Proses Coming Out Kaum Homoseksual Di Lingkungan Heteroseksual (Studi Kasus Pengalaman Coming Out Pada Kaum Gay)

(1)

(STUDI KASUS PENGALAMAN COMING OUT PADA KAUM GAY) Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

AISYAH RAHMA UTAMI NIM : 1112054100022

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/ 2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Proses Kaum Homoseksual Di lingkungan Heteroseksual (Studi Kasus Pengalaman Coming out Pada Kaum Gay)

Menjadi Gay bukan sebuah pilihan yang mudah untuk dijalankan. Banyak tantangan yang harus dilalui agar dapat diterima di lingkungan keluarga bahkan masyarakat. Dikucilkan bahkan diusir dan ditolak dari keluarga pun banyak yang dialami para gay. Saat mereka menyatakan mengenai orientasi seksualnya berbagai

respon bermunculan. Coming out adalah sebuah proses pengakuan diri mengenai

orientasi seksual seseorang kepada orang lain. Proses coming out menjadi salah satu

hal terpenting bagi setiap kaum homoseksual karna pada tahap ini yang menentukan apakan ia bisa menjalankan pilihan nya sebagai gay atau ia menyerah dengan pilihannya

Penelitian ini penting dilakukan karena banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui ciri ciri seseorang sebagai Gay dan tidak tau bagaimana cara menyikapi permasalahan apabila orang terdekat nya memilih menjadi gay dan membantu pekerja sosial menambah pengetahuan pada kasus homoseksual sehingga mempermudah apabila ingin melakukan intervensi dalam menangani kasus homoseksual.

Penelitian ini merumuskan beberapa masalah yaitu Bagaimana proses coming

out kaum homoseksual di lingkungan heteroseksual? Dan bagaimana strategi

ketahanan diri kaum Homoseksual di lingkungan masyarakat Heteroseksual. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan serangkaian observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan dapat diketahui bahwa memilih

untuk coming out memerlukan proses yang cukup panjang serta menyakitkan bagi

para gay namun setelah mereka menjalakan semuanya dan memutuskan untuk komitmen dengan pilihannya hal itu membuat mereka lebih tenang dan tidak

terbebani. Para gay yang mengalami bully saat melakukan coming out memutuskan

untuk tidak melawan dan tidak memperdulikan hal tersebut hingga akhirnya orang di sekeliling menerima pilihannya tersebut bagi mereka melawan bully yang mereka hadapi tidak membuahkan hasil apa apa, karena yang terpenting adalah bagaiamana mereka bisa menjalani hindp menjadi diri nya sendiri tanpa harus berpura pura menjadi orang lain


(6)

ii

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Proses Kaum Homoseksual Di lingkungan Heteroseksual (Studi Kasus Pengalaman Coming Out Pada Kaum Gay)” Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menghaturkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada:

1. Dr. Arif Subhan, MA selaku Dekan Ilmu Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Suparto, M. Ed, Ph. D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan bidang Administrasi Umum. Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan

Sosial, Hj. Nunung Khairiyah, MA selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. Terimakasih atas nasehat dan bimbingannya.


(7)

iii

penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Trimakasih juga untuk motivasi yang

ibu berikan pada peneliti untuk berfikir out of the box dan memacu peneliti

untuk se-kreatif mungkin.

4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi , Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.

5. Kepada seluruh informan peneliti yang telah bersedia memberikan informasi

dan waktunya sehingga penelitian ini dapat selesai tepat waktu dan terimakasih juga untuk pengalaman serta cerita kalian yang membuat peneliti paham secara mendalam mengeai penelitian ini. special untuk willa yang udah mau memperkenalkan teman teman nya ke peneliti.

6. BPSW (Building Professional Social Work) yang telah memberikan beasiswa

Full kepada peneliti selama kuliah. Trimakasih atas bantuan biayanya walaupun setiap semester saya selalu panik karna takut nilai IP di bawah rata rata, namun saya selalu berusaha agar layak mendapat kan sebuah beasiswa.

7. Ibu Nurul Eka Msi yang bersedia rumah nya peneliti datangi setiap semester

untuk mengambil bukti pembayaran kuliah dan ibu eka yang mau membagi ilmu nya untuk membahas mengenai homoseksual. Berkat ibu saya semakin yakin untuk mengambil topik permasalahan ini.

8. Mama ku tercinta yang selalu mendoakan peneliti agar dapat menyelesaikan

kuliah dan penelitian ini dengan tepat waktu. Doamu sangat mujarap ma. untuk papa yang sudah berada di sisi Allah ini


(8)

iv

10.Teman teman dikampus Annisa Elfa, Ira Rahmawati, Nurmila, Eka Puji, Tria

Anjarwati, Dyah Ayu, Saila Arimy, Khusnul Fadilah, ladiesos 2012. Serta teman teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namun selalu memberikan support yang tiada hentinya, tanpa kalian mungkin skripsi ini terasa sangat berat. Trimakasih atas dukungan.

Jakarta, Juli 2016


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Pembatasan dan perumusan penelitian... 6

C. Tujuan dan manfaat penelitian ... 7

D. Metodologi penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 19

A. Homoseksual ... 19

1. Definisi homoseksual ... 19

2. Faktor faktor penyebab homoseksual... 21

3. Gambaran sejarah homoseksual di Indonesia ... 22

4. Tipologi pola hubungan homoseksual masa kolonial belanda ... 25

B. Gay ... 28

1. Penyebab seseorang menjadi gay ... 28

2. Stress yang dirasakan oleh gay ... 30


(10)

vi

1. Pengertian coming out ... 34

2. Pra coming out ... 36

3. Proses coming out ... 38

4. Alasan terjadinya coming out ... 42

5. Tahap tahap perkembangan dalam coming out ... 43

BAB III ... 47

A. Profil informan "D" ... 47

1. Biodata ... 47

2. Riwayat menjadi gay ... 48

3. Peran keluarga ... 49

4. Pemahaman mengenai coming out ... 50

5. Pengalaman coming out di lingkungan heteroseksual ... 50

B. Profil informan "R" ... 51

1. Biodata ... 51

2. Riwayat menjadi gay ... 52

3. Peran keluarga ... 53

4. Pemahaman mengenai coming out ... 54

5. Pengalaman coming out di lingkungan heteroseksual ... 55

C. Profil informan "A" ... 56

1. Biodata ... 56


(11)

vii

4. Pemahaman mengenai coming out ... 58

5. Pengalaman coming out di lingkungan heteroseksual ... 58

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS ... 60

A. Penyebab menjadi gay... 60

1. Faktor keluarga... 60

2. Faktor lingkungan dan individu ... 62

3. Faktor biologis ... 63

B. Pra coming out ... 64

1. Proses kesadaran diri ... 64

C. Alasan terjadinya coming out ... 69

1. Distressing ... 69

2. Finding suplicious clues ... 71

D. Proses coming out ... 73

1. Sensinitasi ... 73

2. Disosiasi dan signifikansi ... 75

3. Coming out ... 78

4. Komitmen ... 82

E. Strategi ketahanan diri kaum homoseksual di lingkungan heteroseksual ... 84

1. Bullying ... 85

2. Menangani permasalahan ... 85


(12)

viii

BAB V PENUTUP ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(13)

ix

Lampiran 1 – Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 2 – Pedoman Wawancara

Lampiran 3 – Pedoman Observasi

Lampiran 4 – Transkip Wawancara

Lampiran 5 – Hasil Observasi

Lampiran 6 - Dokumentasi


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kaum LGBT (lesbian, gay, bisexsual, transgender) di Indonesia bukan

menjadi hal yang baru. Di negara maju sudah banyak yang melegalkan adanya kaum LGBT. Namun kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia akan menghadapi tantangan hukum dan prasangka yang tidak dialami oleh penduduk non-LGBT. Adat istiadat tradisional tidak menyetujui

homoseksualitas dan cross-dressing, yang berdampak kepada kebijakan publik.

Misalnya, pasangan sesama jenis di Indonesia, atau rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan sesama jenis, dianggap tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang lazim diberikan kepada pasangan lawan jenis yang menikah. Pentingnya di Indonesia untuk menjaga keselarasan dan tatanan sosial, mengarah kepada penekanan lebih penting atas kewajiban daripada hak pribadi.

Penduduk Indonesia memiliki penganut agama Islam paling banyak di dunia dengan 87% dari warganya sebagai muslim. Agama Islam pun melarang dengan keras segala bentuk penyimpangan seksual yang sudah dijelaskan dalam Al-

quran surat An Naml, [27] : 55)


(15)

"Mengapa kamu (laki-laki) mendatangi (sesama) laki laki dengan syahwat yang bukan perempuan? Bahkan kamu adalah kaum jahil"(Q.s. An Naml, [27] : 55)

Populasi homoseksual di Indonesia juga terbilang banyak. Berdasarkan estimasi Kemenkes pada 2012, terdapat 1.095.970 LSL baik yang tampak maupun tidak. Lebih dari lima persennya (66.180) mengidap HIV. Sementara, badan PBB memprediksi jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa

pada 20111

Di dalam masyarakat dikenal berbagai bentuk orientasi seksual dan orientasi seksual ini merupakan sebuah gambaran yang mengacu pada rasa ketertarikan secara seksual maupun emosional terhadap jenis kelamin tertentu. Namun saat ini orientasi seksual seseorang bukan hanya memiliki ketertarikan lawan jenis. Namun ada beberapa orang yang memiliki ketertarikan sesama jenis atau yang disebut dengan homoseksual.

Homoseksualitas adalah orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang yang berjenis kelamin sama atau ketertarikan orang secara emosional

dan seksual kepada seseorang dari jenis kelamin yang sama2. Keberadaan kaum

homoseksual di masyarakat, khususnya Indonesia bukanlah lagi suatu hal yang asing.

1

m.republika.co.id diakses pada 23 Agustus 2016.

2

Oetomo, Homoseksualitas di Indonesia Prisma Seks dalam jaringan kekuasaan, 1991, Jakarta, h. 5.


