Gambaran Histologis Bursa Fabricius dan Limpa Ayam Broiler yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

GAMBARAN HISTOLOGIS BURSA FABRICIUS DAN LIMPA
AYAM BROILER YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK
PLUS (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

VONI INDAH DWI SUSANTY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histologis
Bursa Fabricius dan Limpa Ayam Broiler yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Voni Indah Dwi Susanty
NIM B04090015

ABSTRAK
VONI INDAH DWI SUSANTY. Gambaran Histologis Bursa Fabricius dan
Limpa Ayam Broiler yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.). Dibimbing oleh ADI WINARTO dan ANDRIYANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan histomorfologi bursa
fabricius dan limpa ayam broiler setelah diberi ekstrak temulawak plus. Sebanyak
36 ekor ayam broiler dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, yaitu P0 (kontrol), P1
(pemberian ekstrak temulawak plus dosis 1 ppm), P2 (pemberian ekstrak
temulawak plus dosis 3 ppm), dan P3 (pemberian ekstrak temulawak plus dosis 5
ppm) yang diamati selama 3 minggu berturut-turut. Setiap kelompok perlakuan
diambil secara acak 3 sampel untuk mendapatkan bursa fabricius dan limpa.
Kedua organ tersebut dibuat preparat histologis dan diamati di bawah mikroskop
cahaya. Parameter yang diamati adalah jumlah dan diameter folikel bursa
fabricius, serta jumlah pulpa putih limpa. Jumlah dan diameter bursa fabricius
menurun signifikan pada setiap minggu. Jumlah pulpa putih juga mengalami

penurunan pada setiap minggu. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak
temulawak plus dapat meningkatkan kerja dari bursa fabricius dan limpa sebagai
organ sistem kekebalan tubuh ayam broiler pada berbagai dosis selama 3 minggu
berturut-turut.
Kata kunci: ayam broiler, Curcuma xanthorrhiza Roxb., bursa fabricius, limpa,
temulawak

ABSTRACT
VONI INDAH DWI SUSANTY. Hystological Finding both of Bursa of
Fabricious and Spleen in Broiler Chicken after Giving Curcuma Extract Plus
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Supervised by ADI WINARTO and
ANDRIYANTO.
This research was conducted to determine the histomorphological changes
of bursa of fabricius and spleen after giving curcuma extract plus. Thirty six of
broiler chicken were divided into 4 treatment groups, namely P0 (control), P1 (1
ppm extract of curcuma plus), P2 (3 ppm extract of curcuma plus), and P3 (5 ppm
extract of curcuma plus). The observation of the evaluated tissues were done for 3
consecutive weeks. Each treatment group was taken randomly to get its bursa of
fabricius and spleen. Both of organ samples then were processed for the
histological and observation using a light microscope. The parameters of

observation were number of bursa of fabricius follicle, diameter of bursa of
fabricius follicle and number of white pulp in spleen. The results indicated that
the all of parameters decrease in 3 weeks after giving 3 treatments. The three
doses indicate the best result than control. It was concluded that the
morphological appearance of bursa of fabricius and spleen could be influenced
by using curcuma extract plus at a various dose at the period of 3 week.
Keywords: broiler chicken, bursa fabricius, Curcuma xanthorrhiza Roxb., spleen

GAMBARAN HISTOLOGIS BURSA FABRICIUS DAN LIMPA
AYAM BROILER YANG DIBERI EKSTRAK TEMULAWAK
PLUS (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

VONI INDAH DWI SUSANTY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Gambaran Histologis Bursa Fabricius dan Limpa Ayam Broiler
yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.)
Nama
: Voni Indah Dwi Susanty
NIM
: B04090015

Disetujui oleh

drh Adi Winarto, PhD, PAVet
Pembimbing I

drh Andriyanto, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:



Judul Skripsi : Gambaran Histologis Bursa Fabricius dan Limpa Ayam Broiler
yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.)
Nama
: Voni Indah Dwi Susanty
: B04090015
NIM

