Pengaruh Pemberian Pupuk P dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK P DENGAN BERBAGAI
DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI
PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG

ALMAGIT HUSNI HOFSAH
A24080178

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK P DENGAN BERBAGAI DOSIS
TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU
DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG
The effect of some doses P fertilizer on early growth of sago sucker in nursery by
polybag system
Almagit Husni Hofsah1 dan H.M.H. Bintoro Djoefrie2
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract
Experiment was conducted at PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. It
was conducted during five months from February to June 2012. The purpose of
this experiment was to study the effect of P fertilizer and look for a doses of P
fertilizer that give the best results of early growth of sago sucker in nursery by
polybag system. The experiment used Complete Randomized Block Design with a
single factor consisted of 6 treatment and 4 replications. Treatment given the level
of P fertilizer with 0, 3, 6, 9, 12, and 15 g TSP/polybag (equivalent to 0, 1.82,
3.64, 5.46, 7.28, 9.10 g P2O5/polibag). N and K Fertilizer use as basal fertilizer
dose of 6 g each Urea/polybag and 2.5 g KCl/polybag. The experiment results
show that P fertilization with different doses are not significantly affect for all
vegetative variables (early growth) observed sago seeds which includes survival
persentage, percentage of leaf expansion, leaf length pruning, length and width of
the leaf pruning, leaf length 1, length and width of the leaf 1, leaf length of petiol
1, the number of child leaf 1, leaf leaves live span 1, the total number of leaves,
dry weight of roots, petiol and rachis. Luxury consumption occurs due to the
addition of P fertilizer caused the P nutrient medium prior to fertilization
considered very high. Early growth of sago sucker are still influenced by the
nutrition in the basal of sucker and environment.

Key words: sago, seedling, phosphate fertilizer, early growth, polybag

RINGKASAN
ALMAGIT HUSNI HOFSAH. Pengaruh Pemberian Pupuk P dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan
Sistem Polibag. (Dibimbing oleh M.H. BINTORO DJOEFRIE)
Melihat pentingnya tanaman sagu dewasa ini dan masa yang akan datang,
seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan pangan dan energi,
maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi sagu secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah bahan perbanyakan tanaman berupa bibit, untuk itu perlu tindakan kultur teknis atau perawatan bibit yang baik antara lain dengan jalan pemupukan pada waktu di pembibitan. Pembibitan memungkinkan pemilihan bibit yang sehat untuk ditanam di lapangan, sehingga akan sangat meningkatkan kelangsungan hidup bibit
transplantasi dan meningkatkan keseragaman pertumbuhan sagu.
Percobaan bertujuan untuk mempelajari pengaruh dan mencari dosis pupuk P yang memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan awal bibit sagu di
persemaian dengan sistem polibag. Percobaan dilaksanakan di PT. National Sago
Prima, Selat Panjang, Riau. Selama 5 bulan yaitu dari bulan Februari hingga Juni
2012.
Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
faktor tunggal. Perlakuan yang diberikan yaitu pemupukan P dengan 6 taraf 0, 3,
6, 9, 12, dan 15 g TSP/polibag (setara dengan 0, 1.82, 3.64, 5.46, 7.28, 9.10 g
P 2 O 5 /polibag). Taraf perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga di dapatkan 24
satuan atau unit percobaan. Pupuk N dan K digunakan sebagai pupuk dasar dengan dosis masing masing 6 g Urea/polibag dan 2,5 g KCl/polibag.
Pengamatan dilakukan dari 2 hingga 10 MSA (Minggu Setelah Aplikasi)
dengan mengamati 24 tanaman contoh per unit percobaan. Peubah yang diamati

yaitu keragaan pertumbuhan tanaman sagu meliputi persentase hidup bibit, persentase pemekaran daun, panjang daun pangkas, panjang dan lebar anak daun
pangkas, panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun 1, panjang petiol daun 1,
jumlah anak daun 1, leaf live span daun 1, jumlah daun total, bobot kering tanaman (akar, petiol dan rachis) pada 10 MSA, serta dilakukan pengamatan data pendukung seperti suhu, kelembaban, pH dan analisis tanah.

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pemberian dolomit dan pupuk P
dengan dosis 3 g sampai dengan 15 g TSP/ polibag meningkatkan pH media tanah
gambut hingga mencapai 5,5 dan kandungan P tersedia sangat tinggi hingga mencapai 449.91 ppm. Pemberian pupuk P dengan kisaran dosis tersebut memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan awal bibit sagu di persemaian. Hal tersebut diduga disebabkan kandungan P tersedia tanah sudah tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 44.24 ppm. Tanpa penambahan pupuk P, kandungan hara media sudah mencukupi untuk pertumbuhan bibit sagu. Pemberian
pupuk P tidak lagi meningkatkan pertumbuhan, tapi justru menekan pertumbuhan
akibat terjadinya luxury consumption.
Faktor lain yang ikut mempengaruhi tidak berpengaruhnya pemupukan P
dari sisi jenis tanaman yaitu sagu merupakan tanaman tahunan sehingga pengaruh
pemupukan tidak dapat langsung terlihat dalam waktu singkat. Pertumbuhan awal
bibit sagu juga masih dipengaruhi oleh cadangan makanan pada banir dan pengaruh lingkungan yang kurang mendukung bagi pertumbuhan bibit sagu.

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK P DENGAN BERBAGAI
DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI
PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG

Skripsi sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ALMAGIT HUSNI HOFSAH
A24080178

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul

: PENGARUH PEMBERIAN PUPUK P DENGAN
BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN
AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN
SISTEM POLIBAG.