(16)

Fenomena ini terlihat nyata, bahkan di tempat umum sekali pun. Kaum homo menjadi lebih berani menunjukan perilaku mereka dalam gaya bicara, berpakaian dan tingkah laku tanpa memikirkan bagaimana orang sekitar akan berpendapat

mengenai dirinya3 dan mereka tidak perduli dengan lingkungan sosial nya, karena

mereka hanya memikirkan bahwa ia tetap ingin menjadi dirinya sendiri, tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain.

Walaupun keberadaan kaum homoseksual ini semakin terlihat, akan tetapi masyarakat menganggap bahwa mereka merupakan suatu kelompok yang menyimpang. Sebagai contoh pada abad ke-20 homoseksual dianggap suatu penyakit.

Pada masa tersebut, para ahli kedokteran mengambil alih kasus homoseksualitas yang dinilai negative sebagai salah satu dari perilaku sosial yang menyimpang dari segi hukum dan agama dan homoseksualitas tetap dipandang sebagai suatu kondisi patologis yang harus di investigasi, diperhatikan dan juga

disembuhkan4

Di Indonesia sendiri kasus homoseksual sudah berkembang menjadi lahan prostitusi dan banyak dari mereka yang akhirnya memilih menjadi pelacur dan melakukan kegiatan ilegal lainnya untuk bertahan hidup.

Kelompok kelompok masyarakat FPI (Front Pembela Islam) dan FBR (Forum Betawi Rempuk) dan masih banyak organisasi masyarakat lainnnya secara terbuka memusuhi orang-orang LGBT dengan menyerang rumah atau tempat

3

Tempo, Bila gay hanya gaya gaya gaya. 10 oktober 1987, h. 27.

4


(17)

mereka bekerja5 Diskriminasi eksplisit dan homofobia kekerasan dilakukan terutama oleh para ekstremis religius, sementara diskriminasi halus dan marjinalisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara teman-teman, keluarga, di tempat kerja atau sekolah

Namun seseorang yang melakukan pencekalan dimana mana tersebut tidak mengetahui sebenarnya apa yang menjadi atau faktor yang membuat sesorang menjadi gay. Banyak sekali faktor yang membuat sesorang menjadi gay yaitu

salah satunya karena memiliki pengalaman atau trauma di masa anak-anak

misalnya: Dikasari oleh ibu/ayah hingga si anak beranggapan semua pria/perempuan bersikap kasar, bengis dan panas bara yang memungkinkan si anak merasa benci pada orang itu. Predominan dalam pemilihan identitas yaitu melalui hubungan kekeluargaan yang renggang. Bagi seorang lesbian misalnya, pengalaman atau trauma yang dirasakan oleh para wanita dari saat anak-anak akibat kekerasan yang dilakukan oleh para pria yaitu bapakk, kakaknya maupun saudara laki-lakinya.

Kekerasan yang dialami dari segi fisik, mental dan seksual itu membuat

seorang wanita itu bersikap benci terhadap semua pria6. Atau juga apabila seorang

ayah yang tidak memiliki keakraban dengan anak laki laki nya, hal tersebut dapat membuat si anak haus akan sosok seorang ayah dan mengidamkan kasih sayang dari seorang ayah dan hingga akhirnya ia memilih untuk mendapatkan kasih

5

Laurent, Erick (May 2001). "Sexuality and Human Rights". Journal of Homosexuality (Routledge) 40 (3&4) h. 163.

6

Dr. Abu Ameenah Philips dan Dr.Zafar Khan, Islam dan Homoseksual (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), Cet.1, h. 85.


(18)

sayang dari seorang pria lain, setalah ia mendapatkan kasih sayang tersebut dan merasa nyaman, lalu ia memutuskan untuk memiliki hubungan khusus dengan seorang laki laki.

Faktor-faktor tersebut lah yang tidak diketahui oleh banyak orang dan lebih memilih untuk menjauh dari kaum homoseksual dan mencemooh mereka. Di Indonesia untuk menjaga keselarasan dan tatanan sosial, mengarah kepada penekanan lebih penting atas kewajiban daripada hak pribadi. Walaupun menjadi gay adalah hak-hak asasi manusia, untuk merayakan martabat setiap manusia, dan untuk menggaris-bawahi bahwa setiap manusia berhak untuk hidup yang bebas dari ketakutan, kekerasan dan diskriminasi, terlepas dari siapapun mereka dan

siapa pun yang mereka cintai.7

Masyarakat merasa bahwa gay adalah penyakit yang wajib di jauhkan, padahal jika ingin menyembuhkan gay dari permasalahan orientasi seksualnya mereka membutuhkan dukungan dari orang orang terdekat, dan butuh pemahaman khusus untuk menyembukannya dan tanpa kita melakukan pendekatan dengan para kaum gay, kita tidak akan bisa menyembuhkan permasalahaanya tersebut karena kita tidak mengetahui apa yang sebenarnya ia rasakan, dan bagaimana strategi yang dapat dipilih untuk menyelesaikan masalah orientasi seksualnya tersebut

Dalam permasalahan ini pekerja sosial dapat mengacu pada uud kesejahteraan sosail Pasal 4 yaitu Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja,

7

Offord, Baden; Cantrell, Leon (May 2001). "Homosexual Rights as Human Rights in Indonesia and Australia". Journal of Homosexuality (Routledge) 40 (3&4), h.233.


(19)

baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial

untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial8.Hal

tersebut menjadi salah satu alasan peneliti ingin membahas mengenai proses coming out terhadap gay, karena segala kemungkinan yang dapat terjadi dan kemungkinan bahwa pekerja sosial nantinya menangani masalah sosial dengan klien seorang gay dan dengan itu penelitian ini pun nanti nya akan mempermudah dalam melakukan intervensi terhadap klien yang gay.

Gay adalah kaum yang sangat potensial menjadi klien pekerja sosial nantinya sehingga saya sebagai calon pekerja sosial harus mampu mengetahui gejala gejala atau permasalahan yang terjadi pada kaum gay, dengan itu mempermudah untuk mendapatkan solusi dari menangani permasalahannya tersebut.

Dengan dilaksanakannya penelitian ini dapat memberitahukan bahwa gejala gay dapat terjadi pada siapapun tanpa terkecuali, dimana pun dan oleh kalangan apapun. Maka setiap orang perlu waspada kepada orang orang yang berada di lingkungan sosial nya. Mencari tahu bagaimana seorang gay melakukan aktifitas dan bagaimana gejala gejalanya hai itu masyarakat perlu ketahui dan peneliti berharap hasil penelitian ini dapat mempermudah masyarakat dalam menangani masalah orientasi sekksual di lingkungan terdekatnya.

8


(20)

B. Pembatasan dan Perumusaan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Karena permasalahan yang dialami kaum gay sangat kompleks maka peneliti membatasi fokus permasalahan yang akan dijadikan bahan penelitian. Yaitu yang akan menjadi pembatas masalah pada penelitian ini adalah

bagaimana seorang gay akhirnya memilih untuk coming out dan setelah itu

bagaimana ia tetap bisa eksis di lingkungan sosialnya

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan penelitian diatas, masalah yang akan di teliti

dalam penelitian ini adalah "Proses Coming out Gay pada Lingkungan

Masyarakat Heteroseksual (Studi Kasus terhadap tiga orang gay di Jabodetabek) dari permasalahan utama ini, peneliti selanjutnya merumuskan beberapa sub permasalahan, yaitu

a) Bagaimana seorang gay melakukan proses coming out

dilingkungan sosialnya?

b) Apa makna coming out pada seorang gay?

c) Bagaimana strategi seorang gay untuk tetap eksis di

lingkungan masyarakat hetroseksual? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, maka yang menjadi tujuan peneliti adalah


(21)

a. Untuk menjelaskan apa makna dari membuka diri (coming out) dari seorang gay

b. Untuk mengetahui proses coming out gay kepada lingkungan sosialnya

c. Untuk mengetahui bagaimana strategi gay dalam mempertahankan

eksistensi dirinya didalam lingkungan sosial mereka yang hetroseksual

2. Manfaat Penelitian

a) Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa khusus nya jurusan kesejahteraan sosial yang nantinya akan berhadapan dengan klien Gay agar dapat mengetahui bagaimana permasalahan permasalahan yang dialami mereka dan mengetahui bagaimana cara penanganannya.

b) Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan maukan atau pilihan para kaum gay terhadap permasalahan yang dihadapi

c) Manfaat Sosial

Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat luas untuk dapat mencegah berkembangnya kaum gay di lingkungan sekitar dan mampu mengetahui hal apa yang harus dilakukan apa bila sudah

terlihat gejala-gejala penyimpangan seksual terhadap orang


(22)

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hal ini

dimaksudkan bahwa penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung dan wawancara mendalam dengan informan yang sangat memahami permasalahan yang diteliti.

Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan

suatu nilai dibalik data yang tampak9

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah menggunakan

penelitian deskriptif (Descriptive research), yaitu penelitian yang

menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu berdasarkan data yang diperoleh di lapangan secara terperinci sesuai dengan fokus penelitian

yang telah ditetapkan10. Tipe penelitian ini didasarkan pada pertanyan

dasar yaitu bagaimana.11. kita tidak puas bila hanya mengetahui apa

masalahnya secara eksploratif, tetapi ingin mengetahui juga bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata kata, gambar dan bukan angka-angka.

9

Sugiono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, h.3.

10

Lexy J Moleong, metode penelitian kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.131.

11


(23)

Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara secara langsung, catatan lapangan atau memo dan

dokumentasi lainnya.12

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di sekitar wilayah Jakarta sesuai dengan domisili informan yang akan diteliti. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari 2016 sampai dengan bulan Juli 2016

4. Teknik Pemilihan Informan

Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling. teknik purposive sampling bertujuan dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang orang yang tepat memberikan informasi yang sesuai dengan

kebutuhan penelitian13.

