Faktor-faktor yang berhubungan dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung kota Depok tahun 2010

(1)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2010 Annisa Mausulli


(2)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, September 2010

ANNISA MAUSULLI, NIM : 106101003286

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Pengolahan Sampah Di TPA Cipayung Kota Depok Tahun 2010

(xvii + 107 halaman, 19 tabel, 8 gambar, 45 lampiran) ABSTRAKSI

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja, salah satu Penyakit Akibat Kerja adalah dermatitis. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Pekerja pengolahan sampah adalah pekerja yang keseharianya kontak dengan sampah, dimana mereka menyortir sampah yang terkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) hingga mengolahnya menjadi kompos. Berdasarkan komposisi sampah yang diolah oleh pekerja pada saat melakukan pekerjaanya, pekerja tersebut dapat dikatakan beresiko dermatitis kontak iritan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok Tahun 2010. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juli sampai bulan Agustus tahun 2010 di TPA Cipayung. Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh pekerja pengolahan sampah yang masih aktif bekerja sampai tahun 2010.

Diketahui dari hasil penelitian dan analisis bivariat bahwa faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan dermatitis kontak ialah usia dengan pvalue 1,000, jenis kelamin dengan pvalue 1,000, kondisi kulit dengan pvalue 0,476, pengetahuan dengan pvalue 0,341, riwayat alergi dengan pvalue 0,464, dan personal hygiene dengan pvalue 0,751. Dan faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak ialah durasi pajanan dengan pvalue 0.038 dengan nilai OR 0,187 dan penggunaan APD dengan pvalue 0,083 dengan OR 0,405.

Saran yang dapat diajukan adalah dengan penyediaan alat penjapit, memberikan pelatihan mengenai hal-hal yang dapat menggangu keselamatan dan kesehatan pekerja tersebut selama bekerja, penyuluhan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat, membentuk tim pengawas yang bukan hanya mengawasi proses kerja tetapi juga penggunaan APD, Memberikan peringatan ataupun sangsi bagi pekerja yang tidak patuh dalam menggunakan APD, penyediaan dan pemeliharaan APD yang rutin, dan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan berkala.

Daftar bacaan : 32 (1990 – 2010)


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA PEKERJA PENGOLAHAN SAMPAH DI TPA

CIPAYUNG KOTA DEPOK TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, September 2010

dr.H.Yuli Prapancha Satar, MARS Pembimbing Skripsi I

Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM Pembimbing Skripsi II


(4)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Sep\tember 2010

Penguji I

(dr.Yuli P.Satar, MARS)

Penguji II

(Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM)

Penguji III

(dr.Rahmania Andini, MKK)


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Annisa Mausulli

TTL : Depok, 18 Januari 1988 Jenis Kelamin : Perempuan Status : Belum Menikah Agama : Islam

Ponsel : 08569740645 / 021-91959493 / 021-77828638 Alamat : Taman Manggis Permai blok U/10 Depok 1645 E-mail : aniezmausulli@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

1994 – 2000 : SDN Mekar Jaya XI Depok 2000-2003 : SMPN 3 Depok

2003-2006 : SMAN 3 Depok

2006 – sekarang : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT, yang selalu cinta dan dekat dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pengolahan Sampah Di TPA Cipayung Kota Depok Tahun 2010”. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat. Untuk itu penulis berterima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Ayah dan Ibuku, terima kasih atas didikan, cinta dan semangat hidup selama ini. Adik-adikku, Nenekku, Kakekku, Tanteku dan Omku, terima kasih telah memberikan dukungan kepadaku, moril kepadaku.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dosen Pembimbing I.

4. Ibu Riastuti, SKM. MKM, selaku Dosen Pembimbing II, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.


(7)

6. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku Koordinator K3 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Bapak Candra dan Reza selaku penangung jawab TPA Cipayung, beserta seluruh staf yang telah bekerjasama dengan baik selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian di tempat tersebut.

9. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ’06 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik.