Nama


: ALMAGIT HUSNI HOFSAH

NIM

: A24080178

Menyetujui,
pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr
NIP. 19480801 197403 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Pemalang, Propinsi Jawa Tengah pada
tanggal 23 Maret 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Kastono dan Ibu Patriyah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 02 Banjaranyar pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 01 Randudongkal
selama tiga tahun dan menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 01
Randudongkal pada tahun 2008. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian di
Institut Pertanian Bogor pada tahun akademik 2008/2009 melalu jalur SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi yang
dimulai sejak tingkat TPB dengan aktif pada LSO Esip (Enterpreneursip)
KOPMA IPB dan anggota Organik Farming asrama TPB IPB, serta menjadi bendahara Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Pemalang selama 2 tahun bertu
rut-turut. Di jurusan penulis juga bergabung dengan Forum Komunikasi Rohis
Departemen sebagai bendahara divisi syiar. Penulis juga berkesempatan aktif sebagai staf dan kadiv Administrasi Keuangan AGROHOTPLATE dan aktif di divisi Eksternal HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura).
Selain itu penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang diadakan oleh
jurusan, BEM A, BEMKM, dan pengabdian masyarakat yang diadakan direktorat
IPB serta mengikuti berbagai seminar.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Pupuk P dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag” Sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Istitut Pertanian Bogor.
Penulis bermaksud menyampaikan terima kasih kepada:
1. Mama, Abah, Mbak Dewi, Mas Budi, dan seluruh keluarga yang telah memberi semangat dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie. M. Agr. Selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah memberikan saran, bimbingan, dan arahan selama proses
pembuatan skripsi.
3. Dr. Ir. Supijatno, MSi dan Dr. Ir. Eko Sulistyono, MSi selaku dosen penguji.
4. PT. Sampoerna Agro dan PT. National Sago Prima atas izin penelitian dan bantuan fasilitas selama penulis melakukan penelitian, tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih terutama kepada Mas Fajar, Mas Fahmi, Mas Gia, Mas Andri dan
Kak Warno yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian di lapang.
5. Keluarga besar Departemen Agronomi dan Hortikultura terutama dosen yang
telah memberikan pelajaran berharga selama penulis melaksanakan studi di
IPB.
6. Teman-teman Tim sagu seperjuangan: Ikachun, Hestong, Fendri, Cumi dan
Iqbal terima kasih atas bantuan, semangat, kebersamaan dan kekompakannya.
7. Sahabat-sahabatku: Cumil, Anichan, Mio, Dingdong, Wulan, Pipit, Rateh,
Ulan, Gusmen, Teh Sandra, teman-teman Indigenous 45 dan AGH seluruhnya,
teman-teman kost Azzahra, serta seluruh bimbingan Prof. Bintoro.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pertanian.
Bogor, Agustus 2012

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ......................................................................................

Halaman
ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xi

PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan .............................................................................................
Hipotesis .........................................................................................


1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Botani Tanaman Sagu ....................................................................
Syarat Tumbuh ...............................................................................
Pembibitan ......................................................................................
Pupuk Fosfor ...................................................................................

4
4
5
5
7

BAHAN DAN METODE ..........................................................................
Tempat dan Waktu .........................................................................

Bahan dan Alat ...............................................................................
Metode Penelitian ...........................................................................
Pelaksanaan Penelitian ...................................................................
Pengamatan ...................................................................................

11
11
11
12
12
13

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
Hasil ...............................................................................................
Pembahasan ....................................................................................

15
15
30


KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

37

Kesimpulan ....................................................................................
Saran ...............................................................................................

37
37

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

38

LAMPIRAN ...............................................................................................

42

ix

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Persentase Hidup Bibit ......

17

2. Rata-rata Persentase Hidup Bibit Sagu (Hasil Transformasi) ..........

18

3. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Persentase Pemekaran Daun
Bibit Sagu .........................................................................................

19

4. Rata-rata Persentase Pemekaran Daun (Hasil Transformasi)...........

19

5. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Pertumbuhan Panjang Daun
Pangkas ............................................................................................

20

6. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Panjang Anak Daun Pangkas
Bibit Sagu .........................................................................................

21

7. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Lebar Anak Daun Pangkas
Bibit Sagu .........................................................................................

22

8. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Panjang Daun 1 Bibit Sagu

23

9. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Panjang Anak Daun 1 Bibit
Sagu ..................................................................................................

24

10. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Lebar Anak Daun 1 Bibit
Sagu ..................................................................................................

25

11. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Jumlah Anak Daun 1 Bibit
Sagu ..................................................................................................

26

12. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Panjang Petiol Daun 1 Bibit
Sagu ..................................................................................................

27

13. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Jumlah Daun Bibit Sagu ...

28

14. Pengaruh Pemberian Pupuk terhadap Biomassa Bibit Sagu ............

29

x
DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Bibit yang Terserang Jamur dan Membusuk ....................................

16

2. Pemangkasan Bagian Bibit yang Kering atau Busuk .......................

16

3. Pengolesan Fungisida (Dhitane-45) dengan Konsentrasi 5 g/l dan
10 g/l ..................................................................................................

16

4. Akibat Pemangkasan Rata pada Awal Penanaman ..........................

17

5. Persentase Hidup Bibit Sagu ...........................................................

18

6. Persentase Pemekaran Daun .............................................................

19

7. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas ...............................................

20

8. Pertumbuhan Panjang Anak Daun Pangkas .....................................

21

9. Pertumbuhan Lebar Anak Daun Pangkas .........................................

22

10. Pertumbuhan Panjang Daun 1 ..........................................................

23

11. Pertumbuhan Panjang Anak Daun 1 ................................................

24

12. Pertumbuhan Lebar Anak Daun 1 ....................................................

25

13. Jumlah Anak Daun 1 ........................................................................

26

14. Panjang Petiol Daun 1 ......................................................................

27

15. Jumlah Daun .....................................................................................

28

16. Perbandingan Bobot Kering Tajuk dan Bobot Kering Akar ............

29

17. Keadaan Bibit pada 0 MSA dan 10 MSA ........................................

36

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Layout Percobaan .............................................................................

43

2. Pertumbuhan Bibit Sagu pada 10 MSA ...........................................

44

3. Rata-rata Suhu dan Kelembaban dalam Paranet Bulan April-Juni
2012 ..................................................................................................

45

4. Analisis Tanah Sebelum Pemupukan ...............................................

45

5. Analisis Tanah Setelah Pemupukan .................................................

46

6. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ...............................................