Konsep sampel dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana memilih informanm misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan mempermudah peneliti menjelajahi objek/ situasi sosial yang diteliti.

12

Burhan Bugin, Analisis Data dan Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-2, h.39.

13

Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h.63.


(24)

Yang terpenting disini bukan jumlah informannya, melainkan potensi dari setiap kasus untuk dapat memberikan secara teoritis mengenai

aspek yang dipelajari14.

Dalam penelitian ini, jumlah informan penelitian berjumlah 3

(tiga) orang yaitu mereka yang memiliki proses coming out yang berbeda

beda. Informan pertama yang peneliti pilih yaitu "A" seorang karyawan swasta yang menjabat sebagai manager. Peneliti memilih ia menjadi

sebagai informan dikarenakan ia sudah melakukan proses coming out

sudah lama dan sudah banyak pihak yang mengetahui permasalahan penyimpangan seksualnya. Yang kedua adalah "R" seorang mahasiswa disalah satu kampus di Bekasi. Peneliti memilih ia dikarenakan proses coming out yang ia jalani belum sepenuh nya selesai, karena hanya pihak keluarga saja yang mengetahui permasalahan yang ia alami. Yang terakhir adalah "D" seorang karyawan swasta di Jakarta. Peneliti memilih ia karena "D" dianggap banyak mengetahui kegiatan dunia gay di Jakarta. Karena ia berada di dalam suatu organisasi khusus gay yang cukup terkenal di Jakarta.

5. Sumber Data

Sumber data yang diambil peneliti ini terdapat dua data, yaitu data primer (pokok) dan data sekunder (pendukung).

14

Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2009), Cet ke-5, h.54.


(25)

a) Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab masalah penelitian, data harus diperoleh dari sumber aslinya. Data primer, diperoleh melalui wawancara yaitu ketiga informan yang mengalami permasalahan penyimpangan seksual atau gay.

b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan surat

kabar atau media kabar, dokumen yang berkaitan dengan penelitian15

seperti isu isu yang terjadi di Indonesia melalui pemberitaan online,

surat kabar atau Koran yang membahas mengenai permasalahan gay di Jakarta dll.

6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan daya yang digunakan, yaitu sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi, yaitu mengadakan pengamatan terhadap obyek penelitian untuk mengetahui gejala-gejala yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti dengan harapan akan memperoleh suatu kelengkapan data. Observasi atau pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan atau observasi. Observasi atau pengamatan berperan serta sebagai peneliti yang

15

Jaenal Arifin, Theknik Penarikan Sample Dan Pengumpulan Data, (Jakarta, 2005) h.17.


(26)

mencirikan interaksi secara sosial memakan waktu cukup lama antara peneliti dan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa

gangguan.16 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi

partisipatif, yaitu sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti

untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada.17

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap muka. Dengan wawancara, proses wawancara data yang diperoleh dapat langsung diketahui objektivitasnya karena dilaksanakan

secara tatap muka18.Wawancara ini dilakukan karena peneliti bermaksud

untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti. Dalam hal ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaannya akan diajukan telah ditetapkan oleh peneliti sendiri secara jelas dalam suatu bentuk catatan. Selain dengan wawancara mendalam peneliti juga menggunakan jenis wawancara pembicaraan informal, dalam

16

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 194. 17

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 166.

18


(27)

jenis ini pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara dengan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali tidak

mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai19.

c. Dokumentasi

Dokumen adalah setiap bahan yang tertulis atau foto sehingga dengan adanya bantuan dokumen peneliti terbantu mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian. Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau

film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan

seorang penyelidik atau peneliti. Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumentasi sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji,

menafsirkan, bahkan untuk meramalkan20.

19

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) Cetakan Ke-26 edisi revisi, h. 187.

20


(28)

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian. Menurut Bogdam, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan

temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain21

Pada saat menganalisis data hasil wawancara, peneliti mengamatinya secara detail dan dilakukan berulang ulang dari awal sampai akhir, kemudian menyimpulkannya. Setelah itu menganalisa katagori katagori yang terlihat pada data data tersebut. Analisa data melibatkan upaya mengidentifikasi suatu objek dan peristiwa. Katagori dari analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang terlihat pada tempat penelitian tersebut.

F. Teknik Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data pengecekan atau perbandingan terhadap dua data tersebut. Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan

terhadap sumber lainnya22

21

Prof. Dr. Sugiyono, MetodePenelitian Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009. Cet,8. h.244.

22

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) Cetakan Ke-18 edisi revisi, h. 330.


(29)

G. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penelitian skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk penelitian skripsi ini. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian skripsi ini, peneliti menggunakan literatur berupa skripsi, yaitu :

Nama : Septiana Constanti

Judul : Hubungan Penerimaan Diri dan Proses Coming out pada Gay di

Jakarta

Binus University, psikologi 2012

Pada skripsi ini peneliti mengetahui bagaimana pengaruh seorang gay memiliki penerimaaan diri yang tinggi maka semakin tinggi juga intensitas coming out. Selain itu pada penelitian ini juga ditemukan perbedaan

penerimaan diri antara gay coming out dan non coming out yang terpenting

dalam proses coming out adalah acceptance, sedangkan yang terpenting pada

penerimaan diri adalah awarness.

Nama : Gloria Natalia Situmorang

Judul : Proses coming out pada gay (studi kualitatif pada 3 Gay lajang)

Universitas Indonesia , Psikologi Tahun 2000

Di dalam skripsi ini peneliti mencari tahu bagaimana proses coming


(30)

dari informan yang akan diteliti. Kalau Gloria meneliti hanya pada kaum gay yang masih lajang, namun peneliti berbeda karena yang akan saya teliti adalah

gay yang mempunyai background percintaan yang berbeda beda dan tidak

hanya gay yang lajang dan juga peneliti memiliki informan yang mempunyai kegiatan sehari hari yang berbeda beda.

Nama : Adelviana Febi Christyanti

Judul : Gambaran stress pada ibu dengan anak gay yang telah coming out

Universitas Indonesia, Psikologi Tahun 2008

Di dalam skripsi ini peneliti menggambarkan reaksi bagaimana

seorang ibu yang mengetahui anaknya yang coming out. Perbedaan peneliti

dengan adelviana ada focus pembahasan. Kalau peneliti focus pada

bagaimana proses seseorang gay untuk coming out, sedangkan peneliti

adelviana focus terhadap bagaimana reaksi orang tua setelah mengetahui bahwa anaknya adalah seorang gay.

H. Teknik Penelitian

Adapun dalam penelitian skripsi ini, peneliti berpedoman pada buku

“Pedoman Penelitian Karya Ilmiah”, (skripsi, tesis, dan disertasi). Diterbitkan

oleh CeQDA (Center For Quality Development amd Assurance) Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Press tahun 200723

23

Pedoman Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN, (Jakarta, UIN Jakarta Press: 2007).


(31)

I. Sistematikan Penelitian

Secara garis besar skripsi ini akan dibagi dalam lima (5) bab dan setiap bab dibagi atas beberapa sub bab dengan kebutuhan pembahasan dan uraiannya, yaitu:

BAB I : Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang terjadi pada kaum gay yang berada di Indonesia spesifiknya di Jakarta dan juga pembatasan masalah yang akan diangkat oleh peneliti serta rumusan masalah.

Selanjutnya pada bab ini peneliti menuliskan apa yang menjadi tujuan dan manfaat penelitian dalam menuliskan hasil temuan dalam melaksanakan penelitian ini dan metodologi penelitian, tinjauan pustaka serta sistematika penelitian.

BAB II : Bab ini akan membahas mengenai landasan teori saat melaksanakan penelitian. Seperti mengetahui apa pengertian gay dan

homoseksual serta pemahaman mengenai apa itu coming out dan proses

individu gay melakukan coming out lalu bagaimana cara individu tersebut

untuk tetap eksis di lingkungan sosial

BAB III : Pada bab ini berisi tentang bagaimana sejarah gay di Indonesia dan bagaimana perkembangan kaum gay khusus nya di wilayah

Jabodetabek. Lalu bagimana para kaum gay melakukan proses coming out


(32)

serta bagimana cara para kaum gay untuk tetap eksis di lingkungan masyarakat.

BAB IV : Analisis Temuan Lapangan. Pada bab ini peneliti mencoba memberikan temuan dan analisis terhadap bagaimana proses seorang

gay melakukan coming out dari awal hingga akhir dan hasil temuan

bagaimana seorang gay dapat tetap eksis di lingkungan sosialnya.

BAB V : Penutup Pada bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan hasil dari pelaksanaan penelitian dan saran-saran yang menjadi penutup dari pembahasan skripsi ini.


(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Homoseksualitas

1. Definisi Homoseksualitas

Sebelum membahas mengenai proses coming out pada kaum gay.

Peneliti terlebih dahulu membahas mengenai homoseksual. Kata homo dalam homoseksualitas berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti "Sama"

Menurut Dede Oetomo homoseksual adalah orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang yang berjenis kelamin sama atau ketertarikan orang secara emosional dan seksual kepada seseorang dari

jenis kelamin yang sama24. Dalam ilmu Psikologi homoseksual dimaksud

sebagai :

" Sexual attraction by and sexual contact with person of the same sex"25

Seperti yang telah dikatakan diatas, istilah homoseksualitas menunjukan minat atau ketertarikan seseorang individu terhadap individu yang memiliki jenis kelamin yang sama. Istilah ini dapat diterapkan terhadap dua jenis kelamin yang ada pria dan wanita.

24

Oetomo, Homoseksualitas di Indonesia Prisma Seks dalam jaringan kekuasaan, 1991, Jakarta,h. 5.

