Pengaruh Pemberian Pupuk K dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI
DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI
PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG

IKA ANDRIANI
A24080034

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN
IKA ANDRIANI. Pengaruh Pemberian Pupuk K dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag.
(dibimbing oleh M.H. BINTORO DJOEFRIE).
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemupukan kalium
terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit sagu (Metroxylon sp). Percobaan
dilakukan di perkebunan milik PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau pada
bulan Februari - Juni 2012.
Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan
satu faktor yaitu dosis pupuk kalium. Pupuk yang digunakan adalah pupuk KCl,

yang terdiri atas 6 perlakuan, yaitu 0, 1.24, 2.49, 3.73, 4,98, dan 6.22 g K/polibag.
Penggunaan pupuk K dikombinasikan dengan pupuk dasar N dan P dengan dosis
masing-masing adalah 6 g N/polibag dan 3 g P/polibag.
Bibit sagu ditanam di bawah naungan paranet 70 %, sebelum penanaman
eksplan dibersihkan dari jaringan mati, kemudian dipangkas sekitar 30 cm di atas
banir. Bibit direndam dalam larutan Dithane M-45 selama 10 menit dan dikeringanginkan. Bibit ditanam dalam polibag berisi tanah gambut yang telah dicampur
dolomit dengan dosis 40 g/polibag, dan di sekitar bibit diberikan Furadan 3 G.
Aplikasi pemupukan dilakukan sehari setelah penanaman.
Pemupukan kalium yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap
peubah yang diamati antara lain panjang daun pangkasan, panjang dan lebar anak
daun pangkasan, panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun 1, persentase hidup
bibit, persentase pemekaran, panjang petiol, jumlah anak daun 1 dan jumlah daun.
Pembentukan akar pada bibit yang belum optimal menyebabkan terhambatnya penyerapan hara kalium yang diberikan. Pemupukan kalium tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sagu juga disebabkan oleh faktor lingkungan
dan media tanah gambut. Sifat tanah gambut yang masam, KTK tinggi dan kejenuhan basa yang rendah menyebabkan sulitnya penyerapan unsur hara.
Sifat kalium yang sangat mobile dan tanah gambut yang memiliki bulk
density yang rendah menyebabkan mudahnya terjadi pencucian hara yang diberikan. Pertumbuhan bibit yang didukung oleh cadangan makanan yang terdapat pa-

da banir dan pembentukan akar yang lambat menyebabkan pengaruh pemupukan
menjadi tidak terlihat.


PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI
DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI
PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

IKA ANDRIANI
A24080034

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul

: PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN
BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN

AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN
SISTEM POLIBAG

Nama

: IKA ANDRIANI

NIM

: A24080034

Menyetujui,
Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr
NIP. 19480108 197403 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura


Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 18 Oktober 1989.
Penulis merupakan anak keempat dari Bapak Sofyan (Alm) dan Ibu Erlina.
Tahun 2002 penulis lulus dari SDN 13 Panampuang, Bukittinggi. Tahun
2005 penulis menyelesaikan studi di MTsN Panampuang, Bukittinggi. Penulis
melanjutkan studi di SMAN 1 Ampek Angkek, Bukittinggi dan lulus pada tahun
2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai salah satu mahasiswa
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui jalur USMI
dari 2008-2012.
Tahun 2010/2011 penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai
salah satu staf internal di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian.
Penulis juga aktif di kepanitiaan kegiatan fakultas maupun departemen. Penulis
juga telah mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor.


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan percobaan “Pengaruh Pemberian Pupuk K dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit
Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag”. Percobaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian pupuk Kalium terhadap bibit sagu sehingga dapat
diketahui dosis optimalnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan kegiatan percobaan maupun dalam penulisan skripsi, terutama kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr. sebagai dosen pembimbing skripsi yang bersedia memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.
2. Keluarga yaitu ibu, kakak dan adik yang selalu memberikan dukungan dan
doa buat penulis dalam pengerjaan skripsi.
3. Dosen penguji yaitu Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si dan Dr. Ir. Suwarto M.Si
yang telah memberikan saran terhadap perbaikan penulisan skripsi penulis.
4. PT. Sampoerna Agro yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan keluarga besar PT. National Sago Prima, terutama Mas Fajar, Kak Warno, Mas Gia, Mas Andri, dan Pak Fahmi.
5. Rekan-rekan satu penelitian sagu yang turut membantu dalam kegiatan penelitian, yaitu Almagit Husni Hofsah, Hesti Yulianingrum, Fendry Ahmad,
Rachmad Sumitro, dan M. Iqbal Nurulhaq.
6. Sahabat-sahabat penulis yaitu, Tri Herdiyanti, Rusman Arif, Ulya Zulfa,
A.A. Keswari K, Uswatun Khasanah, Ni Wayan Sindra J, Teh Shandra
dan teman-teman satu bimbingan, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama untuk kemajuan pengetahuan di bidang pertanian.
Bogor, 06 Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xi

PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan .............................................................................................

Hipotesis .........................................................................................

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Botani dan Karakteristik Morfologi ...............................................
Syarat Tumbuh ...............................................................................
Pembibitan ......................................................................................
Pupuk Kalium ................................................................................

3
3
4
4
5

BAHAN DAN METODE ..........................................................................

Tempat dan Waktu .........................................................................
Bahan dan Alat ...............................................................................
Metode Penelitian ...........................................................................
Pelaksanaan Penelitian ...................................................................
Pengamatan ...................................................................................

8
8
8
8
9
9

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
Hasil ...............................................................................................
Pembahasan ....................................................................................

11
11
27


KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
Kesimpulan ....................................................................................
Saran ...............................................................................................

32
32
32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

33

LAMPIRAN ...............................................................................................

36

DAFTAR TABEL

Nomor


Halaman

1.

Persentase Hidup Bibit Sagu .......................................................

14

2.

Persentase Hidup Bibit Sagu (Transformasi)................................

14

3.

Persentase Pemekaran Daun........................................................

15


4.

Persentase Pemekaran Daun (Transformasi).................................

16

5.

Rataan Panjang Daun Pangkasan ...............................................

17

6.

Rataan Panjang Anak Daun Pangkasan .....................................

18

7.

Rataan Lebar Anak Daun Pangkasan .........................................

19

8.

Rataan Panjang Daun 1 ..............................................................

20

9.

Rataan Panjang Anak Daun 1 .....................................................

21

10. Rataan Lebar Anak Daun 1 .........................................................

22

11. Rataan Jumlah Daun ...................................................................

23

12. Rataan Panjang Petiol Daun 1......................................................

24

13. Rataan Jumlah Anak Daun 1.......................................................

25

14. Bobot Basah dan Bobot Kering Bibit Sagu..................................

26

15. Rata-Rata Suhu dan Kelembaban ................................................

27

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Layout Percobaan........................................................................

