Dampak Program Pemberian Subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah Terhadap Kesehatan Keuangan BPRS Buana Mitra Perwira

DAMPAK PROGRAM PEMBERIAN SUBSIDI KPRS/KPRS
MIKRO SYARIAH TERHADAP KESEHATAN KEUANGAN
BPRS BUANA MITRA PERWIRA

PANDU ALWIDA ASGAF

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Program
Pemberian Subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah Terhadap Kesehatan Keuangan
BPRS Buana Mitra Perwira adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013

Pandu Alwida Asgaf
NIM H24090139

ABSTRAK
PANDU ALWIDA ASGAF. Dampak Program Pemberian Subsidi KPRS/KPRS
Mikro Syariah Terhadap Kesehatan Keuangan BPRS Buana Mitra Perwira.
Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO and FARIDA RATNA DEWI
Sejak tahun 2008, Pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat telah
mencoba membantu masyarakat miskin dengan diberikannya beberapa subsidi
KPR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak program pemberian
subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah terhadap tingkat kesehatan keuangan BPRS
Buana Mitra Perwira ditinjau dari aspek kuantitatif yang meliputi faktor
permodalan, kualitas aset, rentabilitas dan likuiditas dan kualitatif yang dilihat
dari faktor manajemen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesehatan keuangan BPRS Buana
Mitra Perwira memiliki peringkat 1 dari tahun 2007 sampai dengan 2012 yang

berarti bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil
dari pengelolaan usaha yang sangat baik. Program ini berdampak pada
peningkatan RTK, CAR, CR, REO, dan NPF yang berarti program ini berdampak
positif bagi BPRS.
Kata kunci: kesehatan keuangan BPRS, KPRS/KPRS Mikro Syariah.

ABSTRACT
PANDU ALWIDA ASGAF. Impact of Subsidies Program KPRS/KPRS Micro
Sharia Towards Financial Health of BPRS Buana Mitra Perwira. Supervised by
ABDUL KOHAR IRWANTO and FARIDA RATNA DEWI.
Since 2008, the Government through the Ministry of Housing has tried to
help the poor citizen with housing subsidy program. This study aims to determine
the impact of subsidy programs KPRS / KPRS Micro Sharia to financial health of
BPRS Buana Mitra Perwira with quantitative review of aspects which include
capital, asset quality, earnings and liquidity and qualitative views of management
factors.
The results showed that the financial health of this BPRS has ranked 1 from
2007 to 2012 which means that the bank has a health condition which is a very
good level as a result of excellent business management. This program has an
impact for enhancement in RTK, CAR, CR, REO, and NPF which means that the

program had a positive impact for the BPRS.
Keywords: financial health of BPRS, KPRS/KPRS Micro Sharia.

DAMPAK PROGRAM PEMBERIAN SUBSIDI KPRS/KPRS
MIKRO SYARIAH TERHADAP KESEHATAN KEUANGAN
BPRS BUANA MITRA PERWIRA

PANDU ALWIDA ASGAF

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Dampak Program Pemberian Subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah
Terhadap Kesehatan Keuangan BPRS Buana Mitra Perwira
Nama
: Pandu Alwida Asgaf
NIM
: H24090139

Disetujui oleh

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc
NIP 19491210 197803 1002

Farida Ratna Dewi, SE, MM
NIP 19710307 200501 2 001

Diketahui oleh

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc
NIP 19610123 198601 1002


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
kesehatan keuangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dengan judul Dampak
Program Pemberian Subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah Terhadap Kesehatan
Keuangan BPRS Buana Mitra Perwira.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto,
MSc dan Ibu Farida Ratna Dewi SE, MM selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Aman Waliyuddin selaku Direktur
utama BPRS Buana Mitra Perwira, Ibu Sri Aprilliawati M beserta seluruh staf
BPRS Buana Mitra Perwira yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013


Pandu Alwida Asgaf

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4


METODE

5

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

7

Jenis dan Sumber Data

7

Prosedur Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

11


Gambaran Umum BPRS Buana Mitra Perwira

11

Gambaran Program Subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah

12

Analisis Kesehatan Keuangan

12

Implikasi Manajerial

22

SIMPULAN DAN SARAN

23


Simpulan

23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

24

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11

Jumlah penduduk Indonesia
Indikator perumahan
Tabel konversi tingkat kesehatan BPRS
Matriks kriteria penetapan peringkat komposit
Kondisi kesehatan keuangan sebelum program
Hasil-hasil rasio faktor permodalan
Hasil-hasil rasio faktor kualitas aset
Hasil faktor manajemen
Hasil-hasil rasio faktor rentabilitas
Hasil-hasil rasio faktor likuiditas
Hasil rasio seluruh faktor keuangan

1
2
10
11
15
16
17
18
20
21
21

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian
2 Struktur Organisasi BPRS

6
12

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berpenduduk terbanyak keempat dibawah RRC,
India dan Amerika Serikat. Menurut Badan Pusat Statistik pada September 2012
penduduk Indonesia berjumlah 245.236.707 jiwa. Selain itu, Indonesia juga
merupakan negara yang memiliki penduduk miskin terbanyak jika dibandingkan
negara lainnya. Ada 14 kriteria yang ditetapkan oleh BPS yang digunakan untuk
menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu: (1) Luas lantai
bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2/orang, (2) Jenis lantai tempat tinggal
terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, (3) Jenis dinding tempat tinggal dari
bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, (4) Tidak
memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah tangga lain, (5)
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, (6) Sumber air
minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan, (7) Bahan
bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah, (8)
Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu, (9) Hanya
membeli satu stel pakaian baru dalam setahun, (10) Hanya sanggup makan
sebanyak satu/dua kali dalam sehari, (11) Tidak sanggup membayar biaya
pengobatan di puskesmas/poliklinik, (12) Sumber penghasilan kepala rumah
tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan
dibawah Rp.600.000/bulan, (13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak
sekolah/tidak tamat SD/hanya SD, (14) Tidak memiliki tabungan/barang yang
mudah dijual dengan minimal Rp.500.000 seperti sepeda motor kredit/non kredit,
emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel
terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
Penduduk miskin di Indonesia per September 2012 menurut BPS berjumlah
28.594.600 jiwa atau 11,66% dari total seluruh penduduk Indonesia.
Tabel 1. Jumlah penduduk Indonesia
Tahun
Total
Penduduk Miskin
2007
224,175,513
37,168,300
2008
226,739,948
34,963,300
2009
229,893,993
32,530,000
2010
232,733,683
31,023,400
2011
240,343,715
30,018,930
2012
245,236,707
28,594,600

Prosentase
16.58%
15.42%
14.15%
13.33%
12.49%
11.66%

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Bagi masyarakat miskin kebutuhan akan sandang, pangan dan papan
menjadi hal yang sulit terpenuhi. Menurut Kementerian Sosial pula terdapat 10
kriteria rumah tidak layak huni, yaitu: (1) Luas lantai perkapita < 8m2, (2) Sumber
air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas, (3) Tidak mempunyai akses