25


(34)

Menurut Musdah Mulia Homoseksual (gay dan lesbi), dan biseksual

adalah kodrati, sesuatu yang given atau dalam bahasa fikih disebut

sunnatullah. Sementara perilaku seksual bersifat kontruksi manusia Jika hubungan sejenis atau homo, baik gay atau lesbi sungguh-sungguh menjamin kepada pencapaian-pencapaian tujuan dasar tadi maka

hubungan demikian dapat diterima26

Namun berbeda dengan pendapat sebelumnya, menurut Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, psikiater. Homoseksual bukan kodrati atau bawaan lahir. Karena ada penyebab lainnya seseorang yang menjadi Homoseksual seperti lingkungan yang tidak baik atau kurang nya pengetahui mengenai

edukasi seks27

Sama dengan pendapat Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, psikiater,

penulis buku "Fitrah Heteroseksual Manusia" yaitu Aliah BP. Hasan

menyatakan bahwa manusia diciptakan memiliki fitrah, baik secara biologis, afektif, kognitif maupun spiritual. Khusus biologis, argumen bahwa kromosom xq28 yang menjadi dasar klaim gay dan lesbianism adalah alamiah tidak kuat secara ilmiah. Kromosom tersebut hanyalah ilusi belaka karena berbagai riset para ahli menolak hal tersebut. karena itulah tidak ada alasan biologis untuk terjadinya ketertarikan terhadap sesama jenis.

26

Majalah Tabligh DTDK PP Muhammadiyah, 2008

27

Prof.Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater, LGBT BERTANYA? ISLAM MENJAWAB!, mental health center hawari & associates. Jakarta 2016, h. 23.


(35)

Kartono mendefinisikan homoseksual sebagai relasi seks jenis kelamin yang sama, atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama. Homoseksual dapat dimasukkan ke dalam kajian abnormalitas seksual

yang terdapat dalam psikologi abnormal28

Istilah para prilaku homoseksual pria disebut gay, sedangkan pelaku homoseksual wanita disebut lesbian. Ada hal hal yang menyebabkan orang memiliki hubungan yang tidak berdasarkan pada keinginan dia yang sebenarnya, lebih karena tekanan faktor lingkungan.

Ada pula hubungan homoseksual yang bersifat situasional yang disebabkan oleh faktor lingkungan dimana seseorang hanya bertemu dengan orang orang yang sesama jenis.

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya hubungan homoseksualitas yang bersifat situasional seperti di Penjara, Lingkungan

militer, atau sekolah sekolah yang mengkhususkan pria atau wantia 29

2. Faktor-faktor penyebab Homoseksual

Ada beberapa faktor yang membuat seseorang menjadi homoseksual yaitu30:

28

Kartono, Kartini, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, CV Mandar Maju. Bandung : 198, h. 56.

29

Blumenfeld and Raymond, Looking at gay and lesbian life Baston : Beacon Press, h.83.

30


(36)

a. Faktor Keluarga: Pengalaman trauma pada masa kanak-kanak dan memiliki hubungan yang renggang dengan ibu atau bapakkknya.

b. Faktor Lingkungan: Homoseksual bukan dibawa sejak lair, namun

terbina melalui pengalaman. Seperti keadaan pada waktu bayi-dewasa awal.

c. Faktor Biologis: Suatu keadaan dimana seorang lelaki menyukai

teman sejenis yang disebabkan oleh hormon.

d. Faktor Individu (pribadi): Berasal dari proses lanjutan pembelajaran

sewaktu kecil.

e. Faktor yang menyebabkan individu tertarik pada homoseksual: Karena

keinginan hawa nafsu yang menyenangkan dan tidak dapat ditolak, harga diri tidak boleh ddapat dari hubungan lain. Ketakutan terhadap lawan jenis menyebabkan respon erotic menjadi pasif.

f. Peran utama aktivitas seksual: Individu merasakan pengalaman

homoseksual pertama terbuka, hal ini akan membuat individu meneruskan aktivitas seksualnya.

3. Gambaran sejarah Homoseksualitas di Indonesia

Ketika Inggris mencapai puncak kejayaannya yang ditandai dengan perluasan industri secara besar-besaran di dalam negeri. dan perluasan tanah jajahan di luar negeri, menjadikan Inggris sebagai imperium terbesar di dunia. Sebagai imperium terbesar pada masa itu Inggis dapat


(37)

dengan mudah menyebarkan kode etik Victorian yang sangat berpengaruh sekali pada wilayah-wilayah jajahannya Etika Victorian ini meluas ke negara-negara Eropa sehingga dapat dikatakan bahwa etika Victorian

merupakan gejala Eropa31 Etika Victorian ini mendapatkan pengaruhrya

pada ratu Wilhelmina dari Belanda.

Kehidupan dalam keluarga kerajaan yang penuh dengan skandal seksual dan kehancuran lembaga perkawinan menimbulkan reaksi dan kekuasaan yang ada.

Kemenangan partai-partai Kristen Juga turut berperan dalam pemaksaan moral seksual yang ketat di Belanda Selain menerapkan etika ini di negerinya sendiri, Wilhelmina juga menerapkannya di daerah jajahannya, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, atau yang juga di kenal dengan sebutan Kepulauan Hindia Belanda penerapan etika ini di pada masa ketika para bupati atau pejabat gubernur dinyatakan sebagai pegawai Hindia Belanda. Tuntutan pengendalian moral terhadap seksualitas dan korupsi yang sering bersurmber dari kegiatan seksual diberlakukan dengan mencoba menertibkan lembaga perkawinan keluarga pangreh praja misalnya mengenai poligini atau perseliran.

31 Oetomo,

Homoseksualitas di Indonesia Prisma Seks dalam jaringan kekuasaan, 1991, Jakarta, h. 10.


(38)

Sebagai catatan terakhir mengenai kaitan antara seksualitas dan kekuasaan kolonialisme Belanda adalah kampanye histeria yang mengejar masalah homoseksualitas di kalangan orang Belanda. Kampanye witchhunl tersebut tidak dapat dilakukan di Negeri Belanda tapi dapat

dilaksanakan di daerah jajahan32 Tradisi dunia Barat memandang seks

sebagai sesuatu kekuatan negatif yang berbahaya dan seks itu sendiri

merupakan dosa33.

Namun dapat diampuni bila dilakukan dalam perkawinan yang bertujuan prokreatif dan mengesampingkan segi kenikmatan. Berdasarkan pandangan tersebut sudah tentu perilaku homoseksual itu sendiri merupakan diluar kerangka perkawinan Sedangkan studi lintas budaya menunjukkan bukti bahwa kebudayaan-kebudayaan lain menjadikan beberapa bentuk homoseksualitas, setidaknya tingkat perilaku sebagai bagian dari kehidupan mereka, khususnya dalam tingkah laku seks yang lazim dilakukan. Jeffery weeks mengatakan dalam bukunya :

"Cross-cultural evidence demonstrates very clearly that other cultures has successfully integrated some forms at least of homoseksual behavior into its sexual mores, whether in the form of the socially accepted pedagogic relations common to ancient Greece, or in the development of the transvestite (berdache) roles in certain tribal societies"34

32

Onghokkam, Kekuasaan dan Seksualitas : Lintas Sejarah Pra dan Masa Kolonial, Jakarta, Prisma 1991, h. 11-14.

33

Rubin Gayle, Think sex :Notes for a Radical Theory of The Politics Of Sexuality, Roultledge, 1993, h.10.

34


(39)

Yang bila diartikan menjadi :

"Bukti lintas budaya menunjukan secara jelas bahwa kebudaya- kebudayan lain telah sukses mengintegrasikan atau memasukan beberapa bentuk bentuk, setidak tidak nyapada tingkat prilaku homoseksual ke dalam tingkah laku seks yang lazim dan diterima, baik dalam bentuk hubungan pedagosis (ilmu mendidik) yang secara sosial dapat diterima seperti pada yunani kuno atau dalam perkembangan peran peran transvestite (berdache untuk sebutan dukun dalam suku indian di Amerika) pada suku suku tertentu"

Ada banyak contoh yang memperkuat pendapat Jeffrey weeks tersebut Mengambil contoh yang dikemukakan Dede oetomo di beberapa daerah di Indonesia ketika perilaku homoseks menjadi tradisi. seperti Aceh pada abad ke-19, lelaki Aceh mempunyai kebiasaan berkasih kasihan dengan anak muda sejenis.

Perilaku homoseks itu tertuang pula pada kesenian rateh sadati. Di Jawa Timur, pada kesenian Reog terdapat kepercayaan bahwa seorang warok akan kehilangan kesaktiannya bila berhubungan seks dengan

wanita, maka seorang warok akan meminang seorang "Gemblak"35

biasanya laki-1aki muda. Semua kebutuhan seorang gemblak akan

dipenuhi oleh warok dan diperlakukan sebagai seorang istri36

Tetapi dalam perjalanannya pelaku homoseks yang pada awalnya diterima di kehidupan masyarakat tradisional mengalami pergeseran.

35

Gemlak adalah ronggeng laki laki yang menjadi peliharaan laki laki lain. (Arti Kata.com)

36

Dede Oetomo, Memberi suara pada yang bisu, Yogyakarta : Pustaka Marwa (Anggota Marwa IKAPI) 2003, h. 33.


(40)

Pengaruh peradaban Barat ditambah lagi dengan masuknya agama-aguma samawi seperti agama Kristen dan Islam yang melarang homoseksualitas menyebabkan munculnya homophobia di sebagian anggota masyarakat modern. Salah satu wujud homophobia yang ditijukan oleh masyarakat adalah pristiwa penyerangan terhadap kaum gay dan waria di Yogyakarta.

