memperbanyak keturunan dalam
waktu singkat (Putra & Suputa 2013) dan searching host pada telur maupun larva
lalat buah yang terdapat di dalam jaringan tanaman. Seekor parasitoid hanya
membutuhkan satu inang untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya, sehingga
perannya di lapangan dapat stabil dan mampu menekan populasi lalat buah.

12

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 – Mei 2015. Penelitian
meliputi pengamatan yang dilaksanakan di Kabupaten Blitar dan identifikasi
serangga yang dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Metode Penelitian
Wawancara Petani
Penelitian diawali dengan melakukan wawancara kepada petani belimbing
untuk mendapatkan informasi mengenai kepemilikan, karakteristik lahan,
budidaya belimbing, dan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Pengamatan Hama Tanaman Belimbing
Pengamatan hama tanaman belimbing dilakukan di wilayah Kabupaten
Blitar dengan menentukan tiga desa yaitu Desa Karangsono, Gogodeso, dan Pojok
yang merupakan sentra penghasil buah belimbing. Selanjutnya, setiap desa
ditentukan lokasi pertanamannya sebanyak empat lokasi dengan jumlah tanaman
setiap lokasi berkisar antara 15 – 40 tanaman dan berumur di atas 5 tahun. Pada
setiap lokasi pertanaman ditentukan tanaman contoh sebanyak 3 tanaman yang
dipilih secara diagonal dengan kriteria tanaman masih produktif.
Setiap tanaman contoh dibagi dalam empat kuadran sesuai dengan arah mata
angin (Gambar 1). Pada setiap kuadran ditentukan satu cabang paling bawah
sebagai unit contoh. Selanjutnya, setiap unit contoh diamati hama pada cabang,
daun, bunga, dan buah, kemudian kepadatan populasi dan intensitas kerusakan.
Pengamatan hama dilakukan secara langsung, meliputi jenis hama dan gejala
kerusakan yang diakibatkan pada daun, cabang, bunga, dan buah. Pengamatan
pada daun ditujukan pada ulat pemakan daun. Pada cabang, pengamatan ditujukan
pada penggerek cabang. Pada bunga, diamati penggerek bunga, trips, kutudaun,
dan kutu putih. Pada buah, diamati kutudaun, kutu putih, trips, penggerek buah,
kepik penghisap, dan lalat buah. Setiap jenis hama yang yang ditemukan pada fase
pradewasa dipelihara sampai menjadi imago, kemudian dikoleksi ke dalam botol
yang berisi alkohol 70%.

K1
K4

K2
K3

Gambar 1 Penentuan kuadran (K) setiap tanaman contoh berdasarkan arah
mata angin

13
Kepadatan populasi hama. Kegiatan ini dilakukan dengan cara
menghitung jumlah setiap jenis hama yang ditemukan di daun, cabang, bunga, dan
buah pada setiap bagian unit contoh. Hama-hama yang dihitung kepadatan
populasinya diantaranya, yaitu ulat kantung, penggerek bunga, kutu putih, dan
kutudaun.
Intensitas kerusakan serangan hama. Kegiatan ini dilakukan dengan
mengamati gejala kerusakan yang terjadi pada cabang, ranting dan buah. Pada
setiap cabang dan ranting, diamati gejala kerusakan yang diakibatkan oleh
penggerek cabang. Pada setiap buah, diamati gejala kerusakan yang diakibatkan
oleh trips, kepik penghisap, penggerek buah, dan lalat buah. Intensitas kerusakan
hama dihitung dengan menggunakan rumus:
[

]

dengan
IKH : intensitas kerusakan hama
a
: jumlah bagian tanaman yang terserang
b
: jumlah bagian tanaman yang tidak terserang
Pengamatan pola dinamika populasi
Kegiatan ini dilakukan di lokasi yang sama seperti lokasi pengamatan
hama tanaman belimbing. Waktu pengamatan dilakukan pada dua periode yaitu
periode bulan kering (September – November 2014) dan bulan basah (Desember
2014 – Februari 2015). Metode pelaksanaan kegiatan ini menggunakan metode
pemeliharaan buah yang terserang lalat buah.
Pengambilan buah yang terserang lalat buah. Setiap lokasi diambil 10
buah secara purposive. Buah yang diambil dengan ciri-ciri gejala serangan lalat
buah berupa titik-titik hitam di permukaan buah dan berwarna kuning ( ⁄ –
seluruh buah berwarna kuning) (Soesilohadi 2002), serta berukuran panjang
minimal 11 cm. Pengambilan buah dilakukan selama empat kali pada tiap periode
dengan interval 14 hari. Buah yang telah dikumpulkan, kemudian dimasukkan ke
dalam kantong plastik dan tiap lokasi dicatat. Data mengenai suhu udara,
kelembapan udara relatif, dan curah hujan diperoleh dari Stasiun Klimatologi Pos
Kanigoro dan Ponggok Kabupaten Blitar, Stasiun Klimatologi Karangploso
Malang.
Pemeliharaan Buah. Buah yang terkumpul, diletakkan di dalam wadah
pemeliharaan buah yang telah diisi dengan pasir steril. Wadah pemeliharaan
terbuat dari botol air mineral bekas yang telah dimodifikasi. Wadah pemeliharaan
yang telah diisi bua,h diletakkan di tempat yang ternaungi agar terhindar dari
paparan sinar matahari langsung dan hewan pengganggu seperti semut dan labalaba. Setelah 8 – 10 hari, pupa lalat buah dipanen dengan cara membedah buah
dan mengayak pasir. Pupa yang terkumpul, dipindahkan ke wadah pemeliharaan
yang telah diisi pasir steril. Setelah 5 – 7 hari, imago lalat buah dan parasitoid
yang muncul diberi pakan berupa madu yang telah diencerkan air dengan
perbandingan 9:1. Pemberian pakan dilakukan dengan cara mencelupkan spons
pada madu yang telah diencerkan, kemudian spons diletakkan pada bagian atas
tutup wadah pemeliharaan. Setelah 3- 5 hari, imago lalat buah dan parasitoid yang
muncul dipanen dari wadah pemeliharaan, kemudian dimatikan dengan cara

14
memasukkannya ke dalam lemari pendingin. Setelah 5 – 10 menit, specimen
dikeluarkan dari lemari pendingin, kemudian dikoleksi ke dalam botol yang berisi
alkohol 70%. Spesimen yang telah terkumpul, diidentifikasi dan dihitung
jumlahnya. Identifikasi lalat buah dan parasitoid dilakukan dengan melihat
karakter morfologi. Parasitoid soliter lalat buah yang muncul dihitung tingkat
parasitisasi dengan menggunakan rumus:
[






]

Serangan lalat buah berdasarkan umur perkembangan buah belimbing
Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi di Kabupaten Blitar. Kegiatan
dilakukan untuk mengetahui serangan lalat buah pada buah belimbing berdasarkan
umur perkembangan buah. Setiap tahapan perkembangan buah diberi perlakuan
pembungkusan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan pada setiap lokasi. Perlakuan
yang dilakukan berupa waktu pembungkusan berdasarkan umur hari terbentuknya
buah (HTB), meliputi 1) kontrol (tanpa pembungkus); 2) 7 HTB; 3) 14 HTB; 4)
21 HTB; 5) 28 HTB; 6) 35 HTB; dan 7) 42 HTB.
Pada setiap tanaman belimbing, sebagai perlakuan ditentukan 7 buah muda
secara purposive dengan kriteria berumur 7 hari setelah munculnya buah,
mempunyai panjang buah sekitar 2.5 cm (Gambar 2)