37

2. Rekapitulasi Sidik Ragam............................................................

38

3. Pertumbuhan Bibit Sagu pada10 MSA .......................................

41

4. Analisis Tanah Sebelum Pemupukan ...........................................

42

5. Analisis Tanah Setelah Pemupukan...............................................

43

6. Kriteria Penilaian Sifat Tanah.............................................. .......

44

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Kegiatan Pemeliharaan....................................................... .......

12

2. Bibit Tua .....................................................................................

12

3. Bibit Muda ..................................................................................

12

4. Bibit Membusuk .........................................................................

13

5. Bibit Terserang Jamur ................................................................

13

6. Persentase Hidup Bibit Sagu .......................................................

15

7. Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu......................................

16

8. Panjang Daun Pangkasan.............................................................

17

9. Panjang Anak Daun Pangkasan....................................................

18

10. Lebar Anak Daun Pangkasan........................................................

19

11. Panjang Daun 1..............................................................................

20

12. Panjang Anak Daun 1....................................................................

21

13. Lebar Anak Daun 1.......................................................................

22

14. Rata-Rata Jumlah Daun................................................................

23

15. Panjang Petiol Daun 1....................................................................

24

16. Jumlah Anak Daun 1......................................................................

25

17. Bobot Kering Akar dan Tajuk.......................................................

26

PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman
jenis tanaman pangan penghasil karbohidrat, baik yang berasal dari biji dan non
biji. Karbohidrat yang berasal dari biji misalnya, padi, jagung, gandum, dan sorghum. Karbohidrat non biji dapat diambil dari tanaman seperti singkong, sagu, ubi
jalar, sukun, dan talas. Kebutuhan karbohidrat masyarakat dunia yang semakin
meningkat setiap tahunnya menyebabkan tanaman penghasil karbohidrat dari biji
tidak lagi bisa menjadi satu-satunya penopang sumber pangan, sehingga diperlukan diversifikasi ke karbohidrat non biji.
Karbohidrat non biji memiliki keunggulan tersendiri baik dalam budidaya
maupun pemanfaatannya bagi manusia. Sagu (Metroxylon sp) adalah salah satu
tanaman pangan yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan alternatif. Sagu merupakan tanaman yang paling produktif dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain. Sagu yang dikelola dengan baik dapat memproduksi 20-40 ton
pati kering/ha/tahun (Bintoro et al., 2010).
Sagu belum dibudidayakan secara maksimal dan pada umumnya masih
tradisional karena masih terbatasnya informasi mengenai teknik budidaya sagu,
salah satunya dari aspek pembibitan. Pembibitan sagu dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Kedua metoda pembibitan ini memiliki tingkat keberhasilan
yang berbeda. Menurut Bintoro et al. (2010), pembibitan secara vegetatif diambil
dari anakan sagu yang berasal dari pohon induk sagu yang produksi patinya tinggi, umumnya pembibitan dengan anakan memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi dibanding pembibitan secara generatif. Dormansi benih yang lama menyebabkan tingkat keberhasilan perkecambahan kecil.
Aspek pembibitan sagu merupakan suatu tindakan budidaya yang penting
untuk diperhatikan karena keberhasilan anakan sagu untuk menjadi tanaman yang
sempurna ditentukan oleh perlakuan pada saat pembibitan. Pemupukan tanaman
saat di pembibitan dapat menjadi salah satu upaya untuk menyediakan unsur hara

bagi tanaman. Unsur hara yang diberikan dapat meningkatkan daya hidup, sehingga tanaman dapat berkembang dan berproduktivitas tinggi.
Kalium merupakan salah satu unsur hara esensial yaitu, unsur hara yang
sangat diperlukan oleh tanaman dan fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain, sehingga bila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di
dalam tanah, tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Kalium dalam tanaman
berperan sebagai aktivator berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta enzim-enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan
pati (Lakitan, 2001).
Pengaruh pemupukan kalium terhadap pertumbuhan awal bibit sagu belum
diketahui, sehingga pengkajian tentang efektivitas pemupukan kalium menjadi
penting untuk dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman sagu saat pembibitan.

Tujuan
Percobaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan mengetahui dosis
pemupukan kalium yang optimal pada tanaman sagu saat fase pembibitan.

Hipotesis
Pemberian pupuk kalium terhadap sagu saat pembibitan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sagu dan dapat diketahui dosis
optimal pupuk kalium yang diberikan saat pembibitan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Karakteristik Morfologi
Sagu (Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari famili Palmae.
Jenis-jenis sagu menurut Bintoro et al. (2010) yaitu :
a. Metroxylon sagus Rottb. (Sagu Molat)
b. Metroxylon rumphii Mart (Sagu Tuni)
c. Metroxylon silvester Mart (Sagu Ihur)
d. Metroxylon longispinum Mart (Sagu Makanaru)
e. Metroxylon micracanthum Marti (Sagu Rotan)
Sagu hanya memiliki satu batang dan tidak bercabang karena hanya mempunyai satu titik tumbuh. Batang sagu yang berbentuk silinder memiliki diameter
50-90 cm (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Batang sagu berperan sebagai tempat penyimpan pati, sehingga semakin
berat dan panjang batang sagu semakin banyak pati yang terkandung didalamnya.
Produktivitas pati sagu bervariasi tergantung pada jenis tanah. Menurut Jong et al.
(2006), pati yang tersimpan pada batang sagu dapat mencapai sekitar 200 kg pati
kering.
Sagu memiliki daun sirip menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada pelepah (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pohon sagu dewasa memiliki 18 pelepah daun dengan panjang 5-7 m dan setiap pelepah memiliki 50 pasang daun dengan
panjang 60-180 cm dan lebar 5 cm (Flach, 1983).
Sagu mengeluarkan satu pelepah daun sekitar satu bulan dengan umur daun mencapai 18 bulan (Flach, 1983). Bunga sagu berwarna coklat, bercabang seperti tanduk rusa. Percabangan bunga sagu dapat mencapai cabang tersier, dan pada tiap cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan betina (Haryanto dan
Pangloli, 1992). Bunga jantan masak dan mengeluarkan serbuk sari sebelum bunga betina matang sehingga pembuahan terjadi secara silang. Putik bunga sagu
memiliki tiga sel telur, tetapi hanya satu yang dapat berkecambah (Haryanto dan
Pangloli, 1992).