4. Tipologi pola hubungan homoseksualitas pada masa colonial belanda

Apabila dilihat secara etik (dari sudut pandang ilmuwan) dengan membandingkan pada masa sebelum colonial belanda, prilaku homoseksual pada awal nya diterima di masyarakat dan diatur dengan bermacam cara sebagai berikut :

a. Hubungan Homoseksual Dikenal dan Diakui

Dalam pola ini, hubungan homoseksual dikenal dan diakui didalam suatu masyarakat yang ditandai dengan adanya istilah yang mengacu pada hubungan macam itu

b. Hubungan Seksual Dilembagakan dalam Rangka Pencarian

Kesaktian

Dalam pola ini, prilaku atau hubungan homoseksualitas diberikan sebagai alternative penyaluran dorongan seksualitas dalam rangka

diharamkannya hubungan heteroseksual karena dianggap


(41)

Seperti pada tradasi reog di Jawa Timur yang memiliki

kepercayaan bahwa seorang warok akan kehilangan kesaktiannya

bila berhubungan seks dengan perempuan maka seorang warok

akan meminang gamblak yang biasanya laki laki muda dan

gemblak akan diperlakuakn seperti seorang istri

c. Prilaku Homoseksualitas Dijadikan Bagian Ritus Inisiasi

Hubungan genito-oral dan genito-anal yang hanya dilakukan oleh pria pria dewasa terrhadap remaja dan laki laki dewasa, hal tersebut terjadi pada beberapa suku di papua dan termasuk papua nugini. Maksud dari ritus tersebut antara lain dalam rangka melengkapi dualism kosmologis unsur unsur pria-wanita, timur-barat, siang-malam atau dalam rangka membantu pencapaian makulinitas melalui inseminasi pada remaja putra oleh laki laki yang lebih dewasa.

d. Prilaku Homoseksual Dilembagakan dalam Seni Pertunjukan

Pada pola ini, seni pertunjukan kadang melibatkan pemeran yang menjalankan prilaku homoseksual yang kadang diiringi puisi religius seperti tari Rateb Sadati Aceh sebuah tarian yang dilakukan 15-20 lelaki dewasa dengan seorang bocah laki laki

yang didandani seperti perempuan37

37


(42)

Mayoritas kaum homoseksual mengalami kehidupan seksual yang tertutup dan hubungan mereka satu sama lain sering berupa hubungan seksual yang singkat dan impersonal. Sekitar 45% homoseksual laki laki berperilaku

seperti wanita (effiminated) dan hal menarik dari mereka adalah bahwa

sekalipun perubahan kepribadiannya lengkap seperti wanita, tetapi ia tetap merasa sebagai laki laki hanya prilaku serta sistem perasaan dan berfikirnya

yang diraskaan seperti wanita38

B. Gay

Sebelum sampai pada pembahasan coming out, peneliti memasukkan

pengertian mengenai penyebab gay dan stres yang dirasakan oleh gay

1. Penyebab Seseorang Menjadi Gay

Penyebab gay dibagi dalam dua perspektif, yaitu perspektif biologis dan perspektif psikologis. Dalam perspektif biologis, yang memegang

peranan adalah pengaruh genetik dan hormonal39

Studi terhadap kembar menjelaskan kemungkinan peranan hereditas. Monozygotic (MZ), atau identik, kembar yang berkembang dari pembuahan sel telur tunggal memiliki 100 persen kesamaan hereditas

mereka. Dizygotic (Dz), atau fraternal, kembar yang berkembang dari

38

Neak L Tobing, 100 Pertanyaan Mengenai Homoseksualitas, (Pusaka Sinar Harapan, 1987), h. 88.

39 Nevid Jeffrey, Human Sexuality in a world of diservity, Schuster Company, 1992, h. 122.


(43)

pembuahan dua sel telur memiliki kesamaan 50 persen hereditas mereka. Jadi, jika homoseksualitas ditransmisikan secara genetik, seharusnya ditemukan sekitar dua kali lebih sering di antara kembar identik dibandingkan gay di antara kembar fraternal. Karena kembar Mz dan Dz yang dibesarkan bersama-sama memperoleh pengaruh pengaruh lingkungan yang serupa, maka perbedaan-perbedaan dalam tingkat concordance (kesesuaian) untuk sifat tertentu antar-jenis pasangan kembar merupakan indikasi dalam asal usul genetik

Menurut Nevid dari studi terhadap sejumlah gay yang memiliki kembaran pria identik(MZ) atau fraternal(DZ), ditemukan adanya 100

persen concondance untuk homoseksualitas di antara sejumlah kembaran

identik gay, dibandingkan dengan 12 persen concondance untuk

pasangan-pasangan kembar fratenal yang salah satunya diidentifikasi sebagai gay. ini merupakan bukti yang kuat adanya faktor-faktor generik dalam homoseksualitas.

Mengenai perspektif psikologis, Nevid menyebutkan: Dalam pandangan psikoanalisa, Sigmund Freud, ahli teori psikoanalisa yakin

bahwa castration anxiety berperan dalam pria homoseksual. Dalam

oedipus complex, anak laki yang secara tidak sadar takut bahwa ayahnya yang kalah saingan dalam memperebutkan ibunya, akan membalas dendam dengan cara menghilangkan organ yang diasosiasikan oleh anak


(44)

complex tidak berhasil dipecahkan, maka castration anxiety akan terus

ada dalam kehidupan selanjutnya.40

Menurut Nevid Para ahli teori belajar berfokus pada peranan reinforcement sebagai pola-pola awal perilaku seksual. Manusia pada umumnya akan mengulangi aktivitas aktivitas yang menyenangkan dan menghentikan yang tidak menyenangkan. Jadi, seseorang betajar untuk terlibat dalam aktivitas homoseksual jika eksperimentasi homoseksual semasa kanak-kanak dikaitkan dengan kesenangan seksual.

Jika motivasi seksual tinggi, hal itu cenderung terjadi selama masa remaja, dan jika satu-satunya jalan ke luar adalah dengan jenis kelamin yang sama, maka remaja kemungkinan berekspermnen dengan aktivitas seksual dengan sesama jenis

2. Stres yang Dirasakan oleh Gay

Berbeda dengan pria heteroseksual yang tidak mangkin merasakan stress karena keheteroannya, gay bisa menjadi stres karena kehomoannya. Sterotip dan prasangka masyarakat menimbulkan stres terhadap kaum homoseksual. Gausiorek dalam Paul mengutip Allport dalum uraian

mengenai stres yang dirasakan oleh gay41 :

40

Nevid Jeffrey, Human Sexuality in a world of diservity, Schuster Company, 1992, h. 223.

41 Paul, Weinrich Gonsiorek & Hotvedt ,

Homosexuality:Social,Psychological and Biological Issues, London: SAGE Publication. 1982, h. 182.


(45)

Jadi, stereotip dari prasangka kelompok mayoritas terhadap kaum homoseksual sebagai kelompok minoritas membentuk suatu karakteristik

kepribadian yang pada akhirnya berkembang menjadi personality trait

yang relatif stabil

3. Antara Gay dan Banci

Konstruksi sosial di masyarakat pada umumnya tidak membedakan antara banci dengan gay. Sedangkan sebutan ini dibedakan dengan jelas oleh kedua belah pihak "gay" dalam hal ini adalah laki-laki gay, tidak termasuk kedalamnya kaum lesbian karena merupakan satu hal yang sama sekali berbeda. Banci atau waria memandang diri mereka sebagai jender ketiga setelah laki-laki dan perempuan, bahkan barnyak yang menggambarkan

dirinya sebagai perempuan yang terjebak dalam tubuh laki-laki42

Untuk lebih jelas lagi bila melihat dari segi fisik, waria adalah laki-laki yang sehari-harinya berpakaian perempuan sedangkan gay tidak, walaupun terdapat juga sebagian laki-laki gay yang berperilaku feminin namun mereka tetap menganggap diri mereka sebagai laki-laki dan tidak merasa terganggu dengan keadaan fisiknya. Seorang homoseks tidak pernah merasa terperangkap dalam tubuh jenis kelamin yang berlawanan oleh karena itu mereka tidak mau berpakaian perempuan. Dalam beberapa kasus, kadangkala ada gay yang melintasi batas-batas tersebut, misalnya pada siang hari ia

42

Dede Oetomo, Gender And Sexual Orientation in Indonesia, London Duke University, 1996, h. 226


(46)

berpakaian laki-laki sedangkan pada malam hari ia mengenakan baju perempuan, hal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti belum yakinnya mereka apakah mau menjadi banci, atau juga sebagai salah satu cara untuk

berhubungan seks dengan laki laki43

Waria dapat selalu dikenali melalui penampilan dan perilaku mereka, sedangkan laki-laki gay tidak dan jumlah mereka kemungkinan lebih besar daripada waria Laki-laki gay menyebut perilaku feminin yang ditunjukkan oleh teman mereka sesama gay adalah "ngondek" bukan banci karena kata tersebut bagi mereka merupakan penghinaa. Adanya laki-laki gay yang berperilaku maskulin bahkan tidak berbeda dengan laki-laki hetero membuat masyarakat tidak begitu saja mudah mengidentifikasi seseorang sebagai gay. Ini bisa menjadi salah satu sisi yang menguntungkan sekaligus merugikan bagi gay itu sendiri dalam suatu masyarakat yang dominan hetero karena tuntutan-tuntutan sosial seperti perkawinan, reproduksi, dan agama sangat

menyesakkan bagi sebagian kaum gay44

Ada beberapa kesamaan antara fenomena gay dan waria, yaitu kedua- duanya sama-sama tertarik secara seksual dengan laki-laki. Apabila waria hanya menyukai laki-laki heteroseks kecuali untuk kondisi-kondisi khusus, misalnya pengguna jasa waria yang kebetulan adalah gay. Sedangkan seorang

43

Dede Oetomo, Gender And Sexual Orientation in Indonesia, London Duke University, 1996, h. 227

44

Dede Oetomo, Now you See It, Now You don’t: Homoseksual Culture in


(47)

gay biasanya dapat melakukan hubungan seks dengan laki-laki heteroseks

maupun homoseks45

C. Coming out

1. Pengertian coming out

Coming out merupakan ciri khas pengalaman lesbian dan gay yang merupakan bagian pokok dari biografi homoseksual dan juga merupakan bidang utama dalam riset akademis mengenai homoseksual. Ada beberapa

pengertian mengenai coming out46

"On the one hand, there are those who regard coming out as a"road to

Damascus' experience, a single moment of recognition of one's true' self, a gestalt shift in which the label of the derided other is applied to one's self"

Dari pengertian di atas, coming out didefinisikan sebagai jalan yang

penuh bahaya bagi homoseksual, saat untuk mengakui kebenaran mengenai diri sendiri, dan mengesahkan label yang menghina yang diberikat oleh orang lain terhadap mereka.

