Pengaruh jumlah daun bibit tanaman sagu (Metroxylon sp) terhadap pertumbuhan awal di lapangan

i

PENGARUH JUMLAH DAUN BIBIT TANAMAN SAGU
(Metroxylon sp) TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL
DI LAPANGAN

Oleh
MUHAMMAD IQBAL NURULHAQ
A24080001

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Abstract
MUHAMMAD IQBAL NURULHAQ The Effect Of Leaves Number Sago Palm
Seedling On Early Growth On The Field.
The experiment was did to know the effect of number leaves on sago palm seeedling
after nurserry for the early growth on the field. The experiment was did 3 month
(observation) and 2 month preparing the experiment, starting of februari 2012 until juni 2012.

The experiment located on PT. National Sago Prima. Selat Panjang, Riau.
The treatment were arranged in completely randomized design. The treatment
investigated were the use of seedling at one leaves, two, three or more than (control), and
without leave with six replication. The sample taken from each replication, ten sample for
each treatmen in replication. The seedling were planted on the hole with size 40 cm x 40 cm
x 40 cm.
The result show that the trearment had a significant effect on additional leave, length
and width leafe in the new leave (1 and 3), and for ecah variable on the new leave number 4.
The treatment had a significant effect on the optimum condition for growth (appearance new
leave). The treatment two leave had not significant effect with control treatment. The
treatment without leave had lowest value than the other. The positif respons had showing
from the treatment two leave on increasing leave, and percentage of life on the field. The
highest precentage of life has showing from the treatment two leave with 65% and the lowest
showing from the treatment without leave with 15 %.

ii

RINGKASAN

MUHAMMAD IQBAL NURULHAQ pengaruh jumlah daun bibit tanaman

sagu (Metroxylon sp) terhadap pertumbuhan awal di lapangan. (Dibimbing
oleh M. H. BINTORO)
Percobaan dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh dari jumlah daun
yang ada pada bibit tanaman sagu pasca persemaian terhadap pertumbuhan awal
di lapangan. Percobaan dilakukan selama 3 bulan (pengamatan) dan 2 bulan persiapan percobaan mulai dari Februari 2012-Juni 2012. Lokasi percobaan bertempat di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), dengan satu faktor dan enam ulangan. Faktor yang dicobakan yaitu jumlah daun bibit sagu yang terdiri atas: bibit berdaun 1, bibit berdaun 2,
bibit berdaun ≥ 3 (kontrol), dan bibit berdaun 0. Tanaman contoh diambil sebanyak 10 tanaman dari tiap perlakuan pada masing-masing ulangan. Bibit ditanam
pada lubang tanam berukuran 40 cm x 40 cm x40 cm.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap peubah pertambahan daun, panjang dan lebar anak
daun pada beberapa pengamatan daun baru (1 dan 3), dan setiap peubah pada
pengamatan daun baru ke-4. Rata-rata perlakuan menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata pada kondisi optimum pertumbuhan (pertumbuhan daun baru).
Perlakuan bibit berdaun 2 menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan kontrol. Perlakuan berdaun 0 menghasilkan pengaruh yang
paling kecil diantara perlakuan lainnya. Bibit berdaun 2 memberikan respon positif pada pertambahan jumlah daun, demikian juga dalam persentase hidup di
lapangan. Persentase hidup tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan bibit berdaun 2
dengan persentase hidup 65% dan persentase terendah ditunjukkan perlakuan
berdaun 0 yaitu sekitar 15%.


iii

PENGARUH JUMLAH DAUN BIBIT TANAMAN SAGU
(Metroxylon sp) TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL
DI LAPANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

MUHAMMAD IQBAL NURULHAQ
A24080001

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

iv


PENGESAHAN
Judul

: PENGARUH JUMLAH DAUN BIBIT TANAMAN

SAGU (Metroxylon sp) TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL DI LAPANGAN
Nama

: MUHAMMAD IQBAL NURULHAQ

NIM

: A24080001

Menyetujui,
Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr
NIP 19480801 197403 1 001


Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr
NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :....................................

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 11 mei 1991, dari pasangan
Abdul Gani (ayah) dan Mahari Sriarti (ibu). Penulis merupakan anak ke-3 dari
tiga bersaudara.
Penulis mengenyam pendidikan dasar di SD Pemuda Bangsa. Sewaktu
kelas 4 SD, penulis pindah ke Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Penulis melanjutkan pendidikan di SDN 2 Raba kemudian meneruskan ke jenjang yang lebih
tinggi, yaitu SMP N 2 Kota Bima dan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya penulis
lulus dari SMAN 1 Kota Bima pada tahun 2008 melalui program percepatan.
Lulus dari SMA penulis melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, yaitu

Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur USMI dan diterima
sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama mengenyam pendidikan tinggi penulis juga aktif dalam berbagai
kegiatan organisasi mahasiswa khususnya organisasi ekstra kampus. Sejak tahun
2008 penulis telah aktif dalam kegiatan sosial di Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia komisariat IPB (KAMMI-IPB). Pada tahun yang sama penulis
menjabat sebagai sekretaris umum dan kemudian menjadi ketua umum priode
2008-2009. Tahun 2010 penulis kembali menjabat menjadi ketua umum KAMMI
–IPB selama satu tahun dan kemudian melanjutkan ke kepengurusan KAMMI
daerah Bogor sebagai wakil ketua bidang eksternal hingga tahun 2013.

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini
dengan baik. Peneliltian mengenai pengaruh jumlah daun bibit tanaman sagu
(Metroxylon sp) terhadap pertumbuhan awal di lapangan dilaksanakan terdorong
atas dasar permasalahan pangan dunia saat ini yang sedang mengalami krisis

pangan akibat semakin tingginya jumlah penduduk dan semakin sempitnya lahan
pertanian yang tersedia. Dari hal tersebut maka perlu dikembangkan bahan pangan
alternatif yang cukup efisien mensubstitusi kebutuhan pangan terutama di Indonesia.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan jumlah daun pada
bibit tanaman sagu terhadap pertumbuhan awal setelah tanam. Tentunya dalam
penulisannya, penulis dibantu oleh banyak pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1.

Bapak Prof. Dr. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik.

2.

Keluarga tercinta : Ibu, Ayah, dan kedua orang kakak, yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan semangat, nasihat serta kasih sayang
kepada penulis.