10. Penyemangatku dan Sahabat-sahabatku Q’mbung, dita, agit, emy, abel, dan windy, icha, pipit terima kasih telah menemani dari awal hingga akhir penelitian ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), khususnya mengenai dermatitis kontak akibat kerja.

Jakarta, September 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAKSI ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ...iii

LEMBAR PENGESAHAN ...vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ...v

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ...xv

DAFTAR ISTILAH...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus... ...7

1.4 Manfaat Penelitian...8

1.3.1 Manfaat Bagi Pekerja... 8


(9)

1.3.2 Manfaat Bagi Peneliti... ...8

1.3.1 Manfaat Bagi Pemerintah Kota Depok ...8

1.3.2 Manfaat Bagi Fakultas... ...8

1.4 Ruang Lingkup... ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...10

2.1 Dermatitis Kontak Iritan ...10

2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak...10

2.1.2 Jenis Dermatitis Kontak...11

2.1.3 Gejala Dermatitis Kontak...12

2.1.4 Diagnosis...13

2.2 Sampah...13

2.2.1 Definisi sampah... ...13

2.2.2 Pengolahan... ...14

2.3 Pekerja... 18

2.3.1 Definisi Pekerja... 18

2.3.2 Definisi Pengolahan sampah...18

2.4 Faktor zat...18

2.4.1 Sifat zat...18

2.4.2 Lama pajanan...20

2.5 Faktor Lingkungan...22

2.5.1 Suhu dan kelembaban...22

2.5.2 Radiasi...22


(10)

2.6 Faktor individu...………. ...23

2.6.1 Daerah kulit...23

2.6.2 Kondisi kulit... 26

2.6.3 Jenis kelamin...27

2.6.4 Ras... ...27

2.6.5 Riwayat alergi... ..29

2.6.6 Pekerjaan sebelumnya...30

2.6.7 Usia...30

2.6.8 Personal Hygiene...32

2.6.9 APD...37

a.Jenis, Fungsi, dan syarat...37

b. Tujuan dan Manfaat... 39

c. Penatalaksanaan Penggunaan APD... 41

d. Dasar hukum...38

2.6.10 Pengetahuan...43

2.7 Kerangka Teori...45

BAB III KERANGKA KONSEP,DEFINISI OPERASIONAL...48

3.1 Kerangka konsep...48

3.2 Definisi Operasional ...50

3.2 Hipotesis ... ...54


(11)

BAB IV METODELOGI PENELITIAN ………. 55

4.1 Jenis Penelitian ………. ...55

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………...55

4.3 Populasi dan Sampel …………... ...55

4.4 Instrumen Penelitian ………. ...57

4.5 Jenis Data...………... 58

4.6 Pengumpulan Data...58

4.7 Pengolahan Data...61

4.8 Analisa Data ………. 63

4.8.1 Analisis Univariat ………. 63

4.8.2 Analisis Bivariat ………...63

BAB V HASIL...………. 64

5.1 Gambaran umum..………. ...64

5.1.1 TPA Cipayung...64

5.1.2 Proses kerja...66

5.2 Analisis univariat...………...68

5.2.1 Gambaran Kejadian dermatitis...68

5.2.2 Gambaran Durasi pajanan...69

5.2.3 Gambaran Faktor Individu...70

a. Gambaran jenis kelamin...70

b. Gambaran usia... ..71

c. Gambaran Kondisi kulit... 71


(12)

d..Gambaran pengetahuan...72

e. Gambaran riwayat alergi...73

f. Gambaran Personal Hygiene...74

g. Gambaran penggunaan APD...75

5.3 Analisis bivariat...………...76

5.3.1 Hubungan antara Durasi Pajanan dengan kejadian dermatitis kontak..76

5.3.2 Hubungan faktor individu dengan kejadian dermatitis kontak...77

a. Hubungan usia dengan kejadian dermatitis kontak...78

b. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak...79

c. Hubungan Kesehatan kulit dengan kejadian dermatitis kontak...80

d.. Hubungan Pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak...80

e. Hubungan riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak...81

f. Hubungan personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak...82

g. Hubungan penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak....83

BAB VI PEMBAHASAN...………. 85

6.1 Keterbatasan Penelitian...85

6.2 Kejadian Dermatitis Kontak...86

6.3 Hubungan Durasi Pajanan dengan kejadian dermatitis kontak...87

6.4 Hubungan faktor individu dengan kejadian dermatitis kontak...89

a. Hubungan usia dengan kejadian dermatitis kontak...89

b. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak...91

c. Hubungan Kesehatan kulit dengan kejadian dermatitis kontak...92


(13)