46

7. Rekapitulasi Sidik Ragam (Transformasi) .......................................

47

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Prospek pengelolaan sagu (Metroxylon spp.) Indonesia untuk ketahanan
pangan dan energi nasional sangat menjanjikan dimasa depan. Potensi luas hutan
sagu di Indonesia adalah kurang lebih 1,000,000 ha dan budidaya sagu kurang
lebih 128,000 ha atau 51.3% luas areal sagu di dunia (Flach, 1983). Tabungan
karbohidrat di hutan sagu Indonesia mencapai 5 juta ton pati kering per tahun. Setara dengan 3 juta kiloliter bioetanol (Sumaryono, 2007).
Sagu telah menjadi sumber karbohidrat penting bagi sebagian penduduk
Indonesia terutama di Wilayah Indonesia Bagian Timur. Sagu juga merupakan
bahan baku bioenergi, terutama bioetanol, yang sangat potensial. Tidak ada satu
sumber bioetanol yang lebih potensial dibandingkan sagu dengan potensi hasil
bahan baku mencapai 20-40 ton/ha/tahun. Nilai kalori dan gizi sagupun tidak
kalah dengan sumber pangan lainnya seperti beras, Jagung, ubi, dan kentang
(Bintoro et al., 2010).
Selain untuk makanan pokok, dimasa depan pati sagu akan banyak digunakan untuk keperluan industri, antara lain sebagai bahan pembuatan roti, mie,
kue, sirup berfruktosa tinggi, bahan perekat, dan plastik mudah terurai secara
alami (biodegradable). Pati sagu juga digunakan dalam industri obat-obatan, kosmetik, kertas, etanol, dan tekstil, serta limbah pengolahan sagu dapat digunakan
sebagai pakan ternak (Bintoro et al., 2010).
Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat tertinggi per satuan luas.
Dalam satu batang sagu terdapat pati 200-400 kg. Di Maluku produksi pati kering
dapat mencapai 345 kg/pohon. Di Jayapura beberapa peneliti Jepang menemukan
pohon sagu yang mengandung pati 800-900 kg/batang sagu. Apabila sagu diusahakan sebagaimana layaknya tanaman perkebunan lainnya yang ditanam secara
teratur dengan jarak 10 m x 10 m maka dalam satu hektar terdapat 100 pohon
sagu. Jika dalam satu pohon terdapat 300 kg pati kering maka dalam satu hektar
dapat dipanen 30 ton pati kering (Bintoro, 2008).
Melihat pentingnya tanaman sagu dewasa ini dan masa yang akan datang,
seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan pangan dan energi,

2
maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi sagu
secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Mengingat tanaman sagu
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai umur panen, maka aspek
budidaya dipembibitan sangat penting terkait dengan pengadaan bahan tanam
yang berkualitas. Oleh kareana itu perlu tindakan kultur teknis atau perawatan
bibit yang baik antara lain dengan jalan pemupukan pada waktu di persemaian.
Pembibitan memungkinkan pemilihan bibit yang sehat untuk ditanam di lapangan,
sehingga akan sangat meningkatkan kelangsungan hidup bibit transplantasi dan
meningkatkan keseragaman pertumbuhan sagu.
Pemupukan merupakan tindakan budidaya yang penting sebagai upaya penyediaan unsur hara tanaman untuk meningkatkan produktivitas tanaman sagu
(Bintoro et al., 2010). Persediaan hara yang tersimpan di dalam benih segera habis
pada awal pertumbuhan kecambah bibit, sehingga kebutuhan unsur hara selanjutnya harus dipenuhi dengan pemupukan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
Menurut Bintoro (2008), sagu dapat tumbuh di tanah gambut namun pada lahan
tersebut tampak gejala kahat hara yang berakibat jumlah daun lebih sedikit dan umur untuk mencapai masa tebang lebih lama. Pemberian pupuk pada bibit sangat
jelas memberikan pengaruh terhadap partumbuhan namun jika pemberian berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan (Lubis, 2008).
Keasaman tanah dapat menjadi kendala utama serapan hara tanaman dalam rangka tercapainya produksi yang optimal. Keasaman tanah (pH) yang terlalu
rendah menyebabkan tidak tersedianya unsur hara tanaman di dalam tanah, seperti
hara P (Ispandi dan Munip, 2005). Unsur P di tanah gambut dalam bentuk P organik yang sulit diserap tanaman. Tanaman akan menyerap P anorganik (Bintoro et
al., 2010).
Fosfor merupakan unsur makro yang sangat penting untuk pertumbuhan
dan produksi tanaman. Fosfor cenderung terkonsentrasi dalam benih dan titik
tumbuh perkembangan akar serabut. Unsur P berperan dalam proses pembelahan
sel untuk membentuk organ tanaman (Lubis et al., 1986). Selanjutnya Sarief
(1985) menambahkan unsur P berperan dalam membentuk sistem perakaran yang
baik.

3
Kekurangan unsur fosfor akan menyebabkan warna bibit muda menjadi
keungu-unguan yang kemudian menjadi menguning. Pertumbuhan menjadi terhambat dan akibat selanjutnya proses kematangan menjadi terhambat (Sarief,
1985). Selanjutnya Sadjad (1993) menambahkan, kekurangan unsur fosfor bagi
tumbuhan dapat berakibat fatal yaitu tanaman umumnya pendek, berbunga lebih
lambat, saat panen lambat, dan benih yang dihasilkan mempunyai status vigor
yang rendah. Tanaman seperti barley dan gandum menghisap unsur fosfat pada
waktu muda, sebab kalau tidak demikian, akibatnya tidak dapat diperbaiki dengan
pemupukan fosfat secukupnya (Sarief, 1985).
Pemberian pupuk P pada awal pertumbuhan bibit tersebut diharapkan akan
dapat meningkatkan kualitas bibit sehingga nantinya dapat mempercepat umur tebang dan didapatkan keseragaman produktivitas yang tinggi, yang pada akhirnya
akan berakibat pada peningkatan produktivitas sagu. Pengkajian pengaruh pemberian pupuk P di persemaian menjadi penting untuk dilakukan terhadap partumbuhan awal bibit sagu.

Tujuan
Kegiatan percobaan bertujuan untuk mempelajari pengaruh dan mencari
dosis pupuk P yang memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuahn awal bibit
sagu dipersemaian dengan sistem polibag.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam percobaan yaitu terdapat perbedaan pengaruh dosis pupuk P terhadap pertumbuhan bibit sagu.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Sagu
Sagu (Meroxylon spp.) termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga
palmae. Lima marga palma yang kandungan patinya banyak dimanfaatkan, yaitu
Metroxylon spp, Arenga sp, Corepha sp, Eugeissona sp, dan Kariota sp (Ruddle et
al., 1978 dalam Bintoro et al., 2010). Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan patinya cukup tinggi (Menristek, 2000).
Tanaman sagu terdiri atas sagu berduri dan sagu tidak berduri. Sagu berduri terdiri atas sagu Tuni (M. Rumphii Mart), Sagu ihur (M. Sylvestre Mart),
Sagu Makanaru ( M. Longispinum Mart) dan sagu Duri Rotan (M. Microcanthum
Mart) serta satu jenis sagu tidak berduri yaitu sagu Molat (M. Sagu Rottb). Namun
demikian karena adanya persilangan, maka ditemukan jenis-jenis sagu peralihan
diantara kelima jenis sagu tersebut (Bintoro, 2008).
Bagian yang terpenting dari tanaman sagu adalah batang. Batang merupakan tempat untuk menyimpan cadangan makanan berupa karbohidrat, batang sagu
berbentuk silinder dengan kulit luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur
yang mengandung serat-serat dan pati. Sagu memiliki daun sirip menyerupai daun
kelapa yang tumbuh pada tangkai daun. Bunga sagu majemuk dan keluar dari ujung batang sagu, berwarna merah kecoklat-coklatan seperti karat (Bintoro et al.,
2010).
Sagu merupakan tanaman tahunan, dengan sekali tanam sagu akan tetap
berproduksi secara berkelanjutan selama puluhan tahun (Bintoro, 2008). Struktur
batang sagu dari arah luar terdiri atas lapisan sisa pelepah daun, lapisan kulit luar,
yang tipis yang berwarna kemerah-merahan, lapisan kulit dalam yang keras dan
padat berwarna kehitam-hitaman, lapisan serat, serta lapisan empulur yang mengandung pati (Rumalatu, 1981).
Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) kandungan pati dalam empulur
batang sagu berbeda-beda tergantung umur, jenis, dan lingkungan tumbuh. Penurunan pati dalam batang sagu biasanya ditandai dengan mulai terbentuknya
primordial bunga.