Buah sagu terbentuk setelah terjadi pembuahan. Buah sagu memiliki bentuk yang bulat dan mengandung biji fertile. Waktu bunga muncul hingga fase
pembentukan buah berlangsung selama 2 tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Syarat Tumbuh
Sagu umumnya tumbuh baik di daerah 10° LU - 10° LS dengan ketinggian
0-700 m dpl (Bintoro, et al., 2010). Pertumbuhan optimum sagu terjadi pada ketinggian 400 m dpl kebawah (Bintoro et al., 2010). Lingkungan tumbuh yang baik
untuk sagu adalah yang bergambut (Bintoro, 2008).
Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang
berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu
tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat
atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Menurut Bintoro (1999) sagu dapat
tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial,
dan hidromorfik. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki tingkat kemasaman tinggi.
Menurut Bintoro et al. (2010) lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang berlumpur, akar nafas tidak terendam, kaya
mineral dan bahan organik. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Pembibitan
Pembibitan pada sagu dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan tanaman sagu umumnya dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan anakan yang tumbuh di sekitar induk. Bintoro et al. (2010) menyatakan bahwa pembibitan secara vegetatif diambil dari anakan sagu yang berasal dari pohon induk sagu yang produksi patinya tinggi, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau. Bibit yang digunakan sudah cukup tua, memiliki pelepah dan pucuk yang

masih hidup dan rata-rata bobot bibit 3-4 kg (Bintoro, 2008). Bobot bibit yang
besar memiliki pertumbuhan yang lebih cepat (Bintoro et al., 2010). Anakan dengan banir berukuran besar memiliki kemapuan untuk tumbuh dan berkembang
lebih cepat dibanding banir yang berukuran kecil (Flach, 1983)
Pembibitan dengan anakan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi
dibanding pembibitan secara generatif. Kasi dan Sumaryono (2006), menyatakan
bahwa perbanyakan dengan anakan menghasilkan tanaman yang lebih seragam.
Menurut Usman (1996), penyediaan bibit sagu secara generatif dengan biji tingkat
keberhasilan perkecambahannya kecil karena masa dormansi benih yang lama.
Kueh (1977) dalam (Flach, 1984) menyatakan bahwa penggunaan abut
atau potongan bagian basal anakan lebih baik untuk perbanyakan vegetatif karena
abut lebih kuat/tahan dan mudah dipisahkan dari tanaman induknya. Anakan yang
akan diambil harus dipotong secara hati-hati agar tidak melukai induknya. Anakan
dapat diambil pada pohon sagu yang telah dipanen untuk mencegah pelukaan pada induk saat pengambilan anakan (Flach, 1984).
Menurut Flach (1984), ada beberapa metode yang dapat meningkatkan
pertumbuhan sagu yang disemai di polibag :
1. Anakan yang digunakan harus besar karena sumber makanannya berasal
dari banir.
2. Daun-daun dipangkas kecuali daun tombak (calon daun baru) dan daun
termuda.
3. Tanaman diletakkan dibawah naungan untuk menyesuaikan kondisi lingkungan anakan saat di lapang dinaungi oleh induknya.
4. Pemisahan anakan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi pelukaan pada induk ataupun anakan, karena dapat menjadi tempat tumbuhnya
mikroorganisme.

Pupuk Kalium
Pemupukan merupakan salah satu cara untuk memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Pemupukan harus dilaksanakan secara tepat agar dapat memberikan pertumbuhan yang maksimal bagi tanaman
(Agromedia, 2007).

Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+ (Gardner, 2008). Serapan tanaman akan unsur K dipengaruhi oleh unsur K yang tersedia bagi tanaman.
Semakin besar jumlah K yang tersedia bagi tanaman maka jumlah kalium yang diserap tanaman akan semakin besar pula. Kalium yang tersedia bagi tanaman jumlahnya 1-2 % dari total K dalam tanah, yang terdiri atas K yang dapat dipertukarkan dan ion K+ (Hardjowigeno, 2007).
Kalium yang segera tersedia bagi tanaman hanya berkisar 1-2 % dari jumlah total unsur ini dalam tanah (Soepardi, 1983). Peranan utama kalium dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi
fotosintesis dan respirasi, serta enzim-enzim yang terlibat dalam sintesis protein
dan pati (Lakitan, 2001). Kalium juga berperan dalam mekanisme membuka dan
menutupnya stomata, menjamin ketegaran tanaman, membuat tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit, dan merangsang pertumbuhan akar (Soepardi,
1983).
Unsur K berfungsi sebagai media transportasi yang membawa hara-hara
dari akar termasuk hara P ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Taufiq, 2002). Kurangnya hara K dalam tanaman dapat
menghambat proses transportasi dalam tanaman. Soepardi (1983) menyatakan
sulit tersedianya sebagian besar kalium dalam tanah bagi tanaman karena terfiksasi oleh mineral liat.
Menurut Hardjowigeno (2007), unsur K mudah bergerak (mobile) dalam
tanaman sehingga gejala-gejala kekurangan K pada daun terutama terlihat pada
daun tua, karena daun-daun muda yang masih tumbuh dengan aktif menyedot K
dari daun-daun tua tersebut. Kekurangan kalium pada tanaman dapat menyebabkan daun menjadi kuning, batang lemah, hasil tanaman berkurang, mengurangi resistensi terhadap penyakit dan penurunan kualitas buah (Leiwakabessy, 1998).
Tanaman yang kekurangan kalium akumulasi karbohidratnya rendah karena fotosintesis berjalan lambat.
Gardner et al. (2008) menyatakan tingkat kritis K dalam jaringan tumbuhan relatif tinggi, biasanya sekitar 1.0 % atau 4 kali lipat lebih dari tingkat kritis P.
Hampir seluruh K diserap selama pertumbuhan vegetatif dan hanya sebagian kecil
yang ditransfer ke buah atau biji (Gardner et al., 2008). Tanaman yang cukup K

hanya kehilangan sedikit air karena K meningkatkan potensial osmotik dan mempunyai pengaruh positif terhadap penutupan stomata.
Persediaan K di dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal, yaitu pengambilan K oleh tanaman, pencucian K oleh air, dan erosi tanah. Hilangnya K
dalam tanah juga disebabkan oleh penyerapan kalium oleh tanaman leguminosa,
tomat, dan kentang (Hardjowigeno, 2007). Pupuk K hendaknya tidak diberikan
sekaligus, akan tetapi diberikan beberapa kali pemupukan selama musim tanam
(Novizan, 2002).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di perkebunan sagu PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dari bulan Februari sampai Juni 2012. Analisis tanah dilakukan
di Laboratorium Tanah SEAMEO BIOTROP.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit sagu, media tanah gambut, larutan
Fungisida Dithane M-45, Furadan 3 G dengan dosis 3 g/polibag, dolomit dengan
dosis 40 g/polibag, pupuk KCl, Urea, dan TSP. Bibit sagu dengan kriteria berbentuk huruf L, bebas dari hama penyakit, memiliki pelepah dan pucuk yang
masih hidup. Alat yang digunakan yaitu, polibag ukuran 35 cm x 30 cm, meteran/penggaris, spidol/alat tulis, ember, timbangan analitik, oven, alat budidaya, pH
meter, gunting, dan paranet 70 %.