d.. Hubungan Pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak...94 e. Hubungan riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak...95 f. Hubungan personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak...97 g. Hubungan penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak..100

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN...………....103 7.1 Kesimpulan...103 7.2 Saran...105

DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Iritasi Primer... 19

2.2 Jenis Radiasi UV... 23

5.1 Komposisi sampah...65

5.2 Distribusi Kejadian Dermatitis ………...68

5.3 Distribusi Durasi Pajanan Pekerja...69

5.4 Distribusi Jenis Kelamin Pekerja...70

5.5 Distribusi Usia Pekerja...71

5.6 Distribusi Kesehata Kulit Pekerja...72

5.7 Distribusi Pengetahuan Pekerja...73

5.8 Distribusi Riwayat Alergi...74

5.9 Distribusi Personal hygiene...75

5.10 Distribusi Penggunaan APD...76

5.11 Distribusi Durasi Pajanan dengan Kejadian Dermatitis………..77

5.12 Distribusi UsiaPekerja dengan Kejadian Dermatitis...78

5.13 Distribusi Jenis Kelamin Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...79

5.14 Distribusi Kesehatan Kulit Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...80

5.15 Distribusi Pengetahuan Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...81

5.16 Distribusi Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis...82

5.17 Distribusi Personal Hygiene Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...83

5.18 Distribusi Penggunaan APD Pekerja dengan Kejadian Dermatitis...84


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

2.1 Dermatitis pada tangan... ...24

2.2 Dermatitis pada wajah... 25

2.3 Dermatitis pada lengan... 25

2.4 Dermatitis pada kaki... ...26

2.5 Cara Mencuci Tangan dengan Antiseptik………34

2.6 Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air………..35

2.7 Kerangka teori………..45

3.1 Kerangka konsep………..49


(16)

DAFTAR ISTILAH

Dermatitis kontak iritan adalah peradangan yang disebabkan oleh zat yang ditemukan pada tempat kerja yang bersentuhan langsung dengan kulit. (CCOHS, 2010).

Sampah adalah semua jenis buangan yang bersifat padat atau semi padat yang dibuang karena tidak dipergunakan untuk tidak diinginkan. (Tchobano Glous)

Rotary Drum Composters adalah pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang dirancang khusus untuk proses pengomposan. Bahan-bahan mentah dihaluskan dan dicampur pada saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk mengaduk dan memberi aearasi pada kompos.

Box/Tunnel Composting System adalah pengomposan dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan-bahan mentah akan dihaluskan dan dicampur secara mekanik.

Pekerja pengolahan sampah adalah pekerja yang keseharianya kontak dengan sampah, dimana mereka menyortir sampah yang terkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) hingga mengolahnya menjadi kompos.

Iritasi primer adalah mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi. Iritasi primer atau langsung bertindak langsung pada kulit


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Izin Melakukan Penelitian

Lampiran 2 Kuesioner Lampiran 3 Hasil Diagnosis Lampiran 4 Analisis


(18)

ABSTRACT

Work Due to Illness is a disease caused by work, work tools, materials, processes and working environment, one of Illness Due to Work is dermatitis. Contact dermatitis caused by work is defined as a skin disease where the exposure in the workplace is a major causative factor and factor contributors. Waste processing workers are workers who keseharianya contact with garbage, where they sort the collected waste in the landfill (Solid Waste Disposal End) to process into compost. Based on the composition of the waste that is processed by a worker at the time doing his job, the worker can be said are at risk of irritant contact dermatitis.