"On the other hand there is the more popular and realistic view that coming

out is a long and winding road, a series of realignment in perception,

evaluation, an commitment, driven by affirmation I am gay"

45

Sulistyowati Endah, Skripsi : Peran waria danalm Seksualitas laki laki, Depok : FISIP UI, 2003, h. 12.

46

Davies Peter, The role of disclosure in coming out among gay men Modern Homosexualities : Fragments of lesbian an gay Experience, London – Routledge. 1992, h.78.


(48)

Dari pengertian di atas, coming out merupakan jalan panjang yang penuh liku, rangkaian pembentukan persepsi, evaluasi, dan komitmen yang menegaskan bahwa saya adalah gay. Lewin mempertegas dengan mengatakan

Coming out as a process of discovering one's true self"47

Pengertian ke dua dari definisi memiliki ke miripan bahwa coming out

merupakan proses penemuan diri yang sebenarnya. Melihat beberapa

pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa coming out merupakan

suatu penegasan kehomoan seorang individu terhadap diri sendiri dan orang lain, yang mengandung risiko berbahaya.

Artinya individu mau tidak mau harus siap menerima label dari oranglain yang menghina dirinya karena kehomoannya, dan dalam lingkup

yang lebih luas, hidup dalam masyarakat yang memusuhi48 Seperti telah

diuraikan di atas, dengan coming out berarti homoseksual berisiko untuk

dihina. Jika demikian, pasti ada sesuatu yang memaksa mereka untuk coming

out itu bisa berupa peristiwa atau kondisi yang membuat homoseksual

memilih untuk coming out daripada terus menyembunyikan orientasi seksual

mereka yang sebenarnya. Peristiwa atau kondisi yang mendorong coming

out-nya gay tersebut, disebut critical incident, yang juga akan dibahas dalam

bab ini. Peneliti memasukkan critical incident dalam kategori tahap-tahap

47

Lewin Ellen, Lesbian Mothers : Accounts of Gander in American Culture, NY: Cornell University Press 1993, h. 20.

48

Paul And Weinrich, Homoseksuality sociality psychological and biological issue, CA: sage publication 1982, hal. 144.


(49)

dalam proses coming out Namun, sebelum membahas critical incident, akan dibahas proses yang mendahuluinya, yaitu mulai timbulnya rasa tertarik homoseksual pada sesama jenis, yang sama dengan heteroseksual, timbul pada usia remaja

Kebanyakan individu mengeksplorasi dan mengintegrasikan identitas seksual mereka ke identitas pribadi mereka selama masa remaja. Perkembangan identitas seksual bisa sangat sulit untuk mereka yang menemukan bahwa mereka gay, lesbian, atau biseksual. Perkembangan identitas seksual mereka, yang dikenal sebagai "proses coming-out," diharapkan untuk mempengaruhi berbagai adaptational (misalnya, fungsi psikologis) dan (misalnya, tindakan seksual) yang berhubungan dengan kesehatan perilaku. Proses coming-out, pada gilirannya, dipengaruhi oleh stres dan kekuatan dibawa untuk menanggung permasalahan tersebut: tingkat retorika anti gay dan perilaku dalam masyarakat, kukuatan para pelaku homoseksual memanfaatkan komunitas gay dan lesbian untuk melawan stigmatisasi masyarakat homoseksualitas dan menimbulkan rasa kekompakan pada komunitas dan pemberdayaan di antara para anggotanya, dan diharapkan meningkatkan kompetensi (misalnya, harga diri, keterampilan

problemsolving).49

49

Erikson, Journal : Childhood and society. New York: Norton. Erikson, E. H. Identity: Youth and crisis. (1968). New York: Norton, h. 7.


(50)

2. Pra Coming out

Kesadaran diri terhadap interes seks sesama jenis biasanya merupakan proses yang lambat dan menyakitkan. Individu-individu yang menyadari

perasaan-perasaan tersebut kemungkinan besar akan menolak,

menghilangkan, dan merepres (secara tidak sadar menekan ke

unconsciousness). Pre-coming out adalah proses kesadaran yang

preconscious terhadap adanya identitas seksual terhadap sesama jenis. Konsekuensi yang paling jelas dari kesadaran ini adalah adanya dampak negatif terhadap konsep dri. Individu-individu pada tahap ini sering membentuk konsep diri yang negatif karena sikap masyarakat yang negatif terhadap homoseksualitas dan mereka mempresepsikan diri mereka sama seperti bagaimana masyarakat mempersepsikan mereka yaitu berbeda, sakit, bingung, tidak moral, dan depresi. Individu-individu merasakan penolakan tak langsung ketika mereka mendengar teman-teman sebaya, para pemimpin agama atau keluarga membuat pernyataan-pemyataan yang negatif mengenai kaum homoseksual dan homo- seksualitas. Penolakan tak langsung ini biasanya dirasakan sangat mendalam. sehingga menahan mereka untuk mengungkapkan aspek yang ada dalam diri mereka tersebut kepada siapa pun setiap saat kaum homoseksual mengingkari validitas dari perasaan mereka atau menahan untuk tidak mengekspresikan diri,


(51)

pada saat yang sama ia melukai dirinya sendini la membalikkan energinya ke dalam dan melakukan supresi (secara sadar menekan ke

unconsciousness) vitalitas yang dimilikinya50

Individu-individu pada tahap ini tidak membuka diri kepada siapa pun termasuk kepada terapis mereka. Ini bukan karena mereka aktif menyem- bunyikan informasi ini, tapi karena secara tidak disadari terproteksi oleh

mekanisme pertahanan diri seperti denial, supresi (secara sadar menekan ke

unconsciousness), dan represi. Sebagian mengikuti terapi karena mengeluh adanya masalah-masalah umum seperti depresi konsep diri yang buruk, kurang jelasnya tujuan hidup, dan/atau hubungan interpersonal yang buruk. Sebagian semata-mata merasa tidak cocok dengan orang-orang lain.

Konflik pada tahap ini dipecahkan dengan cara yang berbeda-beda.

Beberapa individu memutuskan untuk bunuh diri. Lain-lainnya

menyembunyikan kecenderungan seksual mereka yang sesungguhnya dari diri mereka sendiri maupun orang lain dan terus menderita depresi tingkat rendah yang kronis. Satu satunya pemecahan yang sehat untuk tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengakui kepada diri sendiri adanya perasaan-perasaan dan interes homoseksual. Pada saat inilah teradi individuasi.

50

Paul, Weinrich Gonsiorek & Hotvedt , Homosexuality:Social,Psychological and Biological Issues, London: SAGE Publication. 1982, h.221.


(52)

3. Proses coming out

Pada proses ini menggambarkan peningkatan kemampuan beradaptasi sebagai individu menyesuaikan orientasi seksual nya dalam masyarakat di mana heteroseksual adalah norma dan homoseksualitas adalah stigmatisasi. Proses adalah salah satu pembentukan identitas dan integrasi.

Terdiri dari menjelajahi identitas seksual yang muncul dan

mengurangi disonansi kognitif dikaitkan dengan evaluasi negatif

diinternalisasi gay, lesbian, dan biseksual. integrasi identitas termasuk penerimaan seseorang gay, lesbian, biseksual identitas dan berbagi aspek diri dengan individu lainnya. Proses ini memiliki kognitif, perilaku, dan dimensi sikap51

Membuka diri merupakan suatu proses bukan hanya sekedar menyatakan kepada orang lain bahwa dirinya adalah seorang gay. Proses ini melibatkan berbagai elemen seperti preferensi seksual seseorang, pengalaman dengan orang lain dalam sosialisasi peran seksual, proses realisasi mengenai identitas seksual, perilaku dan komitmen untuk gay hidup homoseksual.

Membuka diri dibagi menjadi empat tahapan, yaitu (1) sensinitasi (2)

disosiasi dan signifikansi (3) membuka diri (coming out) (4) komitmen

51

Cass, V. C, Homosexual identity formation: Testing a theoretical model. Journal of Sex Research, (1984), h.143.


(53)

1. Sensinitasi

Pada tahap ini, individu mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Di tahap ini individu dapat menilai dirinya berbeda dari yang lain melalui tanggapan yang ia dapat dan lingkungan sekitarnya atas dirinya tersebut.

2. Disosiasi dan signifikansi(dissociauon and signification).

Di tahap ini seorang gay menyadari bahwa dirinya memiliki ketertarikan khusus terhadap sesama jenisnya yang dapat digambarkan melalui perilakunya. Ketertarikan ini dapat dipisahkan dalam bentuk ketertarikan secara seksual maupun emosional. Di tahap ini, biasanya individu yang menyadari bahwa dirinya menyukai laki laki kerap kali menyangkal perasaannya tersebut

3. Membuka diri (coming out)

Tahap ini merupakan tahap pendefinisian diri sebagai seorang homoseksual. Pada tahap ini individu mulai terlibat dengan aktivitas homoseksual dan berusaha mendefinisikan kembali bahwa homoseksualitas merupakan suatu hal positif dan layak di masyarakat. Pada tahap individu mulai terlibat secara aktif dalam organisasi organisasi kelompok homoseksual, dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan yang dipilihnya. Di tahap ini pula. Individu juga mencoba untuk menyatakan mengenai konsep dirinya sebagai seorang gay kepada kepada orang lain.


(54)

4. Komitmen

Pada tahap ini individu menjadikan gay sebagai pilihan hidupnya, yaitu preferensi homoseksual individu telah terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan sosialnya. Tahap ini merupakan kombinasi antara seksualitas dengan emosional. yaitu contohnya individu menjalin relasi hubungan kekasih dengan pasangan laki-laki.