3.

Para rekan kerja selama penelitian : Fendri, Rahmat, Hesti, Ika, dan Alma.


4.

Tim Riset and Development PT. National Sago Prima (Mas Gia, Mas Fahmi,
Mas Fajar, Mas Andri, Mbak Ruri, dan Mas Suwarno) yang telah membantu
memberikan fasilitas serta sarana yang dibutuhkan selama penelitian berlangsung.

5.

Asisten kebun, pembibitan, land clearing yang telah membantu dalam lancarnya penelitian ini (Pak Hendra, Pak Pandu, Kak Agung, Kak Angga,
Bang Budi).

6.

Para Buruh Harian Lepas (Pak Masi, Pak Tiar, Andes, Dedi, Pak Elo, Joni,
Pak Badeng, Pak Jari dan Atong serta mandor kami Pak Akui dan Pak
Herman serta Pak Athan) yang berjasa dalam kelancaran percobaan ini.

vii

7.


Teman-teman AGH angkatan 2008 (Indigenous 45) serta kakak kelas yang
selalu memberikan dukungan semangat agar terselesaikannya usulan penelitian ini.

8.

Terakhir saya mengucapkan terimakasih atas doa yang tulus dari kawankawan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) se-daerah
Bogor

Bogor, 10 Agustus 2012
Penulis

viii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xi

PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
Latar Belakang.............................................................................................. 1
Tujuan............................................................................................................ 2
Hipotesis....................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 3
Tanaman sagu............................................................................................... 3
Pertumbuhan tanaman sagu…........................................................................4
Penanaman sagu............................................................................................ 5
Daun dan fungsinya........................................................................................5
BAHAN DAN METODE.......................................................................................... 7
Tempat dan Waktu....................................................................................... 7
Bahan dan Alat............................................................................................. 7
Metode dan Pelaksanaan............................................................................... 7
Pengamatan dan Pengumpulan Data.............................................................. 9
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................……………...... 10
Kondisi Umum....……………………………………………………........... 10
Hasil Pengamatan.......…………………………………………………........ 12
Pembahasan.................................................................................................. 29
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 37
Kesimpulan................................................................................................... 37

Saran............................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 38
LAMPIRAN.............................................................................................................. 40

ix

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Persentase Hidup..........................................................................................

12

2. Pertambahan Daun Baru..............................................................................

14

3. Pertambahan Tinggi Tanaman.....................................................................

15

4. Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-1).......................................................... 16
5. Panjang Racis Daun Baru ke-1....................................................................

17

6. Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-1).... ...................................................

17

7. Lebar Anak Daun (Daun Baru ke-1)............................................................

18

8. Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-2).......................................................... 19
9. Panjang Racis Daun Baru ke-2..................................................................... 20
10. Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-2)......................................................

21

11. Lebar Anak Daun (Daun Baru ke-2)..........................................................

21

12. Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-3)........................................................ 22
13. Panjang Racis Daun Baru ke-3................................................................... 24
14. Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-3)......................................................

24

15. Lebar Anak Daun (Daun Baru ke-3)..........................................................

25

16. Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-4)........................................................ 26
17. Panjang Racis Daun Baru ke-4................................................................... 27
18. Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-4)......................................................

28

19. Lebar Anak Daun (Daun Baru ke-4)..........................................................

28

20. Pengamatan Daun Baru ke-5.....................................................................

29

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Kondisi Lahan......................................................................................

10

2. Serangan Hama....................................................................................

11

3. Presentase Hidup Tanaman..................................................................

13

4. Kemunculan Daun Baru.......................................................................

13

5. Pertambahan Daun Baru......................................................................

14

6. Pertambahan tinggi tanaman................................................................

15

7. Jumlah anak daun (Daun Baru ke-1)...................................................

16

8. Panjang racis daun baru ke-1...............................................................

17

9. Panjang anak daun (Daun Baru ke-1)..................................................

18

10. Lebar anak daun (Daun Baru ke-1)....................................................

18

11. Jumlah anak daun (Daun Baru ke-2).................................................

19

12. Panjang racis daun baru ke-2.............................................................

20

13. Panjang anak daun (Daun Baru ke-2)................................................

21

14. Lebar anak daun (Daun Baru ke-2)....................................................

22

15. Jumlah anak daun (Daun Baru ke-3).................................................

23

16. Panjang racis daun baru ke-3.............................................................

23

17. Panjang anak daun (Daun Baru ke-3)................................................

24

18. Lebar anak daun (Daun Baru ke-3)....................................................

25

19. Jumlah anak daun (Daun Baru ke-4).................................................

26

20. Panjang racis daun baru ke-4.............................................................

27

21. Panjang anak daun (Daun Baru ke-4)................................................

27

22. Lebar anak daun (Daun Baru ke-4)....................................................

28

23. Pengamatan daun baru ke-2...............................................................

29

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1 Layout Percobaan................................................................................

41

2 Bibit Sagu...........................................................................................

42

3 Lubang Tanam dan Penanaman Bibit Sagu........................................

42

4 Data Transformasi Pengamatan Persentase Hidup..............................

43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Dahulu sagu menjadi salah satu makanan
pokok masyarakat Indonesia timur, yaitu di daerah Maluku dan dataran rendah
Papua. Sampai saat ini luas areal tanaman sagu belum diketahui secara pastinya.
Namun, menurut Dinas Kehutanan Propinsi Irian Jaya menyatakan luas hutan
sagu di Irian Jaya 6 juta hektar (Djoefrie, 1999), sedang menurut Manan dalam
Bintoro (2008) luas lahan sagu di Indonesia adalah 4 183 300 hektare. Tanaman
sagu memiliki kandungan pati yang sangat tinggi. Satu individu tanaman sagu
mampu menghasilkan 200-400 kg pati, bahkan ada yang mencapai 800 kg
(Bintoro et al., 2010). Melihat potensi sagu dengan kandungan pati yang cukup
banyak memungkinkan tanaman sagu menjadi salah satu komoditas untuk diversifikasi pangan nasional.
Bagian utama yang dimanfaatkan dari tanaman sagu adalah batangnya.
Bagian dalam batang sagu atau biasa disebut empulur diolah dan diambil patinya.
Sejauh ini pati sagu telah diolah menjadi beraneka ragam jenis olahan seperti:
papeda, empek-empek, cendol, soun, dan bakso. Selain untuk bahan pangan, pati
sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku non pangan. Beberapa hasil
olahan pati sagu non pangan diantaranya adalah sebagai bahan baku pembuatan
bioetanol dan plastik yang dapat terurai (biodegradable) (Flores, 2008). Selain
patinya yang dapat dimanfaatkan, bagian-bagian lain dari tanaman sagu juga dapat
dimanfaatkan untuk keperluan manusia, daunnya dapat dijadikan atap rumah tradisional, tulang daunnya dapat dibuat dinding, lidinya dapat dibuat sapu, dan kulit
batangnya dapat dijadikan lantai rumah tradisional.
Sagu dapat tumbuh dengan baik di daerah-daerah rawa yang berair tawar,
rawa yang bergambut, sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air dan hutan-hutan
rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Tanaman sagu merupakan tanaman yang menyukai air. Berdasarkan daerah penyebarannya, tanaman sagu lebih sering ditemukan di daerah dekat sumber air. Di