The research is quantitative research with cross sectional design. This study aims to determine the factors associated with contact dermatitis in workers processing waste in the landfill Cipayung Depok City in 2010. This experiment was conducted during July to August in 2010 in landfill Cipayung. Population and sample research is all workers who are still active sewage treatment works until the year 2010.

It is known from the results of research and bivariate analysis that the factors that are not associated with contact dermatitis is the age with a p value 1.000, sex with a p value 1.000, the condition of the skin with pvalue 0.476, 0.341 pvalue knowledge, history of allergies with pvalue 0.464, and personal hygiene with pvalue 0.751. And factors associated with contact dermatitis is the duration of exposure with pvalue 0038 with OR 0.187, and the use of PPE with pvalue 0.083 with OR 0.405.

Suggestions that can be raised is by providing tools penjapit, providing training on matters that may interfere with the safety and health of workers during the work, counseling about the importance of clean living and healthy behaviors, forming a supervisory team who not only supervise the work process but also the use of PPE, Provide a warning or sanctions for workers who are not obedient in using PPE, PPE provision and routine maintenance, and medical examinations before work and periodically.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja (kalbe, 2010). Berdasarkan Keputusan Presiden No.22 tahun 1993, salah satu Penyakit Akibat Kerja adalah dermatitis. Dermatitis kerja adalah peradangan kulit yang menyebabkan gatal, nyeri, kemerahan, dan pembengkakan lepuh kecil. Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. (HSE, 2000).

Dermatitis kontak akibat kerja dapat terjadi pada berbagai jenis pekerjaan, baik sektor formal maupun informal. Salah satu sektor pekerjaan yang pekerjanya berpotensi terkena dermatitis kontak adalah pekerjaan yang berhubungan dengan kebersihan, yaitu petugas pengolahan sampah. Petugas pengolahan sampah dikatakan memiliki potensi terkena dermatitis kontak, karena jenis pekerjaannya yang basah, kontak dengan berbagai jenis sampah baik organik maupun anorganik yang mengandung zat-zat yang bersifat iritan, serta minimnya program kesehatan dan keselamatan kerja.

Data mengenai insidens dan prevalensi penyakit kulit akibat kerja sukar didapat, termasuk dari negara maju, demikian pula di Indonesia. Umumnya pelaporan tidak lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak terlaporkannya penyakit tersebut. Hal lain yang menyebabkan terjadinya variasi besar antarnegara adalah karena


(20)

sistem pelaporan yang dianut berbeda. Penelitian WHO pada pekerja tentang penyakit kerja di 5 (lima) benua tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit kulit (Dermatosis ) akibat kerja menempati urutan keempat, yaitu sebesar 10%. Sedangkan di beberapa negara maju yang telah berhasil mendata penyakit akibat kerja (PAK), seperti Amerika Serikat berdasarkan data dari Biro statistik tenaga kerja didapat angka 1,5% dari seluruh tenaga kerja yang terdaftar menderita dermatitis akibat kerja (DAK). Dermatosis tersering adalah dermatitis kontak, sebesar 21,3% yang merupakan terbanyak kedua (Astono dan Sudarja, 2002). Di Swedia persentase DAK 50 % dari seluruh jenis PAK dan di Inggris prevalensi dermatitis secara klinis didiagnosis meningkat antara 1990 dan 1995 dari 54.000 sampai 66.000 kasus. Sedang di Singapura, angka ini berkisar 20 %. Di Indonesia, insiden dermatitis kontak akibat kerja yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, yaitu sebanyak 50 kasus per tahun atau 11.9 persen dari seluruh kasus dermatitis kontak (citra, 2010).

