Power Relations of Waste Management in TPA Cipayung - Depok City.

RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
DI TPA CIPAYUNG KOTA DEPOK

BAMBANG CAPICOREN

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI PEDESAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
JUNI 2013

 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Relasi Kuasa dalam
Pengelolaan Sampah di TPA Cipayung Kota Depok adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Bambang Capicoren
NIM 1353090051

 

ABSTRACT

BAMBANG CAPICOREN. Power Relations of Waste Management in TPA
Cipayung - Depok City. Under direction of RILUS A KINSENG and
SAHARUDDIN.
Waste problems faced by the city of Depok such as the accumulation of
garbage in some areas of the city Depok due to illegal waste disposal, yet garbage
management in landfills and waste disposal in waterbodies across the Depok city.
This would be a serious problem because of the production of waste increase

every day. Objectives of this study were (1) to analyzethe role of the actors in the
way of power in the field of waste management, Depok city, (2) Mapping of
actors and interests in waste management, and (3) analyze the relationship and
power based actors involved in waste management in Depok area. The results
showed that many of the parties involved in waste management, ranging from
household or individual persons. The actors interact with each other, intertwined
among actors with each other. Each actor can be in the form of individuals or
institutions or organizations. Activities of these actors, as well as the relationships
between each other, influenced conditions of handling waste. Interests of the
parties/actors involved in waste management, as well as the reason why away of
handling garbage chosen by individuals/actors, thus affecting the physical
appearance of the city of waste side. People cannot wait because the garbage
produced everyday, so that using the powers that be in access; the people throw
trash on the roadside, unused land and on the river bank/riparian times. There is
no one system that can integrate waste management practices, ranging from the
source of the waste to landfills. Segmentalisation of handling the waste created as
the creativity of the actors in order to exercise power to ensure continuity of
interests. Power relations at the level of waste management policy, has shown
that the main tasks and functions, as a product of government policy has led to be
some waste handled by the agency. But thelinkage/relationship between

institutions that are connected by trash, opening opportunities such agencies
competing for power imbalances in the control infrastructure, are also strained
relations between institutions because of the border and levies.

Keywords : Waste, Waste Management, Power Relations

 

RINGKASAN

BAMBANG CAPICOREN. Relasi Kuasa dalam Pengelolaan Sampah di
TPA Cipayung Kota Depok. Dibimbing oleh : RILUS A KINSENG dan
SAHARUDDIN
Kota Depok sebagai Kota Satelit dan mempunyai fungsi sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) bersama-sama dengan Kota Bogor, Tangerang, Bekasi dan
DKI Jakarta menjadikan Kota Depok berada pada kondisi strategis baik dari segi
transportasi, perdagangan, maupun pemukiman. Hal ini menjadikan Kota Depok
sebagai pilihan untuk daerah pemukiman. Akibatnnya, Kota Depok mengalami
kenaikan jumlah penduduk, dari 1.420.480 jiwa (2006) menjadi 1.736.565 jiwa pada
tahun 2010. Salah satu dampak negatif dari pertambahan jumlah penduduk di Kota

Depok adalah masalah persampahan.
Permasalahan sampah yang dihadapi oleh Pemda Depok diantaranya adalah
terjadinya timbunan sampah dibeberapa wilayah kota Depok akibat pembuangan
sampah liar, belum terkelolanya sampah di tempat penampungan akhir (TPA), dan
pembuangan sampah di badan-badan air (sungai) yang melintasi wilayah kota Depok.
Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (2012), timbulan
sampah yang dihasilkan Kota Depok semakin meningkat seiring dengan laju
pertumbuhan penduduknya yang telah mencapai ± 1,8 juta jiwa. Pada tahun 2012
dengan asumsi sampah yang dihasilkan per orang per hari sebanyak 2,5 liter sampah,
maka jumlah sampah yang dihasilkan di Kota Depok adalah 4.500 M³ per hari.
Keterbatasan sarana dan prasarana pengolahan, lemahnya manajemen
pengelolaan mengakibatkan tidak terurusnya tumpukan sampah yang menggunung di
TPA. Bau sampah yang menusuk karena truk yang lewat dan sampah berceceran di
jalan menuju TPA, juga mengakibatkan komunitas sekitar TPA tidak simpatik
terhadap Pemkot, sehingga tercipta hubungan yang kurang harmonis dengan sebagian
komunitas sekitar TPA, kondisi tersebut pada akhirnya memicu timbulnya konflik
antara Pemerintah dengan komunitas yang tidak dapat terelakkan lagi. Penolakan
komunitas terhadap keberadaan TPA semakin tinggi, perlawanan melalui Forum
Masyarakat Cipayung (FORMAC) makin intens dilakukan, tapi dilain pihak Forum
Komunikasi Masyarakat Pemantau-Tempat Pembuangan Akhir Sampah (FKMPTPAS) tetap tenang bahkan mereka mensosialisasikan beberapa program kesehatan

untuk masyarakat sekitar TPA. Lampak dan pemulung yang wilayah operasinya di
TPA, juga tidak banyak ambil peduli terhadap keberatan FORMAC, ini bisa disadari
karena area itu jadi lahan utama usaha mereka. Merujuk pada perspektif kekuasaan
yang dikemukakan oleh Foucault, bahwa kekuasaan dimaknai sebagai kompleks
strategi yang dijalankan pihak tertentu dengan tujuan mendorong pihak lain untuk
patuh atau taat, atau membuat pihak lain tunduk, atau membuat pihak lain memberi
dukungan terhadap pihak itu (Maring, 2010). Dalam situasi itu, kekuasaan bagaikan
perang bisu yang bisa melahirkan ragam hubungan berupa konflik, perlawanan dan
kolaborasi antar pihak. Kekuasaan yang terkonstruksi dalam tujuan yang
menggerakkan pilihan strategi, mekanisme dan taktik tertentu untuk mewujudkan
tujuan itu. Pilihan strategi, mekanisme dan taktik itu menentukan corak hubungan
yang terjadi apakah konflik, perlawanan atau kolaborasi.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisa peran para aktor dalam
menjalankan kekuasaan di lapangan pengelolaan sampah TPA Cipayung, Kota
Depok; (2) memetakan para aktor dan kepentingannya dalam pengelolaan sampah di

TPA Cipayung, Kota Depok; dan (3) Menganalisa relasi dan basis kekuasaan aktor
yang terlibat dalam pengelolaan sampah di kawasan TPA Cipayung, Kota Depok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak pihak/aktor yang terlibat dalam
pengelolaan sampah, mulai dari tingkat rumah tangga, tingkat bak sampah, tingkat