Proses coming out yang terdin dari beberapa tahap perkembangan

yang terjadi pada seorang gay sebelum sampai pada tahap tahap tersebut, sebelummya akan dibahas mengenai critical incident yang menjadi pemicu

terjadinya coming out pada homoseksual, lalu distressing dalam coming out.

Ada beberapa alasan utama yang mendasari terjadinya coming out.

a. Critical Incident

Critical incident adalah hal yang memberikan dampak paling besar terhadap teryadinya suatu peristiwa. Kehadiran seseorang bisa menjadi critical incident bagi kemajuan atau kelambatan produktivitas orang lain dalam melakukan pekerjaannya. Maka, setiap orang tersebut hadir, produktivitas orang lain menjadi terpacu atau terganggu. Demikian juga pada homoseksual. Ada peristiwa atau kondisi yang tak tertahankan bagi homoseksual, sehingga membuatnya memilih untuk menunjukkan orientasi seksualnya yang


(55)

sebenarya dari pada menyembunyikan nya52. Waktu antara individuasi(mengakui kepada diri sendiri bahwa dirinya homoseksuall sampai memutuskan bahwa dirinya adalah gay) Renuang waktu yang begitu panjang menunjukkan betapa lamanya waktu yang dibutuhkan oleh homoseksual untuk "berani" ke luar dari tempat persembunyiannya untuk menunjukkan identitas diri yang sebenamya b. Distressing dalam Coming out

French menyatakan bahwa titik balik dalam comingout merupakan

pengalaman yang sangat menyakitkan dan distressing bagi semua gay,

karena ini merupakan peristiwa ketika seksualitas gay atau lesbian diungkapkan dan dikonfirmasikan.

Walaupun mungkin pasangan dari gay/lesbian menyadari ke-gay-an ke-lesbian-an pasangannya sebelum mereka menikah, heteroseksual itu sendiri tetap berasumsi bahwa mereka akan hidup dalam perkawinan heteroseksual dan keluarga yang nyata Selanjutnya akan

dibahas tahap-tahap dalam proses coming out menurut tiga ahli yang

diperkuat oleh hasil-hasil penelitian para ahli lainnya53

52

Lewin Ellen, Lesbian Mothers : Accounts of Gander in American Culture, NY: Cornell University Press 1993, h. 37.

53

Davies Peter, The role of disclosure in coming out among gay men Modern Homosexualities : Fragments of lesbian an gay Experience, London – Routledge. 1992, h.89.


(56)

4. Alasan yang Mendasari Terjadinya Corning out

Coming out ditandai dengan beragam pengalaman dengan berbagai respons dan strategi. Ada tiga alasan utama yang mendasari terjadinya coming out:

a. wanting more time, apabila seorang gay membuka onentasi seksualnya kepada istri/pacar wanitanya, karena gay tersebut memerlukan waktu untuk mengeksplorasi seksualitasnya dalam dunia gay.

b. finding suspicious clues, apabila seorang wanita heteroseksual menemukan tanda-tanda yang menimbulkan kecurigaan mengenai orientasi seksual suami/pacar prianya (contohnya : setelah menemukan majalah gay dirumah mereka, menurunnya ketertarikan seksual suami, meningkatnya waktu yang digunakan oleh suami/pacar pranya untuk bersama-sama dengan teman sesama jenisnya).

c. being caught in the act, apabila seorang wanita mengetahui orientasi seksual suami/ pacar prianya setelah suami/pacar prianya dituntut oleh polisi karena ketahuan berbuat mesum di tempat umum atau karena hasil pemeriksaan medis bahwa suami/pacar prianya terjangkit penyakit AIDS, atau suami/pacar prianya tertangkap basah sedang bersetubuh

dengan sesama jenis54

54

Davies Peter, The role of disclosure in coming out among gay men Modern Homosexualities : Fragments of lesbian an gay Experience, London – Routledge. 1992, h.78.


(57)

5. Tahap-tahap Perkembangan dalam Proses Coming out

Tahap-tahap perkembangan pada gay yang terjadi dalam proses coming out Pembahasan ini mengacu pada tiga ahli. Jumlah tahap antara masing-masing ahli berbeda, yaitu :

a. Tahap tahap menurut Davies

Davies menyatakan bahwa ada 2 tahap dalam proses coming out yaitu

individuasi dan disclosure. Individuasi adalah proses psikologis

internal di mana seseorang sampai pada pengakuan kehomoannya dan disclosure adalah proses dimana orang orang lain mengetahui atau memang belajar adanya fakta bahwa individu yang bersangkutan itu

gay. Jadi disclosure bisa merupakan proses aktif atau bisa pula

merupakan proses pasif dari gay itu sendiri. Disclosure bisa teriadi

dalam dua bentuk, yaitu compartmentalization (kompartementalisasi)

dan collusion (kolusi). Kompartementalisasi adalah kondisi di mana gay membagi kehidupannya menjadi dua wilayah. Wilayah yang pertama terdiri dari orang-orang yang mengetahui bahwa dirinya gay. Wilayah yang kedua terdiri dari orang-orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya gay. Dalam kompartementalisasi, gay berusaha memastikan bahwa orang-orang dari wilayah yang satu, tak seorang pun kenal dengan orang-orang dari wilayah yang satunya lagi. Dengan kata lain, kehidupan dipisah-pisahkan menjadi beberapa wilayah atau area, di mana pada wilayah yang satu ia dikenal sebagai


(58)

gay pria homoseksual, tetapi pada wilayah yang lain ia dikenal sebagai pria heteroseksual. Wilayah-wilayah tersebut dipisahkan oleh jarak yang berkilo-kilometer. Contohnya di antara teman-teman kerja seseorang yang tahu bahwa ia adalah gay, tak seorang pun kenal dengan teman-teman kuliahnya di kota lain yang tidak tahu bahwa ia adalah gay, Selanjutnya kolusi adalah kondisi di mana terjadi disclosure, yaitu gay yang membuka rahasia tentang dirinya kepada orang lain, bersepakat dengan satu atau beberapa orang yang mengetahui rahasia untuk menjaga informasi ini agar tidak diketahui oleh orang-orang lain. Kolusi terdiri dari dua bentuk. Pertama, informasi diketahui oleh beberapa orang, dan mereka menjaga agar informasi ini tidak diketahui oleh satu atau dua orang tertentu contohnya: Sekeluarga (ibu, Ayah, dan saudara-saudara) menjaga agar kakek dan nenek tidak tahu. Dalam contoh kasus kakek dan nenek, biasanya seluruh anggota keluarga akan setuju bahwa lebih banyak ruginya daripada untungnya jika memberitahu kakek dan nenek, karena akan membuat mereka resah. Kedua, informasi diketahui oleh satu atau dua orang tertentu saja, sedangkan kebanyakan orang tidaktahu. Contohnya hanya kakak perempuan a teman terdekat di kantor yang tahu.

b. Tahap Tahap menurut Greene

Greene juga membagi proses coming out dalam dua tahap, dengan


(59)

coming out didefinisikan sebagai realisasi yang paling sederhana dari

orientasi seksual seorang gay atau lesbian dan disclosure yang

kemudian terjadi dari orientasi itu kepada orang-orang lain55. Aspek

fenomenologis dari proses ini rumit dan melibatkan proses di mana seorang individu membentuk perasaan sebagai gay atau lesbian, yang melintasi life span dalam suatu kultur yang melegitimasi sering berupa sanksi secara agama reaksi reaksi negative yang intens terhadap orang-orang semacam itu Argumen-argumen agama sering dan secara selektif digunakan untuk membenarkan perilaku yang menghukum dan menolak gay, yang memfungsikan sikap sikap sosial yang negatif terhadap gay

c. Tahap Tahap Menurut Gonsiorek

Ia menyatakan bahwa proses ini lebih jelas bagi pria yang coming out

selama periode remaja dibandingkan bagi wanita, dan di awal usia remaja, pria cenderung berperilaku berdasarkan keinginan seksual

mereka la menyebutkan bahwa perbedaan-perbedaan dalam

perkembangan identitas yang disebabkan oleh perbedaan sosialisasi gender merupakan salah satu hal yang menentukan pria lebih jelas

dalam coming out dibandingkan wanita.56

55

Greene and Herek, Lesbian and Gays coupels families, Francisco : Jossy bass 1994, h. 90.

56 Gonsiorek JC,

Mental health issue of gay and lesbian adolescents, Journal of Adolescent heath care, 1988, hal 112.


(60)

BAB III

GAMBARAN UMUM INFORMAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum dari para informan,

yaitu mereka sebagai seorang gay dan yang sudah memutuskan untuk coming out.

A . Profil Informan 1

a) Biodata Informan

1. Nama : "D"

2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 11 agustus 1994

3. Usia : 22 Tahun

4. Jenis kelamin : Pria

5. Domisili : Bogor – Cilandak

6. Agama : -

7. Status : Belum Menikah

8. Tahun Coming out : 2012

9. Pofesi : Pegawai Swasta

10.Pendidikan Terakhir : SMP

11.Suku : Jawa

12.Hobby : Dance


(61)

b) Riwayat Menjadi Gay

"D" merasakan ada sesuatu yang berbeda pada dirinya saat berada di bangku SMP. Ia merasa lebih tertarik dengan sesama jenis dan tidak menyukai lawan jenis nya yaitu perempuan. Ia lebih merasa memiliki ketertarika apabila sedang dekat dengan pria dari pada wanita. Namun ia tidak mengerti apa maksud dari hal tersebut. Tepat nya pada tahun 2008 "D" mulai mencari tau mengenai permasalahannya tersebut hingga ahirnya ia menyadari bahwa ia adalah seorang gay dan memutuskan untuk diam saja karena tidak mengetahui apa yang harus ia lakukan. Tahun 2011 ia mencari tau kembali apa itu gay dan mulai memahami nya. Setelah ia mengetahui apa itu gay secara cukup detail melalui group homoseksual yang ada di facebook iya pun merasa bahwa ia tidak sendirian dan tidak mau mengelak mengenai permasalahan orientasi seksualnya.