Metode Penelitian
Metode pengambilan data dilakukan secara langsung dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT).
Perlakuan yang digunakan adalah dosis pupuk dengan 6 taraf dan 4 ulangan, sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan diwakili oleh 50 bibit dengan 24 tanaman contoh, sehingga diperoleh 1200 bibit dan 576 tanaman contoh. Dosis pupuk K yang digunakan dalam percobaan adalah:
P0 : 0 g/polibag

P3 : 3.73 g/polibag

P1 : 1.24 g/polibag

P4 : 4.98 g/polibag

P2 : 2.49 g /polibag

P5 : 6.22 g/polibag

Model linear aditif yang digunakan untuk percobaan ini adalah :
Yij =  + τ i + j +  ij
Yij

= Nilai pengamatan ke-i pada ulangan ke-j yang merupakan penga-

ruh perlakuan dosis pupuk Kalium



= Nilai tengah umum

τi

= Pengaruh perlakuan ke -i (P0, P1, P2, P3, P4, P5)

j

= Pengaruh kelompok ke- j (1, 2, 3)

 ij

= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j
Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh yang bersifat aditif, galat per-

cobaan saling bebas, menyebar normal, dan ragam percobaan homogen. Data hasil
pengamatan dianalisis ragam, dan apabila hasil uji F berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT pada taraf 5 %.

Pelaksanaan
Percobaan diawali dengan pemangkasan bibit 30 cm di atas banir. Bibit
direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g/l selama
10 menit dan dikeringanginkan selama 5 menit. Bibit ditanam di polibag yang sudah diisi tanah yang telah dicampur dolomit dengan dosis 40 g/polibag dan pada
media juga diaplikasikan pupuk dasar N dan P dengan dosis masing-masing 6 g
N/polibag dan 3 g P/polibag, kemudian dilakukan pemupukan K. Pemberian Furadan 3 G dilakukan sebelum penanaman di sekitar bibit.
Percobaan menggunakan paranet 70 % agar tidak terlalu banyak cahaya
matahari yang menyinari bibit, karena sinar matahari langsung yang mengenai bibit dapat menyebabkan pucuk bibit mengering. Aplikasi pupuk dilaksanakan setelah penanaman. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiangan, penyiraman, dan pengendalian hama penyakit.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai 10 MSA (Minggu Setelah
Aplikasi) dengan peubah yang diamati yaitu:
1. Persentase hidup bibit, yaitu dengan membandingkan antara jumlah bibit
yang hidup dengan jumlah bibit yang ditanam.
2. Panjang daun 1 yang diukur dari pangkal banir sampai ujung daun.
3. Panjang daun pangkasan, diukur dari bekas pangkasan sampai ujung daun.
4. Panjang dan lebar anak daun pangkasan dan anak daun 1.

5. Panjang petiol daun 1, diukur mulai dari pangkal banir setelah daun mekar
sempurna
6. Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan daun yang ada
pada bibit baik daun pangkasan maupun daun baru.
7. Persentase pemekaran daun, dihitung berdasarkan total jumlah daun yang
mekar sempurna baik daun pangkasan maupun daun 1.
8. Jumlah anak daun, dihitung dari total anak daun 1 yang telah mekar sempurna.
9. Leaf life span, yaitu mengukur saat mekarnya daun tombak pada bibit
yang ditanam sampai akhir fase hidupnya.
10. Bobot kering akar, petiol, dan rachis yang dikeringkan menggunakan oven
dengan suhu 70 0C selama 48 jam.
Pengamatan juga dilakukan terhadap suhu dan kelembaban selama bibit
ditanam yang dilakukan setiap hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi Umum
Percobaan dilakukan di kebun milik PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau yang dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2012. Kegiatan persiapan
yang dilakukan sebelum pelaksanaan hampir dua bulan, dan kegiatan efektif untuk percobaan selama 3 bulan. Kegiatan persiapan percobaan cukup lama karena
terkendala oleh sulitnya memperoleh alat dan bahan yang digunakan untuk percobaan.
Kendala utama dalam kegiatan persiapan adalah dalam mendapatkan bibit
karena sulitnya mencari pemborong yang bersedia melakukan pengambilan bibit
langsung di lapang. Bibit ditanam menggunakan polibag berukuran 35 cm x 30
cm. Aplikasi pupuk dilakukan 1 hari setelah penanaman. Pupuk K diaplikasikan
langsung pada media yang dikombinasikan dengan pupuk dasar N dan P dengan
dosis masing-masing 6 g/polibag dan 3 g/polibag.
Kegiatan pemeliharaan antara lain penyiraman, pemangkasan bibit yang
kering, pengolesan dithane, dan pengendalian gulma. Penyiraman dilakukan secara intensif setiap pagi dengan menggunakan air gambut. Penyiraman dilakukan
manual sampai kapasitas lapang. Kelembaban di paranet dijaga dengan membasahi tanah di bagian luar polibag.
Bibit yang bagian petiolnya mulai mengering dan membusuk dipangkas
untuk mencegah kematian bibit (Gambar 1a). Pemangkasan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai calon tunas baru. Pencegahan serangan jamur dilakukan dengan pengolesan fungisida pada bagian luka pangkasan (Gambar 1b).
Fungisida tersebut juga digunakan saat bibit terserang jamur, pengolesan dilakukan disekitar petiol.
Kematian bibit setiap minggunya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, disebabkan oleh banyaknya bibit yang terpunai (banir terpotong) dan bibit
muda yang tidak bertahan hidup lama. Bibit-bibit yang tua dengan kriteria petiol
berwarna merah dan segar merupakan bibit yang mampu bertahan sampai akhir

pengamatan. Bibit dengan kriteria tua mampu merangsang pembentukan daun lebih cepat dan segar pada bibit (Gambar 2).

a. Pemangkasan

b. Pengolesan Fungisida

Gambar 1. Kegiatan Pemeliharaan
Bibit yang muda pertumbuhannya cenderung lambat dan saat pertumbuhan
terhenti bibit mulai membusuk. Bibit muda banyak yang belum memiliki daun pada pengamatan terakhir (Gambar 3).

Gambar 2. Bibit Tua

Gambar 3. Bibit Muda.

Faktor lingkungan yang tidak stabil menjadi indikator tingginya serangan
jamur dan ulat sagu yang mengakibatkan bibit membusuk. Gejalanya diawali dengan mengeringnya bagian titik tumbuh kemudian petiol membusuk sampai bagian
bawah. Bibit yang membusuk (Gambar 4) menunjukkan petiol yang berwarna kecoklatan. Serangan jamur paling banyak ditemui pada bagian bibit yang terluka
atau bekas pangkasan (Gambar 5). Biasanya serangan jamur semakin tinggi saat
musim hujan.