TPS sampai tingkat TPA. Aktor yang terlibat mulai dari rumah tangga atau orang
perorang yang menghasilkan sampah, aktor penanganan sampah perorangan, aktoraktor yang mewakili lembaga seperti RT, RW, DKP, DKUP, UPTD TPA, DISHUB,
DIBIMASDA. Bahkan pemulung, lampak pemulung, forum masyarakat, satpam dan
pembantu rumah tangga baik secara langsung maupun tidak langsung, juga terlibat
dalam penanganan sampah. Para aktor ini saling berinteraksi, saling kait mengkait
antara satu dengan lainnya. Masing-masing aktor tersebut bisa dalam wujud orang
perorangan maupun dalam wujud lembaga atau organisasinya. Aktivitas para aktor
serta hubungan-hubungan antar sesamanya, mempengaruhi kondisi dari penanganan
terhadap sampah di wilayahnya masing-masing.
Perpindahan sampah terjadi dari sumber sampah di tingkat rumah tangga,
menuju tempat pembuangan sampah, melewati bak sampah kemudian ke TPS dan
terakhir ke TPA. Pada semua tingkatan tersebut (tingkat rumah tangga, bak sampah,
TPS dan TPA) terjadi praktek penanganan sampah dimana orang perorang/aktor
sebagai pelaku terlibat dalam relasi-relasi kuasa. Kepentingan-kepentingan orang
perorang/aktor bisa dieksplorasi dari praktek-praktek yang dijalankannya, juga caracara yang diambil atau saluran-saluran yang dipilih oleh aktor untuk meluluskan atau
memenangkan persaingan untuk mencapai tujuannya.
Pada tingkat bak sampah yang terletak di perumahan, banyak aktor yang
terkait tali temali atau berelasi di wahana sosial ini. Bak sampah, tempat rumah
tangga membuang sampahnya secara sementara, ternyata juga menjadi arena
perebutan para aktor dalam mengais rejeki, berinteraksi dan penerapan

sanksi/hukuman. Diantara aktor yang ber-relasi terdapat juga konflik (iuran warga
terkait pengangkutan sampah), persaingan (sesama pemulung, petugas kebersihan,
satpam) sampai melahirkan strategi untuk menjalankan kuasa pemulungan di tingkat
bak sampah (kasus Mpok Gth yang menambah jadwal/waktu pulungan).
Pada relasi kuasa tingkat TPS hubungan-hubungan kekuasaan yang terjadi
terjalin mengalir, menyatu, dan sekali-kali berpisah dalam satu bingkai yaitu motivasi
ekonomi, sehingga bekerjanya kekuasaan sangat tergantung pada situasi dan
sekaligus kepentingan masing-masing para aktor secara terus menerus. Adanya
keberatan warga terhadap TPS perumahan dan masih berjalannya pembuangan
sampah ke TPS itu, merupakan bukti bahwa pada umumnya masih ada
kecenderungan bagi para aktor memanfaatkan peluang-peluang untuk membangun
hubungan-hubungan yang bersifat non-formal yang salah satunya melalui negosiasi
atau sembunyi-tau. Dalam relasi kuasa antar aktor terdapat unsur-unsur persaingan,
kompetisi, kontestasi, resistensi (perlawanan) dan juga adanya konsensus, negosiasi
serta kerjasama. Dalam konteks ini, kekuasaan bukan sesuatu yang dimiliki atau
dipunyai oleh siapapun. Setiap orang, siapapun dia dapat memainkan kekuasaan
dalam interaksi-interaksinya dengan pihak lain.
Pada relasi kuasa tingkat TPA, relasi antara pemulung dengan lampak adalah
suatu relasi yang saling menguntungkan. Maka disini telah terjadi relasi kekuasaan
yang memperlihatkan tumbuhnya kesadaran bersama yang melihat kekuasaan sebagai

sebuah kompleks strategi yang ada pada semua pihak sehingga usaha mewujudkan
kekuasaan harus ditempuh melalui proses membangun kolaborasi. Lampak
membutuhkan pemulung sebagai pencari barang dan lampak sebagai pengepul barang
yang nantinya akan dijual ke lampak besar atau ke pabrik pengolahan. Relasi kuasa
yang terjadi antara lampak dengan pemerintah yang terjalin adalah kolaborasi yang

ditunjukkan dengan kesadaran bersama semua pihak untuk bersama-sama mengelola
sampah. Relasi kuasa antara pemerintah dengan FORMAC (Forum Masyarakat
Cipayung) adalah perlawanan, dimana masing-masing pihak berkonsentrasi untuk
mencapai kepentingan masing-masing, yang pada akhirnya menghasilkan hubungan
perlawanan (resistance). Basis kekuasaan FORMAC berupa klaim territorial karena
wilayah mereka dilewati oleh truk sampah DKP dan ini sangat mengganggu mereka.
FKMP-TPAS (Forum Komunikasi Masyarakat Pemerhati – Tempat Pembuangan
Akhir Sampah) yang mayoritas anggota adalah penduduk asli sekitar TPA/bukan
pendatang, kerjasama dengan pemerintah maka hubungan kekuasaan mengarah pada
kolaborasi, dengan basis kekuasaan berupa klaim penduduk asli. Terjadi kontestasi
kekuasaan antara FKMP-TPAS dengan FORMAC terbukti waktu FORMAC
menyuarakan penolakannya terhadap TPA atas alasan kesehatan (lalat dan penyakit)
dan alasan lingkungan (bau dan bising), maka FKMP-TPA mengkonter penolakan
tersebut dengan mensosialisasikan kepada anggotanya wacana TPA telah memenuhi

kepentingan lapangan kerja 400-an orang asli setempat serta isu lainnya seperti
ketidakpedulian FORMAC yang beranggota pendatang baru itu atas lapangan kerja
orang setempat.
Relasi-relasi kuasa pada level kebijakan pengelolaan sampah, telah
menunjukkan bahwa TUPOKSI sebagai produk politik pemerintahan Depok telah
menyebabkan sampah ditangani oleh beberapa OPD/Dinas. Tapi pertautan (relasi)
antar Dinas yang dihubungkan oleh sampah, membuka peluang Dinas-dinas tersebut
bersaing karena ketimpangan kekuatan dalam pemilikan/penguasaan sarana dan
prasarana. Selain ketimpangan dalam sarana dan prasarana, relasi antar instansi
tegang gara-gara perbatasan dan retribusi. Pada perbatasan wilayah mengangkut
sampah sering terjadi ketegangan ketika terjadi wilayah arsiran/wilayah abu-abu,
Dinas mana yang harus mengangkut sampah. Demikian juga dalam halnya retribusi,
masing-masing instansi mengejar retribusi dari sampah. Pengumpulan retribusi
menjadi panglima, dan pengelolaan sampah menjadi yang kedua. Kalau boleh disebut
maka, ini yang dinamakan ideologi retribusi dan lawannya ideologi kebersihan.
Basis kekuasaan para aktor dalam menjalankan kekuasaannya juga bervariasi.
Pada saat menyetujui pembangun TPS perumahan, Ketua RW menjalankan/
mempraktekan kekuasaannya dengan basis kekuasaan legal formal. Begitu juga
ketika pihak RW Hijau menghimbau warganya untuk memilah sampah pada tingkat
rumah tangga dan pengurus RT ketika melarang petugas sampah agar tidak

