Pengaruh formulasi campuran rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman padi yang terinfeksi virus tungro
PENGARUH FORMULASI CAMPURAN RIZOBAKTERI
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
YANG TERINFEKSI VIRUS TUNGRO
ATRIE YUNI SONIA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
ATRIE YUNI SONIA. Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap
Pertumbuhan Tanaman Padi yang Terinfeksi Virus Tungro. Dibimbing oleh
ENDANG NURHAYATI.
Padi merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia. Salah satu kendala produksi padi adalah organisme pengganggu
tanaman (OPT) yang dapat mengakibatkan kerugian serta penurunan kualitas dan
kuantitas komoditas padi. Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi ganda yaitu
Rice tungro spherical waikavirus (RTSV) dan Rice tungro bacilliform badnavirus
(RTBV) yang dapat menyebabkan puso atau gagal panen pada areal tanaman padi
yang luas. Virus tungro ditularkan melalui vektor yaitu wereng hijau Nepothettix
virescens Distant. Pengendalian terhadap penyakit tungro diantaranya dengan
komponen waktu tanam tepat, penggunaan dan pergiliran varietas tahan,
pengendalian vektor, dan pemanfaatan agens hayati. Salah satu pengendalian
virus tungro dengan menginduksi ketahanan tanaman adalah menggunakan
rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Penelitian ini merupakan uji lanjut
yang bertujuan mengetahui pengaruh formulasi campuran rizobakteri terhadap
pertumbuhan tanaman padi yang terinfeksi virus tungro. Varietas padi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah IR64 yang merupakan salah satu varietas
yang rentan terhadap virus tungro. Padi IR64 digunakan untuk perbanyakan
wereng N. virescens, perbanyakan virus tungro, dan sebagai tanaman uji. Sumber
inokulum virus tungro berasal dari padi IR64 yang terserang virus tungro di
daerah Situ Gede, Bogor. Penularan virus tungro pada tanaman padi
menggunakan vektor N. virescens. Pseudomonas fluorecens dan Bacillus sp.
dikulturkan berturut-turut pada media cair King’s B dan Triptyc Soy Broth
kekuatan 1/10 (TSB 0,1). Isolat bakteri yang berumur 2 hari kemudian
diformulasikan dengan media gambut. Pemberian formulasi campuran rizobakteri
P. flourecens dan Bacillus sp. pada tanaman padi yaitu pada saat perendaman
benih dan ditaburkan di permukaan tanah setelah disemaikan. Formulasi
campuran rizobakteri diaplikasikan dengan cara ditabur (broadcast) dan sedikit
diaduk pada permukaan tanah yang dilakukan pada padi berumur 7, 14, 21, dan
28 HST. Pemberian formulasi rizobakteri sebanyak 3 kali secara umum
menunjukkan pengaruh yang paling baik pada pertumbuhan tanaman padi
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pengaruh perlakuan tersebut terhadap
penekanan infeksi virus tungro dapat dilihat lebih jelas pada awal pertumbuhan
tanaman padi.
Kata kunci : Rizobakteri, virus tungro, tanaman padi
PENGARUH FORMULASI CAMPURAN RIZOBAKTERI
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
YANG TERINFEKSI VIRUS TUNGRO
ATRIE YUNI SONIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
\
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul : Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Pertumbuhan
Tanaman Padi yang Terinfeksi Virus Tungro
Nama : Atrie Yuni Sonia
NRP : A34060295
Disetujui
Pembimbing
Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS
NIP. 19610430 198603 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, MSc
NIP. 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 27 Juni 1989 sebagai anak
pertama dari pasangan Sokaj Hejatno Allah yarham dan Ade Sukaesih. Penulis
lulus dari SMA Negeri 1 Ciasem Kabupaten Subang pada tahun 2006 dan
diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun yang sama. Penulis diterima di
Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2007. Penulis pernah magang di Balai
Besar Penelitian Padi, Sukamandi, Subang dan mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa pada tahun 2009 dan 2010. Penulis menjadi asisten mata kuliah
Entomologi Umum pada tahun 2009 dan Dasar-dasar Proteksi Tanaman pada
tahun 2010. Selain itu, penulis mendapatkan beasiswa dari Medco Foundation
tahun 2010 untuk biaya pelaksanaan penelitian tugas akhir.
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahuwata'ala yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi penelitian dengan judul
“Pengaruh formulasi campuran rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman padi
yang terinfeksi virus tungro” dapat diselesaikan. Skripsi penelitian ini merupakan
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada Maret
sampai Agustus 2010.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
orang-orang yang telah membantu pelaksanaan dalam penelitian. Ucapan terima
kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS selaku dosen
pembimbing skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kepada seluruh dosen dan
keluarga besar Proteksi Tanaman karena nasehat-nasehat serta ilmu yang
diberikan kepada penulis. Rasa terimakasih penulis ucapkan terutama kepada
kedua orang tua beserta keluarga yang selalu memotivasi bagi penulis dan selalu
mengiringi penulis dengan doa yang tulus. Penulis membanggakan dan
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah memberikan semangat
kepada penulis dalam perjalanan menyelesaikan penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Purwantara dari
PT. Riset Perkebunan Nusantara yang telah memberikan arahan dan menyediakan
rumah kaca. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Siti Ropikoh, SP,
Fawzia Novianti, SP, Ibu Ernawati, Susi, Aida, dan staf pegawai lain yang telah
banyak membantu dan memberikan semangat selama penelitian.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Medco Foundation yang telah
memberikan beasiswa penelitian. Beasiswa tersebut sangat membantu kelancaran
dalam pelaksanaan penelitian.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan pertanian dan dapat
teraplikasikan dengan baik di lapangan. Penulis menyadari bahwa skripsi
penelitian ini masih jauh dari sempurna karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan skripsi penelitian ini.
Bogor, Juli 2010
Atrie Yuni Sonia
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ix
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
4
Tanaman Padi ..................................................................................
Tungro .............................................................................................
Penyakit Tungro .....................................................................
Gejala Penyakit Tungro..........................................................
Penularan Virus Tungro .........................................................
Biologi Wereng Hijau Nephotettix virescens .........................
Pemanfaatan Mikroorganisme Rizobakteri sebagai Agens
Pengendali Hayati ............................................................................
Formulasi Rizobakteri .....................................................................
4
5
5
6
6
7
BAHAN DAN METODE .........................................................................
11
Tempat dan Waktu...........................................................................
Penyiapan Bahan Tanaman Padi IR64 untuk Perbanyakan
Nephotettix virescens dan Virus Tungro .........................................
Penyiapan Tanaman Padi IR64 ..............................................
Pemeliharaan Nephotettix virescens .......................................
Perbanyakan Isolat Virus Tungro...........................................
Pengujian
Formulasi
Campuran
Rizobakteri
terhadap
Perkembangan Penyakit Tungro ......................................................
Peremajaan Kultur Bakteri .....................................................
Pembuatan Formulasi Campuran Rizobakteri .......................
Pemberian Formulasi Campuran Rizobakteri ........................
Pengamatan ......................................................................................
Rancangan Penelitian dan Analisis Data .........................................
11
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
16
Hasil .................................................................................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Masa
Inkubasi Penyakit Tungro ......................................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Tipe
Gejala Penyakit Tungro..........................................................
16
8
9
11
11
11
11
12
12
13
13
14
15
16
17
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap
Kejadian dan Indeks Penyakit Tungro ...................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Tinggi
Tanaman .................................................................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Masa
Berbunga ................................................................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap
Jumlah Anakan Maksimum dan Anakan Produktif ...............
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Bobot
Gabah .....................................................................................
Pembahasan .....................................................................................
22
23
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
27
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ................................................................................................
27
27
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
28
LAMPIRAN ..............................................................................................
31
18
18
20
21
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Halaman
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap masa inkubasi virus tungro
pada tanaman padi IR64 ..................................................................
16
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap kejadian dan indeks
penyakit pada tanaman padi IR64....................................................
18
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap perkembangan tinggi
tanaman padi IR64 ...........................................................................
19
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap masa berbunga tanaman
padi IR64 .........................................................................................
21
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap jumlah anakan maksimum,
anakan produktif, dan persentase anakan produktif pada tanaman
padi IR64 .........................................................................................
22
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap bobot gabah basah dan
bobot gabah kering pada tanaman padi IR64 ..................................
23
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
2.
Halaman
Tipe gejala pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro yang
diberi perlakuan formulasi campuran rizobakteri.
(A) Daun sehat,
(B) Gejala pada daun kontrol virus tungro,
(C) Gejala belang (mottle) pada daun muda,
(D) Gejala menguning pada tepi daun,
(E) Gejala kuning orange pada daun tua .......................................
17
Pengaruh
formulasi
campuran
rizobakteri
terhadap
perkembangan tinggi tanaman padi IR64 yang diinokulasi virus
tungro sampai 60 hari setelah tanam ..........................................
20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Kerapatan sel/ml formulasi campuran rizobakteri ............................
31
2.
Analisis ragam untuk pengaruh formulasi campuran rizobakteri
terhadap masa inkubasi pada tanaman padi IR64 yang terinfeksi
virus tungro .......................................................................................
31
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
7 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri .....................
31
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
11 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
32
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
18 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
32
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
25 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
32
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
32 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
32
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
39 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
33
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
46 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
33
10. Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
53 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
33
11. Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
60 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
33
12. Analisis ragam untuk masa berbunga tanaman padi IR64 yang
diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi campuran
rizobakteri .......................................................................................
34
13. Analisis ragam untuk jumlah anakan maksimum tanaman padi
IR64 yang diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi
campuran rizobakteri ........................................................................
34
14. Analisis ragam untuk jumlah anakan produktif tanaman padi IR64
yang diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi
campuran rizobakteri .......................................................................
34
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
15. Analisis ragam untuk persentase anakan produktif tanaman padi
IR64 yang diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi
campuran rizobakteri .......................................................................
35
16. Analisis ragam untuk bobot gabah basah tanaman padi IR64 yang
diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi campuran
rizobakteri ........................................................................................
35
17. Analisis ragam untuk bobot gabah kering tanaman padi IR64 yang
diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi campuran
rizobakteri .........................................................................................
35
PENDAHULUAN
Latar belakang
Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar manusia.
Produksi padi di Indonesia mencapai 62,56 juta ton per tahun (BPS 2009). Lebih
dari 90% penduduk Indonesia menjadikan padi sebagai makanan pokoknya.
Selain itu, padi merupakan komoditas yang memegang posisi strategis dalam
pembangunan pertanian di Indonesia (Firdaus et al. 2008).
Banyak faktor yang menjadi kendala untuk meningkatkan produksi padi,
salah satunya adalah organisme pengganggu tanaman (OPT). Menurut Hibino
(1987) salah satu penyakit penting pada tanaman padi di kawasan Asia Selatan
dan Tenggara adalah penyakit tungro. Di Indonesia, kehilangan hasil pada
tanaman padi yang terinfeksi virus tungro di musim hujan lebih tinggi daripada
tanaman terinfeksi di musim kemarau. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir luas
serangan penyakit tungro mencapai 17.504 ha/tahun dengan estimasi nilai
kehilangan hasil mencapai Rp14,10 miliar/tahun (Soetarto et al. 2001). Penyakit
tungro dapat menyebabkan kehilangan hasil 5-70%. Jika ini terjadi dalam areal
luas maka akan mengganggu cadangan beras dan ketahanan pangan nasional (BB
Padi 2008).
Penyakit tungro disebabkan oleh campuran Rice tungro spherical
waikavirus (RTSV) dan Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) yang
ditularkan melalui wereng hijau Nepothettix virescens Distant. Tanaman padi
yang terinfeksi virus ini akan menunjukkan gejala seperti tanaman tumbuh kerdil,
terjadi perubahan warna daun yang bervariasi mulai dari sedikit menguning
sampai jingga, dan jumlah anakan berkurang, bahkan dapat menyebabkan gagal
panen (puso) jika terjadi peledakan. Gejala tersebut ditentukan oleh ketahanan
varietas, kondisi lingkungan, dan fase tumbuh saat tanaman terinfeksi
(BB Padi 2008).
Berbagai strategi telah dilaksanakan untuk mengendalikan penyakit tungro.