Gambar 4. Bibit membusuk

Gambar 5. Bibit terserang jamur

Rekapitulasi Sidik Ragam
Hasil dari rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk
kalium tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sagu. Berdasarkan
peubah yang diamati antara lain panjang daun pangkasan, panjang dan lebar anak
daun pangkasan, panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun 1, persentase hidup
bibit, persentase pemekaran, panjang petiol, jumlah anak daun 1 dan jumlah daun,
tidak terlihat ada pengaruh dari perlakuan pemupukan kalium yang diberikan.
Nilai koefisien keragaman masih tergolong normal bila berada dibawah 20
% (Gomez dan Gomez, 1995). Nilai Koefisien keragaman menunjukkan ketepatan
pada percobaan yang dilakukan. Nilai koefisien keragaman yang tinggi menunjukkan adanya faktor lingkungan yang tidak bisa dikendalikan. Peubah pengamatan
yang diukur ketika bibit sudah memiliki daun yang mekar sempurna seperti persentase pemekaran daun, panjang anak daun 1, panjang petiol dan jumlah anak daun 1 menunjukkan nilai koefisien keragaman diatas 20 %, disebabkan oleh waktu
mekar daun yang tidak serentak.
Bintoro et al. (2010) menyatakan sebaiknya anakan yang diambil untuk
pembibitan seragam, agar bibit memiliki waktu yang tidak terlalu jauh dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Persentase Hidup Bibit
Pengamatan yang dilakukan selama 10 minggu menunjukkan bahwa persentase hidup bibit tidak berbeda nyata terhadap pemupukan kalium yang diberikan. Persentase hidup bibit sampai 4 MSA masih diatas 90 %, namun mengalami penurunan setiap minggunya (Gambar 6). Persentase hidup bibit sampai 10
MSA berkisar antara 67 % - 74.5 % (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-Rata Persentase Hidup Bibit Sagu
Perlakuan
(g
K/polibag)

MSA ke2

3

4

5

6

........%........
0
98.50
94.00
93.50
89.00
85.00
1.24
99.50
96.50
95.50
93.00
92.00
2.49
96.00
95.00
93.50
88.00
85.00
3.73
98.50
97.50
96.00
91.50
89.00
4.98
99.50
97.50
95.50
91.50
86.50
6.22
100.00 97.00
94.00
87.50
87.00
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

7

8

9

10

82.50
88.00
83.50
87.00
81.50
81.50
tn

79.50
84.50
79.00
83.00
74.50
79.00
tn

75.00
80.00
72.00
78.00
70.50
75.50
tn

69.00
74.50
67.00
72.00
69.00
74.00
tn

Sebaran data yang tidak normal pada peubah persentase hidup bibit ditransformasi menggunakan transformasi Arcsin

. Hasil data transformasi ditun-

jukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Persentase Hidup Bibit Sagu (Hasil Transformasi)
Perlakuan
(g
K/polibag)

MSA ke2

3

4

5

0
85.08
75.92
75.26
70.73
1.24
87.97
80.69
77.99
74.86
2.49
80.12
77.43
75.52
69.80
3.73
83.90
81.02
78.65
73.41
4.98
87.97
82.19
77.99
73.57
6.22
90.00
81.34
77.90
69.44
Uji F
tn
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

6

7

8

9

10

67.36
73.74
67.31
71.09
68.53
69.11
tn

65.40
69.77
66.16
69.11
65.07
64.71
tn

63.40
66.89
62.98
65.83
60.12
63.02
tn

60.23
63.54
58.17
62.10
57.49
60.57
tn

56.51
59.79
55.11
58.16
56.47
59.62
tn

120

Persentase Hidup (%)

P0
100
P1
80

P2

60

P3

40

P4
P5

20
0
2

3

4
5
6
7
8
Minggu Setelah Aplikasi

9

10

Gambar 6. Persentase Hidup Bibit Sagu

Persentase Pemekaran Daun
Perlakuan pemupukan kalium juga tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap persentase pemekaran daun. Pemekaran daun masih sedikit < 25 % pada
setiap perlakuan (Tabel 3). Pemekaran daun pada bibit tidak serentak, terlihat pada awal pengamatan masih ada bibit yang belum mekar (Gambar 7).
Tabel 3. Rata-Rata Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu
Perlakuan
(g
K/polibag)

MSA ke2

3

4

5

6

........%........
0
0.50
0.53
1.07
3.41
4.20
1.24
1.50
2.13
6.34
7.04
7.15
2.49
0.00
0.53
1.11
4.55
6.49
3.73
0.00
1.02
4.19
4.36
4.46
4.98
1.00
3.00
5.73
7.39
8.45
6.22
0.00
0.00
2.74
3.49
3.55
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

7

8

9

10

5.57
10.26
11.89
9.05
9.85
7.92
tn

9.14
12.98
14.53
12.55
13.86
15.46
tn

17.84
17.61
19.36
18.95
18.61
22.88
tn

24.56
21.18
23.94
23.94
20.52
24.71
tn

Sebaran data yang tidak normal pada peubah persentase pemekaran daun
ditransformasi menggunakan transformasi Arcsin
tunjukkan oleh Tabel 4.

. Hasil data transformasi di-

Tabel 4. Rata-Rata Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu (Hasil Transformasi)
Perlakuan
(g
K/polibag)

MSA ke2

3

4

5

0
2.03
2.09
4.19
10.26
1.24
2.42
7.12 13.86 14.66
2.49
0.00
2.09
3.04
12.11
3.73
0.00
4.11 11.40 11.66
4.98
2.89
5.07 10.57 12.34
6.22
0.00
0.00
8.15
9.11
Uji F
tn
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

6

7

8

9

10

11.46
14.75
14.71
11.81
13.14
9.18
tn

13.22
18.28
19.96
16.90
16.36
16.17
tn

17.24
20.89
22.32
20.21
19.98
22.72
tn

24.79
24.55
26.00
25.29
23.82
28.34
tn

29.40
27.14
29.26
28.95
25.92
29.69
tn

Persentase Pemekaran (%)

30.00
25.00
P0

20.00

P1

15.00

P2

10.00

P3

5.00

P4
P5

0.00
2

3

4
5
6
7
8
Minggu Setelah Aplikasi

9

10

Gambar 7. Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu

Panjang Daun Pangkasan
Daun pangkasan adalah daun yang muncul setelah pemangkasan, di awal
pertumbuhan masih berupa petiol, kemudian ada yang mekar meskipun daunnya
tidak utuh. Menurut Bintoro et al. (2010), kegiatan pemangkasan pada bibit dapat
merangsang pemunculan tunas. Perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan panjang daun pangkasan bibit sagu.
Pertumbuhan daun pangkasan melambat diakhir ketika daun sudah mencapai pertumbuhan yang optimum sehingga fotosintat yang terdapat pada bibit difungsikan untuk menunjang pertumbuhan daun 1.

