Kajian Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Citeureup, Bogor

KAJIAN EFEKTIVITAS PENERAPAN
SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN ISO 14001
DI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.
CITEUREUP, BOGOR

DINARLIANTI SASTRAWIJAYA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Efektivitas
Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 di PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. Citeureup, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Dinarlianti Sastrawijaya
NIM F44090034

ABSTRAK
DINARLIANTI SASTRAWIJAYA. Kajian Efektivitas Penerapan Sistem
Manajemen Lingkungan ISO 14001 di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Citeureup, Bogor. Dibimbing oleh PRASTOWO.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa (ITP) Tbk. Cietureup, Bogor telah
mengimplementasikan ISO 14001 sejak September 2002 dan tetap
mempertahankan akreditasi tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektifitas penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 di
PT. ITP Citeureup khususnya kajian efektivitas pengelolaan aspek lingkungan
penting yang meliputi: emisi debu, emisi gas buang, kebisingan, tumpahan limbah
B3, dan pemanfaatan limbah B3. Pada penelitian ini, metode yang digunakan
yaitu pengumpulan data sekunder berupa prosedur kegiatan perusahaan dan data
hasil pengukuran pemantauan emisi debu, emisi gas buang, serta tingkat

kebisingan. Data-data tersebut dibandingkan dengan standar SNI 19-14001-2005
dan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat ditentukan efektivitas
penerapan SML ISO 14001 di PT. ITP Citeureup. Berdasarkan hasil penelitian,
secara umum penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 di PT. ITP
Citeureup tidak sepenuhnya efektif, karena terdapat beberapa pasal yang belum
sesuai dengan standar dan peraturan perundang-undangan.
Kata kunci: aspek lingkungan, ISO 14001, PT. Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk., SNI 19-14001-2005

ABSTRACT
DINARLIANTI SASTRAWIJAYA. Study on Effectiveness of Implementation
ISO 14001 Environmental Management System of PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. Citeureup, Bogor. Supervised by PRASTOWO.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa. (ITP) Tbk. Cietureup, Bogor has
implemented ISO 14001 since September 2002 and still retain such accreditation.
The objective of this study was to determine the effectiveness of the
implementation of the environmental management system ISO 14001 in PT. ITP
Citeureup especially study the effectiveness of the management of significant
environmental aspects which include: dust emissions, exhaust emissions, noise,
hazardous and poisonous waste spill, and hazardous and poisonous waste

utilization. In this research, the methods used are secondary data collection
procedures in the form of company activities and data measurement results of
monitoring of emissions of dust, exhaust emissions and noise levels. The Data
compared with the standard ISO 14001-2005-19 and of legislation, so that it can
be determined the effectiveness of the application of ISO 14001 in SML PT. ITP
Citeureup. Based on the research results, in General, the implementation of ISO
14001 environmental management system in PT. ITP Citeureup weren't entirely
effective, as there are several articles that have yet to comply with standards and
regulations.

Keywords: environmental aspects, ISO 14001, PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk., SNI 19-14001-2005

KAJIAN EFEKTIVITAS PENERAPAN
SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN ISO 14001
DI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.
CITEUREUP, BOGOR

DINARLIANTI SASTRAWIJAYA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kajian Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO
14001 di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Citeureup, Bogor
Nama
: Dinarlianti Sastrawijaya
NIM
: F44090034

Disetujui oleh


Dr Ir Prastowo, M Eng
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, M Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
efektivitas sistem manajemen lingkungan ISO 14001, dengan judul Kajian
Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 di PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Prastowo, M.Eng.
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada

Bapak Guruh Sudaryanto selaku pembimbing lapang, Bapak Agus Erfin, Bapak
Junandar, dan Bapak Zainudin, yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta
teman-teman Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 46, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013
Dinarlianti Sastrawijaya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Perumusan Masalah



Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian




Ruang Lingkup Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001




Kebijakan Lingkungan



Aspek Lingkungan Penting (ALP)




Persyaratan Peraturan Perundang-undangan dan Lainnya



Tujuan, Sasaran, dan Program



Emisi Debu



Emisi Gas Buang



Kebisingan




Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)



METODE



Bahan

10 

Alat

10 

Prosedur Analisis Data

10 


HASIL DAN PEMBAHASAN

11 

Kebijakan Lingkungan

11 

Aspek Lingkungan Penting (ALP)

12 

Prosedur ALP

12 

Rekaman Identifikasi ALP

13 

Pengendalian ALP
Emsi Debu

13 
13 

Emisi Gas Buang

15 

Kebisingan

17 

Pemanfaatan Limbah B3

18 

Tumpahan Limbah B3

19 

SIMPULAN DAN SARAN

20 

Simpulan

20 

Saran

21 

DAFTAR PUSTAKA

21 

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR GAMBAR
1 Siklus SML ISO 14001
2 Flow chart SML PT. ITP
3 Diagram kesesuaina efektivitas
4 Kerangka pemikiran
5 Emisi debu di lingkungan kerja
6 Emisi debu di lingkungan masyarakat
7 Emisi gas Sox
8 Emisi Gas NOx
9 Tingkat kebisingan di lingkungan masyarakat
10 Tingkat kebisingan di bagian produksi




10 
14 
14 
16 
16 
17 
18 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Peraturan Perundang-undangan
Tujuan, sasaran, dan program
Baku mutu partikulat (emisi debu) dan emisi gas SOx serta NOx
Nilai ambang batas tingkat kebisingan
Kebijakan PT. ITP Citeureup
Muatan prosedur aspek lingkungan PT. ITP Citeureup
Contoh rekaman identifikasi aspek lingkungan PT. ITP Citeureup
Pengelolaan emisi debu di PT. ITP Citeureup
Peta penempatan EP dan bag filter
Pemantauan emisi debu PT. ITP Citeureup
Pengelolaan dan pemantauan emisi gas buang di PT. ITP Citeureup
Pengukuran kebisingan
Flow chart penggunaan limbah B3
Sarana dan prasarana PT. ITP Citeureup untuk memeanfaatkan
limbah B3
15 Bak separator dan sumur pantau