5
Syarat Tumbuh
Tanaman sagu dapat tumbuh dengan baik didaerah sekitar katulistiwa yaitu pada batas 100 LU dan 100 LS, curah hujan yang tinggi 200-400 mm per tahun
(Ngudiwaluyo dan Amos, 1996). Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu
adalah daerah yang berlumpur, akar napas tidak terendam, kaya mineral, kaya bahan organik, air tanah berwarna cokelat, dan bereaksi agak masam. Habitat tersebut cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman sagu (Bintoro et al., 2010).
Sagu dapat tumbuh pada berbagai hidrologi dari yang terendam sepanjang
masa sampai ke lahan yang tidak terendam air (Bintoro, 2008). Menurut Haryanto
dan Pangloli (1992), sagu tumbuh didaerah rawa berair tawar, rawa yang bergambut, sepanjang aliran sungai, sekitar sumber-sumber air dan hutan-hutan rawa
yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi. Selanjutnya Djoefrie (1999) menambahkan di Papua dan Maluku, sagu tumbuh liar di rawa-rawa, dataran rendah dengan
daerah yang luas.
Suhu terendah bagi pertumbuhan sagu yaitu 150C. Pertumbuhan terbaik
terjadi pada suhu udara 250C dengan kelembaban nisbi 90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 J/cm-2/hari-1 (Bintoro et al., 2010). Selanjutnya Menristek (2000) menyatakan bahwa sagu dapat tumbuh di dataran rendah
sampai dengan ketinggian 700 m dpl. Ketinggian tempat yang optimal 400 m dpl.
Salah satu keungulan dari tanaman sagu yaitu dapat dibudidayakan pada
lahan gambut. Indonesia memiliki potensi lahan gambut yang luas atau sekitar 21
juta hektar serta menempati urutan ke-4 di dunia setelah Rusia, Kanada, dan
Amerika Serikat (Bintoro et al., 2010). Sagu dapat tumbuh pada suatu kawasan
yang tanaman lain tidak dapat tumbuh. Pati yang masih terdapat dibatang sagu
tidak akan rusak bila tanaman sagu terendam > 1 m selama beberapa hari sedangkan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, umbi-umbian dan palawija hasilnya akan membusuk bila terendam > 1 m ( Bintoro, 2008).
Pembibitan
Pembibitan merupakan cara atau usaha yang dilakukan untuk mengecambahkan benih agar menjadi bibit yang bermutu dan berkualitas serta siap untuk di-

6
tanam (Lubis, 2008). Pembibitan bertujuan untuk menghasilkan bibit berkualitas
tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan lahan tanaman telah selesai
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
Syarat untuk pembibitan sagu cara generatif yaitu biji yang digunakan sudah tua, tidak cacat fisik, besarnya rata-rata dan bertunas. Syarat untuk pembibitan
sagu cara vegetatif yaitu berasal dari tunas atau anakan yang umurnya kurang dari
1 tahun, dengan diameter 10-13 cm dan bobot 2-3 kg. Tinggi anakan ±1 meter dan
punya pucuk daun 3-4 lembar (Menristek, 2000).
Teknik pembibitan secara vegetatif dianggap lebih baik dengan menggunakan anakan yang berasal dari tunas pangkal batang, karena anakan tersebut mudah diperoleh, daya tumbuh tinggi, pertumbuhannya cepat dan waktu panen tidak
terlalu lama (antara 7-10 tahun). Bibit sagu (Metroxylon sagu Rottb.) yang digunakan dalam pembibitan secara vegetatif diambil dari anakan sagu yang berasal
dari pohon induk sagu yang produksi patinya tinggi (Eva et al., 2002). Anakan
sagu yang baik untuk dijadikan bibit yaitu anakan yang diambil dari pohon induk
yang siap panen. Sebab selain anakan tersebut sudah cukup kuat untuk dipisahkan
dari pohon induk, juga tidak merusak pohon induk yang masih dapat berproduksi
(Eva et al., 2002). Menurut Maliangkay et al. (2003), cara generatif hasilnya masih rendah yaitu daya kecambah sekitar 7%, sedangkan cara vegetatif daya kecambah telah mencapai sekitar 70% untuk Metroxylon dan 92% untuk sagu Baruk
(Arenga nicocorpha).
Anakan sagu dapat direndam secara langsung dalam kolam yang mengalir
airnya (sistem rakit) atau ditanam dalam polibag. Tingkat keberhasilan cara direndam atau dirakit jauh lebih berhasil (lebih dari 90%), dibandingkan cara pembibitan polibag (kurang dari 50%). Anakan sagu siap ditanam setelah akar barunya muncul (Papilaya, 2009)
Pembibitan terapung atau sistem rakit hanya dikerjakan ditempat-tempat
yang mendukung dan memungkinkan seperti ketersediaan air. Oleh karena alasan
tersebut pembibitan anakan sagu dalam kantong-kantong plastik (polibag) perlu
dikembangkan (Haryanto dan Pangloli, 1992).