Sedangkan untuk insiden dermatitis pada pekerja pengangkut sampah, berdasarkan penelitian Khairunnas di pasar tradisional johar kota semarang, diketahui 42 (60%) pekerja menderita dermatitis. Sslain itu juga berdasarkan penelitian Carina di kota palembang, didapatkan 61 pekerja (61%) menderita dermatitis. Dermatitis yang terjadi pada pekerja yang kontak dengan sampah dapat disebabkan oleh banyak hal, penyebab-penyebab tersebut dapat dilihat berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu seperti pada penelitian Hartanto pada petugas pengumpul sampah rumah tangga di Kota Magelang tahun 2004, diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara paparan, kebersihan perorangan, dan pemakaian APD dengan dermatosis pada petugas


(21)

pengumpul sampah rumah tangga. Selain itu dermatitis juga dapat terjadi karena higiene pribadi, seperti hasil yang didapatkan pada penelitian Carina pada pekerja pengangkut sampah kota Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan higiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Dermatitis juga terjadi pada pemulung, dimana penggunaan sarung tangan merupakan penyebab dermatitis yang terjadi pada pemulung, hal tersebut diketahui berdasarkan penelitian Chotimah di TPA Tanjung Rejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus pada tahun 2006, yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pemulung.

Dampak dermatitis kontak berpengaruh terhadap fisik dan ekonomi. Secara fisik dermatitis kontak iritan kronis yang bersifat kumulatif , yaitu terpapar berulang-ulang dengan iritasi tingkat rendah. Selain itu juga terjadi ruam yang mungkin memakan waktu minggu, bulan, atau bahkan bertahun-tahun untuk berkembang. Sedangkan dampak dermatitis kontak dalam hal ekonomi, meliputi biaya langsung atas pengobatan, kompensasi kecacatan dan biaya tidak langsung yang meliputi kehilangan hari kerja dan produktivitas, biaya pelatihan ulang serta biaya yang menyangkut efek terhadap kualitas hidup. Pada tahun 1993, 21 % yang diregistrasi pada survei BLS menunjukkan median hilangnya waktu bekerja adalah 3 hari, lebih dari 7% kasus bahkan melebihi 11 hari bekerja. Sedangkan dampak ekonomi berdasarkan estimasi biaya langsung maupun tidak langsug yang melebihi 22 juta dolar setiap tahunnya, diperkirakan biaya untuk DAK yang sebenarnya berkisar antara 222 juta sampai 1 miliar dolar setiap tahunnya (Hudyono, 2002).


(22)

Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu

1. Zat, antara lain sifat zat, kelarutan, formulir (gas, cair, padat), konsentrasi, durasi pajanan.

2. Lingkungan, antara lain suhu, kelembaban, dan kontaminasi

3. Individu, antara lain daerah kulit (tangan, lengan, wajah, kaki), kondisi kulit (luka, ruam, lecet), usia, gender, ras,riwayat alergi, personal hygiene, penggunaan APD, teksture kulit, sweating dan obat/pengobatan.

Berdasarkan penelitian Dinny Suryani pada pemulung sampah di LPA Benowo Surabaya, didapat 24,1% pegangkut sampah yang menderita dermatosis akibat kerja. Variabel yang paling berhubungan dengan dermatosis akibat kerja pada penelitian ini adalah umur dan lama kerja.

TPA Cipayung terletak pada kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. TPA ini memiliki 3 Unit Pengolahan Sampah (UPS), dimana setiap UPS terdiri dari 13 pekerja. Komposisi sampah yang masuk ke TPA Cipayung antara lain bahan organik, kertas, kaca/beling/gelas, plastik, logam, kayu, kain, karet, dan lain-lain. Sampah tersebut berasal dari sampah pemukiman, pasar, pertokoan dan rumah makan, institusi dan hotel, jalan protokol, taman, dan selokan. Komposisi sampah terbanyak adalah bahan organik, yaitu sebesar 72,97 %. Berdasarkan komposisi sampah tersebut pengolah sampah yang kerjanya selalu kontak dengan sampah-sampah tersebut dapat dikatakan beresiko dermatitis, dimana sampah-sampah tersebut mengandung zat yang bersifat iritan. Selain itu berdasarkan hasil penelitian, penyakit yang sering diderita penduduk sekitar kawasan TPA Cipayung salah satunya adalah gatal-gatal (Mulyono, 2010)


(23)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 40 orang petugas pengolah sampah di TPA Cipayung Kota Depok didapatkan 22 pekerja yang mengalami dermatitis kontak iritan dan 18 pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak iritan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok, agar petugas dan pemerintah dapat melakukan upaya pencegahan yang efektif.