Disetujui oleh


セ@

drh Adi Winarto B
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

1 3 SEP lDIJ

drh Andriyanto, MSi
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 berjudul Gambaran Histologis
Bursa Fabricius dan Limpa Ayam Broiler yang Diberi Ekstrak Temulawak Plus
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayahanda tercinta H. Meskanto R dan
ibunda tercinta Hj Erdinar serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

sayangnya. Selanjutnya, kepada Khairil Amri, S.Si saya ucapkan terima kasih
banyak atas semangat dan dukungannya selama pengerjaan skripsi ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Bapak drh Adi Winarto, PhD, PAVet dan
Bapak drh Andriyanto, MSi selaku pembimbing, serta ibu Anita Esfandiari
sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi saran dalam
pembuatan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
bapak Iwan sebagai staf laboratorium histologi Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada sahabat tercinta
Cipta Kasih Novilita Zebua yang telah bersedia menjadi penyemangat untuk
menulis, serta teman seperjuangan Feni Dwi Kartika Gulo yang selalu
bekerjasama dalam suka dan duka. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada FKH 46 “Geochelone” dan kru Pondok Hijau (Linda, Nyiun, Octa, Lia,
Devi, dan Mei) atas motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Voni Indah Dwi Susanty

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN



Latar Belakang




Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA



METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5


Bahan

5

Alat



Prosedur Penelitian



HASIL DAN PEMBAHASAN



Jumlah Folikel Bursa Fabricius




Diameter Folikel Bursa Fabricius



Jumlah Pulpa Putih Limpa

11 

SIMPULAN DAN SARAN

13 

Simpulan

13 

Saran

13 

DAFTAR PUSTAKA

14 

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1 Jumlah folikel bursa fabricius setelah pemberian ekstrak temulawak  
plus pada berbagai dosis selama 3 minggu berturut-turut
 



2 Diameter folikel bursa fabricius setelah pemberian ekstrak temulawak
plus pada berbagai dosis selama 3 minggu berturut-turut

11

3 Jumlah pulpa putih limpa setelah pemberian ekstrak temulawak
plus pada berbagai dosis selama 3 minggu berturut-turut

13

DAFTAR GAMBAR
 

1 Gambaran histologis folikel bursa fabricius setelah pemberian
ekstrak temulawak plus (TP) dengan pewarnaan HE selama
3 minggu berturut-turut

8

2 Gambaran histologis diameter folikel bursa fabricius setelah pemberian
ekstrak temulawak plus (TP) dengan pewarnaan HE selama
3 minggu berturut-turut

10

3 Gambaran histologis jumlah pulpa putih limpa setelah pemberian
temulawak plus (TP) dengan pewarnaan HE selama
3 minggu berturut-turut

12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis penghitungan jumlah folikel bursa fabricius pada  
setiap kelompok perlakuan selama 3 minggu berturut-turut

16 

2 Hasil analisis penghitungan diameter folikel bursa fabricius pada  
setiap kelompok perlakuan selama 3 minggu berturut-turut

18 

3 Hasil analisis penghitungan jumlah pulpa putih limpa pada  
setiap kelompok perlakuan selama 3 minggu berturut-turut

20 

 

 