Pencegahan terhadap penyakit tungro pada umumnya dilakukan dengan cara
mengatur waktu tanam, serta penggunaan dan pergiliran varietas tahan
(Siregar 1981). Menurut laporan Widiarta (2005), pencegahan terhadap penyakit
2
tungro lainnya dapat dilakukan dengan cara menekan pemencaran wereng hijau
dengan tanam jajar legowo, tidak mengeringkan sawah, aplikasi cendawan
entomopatogen untuk mengendalikan vektor, dan menekan kemampuan mengisap
vektor dengan antifidan. Selain itu, pengendalian vektor virus tungro yang biasa
dilakukan oleh petani adalah aplikasi insektisida. Namun, penggunaan insektisida
dapat mengakibatkan resistensi terhadap serangga vektor, menimbulkan ledakan
hama sekunder, dan terbunuhnya musuh alami hama (Djojosumarto 2008).
Penggunaan pestisida kimia sintetis dapat menimbulkan kekhawatiran dari
berbagai pihak. Berdasarkan permintaan produk pertanian yang sehat dan aman
bagi konsumen dan lingkungan, pengendalian hayati menjadi salah satu cara
pengendalian patogen tanaman yang harus dipertimbangkan (Soesanto 2008).
Beberapa tahun terakhir ini penggunaan mikroorganisme seperti bakteri dan
cendawan yang dapat memberikan perlawanan terhadap patogen tanaman telah
banyak diteliti, organisme tersebut biasa disebut sebagai agens pengendali hayati
(Narayanasamy 2002).
Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. merupakan agens hayati yang
telah digunakan untuk mengendalikan berbagai patogen tanaman. Bakteri tersebut
termasuk PGPR (plant growth promoting rhizobacteria). Rizobakteri merupakan
kelompok bakteri yang hidup bebas mengkolonisasi daerah perakaran tanaman
dan menguntungkan bagi pertumbuhan akar (Kloepper et al. 2004). Menurut hasil
penelitian Listiani (2006) tanaman pisang yang diberi rizobakteri P. fluorescens
dan Bacillus sp. dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap infeksi Banana bunchy top virus (BBTV).
Pemberian campuran rizobakteri seperti P. fluorescens dan Bacillus sp.
juga telah dilaporkan dapat menekan patogen pada tanaman padi. Aplikasi dan
penggunaan rizobakteri tersebut dalam pengendalian penyakit tungro dapat efektif
menekan kehilangan hasil dan bersifat ramah lingkungan. Rizobakteri dapat
mempengaruhi aktifitas mengisap wereng hijau sebagai vektor penyakit virus
yang membatasi penularan virus (Vasuvedan 2002).
Menurut penelitian yang telah dilakukan Novianti (2008), hasil pengujian di
rumah kaca menunjukkan bahwa aplikasi kombinasi rizobakteri P. fluorescens
dan Bacillus sp. dapat meningkatkan ketahanan tanaman padi IR64 terhadap
3
infeksi virus tungro. Dengan demikian rizobakteri memiliki prospek sebagai salah
satu komponen teknologi untuk dirakit dalam pendekatan pengendalian penyakit
tungro terpadu namun masih perlu dilakukan uji efikasi di lapangan.
Kombinasi rizobakteri P. fluorescens dan Bacillus sp. dapat dijadikan
formulasi dalam bentuk butiran. Formulasi campuran rizobakteri tersebut
bertujuan untuk mempermudah aplikasi di lapangan, transportasi, dan
pengemasan. Rizobakteri yang dijadikan formulasi dalam bentuk butiran belum
banyak di pasaran sehingga dilakukan penelitian ini (Burges 1998).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formulasi campuran
rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman padi yang terinfeksi virus tungro.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan dasar pengendalian penyakit tungro dengan
menggunakan formulasi campuran rizobakteri agar lebih mudah diaplikasikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Gramineae (rumput-rumputan), sub
family Oryzodiae dari genus Oryza. Ciri-ciri tanaman padi secara morfologis
adalah sebagai berikut, batang padi berongga dan tersusun dari beberapa ruas
yang dibatasi oleh buku. Daun tumbuh dari buku batang tersebut, sedangkan
bunga atau malai muncul dari buku terakhir pada tiap anakan. Akar padi adalah
akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap
kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10-20 cm. Biji padi
mengandung butiran pati amilosa dan amilopektin dalam endosperm (Purwono &
Purnamawati 2008).
Tanaman padi meliputi lebih kurang 25 spesies yang tersebar di daerah
tropik dan sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Tanaman padi
yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis ialah indica (padi cere),
sedangkan japonica (padi bulu) banyak dibudidayakan di daerah sub tropik.
Tanaman padi berasal dari dua benua, O. fatua Koenig dan O. sativa L. berasal
dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu O. stapfii Roschev dan
O. glaberima Steund berasal dari Afrika Barat (Siregar 1981). Padi yang ada di
Indonesia sekarang ini merupakan persilangan antara O. officinalis dan O. sativa
(Deptan 2007).
Ribuan varietas atau kultivar padi di Asia dihasilkan karena kombinasi
antara seleksi alami dan buatan pada lingkungan tumbuh yang berbeda (Siregar
1989). Varietas unggul padi yang saat ini banyak ditanaman oleh petani di
Indonesia berasal dari hasil silangan IRRI atau silangan dalam negeri. Padi IR64
merupakan salah satu varietas unggul dari hasil silangan IRRI (Purwono &
Purnamawati 2008). Benih padi IR64 dilepas pada tahun 1986. Penggunaan benih
padi IR64 di Indonesia masih tinggi mencapai 45% dengan produktivitas 4,1
sampai 5,6 ton per hektar. Keunggulan padi IR64 adalah berumur panen 115 hari,
produksi mencapai 5 ton/ha, rasa nasi yang enak, tahan wereng cokelat tipe 1 dan
tipe 2, dan tahan kerdil rumput. Ciri-ciri morfologis padi IR64 sebagai berikut,
daun berwarna hijau dengan permukaan daun yang kasar dan berbulu, bentuknya
5
relatif tegak termasuk posisi daun serta daun benderanya. Tinggi tanaman padi
IR64 dapat mencapai kurang lebih 85 cm. Jumlah anakan maksimum yang dapat
dihasilkan oleh padi IR64 berjumlah 25 anakan per tanaman, sedangkan jumlah
anakan produktif terbanyak yang dapat dihasilkan adalah 22-23 anakan per
tanaman (Deptan 2007).
Padi IR64 dan Cisadane merupakan contoh varietas padi yang masih banyak
ditanam dan dapat terinfeksi virus tungro sampai puso. Hal ini bisa terjadi jika
tanaman sudah terinfeksi virus tungro pada saat tanaman berumur kurang dari
5 minggu (Burhannudin 2005).
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan tanaman
padi. Pupuk yang digunakan sebaiknya kombinasi antara pupuk organik dan
pupuk buatan. Pupuk organik yang diberikan berupa pupuk kandang atau pupuk
hijau dengan dosis 2-5 ton/ha. Pupuk organik diberikan saat pembajakan/cangkul
pertama. Selain pupuk organik diberikan juga pupuk kimia dengan dosis 200 kg
urea/ha, 75-100kg SP-36/ha, dan 75-100 kg KCl/ha. Urea diberikan 2-3 kali yaitu
14 HST, 30 HST, dan menjelang primordia bunga. Pupuk SP-36 dan KCl
diberikan saat tanam atau 14 HST. Jika digunakan pupuk majemuk dengan
perbandingan 15-15-15, dosisnya 300 kg/ha. Pupuk majemuk diberikan setengah
dosis saat tanaman berumur 14 HST, sisanya menjelang primordial bunga
(50 HST) (Purwono & Purnamawati 2008).
Tungro
Penyakit Tungro
Tungro yang artinya pertumbuhan terhambat merupakan salah satu penyakit
virus yang paling merusak padi di Asia Tenggara. Ribuan hektar sawah di banyak
negara telah terkena wabah berkala penyakit ini (Deptan 1985). Tungro menjadi
epidemik pertengahan tahun 1960an di Bangladesh, Cina, India, Indonesia,
Malaysia, Nepal, Pakistan, Filipina, Sri Langka, dan Thailand.
Di Indonesia gejala tungro diketahui timbul secara sporiadis pada tahun
1859 dengan nama mentek di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan tahun
1962 yang biasa disebut penyakit habang. Pengujian lanjutan di Bogor
membuktikan bahwa penyakit habang di Kalimantan Selatan tersebut identik
6
dengan penyakit tungro di negara-negara lain, seperti Filipina, India, dan
Bangladesh (Prayudi 2001).
Di Malaysia penyakit tungro dikenal dengan nama penyakit merah yang
telah diketahui sejak tahun 1938 (Ou 1985). Pada awalnya petani di Malaysia
menduga bahwa gejala yang timbul pada tanaman padi tersebut disebabkan oleh
kekurangan unsur hara. Pada tahun 1963, Filipina untuk pertama kalinya telah
membuktikan bahwa penyakit yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
tanaman padi di sejumlah negara adalah penyakit tungro (Semangun 2004).
Gejala Penyakit Tungro
Penyakit tungro dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi dan
menyebabkan warna daun menjadi kuning atau orange. Daun mulai menguning
dari ujung dan dapat meluas sampai ke tepi helaian daun. Daun yang terinfeksi
virus tungro dapat terlihat burik (kurik) atau bergaris-garis. Tanaman yang
terinfeksi virus tungro selama tahap pertumbuhan dini lebih parah kerusakannya
(Deptan 1985). Gejala yang muncul pada tanaman masih muda dapat hilang pada
tanaman yang semakin menua, sehingga tanaman yang semula sakit dianggap
sembuh (Ou 1985).
Tanaman padi yang terinfeksi virus tungro akan mengalami kekerdilan dan
mempunyai jumlah anakan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman
sehat. Besarnya hambatan pertumbuhan tanaman tergantung pada kerentanan
suatu varietas (Ou 1985). Tanaman sakit membentuk malai yang kecil dan
umumnya tidak keluar dari pelepah daun bendera sehingga malainya hampa, serta
perakaran tanaman menjadi lebih sedikit. Daun padi yang terinfeksi virus tungro
mengandung lebih banyak amilum (pati) dan asam amino total, sementara
kandungan klorofil, gula terlarut serta senyawa fenol berkurang (Semangun 2004).
Penularan Virus Tungro
Vektor virus tungro umumnya terdiri dari dua genus yaitu Nephotettix dan
Recilia. Spesies dari genus Recilia yang dapat menularkan virus tungro yaitu
Recilia dorsalis. Genus Nephotettix yang dapat menularkan virus tungro terdiri
dari 4 spesies, yaitu N. virescens, N. nigropictus, N. parvus, dan N. malaynus
Tingkat serangan N. virescens dalam mentransmisikan virus mencapai 85-100%,
7
diikuti oleh N. nigropictus kurang dari 35%, R. dorsalis kurang dari 5%,
N. parvus dan N. malaynus 1-2% (Ling 1979).
N. virescens merupakan vektor utama virus tungro di Asia. Imago
N. virescens maupun nimfanya efektif dalam menularkan virus tungro.
N.virescens menjadi efektif setelah menghisap tanaman sakit (acquisition feeding
period) selama 30 menit, dan periode makan inokulasi membutuhkan waktu kirakira 15 menit (Ou 1985). Virus itu tidak bertahan dalam tubuh vektor, namun
vektor tersebut dapat makan dan mengambil virus berulang kali setiap kali setelah
makan (Deptan 1985). Virus tersebut ditularkan oleh vektor secara semi persistan.
Virus tungro dapat dipertahankan di dalam tubuh vektor selama 5-6 hari. Nimfa
N. virescens dapat juga menularkan virus, namun akan kehilangan infektivitasnya
setelah berganti kulit (Prayudi 2001).
Virus tungro tidak dapat ditularkan melalui telur serangga vektor, biji padi,
dan tanah secara mekanis. Virus tersebut dapat bertahan pada singgang padi serta
inang alternatif lain, seperti Eleusine indica (L.) Gaertn., Echinochloa colonum
(L.) Link dan E. crusgalii Beauv. Tanaman padi yang terinfeksi umumnya mudah
dikenali karena adanya gejala yang muncul, sedangkan rumput-rumputan yang
terinfeksi sulit dikenali karena tidak memperlihatkan gejala (Kalshoven 1981).
Biologi Wereng Hijau Nephotettix virescens
Wereng hijau N. virescens termasuk kelas Insekta, ordo Hemiptera, dan
family Cicadellidae. Ukuran imago N. virescens berkisar 4-6 mm. Imago sangat
aktif di malam hari dan tertarik oleh cahaya. Telur serangga ini diletakkan di
bagian lunak selubung daun sekitar 25 baris. Betinanya meletakkan 100-200 telur
kemudian menetas setelah satu minggu. Nimfa N. virescens yang baru menetas
berwarna putih, kemudian berkembang dalam waktu 3 minggu dan pada akhirnya
berwarna hijau penuh. Masa hidup imago sekitar 4 minggu. Imago N. virescens
memiliki bintik hitam di pusat dan puncak sayap, abdomennya berwarna coklat
(Kalshoven 1981).