7
Pupuk Fosfor
Pupuk adalah senyawa yang mengandung unsur hara yang akan diberikan
pada tanaman kemudian digunakan oleh tanaman untuk melakukan proses metabolisme sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang (Nurwardani, 2008).
Pemupukan merupakan salah satu upaya pemeliharaan tanaman dengan tujuan
memperbaiki kesuburan tanah melalui cara penambahan unsur hara, baik makro
maupun mikro yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Wachjar dan Kadarisman, 2007). Pupuk dapat menjadi tambahan nutrisi untuk
meningkatkan daya hidup bagi tanaman sagu terutama saat di pembibitan atau
dipersemaian (Bintoro et al., 2010).
Tanah dengan tingkat kemasaman yang tinggi memiliki sedikit ketersedian
unsur P, disebabkan kelarutan Al, Fe dan Mn yang tinggi. Keasaman tanah berimplikasi terhadap keracunan akar dan pada akhirnya tanaman sagu akan mengalami
defisiensi hara. Salah satu usaha untuk mengatasi ketersediaan hara bagi tanaman
adalah dengan memberikan tambahan unsur hara yang diperlukan sesuai dengan
yang dibutuhkan.
Fosfor sebagai ortho-fosfat memegang peranan yang sangat penting dalam
kebanyakan reaksi enzim yang tergantung kepada fosforilase. Hal tersebut karena
fosfor merupakan bagian dari inti sel yang sangat penting dalam pembelahan sel
dan untuk perkembangan jaringan meristem, dengan demikian fosfor dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah serta biji, selain itu juga sebagai penyusun lemak dan protein (Sarief,
1985).
Fosfor merupakan bagian integral tanaman yang berperan terutama dalam
penyimpanan (storage) dan pemindahan (transfer) energi. Fosfor terlibat dalam
penangkapan energi sinar matahari yang menghantam sebuah molekul klorofil.
Begitu energi tersebut sudah tersimpan dalam ADP (adenosine diphosphate) atau
ATP (adenosis triphosphate), unsur tersebut dapat dipakai untuk menjalankan reaksi-reaksi yang memerlukan energi, seperti pembentukan sukrosa, pati dan protein (Salisbury and Ross, 1992).

8
Unsur P merupakan hara yang penting terutama pada pertumbuhan awal
tanaman untuk perkembangan bagian reproduksinya. Hara P yang cukup berhubungan dengan meningkatnya pertumbuhan akar tanaman (Havin et al., 1999).
Pada dosis rendah atau tanpa diberi fosfat alam, ketersedian fosfat di dalam tanah
tidak mencukupi untuk tanaman sehingga penambahan fosfat alam berperan dalam meningkatkan kelarutan fosfat. Pemberian fosfat alam dengan dosis 30, 60,
dan 90 kg P/ha berturut-turut meningkatkan P tersedia tanah 247%, 356%, 592%
dibandingkan tanpa fosfat alam (Noor, 2003).
Pada tanah-tanah masam terutama Oksisol dan Ultisol, P difiksasi oleh Fe
dan Al bebas atau oksihidroksida. Pada tanah alkalin (Vertisol) P difiksasi oleh
ion Ca atau Mg menjadi senyawa yang kurang larut sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Nursyamsi dan Suprihati, 2005). Untuk mencapai pertumbuhan
tanaman maksimal dibutuhkan P dalam larutan tanah berkisar 0.2 sampai 0.3
mg/L. Kandungan P tanaman terbaik berkisar antara 0.3 sampai 0.5 persen dari
total bobot bahan kering. Pemberian P meningkatkan pH tanah secara nyata dibandingkan tanpa perlakuan P. Pupuk P dapat meningkatkan ketersedian unsur
hara terutama K (Silahooy, 2008).
Fosfor berperan dalam pembentukan asam nukleat, transfer energi, dan stimulasi aktivitas ensim-ensim. Oleh sebab itu suplai P yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Fosfor bersifat mobil dalam tanaman,
sehingga kekurangan fosfor pada daun-daun muda akan diimbangi oleh transfer
fosfor dari daun tua (Mitrosuhardjo, 2002).
Fosfat dalam tanah sukar larut sehingga sebagian besar tidak tersedia bagi
tanaman. Tersedianya fosfat dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pada
pH rendah, ion fosfat membentuk senyawa yang tidak larut dengan besi dan alumunium, sedangkan pada pH tinggi terikat sebagai senyawa kalsium, pH optimum
untuk fosfat disekitar 6.5. Pupuk fosfat yang diberikan ke dalam tanah tidak seluruhnya tersedia bagi tanaman. karena terjadi pengikatan fosfat oleh partikel tanah.
Agar tanaman memperoleh fosfat dari larutan tanah sesuai dengan kebutuhannya,
maka disarankan pemberian pupuk fosfat melebihi daya fiksasi tanah (Sarief,
1985).

9
Tanaman yang kahat hara P, selain akan mengganggu proses metabolisme
dalam tanaman juga sangat menghambat serapan hara-hara yang lain. Pemupukan
100 kg SP36/ha meningkatkan serapan hara P dan hasil umbi secara nyata dibanding dengan yang tanpa pupuk P. Tinggi rendahnya serapan hara P oleh tanaman
akan berpengaruh terhadap serapan hara-hara yang lain termasuk serapan hara K
(Ispandi, 2003).
Penyediaan fosfor yang tidak memadai akan menyebabkan laju respirasi
menurun, yang berdampak pada fotosintesis (Indranada, 1989). Terganggunya
proses fotosintesis menyebabkan tidak terbentuknya fotosintat sebagai energi untuk pertumbuhan, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat bahkan kerdil. Hara
P dalam tanaman sangat diperlukan untuk pembentukan ATP, dan energi dari
ATP sangat diperlukan dalam serapan hara-hara yang lain seperti K dan Cu karena serapan hara-hara tersebut berlangsung melalui proses difusi yang memerlukan banyak energi ATP (Salisbury and Ross, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan fosfor dalam tanah yaitu
1) pH tanah, 2) Fe, Al, Mn yang larut, 3) adanya mineral yang mengandung Fe,
Al, dan Mn, 4) tersedianya Ca, 5) jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik,
6) kegiatan mikroorganisme tanah (Barchia, 2009)
Beberapa penelitian mengenai pemupukan P dari penelitian yang sudah
ada kebanyakan tidak berpengaruh nyata. Terdapat dugaan yang dikemukakan oleh Wachjar et al. (2001) bahwa pupuk P pada berbagai dosis tidak berbeda nyata
dikarenakan adanya keterbatasan gerakan ion fosfat dalam tanah dan gerakan P di
titik penempatan pupuk umumya terbatas terkait sedikitnya gerakan ion fosfat dalam tanah. Selain itu yang menjadi kendala dalam pemupukan P adalah rendahnya
daya larut P dalam tanah.
Pengelolan pupuk P perlu didasari pada dua konsep penting dari pemupukan P. Pertama, apabila tanah kekurangan (defisiensi) P, jumlah fosfor yang diperlukan untuk mengatasi nutrisi P beberpa kali jauh lebih besar dari pada fosfor
yang diserap oleh tanaman. Kedua pemberian pupuk P memberikan efek sampingan (residual) yang ekonomis selama tiga tahun atau lebih setelah pemupukan berat
tersebut. Diagnosis atau pendugaan kebutuhan fosfor dapat dilakukan secara tepat
dengan analisis jaringan tanaman atau tanah (Indranada, 1989).