1.2. Rumusan Masalah

Pekerja pengolahan sampah adalah pekerja yang keseharianya kontak dengan sampah, dimana mereka menyortir sampah yang terkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) hingga mengolahnya menjadi kompos. Berdasarkan komposisi sampah yang diolah oleh pekerja tersebut, pekerja tersebut dapat dikatakan beresiko dermatitis, dimana pekerja tersebut kontak dengan sampah-sampah yang mengandung zat bersifat iritan yang telah terakumulasi, dimana zat tersebut berpengaruh sekali terhadap kesehatan baik efek langsung maupun tidak langsung. Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah tersebut, salah satunya adalah dermatitis kontak.

Selain itu juga berdasarkan hasil penelitian Khairunnas dipasar tradisional johar kota semarang, diketahui 42 (60%) pekerja penegangkut sampah menderita dermatitis. Selanjutnya juga berdasarkan penelitian Carina di kota palembang, didapatkan 61 pekerja (61%) menderita dermatitis. Sedangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 40 pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok didapatkan 22 pekerja yang mengalami dermatitis kontak iritan dan 18 pekerja yang tidak mengalami


(24)

dermatitis kontak iritan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok, agar petugas dan pemerintah dapat melakukan upaya pencegahan yang efektif.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

2. Bagaimanakah gambaran Faktor zat (durasi pajanan) pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

3. Bagaimanakah gambaran Faktor individu (kondisi kulit, riwayat alergi keluarga dan pekerja, usia, personal hygiene, dan penggunaan APD) pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

4. Apakah ada hubungan antara Faktor zat (durasi pajanan) dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

5. Apakah ada hubungan antara Faktor individu (kondisi kulit, riwayat alergi, pengetahuan, usia, personal hygiene, penggunaan APD, dan jenis kelamin) dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.


(25)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran faktor zat (durasi pajanan) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

3. Diketahuinya gambaran faktor individu (kondisi kulit, usia, riwayat alergi keluarga dan pekerja, pengetahuan, personal hygiene, penggunaan APD, dan jenis kelamin) dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

4. Diketahuinya hubungan antara faktor zat (durasi pajanan) dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

5. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (kondisi kulit, riwayat alergi, usia, pengetahuan, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD, dan pengetahuan) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.


(26)

I.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Petugas Pengolahan Sampah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bahaya dermatitis kontak bagi pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010.

1.5.2 Bagi Peneliti

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan acuan oleh peneliti dan sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah.

1.5.3 Bagi Pemerintah Kota Depok

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada Dinas Kebersihan da Pertamanan kota Depok untuk lebih memperhatikan petugas pengangkut sampah dalam hal prosedur kerjanya dan kesehatan pekerja.

1.5.4 Bagi Fakultas

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai dermatitis kontak iritan pada khususnya.

2. Terbentuknya kerja sama antara dinas pemerintah kota dan fakultas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.


(27)

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010, yang dilakukan pada agustus 2010. Variabel dependen yang diteliti pada penelitian ini adalah kejadian dermatitis kontak. Sedangkan variabel independen yang diteliti pada penelitian ini adalah kondisi kulit, riwayat alergi, pengetahuan, usia, personal hygiene, penggunaan APD, dan jenis kelamin. Data tersebut diperoleh dari penelitian ini berupa data primer yang didapatkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter, hasil kuesioner dan observasi oleh peneliti. Data sekunder berupa gambaran UPS dan proses kerja.

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Populasi peneltian ini adalah 40 pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi. Penelitian ini perlu dilakukan karena komposisi sampah yang diolah pekerja pengolahan sampah tersebut dapat membuat pekerja beresiko dermatitis, dimana sampah-sampah tersebut mengandung zat yang bersifat toksin dan karsinogenik yang telah terakumulasi. Selain itu juga berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 40 orang petugas pengangkut sampah di TPA Cipayung Kota Depok didapatkan 22 pekerja yang mengalami dermatitis kontak iritan dan 17 pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak iritan.