8
Pemanfaatan Mikroorganisme Rizobakteri sebagai Agens Pengendali Hayati
Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) merupakan kelompok bakteri
yang hidup bebas mengkolonisasi daerah perakaran tanaman dan menguntungkan
bagi akar. Beberapa genus bakteri rizosfer yang diketahui berperan sebagai
rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman adalah Arthrobacter, Azoarcus,
Azospirillum,
Bacillus,
Burkholderia,
Enterobacter,
Gluconacetobacter,
Herbaspirillum, Klebsiella, Paenibacillus, Pseudomonas, dan Serratia (Podile &
Kishore 2006).
Menurut Widodo (2006) beberapa bakteri antagonis seperti P. fluorescens
efektif mengurangi infeksi patogen tular tanah, antraknosa, dan Tobacco mosaic
virus (TMV); Bacillus sp. dapat menekan infeksi Cucumber mosaic virus (CMV)
dan Tomato mosaic virus (ToMV). Selain itu, hasil penelitian Chasanah (2007)
bakteri tahan panas atau Bacillus sp. dapat berperan sebagai agens pemacu
pertumbuhan tanaman mentimun dan menyebabkan tanaman tersebut lebih toleran
terhadap infeksi Zucchini yellow mosaic potyvirus (ZYMV). B. pumilus strain
SE34 menginduksi ketahanan tanaman tembakau untuk menekan infeksi
Cucumber mosaic virus (CMV), sedangkan P. flourescens strain CHA0 diketahui
memproduksi asam salisilat untuk induksi resistensi terhadap Tobacco necrosis
virus (TNV) (Kloepper et al. 2004; Maurhofer et al. 1994)
Beberapa agen pengendali hayati seperti P. fluorescens mempunyai
mekanisme berbeda yaitu dapat bertindak langsung terhadap patogen seperti,
antibiosis dan kompetisi, dan mekanisme tidak langsung seperti menambah
ketahanan terhadap patogen dan memacu pertumbuhan pada tanaman. Agen
pengendali hayati yang dapat bertahan pada berbagai macam kondisi lingkungan
akan menjadi kandidat yang ideal dan berkelanjutan untuk aplikasi jangka panjang
(Narayanasamy 2002).
Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman adalah PGPR mampu menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon
tanaman seperti asam indolasetat (indoleasetic acid = IAA), asam giberelat,
sitokinin, dan etilen atau prekursornya (1-aminosiklopropena-1-karboksilat
deaminase) di dalam tanaman, tidak bersimbiotik dalam fiksasi N2, melarutkan
fosfat mineral, mempengaruhi pembintilan pada akar (Kloepper et al. 2004).
9
Kloepper et al. (2004) mengungkapkan bahwa mekanisme PGPR secara
tidak langsung yang sampai saat ini sudah diketahui ialah menginduksi ataupun
meningkatkan aktifitas fitohormon, enzim peroksidase, isozime kitinase, isozime
beta-1,3-glukanase, asam salisilat, etilen, dan asam jasmonik. Rizobakteri dapat
menginduksi ketahananan tanaman dengan menginduksi produksi protein
ketahanan sehingga membuat tanaman resisten terhadap infeksi patogen
(Van Loon et al. 1998). Spektrum penyakit yang dapat dikendalikan melalui
induksi resistensi oleh rizobakteri cukup luas, meliputi cendawan, bakteri, dan
virus dalam kacang, anyelir, mentimun, lobak, tembakau, dan tomat (Van Loon et
al. 1998).
Penggunaan PGPR di dalam pengendalian hayati telah lama dilakukan,
namun hasilnya masih belum stabil. Sekarang ini, PGPR telah mulai
dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai biostimulant dan bioprotektan agar
peran PGPR dapat menyeluruh pada tanaman (Soesanto 2008).
Formulasi Rizobakteri
Formulasi merupakan tahap awal di dalam usaha pengendalian hayati yang
dapat diusahakan secara komersial. Prinsip dari formulasi adalah mencampurkan
organisme pengendali hayati dalam bahan pembawa yang dilengkapi dengan
bahan
tambahan
untuk
memaksimalkan
kemampuan
bertahan
hidup
di penyimpanan, mengoptimalkan aplikasi organisme tersebut, dan melidunginya
setelah aplikasi (Burges 1998).
Pembentukan formulasi ini bertujuan untuk memperbaiki kemampuan
bertahan hidup rizobakteri di lingkungannya, mempermudah dalam penyiapan dan
penerapan, serta penyesuaian dengan alat pertanian (Soesanto 2008). Penerapan
formulasi disesuaikan dengan alat pertanian, terdapat 2 jenis yaitu formulasi
padat dan cair. Formulasi padat terdiri dari debu, butiran, dan briket. Produk
kering, khususnya butiran dan briket mempunyai keuntungan, yaitu dapat dengan
mudah
disebarkan
dengan
tangan.
Penerapan
formulasi
cair
biasanya
menggunakan alat penyemprot seperti kantung bertenaga (knapsack) (Soesanto
2008).
10
Prosedur umum aplikasi rizobakteri adalah dengan cara perlakuan benih
sebelum penanaman, pencelupan akar bibit pada suspensi rizobakteri pada saat
transplantasi, dan penyiraman atau pencampuran tanah (Kloepper et al. 1992).
Menurut Soesanto (2008) aplikasi dengan pencampuran tanah lebih mudah jika
formulasi dalam bentuk butiran.
Butiran adalah massa dengan ciri tersendiri yang berukuran 5-10 mm3.
Formulasi dalam bentuk ini sangat mudah dalam cara aplikasinya. Formulasi
dapat dengan mudah ditaburkan dengan tangan dengan membenamkannya dalam
tanah. Jika dalam skala lapang, penerapan yang dilakukan biasanya menggunakan
alat maupun kendaraan seperti traktor. Alat yang digunakan untuk menerapkan
jenis formula padat tersebut dirancang khusus agar alat tersebut dapat
mengantarkan padatan ke sasaran yang dikehendaki dengan tepat, dan tidak
merusak padatan melalui penggerusan atau pemampatan (Burges 1998).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT Riset Perkebunan Nusantara Jalan Taman
Kencana Bogor, dari Maret sampai Agustus 2010.
Penyiapan Bahan Tanaman Padi IR64 untuk
Perbanyakan Nephotettix virescens dan Virus Tungro
Penyiapan Tanaman Padi IR64
Benih padi IR64 sebanyak 5 g direndam selama semalam. Benih tersebut
disemai di kompos basah pada baki. Bibit berumur 7 hari digunakan untuk
perbanyakan wereng N. virescens, sedangkan bibit yang berumur 10 hari
digunakan untuk perbanyakan isolat virus tungro (Azzam & Chancellor 2002).
Pemeliharaan Nephotettix virescens
Wereng hijau N. virescens didapat dari koleksi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan
Bioteknologi
dan
Sumberdaya
Genetika,
Bogor.
Imago
N. virescens sebanyak 60 ekor dipelihara di dalam kurungan berukuran
50 x 50 x 90 cm, wereng tersebut diberi pakan padi IR64 berumur 7 hari. Imago
tersebut dibiarkan bertelur selama 3 sampai 4 hari, kemudian dipindahkan pada
kurungan lain. Telur tersebut dibiarkan berkembang sampai 1 bulan untuk
menjadi imago. Setiap 2 minggu sekali, pakan di dalam kurungan diganti dengan
yang baru (Azzam & Chancellor 2002).
Perbanyakan Isolat Virus Tungro
Tanaman padi IR64 yang terinfeksi virus tungro sebagai sumber inokulum
diperoleh dari daerah Situ Gede, Bogor. Tanaman sumber inokulum tersebut
dipindahkan ke dalam pot berdiameter 25 cm yang berisi tanah sawah. Agar tanah
terus dalam keadaan lembab, pada bagian bawah pot dialasi piring yang harus
selalu berisi air. Padi yang telah dipindahkan diberi sungkup dengan diameter 20
cm dan tinggi 50 cm. Sebanyak 30 ekor wereng hijau diletakkan pada tanaman
sumber inokulum yang ditutup dengan kurungan plastik untuk makan akuisisi
12
selama tiga hari. Selanjutnya, wereng tersebut dimasukkan ke dalam tabung
berdiameter 2 cm dan tinggi 15 cm yang telah berisi tanaman padi yang sehat
berumur 10 hari. Setiap tabung diberi 3 ekor wereng hijau. Tabung tersebut
ditutup dengan kapas untuk menghindari wereng lepas. Wereng tersebut dibiarkan
selama satu hari untuk makan inokulasi. Kemudian tanaman padi tersebut
dikeluarkan dan ditanam pada pot berdiameter 25 cm yang sudah diisi tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1, kemudian virus tungro ditularkan lagi
untuk
perbanyakan
sebelum
tanaman
berumur
14
sampai
21
hari
(Azzam & Chancellor 2002).
Pengujian Formulasi Campuran Rizobakteri
terhadap Perkembangan Penyakit Tungro
Peremajaan Kultur Bakteri
Rizobakteri yang digunakan yaitu kombinasi P. fluorescens (P 3.1) dengan
bakteri tahan panas Bacillus sp. (Tp 3.5.2 & Tp 3.4.3) yang didapatkan dari
koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB, Bogor. Bakteri tersebut
merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh Novianti (2008) dari hasil isolasi
yang dilakukan oleh Ropikoh (2005). Isolat bakteri tersebut dalam bentuk
suspensi. Sebanyak satu lup suspensi bakteri tersebut diambil dan digoreskan pada
media padat dalam cawan secara aseptik. Bakteri P. fluorescens digoreskan pada
media padat King’s B, sedangkan Bacillus sp. digoreskan pada media Triptyc Soy
Agar (TSA) kekuatan 1/10 (TSA 0,1) (Kloepper et al. 2004). Selanjutnya, cawan
diinkubasi pada suhu ruang selama satu hingga dua hari.
Bakteri tersebut selanjutnya dikulturkan pada media cair dalam erlenmeyer.
Sebanyak satu lup bakteri diambil dari media padat kemudian dicampurkan
dengan 20 ml media cair. Bakteri P. fluorescens diremajakan pada media cair
King’s B, sedangkan Bacillus sp. diremajakan pada media Triptyc Soy Broth
kekuatan 1/10 (TSB 0,1). Selanjutnya biakan bakteri tersebut diinkubasi pada
inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm selama 2 hari.
13
Pembuatan Formulasi Campuran Rizobakteri
Kultur rizobakteri dalam erlenmeyer yang berumur 2 hari kemudian
dicampurkan dengan media gambut steril. Kerapatan rizobakteri pada media
gambut dihitung dengan metode penyebaran suspensi bakteri pada cawan dengan
pengenceran serial dari 10-1-10-9. Perhitungan kerapatan rizobakteri dilakukan
terhadap jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada cawan. Kerapatan rizobakteri
dalam gambut yang akan digunakan dalam aplikasi yaitu 108 sel/ml.
Pemberian Formulasi Campuran Rizobakteri
Benih padi IR64 didesinfeksi terlebih dahulu dengan NaOCl 1% selama
5 menit, kemudian benih tersebut dibilas dengan air steril yang mengalir sampai
bau NaOCl hilang. Perlakuan dilakukan sebanyak delapan kali dengan lima
ulangan, terdiri dari 2 perlakuan tanpa pemberian rizobakteri dan 6 perlakuan
dengan pemberian rizobakteri, yaitu:
Kontrol :
1. Kontrol netral (tanpa rizobakteri + tanpa virus)
2. Kontrol virus tungro (tanpa rizobakteri + virus)
3. Kontrol rizobakteri (tanpa virus + rizobakteri)
Perlakuan pemberian rizobakteri secara berkala + virus:
4. Perendaman benih
5. Perendaman benih + 7 HST (hari setelah tanam)
6. Perendaman benih + 7 HST + 14 HST
7. Perendaman benih + 7 HST + 14 HST + 21 HST
8. Perendaman benih + 7 HST + 14 HST + 21 HST + 28 HST
Pada perlakuan kontrol 1 dan 2, benih padi direndam hanya menggunakan
air steril, sedangkan perlakuan yang lainnya benih padi direndam dengan
rizobakteri pada kerapatan 108 sel/ml selama semalam. Benih-benih tersebut
dikecambahkan pada media kompos lembab pada baki yang berbeda. Selanjutnya
bibit padi yang berumur 7 HST dipindahkan ke dalam pot-pot yang telah diberi
media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Setelah berumur
10 hari, bibit padi diinokulasi virus tungro. Inokulasi virus tungro sama seperti
14
pada tahap perbanyakan isolat virus tungro kecuali tabung yang digunakan pada
proses periode makan inokulasi (pmi) digantikan dengan botol bekas.
