KEMBALINYA KAUM BANGSAWAN KE TAMPUK KEKUASAAN (Studi Kasus Terpilihnya Kaum Bangsawan sebagai Bupati di Kabupaten Bima)

KEMBALINYA KAUM BANGSAWAN KE TAMPUK KEKUASAAN (Studi
Kasus Terpilihnya Kaum Bangsawan sebagai Bupati di Kabupaten Bima)
Oleh: ALI IMRAN ( 04230026 )
Goverment Science
Dibuat: 2008-07-21 , dengan 3 file(s).

Keywords: kaum Bangsawan , pemerintah dan kekuasaan.
Isi Abstraksi (Pendahuluan) sebelum dideklarasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, kekuasaan kerajaan/kesultanan sangat mendominasi disebagian daerah di Nusantara.
Pasca kemerdekaan ada sebagian daerah yang masih menggunakan sistem kerajaan/kesultanan
mulai berubah dengan bergabungnya sebagian kerajaan/kesultanan dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Di era orde baru yang dikenal dengan era Soeharto, kekuasaan
kerajaan/kesultanan akhirnya bergeser ke aras budaya. Dimana kekuasaan dan wewenang
kerajaan/kesultanan hanya mengurus kebudayaan di tiap daerah masing-masing yang dimotori
oleh pemerintahan pusat yang berada di Jakarta. Dengan adanya Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah) Kaum Bangsawan mulai muncul kembali
dalam pergulatan dan perebutan politik lokal khususnya di daerah kabupaten Bima.
Dari realitas yang tertulis diatas, terdapat beberapa rumusan masalah yaitu: yang menyebabkan
kembalinya Kaum Bangsawan (H. Ferry Zulkarnain, ST/Bupati Bima) di kabupaten Bima,
eksistensi atau keberadaan Kaum Bangsawan dalam politik lokal, dan berbagai alasan
masyarakat daerah Bima dalam memilih kaum bangsawan sebagai pemimpin mereka.

Metodologi penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif yaitu dengan cara
wawancara, dokomentasi, dan observasi dan menganalisa data dokumen yang telah
dikumpulkan.
Dari hasil penelitian dapat diketahui oleh penulis yang terjdi di daerah kabupaten Bima bahwa
Kembalinya Kaum Bangsawan ke Tampuk Kekuasaan daerah kabupaten Bima dikarenakan
kaum bangsawan di kesultanan Bima terdahulu yang telah berkecimpung di kancah politik sejak
dideklarasikannya kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga salah seorang
kuturunan bangsawan H. Ferry Zulkarnain, ST sebagai Bupati Bima periode 2005-2010
meneruskan cita-cita sultan-sultan terdahulu, dan memperhatikan Maklumat yang dikeluarkan
oleh Sultan Muhammad Salahuddin pada tanggal 22 November 1945, sehingga eksistensi atau
keberadaan Kaum Bangsawan Bima dalam politik lokal dan masyarakat lokal memberikan
pengaruh yang cukup besar dikarenakan kahrismatik dan karakteristik Bupati Bima yang
dianggap sebagai seorang tokoh muda dan pemimpin masa depan bagi masyarakat Bima.
Strategi yang dilakukan Kaum Bangsawan Bima dalam meraih dukungan masyarakat merupakan
sebuah simbol kesultanan dan serta simbol keagaamaan. Dan persepsi masyarakat Bima terhadap
kepemimpinan beliau sebagai keturunan Bangsawan Bima begitu antusias dan disambut dengan
positif, karena masyarakat Bima merindukan pemimpin yang bisa membawa masyarakat Bima
menuju kesejahteraan. Seperti halnya yang dilakukan Kaum Bangsawan Bima terdahulu. Serta
tidak adanya dualisme kepemimpinan dalam pemerintahan daerah Bima antara Bupati dan Sultan
karena Bupati mengatur dan mempunyai wewenag dalam hal pemerintahan daerah, sedangkan

sultan mengatur dan memiliki wewenang dalam hal kebudayaan saja.
Dapat disimpulkan bahwa kembalinya Kaum Bangsawan ke Tampuk Kekuasaan di daerah
kabupaten Bima, adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, adanya Peraturan Pemerintah No.
25 Tahun 2005 tentang kewenangan pusat dan daerah, bukan atas keturunan Bangsawan, tetapi

melanjutkan cita-cita sultan-sultan terdahulu, serta eksistenasi atau keberadaan Kaum
Bangsawan Bima dalam politik lokal membarikan warna tersendiri terhadap masyarakat Bima.
Rekomendasi atau saran yang dapat diberikan yaitu Bupati Bima harus terus memperhatikan
Maklumat 22 November 1945, terus melanjutkan cita-cita sultan-sultan terdahulu, jangan ada
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta terus menjadi pelindung dan pengayom masyarakat
khususnya masyarakat Bima. Amien.

The contents of this abstract (introduction) before in declaration of freedom Unity State Republic
of Indonesian, Directionary/Kingdom was very dominating in province of the archipelago. The
Freedom there was partly of province was still used the system Directionary/Kingdom begun of
the chance with gather with freedom/sultanate partly with Unity State Republic of Indonesian. In
era new order government with Suharto’s era, Directionary of the Freedom/Sultanate in the last
shift to the culture eras, where the Directionary and authority Directionary/Kingdom only take
care the culture in each province one of each was lead the central government in Jakarta city.
With legislature no. 32, 2004 years about province of government (autonomy province) the

noblesse begun to return with struggle and the local of politic fights especially in Bima regency.
From this reality on the written above, contained some statements of the problems are: causing of
the return of noblesse (H. Ferry Zulkarnain, ST/Bima regency) in Bima regency, existence of
noblesse in the local of politic, and any reasons of society Bima in choosing of noblesse become
their chief. In this research methodology the writer used descriptive qualitative with the
instruments are interview, documentation, and observation with the data analysis that was
collected.
The result of this research can be known by the writer with the happening in Bima province that
the return of the kingdoms to calyx Directionary in Bima regency was causing in noblesse
preceding Bima Kingdoms had been around in politic until declaration freedom Unity State
Republic of Indonesian. Until one of the generation of nobility H. Ferry Zulkarnain, ST as Bima
regency periods 2005-2010 continuing aspiration of Sultan in days of yore, and observed
declaration was going off by Sultan Muhammad Salahuddin at date November 22 ,1945, until the
existence of the Bima noblesse in local politic and society given major effect because
charismatic and characteristic Bima regent which was opinion as the figure that still young and
leadership of the future for Bima society. The strategy used by Bima noblesse in clutched society
support from a symbol sultanate and the symbol of religion. And perception of the Bima society
concerning the his leadership as generation of Bima nobility was very enthusiastic by the
positive answered, because Bima society missed the leadership can be brought the Bima society
to safety. As like as noblesse was used as long time. With there was not dualism leadership in the

Bima government between regent and sultan because the regent organized and had authority in
the case the province of government, whereas sultan organized and had authority in the case of
culture.
It can be conclude that the return of noblesse to calyx Directionary in Bima regency, presence by
law No. 32, 2004 years, there was regulation of government No. 25, 2005 years about the center
of authority and province, not only from generation nobility, but also carrying on aspiration of
the sultan last time, and existence of Bima noblesse in local politic given color itself to Bima
society. Recommendation or tool which given are Bima regency must be given attention
announcement November 22, 1945, continuing sultan aspirations’ the last time, there was not

corruption, collusion, and nepotism as well as become protector, and support the society
especially of the Bima society. Amin