2

Indonesia tanaman sagu mudah sekali ditemui di daerah Maluku, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, dan Sumatera terutama pada daerah yang bertanah gambut.
Sagu mampu tumbuh pada lahan gambut tetapi pada lahan tersebut terjadi
kahat hara (Bintoro, 2008). Hal tersebut disebabkan tanah gambut yang sangat
sedikit mengandung hara tersedia bagi tanaman. Dari fenomena tersebut maka
tanaman sagu perlu ditingkatkan produktivitasnya untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Peningkatan produktivitas terjadi jika terdapat peningkatan hasil dibandingkan sebelumnya. Tingginya produktivitas tanaman merupakan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sagu secara umum dipengaruhi oleh nutrisi yang diserapnya.
Nutrisi tersebut diserap dan diproses melalui proses fotosintesis.
Proses fotosintesis tidaklah lepas dari fungsi utama daun yang memiliki
stomata dan klorofil. Luas dari tajuk daun sagu menjadi faktor penting yang mempengaruhi penyerapan CO2 dan cahaya matahari. Secara umum fotosintesis merupakan proses biologis yang mengubah energi matahari menjadi produk biomassa, sehingga jumlah daun menjadi faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman sagu. Menurut Gusmayanti et al. (2008) daun merupakan
bagian tanaman yang memegang peran penting dalam proses biophysical, terutama dalam menentukan pertukaran air dan energi antara permukaan tanah,
tanaman, dan atmosfer. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan awal tanaman sagu di lapanng berdasarkan kriteria jumlah
daun yang muncul di persemaian.
Tujuan
Kegiatan percobaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah daun yang
efisien bagi pertumbuhan awal setelah tanam pada tanaman sagu, sehingga
nantinya dapat menjadi salah satu rekomendasi dalam penanaman bibit sagu di
lapangan.
Hipotesis
Hipotesis dari percobaan ini adalah terdapat pengaruh yang berbeda dari
masing-masing perlakuan jumlah daun bibit sagu terhadap pertumbuhan tanaman
sagu di lapangan. Diantara perlakuan D0, D1, D2, dan D3 terdapat perlakuan yang
memberikan pengaruh terbaik.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sagu
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu jenis tanam pangan non biji
yang telah cukup banyak dikenal oleh penduduk Indonesia terutama di kawasan
yang memiliki sedikit sawah. Beberapa daerah di Maluku telah mengkonsumsi
sagu sebagai makanan pokok. Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat
yang potensial di Indonesia. Tanaman sagu dapat digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 tahun 1979 (Haryanto dan
Pangloli, 1992). Sagu merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia dan
menempati urutan ke 4 setelah ubikayu, jagung dan ubi jalar (Lestari et al., 2010)
Sagu termasuk dalam jenis tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae.
Tanaman sagu termasuk dalam genus Metroxylon yang secara garis besar digolongkan menjadi dua yaitu: tanaman sagu yang berbunga atau berbuah dua kali
(Pleonanthic) dengan kandungan pati rendah dan tanaman sagu yang berbunga
atau berbuah sekali (Hepaxanthic) yang memiliki nilai ekonomis penting, karena
kandungan patinya lebih banyak (Bintoro et al., 2010)
Pada tanaman sagu, pati terdapat pada bagian batang, dibagian dalam
batang terdapat empulur yang kemudian pada bagian tersebut diperoleh pati sagu.
Tanaman sagu memiliki kandungan jumlah pati yang cukup banyak. Jika dihitung
jumlah pati yang dapat sagu hasilkan, maka akan terlihat perbandingan yang
cukup besar antara jumlah pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu satu hektar
dengan tanaman jagung atau padi satu hektar. Pati yang terdapat dalam satu
batang sagu berkisar 200-400 kg (umur panen sagu 12-15 tahun). Beberapa
peneliti Jepang menemukan pohon sagu yang mengandung pati hingga 800-900
kg/batang sagu. Schuilling (2009) menyebutkan pati sagu terdiri atas 27% amilosa
dan 73% amilopeptin. Pati kering sagu dari beberapa jenis sagu di Indonesia
mengandung 10-17% air, 0.31% protein, 0.11-0.25% lemak, 81-88% karbohidrat,
1.35% serat, 0.15-0.28% abu (Schuilling, 2009).
Pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu sangat bergantung pada teknik
pengolahan pasca panennya. Penelitian yang dilakukan oleh Yamamoto et al.
(2008) mengestimasi hasil pati tanaman sagu per hektare per tahun yang diolah

4

dengan teknik tradisional antara 2.8 hingga 6.6 ton/ha/tahun, sedang dengan
analisis kimia antara 5.9 hingga 13.7 ton/ha/tahun (populasi 100 tanaman/ha).