Pada saat perendaman, formulasi rizobakteri yang diberikan sebanyak 10 g
yang dicampurkan dengan 90 ml air steril. Sedangkan pada saat pemberian
langsung pada tanaman, formulasi rizobakteri yang diberikan sebanyak
1 g per tanaman. Formulasi campuran rizobakteri tersebut diaplikasikan dengan
cara menabur (broadcast) dan sedikit diaduk dipermukaan tanah.
Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu saat tanaman padi berumur 1 bulan
dan 2 bulan setelah tanam masing-masing dengan 1,5 g Urea, 0,6 g TSP, dan 0,6 g
KCl untuk setiap pot.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap masa inkubasi penyakit tungro dimulai dari
satu hari setelah inokulasi, jumlah tanaman terinfeksi, tipe gejala yang mucul
dimulai dari satu hari setelah inokulasi, serta mengamati perkembangan tanaman
meliputi perkembangan tinggi tanaman, masa berbunga, jumlah anakan
maksimum, jumlah anakan produktif, serta bobot gabah basah dan kering.
Kejadian penyakit (KP) dihitung setelah munculnya gejala awal. Rumus yang
digunakan sebagai berikut:
Keterangan:
n = jumlah tanaman yang terinfeksi
N = jumlah tanaman yang diamati
Indeks penyakit (Disease Index/DI) dihitung 1 bulan setelah inokulasi virus.
Tiap tanaman dinilai dengan menggunakan Standard Evaluation System (SES)
(Azzam & Chancellor 2002) untuk padi dengan mengikuti kriteria skala sebagai
berikut:
15
Skala
1
3
5
7
9
Deskripsi
Tidak terdapat gejala.
1-10% terjadi penurunan tinggi tanaman, tidak terdapat gejala kuning
kemerahan yang jelas
11-30% terjadi penurunan tinggi tanaman, tidak terdapat gejala kuning
kemerahan yang jelas
31-50% terjadi penurunan tinggi tanaman dengan gejala kuning
kemerahan yang jelas
Lebih dari 50% terjadi penurunan tinggi tanaman dengan gejala kuning
kemerahan yang jelas
Perhitungan Indeks Penyakit menggunakan rumus:
Keterangan:
DI
= Disease Index
A3...A9 = Jumlah tanaman dalam skala 3, 5, 7, dan 9
tn
= Total tanaman yang diinokulasi virus
Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Percobaan dilakukan dengan delapan perlakuan dan lima kali ulangan.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok
(RAK). Data hasil pengamatan terhadap masa inkubasi, tinggi tanaman, masa
berbunga, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, dan bobot gabah
dianalisis dengan sidik ragam dan diolah dengan program Statistic Analysis
System (SAS) versi 9.1. Perbedaan nilai rata-rata setiap perlakuan diuji dengan
menggunakan uji wilayah berganda Duncan pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Masa Inkubasi
Penyakit Tungro
Masa inkubasi virus tungro pada tanaman padi yang paling panjang adalah
dengan 3 kali pemberian formulasi rizobakteri yaitu 14,20 HSIV (hari setelah
inokulasi virus) dan masa inkubasi tersebut berbeda nyata dengan masa inkubasi
pada kontrol virus tungro (Tabel 1). Masa inkubasi virus tungro terpendek
terdapat pada perlakuan kontrol virus tungro yaitu 10,73 HSIV. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Widiarta (2005) bahwa masa inkubasi virus
tungro dalam tanaman padi berkisar 6-15 hari. Pemberian formulasi rizobakteri
memberikan pengaruh positif terhadap penekanan replikasi virus pada tahap awal
di dalam inang, sehingga tanaman lebih tahan terhadap infeksi virus tungro.
Tabel 1 Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas fluorescens dan
Bacillus sp. terhadap masa inkubasi virus tungro pada tanaman padi IR64
Perlakuan
Kontrol netral
Kontrol virus tungro
Kontrol rizobakteri
Perendaman
Perendaman + 7 HSTc
Perendaman + 7 HST + 14 HST
Perendaman + 7 HST + 14 HST + 21 HST
Perendaman + 7 HST + 14 HST + 21 HST + 28 HST
Rata-rata masa inkubasi
± SD (HSIV)a
-b
10,73 ± 2,37 b
11,33 ± 1,62 ab
12,13 ± 2,27 ab
14,20 ± 2,75 a
11,80 ± 2,27 ab
13,53 ± 2,29ab
a
SD = Standar deviasi
HSIV = Hari setelah inokulasi virus
Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah
berganda Duncan 5%
b
Tidak dihitung
c
HST = Hari setelah tanam
Secara umum semua pemberian rizobakteri dapat menunda masa inkubasi
walaupun tidak semua signifikan. Penundaan masa inkubasi yang paling lama
adalah 3,47 hari pada perlakuan 3 kali pemberian rizobakteri. Penundaan masa
inkubasi tersebut diduga karena dipengaruhi oleh sistem induksi resistensi oleh
17
rizobakteri. Rizobakteri dapat menginduksi ketahananan tanaman dengan
menginduksi produksi protein ketahanan sehingga membuat tanaman resisten
terhadap infeksi patogen (Van Loon et al. 1998; Kloepper et al. 2004).
Pengaruh Formulasi
Penyakit Tungro
Campuran
Rizobakteri
terhadap
Tipe
Gejala
Gejala utama pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro adalah
terjadinya perubahan warna daun menjadi kuning sampai orange. Daun muda
yang baru muncul mengalami klorosis pada tepi daun dan di antara tulang-tulang
daun yang berwarna hijau pucat sampai hijau keputihan (Gambar 1C). Perubahan
warna dimulai dari ujung daun kemudian menjalar ke bagian tepi daun tetapi tidak
sampai pada bagian bawah helai daun (Gambar 1D). Daun yang sudah mulai
menguning tampak sedikit melintir pada bagian ujung daun. Pada daun tua
menunjukkan gejala bintik berwarna kuning sampai orange (Gambar 1E). Gejala
tersebut seperti yang dilaporkan oleh Ou (1985) bahwa daun muda menunjukkan
penampilan yang berbintik-bintik dan daun tua menunjukkan bintik kekuningan
menyerupai warna karat dalam berbagai variasi warna. Perubahan warna daun
pada tanaman kontrol virus tungro dengan tanaman padi yang terinfeksi virus
tungro yang diberi rizobakteri tidak ada perbedaan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pemberian rizobakteri tidak berpengaruh terhadap tipe gejala penyakit
tungro pada perubahan warna daun.
A
B
C
D
E
Gambar 1 Tipe gejala pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro yang diberi
perlakuan formulasi campuran rizobakteri. (A) Daun sehat. (B) Gejala
pada daun kontrol virus tungro (C) Gejala belang (mottle) pada daun
muda. (D) Gejala menguning pada tepi daun. (E) Gejala kuning
orange pada daun tua.
18
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Kejadian dan Indeks
Penyakit Tungro
Kejadian penyakit pada semua perlakuan yang diberi formulasi rizobakteri
adalah 100% (Tabel 2). Walaupun kejadian penyakit pada padi yang diinfeksi
virus tungro 100% tetapi reaksi tanaman terhadap infeksi virus tersebut bervariasi.
Hal tersebut dapat diketahui dari nilai indeks penyakit yang berbeda.
Nilai indeks penyakit yang paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan 3 kali
pemberian rizobakteri (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
rizobakteri dengan 3 kali pemberian adalah perlakuan yang paling bagus dalam
menahan infeksi virus tungro dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
Tabel 2 Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas fluorescens dan
Bacillus sp. terhadap kejadian dan indeks penyakit pada tanaman padi
IR64
Perlakuan
Kontrol netral
Kontrol virus tungro
Kontrol rizobakteri
Perendaman benih
Perendaman + 7 HSTb
Perendaman + 7 HST + 14 HST
Perendaman + 7 HST + 14 HST + 21 HST
Perendaman + 7 HST + 14 HST + 21 HST + 28 HST
a
Kejadian
penyakit
-a
100
100
100
100
100
100
Indeks
penyakit
5,5
5,6
6,4
5,0
6,0
6,0
Tidak dihitung
HST = Hari setelah tanam
b
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Tinggi Tanaman
Pengaruh pemberian formulasi rizobakteri terlihat nyata pada fase awal
pertumbuhan dan pertumbuhannya relatif seragam. Pada fase vegetatif awal, padi
yang telah diinokulasi virus tungro dengan pemberian rizobakteri (18 HST)
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa
rizobakteri (Tabel 3). Pertumbuhan tanaman padi yang terinfeksi virus tungro
dengan perlakuan 3 kali pemberian rizobakteri (Gambar 2) diperoleh hasil yang
paling baik bahkan cenderung lebih baik daripada kontrol virus tungro walaupun
tidak signifikan. Pemberian formulasi rizobakteri pada perlakuan lain belum dapat
menahan infeksi virus tungro sehingga pertumbuhan tanaman masih terhambat.
19
Tabel 3 Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. terhadap perkembangan tinggi tanaman padi IR64
Rata-rata tinggi tanaman padi ± SD (cm) pada n HSTa
Perlakuan
7
a
11
18
25
32
39
46
53
60
Kontrol netral
14,13 ± 0,71bc
22,25 ± 3,87b
34,40 ± 1,92a
41,37 ± 4,71a
45,53 ± 7,34a
47,57 ± 5,52a
55,63 ± 4,39a
59,25 ± 4,17a
61,71 ± 2,60ab
Kontrol virus tungro
13,30 ± 2,23c
20,33 ± 1,91ab
25,20 ± 2,85b
30,43 ± 3,30ab
32,94 ± 6,98b
34,58 ± 6,94ab
43,43 ± 10,00b
44,70 ± 10,51b
51,05 ± 10,36bc
Kontrol rizobakteri
16,17 ± 0,96a
26,62 ± 1,88a
35,90 ± 2,35a
42,27 ± 5,28a
48,20 ± 6,37a
49,60 ± 5,89a
55,43 ± 3,99a
60,37 ± 3,22a
63,27 ± 1,11a
Perendaman benih
15,03 ± 1,44ab
19,76 ± 0,93ab
25,64 ± 3,36b
28,17 ± 4,39ab
31,36 ± 6,23b
31,02 ± 8,22ab
37,87 ± 10,64b
43,46 ± 13,10b
48,28 ± 11,80c
Perendaman + 7 HST
14,93 ± 1,19ab
19,40 ± 1,60c
24,34 ± 2,18b
26,10 ± 2,45c
27,23 ± 5,07b
27,50 ± 4,74c
33,28 ± 6,34b
38,87 ± 7,27b
44,37 ± 7,90c
Perendaman + 7 HST + 14 HST
15,77 ± 0,80abc
19,85 ± 1,61ab
27,37 ± 2,26b
29,23 ± 3,57ab
34,17 ± 5,16b
37,12 ± 5,24b
42,00 ± 7,87b
47,67 ± 7,47ab
53,40 ± 5,67abc
Perendaman + 7 HST + 14 HST
+ 21 HST
16,63 ± 0,48a
20,71 ± 1,05ab
26,33 ± 2,64b
29,20 ± 4,53ab
28,62 ± 9,59b
31,75 ± 8,80ab
37,21 ± 11,92b
43,95 ± 13,78b
46,53 ± 15,44c
Perendaman + 7 HST + 14 HST
+ 21 HST + 28HST
16,13 ± 1,04a
20,47 ± 1,47ab
26,73 ± 4,14b
31,83 ± 6,20b
31,27 ± 7,30b
35,20 ± 2,90ab
39,75 ± 3,77b
43,97 ± 7,92b
46,37 ± 7,67c
SD = Standar deviasi
HST = Hari setelah tanam
Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah berganda Duncan 5%
20
Gambar 2
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri terhadap perkembangan
tinggi tanaman padi IR64 yang diinokulasi virus tungro sampai
60 hari setelah tanam. HST = Hari setelah tanam.