23 
24 
25 
26 
27 
28 
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Isu mengenai lingkungan pada saat ini sudah menjadi perhatian banyak
kalangan, tidak hanya pemerintah tetapi juga para pemilik perusahaan. Karena
dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan dapat mencemari lingkungan.
hubungan perusahaan dengan lingkungan bersifat non-reciprocal artinya kegiatan
yang dilakukan tidak memiliki timbal balik dari pihak yang berhubungan. Dalam
UU RI No. 23 Tahun 1997 pada Pasal 6 disebutkan bahwa setiap orang
berkewajiban memelihara dan mengelola lingkungan (Gunarwan, 2007 dalam
Masyiah, 2011).
Perlunya peningkatan kesadaran lingkungan pada masyarakat sangat penting
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, mengingat bahwa semakin besar
kerusakan kerusakan lingkungan yang bersifat antroposentris dan adanya faktor
pembatas yaitu daya dukung lingkungan (Democratic Socialist Party, 1999 dalam
Ridwan, 2003).
Manajemen merupakan sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals)
secara efektif dan efisien. Sistem Manajemen Lingkungan (SML) merupakan
bagian integral dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang terdiri
dari satu set pengaturan-pengaturan secara sistematis yang meliputi struktur
organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, serta sumber daya dalam upaya
mewujudkan kebijakan lingkungan yang telah digariskan oleh perusahaan.
Manajemen lingkungan mencakup suatu rentang isu yang lengkap meliputi hal-hal
yang berkaitan dengan strategi dan kompetisi.
Rendahnya kesadaran pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di
negara berkembang biasanya mengakibatkan industri mengalami kemunduran
produksi dan lingkungan serta mengalami daya dukung (Romatio, 2002). Selain
itu, fenomena yang berkembang di Indonesia adalah menurunnya kinerja
lingkungan suatu organisasi setelah mendapatkan sertifikat ISO 14001, sehingga
dapat menghambat usaha penyelarasan keseimbangan aspek ekonomi dan ekologi.
Banyak organisasi yang telah melaksanakan audit lingkungan untuk
mengkaji kinerja lingkungan mereka. Bila dilaksanakan tersendiri, maka audit
tersebut tidak cukup memberikan jaminan bahwa kinerja lingkungan tersebut
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan kebijakan organisasi.
Oleh karena itu, untuk mengetahui efektivitasnya, audit tersebut perlu
dilaksanakan dalam suatu sistem manajemen yang terstruktur dan terintegrasi
dalam suatu organisasi.
Hal yang melatar belakangi ketertarikan melakukan kajian efektifitas SML
ISO 14001 di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Pabrik Citeuruep, Bogor
yang selanjutnya akan disingkat menjadi PT. ITP Citeureup adalah karena
perusahaan telah mengimpelemntasikan ISO 14001 sejak September 2002 dan
tetap mempertahankan akreditasi tersebut.

2
Perumusan Masalah
Tolak ukur yang digunakan untuk mengukur efektivitas SML dalam
penelitian adalah kinerja lingkungan perusahaan. Efektivitas dapat dilihat dari
sejauh mana elemen SML yang dikembangkan oleh PT. ITP Citeureup dijalankan
dan dipelihara sesuai dengan standar SML ISO 14001, selain itu cara-cara yang
ditempuh oleh manajemen untuk memenuhi syarat elemen manajemen
bersangkutan untuk disesuaikan dengan kemampuan, kompetensi, dan kemudahan
bagi karyawan. Serta melihat sejauh mana SML yang dikembangkan efektif
menangani masalah-masalah lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan, produk,
dan jasa PT. ITP Citeureup.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penerapan SML
ISO 14001 di PT. ITP Citeureup khususnya kajian efektivitas pengelolaan aspek
lingkungan pentingyang meliputi: emisi debu, emisi gas buang, kebisingan,
pemanfaatan limbah B3, dan tumpahan limbah B3.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi bagi perusahaan untuk
meningkatkan kinerja lingkungan.
2. Sebagai sumber pengetahuan bagi perusahaan dan mahasiswa tentang SML
ISO 14001.
Ruang Lingkup Penelitian
Kinerja lingkungan merupakan hasil yang terukur dari manajemen
organisasi terhadap implentasi SML yang berkaitan dengan kebijakan lingkungan,
pengelolaan aspek lingkungan, dan tujuan serta sasaran lingkungan organisasi.
Oleh sebab itu ruang lingkup penelitian mencakup:
1. Penelusuran elemen-elemen SML perusahaan dalam mengendalikan aspek
lingkungan penting.
2. Kajian komitmen pucuk pimpinan perusahaan dan kepedulian karyawan.
3. Kajian efektivitas pengelolaan lingkungan.
Identifikasi permasalahan dalam penerapan SML ISO 14001.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001
Sistem Manajemen Lingkungan (SML) merupakan bagian integral sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan yang terdiri dari satu set pengaturanpengaturan secara sistematis yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab,
prosedur, proses, serta sumberdaya dalam upaya mewujudkan kebijakan
lingkungan yang telah digariskan oleh perusahaan (Kuhre, 1996).
ISO 14001 merupakan International Organization of Standarization yang
berisi tentang syarat-syarat untuk mengadakan, mengimplementasikan, dan
mengoperasikan SML. Pada dasarnya SML ISO 14001 merupakan sistem
manajemen lingkungan yang bersifat sukarela, tetapi konsumen menuntut
produsen untuk melakukan sertifikasi tersebut. SML ISO 14001 memiliki
beberapa prinsip yang di dalamnya terdapat beberapa pasal. Keterkaitan prinsip
dan klausul tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan untuk flow chart
SML ISO 14001 di PT. ITP Citeureup dapat dilihat pada Gambar 2. Perbandingn
flow chart SML perusahaan dengan siklus SML ISO 14001 adalah tahap pertama
yang dilakukan perusahaan megidentifikasi kegiatan, produk atau jasa apa saja
yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan sehingga perusahaan mampu
melaksanakan tahapan-tahapan selanjutnya sesuai dengan pasal di dalam siklus
SML ISO 14001.
Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya (H. Emerson di dalam Handayaningrat 1994). Efektivitas
pengelolaan lingkungan dapat diketahui dari kinerja lingkungan perusahaan.
Kinerja lingkungan suatu perusahaan dapat dapat dikatakan baik apabila kebijakan
lingkungan, tujuan, sasaran, dan program lingkungannya telah sesuai dengan
amdal serta RKL-RPL yang telah ditetapkan.
Pada umumnya, amdal berbasis dampak penting lingkungan dan dibuat pada
saat tahapan uji kelayakan, sedangkan SML berbasis aspek lingkungan penting
yang diterapkan pada saat tahapan operasi. Menurut PP No. 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan, amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegitan. Tahapan-tahapan yang harus dikaji adalah tahap pra-konstruksi,
konstruksi, operasi, dan pasca operasi.
Amdal mengkaji tentang dampak positif dan negatif dari suatu rencana
kegiatan. Tindakan perusahaan yang dilakukan untuk menurunkan dampak negatif
terhadap lingkungan adalah dengan cara melakukan pengelolaan terhadap
lingkungan. Untuk mengetahui efektivitas pengelolaan lingkungan tersebut, maka
perlu dilakukan pemantauan secara berkala.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rakhmawati Fatimatu Zuhriyah di
industri penyamakan kulit pada Tahun 2002, manfaat yang dirasakan oleh PT.
Surya Puspita adalah pengehematan biaya yang lebih besar dalam jangka panjang
terutama dalam hal pembersihan dan pengawasan lingkungan. Sehingga top
manajemen perusahaan memandang bahwa lingkungan hidup dan konsumen lebih
sebagai prioritas dibandingkan dengan perusahaan, pekerja, dan masyarakat.