Panjang Daun Pangkasan (cm)

20.00
18.00
16.00
14.00

P0

12.00

P1

10.00

P2

8.00

P3

6.00
4.00

P4

2.00

P5

0.00
2

3

4
5
6
7
8
9
Minggu Setelah Aplikasi

10

Gambar 8. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkasan
Pertumbuhan daun pangkasan mengalami peningkatan setiap minggunya,
namun tidak signifikan (Gambar 8). Rata-rata panjang daun pangkasan pada 10
MSA berkisar antara 16.64 cm – 18.88 cm (Tabel 5).
Tabel 5. Rata-Rata Panjang Daun Pangkasan Bibit Sagu
Perlakuan
(g
K/polibag

MSA ke2

3

4

5

6

.........cm.........
0
5.99
7.18
8.78
10.62
12.40
1.24
6.98
8.67
10.76
12.03
13.29
2.49
8.58
9.77
11.11
12.29
13.53
3.73
7.63
8.88
10.44
11.49
12.60
4.98
6.42
8.30
10.02
11.66
13.05
6.22
6.02
6.52
8.39
10.82
12.06
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

7

8

9

10

13.99
14.20
14.81
13.62
14.52
13.45
tn

15.58
15.36
15.83
14.52
16.21
14.64
tn

17.45
16.70
17.43
15.56
17.51
15.84
tn

18.71
17.81
18.13
16.64
18.88
16.81
tn

Panjang Anak Daun Pangkasan
Hasil uji sidik ragam menunjukkan pengaruh pupuk kalium tidak berbeda
nyata terhadap panjang anak daun pangkasan. Pembentukan daun yang tidak serentak dapat menjadi pemicu kecilnya rata-rata panjang anak daun pangkasan. Lebar anak daun berkisar antara 2.27 - 3.44 cm (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-Rata Panjang Anak Daun Pangkasan Bibit Sagu
Perlakuan
(g
K/polibag)

MSA ke3

4

5

6

.....cm.......
0
0.21
0.33
1.09
1.29
1.24
0.09
0.79
1.06
1.08
2.49
0.00
0.15
0.84
1.06
3.73
0.23
0.66
0.69
0.73
4.98
0.16
0.48
0.73
0.81
6.22
0.00
0.41
0.49
0.52
Uji F
tn
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

7

8

9

10

1.59
1.39
1.65
1.03
1.11
1.59
tn

2.34
1.65
1.99
1.73
1.25
2.67
tn

2.83
2.22
2.25
2.03
2.34
3.23
tn

3.05
2.27
2.28
2.89
2.40
3.44
tn

Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa pertumbuhan anak daun

Panjang Anak Daun Pangkasan
(cm)

pangkasan cenderung lambat pada setiap minggunya.
4.00
3.50
3.00

P0

2.50

P1

2.00

P2

1.50

P3

1.00

P4

0.50

P5

0.00
2

3

4
5
6
7
8
Minggu Setelah Aplikasi

9

10

Gambar 9. Pertumbuhan Panjang Anak Daun Pangkasan
Lebar Anak Daun Pangkasan
Rata-rata lebar anak daun setiap minggunya tidak menunjukkan pertambahan yang signifikan (Tabel 7). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak ada
pengaruh perlakuan pemupukan kalium yang diberikan terhadap pertumbuhan lebar anak daun pangkasan.
Berdasarkan Gambar 10, dapat diketahui bahwa pertumbuhan lebar anak
daun pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada pengamatan 10 MSA.

Tabel 7. Rata-Rata Lebar Anak Daun Pangkasan Bibit Sagu
Perlakuan
(g
K/polibag)

MSA ke3

4

5

6

Lebar Anak Daun Pangkasan (cm)

.......cm......
0
0.02
0.04
0.12
0.14
1.24
0.02
0.15
0.18
0.20
2.49
0.00
0.03
0.14
0.19
3.73
0.03
0.11
0.12
0.13
4.98
0.04
0.11
0.16
0.19
6.22
0.00
0.07
0.08
0.08
Uji F
tn
tn
tn
tn
Keterangan: MSA: Minggu Setelah Aplikasi

7

8

9

10

0.15
0.24
0.29
0.19
0.24
0.19
tn

0.26
0.28
0.38
0.24
0.25
0.33
tn

0.34
0.35
0.41
0.29
0.59
0.45
tn

0.39
0.39
0.43
0.39
0.42
0.49
tn

0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
P0

P1

P2
P3
Perlakuan

P4

P5

Gambar 10. Lebar Anak Daun Pangkasan pada 10 MSA

Panjang daun 1
Pemupukan kalium yang dilakukan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang daun 1. Daun 1 mulai muncul saat 4 MSA. Panjang daun 1 meningkat setiap minggunya, pada 10 MSA perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag
memiliki rata-rata panjang daun 16.43 cm (Tabel 8). Perlakuan pupuk kalium dengan berbagai dosis menunjukkan bahwa bibit tidak memiliki respon yang berbeda nyata antar perlakuan (Gambar 11).

Tabel 8. Rata-Rata Panjang Daun 1 Bibit Sagu
Perlakuan
(g K/
polibag)

MSA ke4

5

6

7

8

9

10

........cm........
0
1.24
2.49
3.73
4.98
6.22
Uji F

3.13
4.19
2.13
3.46
3.95
6.48

4.47
5.36
3.74
3.99
4.52
8.39

5.07
6.36
5.21
5.26
5.19
9.86

6.51
7.51
7.06
7.44
6.05
11.78

8.92
8.61
8.83
8.67
6.67
13.84

11.28
10.30
12.07
10.29
9.37
15.19

12.73
11.73
12.69
11.32
11.76
16.43

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

18.00
Panjang Daun 1 (cm)

16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
P0

P1

P2
P3
Perlakuan

P4

P5

Gambar 11. Pertumbuhan Panjang Daun 1 pada 10 MSA

Panjang Anak Daun 1
Pertumbuhan panjang anak daun 1 tidak merata setiap minggunya, bahkan
pada 4 MSA – 5 MSA hanya perlakuan dengan dosis 1.24 g K/polibag dan 6.22 g
K/polibag yang memiliki daun 1. Hasil sidik ragam menunjukkan pemupukan kalium tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang anak daun 1. Perlakuan
P5 dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata panjang anak daun 5.38 cm
pada 10 MSA (Tabel 9).