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dikembangkan di
Indonesia. Beragam ternak dipelihara seiring dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat Indonesia akan protein hewani. Peternakan ayam broiler menjadi
salah satu alternatif. Daging ayam broiler merupakan pangan yang bernilai gizi
tinggi. Harga ayam broiler juga cukup terjangkau. Di sisi lain, ternak ini juga
rentan terhadap berbagai infeksi penyakit. Kejadian ini dapat mengancam
kelangsungan hidup ayam. Hal ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi para
peternak. Adapun upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan sistem
kekebalan tubuh ayam terhadap infeksi penyakit. Wiyono (2005) menjelaskan
bahwa untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dapat diberikan temulawak.
Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia. Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) termasuk dalam keluarga Zingiberaceae. Di daerah Jawa
Barat tanaman ini dikenal sebagai koneng gede, sedangkan di Madura disebut
dengan temolobak (Afifah & Tim Lentera 2003). Secara tradisional, temulawak
sering digunakan sebagai tanaman obat. Salah satu bagian temulawak yang
banyak digunakan adalah rimpangnya. Rimpang temulawak mempunyai bau yang
khas, tajam, dan rasa yang pahit. Di pasaran, rimpang temulawak dibuat dalam
bentuk simplisia. Karakteristik simplisia adalah warna kuning sampai coklat
kejinggaan. Rimpang temulawak banyak mengandung kurkuminoid, minyak
atsiri, dan pati (Sidik et al. 1999). Selain itu, juga terdapat mineral, minyak ikan,
minyak lemak, dan zat gizi lainnya. Kurkuminoid merupakan kandungan utama
dalam temulawak. Fraksi kurkuminoid terdiri dari desmetoksikurkumin,
kurkumin, dan bis-desmetoksikurkumin (Badan POM 2005).
Masyarakat Indonesia sudah banyak membuktikan bahwa temulawak dapat
digunakan untuk memelihara kesehatan. Selain itu, temulawak dapat mengobati
berbagai penyakit. Menurut Badan POM (2005), temulawak dapat dimanfaatkan
untuk memperbaiki nafsu makan dan fungsi pencernaan. Rimpang temulawak
dapat menurunkan aktivitas musin di dalam lambung. Tanaman ini juga dapat
menurunkan kontraksi otot polos dan meningkatkan fungsi hati. Aktivitas
kolagoga temulawak mampu meningkatkan produksi empedu hati. Mahendra
(2005) menjelaskan bahwa temulawak juga dapat menurunkan aktivitas glutamat
oksaloasetat transaminase (GOT) dan glutamat piruvat transaminase (GPT) pada
hati. Temulawak dapat mengurangi radang sendi melalui pencegahan migrasi selsel leukosit ke pusat radang. Caranya adalah membentuk prostaglandin sebagai
mediator radang. Temulawak juga dapat menurunkan lemak darah. Rimpangnya
juga bisa bekerja sebagai antioksidan. Kurkumin pada temulawak dapat
menangkap radikal bebas di udara seperti superoksida, anion, dan radikal
hidroksil. Senyawa kurkumin juga dapat menghambat penggumpalan darah.
Caranya dengan menghambat pembentukan tromboksan B2. Senyawa ini
memiliki aktivitas biologis berspektrum luas lainnya, sebagai antikanker,
antimutagenik, dan antiproliferasi (Supardjan dan Da’i 2005)
Temulawak sebagai tanaman yang berkhasiat sudah banyak diteliti dan
dipelajari. Afifudin (2009) meneliti tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol

2

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada aktivitas dan kapasitas fagositosis
makrofag peritoneal ayam petelur (Gallus sp.). Ekstrak etanol temulawak terbukti
dapat meningkatkan sistem kekebalan nonspesifik ayam petelur. Hal ini
dibuktikan melalui peningkatan respon aktivitas dan fagositosis. Wardani (2009)
juga melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap gambaran histopatologi bursa fabricius
pada ayam petelur. Aktivitas bursa fabricius dapat ditingkatkan dengan
menghambat regresi folikel bursa fabricius. Selain itu, ekstrak temulawak tidak
berpotensi sebagai zat toksik. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Gusnita
(2009) pada limpa ayam petelur. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa
ekstrak etanol temulawak mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh melalui
pertambahan jumlah dan diameter pulpa putih.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, sudah banyak yang menjelaskan
tentang pengaruh ekstrak temulawak terhadap kesehatan hewan ternak. Namun,
penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan pengaruh ekstrak temulawak yang
dikombinasikan dengan multivitamin terhadap sistem kekebalan tubuh ayam
broiler masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya data tentang peningkatan sistem kekebalan tubuh ayam broiler,
terutama bursa fabricius dan limpa. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi acuan dalam meningkatkan produktivitas ayam broiler sebagai salah satu
sumber protein hewani yang relatif murah.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan histomorfologi bursa
fabricius dan limpa ayam broiler khususnya dan sistem kekebalan tubuh setelah
pemberian ekstrak temulawak plus pada umumnya.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi spesifik tentang
gambaran histologis bursa fabricius dan limpa sebagai organ dalam sistem
kekebalan setelah pemberian ekstrak temulawak plus. Informasi ini dapat
digunakan dalam dunia peternakan unggas dan sebagai acuan untuk penelitianpenelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Taksonomi biologi ayam peliharaan dalam dunia hewan menurut Suprijatna
et al. (2005) adalah Kingdom Animalia, Filum Chordate, Subfilum Vertebrata,
Kelas Aves, Subkelas Neornithes, Ordo Galliformes, Genus Gallus, dan Spesies
Gallus domesticus.