2
MCK, (4) Bahan bangunan tidak permanen, dari kayu berkualitas rendah atau
atap/dinding dari bambu/rumbia, (5) Tidak memiliki pencahayaan matahari dan
ventilasi udara, (6) Tidak memiliki pembagian ruangan, (7) Lantai dari tanah dan
rumah lembab/pengab, (8) Letak rumah tidak teratur, (9) Kondisi rusak, (10)
Belum pernah menerima bantuan pembangunan rumah dari berbagai pihak,
termasuk bantuan bahan bangunan rumah.
Berkaitan dengan kesulitan kebutuhan papan, pemerintah melalui
kementerian perumahan rakyat memberikan program subsidi yaitu Kredit
Perumahan Rakyat bagi rakyat miskin dengan persyaratan tertentu yang bekerja
sama dengan berbagai pihak, antara lain BPR, BPRS, BMT dan Koperasi.
Persyaratan Lembaga Penerbit Pembiayaan (LPP) untuk bekerjasama dalam
program penyaluran subsidi ini adalah:
a. Minimal harus sudah beroperasi selama 2 tahun.
b. Minimal memiliki asset sebesar 1 (satu) milyar
c. Minimal memiliki predikat sehat dari Bank Indonesia tentang kondisi
tingkat kesehatan keuangan.
Pihak Kementerian Perumahan Rakyat berpendapat bahwa BPR dinilai
lebih mampu menyerap masyarakat potensial yang berhak mendapatkan bantuan
subsidi KPR ini.
Tabel 2. Indikator perumahan
No

Indikator

2007

2008

2009

2010

2011

1

Status Kepemilikan Rumah Milik Sendiri

79.06%

79.25%

79.36%

78.00%

78.77%

2

Atap Terluas Bukan Ijuk/Lainnya

95.63%

95.90%

96.39%

96.55%

96.65%

3

Dinding Terluas bukan Bambu/lainnya

87.56%

88.36%

89.40%

90.13%

89.73%

4

Lantai Terluas bukan Tanah

86.21%

87.53%

88.05%

88.49%

89.61%

5

Sumber Air Minum Layak

48.31%

46.45%

47.71%

44.19%

42.76%

6

Sanitasi Layak

44.20%

48.56%

51.19%

55.53%

55.60%

7

Sumber Penerangan dari Listrik

91.47%

92.73%

93.55%

94.15%

94.83%

8

2

Luas Hunian per kapita < 7,2m
13.24%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

13.72%

13.08%

13.27%

13.00%

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2011 masih ada 13% perumahan milik
penduduk Indonesia khususnya penduduk miskin yang luas huniannya kurang dari
7.2 m2, untuk mencukupi kebutuhan rumah bagi masyarakat miskin, maka pihak
Kementerian Perumahan Rakyat hendaknya menambah pihak-pihak yang akan
diajak bekerja sama, khususnya dari pihak BPR, dengan mempertimbangkan
faktor kesehatan keuangan BPR sesuai yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia
tentang sistem penilaian tingkat kesehatan keuangan BPR. Hal ini dilakukan agar
subsidi yang diberikan dapat disalurkan tepat kepada masyarakat potensial,
meminimalisir tidak terserapnya dana subsidi dengan baik dan tidak terjadi
penggelapan dana subsidi oleh oknum-oknum tertentu.

3
Perumusan Masalah
Kebutuhan rumah yang layak bagi masyarakat miskin adalah sesuatu yang
sulit terpenuhi. Bagi masyarakat miskin kebutuhan pangan lebih penting daripada
kebutuhan akan papan/rumah, sehingga banyak masyarakat miskin yang tidak
memiliki rumah yang layak. Pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat
akhirnya memberikan bantuan kepada masyarakat miskin dengan cara pemberian
subsidi Kredit Perumahan Rakyat yang terdiri dari KPR Sarusun Bersubsidi, KPR
Sarusun Syariah Bersubsidi, KPRS/KPRS Mikro Syariah dan KPR/KPRS
Bersubsidi. Supaya dapat mencapai sasaran dengan tepat, Kementerian
Perumahan Rakyat bekerja sama dengan beberapa pihak, diantaranya adalah Bank
Pembiayaan Rakyat, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Koperasi dan Baitul Maal
Wattanwil. Selain karena dianggap mampu mencapai sasaran dengan tepat, tujuan
lain dari kerja sama ini adalah untuk membantu pihak yang diajak bekerja sama
agar lebih mampu bersaing dengan bank konvensional ataupun bank syariah
lainnya yang lebih dikenal masyarakat baik dalam segi modal, pembiayaan, dan
kepercayaan masyarakat akan bank tersebut.
BPRS Buana Mitra Perwira sebagai salah satu Bank Pembiayaan Kredit
Syariah yang pernah menjalin kerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat
dalam hal penyaluran subsidi perumahan melalui KPRS/KPRS Mikro Syariah
Bersubsidi juga harus diperiksa terkait kondisi kesehatan keuangannya jika ingin
melanjutkan kerjasama dalam program pemberian subsidi ini. Salah satu alasan
program ini dihentikan adalah karena adanya iuran-iuran yang dibebankan kepada
nasabah untuk pencairan dana, padahal menurut peraturan seharusnya hal itu tidak
ada, dan banyak dari koperasi-koperasi yang tidak menyalurkan dana ke nasabah
potensial tetapi digunakan untuk keperluan lainnya, dan juga adanya koperasi
fiktif yang ikut dalam kerja sama ini. Penelitian ini akan mengkaji kesehatan
keuangan salah satu unit usaha perbankan syariah sebelum dan sesudah menjalin
kerjasama dalam program pemberian subsidi perumahan melalui KPRS/KPRS
Mikro Syariah Bersubsidi dari Kementerian Perumahan Rakyat, yaitu BPRS
Buana Mitra Perwira yang berlokasi di Jl MT Haryono 267, Purbalingga, Jawa
Tengah.
Berdasarkan Peraturan BI Nomor: 9/17/PBI/2007 tentang sistem penilaian
tingkat kesehatan BPRS, menyatakan bahwa tingkat kesehatan BPRS adalah hasil
penilaian kuantitatif dan kualitatif terhadap faktor keuangan, termasuk
kemampuan BPRS dalam mengelola berbagai risiko, serta penilaian kualitatif
terhadap faktor manajemen, termasuk kepatuhan BPRS terhadap prinsip-prinsip
syariah dan ketentuan yang berlaku, melalui:
a. Penilaian Kuantitatif dan Penilaian Kualitatif terhadap faktor
permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas; dan
b. Penilaian Kualitatif terhadap faktor manajemen.
Sesuai dengan penjelasan di atas maka dapat dirumuskan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan program penyaluran subsidi KPRS/KPRS Mikro
Syariah di BPRS Buana Mitra Perwira?
2. Bagaimana kondisi tingkat kesehatan keuangan BPRS Buana Mitra
Perwira sebelum program pemberian subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah?