Tabel 9. Rata-Rata Panjang Anak Daun 1 Bibit Sagu
Perlakuan
(g
K/polibag)

MSA ke4

5

6

7

........cm........
0
0.00
0.00
0.00
0.36
1.24
0.40
0.46
0.46
0.78
2.49
0.00
0.00
0.15
0.42
3.73
0.00
0.00
0.00
0.59
4.98
0.00
0.00
0.00
0.16
6.22
0.25
0.25
0.26
0.96
Uji F
tn
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

8

9

10

0.88
1.28
1.29
1.13
1.12
2.91
tn

3.28
2.08
2.22
2.11
1.81
4.64
tn

4.11
2.32
2.79
2.34
2.13
5.38
tn

Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa pertumbuhan panjang anak daun 1
dari 2 MSA - 6 MSA sangat lambat, kemudian laju pertumbuhannya mulai meningkat pada 7 MSA.

Panjang Anak Daun 1

6.00
5.00
P0

4.00

P1

3.00

P2

2.00

P3
P4

1.00

P5
0.00
2

3

4
5
6
7
8
Minggu Setelah Aplikasi

9

10

Gambar 12. Pertumbuhan Panjang Anak Daun 1

Lebar Anak Daun 1
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lebar anak daun
sangat lambat. Perlakuan yang diberikan juga tidak berpengaruh terhadap peubah
lebar anak daun 1. Rata-rata lebar anak daun 1 kurang dari 1 cm (Tabel 10).
Perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki laju pertumbuhan lebar
anak daun yang meningkat dari 7 MSA. Rata-rata lebar anak daun 1 berkisar antara
0.20-0.44 cm (Gambar 13).

Tabel 10. Rata-Rata Lebar Anak Daun 1 Bibit Sagu
Perlakuan
(g K/
polibag)

MSA ke4

5

6

0.00
0.03
0.00
0.00
0.00
0.01

0.00
0.04
0.00
0.00
0.00
0.01

0.00
0.05
0.02
0.00
0.00
0.01

tn

tn

tn

7

8

9

10

0.02
0.07
0.04
0.06
0.02
0.06

0.06
0.12
0.12
0.10
0.10
0.20

0.25
0.17
0.19
0.19
0.17
0.37

0.31
0.20
0.28
0.24
0.22
0.44

tn

tn

tn

tn

........cm........
0
1.24
2.49
3.73
4.98
6.22
Uji F

Lebar Anak Daun 1 (cm)

Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

0.50
0.45
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00

P0
P1
P2
P3
P4
P5
2

3

4
5
6
7
8
Minggu Setelah Aplikasi

9

10

Gambar 13. Pertumbuhan Lebar Anak Daun 1

Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung dari total keseluruhan jumlah daun baik pangkasan
maupun daun 1 atau daun 2 yang telah mekar sempurna. Daun 1 adalah daun yang
muncul setelah daun pangkasan, sedangkan daun 2 adalah daun yang muncul setelah daun 1. Daun kedua mulai mekar pada 9 MSA, namun jumlah daun 2 yang
mekar sampai akhir pengamatan masih sangat sedikit.
Berdasarkan hasil sidik ragam pemupukan kalium yang diberikan juga tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Berdasarkan Tabel 11
dan Gambar 14, dapat diketahui pemupukan kalium yang diberikan tidak menyebabkan peningkatan jumlah daun yang signifikan.

Tabel 11. Rata-Rata Jumlah Daun Pada Bibit Sagu
Perlakuan
(g
K/polibag

MSA ke3

4

5

6

0.01
0.02
0.00
0.02
0.02
0.00

0.02
0.10
0.02
0.07
0.10
0.05

0.07
0.13
0.09
0.07
0.14
0.06

0.09
0.13
0.11
0.08
0.14
0.06

tn

tn

tn

tn

7

8

9

10

0.11
0.17
0.19
0.15
0.18
0.15

0.19
0.21
0.27
0.18
0.23
0.27

0.34
0.26
0.33
0.27
0.32
0.38

0.41
0.29
0.37
0.34
0.34
0.43

tn

tn

tn

tn

.....Helai....
0
1.24
2.49
3.73
4.98
6.22
Uji F

Jumlah daun (Helai)

Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

0.50
0.45
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00

P0
P1
P2
P3
P4
P5
3

4

5
6
7
8
Minggu Setelah Aplikasi

9

10

Gambar 14. Rata-Rata Jumlah Daun

Panjang Petiol Daun 1
Petiol adalah bagian dari daun yang tidak ditumbuhi oleh anak daun. Pengukuran panjang petiol daun 1 dilakukan pada saat daun 1 sudah mekar sempurna yaitu pada saat 6 MSA. Rata-rata panjang petiol pada 6 MSA masih rendah, laju pertumbuhannya mulai meningkat pada saat 8 MSA. Perlakuan pemupukan kalium yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1 (Tabel 12).

Tabel 12. Rata-Rata Panjang Petiol Daun 1 Bibit Sagu
Perlakuan
(g
K/polibag)

MSA ke6

7

8

......cm......
0
0.00
0.23
0.64
1.24
0.49
0.88
1.43
2.49
0.15
0.37
1.23
3.73
0.00
0.72
1.22
4.98
0.00
0.17
1.10
6.22
0.23
0.95
2.66
Uji F
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

9

10

2.68
2.18
2.17
2.65
1.94
4.59
tn

3.90
2.75
3.05
3.80
2.62
5.49
tn

Pertumbuhan panjang petiol pada 10 MSA, menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki

Panjang Petiol Daun 1(cm)

rata-rata panjang petiol 5.49 cm pada 10 MSA (Gambar 15).

5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
P0

P1

P2
P3
Perlakuan

P4

P5

Gambar 15. Panjang Petiol Daun 1 pada 10 MSA

Jumlah Anak Daun 1
Peubah jumlah anak daun 1 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan pupuk kalium yang diberikan. Perlakuan pupuk dengan
dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata 4.39 jumlah anak daun pada 10 MSA (Tabel 13). Jumlah anak daun 1 menunjukkan pertambahan yang cukup signifikan dari
7 MSA (Gambar 16).

Tabel 13. Rata-Rata Jumlah Anak Daun 1 Pada Bibit Sagu
MSA ke7
8
.....anak daun.....
0
0.00
0.34
0.65
1.24
0.43
0.65
1.10
2.49
0.07
0.55
1.11
3.73
0.00
0.46
0.88
4.98
0.00
0.16
1.06
6.22
0.25
0.79
2.10
Uji F
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

Anak Daun

Perlakuan (g
K/Polibag)

6

9

10

2.36
1.82
2.04
1.88
1.99
3.67
tn

3.26
1.94
2.82
2.41
2.19
4.39
tn

5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

P0
P1
P2
P3
P4
P5
6

7
8
9
Minggu Setelah Aplikasi

10

Gambar 16. Rata-Rata Jumlah Anak Daun 1

Leaf Life Span
Leaf life span yaitu masa hidup daun 1 mulai dari saat mekarnya daun pada bibit yang ditanam sampai akhir fase hidupnya. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, daun 1 mulai mekar pada saat 4 MSA, dan sampai akhir pengamatan belum ada tanda-tanda berakhirnya fase hidup daun 1 karena masih terlihat laju pertumbuhannya, daun masih dalam kondisi segar dan kokoh.
Bobot Segar dan Bobot Kering
Pengamatan terhadap biomassa dilakukan dengan mengambil 1 bibit persatuan percobaan. Bibit dipisahkan atas tiga bagian yaitu akar, petiol dan rachis.
Biomassa dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70 0C, selama 48
jam. Hasil sidik ragam menunjukkan bobot segar dan bobot kering juga tidak berbeda nyata antar perlakuan.