3

Ayam broiler merupakan salah satu hewan peliharaan yang telah mengalami
banyak domestikasi dari leluhurnya, yaitu ayam hutan (Gallus gallus). Ayam
broiler disebut juga dengan ayam pedaging. Ayam ini dapat menghasilkan daging
yang layak dikonsumsi dan sebagai salah satu protein hewani yang bernilai gizi
tinggi (Fatah 2010). Karakteristik dari ayam ini adalah pertumbuhan yang cepat
dan berbulu putih (Suprijatna et al. 2005).

Bursa Fabricius
Bursa fabricius merupakan organ limfoid primer yang menjadi salah satu
ciri khas pada unggas. Organ ini sangat baik perkembangannya pada usia muda.
Secara anatomi, bursa fabricius terletak di bagian dorsal kloaka (Hassan et al.
2011). Bursa fabricius merupakan bagian dari sistem limfoid yang menghasilkan
antibodi. Organ ini dapat mengontrol perkembangan dari sel plasma dan germinal
center dari limpa dan limfonodus (Aughey dan Frye 2001). Menurut Hassan et al.
(2011), bursa fabricius dapat menghasilkan limfosit B yang disalurkan ke organ
limfoid sekunder seperti limpa. Secara histologi, bursa fabricius terlihat sebagai
rangkaian lipatan seperti daun yang dikelilingi oleh pseudostratified epithelium.
Lipatan- lipatan tersebut disebut dengan plica yang terdiri dari plica besar dan
plica kecil. Folikel limfoid, jaringan ikat, dan pembuluh darah merupakan bagian
penyusun dari organ ini. Folikel limfoid terdiri dari korteks dan medulla yang jika
diwarnai dengan hematoksilin eosin, bagian korteksnya mengambil warna lebih
banyak dari medulla. Pada bagian ini selnya lebih kompleks. Korteks terdiri dari
sel limfosit, sel plasma, dan makrofag, sedangkan medulla hanya terdiri dari sel
limfosit saja.

Limpa
Limpa merupakan organ limfoid terbesar dalam sistem pertahanan tubuh.
Organ ini merupakan organ limfoid sekunder yang terdapat pada bagian kiri
lambung. Limpa berfungsi sebagai tempat pematangan sel antibodi dan
melakukan tindakan perlawanan terhadap antigen asing yang datang. Limpa
memiliki selubung terluar yang disebut dengan kapsula. Bagian ini terdiri dari dari
otot polos, serabut kolagen, dan serabut elastin yang dilengkapi dengan fibrosit.
Perpanjangan dari kapsula disebut dengan trabekula yang menunjang kehidupan
bagian parenkima dari limpa (Aughey dan Frye 2001). Limpa pada unggas
memiliki suatu keunikan yang dapat membedakannya dengan hewan lain. Pada
mamalia, fibromuskular berkembang dengan baik, namun pada unggas secara
histologi terlihat lebih tipis. Unggas hampir tidak memiliki trabekula, bahkan pada
sebagian unggas trabekula tidak dapat ditemukan (Aughey dan Frye 2001). Secara
histologi parenkima limpa memiliki dua bagian utama, yaitu pulpa merah dan
pulpa putih. Secara umum, pulpa merah merupakan tempat produksi sel darah
merah dan pulpa putih sebagai tempat yang kaya dengan sel limfosit sebagai
respon sistem imun (Dellman dan Eurell 1998).
Pulpa merah sebagai salah satu bagian dari limpa berisi banyak jumlah
eritrosit sehingga berwarna lebih terang (Aughey dan Frye 2001). Menurut