Pertumbuhan Tanaman Sagu
Tanaman sagu merupakan tanaman yang berkembangbiak dengan menggunakan anakan. Dalam satu pohon sagu mampu menghasilkan anakan yang cukup banyak. Pada umur 4-5 tahun anakan sagu mulai membentuk batang, kemudian pada sekitar batang bagian bawah tumbuh tunas-tunas yang berkembang
menjadi anakan (sucker) (Bintoro, 2008). Flach (1983) menyebutkan, pada kondisi tanaman yang baik setiap 3-4 tahun dua anakan akan berkembang menjadi
pohon.
Seperti tumbuhan pada umumnya, tanaman sagu melalui periode pertumbuhan vegetatif dan generatif. Schuilling (2009) menuliskan fase pertumbuhan tanaman sagu dari biji hingga fase dewasa yaitu dimulai dari fase embrio
(embryonic phase), perkecambahan (seedling phase), pembentukan batang
(establishment phase), fase vegetatif dewasa (adult vegetative phase), dan fase
generatif (generative phase). Fase pertumbuhan tanaman sagu tidak berbeda jauh
dengan fase pertumbuhan pada tanaman di keluarga Palmae pada umumnya.
Secara rinci fase pertumbuhan tanaman sagu dimulai dari periode vegetatif yang
diawali dengan fase pertumbuhan anakan atau semaian, selanjutnya memasuki
fase sapihan yaitu telah muncul sistem perakaran pada anakannya. Fase selanjutnya adalah fase pertumbuhan yang biasa disebut dengan fase tiang yaitu anakan
telah tumbuh mandiri dan telah membentuk pelepah daun yang keras. Setelah
melewati fase tiang, tanaman sagu mulai membentuk batang, fase tersebut dinamakan fase pohon. Pada fase pohon, tanaman sagu telah memiliki tinggi ≥5 m.
Fase pohon menjadi batas antara periode vegetatif dengan periode generatif. Pada awal periode generatif dimulai dengan fase masak tebang, selanjutnya
tanaman sagu akan melalui fase putus duri, yang pada saat tersebut sebagian duri
pada pelepah daun telah lenyap. Fase berikutnya adalah fase daun pendek
“maputi”. Pada fase tersebut tanaman sagu sudah siap untuk dipanen batangnya.
Beberapa fase berikutnya adalah fase jantung “maputi masa”, sirih buah, dan ter-

5

akhir fase lewat masak tebang, yang pada saat tersebut tanaman sagu melewati
masa pembentukan bunga hingga berbuah dan mati.

Penanaman Sagu
Sebelum dilakukan penanaman sagu di lapangan, bibit sagu disemai
terlebih dahulu. Persemaian dilakukan selama 3 bulan dan dilakukan di kanal
dengan menggunakan rakit yang terbuat dari pelepah sagu atau rangka bambu.
Sebelum dilakukan persemaian, bibit sagu dipangkas daunnya terlebih dahulu
hingga menyisakan setengah dari panjang daun. Pemangkasan berfungsi untuk
menekan laju evaporasi dan untuk mempercepat pemunculan calon tunas pertama
yang selanjutnya akan menjadi daun. Selain itu bibit perlu dicelupkan ke dalam
larutan fungisida untuk mencegah timbulnya cendawan selama persemaian.
Setelah 3 bulan di persemaian bibit diangkut dan dipindahkan ke lapangan
tempat dilakukannya penanaman. Sebelum penanaman di lapangan, terlebih
dahulu dilakukan pengajiran. Pengajiran tersebut dimaksud untuk menandai tempat dibuatnya lubang tanam beserta penentuan jarak tanam. Jarak tanam antar ajir
10 m x 10 m bila pada kebun diusahakan sistem tanam monokultur, tetapi bila diusahakan dengan sistem tanam tumpang sari jarak tanam yang digunakan antar
ajir 10 m x 15 m (Bintoro, 2008).
Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm, tetapi
kedalaman lubang tanam yang ideal adalah ketika lubang tanam telah menncapai
permukaan air tanah. Kedalaman maksimum dari lubang tanam kurang lebih 60
cm.
Bibit sagu segera ditanam setelah selesai pembuatan lubang, pada bagian
rhizome yang dipotong harus ditutup dengan tanah agar tidak terkena serangan
hama dan penyakit. Daun yang baru tumbuh juga pucuk daun dipotong agar tidak
terjadi kerusakan atau patah. Abut yang telah ditanam diberikan dua potong kayu
yang berfungsi sebagai penguat abut agar tidak hanyut bila terjadi penggenangan.

Daun dan Fungsinya
Daun merupakan salah satu organ yang dimiliki tanaman yang bermanfaat
untuk melakukan sebagian besar kegiatan pengubahan ikatan-ikatan kimia sehing-

6

ga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Daun memiliki stomata dan klorofil yang
berfungsi saat daun akan melakukan fotosintesis. Klorofil atau biasa disebut
dengan zat hijau daun, menjadi bagian dari daun yang menyerap radiasi matahari.
Penyerapan radiasi matahari sebagian besar diinvestasikan pada awal pertumbuhan tanaman dalam bentuk penambahan luas daun, yang mengakibatkan tanaman
dapat lebih efisien menyerap radiasi matahari (Gardner et al., 2008).
Perkembangan luas daun pada tanaman budidaya menyebabkan peningkatan penyerapan cahaya oleh daun (Gardner et al., 2008). Penyerapan radiasi tersebut dipengaruhi oleh indeks luas daun pada tanaman (leaf area index). Indeks luas
daun menunjukkan rasio permukaan daun terhadap luas tanah yang ditempati oleh
tanaman budidaya. Daun menyerap cahaya matahari secara langsung maupun
tidak langsung. Daun-daun sebelah atas menerima radiasi langsung dan radiasi
difusi, sedangkan daun-daun yang lebih bawah dalam tajuk menerima sebagian
kecil radiasi langsung. Radiasi tidak langsung diterima oleh daun dari radiasi yang
dipancarkan melalui daun-daun dan direfleksikan dari tanaman serta permukaan
tanah.
Daun juga menjadi salah satu pintu keluarnya air dari dalam tanaman,
yaitu melalui proses transpirasi. Transpirasi merupakan proses penguapan air yang
terjadi pada tumbuhan disiang hari. Transpirasi melalui daun terjadi apabila air
berdifusi melalui stomata. Perbedaan potensial air di dalam dan di luar lubang
stomata akan meningkat dan difusi air bersih dari daun juga akan meningkat.
Proses tersebut terjadi apabila aliran udara menghembuskan udara lembab di
permukaan daun. Daun menjadi faktor terbesar terjadinya transpirasi, beberapa
pengaruh daun terhadap laju transpirasi yaitu: penutupan stomata, jumlah dan
ukuran stomata, jumlah daun, dan penggulungan atau pelipatan daun, kedalaman
dan proliferasi akar (Gardner et al., 2008).