4
3. Bagaimana kondisi tingkat kesehatan keuangan BPRS Buana Mitra
Perwira setelah program pemberian subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pelaksanaan program penyaluran subsidi KPRS/KPRS
Mikro Syariah di BPRS Buana Mitra Perwira.
2. Menganalisis kondisi tingkat kesehatan keuangan BPRS Buana Mitra
Perwira sebelum program pemberian subsidi KPRS/KPRS Mikro
Syariah.
3. Menganalisis kondisi tingkat kesehatan keuangan BPRS Buana Mitra
Perwira setelah program pemberian subsidi KPRS/KPRS Mikro
Syariah.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi BPRS Buana Mitra Perwira
Dapat dijadikan masukan bagi perusahaan dalam membuat
keputusan yang lebih baik dalam pengelolaan dan efektivitas kinerja
BPRS khususnya dalam hal kerja sama dengan kementerian
perumahan rakyat, serta untuk mempertahankan atau memperbaiki
kinerja bank agar lebih baik lagi.
2. Bagi Masyarakat
Sumber pengetahuan dan referensi mengenai kondisi kesehatan
keuangan BPRS Buana Mitra Perwira dan menjadi bahan
pertimbangan menjadi debitur pembiayaan.
3. Bagi Kementerian Perumahan Rakyat
Sebagai acuan dalam penyeleksian pihak-pihak yang akan diajak
bekerja sama dalam penyaluran subsidi perumahan melalui
KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji kesehatan keuangan pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah yaitu BPRS Buana Mitra Perwira. Analisis kesehatan bank dibatasi pada
faktor permodalan (capital), kualitas aktiva produktif (asset), manajemen
(management), rentabilitas (earning), dan likuiditas (liquidity). Proses penelitian
dibatasi pada keadaan keuangan BPRS sebelum dan setelah program kerjasama
penyaluran subsidi perumahan KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi dari tahun
2007 sampai 2012.

5

METODE
Pengukuran kesehatan BPRS ini menggunakan metode CAMEL yang telah
disesuaikan dengan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku
bank sentral yang bertugas untuk membina dan mengawasi kinerja perbankan
karena perbankan merupakan jantung dari perekonomian negara. Metode CAMEL
ini sendiri terdiri dari Capital Adequacy (permodalan) yang menggambarkan
kecukupan modal BPRS dalam mengelola eksposur risiko saat ini dan di masa
mendatang, Assets Quality (kualitas aset) yang menggambarkan kondisi aset
BPRS dalam mengelola eksposur risiko saat ini dan di masa mendatang,
Management (manajemen) yang menggambarkan kemampuan manajerial
pengurus BPRS dalam menjalankan usahanya, kecukupan manajemen risiko dan
kepatuhan BPRS terhadap pelaksanaan prinsip syariah serta kepatuhan BPRS
terhadap ketentuan yang berlaku, Earnings (rentabilitas) yang menggambarkan
kemampuan bank dalam mendukung kegiatan operasional dan permodalan, serta
Liquidity (likuiditas) yang menggambarkan kemampuan bank dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek dan kecukupan manajemen risiko likuiditas BPRS.
Metode CAMEL sendiri merupakan alat ukur tingkat kesehatan BPRS yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral melalui peraturan Bank
Indonesia NOMOR: 9/17/PBI/2007. Menurut Bank Indonesia penilaian tingkat
kesehatan BPRS tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif
terhadap faktor keuangan, termasuk kemampuan BPRS dalam mengelola berbagai
risiko, serta penilaian kualitatif terhadap faktor manajemen, termasuk kepatuhan
BPRS terhadap prinsip-prinsip syariah dan ketentuan yang berlaku.
Penilaian Tingkat Kesehatan BPRS mencakup penilaian terhadap faktorfaktor sebagai berikut:
a. permodalan (capital);
b. kualitas aset (asset quality);
c. rentabilitas (earning);
d. likuiditas (liquidity); dan
e. manajemen (management).
Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan
maupun proyeksi rasio-rasio keuangan BPRS, sedangkan penilaian kualitatif
adalah penilaian terhadap faktor manajemen dan faktor-faktor hasil penilaian
kuantitatif dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding
yang relevan. Rasio-rasio yang digunakan untuk menganalisa faktor keuangan
dibedakan menjadi rasio utama, rasio penunjang dan rasio pengamatan (observed).
Rasio utama merupakan rasio yang menjadi dasar terhadap penilaian faktor
keuangan, rasio penunjang merupakan rasio yang akan mempengaruhi penilaian
faktor keuangan sedangkan rasio pengamatan (observed) merupakan rasio yang
dapat digunakan sebagai satu pertimbangan tambahan dalam penilaian akhir atas
faktor keuangan.
Berdasarkan hasil penilaian atas setiap komponen maka akan ditetapkan
peringkat komponen. Peringkat setiap komponen dalam bentuk rasio ditetapkan
dalam 5 (lima) peringkat, yaitu:
a. peringkat 1;
b. peringkat 2;

6
c. peringkat 3;
d. peringkat 4; atau
e. peringkat 5.
Peringkat setiap komponen dari faktor manajemen ditetapkan dalam 4
(empat) peringkat, yaitu:
a. peringkat A;
b. peringkat B;
c. peringkat C; atau
d. peringkat D.
Program Subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah

BPRS Buana Mitra Perwira

Laporan Keuangan

Laporan Laba Rugi

Neraca

Data Kolektibilitas

Analisis faktor-faktor
CAMEL:
1. Capital
2. Assets Quality
3. Management
4. Earnings
5. Liquidity

Penilaian Tingkat
Kesehatan BPRS Setelah
Program Subsidi

Penilaian Tingkat
Kesehatan BPRS Sebelum
Program Subsidi

Dampak Kerjasama
Rekomendasi
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

7
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BPRS Buana Mitra Perwira yang berlokasi di
jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) karena BPRS Buana Mitra Perwira ini
pernah menjalin kerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dalam
program pemberian subsidi perumahan melalui KPRS/KPRS Mikro Syariah
Bersubsidi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012 – Maret 2013.

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pemberian kuesioner
kepada pimpinan BPRS untuk faktor manajemen. Data sekunder dapat berupa
data internal dan data eksternal. Data internal berupa laporan keuangan BPRS
Buana Mitra Perwira dari tahun 2007 - 2012. Sedangkan data eksternal berupa
buku-buku referensi dan bahan pustaka yang menunjang penelitian

Prosedur Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi analisis
kuantitatif dan analisis kualitatif. Data kualitatif merupakan informasi yang
didapat dari hasil penelitian secara verbal, disajikan melalui metode deskriptif
dengan menggunakan tabulasi untuk mendukung data kuantitatif. Sedangkan data
kuantitatif merupakan data dalam bentuk angka-angka yang diperoleh secara
langsung dari tempat penelitian berupa laporan keuangan, diolah dengan
menggunakan Microsoft Excel 2007.