4

Dellman dan Eurell (1998), pada pulpa merah juga terdapat sinus venosus, arteri
dan kapiler, serta korda limpa yang berisi makrofag, sel plasma, limfosit, dan sel
darah putih lainnya. Pulpa putih merupakan salah satu parameter terbentuknya
sistem kekebalan tubuh. Pada bagian ini banyak terdapat sel limfosit, terutama
limfosit T yang berasal dari sistem limfoid primer, makrofag, dan sel dendrit
(Aughey dan Frye 2001). Dellman dan Eurell (1998) mengatakan bahwa pulpa
merah dan pulpa putih dipisahkan oleh suatu selaput yang disebut dengan zona
marginal. Zona inilah yang menghubungkan kedua bagian dan menghubungkan
antibodi dengan pembuluh darah.

Imunomodulator
Bursa fabricius dan limpa sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang
dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh. Salah satu cara mencegah penurunan
tersebut adalah dengan meningkatkan jumlah limfosit B dengan menambahkan
suatu perlakuan yang disebut imunomodulator (Haskito 2011). Menurut Villegas
dan Hosokawa (2004), imunomodulator merupakan suatu zat kimia, obat, atau
aksi dari suatu sistem imun yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya infeksi agen asing, baik agen infeksius maupun agen noninfeksius. Agen-agen ini dapat menyebabkan proses peradangan. Sebagai
imunomodulator, suatu zat atau bahan kimia tertentu tidak langsung bekerja pada
agen penyebab suatu peradangan, namun zat ini hanya bekerja merangsang sistem
kekebalan untuk menghasilkan antibodi dalam jumlah yang lebih banyak untuk
melawan agen penyakit tersebut (Kumala et al. 2013)
Imunomodulator tidak hanya berasal dari obat-obatan berbahan dasar kimia,
namun sistem kekebalan juga bisa ditingkatkan dengan menggunakan bahanbahan yang bersifat alami yang diekstrak dalam bentuk yang lebih modern dengan
penambahan zat-zat lainnya yang tidak berbahaya bagi yang mengkonsumsinya.
Salah satu bahan alami yang bersifat imunomodulator adalah ekstrak temulawak.
Pada tanaman ini terkandung kurkumin yang dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh ( Gusnita 2009).

Ekstrak Temulawak Plus
Ekstrak temulawak plus sesuai yang dijabarkan oleh Apotek Indica (2009)
mengandung ekstrak temulawak, DHA, prebiotik, dan multivitamin. Dalam setiap
takaran 1 sendok teh (5ml) mengandung kurkuminoid 2mg, prebiotik 500mg,
DHA 32mg, vitamin B 5mg, vitamin B2 5mg, vitamin B12 5mg, beta karoten
10% 4mg, dan dekspantenol 3mg.
Secara taksonomi, temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) termasuk ke
dalam
Divisi
Spermathophyta,
Subdivisi
Angiospermae,
Kelas
Monocotyledoneae, Bangsa Scitamineae, Family Zingiberaceae, Genus Curcuma,
dan Spesies Curcuma xanthorriza Roxb. Tanaman ini merupakan tanaman
tahunan yang memiliki bunga berwarna putih kekuningan sampai kuning muda
dengan rimpang yang berwarna jingga kecoklatan. Temulawak juga memiliki
kandungan yang lengkap, diantaranya minyak atsiri, pati, dan kurkumin pada