mengangkat sampah warganya yang belum bayar iuran, maka dalam hal ini mereka
menjalankan kekuasaan dengan basis legal formal. Para OPD (DKP, DKUP,
DISHUB, DIBIMASDA, UPTD-TPAS) juga seperti itu, mereka menjalankan
kekuasaan dengan basis legal formal/birokrasi. Warga yang protes karena petugas
kebersihan tidak mengangkut sampahnya padahal warga sudah membayar iuran maka
warga menjalankan kekuasaan dengan basis ekonomi, begitu juga para pemulung dan
lampak pemulung menjalankan kekuasaan dengan basis ekonomi, karena profesi
mereka semata-mata untuk mencari nafkah tidak yang lain, kecuali satu atau dua
pemulung dengan orientasi religius (Nek Rnh). Basis kekuasaan FORMAC berupa
klaim penguasaan wilayah/territorial karena wilayah mereka dilewati oleh truk
sampah DKP. Pada FKMP-TPAS (Forum Komunikasi Masyarakat Pemerhati –
Tempat Pembuangan Akhir Sampah) yang mayoritas anggotanya adalah penduduk
asli sekitar TPA/bukan pendatang, melakukan kerjasama dengan pemerintah dengan
basis kekuasaan berupa klaim penduduk asli wilayah Cipayung.

 

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

 

RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
DI TPA CIPAYUNG KOTA DEPOK

BAMBANG CAPICOREN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Ivanovich Agusta, M.Si

Judul Tesis

Relasi Kuasa dalam Pengelolaan Sampah di TPA
Cipayung Kota Depok

Nama

Bambang Capicoren

NRP

1353090051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.lr.

ilus A Kinseng, MA

Dr. lr. Saharuddin. MS
Anggota

Ketua

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Sosiologi Pedesaan (SPD)

Dr.lr

Tanggal Ujian : 28 Juni 2013

Tanggal Lulus :

3 0 jUL W13

Judul Tesis

: Relasi Kuasa dalam Pengelolaan Sampah di TPA
Cipayung Kota Depok

Nama

: Bambang Capicoren

NRP

: I353090051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rilus A Kinseng, MA

Dr. Ir. Saharuddin, MS

Ketua

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Sosiologi Pedesaan (SPD)

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr

Dr. Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 28 Juni 2013

Tanggal Lulus :

 

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, karena dengan karunia dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis
dengan judul Relasi Kuasa dalam Pengelolaan Sampah di TPA Cipayung, Kota
Depok. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juli 2012 sampai dengan Desember
2013.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit
bagi penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Pada Kesempatan ini, ucapan
terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Rilus A Kinseng, MA selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir.
Saharuddin, MS selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingannya sejak
menyusun proposal hingga selesainya penyusunan tesis ini, karena telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan guna
penyempurnaan tesis ini.
2. Dr. Ir. Ivanovich Agusta, SP. MSi selaku penguji dalam ujian tesis, yang telah
memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.
3. Pimpinan program studi Sosiologi Pedesaan Sekolah Pasca Sarjana IPB, Dr. Ir.
Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr atas perhatian dan dukungannya selama
kuliah maupun selama penyelesaian tesis. Tidak lupa terima kasih kepada staf.
PS Sosiologi Pedesaan, Ibu. Anggra B Pasaribu atas bantuan dalam pengurusan
administrasi selama kuliah dan penyelesaian tesis ini.
4. Kedua orang tuaku ibu dan almarhum bapak tercinta serta istri tersayang
(Yayah Rodiana), adik-adik dan ponakan serta seluruh keluarga besar Alm. H.
Abdul syukur dan Alm. Abdullah Daskan, atas do’a serta dukungannya yang
tak terhingga untuk penulis.
5. Ungkapan terima kasih juga untuk teman-teman mahasiswa Sosiologi
Pedesaan, khususnya angkatan 2009, Nur Isiyana Wianti, Mahmudi Siwi,
Bapak. Sumartono, Fatriyandi Nur Priyatna atas semangat kebersamaan dan
diskusi teoritis dan kritisnya yang menggugah, semoga persahabatan kita tetap
erat dan terbina.

6. Perkumpulan Depok Hijau, tempat penulis berkiprah dan Bapak. Ir. Sahroel
Polontalo selaku Sekretaris, atas bantuan dan dukungannya selama ini.
7. Pemerintah Kota Depok, khususnya DKP dan UPTD-TPAS, atas segala bentuk
dukungan dan informasi yang diberikan.
8. Masyarakat Kelurahan Cipayung dan berbagai pihak yang terlibat atas
dukungan, pemberian data dan informasi yang tak ternilai harganya demi
lancarnya penelitian dan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan
kelemahan dalam tesis ini, karena keterbatasan penulis. Oleh karenanya saran dan
kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Atas segala do’a, dukungan
dan perhatian semua pihak, penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak, Ibu dan Saudara
semuanya.

Bogor, Juni 2013.

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 15 Januari 1971 sebagai
anak sulung dari orang tua yang bernama H. MA. Syukur dan Rokayah.
Pendidikan formal dari SD s.d. SMA diselesaikan di Purwakarta. Pendidikan
sarjana ditempuh di Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung, lulus pada
tahun 1994. Pada tahun 2009, penulis diterima di Program Studi Sosiologi
Pedesaan pada Program Pascasarjana IPB.
Penulis telah bekerja di LSM Bina Swadaya sebagai tenaga pendamping
masyarakat pada tahun 1995-2001, salah satu holding company majalah pertanian
Trubus, tahun 2001 mulai berkiprah di LSM Lingkungan Perkumpulan Depok
Hijau dan mulai mengerjakan PPMS (Progam Pemberdayaan Masyarakat
Squatter) Kota Depok sampai tahun 2005. Tahun 2006-2009 bekerja pada
program ETSP ADB-NAD, tahun 2009 melanjutkan studi di Program Sosiologi
Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia. Sekarang ini penulis bekerja sebagai
Konsultan Madya pada program CSR PT. Semen Tonasa, berlokasi di Kabupaten
Pangkep (Pangkajene dan Kepulauan), Sulawesi Selatan.