10
Saat defisiensi P diketahui berarti keterlambatan dalam mengatasi masalah
pemupukan fosfor. Pemupukan dapat diberikan, tetapi produksi pasti akan menurun pada musim tumbuh yang bersangkutan. Karena sifatnya yang immobil maka
metode pemberian pupuk P harus mengikutkan proses pembenaman agar segera
tersedia atau sedekat mungkin untuk diserap oleh tanaman (Indranada, 1989).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau.
Selama 5 bulan yaitu mulai bulan Februari hingga Juni 2012. Analisis tanah dilakukan di laboratorium tanah SEAMEO BIOTROP.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit tanaman sagu,
media tanah gambut, polibag (ukuran 35 cm x 30 cm), Triple Super Phosphate
(TSP) sebagai perlakuan pemupukan P, pupuk Urea dan KCl sebagai pupuk dasar
masing masing sebanyak 6 g/polibag dan 2,5 g/polibag, Dolomit, Dithane M-45,
dan Furadan 3G. Alat yang digunakan dalam percobaan antara lain paranet 75%,
pH meter, Hygrometer, papan nama, alat ukur, alat-alat budidaya pertanian, timbangan analitik dan oven.
Metode Penelitian
Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
faktor tunggal. Perlakuan yang diberikan yaitu pemupukan P dengan 6 taraf (0, 3,
6, 9, 12, dan 15 g TSP/polibag atau setara dengan 0, 1.82, 3.64, 5.46, 7.28, 9.10 g
P 2 O 5 /polibag). Taraf perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga di dapatkan 24
satuan atau unit percobaan. Setiap unitnya terdiri atas 50 tanaman, sehingga seluruhnya terdapat 1,200 tanaman. Jumlah tanaman yang diamati sebanyak 576 tanaman. Adapun model statistika ( aditif linear) yang digunakan yaitu:

Keterangan:
= Nilai pengamatan pada perlakuan pemupukan P ke-i dan kelompok ke-j
= Rataan umum
= Pengaruh perlakuan pemupukan P ke-i
= Pengaruh kelompok ke-j

12
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan pemupukan P ke-i dan
kelompok ke-j
i

= perlakuan pemupukan P ke- 1, 2, 3, 4, 5 dan 6.

j

= kelompok ke- 1. 2. 3 dan 4
Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh yang bersifat aditif, galat per-

cobaan saling bebas, menyebar normal, dan ragam percobaan bersifat homogen
(Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Pengaruh pemupukan P dapat diketahui dengan
cara menganalisis data hasil pengamatan semua peubah yang diamati menggunakan uji F pada taraf kesalahan 5%. Jika hasil uji F menunjukan beda yang nyata,
maka dilakukan uji lanjut DMRT dan kontras polinomial pada taraf 5% untuk melihat kecenderungan respon pertumbuhan bibit sagu terhadap pemupukan P.
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan memerlukan beberapa tahapan. Tahap pertama diawali dari
survey pendahuluan untuk mengumpulkan data-data pendukung dan mengetahui
kondisi awal lahan percobaan seperti pemilihan lokasi percobaan, pengambilan
contoh tanah untuk analisis tanah. Penyiapan media dan bahan tanam, penanaman,
pemupukan, pemeliharaan tanaman, pengamatan, dan analisis data.
Penyiapan media dilakukan dengan mengambil tanah secara komposit pada kedalaman 0 – 30 cm kemudian dikeringudarakan. Media tersebut selanjutnya
dicampur hingga homogen lalu ditimbang dengan bobot 3 kg tanah untuk setiap
polibag serta ditambahkan dolomit dengan dosis 40 g/polibag.
Bibit (abut) diperoleh dengan cara membeli dari masyarakat sekitar PT.
National Sago Prima. Selanjutnya bibit diseleksi yaitu bibit masih segar, dengan
pelepah yang masih hijau, bibit sudah cukup tua yang dicirikan dengan bonggol
(banir) yang sudah keras, pelepah dan pucuk masih hidup, mempunyai perakaran
cukup, panjang pelepah minimal 30 cm, dan tidak terserang hama penyakit serta
banir berbentuk huruf L. Bobot bibit yang digunakan dalam percobaan ini 5001,000 g. Bahan tanam kemudian di tempatkan di penampungan dan diberi naungan serta disiram untuk menjaga kelembabannya. Sebelum ditanam daun tua dipangkas terlebih dahulu dengan tinggi pangkasan 30 cm dari banir agar evaporasi

13
dapat ditekan dan mempercepat pemunculan calon tunas pertama yang selanjutnya
akan menjadi daun. Bibit sagu kemudian rendam dalam larutan fungisida Dithane
M-45 dengan dosis 2 g/l air. Bibit direndam selama 10 menit, setelah itu dikeringanginkan selama 10-15 menit agar fungisida tersebut dapat meresap. Selanjutnya
bibit dapat ditanam dalam polibag dengan media tanah gambut yaitu satu bibit per
polibag dan diberi Furadan 3G + 5 butir per polibag pada lubang tanam untuk
mencegah serangan hama.
Pemberian Pupuk atau aplikasi pupuk P dilakukan sehari setelah penanaman, dengan cara alur yaitu melingkar disekitar banir. Pemberian pupuk P dilakukan bersamaan dengan pupuk dasar, pupuk dasar yang digunakan yaitu Urea dengan dosis 6 g/polibag dan KCl dengan dosis 2.5 g/polibag. Persemaian diberi naungan berupa paranet 75% untuk menjaga suhu dan kelembaban bibit.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman tanaman sebanyak 2 kali sehari, penanggulangan gulma secara mekanik yaitu dengan mencabut gulma di dalam dan sekitar polibag serta penanggulangan hama dan penyakit. Pengendalian
hama mengunakan insektisida Lentrex EC 400 dengan konsentrasi 2cc/l air. Pengendalian cendawan dengan herbisida Dhitane M-45 dengan dosis 5 g/l air dan
10 g/l air dengan cara dioles dengan kuas.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan dari 2 hingga 10 MSA (Minggu Setelah Aplikasi)
dengan mengamati 24 tanaman contoh per unit percobaan. Peubah yang diamati
yaitu keragaan pertumbuhan tanaman sagu meliputi presentase hidup bibit, persentase pemekaran daun, panjang daun pangkas, panjang dan lebar anak daun
pangkas, panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun 1, panjang petiol daun 1,
jumlah anak daun 1, leaf life span daun 1, jumlah daun total yang dilakukan setiap
seminggu sekali, Pengamtan bobot kering tanaman (akar, petiol dan rachis) pada
10 MSA, Serta dilakukan pengamatan data pendukung seperti suhu, kelembaban,
dan pH.
Presentase hidup bibit diukur dari jumlah bibit yang hidup dibandingkan
jumlah bibit yang ditanam. Panjang daun atau pelepah diukur dari pangkal banir
sampai ujung daun. Panjang petiol dihitung dari titik tumbuh pelepah daun sampai