5

bagian rimpangnya yang menyebabkan tanaman ini dipilih sebagai salah satu
bahan obat. Menurut Sugiharto (2004) komponen utama temulawak adalah
kurkuminoid, minyak atsiri, flavonoid, pati, gula, protein, lemak serta beberapa
kation (Fe, Ca, Na, dan K). Minyak atsiri temulawak mempunyai khasiat sebagai
kolagoga (peluruh empedu) dan obat reumatik. Pati adalah komponen terbesar
yang mengandung kurkuminoid. Kurkuminoid terdiri dari kurkumin dan
desmetoksikurkumin. Kurkumin merupakan pigmen terbesar dalam kandungan
kurkuminoid yang memiliki aktivitas biologi sebagai antioksidan, antineoplastik,
dan antiinflamasi (Afifah & Tim Lentera 2003). Menurut Wiyono (2005)
kurkumin mempunyai aktivitas sebagai immunostimulator atau imunomodulator
yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Desember 2012 – Februari 2013. Pengambilan
sampel dilakukan di Peternakan ayam broiler Tegal Waru, Ciampea, Bogor.
Pembuatan preparat histologis dan analisis dilakukan di Laboratorium Histologi,
Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan antara lain ekstrak temulawak plus (Curcuma Plus®),
limpa, bursa fabricius, paraformaldehid 4%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol
90%, alkohol 95%, alkohol absolut 100%, xilol, parafin cair, air, akuades,
pewarna hematoksilin dan eosin, entelan, serta hewan coba yang akan digunakan
adalah day old chick (DOC).

Alat
Alat yang digunakan antara lain tempat pakan, tempat minum, peralatan
kandang, alat bedah minor, mikroskop, mikrotom, dan peralatan histoteknik
lainnya.

Prosedur Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang yang digunakan berukuran 3 x 4 m disekat sebanyak kelompok
perlakuan dalam penelitian. Desinfeksi dengan menggunakan kapur tohor
dilakukan 2-3 hari sebelum DOC dimasukkan ke dalam kandang. Lantai kandang
yang telah didesinfeksi diberi alas sekam secukupnya.

6

Persiapan Hewan Coba dan Pemberian Perlakuan
Hewan yang digunakan adalah DOC sebanyak 36 ekor. Hari ke-0 (hari
kedatangan), DOC diberi air gula dan vitamin, dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik pada hari ke-2, 3, dan 4. Vaksinasi ND (Newcastle Disease) dilakukan
pada hari ke-4 dan hari ke-18. Selain itu, juga dilakukan vaksinasi untuk
mencegah IBD (Infectious Bursal Disease) pada hari ke-13.
Hewan coba dibagi secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan ekstrak
temulawak yang dikombinasikan dengan multivitamin, yaitu :
P0 : ayam penelitian yang diberi akuades (kontrol)
P1 : ayam penelitian yang diberi ekstrak temulawak plus 1 ppm
P2 : ayam penelitian yang diberi ekstrak temulawak plus 3 ppm
P3 : ayam penelitian yang diberi ekstrak temulawak plus 5 ppm
Setiap perlakuan mulai diberikan pada hari ke-5, 12, dan 19 melalui air minum
setiap pagi dan sore secara ad libitum.
Pengambilan Sampel Bursa Fabricius dan Limpa
Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap sebanyak 3 kali berturutturut, yaitu 1 minggu setelah perlakuan (hari ke-12), 2 minggu setelah perlakuan
(hari ke-19), dan 3 minggu setelah perlakuan (hari ke-26). Sampel organ yang
dievaluasi adalah bursa fabricius dan limpa lalu dimasukkan ke dalam
paraformaldehida 4%.
Pembuatan Sediaan Histologi
Sampel yang sudah terfiksasi dipotong kecil (trimming) dan dimasukkan ke
dalam tissue basket yang sudah bersih. Setelah itu, tissue basket dimasukkan ke
dalam larutan dehidrasi dimulai dari alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol
absolut 1, 2, 3, dan xilol 1, 2, 3. Selanjutnya tissue basket dimasukkan ke dalam
parafin cair 1, 2, dan 3. Setelah itu, organ ditanam pada cetakan parafin cair dan
didinginkan untuk memudahkan pelepasan blok dari cetakan. Hasil cetakan
dipotong dan ditempelkan pada block holder.
Pemotongan blok preparat dilakukan dengan mikrotom pada ketebalan 34µm. Hasil yang sudah bagus ditempelkan pada gelas objek dan dikeringkan agar
menempel dengan sempurna pada gelas objek. Hasil pengeringan dimasukkan ke
dalam inkubator untuk memastikan penempelan preparat pada gelas objek.
Pewarnaan preparat diawali dengan deparafinisasi menggunakan xilol dan
alkohol bertingkat. Proses ini diawali dengan memasukkan preparat pada larutan
xilol 3, 2, 1, alkohol absolut 3, 2, 1, alkohol 95%, 90%, 80%, dan 70%.
Selanjutnya, preparat direndam di dalam air. Preparat diletakan pada rak dan
diteteskan dengan pewarna hematoksilin lalu kembali direndam dalam air. Proses
berikutnya adalah mewarnai preparat dengan pewarna eosin dan langsung dicuci
dengan larutan dehidrasi yang dimulai dengan alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95%
hanya beberapa kali celupan. Selanjutnya, preparat dicelupkan ke alkohol absolut
1, 2, 3, dan xilol 1, 2, 3. Untuk mengawetkan preparat yang sudah diwarnai,
ditutup dengan cover glass yang diberi perekat/entelan, lalu dilihat menggunakan
mikroskop cahaya dan dikeringkan.