Tabel 14. Bobot Segar dan Bobot Kering Bibit Sagu

Rachis
......g......

Akar

Petiol

Rachis

Rasio
TajukAkar

0
5.43
48.17
11.25
1.24
2.74
62.22
14.95
2.49
3.04
41.04
9.03
3.73
3.23
48.46
8.58
4.98
2.57
28.26
7.44
6.22
4.15
41.95
10.96
Uji F
tn
tn
tn
Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

0.32
0.38
0.38
0.34
0.31
0.61
tn

6.12
7.55
5.54
6.71
4.01
5.87
tn

2.59
3.91
2.30
2.35
1.83
3.03
tn

27.63
73.98
25.50
35.52
19.29
19.58
tn

Bobot Segar

Perlakuan (g
K/polibag)

Akar

Petiol

Bobot Kering

14.00
11.46

Bobot Kering (g)

12.00
10.00

9.07

8.72

8.9

7.84

8.00

5.84

6.00

Tajuk
Akar

4.00
2.00

0.32

0.38

0.38

0.34

0.31

0.61

0.00
P0

P1

P2
P3
Perlakuan

P4

P5

Gambar 17. Bobot Kering Akar dan Tajuk

Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa rasio tajuk-akar yang diperoleh pada percobaan cukup besar. Perlakuan dengan dosis 1.24 g K/polibag memiliki bobot kering tajuk 11.46 g, sedangkan bobot kering akarnya lebih kecil
yaitu 0.38 g (Gambar 17). Rasio tajuk-akar yang tinggi artinya hara yang terdapat
pada tanaman lebih difungsikan untuk pertumbuhan tajuk daripada akar.
Suhu dan Kelembaban
Pengamatan terhadap suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari selama tiga
bulan pada pagi (07.00) dan siang hari (14.00). Suhu yang diamati dalam paranet
menunjukkan kondisi yang normal untuk pertumbuhan bibit yaitu diatas 25 0C.
Berdasarkan 3 bulan persemaian terlihat bahwa pertumbuhan bibit terbaik terdapat

pada bulan April karena kelembabannya lebih tinggi dibanding bulan berikutnya,
namun rata- rata kelembabannya masih rendah karena belum mencapai 90 % (Tabel
15).
Tabel 15. Rata-Rata Suhu dan Kelembaban
Suhu

Kelembaban

Bulan
Pagi

Siang

Pagi

Siang

April

26.38

32.31

88.15

75.38

Mei

25.52

33.55

88.45

59.19

Juni

25.78

34.67

78.00

58.33

Pembahasan
Pemupukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya hidup tanaman terutama saat di pembibitan. Perlakuan pemupukan kalium yang dilakukan
pada persemaian dengan sistem polibag tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
bibit sagu baik pada peubah daun pangkasan maupun daun 1.
Persentase hidup yang tinggi menunjukkan bahwa bibit memiliki ketahanan dan adaptasi terhadap keadaan lingkungan. Tingkat kematian bibit pada percobaan secara keseluruhan mencapai 30 %. Menurut Ibisate dan Abayon (2008),
tingkat kematian bibit sagu di polibag berkisar antara 20 % dan 40 %. Perlakuan
P1 dengan dosis 1.24 g K/polibag memiliki persentase hidup 74.50 % pada 10
MSA, sedangkan perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki persentase
hidup bibit yang tidak berbeda jauh dengan perlakuan P1 yaitu 74 %.
Jong (1995) menyatakan kematian bibit yang tinggi saat musim kering
merupakan hal yang wajar. Persentase hidup bibit yang tinggi dapat diperoleh jika
bibit yang diambil dari lapang segera ditanam, waktu terbaik penanaman adalah
maksimal 3 hari setelah pengambilan bibit dari induk sagu (Jong, 1995). Bibit
yang disimpan selama lebih dari 2 minggu sebelum penanaman akan menurunkan
persentase hidup bibit saat ditanam di polibag (Jong, 1995).
Bibit yang digunakan pada percobaan berasal dari pemborong di lokasi
kebun yang berbeda dengan lokasi percobaan. Proses transportasi bibit ke paranet

membutuhkan waktu yang agak lama, sehingga pengambilan bibit dan penanaman
tidak dapat dilakukan pada waktu yang sama.
Jong (1995) juga menambahkan bibit yang tidak segera ditanam seharusnya diberikan pemberian fungisida kemudian disimpan di tempat yang ternaungi
dan lembab, hal ini dapat mengurangi tingkat kematian sagu saat pembibitan.
Proses fisiologi bibit juga dipengaruhi oleh goncangan yang kuat sewaktu dijatuhkan ketika pengambilan bibit di lapang atau saat proses pemindahan bibit dari lapang ke paranet. Goncangan pada bibit tersebut menyebabkan turunnya kelembaban akibat transpirasi yang tinggi dari bagian bibit

Dokumen yang terkait

Pengelolaan sagu (Metroxylon spp.) Di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan aspek khusus pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag di pembibitan

0 3 164

Pengelolaan sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kab. Kepulauan Meranti, Riau, dengan studi kasus pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap pertumbuhan bibit sagu

0 7 150

Pengaruh Pemberian Pupuk N Dengan Berbagai Dosis Terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu (Metroxylon spp.) di Persemaian Dengan Sistem Polibag

0 5 122

Pengaruh jumlah daun bibit tanaman sagu (Metroxylon sp) terhadap pertumbuhan awal di lapangan

0 5 101

Pengaruh Pemberian Pupuk P dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag

1 6 114

Pengaruh Intensitas Naungan terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu (Metroxylon spp.) di Persemaian dengan Sistem Persemaian Rakit

0 4 121

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS PUPUK KOMPOS KONSENTRASI BIOSTIMULAN DHARMASRI 5EC TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO.

0 0 9

16 RESPON PEMBERIAN DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN DOSIS PUPUK NPK YARAMILA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN GAHARU (Aquilaria crassna) DI POLIBAG

0 1 7

RESPON PEMBERIAN DOSIS PUPUK KCL DAN DOSIS PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN GAHARU (Aquilaria crassna) DI POLIBAG

0 0 6

31 RESPON PEMBERIAN PUPUK KANDANG KAMBING DAN PUPUK NPK MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN GAHARU (Aquilaria crassna) DI POLIBAG

0 3 6