7

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Kegiatan percobaan dilaksanakan di perkebunan sagu PT. National Sago
Prima, Selat Panjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Percobaan
dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Januari sampai Juni 2012.

Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan dalam percobaan ini antara lain: bahan tanam
yaitu bibit sagu (abut) sesuai dengan kriteria yang diperlukan, pupuk dasar pada
saat penanaman berlangsung yaitu Rock Phosphate. Adapun alat-alat yang digunakan selama percobaan berlangsung yaitu: Pisau /golok, cangkul, meteran, alat
tulis (pensil, bolpoin, penggaris, spidol, papan jalan), kamera, dan kertas.

Metode dan Pelaksanaan
Percobaan yang dilakukan yaitu tentang pengaruh jumlah daun bibit sagu
setelah dilakukan persemaian terhadap pertumbuhan bibit setelah tanam. Rancangan percobaan yang diterapkan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor (Lampiran 1). Dalam percobaan digunakan empat perlakuan yang berbeda. Dari empat perlakuan yang berbeda masing-masing dilakukan pengulangan dalam enam blok, sehingga percobaan berjumlah 24 satuan
percobaan. Tiap satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman, sehingga total tanaman
yang digunakan 480 tanaman. Bibit yang digunakan dalam percobaan terdiri atas
bibit berdaun ≥ 3 (D3) sebagai kontrol, bibit berdaun 2 (D2), bibit berdaun 1 (D1),
dan bibit tanpa daun (D0) (Lampiran 2). Penanaman dilakukan di lahan dengan
menggunakan jarak tanam 8 m x 8 m dengan lubang tanam berukuran 40 cm x 40
cm x 40 cm. Model rancangan percobaannya yaitu :
Yij = µ + τi + βj + εij ; ( i = 1,......4; j =1,....6 )
µ = nilai tengah umum
τi = pengaruh tanaman berjumlah daun -i

8

βj = pengaruh ulangan ke- j
εij = pengaruh galat perobaan perlakuan -i, kelompok ke- j
Apabila ditemukan pengaruh nyata jumlah daun bibit sagu terhadap pertumbuhan
dengan pengujian ANOVA, dilakukan pengujian lanjut dengan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5 % (Gomez dan Gomez,
2007). Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh aditif, galat percobaan saling
bebas dan menyebar normal, dengan sifat keragaman yang homogen.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan penanaman dan sesudah
penaman antara lain :

Seleksi bibit
Bibit diperoleh dari tempat persemaian. Bibit yang diambil merupakan
bibit yang telah disemai di atas rakit, memiliki perakaran yang cukup dan memiliki kriteria : bibit sudah memiliki 1, 2, 3 helai daun (daun yang telah mekar),
dan bibit yang tidak memiliki helai daun yang mekar. Bibit berdaun 1 adalah bibit
tanaman sagu yang memiliki satu helai daun yang sudah mekar sempurna. Demikian juga dengan bibit berdaun 2 dan 3. Untuk bibit berdaun 0, bibit yang
digunakan adalah bibit yang baru memiliki daun tombak yang belum terjadi pemekaran.

Persiapan lahan
Persiapan lahan dimulai dengan melakukan pembersihan lahan dari gulma.
Lahan yang digunakan kurang lebih seluas 30 000 m2. Pada lahan dipasang ajir
dengan jarak 8 meter tiap ajir. Setelah pemasangan ajir, dilakukan pembuatan
lubang tanam dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm (Lampiran 3)

Penanaman
Penanaman sagu dilakukan sesaat setelah pembuatan lubang tanam yang
berukuran 40 x 40 x 40 cm3. Sampah atau daun serta ranting kayu pada tempat
untuk lubang tanam terlebih dahulu dibersihkan untuk mengurangi serangan hama

9

dan penyakit. Sebelum bibit ditanam, pada lubang tanam terlebih dahulu dilakukan pemberian pupuk dasar yaitu rock phosphate dengan dosis 500 gram per
lubang tanam. Bibit sagu yang telah ditanam kemudian diberikan dua potong kayu
(sampiang) secara bersilang pada bibit. Tujuan pemberian sampiang untuk menegakkan bibit dan agar bibit tidak hanyut ketika terjadi penggenangan.

Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan melakukan pembersihan piringan yang
ditumbuhi gulma, pengendailan hama dan penyakit, dan perbaikan label yang
rusak pada tanaman contoh.

Pengamatan dan Pengumpulan Data
Untuk memperoleh hasil dari tujuan percobaan ini, maka beberapa peubah
diamati sebagai respon dari pertumbuhan tiap perlakuan jumlah daun pada tanaman sagu, diantaranya: tinggi tanaman, pertambahan jumlah daun, jumlah,
panjang, dan lebar anak daun, panjang rachis, dan persentase hidup tanaman.
Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai bagian teratas bibit.
Pertambahan jumlah daun dihitung pada tiap bibit tanaman dan jumlah anak daun
dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan anak daun yang ada pada daun yang
diamati. Panjang anak daun diukur pada anak daun terpanjang (bagian tengah
daun) dari daun yang diamati, yaitu dari pangkal anak daun hingga ujung. Lebar
anak daun diukur pada bagian tengah anak daun dari daun yang sama pada
pengukuran panjang anak daun. Pengamatan dilakukan selama tiga bulan dengan
waktu pengamatan dua minggu sekali atau dua kali pengamatan per bulan untuk
pengamatan tinggi tanaman; jumlah, panjang, lebar anak daun; panjang rachis;
persentase hidup tanaman. Untuk pertambahan jumlah daun dilakukan pengamatan setiap 4 minggu sekali atau setiap satu bulan sekali.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Secara umum kondisi tanaman pada percobaan di lapangan menunjukkan
pertumbuhan yang cukup baik. Keadaan iklim sewaktu melaksanakan kegiatan
penanaman cukup mendukung, karena pada bulan Maret telah memasuki musim
hujan. Lahan tempat percobaan berlangsung merupakan lahan yang baru dibuka
(steaking), sehingga kondisi di lahan masih terdapat banyak potongan kayu dan
tunggul pohon serta rumpukan sisa pakis yang telah di babat. Kedalaman muka air
tanah lahan ± 30 cm, akan tetapi kondisi lahan yang cukup rendah mengakibatkan
kenaikan muka air selama musim hujan berlangsung (Maret-Juni) sehingga lahan
menjadi tergenang (Gambar 1). Curah hujan rata-rata bulan Maret-Juni berkisar
371,9 mm.
Kondisi lahan yang tergenang mengakibatkan lahan menjadi jenuh air, hal
tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman sagu sedikit terhambat. Asumsi
tersebut didasarkan pada pendapat Flach dan Schuiling (1991) yang menyebutkan
bahwa air yang tergenang dapat menghambat pertumbuhan tanaman sagu juga
dapat mengakibatkan efek yang tidak menguntungkan. Pada kondisi tergenang
tersebut tanaman sagu melakukan mekanisme adaptasi dengan membentuk akar
nafas (pneumatophores) sehingga tanaman sagu dapat bertahan dalam kondisi
jenuh air (Schuiling dan Flach, 1985). Kondisi lahan tersebut merata pada setiap
lingkungan tumbuh tanaman percobaan, sehingga diasumikan tidak ada perbedaan
lingkungan tumbuh pada setiap perlakuan.