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah kegiatan menyimpulkan data mentah dalam
jumlah yang besar sehingga hasilnya dapat ditafsirkan (Kuncoro, 2003). Analisis
ini digunakan untuk menggali informasi mengenai salah satu faktor kesehatan
keuangan, yaitu dari faktor manajemen dari BPRS Buana Mitra Perwira.

Faktor-faktor Tingkat Kesehatan BPRS
Penilaian atas komponen dari faktor permodalan, faktor kualitas aset, faktor
rentabilitas, dan faktor likuiditas dihitung secara kuantitatif. Sedangkan penilaian
atas komponen dari faktor manajemen dilakukan secara kualitatif dengan
mempertimbangkan indikator pendukung dan/atau pembanding yang relevan.

8
Kecukupan Modal (Capital Adequacy)
Penilaian permodalan dimaksudkan untuk mengevaluasi kecukupan modal
BPRS dalam mengelola eksposur risiko saat ini dan di masa mendatang melalui
penilaian kuantitatif dan kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut:
a. Kecukupan Modal (rasio utama). Rumusnya: (modal inti + pelengkap) ÷
ATMR.
CART 1
b. Proyeksi Kecukupan Modal (rasio penunjang). CAR 
CART 0
c. Kecukupan equity (rasio pengamatan/observed). Rumusnya: (modal +
PPAP) ÷ PPAPWD.
d. Kecukupan modal inti terhadap dana pihak ketiga (rasio
pengamatan/observed). Rumusnya: cara modal ÷ dana pihak ketiga.
e. Fungsi Intermediasi atas dana investasi dengan metode Profit Sharing
(rasio pengamatan/observed). Rumusnya: total pembiayaan ÷ total dana
yang diterima atau dana pihak ketiga.

Kualitas Aset (Assets Quality)
Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi aset BPRS
dalam mengelola eksposur risiko saat ini dan di masa mendatang melalui
penilaian kuantitatif dan kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut:
a. Kualitas aktiva produktif (rasio utama). Rumusnya: 1 – (aktiva produktif
yang diklasifikasikan ÷ total aktiva produktif).
b. Pembiayaan bermasalah (rasio penunjang). Rumusnya: pembiayaan non
lancar ÷ total pembiayaan.
c. Rata – rata tingkat pengembalian pembiayaan hapus buku (rasio
pengamatan/observed).
 RV 
ARR  Average
 TWO 
d. Nasabah pembiayaan bermasalah (rasio pengamatan/observed).
Rumusnya: jumlah nasabah non lancar ÷ total nasabah pembiayaan.

Kelayakan Manajemen (Management Assessment)
Penilaian manajemen dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan
manajerial pengurus BPRS dalam menjalankan usahanya, kecukupan manajemen
risiko dan kepatuhan BPRS terhadap pelaksanaan prinsip syariah serta kepatuhan
BPRS terhadap ketentuan yang berlaku, melalui penilaian kualitatif atas
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Kualitas manajemen umum dan kepatuhan BPRS terhadap ketentuan
yang berlaku, yang terdiri dari 16 (enam belas) aspek dengan bobot
sebesar 35% (tiga puluh lima per seratus);
b. Kualitas manajemen risiko, yang terdiri dari 6 (enam) jenis risiko yang
meliputi beberapa aspek tertentu dengan bobot sebesar 40% (empat
puluh per seratus);
c. Kepatuhan terhadap pelaksanaan prinsip – prinsip syariah, yang terdiri
dari 3 (tiga) aspek dengan bobot sebesar 25% (dua puluh lima per
seratus).

9

Rentabilitas (Earnings Performance)
Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan bank
dalam mendukung kegiatan operasional dan permodalan, melalui penilaian
kuantitatif dan kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut:
a. Tingkat efisiensi operasional (rasio utama). Rumusnya: beban
operasional ÷ pendapatan operasional.
b. Aset yang menghasilkan pendapatan (rasio penunjang).
( AP  NPA)
IGA 
TA
c. Net Margin Operasional Utama (rasio penunjang). Rumusnya:
(pendapatan operasional utama - beban operasional - bagi hasil investasi)
÷ aktiva produktif yang diklasifikasikan.
d. Biaya
tenaga
kerja
terhadap
total
pembiayaan
(rasio
pengamatan/observed). Rumusnya: biaya tenaga kerja ÷ total
pembiayaan
e. Return on Assets (rasio pengamatan/observed). Rumusnya: keuntungan
sebelum pajak ÷ total aset.
f. Return on Equity (rasio pengamatan/observed). Rumusnya: keuntungan
setelah pajak ÷ modal disetor.

Likuiditas (Liquidity)
Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan bank
dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan kecukupan manajemen risiko
likuiditas BPRS melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif atas rasio/komponen
sebagai berikut:
a. Cash ratio (rasio utama). Rumusnya: kas dan setara kas ÷ dana pihak
ketiga.
b. Short-term mismatch (rasio penunjang).
Aktiva_ lancar(3bulan)
STM
Kewajiban
_ Lancar_(3bulan)

Perhitungan Seluruh Faktor
Penilaian tingkat kesehatan BPRS dilakukan dalam beberapa tahap sebagai
berikut:
1. Tahap penilaian dan/atau penetapan peringkat setiap rasio/komponen.
Penilaian atas setiap rasio/komponen dilakukan secara kuantitatif
untuk rasio keuangan dengan berpedoman pada perhitungan faktor
permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas. Sedangkan untuk
komponen manajemen dilakukan secara kualitatif dengan berpedoman
pada perhitungan faktor manajemen.
2. Tahap penetapan peringkat masing-masing faktor permodalan, kualitas
aset, rentabilitas dan likuiditas.
Penetapan peringkat setiap faktor tersebut dilakukan dalam 2 tahap:

10
a. Melakukan penghitungan gabungan dengan menggunakan metode
sebagaimana tercantum pada penghitungan agregasi atas rasio
utama dan rasio penunjang yang terdapat pada masing-masing
faktor, untuk memperoleh dasar kuantitatif penetapan peringkat
faktor.
b. Penetapan peringkat masing-masing faktor dilakukan dengan
berpedoman pada Matriks Kriteria Peringkat Faktor serta dengan
mempertimbangkan rasio pengamatan/observed dan indicator
pendukung dan/atau pembanding yang relevan (judgement).
3. Tahap penetapan peringkat faktor manajemen.
Penetapan peringkat faktor manajemen dilakukan dalam 2 tahap:
a. Melakukan penghitungan gabungan atas 3 (tiga) komponen
manajemen dengan bobot untuk memperoleh dasar penetapan
peringkat faktor.
b. Penetapan peringkat dilakukan dengan berpedoman pada Matriks
Kriteria Peringkat Faktor dengan mempertimbangkan indikator
pendukung dan atau pembanding yang relevan (judgement).
4. Tahap penetapan peringkat faktor keuangan.
Penetapan peringkat faktor keuangan dilakukan dalam 2 tahap:
a. Melakukan penghitungan gabungan melalui pembobotan atas nilai
peringkat faktor sebagai berikut:
1) Permodalan, dengan bobot 25% (dua puluh lima per seratus);
2) Kualitas aset, dengan bobot 45% (empat puluh lima per
seratus);
3) Rentabilitas, dengan bobot 15% (lima belas per seratus);
4) Likuiditas, dengan bobot 15% (lima belas per seratus)
untuk memperoleh dasar kuantitatif penetapan peringkat faktor.
b. Penetapan peringkat dilakukan dengan berpedoman pada Matriks
Kriteria Peringkat Faktor Keuangan.
5. Tahap Penetapan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan BPRS.
Penetapan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan BPRS dilakukan
dengan melakukan penghitungan komposit atas Peringkat Faktor
Keuangan dan Peringkat Faktor Manajemen dengan menggunakan Tabel
konversi dan berpedoman pada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat
Komposit serta dengan mempertimbangkan indikator pendukung
dan/atau pembanding yang relevan (judgement).
Tabel 3. Tabel konversi tingkat kesehatan BPRS
5
3
2
1
A
5
4
3
2
B
Manajemen
5
5
4
3
C
5
5
4
4
D
5
4
3
2
Finansial (CAEL)
Sumber : Peraturan Bank Indonesia Nomor:9/17/PBI/2007.

1
1
2
3
1

11
Tabel 4. Matriks kriteria penetapan peringkat komposit
PERINGKAT
1
Bank memiliki
kondisi tingkat
kesehatan yang
sangat baik
sebagai hasil
dari
pengelolaan
usaha yang
sangat baik.

2
Bank memiliki
kondisi tingkat
kesehatan yang
baik sebagai
hasil dari
pengelolaan
usaha yang
baik.

3

4

5

Bank memiliki Bank memiliki Bank memiliki
kondisi tingkat kondisi tingkat kondisi tingkat
kesehatan yang kesehatan yang kesehatan yang
cukup baik
kurang baik
tidak baik
sebagai hasil sebagai akibat sebagai akibat
pengelolaan
dari
dari pengelolaan
usaha yang
pengelolaan
usaha yang tidak
cukup baik.
usaha yang
baik.
kurang baik.

Sumber : Peraturan Bank Indonesia Nomor:9/17/PBI/2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum BPRS Buana Mitra Perwira
BPRS Buana Mitra Perwira berdiri pada tanggal 31 Oktober 2003 dengan
diterbitkannya Surat Nomor 5/380/BPS tentang Persetujuan Prinsip Pendirian oleh
Bank Indonesia, disusul kemudian Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia
Nomor 6/5/Kep.DpG/2004 tentang Izin Usaha sampai dengan Keputusan Kepala
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Nomor 503.7/2/11.27/PB/IX/09/P tentang
Izin Usaha Perdagangan Besar dan Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas
Nomor 112816500003. Dengan modal sebesar Rp 500.000.000,- (Lima Ratus Juta
Rupiah), maka pada tanggal 04 Juni 2004 diresmikanlah PT. BPR Syariah Buana
Mitra Perwira dengan lokasi di Jl. Jenderal Sudirman Nomor 45 Purbalingga dan
mulai beroperasi pada tanggal 10 Juni 2004. Pada tanggal 20 Mei tahun 2009
BPRS Buana mitra Perwira resmi berpindah tempat ke Jl. MT Haryono Nomor
267 Purbalingga yang merupakan Kantor Pusat PT BPR Syariah Buana Mitra
Perwira yang baru. Selain itu, PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira juga telah
memiliki Kantor Kas, yaitu di Jl Letkol Sugiri Bobotsari dan Jl. Sersan Sayun
Karangmoncol.
Visi dari BPRS Buana Mitra Perwira sendiri adalah “Membangun
Kebersamaan dalam Pemberdayaan Umat”, dan Misi yang diusung adalah:
1. Membumikan kegiatan perbankan syariah yang berbasis bagi hasil
2. Menciptakan kemitraan dalam bermuamalah yang amanah, jujur,
transparan dan professional
3. Mengembangkan kegiatan ekonomi umat dengan mengoptimalkan
potensi usaha
4. Memberikan kontribusi yang optimal kepada umat

12
Sedangkan tujuan didirikannya PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira
adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terutama Umat Islam dengan
produk-produk yang sesuai dengan syariat Islam.
Struktur organisasi dari BPRS Buana Mitra Perwira ini sendiri sama dengan
BPRS lainnya pada umumnya. Kedudukan tertinggi dalam bentuk usaha
Perseroan Terbatas (PT) adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang
terdiri dari para pemegang saham, yang kemudian membentuk Dewan Komisaris
untuk mengawasi Operasional Perusahaan serta menunjuk Dewan Pengawas
Syariah (DPS) untuk mengawasi kesesuaian produk dengan ketentuan syariah.
Dalam hal pengelolaan operasional, para pemegang saham melimpahkan
wewenangnya kepada direksi untuk menjalankan dan mengembangkan
perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan.

Gambar 2. Struktur Organisasi BPRS

Gambaran Program Subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah
Pembiayaan KPRS Mikro Syariah Bersubsidi adalah pembiayaan yang
diterbitkan oleh Lembaga Penerbit Pembiayaan yang telah beroperasi dengan
prinsip syariah kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam rangka
pembangunan atau perbaikan rumah yang dilakukan secara swadaya, dengan
karakteristik nilai pembiayaan relatif kecil paling sedikit Rp. 1.000.000,00 dan
paling banyak Rp. 15.200.000,00 dengan jangka waktu pinjaman paling lama 4
(empat) tahun. Kelompok sasaran KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi adalah
keluarga/rumah tangga termasuk perorangan baik yang berpenghasilan tetap
maupun tidak tetap, baru pertama kali memiliki rumah, belum pernah menerima
subsidi perumahan dan termasuk ke dalam kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah yang berpenghasilan per bulan paling banyak Rp 2.500.000,00.
Lembaga Penerbit Pembiayaan, yang selanjutnya disingkat LPP, adalah
Bank Perkreditan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS, dan Koperasi