4
P
Penelitian
yang dilakukkan oleh Rom
matio Wulanndari pada Tahun
T
2002 telah
menun
njukkan man
nfaat yang diperoleh
d
daari penerapaan SML ISO
O 14001 di Pusat
P
Metaluurgi Mentokk, PT. Tam
mbang Timaah adalah efisiensi sum
mberdaya (bbahan
baku),, pengelolaaan dan peemeliharaan kualitas liingkungan, perbaikan citra
organiisasi, penin
ngkatan keppedulian padda kesehataan, keselam
matan kerja dan
lingku
ungan hidupp serta kekuuatan pasar untuk pasar modal nnasional maaupun
internaasional.

Gamb
bar 1 Siklus SML ISO 144001

Sumbeer: PT. ITP, 2012
Gambaar 2 Flow chhart SML PT
T. ITP

5
Kebijakan Lingkungan
Menurut SNI 19-14001-2005, kebijakan lingkungan adalah keseluruhan
maksud dan arahan organisasi terkait dengan kinerja lingkungannya sebagaimana
dinyatakan secara resmi oleh manajemen puncak. Selain itu kebijakan lingkungan
juga memberikan kerangka untuk tindakan dan penentuan tujuan lingkungan serta
sasaran lingkungan. Kebijakan lingkungan harus mencerminkan komitmen
manajemen puncak untuk menaati persyaratan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan persyaratan lainnya, mencegah pencemaran, dan perbaikan terus
menerus.
SNI 19-14001-2005 menyatakan bahwa salah satu persyaratan SML adalah
kebijakan lingkungan, dimana manajemen puncak harus menetapkan kebijakan
lingkungan organisasi dan memastikan bahwa kebijakan dalan lingkup sistem
manajemen lingkungannya:
1. Sesuai dengan sifat, ukuran, dan dampak lingkungan dari kegiatan, produk
dan jasanya.
2. Mencakup komitmen pada perbaikan berkelanjutandan pencegahan
pencemaran.
3. Mencakup komitemn untuk menaati peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan persyaratan lain yanag diikuti organisasi, yangkterkait dengan
aspek lingkungannya.
4. Menyediakan kerangka untuk menentukan dan mengkaji tujuan dan sasaran
lingkungan
5. Didokumentasikan, diterapkan, dan dipelihara.
6. Dikomunikasikan kepada semua orang yang bekerja pada atau atas nama
organisasi.
7. Tersedia untuk masyarakat.
Aspek Lingkungan Penting (ALP)
Aspek lingkungan merupakan unsur kegiatan atau produk atau jasa
organisasi yang dapat berinteraksi dengan lingkungan dan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan baik dalam keadaan normal, abnormal, maupun darurat.
Menurut SNI 19-14001-2005 dampak lingkungan adalah setiap perubahan pada
lingkungan baik yang merugikan atau bermanfaat, yang keseluruhannya ataupun
sebagian disebabkan oleh aspek lingkungan organisasi. Sehingga aspek
lingkungan penting adalah unsur kegiatan atau produk atau jasa organisasi yang
dapat berinteraksi dengan lingkungan dan menimbulkan dampak lingkungan
penting.
SNI 19-14001-2005 menyatakan bahwa organisasi harus menerapkan dan
memelihara prosedur untuk:
1. Mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk, dan jasa dalam
lingkup SML, yang dapat dikendalikan dan dapat dipengaruhi dengan
memperhitungkan pembangunan yang direncanakan atau baru; kegiatan,
produk dan jasa yang baru atau yang diubah.
2. Menentukan aspek yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan (yaitu aspek lingkungan penting).

6
Persyaratan Peraturan Perundang-undangan dan Lainnya
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan perundangundangan yang spesifik pada kegiatan, produk dan jasa organisasi (Sunu, 2011
dalam Wulandari, 2002). Persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku
untuk aspek lingkungan mencakup persyaratan peraturan perundang-undangan
nasional dan internasional, persyaratan peraturan perundang-undangan provinsi/
departemen, dan persyaratan peraturan perundang-undangan pemerintah setempat.
SNI 19-14001-2005 menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan,
menerapkan, dan memelihara prosedur untuk:
1. Mengidentifikasi dan memperoleh informasi tentang persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diikuti
dengan organisasi, yang terkait dengan aspek lingkungan
2. Menentukan bagaimana persyaratan tersebut berlaku terhadap aspek
lingkungannya
Organisasi harus memastikan bahwa persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diikuti organisasi tersebut
diperhitungkan dalam penetapan, penerapan, dan pemeliharaan SML.
Tujuan, Sasaran, dan Program
Tujuan, sasaran, dan program harus sesuai dengan kebijakan lingkungan
organisasi, termasuk komitmen pada pencegahan pencemaran, penaatan
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan persyaratan lainnya
yang diikuti organisasi, serta perbaikan berkelanjutan., selain itu organisasi harus
menentukan batas waktu pelaksanaannya. Peraturan perundang-undangan dapat
dilihat pada Lampiran 1. Tujuan dan sasaran seharusnya mencakup isu jangka
pendek dan isu jangka panjang. Program yang dibuat untuk mencapai tujuan dan
sasaran sebaiknya dibuat secara relistis, logis, dan sesuai dengan kemampuan
organisasi itu sendiri. Contoh tujuan, sasaran dan program dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Emisi Debu
Menurut Kepmen LH No. 13 Tahun 1995, emisi adalah makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain yang dihasilkan dari kegiatan yang masuk atau
dimasukkan ke dalam udara ambient. Emisi debu dan gas adalah parameter
spesifik yang paling berpengaruh terhadap kualitas udara ambien (PT.
Indocement, 2003).
Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatankekuatan alam atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, peleburan,
pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan-bahan organik
maupun anorganik, misal batu kayu, biji logam, arang batu, butir-butir zat padat
dan sebagaianya. Sedangkan menurut Sarudji (2010) dalam buku kesehatan
lingkungan, debu (partikulat) adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang
berasal dari berbagai macam sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik
semen, dan pembuangan sampah terbuka.
Menurut sifatnya, partikel dapat menimbulkan rangsangan saluran
pernapasan, kematian karena sifat beracun, alergi, fibrosis, dan penyakit demam