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Masa Berbunga
Ma
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
YANG TERINFEKSI VIRUS TUNGRO
ATRIE YUNI SONIA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
ATRIE YUNI SONIA. Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap
Pertumbuhan Tanaman Padi yang Terinfeksi Virus Tungro. Dibimbing oleh
ENDANG NURHAYATI.
Padi merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia. Salah satu kendala produksi padi adalah organisme pengganggu
tanaman (OPT) yang dapat mengakibatkan kerugian serta penurunan kualitas dan
kuantitas komoditas padi. Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi ganda yaitu
Rice tungro spherical waikavirus (RTSV) dan Rice tungro bacilliform badnavirus
(RTBV) yang dapat menyebabkan puso atau gagal panen pada areal tanaman padi
yang luas. Virus tungro ditularkan melalui vektor yaitu wereng hijau Nepothettix
virescens Distant. Pengendalian terhadap penyakit tungro diantaranya dengan
komponen waktu tanam tepat, penggunaan dan pergiliran varietas tahan,
pengendalian vektor, dan pemanfaatan agens hayati. Salah satu pengendalian
virus tungro dengan menginduksi ketahanan tanaman adalah menggunakan
rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Penelitian ini merupakan uji lanjut
yang bertujuan mengetahui pengaruh formulasi campuran rizobakteri terhadap
pertumbuhan tanaman padi yang terinfeksi virus tungro. Varietas padi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah IR64 yang merupakan salah satu varietas
yang rentan terhadap virus tungro. Padi IR64 digunakan untuk perbanyakan
wereng N. virescens, perbanyakan virus tungro, dan sebagai tanaman uji. Sumber
inokulum virus tungro berasal dari padi IR64 yang terserang virus tungro di
daerah Situ Gede, Bogor. Penularan virus tungro pada tanaman padi
menggunakan vektor N. virescens. Pseudomonas fluorecens dan Bacillus sp.
dikulturkan berturut-turut pada media cair King’s B dan Triptyc Soy Broth
kekuatan 1/10 (TSB 0,1). Isolat bakteri yang berumur 2 hari kemudian
diformulasikan dengan media gambut. Pemberian formulasi campuran rizobakteri
P. flourecens dan Bacillus sp. pada tanaman padi yaitu pada saat perendaman
benih dan ditaburkan di permukaan tanah setelah disemaikan. Formulasi
campuran rizobakteri diaplikasikan dengan cara ditabur (broadcast) dan sedikit
diaduk pada permukaan tanah yang dilakukan pada padi berumur 7, 14, 21, dan
28 HST. Pemberian formulasi rizobakteri sebanyak 3 kali secara umum
menunjukkan pengaruh yang paling baik pada pertumbuhan tanaman padi
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pengaruh perlakuan tersebut terhadap
penekanan infeksi virus tungro dapat dilihat lebih jelas pada awal pertumbuhan
tanaman padi.
Kata kunci : Rizobakteri, virus tungro, tanaman padi
PENGARUH FORMULASI CAMPURAN RIZOBAKTERI
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI
YANG TERINFEKSI VIRUS TUNGRO
ATRIE YUNI SONIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
\
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul : Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Pertumbuhan
Tanaman Padi yang Terinfeksi Virus Tungro
Nama : Atrie Yuni Sonia
NRP : A34060295
Disetujui
Pembimbing
Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS
NIP. 19610430 198603 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, MSc
NIP. 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 27 Juni 1989 sebagai anak
pertama dari pasangan Sokaj Hejatno Allah yarham dan Ade Sukaesih. Penulis
lulus dari SMA Negeri 1 Ciasem Kabupaten Subang pada tahun 2006 dan
diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun yang sama. Penulis diterima di
Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2007. Penulis pernah magang di Balai
Besar Penelitian Padi, Sukamandi, Subang dan mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa pada tahun 2009 dan 2010. Penulis menjadi asisten mata kuliah
Entomologi Umum pada tahun 2009 dan Dasar-dasar Proteksi Tanaman pada
tahun 2010. Selain itu, penulis mendapatkan beasiswa dari Medco Foundation
tahun 2010 untuk biaya pelaksanaan penelitian tugas akhir.
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahuwata'ala yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi penelitian dengan judul
“Pengaruh formulasi campuran rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman padi
yang terinfeksi virus tungro” dapat diselesaikan. Skripsi penelitian ini merupakan
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada Maret
sampai Agustus 2010.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
orang-orang yang telah membantu pelaksanaan dalam penelitian. Ucapan terima
kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS selaku dosen
pembimbing skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kepada seluruh dosen dan
keluarga besar Proteksi Tanaman karena nasehat-nasehat serta ilmu yang
diberikan kepada penulis. Rasa terimakasih penulis ucapkan terutama kepada
kedua orang tua beserta keluarga yang selalu memotivasi bagi penulis dan selalu
mengiringi penulis dengan doa yang tulus. Penulis membanggakan dan
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah memberikan semangat
kepada penulis dalam perjalanan menyelesaikan penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Purwantara dari
PT. Riset Perkebunan Nusantara yang telah memberikan arahan dan menyediakan
rumah kaca. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Siti Ropikoh, SP,
Fawzia Novianti, SP, Ibu Ernawati, Susi, Aida, dan staf pegawai lain yang telah
banyak membantu dan memberikan semangat selama penelitian.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Medco Foundation yang telah
memberikan beasiswa penelitian. Beasiswa tersebut sangat membantu kelancaran
dalam pelaksanaan penelitian.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan pertanian dan dapat
teraplikasikan dengan baik di lapangan. Penulis menyadari bahwa skripsi
penelitian ini masih jauh dari sempurna karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan skripsi penelitian ini.
Bogor, Juli 2010
Atrie Yuni Sonia
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ix
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
4
Tanaman Padi ..................................................................................
Tungro .............................................................................................
Penyakit Tungro .....................................................................
Gejala Penyakit Tungro..........................................................
Penularan Virus Tungro .........................................................
Biologi Wereng Hijau Nephotettix virescens .........................
Pemanfaatan Mikroorganisme Rizobakteri sebagai Agens
Pengendali Hayati ............................................................................
Formulasi Rizobakteri .....................................................................
4
5
5
6
6
7
BAHAN DAN METODE .........................................................................
11
Tempat dan Waktu...........................................................................
Penyiapan Bahan Tanaman Padi IR64 untuk Perbanyakan
Nephotettix virescens dan Virus Tungro .........................................
Penyiapan Tanaman Padi IR64 ..............................................
Pemeliharaan Nephotettix virescens .......................................
Perbanyakan Isolat Virus Tungro...........................................
Pengujian
Formulasi
Campuran
Rizobakteri
terhadap
Perkembangan Penyakit Tungro ......................................................
Peremajaan Kultur Bakteri .....................................................
Pembuatan Formulasi Campuran Rizobakteri .......................
Pemberian Formulasi Campuran Rizobakteri ........................
Pengamatan ......................................................................................
Rancangan Penelitian dan Analisis Data .........................................
11
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
16
Hasil .................................................................................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Masa
Inkubasi Penyakit Tungro ......................................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Tipe
Gejala Penyakit Tungro..........................................................
16
8
9
11
11
11
11
12
12
13
13
14
15
16
17
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap
Kejadian dan Indeks Penyakit Tungro ...................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Tinggi
Tanaman .................................................................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Masa
Berbunga ................................................................................
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap
Jumlah Anakan Maksimum dan Anakan Produktif ...............
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Bobot
Gabah .....................................................................................
Pembahasan .....................................................................................
22
23
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
27
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ................................................................................................
27
27
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
28
LAMPIRAN ..............................................................................................
31
18
18
20
21
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Halaman
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap masa inkubasi virus tungro
pada tanaman padi IR64 ..................................................................
16
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap kejadian dan indeks
penyakit pada tanaman padi IR64....................................................
18
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap perkembangan tinggi
tanaman padi IR64 ...........................................................................
19
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap masa berbunga tanaman
padi IR64 .........................................................................................
21
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap jumlah anakan maksimum,
anakan produktif, dan persentase anakan produktif pada tanaman
padi IR64 .........................................................................................
22
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus sp. terhadap bobot gabah basah dan
bobot gabah kering pada tanaman padi IR64 ..................................
23
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
2.
Halaman
Tipe gejala pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro yang
diberi perlakuan formulasi campuran rizobakteri.
(A) Daun sehat,
(B) Gejala pada daun kontrol virus tungro,
(C) Gejala belang (mottle) pada daun muda,
(D) Gejala menguning pada tepi daun,
(E) Gejala kuning orange pada daun tua .......................................
17
Pengaruh
formulasi
campuran
rizobakteri
terhadap
perkembangan tinggi tanaman padi IR64 yang diinokulasi virus
tungro sampai 60 hari setelah tanam ..........................................
20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Kerapatan sel/ml formulasi campuran rizobakteri ............................
31
2.
Analisis ragam untuk pengaruh formulasi campuran rizobakteri
terhadap masa inkubasi pada tanaman padi IR64 yang terinfeksi
virus tungro .......................................................................................
31
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
7 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri .....................
31
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
11 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
32
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
18 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
32
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
25 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
32
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
32 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
32
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
39 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
33
Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
46 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
33
10. Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
53 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
33
11. Analisis ragam untuk perkembangan tinggi tanaman padi IR64
60 HST setelah diberi formulasi campuran rizobakteri ....................
33
12. Analisis ragam untuk masa berbunga tanaman padi IR64 yang
diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi campuran
rizobakteri .......................................................................................
34
13. Analisis ragam untuk jumlah anakan maksimum tanaman padi
IR64 yang diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi
campuran rizobakteri ........................................................................
34
14. Analisis ragam untuk jumlah anakan produktif tanaman padi IR64
yang diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi
campuran rizobakteri .......................................................................
34
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
15. Analisis ragam untuk persentase anakan produktif tanaman padi
IR64 yang diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi
campuran rizobakteri .......................................................................
35
16. Analisis ragam untuk bobot gabah basah tanaman padi IR64 yang
diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi campuran
rizobakteri ........................................................................................
35
17. Analisis ragam untuk bobot gabah kering tanaman padi IR64 yang
diinokulasi virus tungro setelah pemberian formulasi campuran
rizobakteri .........................................................................................
35
PENDAHULUAN
Latar belakang
Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar manusia.
Produksi padi di Indonesia mencapai 62,56 juta ton per tahun (BPS 2009). Lebih
dari 90% penduduk Indonesia menjadikan padi sebagai makanan pokoknya.
Selain itu, padi merupakan komoditas yang memegang posisi strategis dalam
pembangunan pertanian di Indonesia (Firdaus et al. 2008).
Banyak faktor yang menjadi kendala untuk meningkatkan produksi padi,
salah satunya adalah organisme pengganggu tanaman (OPT). Menurut Hibino
(1987) salah satu penyakit penting pada tanaman padi di kawasan Asia Selatan
dan Tenggara adalah penyakit tungro. Di Indonesia, kehilangan hasil pada
tanaman padi yang terinfeksi virus tungro di musim hujan lebih tinggi daripada
tanaman terinfeksi di musim kemarau. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir luas
serangan penyakit tungro mencapai 17.504 ha/tahun dengan estimasi nilai
kehilangan hasil mencapai Rp14,10 miliar/tahun (Soetarto et al. 2001). Penyakit
tungro dapat menyebabkan kehilangan hasil 5-70%. Jika ini terjadi dalam areal
luas maka akan mengganggu cadangan beras dan ketahanan pangan nasional (BB
Padi 2008).
Penyakit tungro disebabkan oleh campuran Rice tungro spherical
waikavirus (RTSV) dan Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) yang
ditularkan melalui wereng hijau Nepothettix virescens Distant. Tanaman padi
yang terinfeksi virus ini akan menunjukkan gejala seperti tanaman tumbuh kerdil,
terjadi perubahan warna daun yang bervariasi mulai dari sedikit menguning
sampai jingga, dan jumlah anakan berkurang, bahkan dapat menyebabkan gagal
panen (puso) jika terjadi peledakan. Gejala tersebut ditentukan oleh ketahanan
varietas, kondisi lingkungan, dan fase tumbuh saat tanaman terinfeksi
(BB Padi 2008).
Berbagai strategi telah dilaksanakan untuk mengendalikan penyakit tungro.