13
Syariah yang bekerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dalam rangka
pelaksanaan program KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi. Nasabah adalah
kelompok sasaran yang telah melakukan akad KPRS/KPRS Mikro Syariah
Bersubsidi dengan LPP. Setelah itu, LPP tersebut diverifikasi oleh Tim Verifikasi
yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat.
Tim Verifikasi terdiri dari Pengarah, Penanggung jawab, Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris, dan anggota yang akan melakukan Verifikasi LPP dan Verifikasi
Nasabah. Dalam melaksanakan verifikasi tersebut, Tim Verifikasi dapat dibantu
oleh Instansi Pemerintah yang membidangi pengawasan atau Aparat Pengawas
Intern Pemerintah (APIP) atas permintaan Kementerian Perumahan Rakyat. Ketua
Tim Verifikasi kemudian menerbitkan Surat Perintah Tugas kepada Tim
Pelaksana Verifikasi untuk melaksanakan Verifikasi LPP dan Verifikasi Nasabah.
Verifikasi LPP adalah kegiatan penilaian kelayakan dan kemampuan LPP dalam
penyaluran subsidi perumahan melalui pemeriksaan aspek legalitas dan aspek
keuangan. Tim Pelaksana Verifikasi melakukan Verifikasi LPP untuk menilai
kelayakan dan kemampuan LPP dalam penyaluran subsidi perumahan. Verifikasi
LPP yang berbentuk BPRS mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Profil BPRS antara lain meliputi:
1) Susunan pengurus;
2) Pemegang saham;
3) Permodalan;
4) Domisili; dan
5) Asset.
b. Photo copy KTP pengurus BPRS sesuai dengan hasil Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) tahun buku atau hasil Rapat Anggota
Tahunan (RAT) tahun buku;
c. Aspek Legalitas BPRS pada saat pengajuan:
1) domisili BPRS;
2) berbadan hukum dibuktikan dengan photo copy Akta Pendirian dan
Anggaran Dasar beserta perubahannya;
3) mempunyai surat izin usaha dari instansi yang berwenang; dan
4) mempunyai surat izin operasi syariah dari instansi yang berwenang.
d. Aspek Keuangan BPRS pada saat pengajuan, yaitu mempunyai
kemampuan menyediakan pokok pinjaman untuk KPRS/KPRS Mikro
Syariah Bersubsidi yang dibutuhkan;
e. Pengecekan lapangan dilakukan untuk memastikan keberadaan kantor
BPRS dan pengecekan dokumen asli yang terkait Aspek Legalitas dan
Aspek Keuangan BPRS.
Bagi LPP yang telah dinyatakan layak sesuai dengan Laporan Hasil
Verifikasi LPP selanjutnya dilakukan Verifikasi Nasabah. Tim Pelaksana
Verifikasi melakukan Verifikasi Nasabah untuk menilai kelayakan nasabah yang
akan menerima dana subsidi perumahan. Verifikasi Nasabah adalah kegiatan
penilaian kelayakan nasabah untuk menerima dana subsidi perumahan melalui
pemeriksaan kelengkapan dokumen administrasi, pelaksanaan wawancara, dan
pengecekan lapangan.Verifikasi Nasabah dilaksanakan terhadap seluruh nasabah
yang mengajukan KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi. Verifikasi Nasabah
meliputi:
a. pengecekan kelengkapan dokumen administrasi;

14
b. pelaksanaan wawancara; dan
c. pengecekan lapangan;
Pengecekan kelengkapan dokumen administrasi merupakan pengecekan
kelengkapan dan kesesuaian dokumen administrasi pada saat pengajuan, meliputi:
a. salinan dokumen perjanjian kredit antara nasabah dengan LPP;
b. surat keterangan penghasilan dari instansi tempat bekerja atau
Kelurahan;
c. surat pernyataan belum memiliki rumah/ hanya memiliki satu rumah
yang akan diperbaiki dan belum pernah menerima subsidi perumahan
yang ditandatangani di atas materai secukupnya dan disahkan oleh
Kelurahan atau instansi tempat bekerja;
d. surat pernyataan tidak akan memindahtangankan rumah sebelum 5 tahun
yang ditandatangani di atas meterai secukupnya;
e. fotokopi buku tabungan sebagai bukti ketersediaan dana swadaya
nasabah dari LPP;
f. fotokopi legalitas kapling tanah milik bersertifikat atau surat keabsahan
kepemilikan tanah lainnya;
g. foto lahan yang akan dibangun atau foto rumah yang akan diperbaiki;
h. Rencana Anggaran Biaya (RAB) membangun atau memperbaiki rumah;
i. gambar rencana rumah yang akan dibangun/diperbaiki;
j. surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)/Surat Keterangan Ijin
Membangun;
k. rencana tahapan pembangunan (kurva S) apabila pembangunan/
perbaikan rumah belum dilakukan.
Terhadap nasabah yang lolos pengecekan kelengkapan dokumen
administrasi dilakukan wawancara dan pengecekan lapangan. Pelaksanaan
wawancara dilakukan secara bersamaan dengan pengecekan lapangan di lokasi
nasabah. Pengecekan lapangan dilakukan untuk mengetahui hal-hal sebagai
berikut:
a. kesesuaian alamat nasabah yang tertera dalam Perjanjian Kredit;
b. kesesuaian lokasi dengan foto lahan yang akan dibangun atau foto rumah
yang akan diperbaiki;
c. telah ada realisasi fisik di lapangan sekurang-kurangnya 30%.
Hasil Verifikasi LPP dan Verifikasi Nasabah tidak membebaskan tanggung jawab
LPP dan nasabah atas kebenaran dan keabsahan dokumen yang telah
ditandatangani sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Terhadap
LPP yang dinyatakan layak berdasarkan hasil Verifikasi LPP dan Verifikasi
Nasabah dilakukan pembaharuan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) antara
PPK Satuan Kerja Kementerian Perumahan Rakyat yang selanjutnya disebut PPK,
dengan Pimpinan LPP. LPP yang sudah melakukan pembaharuan PKO dapat
mengajukan permintaan pencairan subsidi.Tahapan selanjutnya adalah penyaluran
dana subsidi perumahan melalui KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi yang
meliputi:
a. LPP menerima dana subsidi perumahan dari Kas Negara untuk
disalurkan seluruhnya (tanpa ada pemotongan) kepada nasabah;
b. dana subsidi disalurkan kepada nasabah tidak melebihi 15 (lima belas)
hari kerja dihitung dari subsidi tersebut diterima dan tercatat pada
rekening giro LPP;

15
c. dana subsidi tersebut diperhitungkan sebagai bagian dari dana
pembangunan/perbaikan rumah;
d. PPK Satuan Kerja Kementeriaan Perumahan Rakyat memberitahukan
kepada LPP dan beberapa nasabah bahwa dana subsidi perumahan telah
dicairkan.

Analisis Kesehatan Keuangan
Dalam menilai tingkat kesehatan keuangan BPRS Buana Mitra Perwira
digunakan data keuangan dari tahun 2007 sampai dengan 2012. Tiap faktor akan
menghasilkan nilai peringkat faktor yang berbeda untuk masing-masing periode
yang didapat dari tiap rasio yang meliputi rasio utama, rasio penunjang dan rasio
observasi. Selanjutnya hasil dari tiap tiap faktor akan dikonversi untuk
menentukan tingkat kesehatan keuangan secara keseluruhan dari BPRS Buana
Mitra Perwira.