 

DAFTAR ISI

ABSTRACT
RINGKASAN
PRAKATA
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

I.

PENDAHULUAN …………………………………………..................

1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………..........

1

1.2. Pertanyaan Penelitian ……………………………………….........

6

1.3. Tujuan Penelitian……………………………………………..........

6

1.4. Manfaat Penelitian………………………………………………....

7

II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..........

8

2.1. Klasifikasi Sampah ….……………………………………...........

8

2.2. Pengelolaan Sampah ………………………………………..........

12

2.3. Relasi Kekuasaan ………………………………………………...

18

2.4. Kekuasaan dan Wewenang ………………………………………

23

2.5. Kerangka Pemikiran ……………………………………………..

25

2.6. Hipotesis Penelitian ………………………………………………

26

III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………...……...

27

3.1. Paradigma Penelitian …………………………...………………..

27

3.2. Metode dan Strategi Penelitian …………………………………..

29

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………….....……

29

3.4. Jenis, Teknik Pengumpulan dan Validasi Data ………………….

30

3.5. Analisis Data ……………………………………………………..

31

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……………………...

33

4.1. Gambaran Umum Wilayah Kota Depok ……………..………….

33

4.2. Gambaran Umum Kondisi Pengeloaan Sampah di Depok ...........

37

V. RELASI KUASA PENGELOLAAN SAMPAH ...................................

47

5.1. Gambaran Alur Perpindahan Sampah ...........................................

47

5.1.1. Relasi Kuasa Sampah Tingkat Rumah Tangga ..................

48

5.1.2. Relasi Kuasa Sampah Tingkat Bak Sampah ......................

60

5.1.3. Relasi Kuasa Sampah Tingkat TPS ....................................

69

5.1.4. Relasi Kuasa Sampah Tingkat TPA ...................................

79

5.2. Relasi Kuasa pada Tataran Kebijakan Pengelolaan
Sampah ..........................................................................................

97

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

108

6.1. Kesimpulan ...................................................................................

108

6.2. Saran ........................................................................................... ..

112

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

114

LAMPIRAN ...................................................................................................

117

DAFTAR TABEL

Halaman
1.

Proyeksi Penduduk Kota Depok 2010 – 2020 …………………............

37

2.

Jumlah Pengangkutan Sampah Setiap Kendaraan …………………......

40

3.

Data Kendaraan Operasional Pengangkut Sampah ……………............

41

4.

Data Alat Berat Operasional di TPA di Cipayung …………………….

41

5.

Sumber Sampah dan Model Pelayanan Sampah Kota Depok …...........

42

6.

Rincian Penggunaan Tanah Areal TPA Cipayung ………………….....

45

7.

Uraian Luas Area TPA dan Kapasitas Area Penimbunan ……………..

46

8.

Aktor dan Kepentingan Aktor terkait TPA Cipayung …………………

80

9.

Rencana Program dan Kegiatan Prioritas DISHUB, Tahun 2013…........

101

10. Rencana Program dan Kegiatan Prioritas DKP, Tahun 2013 ………..... 102
11. Rencana Program dan Kegiatan Prioritas DIBIMASDA, Tahun 2013 ....

103

12. Rencana Program dan Kegiatan Prioritas DKUP, Tahun 2013 ……….. 103

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.

Jenis Sampah …………………………………………………………..

10

2.

Kerangka Pemikiran ……………………………………………………

26

3.

Pembagian Administrasi Kota Depok Paska Pemekaran Tahun 2008 .....

34

4.

Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2006 – 2010 ……………………

36

5.

Struktur Organisasi DKP Kota Depok …………………………………

38

6.

Struktur Organisasi UPTD TPA Cipayung ………………………….....

39

7.

Pola Alur Pengelolaan Sampah ………………………………………...

43

8.

Kondisi Areal TPA Cipayung dan Sekitarnya …………………………

46

9.

Alur Perpindahan Sampah ……………………………………………..

47

10. Relasi Antar Aktor terkait TPA Cipayung ……………………………..

80

 

 

I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Persoalan sampah masih menjadi masalah serius di Kota Depok. Hal ini

dibuktikan dengan masih ditemukannya tumpukan sampah di berbagai sudut
Kota, sebagai potret buram buruknya penanganan sampah di kota ini. Masih
adanya pembuang sampah liar di beberapa tempat di wilayah Kota Depok,
diantaranya di Jl. Kavling DPR kelurahan Serua(Jurnal Depok, edisi Minggu : 22
Juli 2012), adanya sejumlah Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar di Jl. Raya
Pengasinan (Monitor Depok, edisi Selasa : 31 Juli 2012), adanya tumpukan
sampah liar di Jl. Raya Ciputat-Parung (Jurnal Depok, edisi Minggu : 2
September 2012).Belum optimalnya penampungan dan tempat pembuangan
sampah di kelurahan Bakti Jaya dan adanya TPS liar di Jl. Raya Citayam, yang
sampahnya sudah meluber hingga ke badan Kali Baru (Jurnal Depok, edisi Selasa
: 4 September 2012).
Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (DKP)
tahun 2012, timbulan sampah yang dihasilkan Kota Depok semakin meningkat
seiring dengan laju pertumbuhan penduduknya yang telah mencapai ± 1,8 juta
jiwa pada tahun 2012, dengan asumsi sampah yang dihasilkan per orang per hari
sebanyak 2,5 liter sampah, maka jumlah sampah yang dihasilkan di Kota Depok
adalah 4.500 M³ per hari. Sampah-sampah yang langsung diangkut ke TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) sampah oleh truk pengangkut sampah, sebanyak 57
buah truk yang mengangkut dengan volume 10M³ dan hanya mampu beroperasi
sebanyak 2 rit per hari. Dengan demikian maka kemampuan truk mengangkut
sampah hanya 1.140 M³ per hari, sehingga diperkirakan masih perlu 225 truk
untuk mengangkut