7

Pengamatan Histologi
Pengamatan preparat yang sudah diwarnai dilakukan dengan menggunakan
mikroskop cahaya. Parameter yang diamati pada bursa fabricius adalah diameter
folikel limfoid dan jumlah folikel limfoid. Diameternya diukur dengan
menggunakan bantuan alat pengukur yaitu mikrometer berskala. Jumlah folikel
bursa fabricius dihitung pada area 10 kali lapang pandang dengan perbesaran
lensa objektif 10. Parameter yang diamati pada limpa adalah jumlah pulpa putih
yang dihitung pada area 10 lapang pandang dengan perbesaran lensa objektif 10.
Analisis Data
Gambaran histologis secara umum disampaikan secara deskriptif. Data yang
bersifat kuantitatif diuji dengan menggunakan analisis statistika, yaitu dengan
ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Folikel Bursa Fabricius
Bursa fabricius merupakan organ yang khas pada unggas. Organ ini tidak
dapat ditemukan pada hewan lain. Bursa fabricius dapat menghasilkan limfosit B
untuk menunjang sistem kekebalan tubuh. Folikel limfoid bursa fabricius dapat
menghasilkan sel tersebut. Folikel ini terdiri dari korteks dan medulla yang
masing-masing berisi limfosit B. Limfosit B yang sudah tua dilepaskan ke
pembuluh darah untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Pelepasan ini dapat
diinduksi untuk menghasilkan kekebalan tubuh yang optimum. Salah satu caranya
adalah dengan memberikan ekstrak temulawak plus. Perlakuan ini dapat
mempengaruhi jumlah folikel bursa fabricius sebagai tempat pematangan limfosit
B. Selama 3 minggu berturut-turut terlihat perubahan jumlah folikel setelah diberi
ekstrak temulawak plus. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Pada minggu
pertama, jumlah folikel lebih banyak daripada kontrol. Pada minggu selanjutnya,
folikel semakin menurun jumlahnya. Penurunan jumlah ini digantikan dengan
penebalan jaringan ikat di sekitar folikel. Penebalan tersebut lebih banyak terlihat
setelah pemberian ekstrak temulawak plus.
Hasil penghitungan jumlah folikel bursa fabricius pada setiap kelompok
perlakuan selama 3 minggu berturut-turut disajikan pada Tabel 1. Pada kelompok
P0, terjadi penurunan jumlah folikel limfoid bursa fabricius selama 3 minggu
berturut-turut. Penurunan yang sangat signifikan terjadi pada minggu ketiga. Pada
kelompok P1 terjadi penurunan jumlah folikel secara berturut-turut dari minggu
pertama, kedua, dan ketiga. Hasil yang diperoleh mengalami penurunan yang
tidak signifikan pada setiap minggunya setelah pemberian ekstrak temulawak
plus. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok P2. Pada kelompok ini terjadi
juga penurunan jumlah folikel limfoid bursa fabricius. Hasil yang didapatkan
lebih rendah dari kelompok P1 dan P3 serta lebih banyak dari kelompok kontrol.
Penurunan jumlah folikel limfoid bursa fabricius juga terjadi pada kelompok P3
setelah pemberian ekstrak temulawak plus. Jumlah folikel juga menurun setiap