7
(Agusnar, 2008). Oleh karena itu dampak yang ditimbukan oleh debu adalah
penurunan kualitas udara yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan bagi
para pekerja dan masyarakat di sekitar pabrik semen.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Febrianti Lestari pada Tahun
2004, menyatakan bahwa pada awal Tahun 2000 emisi debu yang dihasilkan PT.
ITP berada di bawah baku mutu. Hal tersebut dikarenakan perusahaan telah
memodifikasi EP untuk mengeluarkan debu maksimum 50 mg/m3. Sesuai dengan
Keputusan Menteri LH No.13 Tahun 1995 tentang emisi sumber tidak bergerak,
baku mutu partikulat (emisi debu) dapat dilihat pada Lampiran 3.
Emisi Gas Buang
Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin
pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan
melalui sistem pembuangan mesin. Emisi gas buang kendaraan bermotor
mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa
kimianya tergantung dari kondisi operasional, jenis mesin, alat pengendali emisi
bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain. Bahan pencemar yang terutama terdapat
didalam gas buang buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO),
berbagai senyawa hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur
(SOx), dan partikulat debu termasuk timbal (PB) (Tugaswati, 2012).
Pemantauan yang dilakukan PT. Indocement adalah dengan memasang alat
continuous gas monitoring (CGM) di setiap cerobong kiln. Sesuai dengan
Keputusan Menteri LH No.13 Tahun 1995, baku mutu emisi sumber tidak
bergerak dengan parameter SOx dan NOx dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar
gas berbahaya SOx dan NOx pada gas buang kendaraan bermotor bisa ditekan
sekecil mungkin dengan perawatan yang baik terhadap mesin kendaraan tersebut.
Kebisingan
Kebisingan adalah gabungan berbagai macam bunyi yang mempunyai efek
yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan oleh pendengar, dengan tingkat
intensitas yang masih dapat diukur (Kurniawan, 2011). Kebisingan di atas 50 dB
mengganggu kenyamanan alat pendengaran, kebisingan 65-80 dB menyebabkan
gangguan alat pendengaran, dan kebisingan di >80 dB telinga membutuhkan
erplug.
Menurut Kepmen LH No. 48 Tahun 1996, pengukuran tingkat kebisingan
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Cara sederhana dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM) dengan
mengukur tingkat tekanan bunyi dB(A) selama 10 menit untuk tiap
pengukuran. Pembacaan dilakukan tiap 5 detik.
2. Cara langsung dengan menggunakan Integrating Sound Level Meter yang
mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu nilai tingkat kebisingan dengan
waktu ukur selama 5 detik dalam waktu penukuran selama 10 menit.
Nilai ambang batas tingkat kebisingan menurut Kepmen LH No. 48 Tahun 1996
dapat dilihat pada Lampiran 4.

8
Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
Menurut PP No. 18 Tahun 1999, limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup dan membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain. Limbah yang diidentifikasikan sebagai limbah B3 apabila setelah melalui
pengujian memiliki salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut:
1. Mudah meledak
2. Mudah terbakar
3. Bersifat reaktif
4. Beracun
5. Menyebabkan infeksi
6. Bersifat korosif
Pemanfaatan limbah B3 menurut PP No. 18 Tahun 1999 adalah suatu
kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse)
dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi
suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan
kesehatan manusia.

METODE
Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu :
1. Mempelajari muatan setiap klausul atau elemen SML ISO 14001, dengan
cara memahami siklus SML.
2. Mempelajari implementasi klausul kebijakan lingkungan di lapangan dan
dibandingkan dengan SNI 19-14001-2005.
3. Mempelajari aspek lingkungan untuk mengetahui dampak lingkungan dari
suatu kegiatan, produk atau jasa.
4. Mempelajari implementasi sistem dengan cara menelaah elemen-elemen
manajemen untuk setiap aspek, seperti:
a. prosedur,
b. rekaman,
c. kompetensi SDM,
d. fasilitas,
e. pedoman atau referensi perundangan,
f. program,
g. teknologi
5. Mempelajari implementasi sistem efektifitas SML dari proses, pencapaian
dan hasil. Diagram alir metode penelitian untuk menentukan efektivitas
SML dapat dilihat pada Gambar 3.

9

Gambar 3 Diagram alir metode penelitian

10
Bahan
Bahan yang digunakan untuk menentukan efektivitas SML ISO 14001
adalah sebagai berikut:
1. SNI 19-14001-2005 sebagai komparasi kajian efektivitas SML ISO 14001.
2. Data sekunder yang diperoleh dari rekaman audit internal SML ISO 14001
dan penelusuran data-data hasil pengukuran kualitas lingkungan yang
terdapat di dalam RKL-UPL.
3. Peraturan perundang-undangan.
4. Prosedur Identifikasi aspek lingkungan untuk menentukan aspek lingkungan
penting.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Alat tulis
2. Laptop
3. Microsoft Office
Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis data disesuaikan dengan kerangka pemikiran yang
gambarnya dapat dilihat pada Gambar 4. Analsis ini digunakan untuk mengetahui
efektivitas SML ISO 14001, khususnya untuk menganalisis kesesuaian dokumen
SML dalam mengendalikan aspek lingkungan.

Gambar 4 Kerangka pemikiran

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebijakan Lingkungan
Kebijakan lingkungan PT. ITP Citeureup adalah sebagai berikut.
Keselamatan dan kesehatan kerja, keamanan, lingkungan dan komunitas:
1. Senantiasa menjalankan perusahaan untuk selalu mematuhi undangundang, peraturan yang berlaku dan standar yang relevan
2. Senantiasa
menjalankan
perusahaan
dengan
melaksanakan
pengendalian resiko untuk menciptakan lingkugan kerja yang aman,
selamat dan sehat.
3. Senantiasa berupaya untuk menghemat sumber daya alam,
mengutamakan keselamatan, keamanan dan kesehatan kerja serta
mengendalikan dan mengurangi dampak lingkungan terutama emisi
debu melalui kegiatan perbaikan secara terus menerus.
4. Senantiasa berupaya meningkatkan program untuk menciptakan
hubungan kerja sama yang harmonis dengan lingkungan sekitar.
Sesuai SNI 19-14001-2005 Pasal 4.2
“Manajemen puncak harus menetapkan kebijakan lingkungan organisasi dan
memastikan bahwa kebijakan dalam lingkup sistem manajemen
lingkungannya:
1. Sesuai dengan sifat, ukuran, dan dampak lingkungan dari kegiatan,
produk dan jasanya.
2. Mencakup komitmen pada perbaikan berkelanjutandan pencegahan
pencemaran.
3. Mencakup komitemen untuk menaati peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan persyaratan lain yang diikuti organisasi, yang terkait
dengan aspek lingkungannya....”
Manajemen puncak PT. ITP telah menunjukan komitmen terhadap
lingkungan yaitu dengan membuat dan menetapkan kebijakan lingkungan
perusahaan yangmemuat komitmen untuk mencegah pencemaran, mematuhi
peraturan, serta perbaikan secara terus menerus. Secara lengkap kebijakan PT. ITP
Citeureup dapat dilihat pada Lampiran 5. Kebijakan lingkungan perusahaan harus
terus dilaksanakan sebagai salah satu wujud pembangunan berkelanjutan yang
dilakukan PT. ITP Citeureup.
Hasil observasi lapang, hampir di setiap ruangan yang dikunjungi terdapat
kebijakan perusahaan yang di dalamnya memuat kebijakan lingkungan. Tetapi ada
beberapa ruangan yang tidak ditemukan adanya kebijakan perusahaan tersebut.
Hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa karyawan, ditemukan beberapa
karyawan yang tidak mengetahui isi dari kebijakan lingkungan perusahaan.
Menurut SNI 19-14001-2005 Pasal 4.2,