Analisis Kesehatan Keuangan Sebelum Program
Menurut peraturan Bank Indonesia tentang penilaian kesehatan keuangan
BPR Syariah, terdapat dua faktor, yaitu faktor keuangan dan faktor manajemen.
Dalam tahap penggabungan dari seluruh faktor keuangan, terdapat tahap
pembobotan dari setiap faktor sebelum digabungkan. Bobot untuk setiap faktor
adalah sebagai berikut: faktor permodalan sebesar 25%, faktor kualitas aset 45%,
faktor rentabilitas 15%, dan faktor likuiditas sebesar 15%. Dan dengan
menggunakan matriks komposit maka dapat diketahui tingkat kesehatan keuangan
suatu BPRS.
Tabel 5. Kondisi kesehatan keuangan sebelum program
Faktor
Permodalan

Kualitas Aset

Rentabilitas

Likuiditas

Rasio
CAR
ECR
EDR
FDR
EAQ
NPF
NPB
REO
NSOM
RTK
ROA
ROE
CR

Hasil
13.10%
16.00%
11.16%
88.97%
95.97%
9.47%
5.84%
42.10%
17.25%
4.10%
2.62%
28.00%
33.82%

Peringkat
1
1
1
1
1
2
1
1
1
3
1
1
1

Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2007, diolah.

Secara keseluruhan sebelum diadakannya program ini, tingkat kesehatan
keuangan BPRS Buana Mitra Perwira mendapat peringkat 1, yang berarti bank

16
memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari
pengelolaan usaha yang sangat baik. Penilaian tingkat kesehatan dari faktor
permodalan menunjukkan bahwa CAR yang dimiliki BPRS hanyalah 13.10%
karena sumber modal hanya didapat dari para pemegang saham, yaitu Pemda dan
KSU sedangakan FDR sebesar 88.97% disebabkan karena total pembiayaan yang
dikeluarkan oleh BPRS masih bisa ditutupi dengan dana yang diterima dari pihak
ketiga. Faktor kualitas aset menunjukkan EAQ sebesar 95.97% dan NPF sebesar
9.47% hal ini menunjukkan aset yang dimiliki BPRS dan pembiayaan bermasalah
masih dalam kategori wajar, karena BPRS memelihara dengan baik aset yang
dimiliki dan menerapkan dengan baik SOP pembiayaan yang ada baik dari analisa
terhadap kemampuan bayar debitur, peninjauan, penilaian dan pengikatan agunan.
Sedangkan dalam faktor rentabilitas RTK merupakan rasio berperingkat terburuk
dibandingkan rasio lainnya, hal ini terjadi karena besarnya biaya tenaga kerja
yang dikeluarkan oleh BPRS dibandingkan dengan total pembiayaan yang
dikeluarkan, akan tetapi rasio pada tahun ini masih dalam nilai par sehingga tidak
berpengaruh terhadap rasio utama, dan faktor likuiditas juga tidak mengalami
masalah yang berarti walaupun CR yang dimiliki hanya sebesar 33.82%,
dikarenakan kas atau setara kas yang dimiliki hanya cukup untuk menanggulangi
penarikan dana dari pihak ketiga dalam jangka pendek, bukan jangka panjang. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah yang terjadi sebelum adanya program
ini.

Analisis Faktor Permodalan (Capital)
BPRS menggunakan CAR sebagai rasio utama dan ECR, EDR, FDR
sebagai rasio observasi.
Tabel 6. Hasil-hasil rasio faktor permodalan
Tahun CAR Hasil ECR Hasil EDR Hasil FDR Hasil
2008 16.35%
1
26.69%
1
13.92%
1
79.49%
2
2009 14.74%
1
20.78%
1
9.98%
1
61.44%
2
2010 16.08%
1
23.39%
1
11.77%
1
67.96%
2
2011 12.92%
1
19.93%
1
11.50%
1
88.61%
1
2012 12.52%
1
19.58%
1
9.78%
1
77.76%
2
Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2008-2012, diolah.

Hasil analisis dari Tabel 6 menunjukkan bahwa CAR yang dimiliki oleh
BPRS mengalami fluktuasi dari yang terendah pada tahun 2012 yaitu 12.52% dan
tertinggi pada tahun 2008 sebesar 16.35% sebagai akibat adanya peningkatan di
modal inti karena program ini dan peningkatan di ATMR karena meningkatnya
jumlah dana yang disetor dari pihak ketiga. Berdasarkan ketetapan BI maka BPRS
ini selama tahun 2008 sampai 2012 mendapatkan peringkat 1 yang berarti bahwa
pihak bank memiliki modal yang sangat kuat untuk menutup risiko kerugian dan
melakukan hapus buku akibat penurunan kualitas aktiva yang dimilikinya.
Berdasarkan trend dari CAR dapat diketahui pada masa akan datang BPRS
akan mengalami kekurangan modal. Untuk mengantisipasi kurangnya modal yang
dimiliki oleh BPRS, pihak manajemen bank hendaknya melakukan penambahan

17
modal tiap tahunnya dengan cara meminta kepada para pemegang saham untuk
menambahkan jumlah modal yang disetor agar BPRS dapat memiliki jumlah
modal yang cukup dan pengoptimalan pendapatan operasional yang dimilikinya.
Saat ini sumber modal BPRS hanya terdiri dari dana yang disetor oleh pihak
ketiga, Pemerintah Daerah dan KSU Buana Nawa milik PCNU. KSU Buana
Nawa sebagai salah satu pemegang saham terus meningkatkan jumlah modal yang
disetor kepada BPRS setiap tahunnya, berbanding terbalik dengan Pemerintah
Daerah yang sudah lebih dari dua tahun tidak menambah jumlah modal yang
disetorkannya.

Analisis Faktor Kualitas Aset (Asset Quality)
BPRS Buana Mitra Perwira menggunakan EAQ sebagai rasio utama, NPF
sebagai rasio penunjang dan NPB sebagai rasio observasi.
Tabel 7. Hasil-hasil rasio faktor kualitas aset
Tahun EAQ Peringkat
NPF
Peringkat NPB Peringkat
2008 97.17%
1
7.15%
2
6.72%
1
2009 95.65%
1
11.48%
3
7.36%
2
2010 96.73%
1
9.08%
2
5.02%
1
2011 98.53%
1
3.22%
1
5.53%
1
2012 98.38%
1
3.80%
1
6.12%
1
Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2008-2012, diolah

Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa EAQ yang dimiliki oleh
BPRS mengalami fluktuasi dari yang terendah pada tahun 2009 yaitu 95.65% dan
tertinggi pada tahun 2011 sebesar 98.53%. Fluktuasi EAQ yang dimiliki oleh
BPRS ini dikarenakan adanya peningkatan di total aktiva produktif sebagai
dampak dari adanya program ini. Jumlah nasabah non lancar, pembiayaan non
lancar dan aktiva produktif yang diklasifikasikan juga mengalami peningkatan
walaupun hanya meningkat pada awal masa pemberian subsidi, kemudian
menurun pada akhir masa. Total aktiva produktif mengalami peningkatan
disebabkan naiknya jumlah kredit yang disalurkan BPRS kepada masyarakat.
Berdasarkan ketetapan Bank Indonesia, maka BPRS Buana Mitra Perwira selama
tahun 2008 sampai 2012 mendapatkan peringkat 1 yang berarti bank memiliki
aktiva produktif dengan tingkat pengembalian yang sangat tinggi.
Walaupun memiliki peringkat 1 akan tetapi pembiayaan non lancar dan
jumlah nasabah non lancar seringkali membuat predikat dari faktor ini menjadi
buruk. Untuk meminimalisir banyaknya jumlah nasabah non lancar pada tahun
tahun selanjutnya, pihak BPRS hendaknya membuat SOP pembiayaan terbaru
yang sesuai dengan kondisi persaingan global saat ini dengan tetap
memperhatikan regulasi yang terbaru berupa Peraturan Bank Indonesia atau
peraturan dan perundangan yang terkait, mengutamakan pembiayaan dengan
angsuran, mempertajam analisa pembiayaan untuk menghindari pembiayaan
bermasalah, mengoptimalkan sistem monitoring dan pembinaan nasabah,
menempatkan Pengawas Pembiayaan Bermasalah, membentuk Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif sesuai ketentuan.

18

Analisis Faktor Manajemen (Management)
Menurut peraturan Bank Indonesia tentang kesehatan keuangan BPR
Syariah, terdapat tiga komponen sebagai dasar penilaian terhadap faktor
manajemen. Tiga komponen itu mencangkup kualitas tata kelola (corporate
governance) BPRS dalam menjalankan kegiatan usaha, kualitas manajemen resiko
BPRS, dan kualitas kepatuhan terhadap prinsip syariah dan pelaksanaan fungsi
sosial. Faktor manajemen dari BPRS Buana Mitra Perwira selama 6 tahun
cenderung stabil dan tidak mengalami perubahan yang terlalu mencolok.
Tabel 8. Hasil faktor manajemen
Aspek
Keterangan
Manajemen BPRS memiliki struktur organisasi yang mencermikan
Umum
tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
Anggota dewan komisaris, direksi dan pengawas syariah
memiliki kualifikasi yang sesuai, namun perlu
ditingkatkan.
Pemantauan
dan
evaluasi
telah
dilaksanakan, namun belum optimal, hal ini terlihat dari
masih ditemukannya kelemahan-kelemahan operasional
bank pada saat pemeriksaan. Tidak ditemukannya
pelanggaran rangkap jabatan, benturan kepentingan yang
diambil manajemen, keluhan kepada dewan komisaris,
keterlibatan pihak eksternal bank dalam manajemen,
konflik intern, campur tangan pemiliki dalam
operasional. Pendelegasian wewenang berjalan secara
baik, dan pihak bank telah melaksanakan transparansi
kepada publik, namun edukasi kepada publik perlu
ditingkatkan, dan komunikasi antara pemilik, manajemen
dan pegawai berjalan dengan baik, namun perlu
ditingkatkan intensitasnya.
Manajemen A. Risiko Kredit
Resiko
BPRS telah memiliki SOP pembiayaan, namun belum
diupdate secara berkala dan sebelum melakukan
pembiayaan bank melakukan analisa terhadap kemampuan
bayar debitur. Peninjauan, penilaian dan pengikatan
agunan telah dilakukan namun kualitasnya perlu
ditingkatkan, administrasi pembiayaan didokumentasikan
dengan baik.
B. Risiko Likuiditas
BPRS memiliki dana di tempat lain untuk menjaga
likuiditas, ketentuan minimal kas yang ditetapkan oleh
manajemen dan komitmen dari pemilik bank untuk
meningkatkan modal. Pemantauan kewajiban dan tagihan
yang jatuh tempo telah dilakukan dengan baik.
C. Risiko Operasional
BPRS memiliki SOP dalam operasional, mekanisme
penerapan sanksi atas pelanggaran karyawan dan

Hasil
B

B

B

B

19
pengurus dan melakukan pelaporan kualitas aktiva dan
pembentukan PPAP sesuai ketentuan. Pemilik bank tidak
mencampuri kegiatan operasional bank dan diperlakukan
sama dengan pihak lain dalam pemberian fasilitas
pembiayaan. Pendidikan dan pelatihan kepada pegawai
perlu lebih ditingkatkan.
D. Risiko Hukum
BPRS telah melakukan pengikatan terhadap agunan yang
diterima, namun perlu diperbaiki, agunan yang diterima
bank telah memenuhi persyaratan dan perjanjian
pembiayaan telah sesuai dengan sistem pembiayaan yang
disepakati.
E. Risiko Reputasi
BPRS tidak memiliki masalah dengan pembayaran
kewajiban bank kepada nasabah, operasioanal bank tidak
melanggar prinsip syariah. Bank telah memberikan
edukasi kepada masyarakat terkait produk yang
ditawarkan, namun perlu ditingkatkan.
F. Risiko Kepatuhan
BPRS telah menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan
Bank Indonesia. Kegiatan operasional bank sesuai dengan
prinsip syariah dan ketentuan BI lainnya.
Manajemen Pemantauan dan evaluasi telah dilaksanakan, namun perlu
Kepatuhan lebih diperhatikan, dan BPRS telah menyalurkan
Syariah
pembiayaan Qardh.

B

B

B

B

Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2008-2012, diolah

Predikat B ini berarti bahwa pihak bank memiliki kualitas tata kelola yang
cukup baik, manajemen risiko yang memadai, dan/atau atau tingkat kepatuhan
terhadap prinsip syariah yang sedang dan pelaksanaan fungsi sosial.
Bank Indonesia tidak pernah memberikan predikat A untuk faktor
manajemen kepada BPRS manapun, hal ini disebabkan karena tidak adanya
konsep syariah yang sempurna yang dimiliki oleh BPRS-BPRS, hingga predikat
paling tinggi yang bisa diberikan pengawas dari Bank Indonesia adalah predikat B.
Walaupun BPRS Buana Mitra Perwira sudah mendapatkan predikat B, masih
banyak hal yang perlu dilakukan agar dapat bersaing dengan BPRS lainnya.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh BPRS Buana Mitra Perwira antara lain
adalah: meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang produk-produk BPRS
untuk meningkatkan risiko reputasi, penyempurnaan SOP kerja dan SOP
pembiayaan yang sesuai dengan kondisi sekarang yang sesuai dengan Peraturan
Bank Indonesia atau peraturan dan perundangan yang terkait, pelatihan karyawan
dan staff lebih sering dilakukan agar kemapuan karyawan dapat berkembang
sehingga mampu bekerja dengan lebih optimal, penerapan GCG (Good Corporate
Governance) yang lebih optimal untuk meningkatkan citra perusahaan dan
kepercayaan masyarakat, mengoptimalkan fungsi, tugas dan tanggung jawab dari
struktur organisasi yang ada sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masingmasing dan meminimalisir kesalahan-kesalahan yang ada pada setiap bagian.

20

Analisis Faktor Rentabilitas (Earning)
Rasio u