Boleh mengajak orang lain ke rumah orang yang diyakini tidak merasa keberatan_1

Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Ketika khandaq (parit) digali, aku melihat keadaan Rasulullah saw.
sangat lapar. Maka aku pun segera kembali menemui istriku dan
menanyakan kepadanya: Apakah engkau mempunyai sesuatu (makanan)?
Sebab aku melihat Rasulullah saw. sangat lapar. Istriku mengeluarkan
kantong kulit berisi satu sha` gandum. Dan kami mempunyai seekor anak
domba jinak. Sementara aku menyembelihnya, istriku menumbuk gandum
dan ketika ia selesai, aku pun selesai. Aku memotong-motong daging anak
domba itu dan memasukkannya ke dalam kuali kemudian ketika aku hendak
pergi memberitahukan Rasulullah saw. istriku berpesan: Jangan engkau
membuatku malu kepada Rasulullah saw. dan orang-orang yang bersama
beliau. Maka aku pun menghampiri Rasulullah saw. dan berbisik kepada
beliau: Wahai Rasulullah saw.! Kami telah menyembelih anak domba kami
dan istriku menumbuk satu sha` gandum yang ada pada kami. Karena itu,
kami mempersilakan engkau dan beberapa orang bersamamu. Tiba-tiba
Rasulullah saw. berseru: Hai para penggali parit! Jabir telah membuat
jamuan makan untuk kalian. Silahkan kalian semua ke sana! Lalu
Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Jangan engkau turunkan kualimu dan
jangan engkau buat roti adonanmu sebelum aku datang. Aku datang bersama
Rasulullah saw. mendahului orang-orang. Aku menemui istriku. Ia
mendampratku: Ini semua gara-gara kamu! Aku berkata: Aku telah kerjakan

semua pesanmu. Setelah itu kukeluarkan adonan roti kami lalu Rasulullah
saw. meludahinya dan memberkatinya. Kemudian beliau menuju ke kuali
kami dan beliau meludahinya serta memberkatinya. Setelah itu beliau
bersabda: Sekarang panggillah pembuat roti untuk membantumu dan
sendoklah dari kualimu, tapi jangan engkau turunkan. Ternyata kaum
muslimin yang datang ada seribu orang. Aku bersumpah demi Allah, mereka
semua makan sampai kenyang dan pulang. Sementara itu, kuali kami masih
mendidih seperti semula, demikian juga adonan roti masih tetap seperti
sediakala. Atau seperti yang dikatakan oleh Dhahhak: Ia masih dapat dibuat
roti seperti semula.
(Shahih Muslim No.3800)