Pencegahan terhadap penyakit tungro pada umumnya dilakukan dengan cara
mengatur waktu tanam, serta penggunaan dan pergiliran varietas tahan
(Siregar 1981). Menurut laporan Widiarta (2005), pencegahan terhadap penyakit
2
tungro lainnya dapat dilakukan dengan cara menekan pemencaran wereng hijau
dengan tanam jajar legowo, tidak mengeringkan sawah, aplikasi cendawan
entomopatogen untuk mengendalikan vektor, dan menekan kemampuan mengisap
vektor dengan antifidan. Selain itu, pengendalian vektor virus tungro yang biasa
dilakukan oleh petani adalah aplikasi insektisida. Namun, penggunaan insektisida
dapat mengakibatkan resistensi terhadap serangga vektor, menimbulkan ledakan
hama sekunder, dan terbunuhnya musuh alami hama (Djojosumarto 2008).
Penggunaan pestisida kimia sintetis dapat menimbulkan kekhawatiran dari
berbagai pihak. Berdasarkan permintaan produk pertanian yang sehat dan aman
bagi konsumen dan lingkungan, pengendalian hayati menjadi salah satu cara
pengendalian patogen tanaman yang harus dipertimbangkan (Soesanto 2008).
Beberapa tahun terakhir ini penggunaan mikroorganisme seperti bakteri dan
cendawan yang dapat memberikan perlawanan terhadap patogen tanaman telah
banyak diteliti, organisme tersebut biasa disebut sebagai agens pengendali hayati
(Narayanasamy 2002).
Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. merupakan agens hayati yang
telah digunakan untuk mengendalikan berbagai patogen tanaman. Bakteri tersebut
termasuk PGPR (plant growth promoting rhizobacteria). Rizobakteri merupakan
kelompok bakteri yang hidup bebas mengkolonisasi daerah perakaran tanaman
dan menguntungkan bagi pertumbuhan akar (Kloepper et al. 2004). Menurut hasil
penelitian Listiani (2006) tanaman pisang yang diberi rizobakteri P. fluorescens
dan Bacillus sp. dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap infeksi Banana bunchy top virus (BBTV).
Pemberian campuran rizobakteri seperti P. fluorescens dan Bacillus sp.
juga telah dilaporkan dapat menekan patogen pada tanaman padi. Aplikasi dan
penggunaan rizobakteri tersebut dalam pengendalian penyakit tungro dapat efektif
menekan kehilangan hasil dan bersifat ramah lingkungan. Rizobakteri dapat
mempengaruhi aktifitas mengisap wereng hijau sebagai vektor penyakit virus
yang membatasi penularan virus (Vasuvedan 2002).
Menurut penelitian yang telah dilakukan Novianti (2008), hasil pengujian di
rumah kaca menunjukkan bahwa aplikasi kombinasi rizobakteri P. fluorescens
dan Bacillus sp. dapat meningkatkan ketahanan tanaman padi IR64 terhadap
3
infeksi virus tungro. Dengan demikian rizobakteri memiliki prospek sebagai salah
satu komponen teknologi untuk dirakit dalam pendekatan pengendalian penyakit
tungro terpadu namun masih perlu dilakukan uji efikasi di lapangan.
Kombinasi rizobakteri P. fluorescens dan Bacillus sp. dapat dijadikan
formulasi dalam bentuk butiran. Formulasi campuran rizobakteri tersebut
bertujuan untuk mempermudah aplikasi di lapangan, transportasi, dan
pengemasan. Rizobakteri yang dijadikan formulasi dalam bentuk butiran belum
banyak di pasaran sehingga dilakukan penelitian ini (Burges 1998).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formulasi campuran
rizobakteri terhadap pertumbuhan tanaman padi yang terinfeksi virus tungro.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan dasar pengendalian penyakit tungro dengan
menggunakan formulasi campuran rizobakteri agar lebih mudah diaplikasikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Gramineae (rumput-rumputan), sub
family Oryzodiae dari genus Oryza. Ciri-ciri tanaman padi secara morfologis
adalah sebagai berikut, batang padi berongga dan tersusun dari beberapa ruas
yang dibatasi oleh buku. Daun tumbuh dari buku batang tersebut, sedangkan
bunga atau malai muncul dari buku terakhir pada tiap anakan. Akar padi adalah
akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap
kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10-20 cm. Biji padi
mengandung butiran pati amilosa dan amilopektin dalam endosperm (Purwono &
Purnamawati 2008).
Tanaman padi meliputi lebih kurang 25 spesies yang tersebar di daerah
tropik dan sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Tanaman padi
yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis ialah indica (padi cere),
sedangkan japonica (padi bulu) banyak dibudidayakan di daerah sub tropik.
Tanaman padi berasal dari dua benua, O. fatua Koenig dan O. sativa L. berasal
dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu O. stapfii Roschev dan
O. glaberima Steund berasal dari Afrika Barat (Siregar 1981). Padi yang ada di
Indonesia sekarang ini merupakan persilangan antara O. officinalis dan O. sativa
(Deptan 2007).
Ribuan varietas atau kultivar padi di Asia dihasilkan karena kombinasi
antara seleksi alami dan buatan pada lingkungan tumbuh yang berbeda (Siregar
1989). Varietas unggul padi yang saat ini banyak ditanaman oleh petani di
Indonesia berasal dari hasil silangan IRRI atau silangan dalam negeri. Padi IR64
merupakan salah satu varietas unggul dari hasil silangan IRRI (Purwono &
Purnamawati 2008). Benih padi IR64 dilepas pada tahun 1986. Penggunaan benih
padi IR64 di Indonesia masih tinggi mencapai 45% dengan produktivitas 4,1
sampai 5,6 ton per hektar. Keunggulan padi IR64 adalah berumur panen 115 hari,
produksi mencapai 5 ton/ha, rasa nasi yang enak, tahan wereng cokelat tipe 1 dan
tipe 2, dan tahan kerdil rumput. Ciri-ciri morfologis padi IR64 sebagai berikut,
daun berwarna hijau dengan permukaan daun yang kasar dan berbulu, bentuknya
5
relatif tegak termasuk posisi daun serta daun benderanya. Tinggi tanaman padi
IR64 dapat mencapai kurang lebih 85 cm. Jumlah anakan maksimum yang dapat
dihasilkan oleh padi IR64 berjumlah 25 anakan per tanaman, sedangkan jumlah
anakan produktif terbanyak yang dapat dihasilkan adalah 22-23 anakan per
tanaman (Deptan 2007).
Padi IR64 dan Cisadane merupakan contoh varietas padi yang masih banyak
ditanam dan dapat terinfeksi virus tungro sampai puso. Hal ini bisa terjadi jika
tanaman sudah terinfeksi virus tungro pada saat tanaman berumur kurang dari
5 minggu (Burhannudin 2005).
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan tanaman
padi. Pupuk yang digunakan sebaiknya kombinasi antara pupuk organik dan
pupuk buatan. Pupuk organik yang diberikan berupa pupuk kandang atau pupuk
hijau dengan dosis 2-5 ton/ha. Pupuk organik diberikan saat pembajakan/cangkul
pertama. Selain pupuk organik diberikan juga pupuk kimia dengan dosis 200 kg
urea/ha, 75-100kg SP-36/ha, dan 75-100 kg KCl/ha. Urea diberikan 2-3 kali yaitu
14 HST, 30 HST, dan menjelang primordia bunga. Pupuk SP-36 dan KCl
diberikan saat tanam atau 14 HST. Jika digunakan pupuk majemuk dengan
perbandingan 15-15-15, dosisnya 300 kg/ha. Pupuk majemuk diberikan setengah
dosis saat tanaman berumur 14 HST, sisanya menjelang primordial bunga
(50 HST) (Purwono & Purnamawati 2008).
Tungro
Penyakit Tungro
Tungro yang artinya pertumbuhan terhambat merupakan salah satu penyakit
virus yang paling merusak padi di Asia Tenggara. Ribuan hektar sawah di banyak
negara telah terkena wabah berkala penyakit ini (Deptan 1985). Tungro menjadi
epidemik pertengahan tahun 1960an di Bangladesh, Cina, India, Indonesia,
Malaysia, Nepal, Pakistan, Filipina, Sri Langka, dan Thailand.
Di Indonesia gejala tungro diketahui timbul secara sporiadis pada tahun
1859 dengan nama mentek di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan tahun
1962 yang biasa disebut penyakit habang. Pengujian lanjutan di Bogor
membuktikan bahwa penyakit habang di Kalimantan Selatan tersebut identik
6
dengan penyakit tungro di negara-negara lain, seperti Filipina, India, dan
Bangladesh (Prayudi 2001).
Di Malaysia penyakit tungro dikenal dengan nama penyakit merah yang
telah diketahui sejak tahun 1938 (Ou 1985). Pada awalnya petani di Malaysia
menduga bahwa gejala yang timbul pada tanaman padi tersebut disebabkan oleh
kekurangan unsur hara. Pada tahun 1963, Filipina untuk pertama kalinya telah
membuktikan bahwa penyakit yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
tanaman padi di sejumlah negara adalah penyakit tungro (Semangun 2004).
Gejala Penyakit Tungro
Penyakit tungro dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi dan
menyebabkan warna daun menjadi kuning atau orange. Daun mulai menguning
dari ujung dan dapat meluas sampai ke tepi helaian daun. Daun yang terinfeksi
virus tungro dapat terlihat burik (kurik) atau bergaris-garis. Tanaman yang
terinfeksi virus tungro selama tahap pertumbuhan dini lebih parah kerusakannya
(Deptan 1985). Gejala yang muncul pada tanaman masih muda dapat hilang pada
tanaman yang semakin menua, sehingga tanaman yang semula sakit dianggap
sembuh (Ou 1985).
Tanaman padi yang terinfeksi virus tungro akan mengalami kekerdilan dan
mempunyai jumlah anakan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman
sehat. Besarnya hambatan pertumbuhan tanaman tergantung pada kerentanan
suatu varietas (Ou 1985). Tanaman sakit membentuk malai yang kecil dan
umumnya tidak keluar dari pelepah daun bendera sehingga malainya hampa, serta
perakaran tanaman menjadi lebih sedikit. Daun padi yang terinfeksi virus tungro
mengandung lebih banyak amilum (pati) dan asam amino total, sementara
kandungan klorofil, gula terlarut serta senyawa fenol berkurang (Semangun 2004).
Penularan Virus Tungro
Vektor virus tungro umumnya terdiri dari dua genus yaitu Nephotettix dan
Recilia. Spesies dari genus Recilia yang dapat menularkan virus tungro yaitu
Recilia dorsalis. Genus Nephotettix yang dapat menularkan virus tungro terdiri
dari 4 spesies, yaitu N. virescens, N. nigropictus, N. parvus, dan N. malaynus
Tingkat serangan N. virescens dalam mentransmisikan virus mencapai 85-100%,
7
diikuti oleh N. nigropictus kurang dari 35%, R. dorsalis kurang dari 5%,
N. parvus dan N. malaynus 1-2% (Ling 1979).
N. virescens merupakan vektor utama virus tungro di Asia. Imago
N. virescens maupun nimfanya efektif dalam menularkan virus tungro.
N.virescens menjadi efektif setelah menghisap tanaman sakit (acquisition feeding
period) selama 30 menit, dan periode makan inokulasi membutuhkan waktu kirakira 15 menit (Ou 1985). Virus itu tidak bertahan dalam tubuh vektor, namun
vektor tersebut dapat makan dan mengambil virus berulang kali setiap kali setelah
makan (Deptan 1985). Virus tersebut ditularkan oleh vektor secara semi persistan.
Virus tungro dapat dipertahankan di dalam tubuh vektor selama 5-6 hari. Nimfa
N. virescens dapat juga menularkan virus, namun akan kehilangan infektivitasnya
setelah berganti kulit (Prayudi 2001).
Virus tungro tidak dapat ditularkan melalui telur serangga vektor, biji padi,
dan tanah secara mekanis. Virus tersebut dapat bertahan pada singgang padi serta
inang alternatif lain, seperti Eleusine indica (L.) Gaertn., Echinochloa colonum
(L.) Link dan E. crusgalii Beauv. Tanaman padi yang terinfeksi umumnya mudah
dikenali karena adanya gejala yang muncul, sedangkan rumput-rumputan yang
terinfeksi sulit dikenali karena tidak memperlihatkan gejala (Kalshoven 1981).
Biologi Wereng Hijau Nephotettix virescens
Wereng hijau N. virescens termasuk kelas Insekta, ordo Hemiptera, dan
family Cicadellidae. Ukuran imago N. virescens berkisar 4-6 mm. Imago sangat
aktif di malam hari dan tertarik oleh cahaya. Telur serangga ini diletakkan di
bagian lunak selubung daun sekitar 25 baris. Betinanya meletakkan 100-200 telur
kemudian menetas setelah satu minggu. Nimfa N. virescens yang baru menetas
berwarna putih, kemudian berkembang dalam waktu 3 minggu dan pada akhirnya
berwarna hijau penuh. Masa hidup imago sekitar 4 minggu. Imago N. virescens
memiliki bintik hitam di pusat dan puncak sayap, abdomennya berwarna coklat
(Kalshoven 1981).