Gambar 1. Kondisi Lahan. Saat Survey Pertama Kali (kiri), dan Kondisi Lahan
yang Tergenang Saat Musim Hujan Tiba (kanan).

11

Selama percobaan berlangsung tanaman juga mengalami serangan Organisme Perusak Tanaman (OPT) berupa belalang (Sexava sp.), kera (Macaca sp.),
juga babi hutan (Sus barbatus.). Hal tersebut ditunjukkan dengan ditemukannya
beberapa tanaman yang rusak dan terdapat tanda-tanda kerusakan yang diakibatkan OPT tersebut (Gambar 2). Kerusakan yang diakibatkan oleh belalang terlihat
pada banyaknya anak daun yang rusak pada beberapa daun tanaman dengan menyisakan bekas gigitan. Kera lebih sering merusak tanaman dengan menggigit
daun muda yang baru muncul, diduga kera tersebut berasal dari hutan konservasi
yang letaknya cukup dekat dengan lokasi penelitian. Babi hutan muncul setelah 8
MST, terlihat dari banyaknya tanaman yang rusak terinjak-injak.

a

b

c

Gambar 2. Serangan Hama: a. Serangan Belalang (Sexava spp.), b. Bekas Gigitan
Kera (Macaca spp.),dan c. Tanaman yang Rusak Akibat Terinjakinjak Babi Hutan (Sus barbatus.)
Diantara empat perlakuan, perlakuan dengan bibit berdaun 2 (D2) rata-rata
menunjukkan hasil yang paling baik. Perlakuan D2 memiliki persentase hidup
sekitar 65%. Secara umum, pertumbuhan yang baik ditunjukkan oleh bibit perlakuan D2.

12

Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan akhir menunjukkan persentase hidup dan pengamatan
daun baru ke-4 menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Untuk peubah lainnya
rata-rata menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada minggu-minggu sebelum
pengamatan berakhir (4-10 MST), selanjutnya menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata (12 MST). Dari keseluruhan data yang diperoleh dan hasil pengolahannya, terlihat bahwa perlakuan D2 (perlakuan bibit berdaun 2) menunjukkan
hasil rata-rata yang lebih baik diantara keseluruhan perlakuan

Persentase Hidup
Persentase hidup diawal pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan D2
memiliki persentase hidup yang paling tinggi dibandingan perlakuan lainnya
(Tabel 1). Dua minggu berikutnya pada perlakuan D2 terjadi penurunan drastis
hingga ±15% kematian. Persentase hidup terendah ditunjukkan oleh perlakuan D0.
Kematian mulai menunjukkan nilai stabil sekitar 6-12 MST. Hingga pengamatan
berakhir perlakuan D2 menunjukkan persentase hidup yang tinggi diantara perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan D3. Hasil analisis
varian menunjukkan perlakuan menunjukkan hasil yang nyata. Kematian terbanyak ditunjukkan pada 4 MST ke 6 MST (Gambar 3). Pada 4 MST kematian
mengalami penurunan yang cukup merata pada setiap perlakuan yang ditandai
dengan curamnya grafik pada minggu tersebut.
Tabel 1. Persentase Hidup
Perlakuan

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

MST ke2
4
6
8
10
12
..............................................(%)...................................................
85.000a
62.500b
49.167b
38.333b 27.500b 15.000c
69.167b
60.000b
50.833b
47.500b 40.000b 40.000b
95.8333a
86.667a
75.833a
73.333a 70.833a 65.000a
87.500a
80.833a
75.000a
74.167a 69.167a 64.167a
*
**
**
**
**
**
15.05
18.04
22.4
24.31
31.01
32.41

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

13

persen

Persentase Hidup
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10

d1 (perlakuan bibit
berdaun 1)
d2 (perlakuan bibit
berdaun 2)
d3 (perlakuan bibit
berdaun ≥ 3)
2

4

6

8

10

12

MST

d0 (perlakuan bibit
berdaun 0)

Gambar 3. Persentase Hidup Tanaman
Pertambahan Daun
Pengamatan pertambahan daun baru (Gambar 4) dilakukan satu bulan
sekali. Hal tersebut didasarkan pada pendapat Irawan (2004) yang menyebutkan
setiap satu bulan tanaman sagu menghasilkan satu helai daun. Pada pengamatan di
lapangan beberapa tanaman ada yang menghasilkan dua helai daun per bulan, hal
tersebut sesuai dengan pendapat Flach (1997) yang menyebutkan kemunculan
daun pada tanaman sagu sebanyak 2 helai per bulan.
Dari data pertambahan daun, perbedaan perlakuan memberikan pengaruh
yang berbeda nyata. Pada Tabel 2 terlihat bahwa dibulan pertama (4 MST), perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pada bulan pertama perlakuan D3
(kontrol) menghasilkan daun lebih banyak dibandingkan perlakuan yang lain, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan D2. Pertambahan daun terendah diperlihatkan perlakuan D0 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan D1. Pada
bulan pertama masih ada tanaman yang belum menghasilkan daun baru pertama.