4.500 M³ sampah. Dari jumlah 1.140 M³ ini, yang mampu

diolah UPS (Unit Pengolah sampah) hanya sekitar 570 M³/hari. Apabila dibuat
prosentase maka jumlah sampah yang terangkut hanya 25,3% sedangkan yang
diolah di UPS yaitu hanya 12,6%. Jadi, sampah yang ditangani yaitu 1.710 M³
per hari atau hanya 37,9 %, sehingga masih ada sekitar 62,1 % merupakan sisa
sampah yang belum tertangani atau belum dapat diolah setiap harinya di Kota


 

Depok. Hal ini akan menjadi masalah serius karena jumlah sampah akan terus
bertambah setiap harinya.
Pola hidup masyarakat yang semakin konsumtif bisa mengakibatkan
bertambahnya jumlah timbulan sampah, yang pada akhirnya meningkatkan beban
TPA karena adanya ketidaksanggupan TPA menampung jumlah timbulan sampah
yang semakin hari semakin bertambah (Handono, 2010). Selain itu, timbulan
sampah di perkotaan makin meningkat jumlahnya seiring bertambahnya jumlah
penduduk dan banyaknya kegiatan yang terus memusat di perkotaan (sentralisasi
kota). Sampah-sampah yang jumlahnya terus meningkat, dan tak sepenuhnya
dapat ditanggulangi, akhirnya menimbulkan masalah antara lain masalah
kebersihan/keindahan, kesehatan dan/atau lingkungan hidup kota, bahkan karena
terlalu banyaknya sampah yang masuk ke TPA bisa mengakibatkan keresahan
masyarakat meningkat, penuhnya TPA dan susah penanganannya karena sampah
hanya ditumpuk begitu saja. Pernyataan mengkhawatirkan dari pemerintah Kota
Depok yang memprediksi bahwa pada tahun mendatang, TPA Cipayung tak
mampu lagi menampung sampah dari masyarakat, pada tahun mendatang TPA
Cipayung akan overload1 (Jurnal Depok, Jum’at 21 September 2012.)
Menurut Hidayat (2008) pada awal pengoperasiannya, sampah yang
masuk ke TPA langsung diolah sehingga tidak menimbulkan permasalahan bagi
masyarakat sekitar, tetapi dalam perkembangannya, pengelolaan TPA menjadi
semakin buruk. Sampah yang sebelumnya ditimbun dari waktu ke waktu berubah
menjadi hanya ditumpuk dan dibiarkan saja, hal ini menimbulkan protes dari
warga sekitar TPA. Semakin meningkatnya volume timbulan sampah tersebut
dikhawatirkan akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, baik
langsung maupun tidak langsung bagi penduduk Kota Depok.

1

Pernyataan overload ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan pada waktu
itu, Bpk. Ulis Sumihardi. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, ada indikasi fenomena itu
terjadi apabila tidak dilakukan perluasan TPA. Indikasi overload yaitu sampah yang sudah
menggunung melebihi 13 mtr (pernyataan ini disampaikan juga oleh Kabid Pelayanan Kebersihan
DKP), dokumentasi foto yang memperlihatkan sampah sudah meluber sampai ke sempadan
Sungai/Kali Pesanggrahan.

3
 

Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang terkelola dengan
baik dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, timbulnya berbagai
penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pada pernapasan, dan
menurunnya nilai estetika lingkungan, sedangkan dampak tidak langsung yang
dapat terjadi di antaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh
terhambatnya arus air sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke
sungai.
Mengatasai permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan usaha
pengurangan sampah mulai dari sumbernya. Penanganan masalah sampah tidak
hanya menjadi tanggungjawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok
saja, akan tetapi menjadi tanggungjawab bersama. Masyarakat sebagai produsen
sampah diharapkan mampu mengelola dan mengurangi jumlah sampah yang ada.
Mengacu pada peraturan perundang-undangan No. 18 tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah. Pada pasal 6 disebutkan antara lain :
• Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah,
• Memfasilitasi mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan
penanganan dan pemanfaatan sampah,
• Mendorong dan menfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan
sampah,
• Melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha
agar terjadi keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Begitu juga dengan pasal 12 ayat (1),UU No. 18/2008 yang menyebutkan
bahwa ; Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan
cara yang berwawasan lingkungan. Didukung oleh Peraturan pemerintah nomor
81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
rumah tangga, pada pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa ; Setiap orang wajib
melakukan pengurangan dan penanganan sampah. Begitu juga halnya dengan
kesiapan Pemerintah Kota Depok, saat ini Pemerintah Kota Depok telah
menetapkan pengelolaan persampahan menjadi program utama yang termasuk


 

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).Dalam
RPJMD tersebut Pemerintah Kota Depok berinisiatif membuat suatu pengolahan
sampah pada tingkat kawasan Kelurahan yang sekarang dikenal dengan Unit
Pengolahan Sampah (UPS). Pembangunan UPS tersebut juga merupakan bentuk
implementasi dari UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Melalui
UPS, sampah yang dihasilkan oleh warga akan diolah seluruhnya.
Penanganan masalah sampah tidak hanya menjadi tanggungjawab Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok saja, akan tetapi menjadi tanggungjawab
bersama. Masyarakat sebagai produsen sampah diharapkan mampu mengelola
dan mengurangi jumlah sampah yang ada. Kegiatan yang telah dilakukan di
antaranya memilah sampah dan mengolahnya kembali menjadi barang yang
berguna. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat membantu
Pemerintah dalam mewujudkan kota yang bersih dan teratur. Padmowihardjo
(2001) mengatakan partisipasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan
baik sendiri (individu) maupun secara kolektif untuk mencapai tujuan. Partisipasi
dalam penanganan sampah dapat menyebabkan perubahan dalam pemikiran dan
tindakan setiap individu dalam meningkatkan kebersihan di lingkungan tempat
tinggal mereka masing-masing.
Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana pengolahan, lemahnya
manajemen pengelolaan mengakibatkan tidak terurusnya tumpukan sampah yang
menggunung di TPA. Bau sampah yang menusuk karena truk yang lewat dan
sampah berceceran di jalan menuju TPA, juga mengakibatkan komunitas sekitar
TPA tidak simpatik terhadap Pemkot, sehingga tercipta hubungan yang kurang
harmonis dengan sebagian komunitas sekitar TPA.

Kondisi tersebut pada

akhirnya memicu timbulnya konflik antara TPA dan komunitas yang tidak dapat
terelakkan lagi

(Handono, 2010). Tingkat penolakan komunitas terhadap

keberadaan TPA semakin meningkat, perlawanan oleh komunitas melalui Forum
Masyarakat Cipayung (FORMAC) semakin intens dilakukan, tetapi di lain pihak
FKMP-TPAS (Forum Komunikasi Masyarakat Pemantau-Tempat Pembuangan
Akhir Sampah) tetap tenang bahkan mereka mensosialisasikan beberapa program
kesehatan untuk masyarakat sekitar TPA Cipayung Kota Depok.