12

“Manajemen puncak harus menetapkan kebijakan lingkungan organisasi dan
memastikan bahwa kebijakan dalam lingkup sistem manajemen
lingkungannya:
.....
4. Menyediakan kerangka untuk menentukan dan mengkaji tujuan dan
sasaran lingkungan
5. Didokumentasikan, diterapkan, dan dipelihara.
6. Dikomunikasikan kepada semua orang yang bekerja pada atau atas nama
organisasi.
7. Tersedia untuk masyarakat.”
Beberapa ruangan yang tidak terdapat kebijakan lingkungan adalah waiting
room di POS 1 dan perpustakaan. Kemudian dijumpai beberapa karyawan pada
bagian Utility dan Hazard Monitoring Section yang tidak mengetahui isi dari
kebijakan lingkungan. Kurangnya koordinasi antar karyawan dalam penyampaian
informasi tentang kebijakan lingkungan. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi
antar sesama karyawan dalam penyampaian informasi tentang kebijakan
lingkungan.
Aspek Lingkungan Penting (ALP)
Prosedur ALP
PT. ITP Citeureup telah memiliki prosedur identifikasi aspek lingkungan.
Prosedur tersebut merupakan dokumen terkontrolyang dikendalikan oleh
perusahaan. Cara menetapkan aspek lingkungan penting telah dituliskan secara
jelas di dalam prosedur tersebut. Muatan prosedur aspek lingkungan perusahaan
dapat dilihat pada Lampiran 6. SNI 19-14001-2005 Pasal 4.3.1 menyatakan bahwa
“Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk:
1. Mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk, dan jasa dalam
lingkup SML, yang dapat dikendalikan dan dapat dipengaruhi dengan
memperhitungkan pembangunan yang direncanakan atau baru; kegiatan,
produk dan jasa yang baru atau yang diubah
2. Menentukan aspek yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak
penting terhadap lingkungaan (aspek lingkungan penting) ....”
PT. ITP Citeureup telah menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur
aspek lingkungan sesuai dengan kegiatan, produk/jasa perusahaan dan telah
menetukan serta mengidentifikasi aspek lingkungan penting. Selain itu prosedur
aspek lingkungan yang dibuat oleh perusahaan dapat dijalankan dengan baik oleh
karyawan, hal tersebut ditunjukan dengan adanya rekaman identifikasi aspek
lingkungan. Perusahaan harus tetap menjalanakan prosedur aspek lingkungan
yang telah dibuat sebagai salah satu tindakan perbaikan secara terus menerus.

13
Rekaman Identifikasi ALP
Aspek lingkungan penting di PT. ITP Citeureup adalah emisi debu, emisi
gas buang, kebisingan, penggunaan B3, dan pemanfaatan B3. Contoh rekaman
identifikasi aspek lingkungan dapat dilihat pada Lampiran 7. Rekaman mudah
dibaca dan penulisan sesuai dengan dengan prosedur penetapan aspek lingkungan.
SNI19-14001-2005 Pasal 4.3.1 menyatakan seperti berikut.
“Organisasi harus
kemutakhirannya.”

mendokumentasikan

informasi

dan

memelihara

Dokumentasi aspek lingkungan yang dibuat oleh PT. ITP Citeureup adalah
rekaman identifikasi aspek lingkungan. Rekaman tersebut direview sekali dalam
satu tahun dan dirubah apabila terdapat kegiatan baru, perubahan proses, serta
penambahan alat sehingga terjaga kemutakhirannya. Perusahaan harus membuat
rekaman pada semua aspek lingkungan terutama yang memiliki dampak penting
terhadap lingkungan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Pengendalian ALP
Emisi Debu
Beberapa kegiatan PT. ITP Citeureup yang menghasilkan emisi debu adalah
penambangan, transportasi bahan baku dan pengangkut semen, penggilingan
bahan baku, penggilingan serta pembuatan kantong semen. Setiap kegiatan yang
yang menghasilkan emisi debu memiliki Standard Operating Procedure (SOP)
yang dikendalikan oleh perusahaan. Pelatihan yang dilaksanakan untuk
meningkatkan kompetensi dan kesadaran karyawan dalam mengelola emisi debu
adalah briefing peningkatan kesadaran umum serta training pemantauan dan
pengukuran.
Beberapa program perusahaan dalam pengelolaan emisi debu di lingkungan
kerja dan di lingkungan masyarakat adalah dengan memasang Electrostatic
Precipitator (EP) dan Bag Filter di dekat sumber pencemar, serta menyiram jalan
secara berkala dengan menggunakan truk yang telah didesain khusus untuk
keperluan penyiraman. Program pengelolaan emisi debu dapat dilihat pada
Lampiran 8 dan peta penempatan EP serta bag filter dapat dilihat pada Lampiran
9. Debu yang berhasil ditangkap oleh EP dan bag filter akan diambil dan
dimasukan kembali ke dalam proses produksi semen. Karyawan yang bekerja di
lapangan wajib menggunakan APD berupa masker dan melakukan Medical
Check-Up (MCU) secara rutin.
Data hasil pengukuran emisi debu di lingkungan kerja PT. ITP Citeureup
dapat dilihat pada Gambar 5. Terlihat nilai emisi debu tertinggi terjadi pada bulan
Februari 2012 di Plant 3 yaitu sebesar 79 mg/m3. Hasil observasi lapang, nilai
emisi debu yang tinggi disebabkan oleh EP yang tidak mampu menahan gas CO
pada saat proses produksi sehingga operator harus melepas emisi debu ke udara.
Data hasil pengukuran emisi debu dilingkungan masyarakat PT. ITP Citeureup
dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai tertinggi emisi debu di lingkungan masyarakat
sebesar 224 mg/m3. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pengukuran di Desa