Gambar 4. Kemunculan Daun Baru
Bulan berikutnya (8 MST) perlakuan mulai menunjukkan pengaruh yang
sama. Beberapa daun baru mulai tumbuh pada tiap-tiap perlakuan. Pada bulan

14

kedua beberapa tanaman yang belum menghasilkan daun baru pertama di bulan
sebelumnya mulai menghasilkan daun baru pertama, tetapi masih tetap ada tanaman yang sama sekali belum menghasilkan daun baru. Rata-rata fenomena tersebut ditunjukkan oleh perlakuan D1 dan D0. Beberapa tanaman juga telah memunculkan daun baru ke-2, ke-3, dan ke-4. Pengaruh yang terbaik di bulan kedua
ditunjukkan oleh perlakuan D2. Perlakuan tetap menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata hingga minggu terakhir pengamatan (12 MST). Perlakuan D2 tetap
menunjukkan hasil pertambahan daun yang paling baik (Gambar 5). Hingga pengamatan berakhir (12 MST) daun baru yang dihasilkan telah mencapai 5 helai daun,
dan sampai minggu terakhir masih terdapat tanaman yang belum menghasilkan
daun baru.
Tabel 2. Pertambahan Daun Baru
perlakuan
MST ke4
8
12
...................(helai)....................
0.0847b
0.4667b
1.5833c
D0
0.2727b
0.7955b
1.8147bc
D1
0.5663a
1.4548a
2.8827a
D2
0.6402a
1.4673a
2.5703ab
D3
**
*
*
Uji F
50.34
44.88
32.31
kk
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Pertambahan Daun Baru
4

d1 (perlakuan
bibit berdaun 1)

helai

3

d3 (perlakuan
bibit berdaun ≥ 3)

2
1

d0 (perlakuan
bibit berdaun 0)

0
4

8
MST

12

d2 (perlakuan
bibit berdaun 2)

Gambar 5. Pertambahan Daun Baru
Tinggi Tanaman
Perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman
(Tabel 3). Perlakuan menunjukkan pertambahan tinggi yang baik pada 2 MST

15

hingga 6 MST, kemudian pertambahan tinggi mulai melambat hingga pengamatan
berakhir (Gambar 6).
Tabel 3. Pertambahan Tinggi Tanaman
perlakuan

MST ke4
6
8
10
12
...........................................(cm)......................................
2.3902
3.495
1.621
5.322
0.0417 0.0000
3.8457
4.632
4.253
2.847
1.2083 0.0000
2.4295
4.677
1.714
1.395
0.4531 0.0500
1.7752
5.598
2.803
0.686
0.5370 0.0000
tn
tn
tn
tn
tn
tn
21.7
21.5
32.1
58.2
55.6
3.7
2

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

cm

Pertambahan Tinggi Tanaman
6
5,5
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

d1 (perlakuan bibit
berdaun 1)
d2 (perlakuan bibit
berdaun 2)
d3 (perlakuan bibit
berdaun ≥ 3)
2

4

6

8

10

12

d0 (perlakuan bibit
berdaun 0)

MST

Gambar 6. Pertambahan Tinggi Tanaman

PENGAMATAN DAUN BARU Ke-1

Jumlah anak daun (daun baru ke-1)
Hasil uji analisis menunjukkan bahwa perlakuan jumlah daun terhadap
jumlah anak daun pada daun baru pertama memberikan pengaruh yang berbeda
nyata hingga 10 MST (Tabel 4). Selama waktu tersebut, perlakuan D2 menunjukkan pengaruh yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya tetapi
tidak berbeda nyata dengan perlakuan D3 (Gambar 7). Pada akhir pengamatan (12
MST) perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah
anak daun yang dihasilkan

16

Tabel 4. Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-1)
Perlakuan

MST ke4
6
8
10
12
.............................................(helai)......................................
3.002c
5.742c
8.550b
12.317b 27.117
8.785bc
13.527bc
24.758a
29.965a 38.339
17.142a
25.571a
27.977a
31.491a 32.235
15.471ab
19.719ab
22.027a
25.307a 27.500
**
**
*
*
tn
52.2
45.3
43.6
39.7
42.9

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-1)
45

helai

40
35
30

d1 (perlakuan bibit
berdaun 1)

25
20

d2 (perlakuan bibit
berdaun 2)

15
10

d3 (perlakuan bibit
berdaun ≥ 3)

5

d0 (perlakuan bibit
berdaun 0)

0
4

6

8

10

12

MST

Gambar 7. Jumlah anak daun (daun baru 1)

Panjang racis daun baru ke-1
Panjang racis diukur mulai dari ujung tempat berakhirnya anak daun
tumbuh hingga ujung sebaliknya. Pengamatan panjang racis pada daun baru
pertama menunjukkan hasil sangat berbeda nyata pada satu setengah bulan pertama (6MST). Pada Tabel 5 terlihat perlakuan D2 menunjukkan nilai rata-rata
terbesar tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan D3. Pada satu setengah bulan
berikutnya perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
panjang racis daun baru pertama (Gambar 8).

17

Tabel 5. Panjang Racis Daun Baru ke-1
Perlakuan

MST ke4
6
8
10
12
...............................................(cm)..............................................
2.127b
3.692b
8.258
9.133
20.445
4.325b
6.939b
14.604
18.518 15.932
11.070a
17.952a
19.198
22.537 23.437
11.169a
13.797a
15.958
18.515 20.718
**
**
tn
tn
tn
47.8
43.8
51.8
53.5
46.0

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Panjang Racis Daun Baru ke- 1
25
d1 (perlakuan bibit
berdaun 1)

cm

20
15

d2 (perlakuan bibit
berdaun 2)

10

d3 (perlakuan bibit
berdaun > 3)

5
0
4

6

8

10

12

MST

d0 (perlakuan bibit
berdaun 0)

Gambar 8. Panjang racis daun baru ke-1
Panjang anak daun (daun baru ke-1)
Panjang anak daun pada daun baru pertama dipengaruhi oleh jumlah daun
yang ada pada bibit ketika awal penanaman (Tabel 6). Perlakuan D2 dan kontrol
(D3) rata-rata memberikan pengaruh paling baik diantara perlakuan lainnya
(Gambar 9). Pada 4 MST perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
pada keseluruhan percobaan, hal tersebut berlangsung hingga minggu terakhir
pengamatan.
Tabel 6. Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-1)
perlakuan

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

MST ke4
6
8
10
12
..................................................(cm).....................................................
1.483b
2.515b
5.742b
6.325b
13.100b
3.977b
5.528b
10.314b
12.290b
11.078b
10.882a
16.483a
19.733a
22.138a
22.143a
14.651a
17.183a
19.098a
20.700a
22.733a
**
**
**
**
*
49.3
43.2
45.8
35.8
40.2