(28)

(29)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak

2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah suatu penyakit keradangan pada kulit akibat induksi baan dari luar. (Handoko, 1985)

Dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. (Ladou, 1997)

Dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan). (Hudyono, 2002)

Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor contributor. Selain itu menurut American Medical Association, dermatitis seringkali cukup digambarkan sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim, kontak (infeksi dan alergi). (HSE, 2000)


(30)

11

2.1.2 Dermatitis Kontak Iritan

Data yang ada menunjukkan bahwa DKI mewakili sekitar 80% dari semua kasus dermatitis kontak kerja. Sumber lain juga menyebutkan dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PAK, terbanyak bersifat nonalergi atau iritan.

a. Definisi Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan adalah peradangan yang disebabkan oleh zat yang ditemukan pada tempat kerja yang bersentuhan langsung dengan kulit. (CCOHS, 2010).

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah non-reaksi kekebalan, sebagai suatu peradangan pada kulit yang disebabkan oleh kerusakan langsung ke kulit setelah terekspos agen berbahaya.

DKI dapat disebabkan oleh tanggapan phototoxic (misalnya, tar), paparan akut zat-zat yang sangat menjengkelkan (misalnya, asam, basa, oxiding / mengurangi agen), atau paparan kronis kumulatif untuk iritasi ringan (misalnya, air, deterjen, bahan pembersih lemah) (NIOSH).

b. Kategori Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitsi kontak iritan diklasifikasikan menjadi dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan yang menimbulkan akibat kumulatif.

1. Dermatitis iritan akut

Di tempat kerja, kasus dermatitis iritan akut sering timbul akibat kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang buruk, misalnya tidak memakai sarung tangan, sepatu bot, atau apron bila diperlukan, atau kurang berhati-hati saat menangani iritan. Hal ini juga disebabkan kegagalan pekerja


(31)

12

(biasanya karena ketidaktahuan) mengenali material korosif. Dermatitis iritan akut apat dicegah dan pekerja yang terkena tidak perlu berpindah pekerjaan. Pendidikan kesehatan sangat penting di sini. Pemakaian sarung tangan, apro, dan sepato bot yang kedap air saat bekerja dapat mencegah terjadinya dermatitis akut iritan.

2. Dermatitis kontak iritan yang menimbulkan akibat kumulatf

Dermatitis kontak iritan jenis ini disebabkan kontak kulit berulang dengan iritan lemah. Iritan lemah menyebabkan dermatitis kontak iritan pada individu yang rentan saja. Lama waktu sejak pajanan pertama terhadap iritan dan timbulnya dermatitis bervariasi antara mingguan hingga tahunan, tergantung sifat iritan, frekuensi kontak, dan kerentanan pejamu.

Dermatitis akiabat iritan yang terakumulasi dicontohkan dengan dermatitis kronis pada tangan disebabkan oleh air dan detergen di antara pencuci piring dan ibu rumah tangga, dan dermatitis akibat cairan pemotong logan di antara pekerja logam. Pelarut seperti bahan pengencer dan minyak tanah bila dipakai tidak semestinya seperti sebagai pembersih kulit sering menyebabkan dermatitis akibat iritan yang terakumulasi.

2.1.3 Gejala Dermatitis Kontak

Gejala umum dari dermatitis meliputi:

a. Gatal

b. Sakit


(32)

13

d. Bengkak

e. Pembentukan lepuh kecil atau bercak (gatal, lingkaran merah dengan

pusat putih) pada kulit

f. Kering, mengelupas, bersisik kulit yang dapat mengembangkan retak.

(NIOSH, 2010)

2.1.4 Diagnosis Klinis Dermatitis kontak

Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan teliti, dan bentuk gejala klinis yang terjadi. Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai; yang tersering ialah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. Bila ada penumbuhan tampak tumor, eksudasi, lesi verukosa atau ulkus. ( RS. Siregar, 1996)

2.2Sampah

2.2.1 Definisi Sampah

Semua jenis buangan yang bersifat padat atau semi padat yang dibuang karena tidak dipergunakan untuk tidak diinginkan. (Tchobano Glous)

Sesuatu yang tidak dapat digunakan, dibuang, yang berasal dari kegiatan atau aktivitas manusia. (A.P.H.A)


(33)

14

Sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak disenangi atau dibuang, sisa aktifitas kelangsungan hidup manusia. (ilmu kesehatan lingkungan)

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan sekitarnya.