8
Pemanfaatan Mikroorganisme Rizobakteri sebagai Agens Pengendali Hayati
Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) merupakan kelompok bakteri
yang hidup bebas mengkolonisasi daerah perakaran tanaman dan menguntungkan
bagi akar. Beberapa genus bakteri rizosfer yang diketahui berperan sebagai
rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman adalah Arthrobacter, Azoarcus,
Azospirillum,
Bacillus,
Burkholderia,
Enterobacter,
Gluconacetobacter,
Herbaspirillum, Klebsiella, Paenibacillus, Pseudomonas, dan Serratia (Podile &
Kishore 2006).
Menurut Widodo (2006) beberapa bakteri antagonis seperti P. fluorescens
efektif mengurangi infeksi patogen tular tanah, antraknosa, dan Tobacco mosaic
virus (TMV); Bacillus sp. dapat menekan infeksi Cucumber mosaic virus (CMV)
dan Tomato mosaic virus (ToMV). Selain itu, hasil penelitian Chasanah (2007)
bakteri tahan panas atau Bacillus sp. dapat berperan sebagai agens pemacu
pertumbuhan tanaman mentimun dan menyebabkan tanaman tersebut lebih toleran
terhadap infeksi Zucchini yellow mosaic potyvirus (ZYMV). B. pumilus strain
SE34 menginduksi ketahanan tanaman tembakau untuk menekan infeksi
Cucumber mosaic virus (CMV), sedangkan P. flourescens strain CHA0 diketahui
memproduksi asam salisilat untuk induksi resistensi terhadap Tobacco necrosis
virus (TNV) (Kloepper et al. 2004; Maurhofer et al. 1994)
Beberapa agen pengendali hayati seperti P. fluorescens mempunyai
mekanisme berbeda yaitu dapat bertindak langsung terhadap patogen seperti,
antibiosis dan kompetisi, dan mekanisme tidak langsung seperti menambah
ketahanan terhadap patogen dan memacu pertumbuhan pada tanaman. Agen
pengendali hayati yang dapat bertahan pada berbagai macam kondisi lingkungan
akan menjadi kandidat yang ideal dan berkelanjutan untuk aplikasi jangka panjang
(Narayanasamy 2002).
Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman adalah PGPR mampu menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon
tanaman seperti asam indolasetat (indoleasetic acid = IAA), asam giberelat,
sitokinin, dan etilen atau prekursornya (1-aminosiklopropena-1-karboksilat
deaminase) di dalam tanaman, tidak bersimbiotik dalam fiksasi N2, melarutkan
fosfat mineral, mempengaruhi pembintilan pada akar (Kloepper et al. 2004).
9
Kloepper et al. (2004) mengungkapkan bahwa mekanisme PGPR secara
tidak langsung yang sampai saat ini sudah diketahui ialah menginduksi ataupun
meningkatkan aktifitas fitohormon, enzim peroksidase, isozime kitinase, isozime
beta-1,3-glukanase, asam salisilat, etilen, dan asam jasmonik. Rizobakteri dapat
menginduksi ketahananan tanaman dengan menginduksi produksi protein
ketahanan sehingga membuat tanaman resisten terhadap infeksi patogen
(Van Loon et al. 1998). Spektrum penyakit yang dapat dikendalikan melalui
induksi resistensi oleh rizobakteri cukup luas, meliputi cendawan, bakteri, dan
virus dalam kacang, anyelir, mentimun, lobak, tembakau, dan tomat (Van Loon et
al. 1998).
Penggunaan PGPR di dalam pengendalian hayati telah lama dilakukan,
namun hasilnya masih belum stabil. Sekarang ini, PGPR telah mulai
dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai biostimulant dan bioprotektan agar
peran PGPR dapat menyeluruh pada tanaman (Soesanto 2008).
Formulasi Rizobakteri
Formulasi merupakan tahap awal di dalam usaha pengendalian hayati yang
dapat diusahakan secara komersial. Prinsip dari formulasi adalah mencampurkan
organisme pengendali hayati dalam bahan pembawa yang dilengkapi dengan
bahan
tambahan
untuk
memaksimalkan
kemampuan
bertahan
hidup
di penyimpanan, mengoptimalkan aplikasi organisme tersebut, dan melidunginya
setelah aplikasi (Burges 1998).
Pembentukan formulasi ini bertujuan untuk memperbaiki kemampuan
bertahan hidup rizobakteri di lingkungannya, mempermudah dalam penyiapan dan
penerapan, serta penyesuaian dengan alat pertanian (Soesanto 2008). Penerapan
formulasi disesuaikan dengan alat pertanian, terdapat 2 jenis yaitu formulasi
padat dan cair. Formulasi padat terdiri dari debu, butiran, dan briket. Produk
kering, khususnya butiran dan briket mempunyai keuntungan, yaitu dapat dengan
mudah
disebarkan
dengan
tangan.
Penerapan
formulasi
cair
biasanya
menggunakan alat penyemprot seperti kantung bertenaga (knapsack) (Soesanto
2008).
10
Prosedur umum aplikasi rizobakteri adalah dengan cara perlakuan benih
sebelum penanaman, pencelupan akar bibit pada suspensi rizobakteri pada saat
transplantasi, dan penyiraman atau pencampuran tanah (Kloepper et al. 1992).
Menurut Soesanto (2008) aplikasi dengan pencampuran tanah lebih mudah jika
formulasi dalam bentuk butiran.
Butiran adalah massa dengan ciri tersendiri yang berukuran 5-10 mm3.
Formulasi dalam bentuk ini sangat mudah dalam cara aplikasinya. Formulasi
dapat dengan mudah ditaburkan dengan tangan dengan membenamkannya dalam
tanah. Jika dalam skala lapang, penerapan yang dilakukan biasanya menggunakan
alat maupun kendaraan seperti traktor. Alat yang digunakan untuk menerapkan
jenis formula padat tersebut dirancang khusus agar alat tersebut dapat
mengantarkan padatan ke sasaran yang dikehendaki dengan tepat, dan tidak
merusak padatan melalui penggerusan atau pemampatan (Burges 1998).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT Riset Perkebunan Nusantara Jalan Taman
Kencana Bogor, dari Maret sampai Agustus 2010.
Penyiapan Bahan Tanaman Padi IR64 untuk
Perbanyakan Nephotettix virescens dan Virus Tungro
Penyiapan Tanaman Padi IR64
Benih padi IR64 sebanyak 5 g direndam selama semalam. Benih tersebut
disemai di kompos basah pada baki. Bibit berumur 7 hari digunakan untuk
perbanyakan wereng N. virescens, sedangkan bibit yang berumur 10 hari
digunakan untuk perbanyakan isolat virus tungro (Azzam & Chancellor 2002).
Pemeliharaan Nephotettix virescens
Wereng hijau N. virescens didapat dari koleksi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan
Bioteknologi
dan
Sumberdaya
Genetika,
Bogor.
Imago
N. virescens sebanyak 60 ekor dipelihara di dalam kurungan berukuran
50 x 50 x 90 cm, wereng tersebut diberi pakan padi IR64 berumur 7 hari. Imago
tersebut dibiarkan bertelur selama 3 sampai 4 hari, kemudian dipindahkan pada
kurungan lain. Telur tersebut dibiarkan berkembang sampai 1 bulan untuk
menjadi imago. Setiap 2 minggu sekali, pakan di dalam kurungan diganti dengan
yang baru (Azzam & Chancellor 2002).
Perbanyakan Isolat Virus Tungro
Tanaman padi IR64 yang terinfeksi virus tungro sebagai sumber inokulum
diperoleh dari daerah Situ Gede, Bogor. Tanaman sumber inokulum tersebut
dipindahkan ke dalam pot berdiameter 25 cm yang berisi tanah sawah. Agar tanah
terus dalam keadaan lembab, pada bagian bawah pot dialasi piring yang harus
selalu berisi air. Padi yang telah dipindahkan diberi sungkup dengan diameter 20
cm dan tinggi 50 cm. Sebanyak 30 ekor wereng hijau diletakkan pada tanaman
sumber inokulum yang ditutup dengan kurungan plastik untuk makan akuisisi
12
selama tiga hari. Selanjutnya, wereng tersebut dimasukkan ke dalam tabung
berdiameter 2 cm dan tinggi 15 cm yang telah berisi tanaman padi yang sehat
berumur 10 hari. Setiap tabung diberi 3 ekor wereng hijau. Tabung tersebut
ditutup dengan kapas untuk menghindari wereng lepas. Wereng tersebut dibiarkan
selama satu hari untuk makan inokulasi. Kemudian tanaman padi tersebut
dikeluarkan dan ditanam pada pot berdiameter 25 cm yang sudah diisi tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1, kemudian virus tungro ditularkan lagi
untuk
perbanyakan
sebelum
tanaman
berumur
14
sampai
21
hari
(Azzam & Chancellor 2002).
Pengujian Formulasi Campuran Rizobakteri
terhadap Perkembangan Penyakit Tungro
Peremajaan Kultur Bakteri
Rizobakteri yang digunakan yaitu kombinasi P. fluorescens (P 3.1) dengan
bakteri tahan panas Bacillus sp. (Tp 3.5.2 & Tp 3.4.3) yang didapatkan dari
koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB, Bogor. Bakteri tersebut
merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh Novianti (2008) dari hasil isolasi
yang dilakukan oleh Ropikoh (2005). Isolat bakteri tersebut dalam bentuk
suspensi. Sebanyak satu lup suspensi bakteri tersebut diambil dan digoreskan pada
media padat dalam cawan secara aseptik. Bakteri P. fluorescens digoreskan pada
media padat King’s B, sedangkan Bacillus sp. digoreskan pada media Triptyc Soy
Agar (TSA) kekuatan 1/10 (TSA 0,1) (Kloepper et al. 2004). Selanjutnya, cawan
diinkubasi pada suhu ruang selama satu hingga dua hari.
Bakteri tersebut selanjutnya dikulturkan pada media cair dalam erlenmeyer.
Sebanyak satu lup bakteri diambil dari media padat kemudian dicampurkan
dengan 20 ml media cair. Bakteri P. fluorescens diremajakan pada media cair
King’s B, sedangkan Bacillus sp. diremajakan pada media Triptyc Soy Broth
kekuatan 1/10 (TSB 0,1). Selanjutnya biakan bakteri tersebut diinkubasi pada
inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm selama 2 hari.
13
Pembuatan Formulasi Campuran Rizobakteri
Kultur rizobakteri dalam erlenmeyer yang berumur 2 hari kemudian
dicampurkan dengan media gambut steril. Kerapatan rizobakteri pada media
gambut dihitung dengan metode penyebaran suspensi bakteri pada cawan dengan
pengenceran serial dari 10-1-10-9. Perhitungan kerapatan rizobakteri dilakukan
terhadap jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada cawan. Kerapatan rizobakteri
dalam gambut yang akan digunakan dalam aplikasi yaitu 108 sel/ml.
Pemberian Formulasi Campuran Rizobakteri
Benih padi IR64 didesinfeksi terlebih dahulu dengan NaOCl 1% selama
5 menit, kemudian benih tersebut dibilas dengan air steril yang mengalir sampai
bau NaOCl hilang. Perlakuan dilakukan sebanyak delapan kali dengan lima
ulangan, terdiri dari 2 perlakuan tanpa pemberian rizobakteri dan 6 perlakuan
dengan pemberian rizobakteri, yaitu:
Kontrol :
1. Kontrol netral (tanpa rizobakteri + tanpa virus)
2. Kontrol virus tungro (tanpa rizobakteri + virus)
3. Kontrol rizobakteri (tanpa virus + rizobakteri)
Perlakuan pemberian rizobakteri secara berkala + virus:
4. Perendaman benih
5. Perendaman benih + 7 HST (hari setelah tanam)
6. Perendaman benih + 7 HST + 14 HST
7. Perendaman benih + 7 HST + 14 HST + 21 HST
8. Perendaman benih + 7 HST + 14 HST + 21 HST + 28 HST
Pada perlakuan kontrol 1 dan 2, benih padi direndam hanya menggunakan
air steril, sedangkan perlakuan yang lainnya benih padi direndam dengan
rizobakteri pada kerapatan 108 sel/ml selama semalam. Benih-benih tersebut
dikecambahkan pada media kompos lembab pada baki yang berbeda. Selanjutnya
bibit padi yang berumur 7 HST dipindahkan ke dalam pot-pot yang telah diberi
media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Setelah berumur
10 hari, bibit padi diinokulasi virus tungro. Inokulasi virus tungro sama seperti
14
pada tahap perbanyakan isolat virus tungro kecuali tabung yang digunakan pada
proses periode makan inokulasi (pmi) digantikan dengan botol bekas.