Awal nya ia mengetahui bahwa menjadi seorang gay adalah salah. Namun disisi lain ia merasa bahwa hal ini bukanlah keinginannya sendiri untuk menjadi seorang gay. Ia merasa ini memang sudah menjadi takdir yang diberikan kepadanya. "D" menjadi seorang gay di sebabkan karena orang tua nya yang tidak harmonis, ia tidak pernah mendapatkan sedikitpun sosok seorang ayah saat ia masih kecil. "D" tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya di sayang dan diperhatikan oleh seorang ayah. Hingga akhirnya ia mencari sosok tersebut saat sudah beranjak dewasa


(62)

c) Peran Keluarga

"D" mengatakan kepada ibu serta adik adiknya bahwa ia adalah seorang gay yang memiliki permasalahan dalam orientasi seksual. Saat mendengarkan hal tersebut Ibu "D" yang saat ini usianya 50 tahun pun kaget dan juga kecewa. Lalu "D" mengatakan bahwa hal ini terjadi karena hubungan ibu dan ayah yang tidak harmonis. Ia merasa bahwa selama ini hidup tanpa seorang ayah membuat nya haus akan kasih sayang. Ia sangat menginginkan kasish saya dari seorang pria, ia ingin seperti anak anak yang lain yang suka bermain dengan ayahnya dan "D" pun menjelaskan kepada ibunya bahwa untuk menjadi gay bukan sebuah pilihan tetapi ini seperti memang sudah ada pada dirinya. Hingga akhirnya ibunya mulai menerima dengan hal ini.

Namun Ibu "D" pernah mengatakan bahwa ia berharap kalau kelak "D" dapat berubah dan bisa memiliki istri dan anak dikemudian hari namun ibunya tidak memaksakan hal tersebut. mendengar hal tersebut "D" tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat ia akan menyukai perempuan lalu menikah. Segala kemungkinan dapat terjadi nanti nya.

Orang tua "D" sangat mendukung segala bentuk kegiatan yang dilakukan nya. Karena ia tidak tinggal satu rumah, orang tua dan adik adik "D" hanya berkomunikasi melalui telfon atau SMS. Terkadang "D" apa bila sedang mendapatkan libur dari kantor nya ia memutuskan untuk pulang dan bertemu keluarganya.


(63)

d) Pemahaman Mengenai Coming out

"D" memutuskan coming out pada tahun 2011 kepada orang tua serta

keluarganya. Ia merasa bahwa hal tersebut tidak perlu untuk di tutupi dan mau menjalankan hidup dengan tenang tanpa harus merasa takut tidak diterima orang banyak mengenai permasalahan orientasi seksualnya tersebut.

Ia tidak mau menjadi orang yang munafik. Setiap orang yang

mengalami permasalahan orientasi seksual harus berani melakukan coming

out. Karena apa bila ditutupi kasihan kepada mereka yang mempunyai

perasaan lebih kepada nya (lawan jenis) sedangkan ia tidak menyukai mereka. Menyimpan kebohongan apapun suatu saat pasti akan terungkap

e) Pengalaman Coming out Di Lingkungan Hetroseksual

"D" awalnya memutuskan untuk coming out kepada keluarganya saja

karena belum merasa orang disektiar nya perlu tahu mengenai permasalahan yang ia alami. Namun dengan berjalannya waktu ia tidak mau lagi menutupi hal tersebut. Ia mulai bercerita dengan teman dekat cowo nya berinisial "K" dan respond dari temannya cukup kaget dan tidak percaya.

Namun "D" menceritakan semua nya dengan jelas kepada temannya tersebut mengenai hal yang ia alami. Dan mengapa akhirnya ia menjadi gay. Setelah mendengar pernyataan dengan baik akhinya temannya pun menerima dengan baik tanpa mempermasalahkan hal tersebut


(64)

Saat mulai berkerja ia semakin terbuka dengan siapa pun yang menanyakan mengenai masalah orientasi seksualnya. Setelah banyak orang yang tau hal tersebut "D" sering dijadikan bahan omongan oleh banyak orang. Namun ia tidak memperdulikan hal tersebut karena menurutnya masalah orientasi seksual adalah hal yang sangan pribadi, sehingga setiap orang tidak perlu ikut campur. Walaupun "D" sering di jadikan bahan omongan oleh banyak orang di lingkungan hetroseksual namun ia tetap tidak mau menyembunyikan hal tersebut karena menurut "D" menjadi diri sendiri itulah yang terpenting.

B. Profil Informan 2

a) Biodata Informan

1. Nama : R

2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Januari 1995

3. Usia : 22 Tahun

4. Jenis kelamin : Pria

5. Domisili : Bekasi

6. Agama : Islam

7. Status : Belum Menikah

8. Tahun Coming out : 2015


(65)

10.Pendidikan terakhir : SMA

11.Suku : Sunda

12.Hobby : Bernyanyi

13.Jumlah Saudara Kandung : -

: 3 Adik Tiri

b) Riwayat Menjadi Gay

Saat sekolah dasar "R" merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda pada dirinya, karena ia menyukai teman sebangkunya yang berjenis kelamin laki laki. "R" tertarik dan suka sekali dengan laki laki tersebut. Karena saat itu ia masih kecil dan tidak mengetahui apa maksud dari rasa sukanya, ia memutuskan untuk melupakan hal tersebut hingga ia SMP. Saat SMP pun ia merasa memiliki perasaan dengan sesama jenis namun ia masih tidak memperdulikan hal tersebut.

Saat "R" beranjak SMA iya mencari tau mengenai apa yang ia rasakan sejak sekolah dasar itu hingga akhirnya ia mencoba untuk mencari tau melalui media sosial twitter. Ia pun kaget karena ternyata diluar sana banyak sekali orang yang merasakan hal yang sama dengan dirinya dan banyak sekali akun khusus para gay. Lalu setelah mengetahui hal tersebut ia pun mengamati nya setiap hari hingga akhirnya ia paham dengan apa yang ia alami saat ini sebagai seorang gay.


(1)

coming outnya. Namun dengan berjalannya waktu iya sudah dengan mudah dan tenang menceritakan permasalahan yang ia alami ia juga sudah dapat tertawa lepas saat menceritakan hal lucu yang terjadi pada dirinya tanpa malu kepada peneliti. Saat bertemu dengan peneliti informan menggunakan pakaian yang sangat rapih yaitu celana jeans dan kemeja. Setelah kami banyak mengadakan obrolan sesekali informan melihat kearah jam karna ia sudah memiliki janji dengan orang lain setelah ini,

Hasil observasi informan "A"


(2)

Tempat Observasi : Pondok Indah Mall

Orang yang terlihat : Informan "A" dan Pacarnya

Waktu Deskripsi Makna

16.30 – 19.30 WIB

Peneliti mengenal infroman melalui pacarnya yang kebetulan teman main peneliti. Informan adalah orang yang sangat terbuka terlihat dari caranya berbicara dengan peneliti yang terus menerus tanpa takut ada yang mendengar pembahasan kami. Saat bertemu dengan peneliti, infroman menggunakan pakaian yang sangat rapih dan terlihat modis lalu ada beberapa tentengan belanja yang baru ia beli. Saat bercerita dengan peneliti terlihat sekali ia sangat enjoy dengan ceritanya sendiri ia juga tidak terlihat nervous atau

Berdasarkan hasil observasi terlihat sekali bahwa informan adalah orang yang sudah sangat bangga dengan coming out nya. Tanpa ragu iya memegang pacarnya di tempat umum. Iya juga sesorangyang sangat

terbuka mengenai

masalahnya hal itu terlihat saat peneliti tidak perlu banyak bertanya mengenai masalah yang ia lakukan tetapi ia sudah dapat menceritakan semua masalahnya kepada


(3)

cemas apa bila ada yang melihat kami saat sedang berbicara dengan asik. Ia berbicara dengan menggerakan tangannya dan terus menatap peneliti tanpa terlihat ragu. Walaupun kami sedang berada di sebuah mall yang saat itu cukup ramai tapi tanpa ragu informan melakukan kegiatan yang cukup berani bersama pacarnya ditempat umum. Mereka berdua berpegangan tangan dan sesekali ia

mengusap usap kepala

pacarnya. Saat ada yang meperhatikan mereka ber-dua ia pun tidak mempedulikan hal tersebut. selanjutnya kami memutuskan untuk mengobrol sambil jalan jalna disekitar mall dan disaat itu


(4)

Lampiran 6 DOKUMENTASI


(5)

LAMPIRAN 7 KAMUS BAHASA SEKONG

Akika : Aku

Akikah lapangan bola : Aku lapar bo’

Aposeh : Apa

Baheyong : Bahaya

Baper : Kebawa Perasaan Begindang : Begitu

Belanja Belenji : Belanja Belanja Belenjong : Belanja

Cacamarica : Cari Capcus : Pergi

Capcus : Ayo Sekarang

Cuco : Lucu, Bagus, Ganteng, Keren

Cucok : Cocok

Cyin : Panggilan

Diana : Dia

Doi : Dia

Eike : Aku

Ember : Emang

Endaaaaaaaaaang : Enak Gilingan : Gila

Hamidah : Hamil


(6)

Hima Layang : Hilang Jahara : Jahat Jali-Jali : Jalan-Jalan Jayus : joke-garing

Jeruk makan jeruk : Laki laki suka Laki laki

Jeung : Sebutan untuk memanggil seperti tante Keleus : Kali

Kepelong : Kepala Kesandro : Kesana Kesindaaaang : Kesini Krejong : Kerja

Laki gue : Pacar gue atau Pasangan gue Lambreta : Lambat

Lekong : Laki-laki Maharani : Mahal Makarena : Makan

Mursida : Murah

Nanda : Nanti

Ngondek : Seperti wanita Panasonic : panas

Peyem : Perempuan

Sekong : Sakit/Pria yang menyukai sesama jenis

Sepong : Siapa