14
batas anak daun yang pertama. Jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan daun yang ada pada bibit. Presentase pemekaran daun dihitung dari jumlah daun yang mekar sempurna. Jumlah anak daun dihitung dari total anak daun
yang telah mekar sempurna. Umur daun dari mulai mekar sampai mati (Leaf life
span) diamati untuk mengetahui pengaruh defisiensi terhadap umur daun yaitu dengan memantau pertumbuhan dan perubahan yang terdapat pada daun 1. Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada akhir percobaan dengan cara mengeringkan akar, petiol, dan rachis di dalam oven bersuhu + 800C hingga bobotnya
konstan.
Pengamatan suhu dan kelembaban dilakukan dengan termometer bola kering bola basah, yaitu dengan alat Hygrometer untuk melihat kisaran suhu dan kelembaban harian dalam paranet. Keasaman tanah (pH) media diukur dengan alat
pHmeter sedangkan pengamatan sifat kimia tanah awal (C-organik, N-total, C/N,
pH, P-tersedia, P-total, K-tersedia, K-total, K-dd, Ca-dd, Mg-dd, Na-dd, Fe-dd,
Al-dd, KTK, KB, Al3+ H+) diperoleh dari hasil analisis tanah yang diambil secara
komposit sebelum penelitian dilaksanakan sebanyak 1 sampel dan setelah percobaan sebanyak 6 sampel (sesuai dengan jumlah taraf perlakuan pupuk yang dicobakan). Contoh tanah dianalisis di laboratorium tanah SEAMEO BIOTROP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi Umum
Percobaan dilaksanakan di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau.
Pembibitan yang lebih banyak dilakukan PT. National Sago Prima adalah sistem
rakit. Pembibitan sistem rakit menunjukkan persentase hidup yang tinggi dipersemaian namun, persentase hidupnya rendah saat dipindah tanam ke lapang. Sistem
polibag seringkali memiliki persentase hidup yang tinggi di lapang namun, cara
tersebut memiliki tingkat hidup yang rendah (kurang dari 50%) dipersemaian. Oleh karena hal tersebut dikembangkan cara untuk memperbesar persentase hidup
bibit di polibag dengan jalan pemupukan. Pupuk P digunakan terutama untuk memacu pertumbuhan akar dan untuk memperkaya kandungan hara tanah gambut.
Bibit yang baru ditanam dalam polibag belum mempunyai akar yang cukup, sedangkan akar sangat penting untuk menyerap unsur hara dan mineral dari dalam
tanah yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan bibit sagu.
Kendala yang dihadapi diawal percobaan terutama pengadaan bibit, dikarenakan sulitnya mendapatkan pemborong untuk pengambilan bibit di lapang.
Persiapan alat dan bahan juga terkendala pengadaannya terkait dengan transportasi ke lokasi penelitian sehingga waktu penelitian yang efektif hanya 3 bulan.
Serangan cendawan mulai terjadi pada umur bibit 3 MSA. Serangan tersebut menyebabkan bibit membusuk kemudian mati (Gambar 1). Cendawan tersebut
belum diketahui jenisnya, sehingga belum dapat ditentukan pestisida yang tepat
untuk mengendalikannya. Cendawan tersebut selanjutnya diidentifikasi di laboratorium milik PT. Sampoerna Agro, Palembang. Hasil identifikasi baru diketahui
diakhir pengamatan yaitu Oidium sp. Cendawan tersebut hidup di permukaan daun dan batang yang masih hijau dan membentuk haustorium yang digunakan untuk menyerap nutrisi dari epidermis inangnya.
Penanggulangan cendawan dilakukan dengan pemangkasan (Gambar 2)
dan pengolesan fungisida (Gambar 3) untuk membuang bagian yang sudah terkena cendawan dan untuk mencegah penyebarannya, baik pada bagian tanaman

16
yang telah diserang maupun terhadap tanaman lainya yang masih sehat. Pengolesan fungisida (Dithane-45) telah dilakukan 2 kali untuk keseluruhan bibit, pengolesan ke-2 dilakukan dengan konsentrasi yang lebih pekat mengingat serangan
cendawan yang semakin hebat pada musim hujan. Tindakan pengendalian yang
dilakukan dengan pemangkasan pada bukan tanaman contoh dan pengolesan fungisida (Dithane-45) lebih bersifat preventif sehingga tanaman yang sudah terlanjur terkena serangan sampai pada titik tumbuhnya tidak dapat diselamatkan.
Pengolesan fungisida dan pemangkasan pada bagian yang terinfeksi dan
mengandung spora cendawan cukup menghentikan serangan cendawan. Gulma
yang tumbuh dikendalikan dengan cara manual dengan mencabut dan membuang
dari lingkungan tumbuh bibit agar tidak terjadi persaingan yang dapat merugikan
atau menghambat pertumbuhan bibit dalam hal persaingan unsur hara, cahaya dan
air.

Gambar 1. Bibit yang
terserang cendawan dan
membusuk

Gambar 2. Pemangkasan
bagian bibit yang kering
atau busuk.

Gambar 3. Pengolesan
fungisida (Dhitane-45)
dengan konsentrasi 5 g/l
dan 10 g/l.

Pemangkasan rata pada bibit saat penanam menyebabkan banyak calon daun yang terpangkas rachisnya. Bibit hanya menumbuhkan petiol yang tidak dapat
mengeluarkan anak daun (Gambar 4a), sehingga menyebabkan rendahnya nilai %
pemekaran, rendahnya rataan panjang dan lebar anak daun pangkas, sementara energi atau karbohidrat yang ada pada bibit digunakan untuk mendukung pertumbuhan daun pangkas tersebut dan baru akan dialokasikan ke pembentukan daun
baru jika daun pangkas tersebut sudah cukup tua (Gambar 4b).

17

(a)

(b)

Gambar 4. Akibat Pemangkasan rata pada awal penanam (a). Petiol Panjang namun daun
pangkas tidak menumbuhkan anak daun. (b) Daun Pangkas tidak berdaun
dan sudah tua, baru kemudian terbentuk daun baru.