8

mingggunya. Pennurunan teersebut massih dapat ddipertahank
kan daripadda kontrol.
Berddasarkan uji statistika ANOVA, pemberiann ekstrak temulawak plus pada
berbaagai dosis tidak berbedda nyata, naamun waktuu pengamataan berbeda nyata pada
penuurunan jumlaah folikel bursa fabriciius.
a

b

c

d

e

f

Gam
mbar 1 Gam
mbaran histoologis folikeel bursa fabbricius setellah pemberiian ekstrak
temuulawak pluus (TP) deengan pew
warnaan HE
E selama 3 minggu
bertuurut-turut : (a. kontrool; d. TP) minggu 1,, (b. kontrol; e. TP)
mingggu 2, dan (c. kontroll; f. TP) minggu
m
3. Juumlah bursa fabricius
setellah pemberrian TP paada mingguu pertama lebih baikk daripada
mingggu berikuttnya dan konntrol. Skalaa : 70 µm.
Bursa fab
bricius meruupakan salaah satu orggan yang teerus mengeccil seiiring
B
fabriicius akan
pertaambahan ussia. Menurrut Augheyy dan Fryee (2001), Bursa
mengghilang padda umur 3-44 bulan. Sel limfosit jugga akan berrhenti diproduksi pada
umurr tersebut. Setelah pem
mberian eksstrak temullawak plus, jumlah folikel bursa
fabricius sudah menunjukkkan penurun
nan di mingggu pertamaa pada berbagai dosis.
y
signifiikan. Hasil
Padaa minggu seelanjutnya, kontrol meengalami penurunan yang
dari pemberian
n ekstrak ttemulawak plus berbbagai dosiss juga meenunjukkan
penuurunan padaa setiap minggunya. Pennurunan terrsebut masihh dapat dipeertahankan
dibanndingkan dengan
d
konntrol. Hal ini
i terjadi karena eksstrak temulawak plus
mam
mpu memperrlambat deggenerasi sel limfosit lebbih lama darri kontrol. Pemberian
ekstrrak temulaw
wak plus berrbagai dosiss juga mengginduksi lebbih cepat terrbentuknya
limfoosit B dalam
m folikel buursa fabriciuus dan terjaadi pemadattan jumlah sel. Selain
itu, llimfosit B yang
y
mengaalami peninngkatan dalaam folikel juga
j
disirku
ulasikan ke
pembbuluh darahh seperti yang
y
dipapparkan padaa hasil pennelitian darri Zenudin
(2013). Peningk
katan tersebbut menyebbabkan sistem kekebaalan tubuh juga
j
dapat
ditinggkatkan.
sebagai imunomodu
t
i
ulator sudaah banyak
Kegunaann ekstrak temulawak
diteliiti. Menurrut Wardaani (2009), ekstrak etanol teemulawak (Curcuma
xanthhorrhiza Rooxb.) yaitu ekstrak
e
tem
mulawak yanng dikombinnasikan denngan etanol

9

70% dapat memicu aktivitas bursa fabricius. Jumlah folikel lebih banyak
ditemukan setelah pemberian ekstrak temulawak. Penelitian tersebut bertolak
belakang dengan hasil yang didapatkan. Hal tersebut sangat mungkin terkait
dengan adanya respon individu. Selain itu, perlakuan dan waktu pengamatan juga
dapat mempengaruhi perbedaan hasil.
Tabel 1 Jumlah folikel bursa fabricius setelah pemberian ekstrak temulawak plus
pada berbagai dosis selama 3 minggu berturut-turut.
Minggu

P0

P1

P2

P3

1
2
3

19.37±4.14a
18.43±1.85a
9.03±2.30b

18.60±2.23a
17.60±2.18a
17.40±4.70a

21.80±1.82a
19.00±2.49a
15.07±4.91a

22.27±5.36a
17.23±3.27a
16.77±5.14a

keterangan : superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P