5
 

Selain FKMP-TPAS, sebagian besar Lampak dan Pemulung yang wilayah
operasinya di TPA Cipayung, juga tidak banyak ambil peduli terhadap keberatan
FORMAC. Hal ini bisa disadari karena memang area itu jadi lahan utama usaha
mereka. Merujuk pada perspektif kekuasaan yang dikemukakan oleh Foucault,
bahwa kekuasaan dimaknai sebagai kompleks strategi yang dijalankan pihak
tertentu dengan tujuan mendorong pihak lain untuk patuh atau taat, atau membuat
pihak lain tunduk, atau membuat pihak lain memberi dukungan terhadap pihak itu
(Maring, 2010). Dalam situasi itu, kekuasaan bagaikan perang bisu yang bisa
melahirkan ragam hubungan berupa konflik, perlawanan dan kolaborasi antar
pihak. Kekuasaan yang terkonstruksi dalam tujuan yang menggerakkan pilihan
strategi, mekanisme dan taktik tertentu untuk mewujudkan tujuan itu. Pilihan
strategi, mekanisme dan taktik itu menentukan corak hubungan yang terjadi
apakah konflik, perlawanan atau kolaborasi. Disini terlihat adanya hubungan
antara kekuasaan dengan konflik, perlawanan dan kolaborasi seperti yang
dilakukan antar aktor yang terlibat, lebih khusus antara Forum Masyarakat,
Pemkot Depok, Lampak Pemulung dan yang lainnya.
Hubungan-hubungan kekuasaan itu terjadi, karena di antara para aktor
yang ber-relasi sudah mengandung kekuasaan dan ada kepentingan-kepentingan
di antara para aktor itu. Hubungan-hubungan kekuasaan tersebut, dapat dilihat
ketika para aktor melakukan perlawanan terhadap Pemkot, juga ketika terjadi
kolaborasi antara Pemkot dengan Forum masyarakat lain dan Lampak Pemulung.
Di samping itu, hubungan-hubungan kekuasaan di atas terjadi karena adanya
Kebijakan Pemkot dan Kepentingan masing-masing pihak, sehingga terjadi
perlawanan dan kolaborasi sebagai wujud penolakan dan penerimaan terhadap
kebijakan itu.
Paparan diatas, semakin memperjelas pemahaman kita bahwa pengelolaan
atau penanganan sampah di lokasi penelitian ini tidak sesederhana seperti yang
dibayangkan. Pengelolaan atau penanganan sampah ini ternyata melibatkan
berbagai aktor dengan beragam kepentingan, seperti masalah citra (kebersihan
kota), masalah kesehatan (lalat, penyakit), masalah lingkungan (bau, bising,
pencemaran air sumur), masalah politik (DPRD) hingga masalah ekonomi (barang
pulungan, tenaga kerja, retribusi dsb).


 

Relasi antar beragam aktor tersebut, juga tidak selalu sama, bisa berbentuk
konflik, kolaborasi, dominasi bahkan eksploitatif. Oleh sebab itu, masalah relasi
kekuasaan dalam pengelolaan atau penanganan sampah ini menjadi menarik dan
penting untuk dikaji. Dalam konteks diatas, melalui penelitian ini diupayakan
mencari jawaban dan menyoroti berbagai relasi aktor yang diperkirakan
memberikan warna terhadap terjadinya konflik, perlawanaan dan kolaborasi
bahkan eksploitatif dalam penanganan atau pengelolaan sampah di TPA
Cipayung, Kota Depok.

1.2.

Pertanyaan Penelitian
Penelitian dalam tesis ini lebih mengkaji pada kekuasaan, atau relasi kuasa

antar aktor di dalam hubungan-hubungan sosial yang terbangun dalam medan
interaksi pengelolaan sampah di TPA Cipayung, Kota Depok, sehingga untuk
menganalisis lebih dalam, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian, sbb :
1.

Bagaimana masing-masing aktor menjalankan kekuasaan dalam pengelolaan
sampah di TPA Cipayung Kota Depok ?

2.

Apa saja kepentingan masing-masing aktor dalam proses interaksi
pengelolaan sampah di kawasan TPA Cipayung, Kota Depok ?

3.

Apa saja kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing aktor ketika
berhubungan dengan aktor lainnya ?

1.3.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian yang dihadapi, maka

tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah:
1.

Menganalisis bagaimana para aktor menjalankan kekuasaan di medan
interaksi pengelolaan sampah TPA Cipayung Kota Depok.

2.

Memetakan para aktor dan kepentingannya dalam pengelolaan sampah di
TPA Cipayung, Kota Depok

3.

Menganalisis relasi dan basis kekuasaan aktor yang terlibat dalam
pengelolaan sampah di kawasan TPA Cipayung Kota Depok.

7
 

1.4.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi

berbagai pihak yang berkepentingan. Manfaat penelitian ini adalah :
1.

Sebagai bahan informasi dalam pengelolaan sampah di kota Depok.

2.

Sebagai masukan bagi pemerintah dalam menetapan kebijakan terutama
dalam pengelolaan sampah yang melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan di kota Depok.

3.

Untuk menerapkan teori yang telah didapat guna menganalisis permasalahan
yang ada dalam masyarakat dan memberikan alternatif pemecahannya bagi
peneliti.

4.

Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian berikutnya.

 

 

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Klasifikasi Sampah

2.1.1. Penggolongan sampah
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan
limbah padat. Limbah itu sendiri pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang
atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan
tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai
ekonomi yang negatif. Sampah mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk
membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, di
samping itu juga mencemari lingkungan (Sa’id, 1998).
Dewi (2008) mengemukakan bahwa sampah adalah material sisa yang
tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan
konsekuensi dari adanya aktivitas manusia, namun pada prinsipnya sampah adalah
suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia
maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah lebih rinci dibagi
menjadi :
1. Sampah manusia, merupakan buangan yang dikeluarkan oleh tubuh manusia
sebagai hasil pencernaan. Tinja dan air seni adalah hasilnya. Sampah manusia
tersebut dapat berbahaya bagi kesehatan karena bisa menjadi vektor penyakit
yang disebabkan oleh bakteri dan virus;
2. Limbah, merupakan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik.
Limbah cair rumah tangga umumnya dialirkan ke saluran tanpa proses
penyaringan seperti sisa air mandi, bekas cucian, dan limbah dapur. Sementara
itu, limbah pabrik perlu diolah secara khusus sebelum dilepas ke alam bebas
agar lebih aman. Namun tidak jarang limbah bahaya tersebut disalurkan ke
sungai atau laut tanpa penyaringan;
3. Refuse (sampah), diartikan sebagai bahan sisa proses industri atau hasil
sampingan kegiatan rumah tangga. Sampah tersebut dibagi menjadi sampah
lapuk, sampah tidak lapuk, dan tidak mudah lapuk;
4. Bahan sisa industri, umumnya dihasilkan dalam skala besar dan merupakan
bahan buangan dari sisa proses industri.