Persentase Hidup Bibit
Persentase hidup bibit didapatkan dari jumlah bibit yang hidup dibandingkan jumlah bibit yang ditanam dari 2 hingga 10 MSA (Minggu Setelah Aplikasi).
Perlakuan pemberian pupuk P tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap persentase hidup bibit (Tabel 1). Perlakuan pupuk P sebesar 6 g (P2)
memiliki rata-rata persentase hidup bibit sebesar (74.50%) pada pengamatan 10
MSA. Perlakuan pupuk P sebesar 9 g (P3) menunjukkan persentase hidup bibit
yang rendah yaitu kurang dari 65% (Gambar 5).
Tabel 1. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Persentase Hidup Bibit
MSA Ke7
2
3
4
5
6
.................%....................
0
99.00
97.00
92.00
88.00 85.50 81.00
3
100.00 95.00
93.00
87.50 85.50 82.00
6
100.00 97.00
94.00
90.50 88.50 86.00
9
100.00 95.00
90.50
86.00 81.00 75.00
12
100.00 95.50
91.00
88.50 84.50 82.50
15
100.00 97.00
96.00
92.00 88.50 85.50
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.

Dosis (g
TSP/polibag)

8

9

10

77.50
78.00
84.00
69.50
77.25
79.50
tn

73.50
72.50
80.50
66.00
72.50
73.50
tn

65.50
69.50
74.50
62.00
70.50
67.00
tn

Sebaran data yang tidak normal pada peubah persentase hidup bibit ditransformasi menggunakan tranformasi Arcsin √x. Hasil transformasi ditunjukkan
pada Tabel 2.

18
Tabel 2. Rata-rata Persentase Hidup Bibit Sagu (Hasil Transformasi)
Dosis (g
TSP/polibag)

2

3

4

MSA Ke5
6

7

8

9

10

.................%....................
0

87.12

81.54

74.32

70.50 67.91 64.42 61.91 59.45 54.13

3

90.00

77.98

75.19

70.12 68.57 66.78 62.88 59.24 57.23

6

90.00

80.17

75.92

72.17 70.39 68.09 66.50 63.86 59.72

9

90.00

77.43

72.35

68.08 64.44 60.22 56.56 54.41 52.07

12

90.00

79.46

72.67

70.50 67.35 65.56 61.03 58.57 57.22

15

90.00

80.17

78.65

73.74 70.22 67.79 63.17 59.12 55.03

Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.

tn

tn

tn

tn

Gambar 5. Persentase Hidup Bibit sagu

Persentase Pemekaran Daun
Daun pangkas mulai mekar sempurna pada 3 MSA dan daun 1 mulai mekar sempurna pada pengamatan 6 MSA. Perlakuan pemberian pupuk P memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada persentase pemekaran daun total, dengan nilai kisaran pemekaran sebesar 16-28 % pada 10 MSA (Tabel 3). Peningkatan pemekaran berjalan cepat pada 9 MSA disebakan telah banyak daun 1 yang
mekar, polanya dapat dilihat pada Gambar 6.

19
Tabel 3. Pengaruh Pemberian Pupuk P terhadap Persentase Pemekaran
Daun Bibit Sagu
MSA Ke3
4
5
6
7
8
.................%....................
0
1.53
4.37
6.21
7.53
9.65
12.11
3
0.00
2.61
3.21
3.96
5.99
9.99
6
0.50
4.25
7.56
9.09
11.07
12.35
9
0.50
1.13
2.26
4.21
5.74
7.63
12
0.00
1.10
1.65
3.55
5.44
8.99
15
0.52
0.52
2.73
6.80
8.11
9.65
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.
Dosis (g
TSP/polibag)

9

10

14.88
15.26
18.79
12.13
10.76
13.92
tn

19.63
28.49
26.35
16.24
18.31
16.86
tn

Sebaran data yang tidak normal pada peubah persentase pemekaran daun
ditransformasi menggunakan tranformasi Arcsin √x. Hasil transformasi ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu (Hasil Transformasi)
MSA Ke3
4
5
6
7
8
.................%....................
0
4.98
10.17 12.48 15.36 17.43
19.28
3
0.00
7.97
8.72
9.59
13.28
17.96
6
2.03
9.98
13.21 14.31 16.56
17.44
9
2.03
4.32
7.40
11.28 12.81
14.36
12
0.00
4.26
5.16
9.42
13.46
17,35
15
2.07
2.08
6.42
13.93 15.47
16,92
Uji F
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.
Dosis (g
TSP/polibag)

Gambar 6. Persentase Pemekaran Daun

9

10

22.09
22.56
21.91
18.57
18.97
20.96
tn

25.73
31.81
29.12
21.63
24.98
23.39
tn

20
Panjang Daun Pangkas
Perlakuan pemberian pupuk P tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan
panjang daun pangkas. Semua perlakuan menunjukkan rataan panjang daun pangkas yang hampir sama dengan range 14-17 cm pada pengamatan 10 MSA. Pemberian pupuk P sebesar 6 g per polibag mempunyai pertumbuhan panjang daun
pangkas hampir mencapai 17 cm pada pengamatan 10 MSA. Perlakuan tanpa
pemberian pupuk P menunjukkan hasil rata-rata pertumbuhan panjang daun pangkas yang kecil yaitu kurang dari 15 cm pada penga

Dokumen yang terkait

Pengelolaan sagu (Metroxylon spp.) Di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan aspek khusus pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag di pembibitan

0 3 164

Pengelolaan sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kab. Kepulauan Meranti, Riau, dengan studi kasus pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap pertumbuhan bibit sagu

0 7 150

Pengaruh Pemberian Pupuk N Dengan Berbagai Dosis Terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu (Metroxylon spp.) di Persemaian Dengan Sistem Polibag

0 5 122

Pengaruh jumlah daun bibit tanaman sagu (Metroxylon sp) terhadap pertumbuhan awal di lapangan

0 5 101

Pengaruh Pemberian Pupuk K dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag

0 3 101

Pengaruh Intensitas Naungan terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu (Metroxylon spp.) di Persemaian dengan Sistem Persemaian Rakit

0 4 121

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS PUPUK KOMPOS KONSENTRASI BIOSTIMULAN DHARMASRI 5EC TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO.

0 0 9

16 RESPON PEMBERIAN DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN DOSIS PUPUK NPK YARAMILA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN GAHARU (Aquilaria crassna) DI POLIBAG

0 1 7

RESPON PEMBERIAN DOSIS PUPUK KCL DAN DOSIS PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN GAHARU (Aquilaria crassna) DI POLIBAG

0 0 6

31 RESPON PEMBERIAN PUPUK KANDANG KAMBING DAN PUPUK NPK MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN GAHARU (Aquilaria crassna) DI POLIBAG

0 3 6