14
negara pada Bulan Agusstus dan Seppetember 201
12 serta di Desa
D
Gunungg Sari
Puspan
pada Bulan
B
Novem
mber 2012. Salah
S
satu faaktor penyebbab nilai terttinggi emisi debu
adalahh angin, Sehhingga pada bulan-bulann tertentu nilai
n
emisi debu
d
di bebeerapa
desa reelatif tinggi, seperti di Bulan
B
Juni.
S
Sesuai
dengan Keputusaan Menteri L
LH No.13 Tahun
T
1995, baku mutu emisi
e
sumbeer tidak berg
gerak dengan parameterr partikulat (debu)
(
untukk industri seemen
sebesaar 80 mg/m3 dan nilai teersebut diguunakan sebaggai nilai ambbang batas emisi
e
debu di
d lingkungaan kerja. Sed
dangkan nilaii ambang baatas emisi debu di lingkuungan
masyaarakat sebesaar 230 mg/m
m3 yang ditetaapkan di dallam PP No. 441 Tahun 19999.
90

Emisi Debu (mg/m3)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
plant 1

plant 2

plant 3

plant 4

plant 5

p
plant
6

plant 7

plant 8 plant
p
11

Lokasi
jan

feb

mar

apr

mei

ju
un

jul

agst

sep

okt

nov

des

Gambaar 5 Emisi ddebu di lingkkungan kerjaa

Emisi Debu (mg/m3)

250
200
150
100
50
0
g Sari Bantarjjati
Gunungg Putri Gunung

Citeureu
up Puspaneg
gara

Puspasarri

Lokasi
jan

feb

mar

apr

mei

jun

jul

a
agst

sep

okt

Gambar
G
6 Em
misi debu dii lingkungann masyarakatt

nov

dees

15
Pemantauan emisi debu yang dilakukan PT. ITP di area kerja adalah
mengukur emisi debu secara manual menggunakan metode gravimetri dengan alat
High Volume Air Sampler (HVS) berkapasitas 500 liter/menit, memasang alat
Continuous Particulate Monitoring (CPM). Sedangkan untuk pemantauan emisi
debu di areal masyarakat adalah dengan cara pengukuran selama 24 jam
menggunakan High Volume Air Sampler (HVS) berkapasitas 500 liter/menit dan
200 liter/menit. Pemantauan emisi debu dapat dilihat pada Lampiran 10.
Hingga saat ini program-program tersebut telah dilaksanakan dan mencapai
tujuan dan sasaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Sehingga tidak ada emisi
debu di lingkungan kerja perusahaan dan di lingkungan masyarakat yang melebihi
baku mutu serta karyawan dapat bekerja dengan baik di lapangan
Pengelolaan emisi debu yang dilakukaan oleh PT. ITP Citeureup sudah
efektif, oleh karena itu perusahaan harus mempertahankan pengelolaan tersebut
sebagai salah satu tindakan perbaikan berkelanjutan.
Emisi Gas Buang
Parameter emisi gas buang yang diukur dalam pengelolaan adalah SOx dan
NOx yang dihasilkan oleh bagian produksi yang terdiri dari sembilan plant.
Kegiatan yang menghasilkan emisi gas buangan tersebut yaitu pengeboran,
pengeringan dan penggilingan bahan baku, kiln (pembakaran dan pendinginan),
serta transportasi baik kendaraan operasional maupun truk pengangkut semen dan
batubara. Pada setiap pengoperasian pabrik, pengelolaan khususnya emisi gas
buang dilakukan dengan menjalankan SOP yang disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik setiap plant serta dikendalikan oleh perusahaan. Masing-masing CCP
operator diberikan panduan mengenai prosedur operasi agar emisi gas buang
dapat terkendali sesuai dengan baku mutu.
Beberapa program pengelolaan dan pemantauan yang dilakukan oleh PT.
ITP Citeureup adalah memasang Gas Cooling Tower agar emisi yang keluar dari
cerobong memenuhi baku mutu, mengukur emisi gas buang kedaraan pengangkut
bahan peledak secara rutin, penanaman pohon yang berfungsi sebagai
windbreaker atau shelterbelt, dan memasang Continuous Gas Monitoring (CGM)
untuk memantau emisi gas buang secara kontinu. Bukti pengelolaan dan
pemantauan emisi gas buang dapat dilihat pada Lampiran 11. Seluruh program
telah dilaksanakan dan telah mencapai tujuan serta sasaran yang ditentukan oleh
perusahaan.
Setiap karyawan diberikan APD berupa masker sebagai APD standar
minimal. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan karyawan, maka
perusahaan memberikan training mengenai debu dan dampak terhadap kesehatan.
yang dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi dan kesadaran karyawan
dalam mengelola emisi gas buang sama dengan pelatihan pelatihan emisi gas
buang.

16
800

Emisi SOx (mg/m3)

700
600
500
400
300
200
100
0
plant 1

plant 2

plant 3

plant 4

plant 5

p
plant
6

plant 7

plant 8 plant
p
11

Lokasi
Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agst

Sep

Okt

Nov
v

Des

G
Gambar
7 Em
misi gas Sox
x
1000

Emisi NOx (mg/m3)

900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
nt 6 plant 7 plant 8 plant 11
plant 1 plant 2 pllant 3 plant 4 plant 5 plan
Lokasi
Jaan

Feb

M
Mar

Apr

M
Mei

Jun

Ju
ul

Agst

Seep

Nov

Des
D

Gaambar 8 Em
misi Gas NOxx
H
Hasil
pengukuran emisi gas buang S
SOx dapat dilihat
d
pada G
Gambar 7. Bulan
B
Juni 2012, Plant 6 menghasilkkan nilai em
misi gas buanng SOx tertinnggi sebesarr 694
ngukuran NOx
N
dapat dilihat
d
pada Gambar 8. Nilai emisii gas
mg/m33. Hasil pen
buang NOx terting
ggi sebesar 801
8 mg/m3 yang dihasillkan oleh Plant 1. Keputtusan
Menteeri LH No.133 Tahun 19995 mengenaii baku mutu emisi sumber tidak berggerak
dengan
n parameterr SOx sebesaar 800 mg/m
m3 dan NOxx sebesar 10000 mg/m3. Salah
S
satu faaktor penyeb
bab nilai terttinggi emisi gas adalah angin, Sehinngga pada buulanbulan tertentu nilaai emisi gas di
d beberapa lokasi
l
relatiff tinggi.
E
Emisi
gas buang
b
SOx
x dan NOx tidak ada yang melebbihi baku mutu.
m
Pengelolaan emisi gas buang
g sudah efeektif, oleh karena
k
itu pperusahaan harus
h