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

18

Panjang Anak Daun (Daun Baru ke- 1)
25

d1 (perlakuan
bibit berdaun 1)

20
15

d2 (perlakuan
bibit berdaun 2)

10
5

d3 (perlakuan
bibit berdaun ≥ 3)

0
4

6

8

10

12

d0 (perlakuan
bibit berdaun 0)

MST

Gambar 9. Panjang anak daun (Daun Baru ke-1)
Lebar anak daun (daun baru ke-1)
Pengaruh dari tiap perlakuan hanya terlihat pada satu setengah bulan pertama. Pada waktu tersebut perlakuan memberikan pengaruh sangat berbeda nyata.
Pada 4 MST perlakuan D3 menunjukkan pengaruh terbaik, tetapi pada 6 MST
pengaruh terbaik ditunjukkan oleh perlakuan D2 (Tabel 7). Pengamatan 8 MST
hingga 12 MST tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada lebar anak
daun (Gambar 10).
Tabel 7. Lebar Anak Daun (Daun Baru ke-1)
perlakuan

MSTke4
6
8
10
12
.............................................(cm)..........................................
0.1960b
0.3188b
0.6153
0.9783 1.8383
0.3560b
0.6028b
1.2207
1.5067 1.2500
0.7583a
1.2076a
1.3918
1.5867 1.5933
0.8827a
1.1577a
1.2835
1.4783 1.6017
**
**
tn
tn
tn
51.1
47.0
50.5
43.1
48.5

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

cm

Lebar Anak Daun (Daun Baru ke-1)
2
1,8
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

d1 (perlakuan bibit
berdaun 1)
d2 (perlakuan bibit
berdaun 2)
d3 (perlakuan bibit
berdaun ≥ 3)
4

6

8
MST

10

12

d0 (perlakuan bibit
berdaun 0)

Gambar 10. Lebar anak daun (Daun Baru ke-1)

19

PENGAMATAN DAUN BARU KE-2
Kemunculan daun baru kedua cukup beragam, beberapa tanaman pada
satu bulan pertama telah menghasilkan 2 helai daun sedang beberapa lainnya
belum menghasilkan. Perlakuan yang telah menghsilkan daun baru kedua adalah
perlakuan D1, D2,dan D3. Perlakuan D0 hingga 6 MST belum menghasilkan
daun baru kedua. Daun kedua mulai dihasilkan perlakuan D0 pada 8 MST.
Jumlah anak daun (daun baru ke-2)
Perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah anak daun pada daun baru kedua hingga 6 MST (Tabel 8). Perlakuan mulai
memberikan pengaruh pada pengamatan 8 MST hingga 10 MST.
Tabel 8. Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-2)
perlakuan

MST ke4
6
8
10
12
........................................(helai)......................................
0.000
0.000
2.633c
4.975b
19.250
0.889
1.778
5.215bc
13.604ab 25.604
1.856
3.758
13.283a
20.994a 25.526
1.122
2.460
11.788ab
15.735a 18.529
*
*
tn
tn
tn
62.4
67.4
38.7
36.0
43.9

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Gambar 11 menunjukkan peningkatan jumlah anak daun yang cukup
signifikan pada minggu ke-8 hingga minggu ke-10. Diakhir pengamatan, perlakuan tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap jumlah anak daun. Sejak
awal hingga akhir pengamatan, perlakuan D2 menghasilkan anak daun terbanyak
diantara perlakuan lainnya.
Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-2)
30

d1 (perlakuan bibit
berdaun 1)

25
helai

20

d2 (perlakuan bibit
berdaun 2)

15

d3 (perlakuan bibit
berdaun ≥ 3)

10
5
0
4

6

8

10

12

d0 (perlakuan bibit
berdaun 0)

MST

Gambar 11. Jumlah anak daun (daun baru ke-2)

20

Panjang racis daun baru ke-2
Panjang racis menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata hanya
pada 8 MST (Tabel 9). Perlakuan D3 di minggu ke-8 mengalami peningkatan
yang cukup tinggi diikuti oleh perlakuan D2 (Gambar 12). Perlakuan D2 dan D3
tidak menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada minggu-minggu pengamatan
berikutnya
Tabel 9. Panjang Racis Daun Baru ke-2
perlakuan

MST ke4
6
8
10
12
..............................................(cm)........................................
0.0000
0.0000
1.867b
3.192
12.372
0.2408
0.598
1.959b
6.101
16.610
0.7778
2.092
6.627a
10.924 13.748
0.6760
2.051
7.053a
10.225 12.292
**
tn
tn
tn
tn
37.6
52.9
33.7
34
42.9

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

cm

Panjang Racis Daun Baru ke-2
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

d1 (perlakuan bibit
berdaun 1)
d2 (perlakuan bibit
berdaun 2)
d3 (perlakuan bibit
berdaun ≥ 3)
4

6

8

10

12

d0 (perlakuan bibit
berdaun 0)

MST

Gambar 12. Panjang racis daun baru ke-2
Panjang anak daun (daun baru ke-2)
Peningkatan panjang anak daun mulai terlihat ketika memasuki 6 MST
(Tabel 10). Perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada satu
setengah bulan pertama. Perlakuan terlihat sangat berbeda nyata ketika pengamatan di minggu ke-8 hingga ke-10 (Gambar 13). Pada minggu terakhir pengamatan,
perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.

21

Tabel 10. Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-2)
Perlakuan

D0
D1
D2
D3
Uji F
kk

MST ke4
6
8
10
12
................................................(cm)...........................................
0.0000
0.000
1.400b
2.300b 10.333
0.5000
0.822
2.391b
5.985b 13.257
0.9510
2.342
10.872a
14.301a 16.977
0.8370
3.232
12.523a
14.995a 17.128
tn
tn
**
**
tn
43.8
56.7
29.3
28.5
37

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-2)
20
d1 (perlakuan bibit
berdaun 1)

cm

15
10

d2 (perlakuan bibit
berdaun 2)

5

d3 (perlakuan bibit
berdaun ≥ 3)

0
4

6

8

10

12

MST

d0 (perlakuan bibit
berdaun 0)

Gambar 13. Panjang anak daun (Daun Baru ke-2)
Lebar anak daun (daun baru ke-2)
Nilai rata-rata p