Pada saat perendaman, formulasi rizobakteri yang diberikan sebanyak 10 g
yang dicampurkan dengan 90 ml air steril. Sedangkan pada saat pemberian
langsung pada tanaman, formulasi rizobakteri yang diberikan sebanyak
1 g per tanaman. Formulasi campuran rizobakteri tersebut diaplikasikan dengan
cara menabur (broadcast) dan sedikit diaduk dipermukaan tanah.
Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu saat tanaman padi berumur 1 bulan
dan 2 bulan setelah tanam masing-masing dengan 1,5 g Urea, 0,6 g TSP, dan 0,6 g
KCl untuk setiap pot.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap masa inkubasi penyakit tungro dimulai dari
satu hari setelah inokulasi, jumlah tanaman terinfeksi, tipe gejala yang mucul
dimulai dari satu hari setelah inokulasi, serta mengamati perkembangan tanaman
meliputi perkembangan tinggi tanaman, masa berbunga, jumlah anakan
maksimum, jumlah anakan produktif, serta bobot gabah basah dan kering.
Kejadian penyakit (KP) dihitung setelah munculnya gejala awal. Rumus yang
digunakan sebagai berikut:
Keterangan:
n = jumlah tanaman yang terinfeksi
N = jumlah tanaman yang diamati
Indeks penyakit (Disease Index/DI) dihitung 1 bulan setelah inokulasi virus.
Tiap tanaman dinilai dengan menggunakan Standard Evaluation System (SES)
(Azzam & Chancellor 2002) untuk padi dengan mengikuti kriteria skala sebagai
berikut:
15
Skala
1
3
5
7
9
Deskripsi
Tidak terdapat gejala.
1-10% terjadi penurunan tinggi tanaman, tidak terdapat gejala kuning
kemerahan yang jelas
11-30% terjadi penurunan tinggi tanaman, tidak terdapat gejala kuning
kemerahan yang jelas
31-50% terjadi penurunan tinggi tanaman dengan gejala kuning
kemerahan yang jelas
Lebih dari 50% terjadi penurunan tinggi tanaman dengan gejala kuning
kemerahan yang jelas
Perhitungan Indeks Penyakit menggunakan rumus:
Keterangan:
DI
= Disease Index
A3...A9 = Jumlah tanaman dalam skala 3, 5, 7, dan 9
tn
= Total tanaman yang diinokulasi virus
Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Percobaan dilakukan dengan delapan perlakuan dan lima kali ulangan.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok
(RAK). Data hasil pengamatan terhadap masa inkubasi, tinggi tanaman, masa
berbunga, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, dan bobot gabah
dianalisis dengan sidik ragam dan diolah dengan program Statistic Analysis
System (SAS) versi 9.1. Perbedaan nilai rata-rata setiap perlakuan diuji dengan
menggunakan uji wilayah berganda Duncan pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Masa Inkubasi
Penyakit Tungro
Masa inkubasi virus tungro pada tanaman padi yang paling panjang adalah
dengan 3 kali pemberian formulasi rizobakteri yaitu 14,20 HSIV (hari setelah
inokulasi virus) dan masa inkubasi tersebut berbeda nyata dengan masa inkubasi
pada kontrol virus tungro (Tabel 1). Masa inkubasi virus tungro terpendek
terdapat pada perlakuan kontrol virus tungro yaitu 10,73 HSIV. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Widiarta (2005) bahwa masa inkubasi virus
tungro dalam tanaman padi berkisar 6-15 hari. Pemberian formulasi rizobakteri
memberikan pengaruh positif terhadap penekanan replikasi virus pada tahap awal
di dalam inang, sehingga tanaman lebih tahan terhadap infeksi virus tungro.
Tabel 1 Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas fluorescens dan
Bacillus sp. terhadap masa inkubasi virus tungro pada tanaman padi IR64
Perlakuan
Kontrol netral
Kontrol virus tungro
Kontrol rizobakteri
Perendaman
Perendaman + 7 HSTc
Perendaman + 7 HST + 14 HST
Perendaman + 7 HST + 14 HST + 21 HST
Perendaman + 7 HST + 14 HST + 21 HST + 28 HST
Rata-rata masa inkubasi
± SD (HSIV)a
-b
10,73 ± 2,37 b
11,33 ± 1,62 ab
12,13 ± 2,27 ab
14,20 ± 2,75 a
11,80 ± 2,27 ab
13,53 ± 2,29ab
a
SD = Standar deviasi
HSIV = Hari setelah inokulasi virus
Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah
berganda Duncan 5%
b
Tidak dihitung
c
HST = Hari setelah tanam
Secara umum semua pemberian rizobakteri dapat menunda masa inkubasi
walaupun tidak semua signifikan. Penundaan masa inkubasi yang paling lama
adalah 3,47 hari pada perlakuan 3 kali pemberian rizobakteri. Penundaan masa
inkubasi tersebut diduga karena dipengaruhi oleh sistem induksi resistensi oleh
17
rizobakteri. Rizobakteri dapat menginduksi ketahananan tanaman dengan
menginduksi produksi protein ketahanan sehingga membuat tanaman resisten
terhadap infeksi patogen (Van Loon et al. 1998; Kloepper et al. 2004).
Pengaruh Formulasi
Penyakit Tungro
Campuran
Rizobakteri
terhadap
Tipe
Gejala
Gejala utama pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro adalah
terjadinya perubahan warna daun menjadi kuning sampai orange. Daun muda
yang baru muncul mengalami klorosis pada tepi daun dan di antara tulang-tulang
daun yang berwarna hijau pucat sampai hijau keputihan (Gambar 1C). Perubahan
warna dimulai dari ujung daun kemudian menjalar ke bagian tepi daun tetapi tidak
sampai pada bagian bawah helai daun (Gambar 1D). Daun yang sudah mulai
menguning tampak sedikit melintir pada bagian ujung daun. Pada daun tua
menunjukkan gejala bintik berwarna kuning sampai orange (Gambar 1E). Gejala
tersebut seperti yang dilaporkan oleh Ou (1985) bahwa daun muda menunjukkan
penampilan yang berbintik-bintik dan daun tua menunjukkan bintik kekuningan
menyerupai warna karat dalam berbagai variasi warna. Perubahan warna daun
pada tanaman kontrol virus tungro dengan tanaman padi yang terinfeksi virus
tungro yang diberi rizobakteri tidak ada perbedaan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pemberian rizobakteri tidak berpengaruh terhadap tipe gejala penyakit
tungro pada perubahan warna daun.
A
B
C
D
E
Gambar 1 Tipe gejala pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro yang diberi
perlakuan formulasi campuran rizobakteri. (A) Daun sehat. (B) Gejala
pada daun kontrol virus tungro (C) Gejala belang (mottle) pada daun
muda. (D) Gejala menguning pada tepi daun. (E) Gejala kuning
orange pada daun tua.
18
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Kejadian dan Indeks
Penyakit Tungro
Kejadian penyakit pada semua perlakuan yang diberi formulasi rizobakteri
adalah 100% (Tabel 2). Walaupun kejadian penyakit pada padi yang diinfeksi
virus tungro 100% tetapi reaksi tanaman terhadap infeksi virus tersebut bervariasi.
Hal tersebut dapat diketahui dari nilai indeks penyakit yang berbeda.
Nilai indeks penyakit yang paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan 3 kali
pemberian rizobakteri (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
rizobakteri dengan 3 kali pemberian adalah perlakuan yang paling bagus dalam
menahan infeksi virus tungro dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
Tabel 2 Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas fluorescens dan
Bacillus sp. terhadap kejadian dan indeks penyakit pada tanaman padi
IR64
Perlakuan
Kontrol netral
Kontrol virus tungro
Kontrol rizobakteri
Perendaman benih
Perendaman + 7 HSTb
Perendaman + 7 HST + 14 HST
Perendaman + 7 HST + 14 HST + 21 HST
Perendaman + 7 HST + 14 HST + 21 HST + 28 HST
a
Kejadian
penyakit
-a
100
100
100
100
100
100
Indeks
penyakit
5,5
5,6
6,4
5,0
6,0
6,0
Tidak dihitung
HST = Hari setelah tanam
b
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Tinggi Tanaman
Pengaruh pemberian formulasi rizobakteri terlihat nyata pada fase awal
pertumbuhan dan pertumbuhannya relatif seragam. Pada fase vegetatif awal, padi
yang telah diinokulasi virus tungro dengan pemberian rizobakteri (18 HST)
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa
rizobakteri (Tabel 3). Pertumbuhan tanaman padi yang terinfeksi virus tungro
dengan perlakuan 3 kali pemberian rizobakteri (Gambar 2) diperoleh hasil yang
paling baik bahkan cenderung lebih baik daripada kontrol virus tungro walaupun
tidak signifikan. Pemberian formulasi rizobakteri pada perlakuan lain belum dapat
menahan infeksi virus tungro sehingga pertumbuhan tanaman masih terhambat.
19
Tabel 3 Pengaruh formulasi campuran rizobakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. terhadap perkembangan tinggi tanaman padi IR64
Rata-rata tinggi tanaman padi ± SD (cm) pada n HSTa
Perlakuan
7
a
11
18
25
32
39
46
53
60
Kontrol netral
14,13 ± 0,71bc
22,25 ± 3,87b
34,40 ± 1,92a
41,37 ± 4,71a
45,53 ± 7,34a
47,57 ± 5,52a
55,63 ± 4,39a
59,25 ± 4,17a
61,71 ± 2,60ab
Kontrol virus tungro
13,30 ± 2,23c
20,33 ± 1,91ab
25,20 ± 2,85b
30,43 ± 3,30ab
32,94 ± 6,98b
34,58 ± 6,94ab
43,43 ± 10,00b
44,70 ± 10,51b
51,05 ± 10,36bc
Kontrol rizobakteri
16,17 ± 0,96a
26,62 ± 1,88a
35,90 ± 2,35a
42,27 ± 5,28a
48,20 ± 6,37a
49,60 ± 5,89a
55,43 ± 3,99a
60,37 ± 3,22a
63,27 ± 1,11a
Perendaman benih
15,03 ± 1,44ab
19,76 ± 0,93ab
25,64 ± 3,36b
28,17 ± 4,39ab
31,36 ± 6,23b
31,02 ± 8,22ab
37,87 ± 10,64b
43,46 ± 13,10b
48,28 ± 11,80c
Perendaman + 7 HST
14,93 ± 1,19ab
19,40 ± 1,60c
24,34 ± 2,18b
26,10 ± 2,45c
27,23 ± 5,07b
27,50 ± 4,74c
33,28 ± 6,34b
38,87 ± 7,27b
44,37 ± 7,90c
Perendaman + 7 HST + 14 HST
15,77 ± 0,80abc
19,85 ± 1,61ab
27,37 ± 2,26b
29,23 ± 3,57ab
34,17 ± 5,16b
37,12 ± 5,24b
42,00 ± 7,87b
47,67 ± 7,47ab
53,40 ± 5,67abc
Perendaman + 7 HST + 14 HST
+ 21 HST
16,63 ± 0,48a
20,71 ± 1,05ab
26,33 ± 2,64b
29,20 ± 4,53ab
28,62 ± 9,59b
31,75 ± 8,80ab
37,21 ± 11,92b
43,95 ± 13,78b
46,53 ± 15,44c
Perendaman + 7 HST + 14 HST
+ 21 HST + 28HST
16,13 ± 1,04a
20,47 ± 1,47ab
26,73 ± 4,14b
31,83 ± 6,20b
31,27 ± 7,30b
35,20 ± 2,90ab
39,75 ± 3,77b
43,97 ± 7,92b
46,37 ± 7,67c
SD = Standar deviasi
HST = Hari setelah tanam
Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji wilayah berganda Duncan 5%
20
Gambar 2
Pengaruh formulasi campuran rizobakteri terhadap perkembangan
tinggi tanaman padi IR64 yang diinokulasi virus tungro sampai
60 hari setelah tanam. HST = Hari setelah tanam.
Pengaruh Formulasi Campuran Rizobakteri terhadap Masa Berbunga
Ma