17
mempertahaankan pengeelolaan terhhadap emisii gas buanng sebagai salah satu
m
k
kegiatan
perrbaikan secarra terus mennerus.
K
Kebisingan
Pengu
ukuran tingkaat kebisingann dilakukan di lingkunggan masyaraakat sekitar
bbelt conveyyor dan di setiap plaant produkssi. Kegiatann yang meenghasilkan
k
kebisingan
adalah
a
pengoperaian power plant dan
d pengangkkutan bahann baku dari
p
penambanga
an ke gudaang penyimppanan di pabrik dengaan menggun
nakan belt
c
conveyor.
Setiap
S
kegiattan yang yaang menghassilkan kebissingan sudahh memiliki
S
SOP
yang diikendalikan oleh perusahhaan.
Beberaapa program
m pengelolaaan dan pem
mantauan yanng dilakukann oleh PT.
I
ITP
Citeureeup adalah menjalankaan Program Konservasi Pendengaaran (PKP)
m
meliputi
an
nalisis kebissingan. Diaw
wali dengann pengukuraan tingkat kebisingan
m
menggunaka
an Sound Leevel Meter ((SLM) setiaap 3 bulan ssekali yang gambarnya
g
d
dapat
dilihatt pada Lamppiran 12, peengendalian teknis, adm
ministratif, peemeriksaan
a
audiometri,
training bising dan alatt pelindung diri
d yaitu eaar plug sertaa ear muff.
P ITP mennanam pohonn di sekitar pabrik
PT.
p
yang berfungsi seebagai pemuutus rambat
e
energi
bisingg dan mewaajibkan karyaawannya unntuk melakukkan Medicall Check-Up
(
(MCU)
satu kali dalam setahun.
s
h
pengukkuran kebisiingan di ling
gkungan maasyarakat daapat dilihat
Data hasil
p
pada
Gambaar 9. Pada lin
ngkungan m
masyarakat, kebisingan
k
tiidak ada yan
ng melebihi
n
nilai
ambanng batas denngan tingkatt kebisingann tertinggi ssebesar 54,9
9 dB(A) di
D
Desa
Citeurreup. Sesuaii dengan Keepmen LH No.
N 48 Tahuun 1996 nillai ambang
b
batas
tingkaat kebisingaan di kawasan perumaahan dan peemukiman sebesar
s
55
d
dB(A).

Kebisingan (dB(A))

60
50
40
30
20
10
0

Lokassi
J
Jan

Feb

M
Mar

Apr

M
Mei

Jun

Jul
J

Agst

S
Sep

Okt

N
Nov

Des

Gambar 9 Tingkat
T
kebiisingan di lin
ngkungan m
masyarakat
ukuran kebisingan di baagian produk
ksi dapat dillihat pada Gambar
G
10.
Pengu
Tingkat kebbisingan terttinggi di baagian produuksi terdapatt pada Plan
T
nt 6, yaitu

18
B(A). Sesuaai dengan K
Kepmen LH
H No. 48 Tahun 1996 nilai
mencaapai 116 dB
ambanng batas tin
ngkat kebisinngan di kaw
wasan indusstri sebesar 70 dB(A). Nilai
tingkaat kebisingann yang tingggi dapat meengganggu pendengaran
p
n karyawan yang
bekerja di sekitar sumber
s
bisinng.
140
120
kebisingan (dB(A))

100
80
60
40
20
0
plant 1 plant 2 plaant 3 plant 4 plant 5 plan
nt 6 plant 7 plant 8 plant 11
Lokasi
raw mill

kiln
k

finish mill
m

packin
ng

coal milll

Gaambar 10 Tiingkat kebissingan di baggian produkssi
Areal sumbeer bising deengan intensitas di atas NAB telah diberikan raambu
A
bising untuk mem
mberikan infformasi kepaada karyawaan yang bekkerja di lapaangan
wajibkan meenggunakan APD
dan baagi karyawann yang bekeerja di areal tersebut diw
ganda yaitu ear plug
p
dan ear
e muff tipe peltor opttime 101 H7A. Pengeloolaan
ukan adalah penanaman pohon di arreal plantsitte yang berfuungsi
teknis yang dilaku
sebagaai windbreaaker atau shelterbelt,
s
dan perawaatan belt cconveyor deengan
mengg
ganti roller yang
y
sudah aus,
a dan mennutup pintu gedung
g
poweer II.
S
Seluruh
proogram telahh dilaksanakkan dan tellah memenuuhi tujuan serta
sasaran yang telahh ditetapkan oleh perusaahaan. Tingkkat kebisingaan yang mellebihi
a
bataas dapat menngakibatkan gangguan pendengaran
p
n pada karyaawan.
nilai ambang
Oleh karena
k
itu peerusahaan haarus tetap m
menjalankan program-pro
p
ogram yang telah
dibuatt sebagai sallah satu tinddakan berkellanjutan, meemasang alatt peredam bising
b
pada sumber
s
bisinng, dan karryawan yangg bekerja paada kegiatann produksi wajib
w
mengg
gunakan AP
PD ganda yaaitu ear pluug dan ear muff
m
serta melakukan
m
M
MCU
minim
mal dua kali dalam
d
setahu
un.
Peman
nfaatan Lim
mbah B3
L
Limbah
B3 dijadikan
d
sallah satu bahan bakar dann material allternatif (BB
BMA)
oleh PT.
P ITP Citeureup. Lim
mbah B3 yanng dimanfaaatkan perusaahaan adalaah oil
sludgee, paint sluddge, paper sludge, conntaminated good (plasttic waste, teextile
waste)). Perusahaaan telah meemiliki izin pengelolaan
n Limbah B
B3, karena telah
mengiisi formulir tata cara perrizinan penggelolaan Lim
mbah B3 yanng disetujui oleh
menteri negara linngkungan hidup.
h
Selainn itu PT. IT
TP Citeureupp telah mem
mbuat