 

2.1.2. Sumber-sumber sampah
Menurut Suriawiria (2003) sampah berdasarkan sumbernya digolongkan
dalam dua kelompok besar yaitu : (1). Sampah domestik, yaitu sampah yang
sehari-hari dihasilkan yang bersumber dari aktivitas manusia secara langsung,
baik dari rumah tangga, pasar, sekolah, pusat keramaian, pemukiman, dan rumah
sakit; (2). Sampah non-domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan yang
bersumber dari aktivitas manusia secara tidak langsung, baik dari pabrik, industri,
pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, dan transportasi.
Berdasarkan bentuknya, sampah digolongkan ke dalam tiga kelompok
besar yaitu : (1). Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa tanaman,
hewan, kotoran ataupun benda-benda lainnya yang bentuknya padat; (2). Sampah
cair, yaitu sampah yang berasal dari buangan pabrik, industri, pertanian,
perikanan, peternakan atau pun manusia yang berbentuk cair, misalnya air
buangan dan air seni; (3). Sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot
kendaraan bermotor, dan cerobong pabrik yang semuanya berbentuk gas atau
asap.
Menurut Nila (2012) berdasarkan jenisnya, sampah dibedakan menjadi dua
kelompok besar yaitu : (1). Sampah organik, yaitu jenis sampah yang sebagian
besar tersusun oleh senyawa organik (sisa tanaman, hewan atau kotoran); (2).
Sampah anorganik, yaitu jenis sampah yang tersusun oleh senyawa anorganik
(plastik, botol, logam). Jenis sampah organic dan an organic ini, secara lebih jelas
bisa dilihat seperti pada Gambar 1.

10
 

Gambar 1. Jenis Sampah

2.1.3. Manfaat Sampah
Suriawiria (2003) mengemukakan bahwa sampah, apapun jenis dan
sifatnya, mengandung senyawa kimia yang sangat diperlukan oleh manusia secara
langsung atau tidak langsung, yang terpenting sampai berapa jauh manusia, dapat
menggunakan dan memanfaatkannya. Penggunaan dan pemanfaatan sampah
untuk kesejahteraan manusia, sudah sejak lama dilakukan, antara lain :
1.

Pengisi tanah
Di Jakarta sekarang pertumbuhan tempat-tempat pemukiman baru yang
asalnya rawa ataupun tanah berair lainnya. Akibat adanya timbunan sampah
yang kemudian digunakan untuk menimbun rawa yang berlubang akhirnya
menjadi tempat permukiman.

2.

Sumber pupuk organik
Kompos adalah sejenis pupuk organik yang sangat dibutuhkan khususnya
oleh petani sayuran. Kompos banyak dibuat dari sampah, walaupun akhirakhir ini kehadiran plastik merupakan masalah yang belum sepenuhnya
teratasi.

11 
 

3.

Sumber humus
Bahan dari galian dapat meningkatkan kerekahan, kimia, hidrologi dalam
fisik tanah. Hal tersebut menjadi tujuan utama para petani. Kehadiran bahan
organik dalam bentuk humus di dalam tanah, dapat meningkatkan
kemampuan tanah untuk menyerap dan mempertahankan air, serta lebih
effisiensi dalam menggunakan pupuk, menggunakan sampah sebagai sumber
humus telah sejak lama digunakan..

4.

Media penanaman jamur
Sampah dapat digunakan sebagai media/tempat penanaman jamur.

5.

Penyubur plankton
Jumlah sampah organik yang tinggi dalam perairan mengakibatkan plankton
tumbuh dengan subur, dengan suburnya plankton maka subur pula
pertumbuhan dan perkembangan ikan yang ada di dalamnya, karena plankton
sumber makanan utama ikan. Dengan menambahkan kompos kedalam kolam
ikan akan meningkatkan hasil ikan di India dan Pakistan (Suriawiria, 2003).

6.

Bahan pembuat biogas
Sampah merupakan sumber energi baru yang saat ini telah dicoba digunakan.
Peranan sampah di dalam program penyediaan energi telah lama diketahui
yaitu : a). Bahan bakar untuk penggerak mesin pembangkit listrik; b). Bahan
baku untuk proses fermentasi dalam pembuatan biogas.

7.

Bahan baku pembuat bata
Jepang dan Jerman Barat merupakan negara pelopor penggunaan sampah
sebagai bahan baku di dalam pembuatan bata (briket). Ternyata tanah bahan
yang dicampur dengan hancuran sampah mempunyai nilai bata yang lebih
baik kalau dibandingkan dengan hanya tanah atau sampah saja (Suriawiria,
2003).

8.

Media produksi vitamin
Salah satu jenis mikroorganisme penghasil vitamin (Vitamin B12) ternyata
sangat subur pertumbuhannya di dalam media yang dicampur dengan ekstrak
sampah. Untuk hal ini telah banyak lembaga peneliti yang mencoba meneliti
lebih lanjut peranan sampah sebagai bahan media pertumbuhan jasad

12
 

penghasil vitamin tersebut, antara lain yang sudah berhasil adalah Amerika
Serikat, Jepang, Jerman Barat dan Swedia (Suriawiria, 2003).
9.

Bahan makanan ternak
Sampah dapat disamakan sebagai bahan makanan ternak baik secara
langsung maupun melalui proses fermentasi.

10. Media produksi PST (protein sel tunggal)
PST adalah jenis protein baru yang dibuat melalui aktivitas mikroorganisme
(mikroalgae, jamur dan bakteri). PST akan menjadi sumber protein
penyelamat masa mendatang kalau produksi protein secara konvensional
(melalui

pertanian,

peternakan

dan

perikanan)

tidak

mencukupi.

Mikroorganisme penghasil PST sangat subur pertumbuhannya di dalam
media yang terbuat dari sampah, seperti yang dibuktikan di Jepang dan
Amerika Serikat (Suriawiria, 2003).