19
SOP penggunaan limbah B3, dengan flow chart yang dapat dilihat pada Lampiran
13.
Limbah B3 yang diterima PT. ITP Citeureup harus sesuai dengan
karakteristik fisik dan kimia pabrik, K3 dan lingkungan pabrik, serta perizinan
jenis dan transportasi limbah. Limbah yang datang ke pabrik harus legal dan
sesuai dengan aspek teknis. Pemeriksaan manifest, fisik, dan pengambilan sampel
limbah untuk uji laboratorium serta penimbangan limbah dengan menggunakan
truck scale yang terkalibrasi. Limbah B3 dipilah dengan baik agar memenuhi
spesifikasi produksi semen dan menjamin tetap terpenuhinya standar lingkungan
yang berlaku. Sesuai dengan Permen LH No. 2 Tahun 2008 tentang pemanfaatan
limbah B3.
Pasal 10
“(1) Pengumpul limbah B3 memiliki fungsi pengumpul, memilah, dan
melakukan pra perawatan limbah B3, sehingga memenuhi persyaratan teknis
untuk dimanfaatkan; (2) persyaratan pengumpul limbah B3 antara lain
memiliki sarana dan prasarana pra perawatan serta memiliki sarana dan
prasarana laboratorium.”
Program yang dilakukan untuk pemanfaatan limbah B3 adalah dengan
membuat sarana dan prasarana, seperti gedung penyimpan limbah B3, peralatan
pengolah limbah, dan peralatan pengumpan limbah. Gambar secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 14. Program tersebut telah terlaksanakan dan beroperasi
hingga saat ini.
Pelatihan yang dilakukan oleh karyawan untuk meningkatkan kompetensi
dan kesadarannya dalam pemanfaatan limbah B3 adalah briefing peningkatan
kesadaran umum dan training limbah B3.
PT. ITP Citeureup telah melakukan setiap tahapan pemanfaatan limbah B3
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sarana serta prasarana yang dibuat
untuk pemanfaatan limbah B3 masih beroprasi. Hal tersebut menunjukan bahwa
pemanfaatan limbah B3 sudah efektif. Oleh karena itu perusahaan harus
mempertahankan kinerja pemanfaatan limbah B3 sebagai salah satu bentuk
perbaikan terus menerus yang dilakukan perusahaan.
Tumpahan Limbah B3
Limbah B3 yang memiliki kemungkinan besar tumpah adalah oil sludge,
paint sludge, paper sludge. Selama melakukan pengelolaan pada limbah B3 yang
berbentuk cair, belum pernah terjadi tumpahan limbah B3 karena pengelolaan
limbah B3 telah terkendali dengan baik oleh PT. ITP. Permen LH No. 18 Tahun
1999 tentang pengelolaan limbah B3 menyebutkan bahwa:
Pasal 58 Ayat (1)
“........ untuk mengatasi kecelakaan pengelolaan limbah B3 diperlukan upaya
pencegahan dan penanggulangan baik selama maupun setelah terjadinya
kecelakaan .......”

20
Program yang dibuat perusahaan untuk mengantisipasi kondisi darurat
apabila terjadi tumpahan atau ceceran limbah B3 adalah dengan membuat bak
separator di area pemanfaatan BBMA, selain itu membuat sumur pantau untuk
memastikan tidak adanya pencemaran limbah B3 terhadap air tanah.gambar bak
separator dan sumur pantau dapat dilihat pada Lampiran 15. Program-program
telah dilakukan dan diselesaikan pada Tahun 2012 dan telah mencapai tujuan serta
sasaran dari perusahaan, sehingga pegelolaan tumpahan limbah B3 sudah efektif.
Pelatihan yang dilakukan oleh karyawan untuk meningkatkan kompetensi
dan kesadarannya dalam pemanfaatan limbah B3 adalah briefing peningkatan
kesadaran umum dan training limbah B3.
Perusahaan telah memenuhi peraturan perundang-undangan dan harus tetap
menjalankan program-program penanganan tumpahan limbah B3 sebagai salah
satu tindakan perbaikan berkelanjutan serta mempertahankan pengendalian
terhadap tumpahan limbah B3.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
PT. ITP Citeureup telah membuat kebijakan lingkungan dan melakukan
pengelolaan aspek lingkungan penting yang meliputi: emisi debu, emisi gas
buang, kebisingan, tumpahan limbah B3, serta penggunaan B3. Secara umum
penerapan SML ISO 14001 di PT. ITP Citeureup tidak sepenuhnya efektif.
Penerapan SML ISO 14001 yang efektif yaitu:
1. Kebijakan lingkungan perusahaan telah berkomitmen pada perbaikan
berkelanjutan dan pencegahan pencemaran, serta menaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. PT. ITP Citeureup telah menetapkan, menerapkan dan memelihara
prosedur ALP.
3. PT. ITP Citeureup telah mendokumentasikan informasi berupa rekaman
identifikasi ALP dan memelihara kemutakhirannya dengan cara
melakukan review setiap tahunnya.
4. Emisi debu yang dihasilkan perusahaan masih di bawah baku mutu
emisi sumber tidak bergerak yaitu < 80 mg/m3.
5. Emisi gas buangan yang dihasilkan perusahaan masih berada di bawah
baku mutu emisi sumber tidak bergerak, yaitu SOx < 800 mg/m3 dan
NOx < 1000 mg/m3.
6. Kebisingan di kawasan perumahan dan pemukiman masih di bawah nilai
ambang batas, yaitu 70 dB(A) sehingga dapat
mengganggu pendengaran karyawan.
Saran
1. Perlu adanya koordinasi antar sesama karyawan dalam penyampaian
informasi tentang kebijakan lingkungan.
2. Perusahaan harus memastikan penerapan dan pemeliharaan serta mencatat
hasil status dari program yang telah ditetapkan.
3. Perusahaan harus mempertahankan pengelolaan terhadap emisi debu sebagai
salah satu kegiatan perbaikan secara terus menerus.
4. Perusahaan harus mempertahankan pengelolaan terhadap emisi gas buang
sebagai salah satu kegiatan perbaikan secara terus menerus.
5. Perusahaan harus memasang alat peredam bising pada sumber bising di
bagian produksi. Selain itu karyawan yang bekerja pada kegiatan produksi
wajib melakukan Medical Check-Up (MCU) secara rutin minimal dua kali
dalam setahun.
6. Perusahaan harus mempertahankan kinerja pemanfaatan limbah B3 sebagai
salah satu bentuk perbaikan terus menerus yang dilakukan perusahaan.
7. Perusahaan harus tetap menjalankan program-program penanganan tumpahan
limbah B3 sebagai salah satu tindakan perbaikan berkelanjutan serta
mempertahankan pengendalian terhadap tumpahan limbah B3.

DAFTAR PUSTAKA
Agusnar, H. 2008. Analisis Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. USU
Press. Medan.
Indocement. 2012. Indocement sahabat lingkungan. [internet]. [diunduh 18 April
2013]. Tersedia pada: www.sementigaroda.com
Kuhre, W. Lee. 1996. Sertifikasi ISO 14001: Sistem Manajemen Lingkungan.
Jakarta: PT. Prenhallindo.
Lailatul Masyi’ah. Umi. 2011. Analisis Profitabilitas Perusahaan Sebelum dan
Sesudah Sertifikasi ISO 14001 [skripsi]. Malang (ID): Universitas Isl