2.2.

Pengelolaan Sampah
Dewi (2008) mengemukakan tahap distribusi mempunyai peranan penting

dalam proses pengelolaan sampah. Hierarki lalu lintas sampah dimulai dari tingkat
terendah, yaitu rumah tangga hingga tempat pembuangan akhir (TPA). Sebelum
diolah, sampah menyusuri tiga alur pendistribusian yang saling berkaitan, yaitu :
1. Penampungan sampah.
Penampungan sampah di tingkat rumah tangga memegang posisi terdepan.
Sejak awal pengelolaan sampah telah dipilah berdasarkan jenisnya, yaitu
sampah organik atau anorganik. Selain itu, sampah yang hendak dibuang harus
dikemas rapih dalam kantong khusus (bioplastik) atau kantong plastic biasa. Di
beberapa taman lingkungan dan lokasi publik strategis, pemisahan sampah
dapat dilakukan dengan menyediakan dua tempat sampah kering dan basah
sekaligus. Sebelum diangkut oleh petugas kebersihan, sampah ditampung
sementara dalam wadah. Agar lebih efisien dan efektif, tempat sampah dapat
pula dibuat dengan pemanfaatan barang bekas seperti karung plastik, drum,
kotak kayu, dan ember. Wadah yang digunakan untuk penampungan sampah
haruslah memiliki empat kriteria utama, yaitu : (a) mudah dibersihkan; (b)
tidak mudah rusak; (c) dapat ditutup rapat; (d) ditempatkan di luar rumah.

13 
 

2. Pengumpulan dan pembuangan sampah.
Sampah yang telah dibuang pada tingkat rumah tangga sudah mulai diserbu
oleh pemulung. Pada tahap pengumpulan oleh para pemulung atau pengepul,
sampah biasanya dipilah secara sederhana menjadi tiga jenis, yaitu : (a) sampah
layak kompos dengan jumlah terbesar 50%; (b) sampah layak jual sebanyak
16% dan; (c) sampah layak buang sebesar 34%. Sampah yang sudah ada setiap
beberapa waktu tertentu akan dikumpulkan oleh petugas kebersihan tingkat
RT/RW atau Kotamadya. Umumnya tahap pengumpulan sampah di daerah
padat penduduk dilakukan instansi terkait sekitar 2-3 hari sekali. Sementara itu,
jadwal pengambilan sampah di lokasi rumah yang terpencar-pencar
dilaksanakan sekitar satu kali perminggu sampai sampah terkumpul agak
banyak. Sampah diangkut dengan menggunakan truk sampah atau gerobak
tarik menuju lokasi yang telah disepakati.
3. Pengolahan sampah.
Proses pengolahan sampah terpadu dilakukan dengan menerapkan upaya cegah
(reduce) dan upaya pakai ulang (reuse) dengan tujuan agar sampah tidak
sampai terbentuk. Upaya tersebut dilakukan pada tingkat terendah, yaitu pada
pemakaian barang, dan proses daur ulang sampah dilakukan dengan sangat
sederhana. Setelah dicacah dan dilelehkan, materi tersebut dicetak menjadi
bahan siap pakai. Metode untuk memusnahkan dan pemanfaatan sampah
dilakukan dengan beberapa cara di antaranya :
(1)

Membuang dalam lubang dan ditutup dengan selapis tanah, yang
dilakukan lapis demi lapis, sehingga sampah tidak di ruang terbuka;

(2)

Sampah dibuang ke dalam lubang tanpa ditimbun oleh lapisan tanah;

(3)

Membuka dan membuang sampah di atas permukaan tanah;

(4)

Membuang sampah di perairan, misalnya di sungai atau di laut;

(5)

Pembakaran

sampah

secara

besar-besaran

dan

tertutup

dengan

menggunakan insinerator;
(6)

Pembakaran sampah dengan insinerator yang dilakukan oleh perorangan
dalam rumah tangga;

(7)

sampah sayuran diolah untuk pakan ternak;

14
 

(8)

Pengelolaan sampah organik menjadi pupuk yang bermanfaat untuk
menyuburkan tanah;

(9)

Sampah dihaluskan kemudian dibuang ke dalam saluran air;

(10) Pendaur ulang barang-barang yang masih bisa dipakai
(11) Reduksi, menghancurkan sampah menjadi bagian kecil-kecil dan
hasilnya dimanfaatkan.
Menurut Suriawiria (2003) pengumpulan sampah merupakan berbagai cara
dan usaha untuk mengelola sampah agar lingkungan menjadi bersih, sehat dan
nyaman. Pengelolaan sampah di TPA terdiri atas membuka membuang sampah di
permukaan, membuang sampah ke dalam lubang tanpa ditimbun oleh lapisan
tanah, insinerator, pembuatan kompos dan teknologi baru (menggunakan kembali,
mengurangi, dan mendaur ulang). Partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan
sampah harus diperhatikan ketersediaan tempat sampah di rumah, ketersediaan
TPS, ketaatan pembayaran iuran, dan ketaatan membuang sampah di tempat yang
telah ditentukan.
Sudradjat (2006) mengemukakan model pengelolaan sampah di Indonesia
ada dua macam, yaitu : urugan dan tumpukan. Model pertama yaitu Model urugan
merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah dibuang di lembah atau
cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urugan atau model buang dan pergi ini
bisa dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman di
bawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, polusi pada air sungai, longsor, atau
penurunan estetika lingkungan. Urugan merupakan model pengelolaan sampah
yang umum dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu
besar. Pengelolaan sampah yang kedua yaitu Model tumpukan, model tersebut
dilaksanakan secara lengkap, sama dengan tekhnologi aerobik. Pada model
tumpukan dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengolahan air buangan
(leachate), dan pembakaran akses gas metan (flare). Model tumpukan banyak
diterapkan di kota-kota besar. Namun pada kenyataannya di lapangan, model
tumpukan umumnya tidak lengkap, tergantung dari kondisi keuangan dan
keperdulian

pejabat

masyarakatnya.

daerah

setempat

akan

kesehatan

lingkungan

dan

15 
 

2.2.1. Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Widyatmoko (2001) mengatakan tempat pemrosesan akhir (TPA) yang
dikenal dengan sanitary landfill adalah sistem pembuangan sampah dengan cara
dipadatkan dan ditutupi serta dilapisi tanah setiap hari. Dalam sistem TPA akan
terjadi proses dekomposisi sampah secara kimia, biologi, dan fisik yang
menghasilkan gas-gas dan bahan organik. Air hujan yang jatuh pada lokasi TPA