2.2.2 Pengolahan Sampah

Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat antara lain dengan cara pengomposan, pengeringan, dan pendaur ulangan.

a. Pengomposan

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertaniah, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dan lain-lain.

Metode atau teknik pengomposan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat teknologi yang dibutuhkan, yaitu :

1. Pengomposan dengan teknologi rendah (Low – Technology)

Teknik pengomposan yang termasuk kelompok ini adalah Windrow

Composting. Kompos ditumpuk dalam barisan tupukan yang disusun sejajar. Tumpukan secara berkala dibolak-balik untuk meningkatkan aerasi, menurunkan


(34)

15

suhu apabila suhu terlalu tinggi, dan menurunkan kelembaban kompos. Teknik ini sesuai untuk pengomposan skala yang besar. Lama pengomposan berkisar antara 3 hingga 6 bulan, yang tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan.

2. Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid – Technology) Pengomposan dengan teknologi sedang antara lain adalah: • Aerated static pile : gundukan kompos diaerasi statis

Tumpukan/gundukan kompos (seperti windrow system) diberi aerasi dengan menggunakan blower mekanik. Tumpukan kompos ditutup dengan terpal plastik. Teknik ini dapat mempersingkat waktu pengomposan hingga 3 – 5 minggu.

• Aerated compost bins : bak/kotak kompos dengan aerasi

Pengomposan dilakukan di dalam bak-bak yang di bawahnya diberi aerasi. Aerasi juga dilakakukan dengan menggunakan blower/pompa udara. Seringkali ditambahkan pula cacing (vermikompos). Lama pengomposan kurang lebih 2 – 3 minggu dan kompos akan matang dalam waktu 2 bulan.

3. Pengomposandengan teknologi tinggi (High – Technology)

Pengomposan dengan menggunakan peralatan yang dibuat khusus untuk mempercepat proses pengomposan. Terdapat panel-panel untuk mengatur kondisi pengomposan dan lebih banyak dilakukan secara mekanis. Contoh-contoh pengomposan dengan teknologi tinggi antara lain :


(35)

16

Rotary Drum Composters

Pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang dirancang khusus untuk proses pengomposan. Bahan-bahan mentah dihaluskan dan dicampur pada saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk mengaduk dan memberi aearasi pada kompos.

(Sumber: Isroi)

Box/Tunnel Composting System

Pengomposan dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan-bahan mentah akan dihaluskan dan dicampur secara mekanik. Tahap-tahap pengomposan berjalan di dalam beberapa bak/kotak sebelum akhirnya menjadi produk kompos yang telah matang. Sebagian dikontrol dengan menggunakan komputer. Bak pengomposan dibagi menjadi dua zona, zona pertama untuk bahan yang masih mentah dan selanjutnya diaduk secara mekanik dan diberi aerasi. Kompos akan masuk ke bak zona ke dua dan proses pematangan kompos dilanjutkan.


(36)

17

(Sumber: Isroi)

• Mechanical Compost Bins

Sebuah drum khusus dibuat untuk pengomposan limbah rumah tangga.


(37)

18

2.3Pekerja

2.3.1 Definisi Pekerja

Pekerja atau Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. (sensus 2000)

2.3.2 Definisi Pekerja pengolahan sampah

Pekerja pengolahan sampah adalah pekerja yang keseharianya kontak dengan sampah, dimana mereka menyortir sampah yang terkumpul di TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) hingga mengolahnya menjadi kompos.

2.4Faktor Zat 2.4.1 Sifat Zat

b. Agen kimia

Agen kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan pekerjaan. Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui, kontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan perendaman, atau percikan.

Agen ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi.

1. Iritasi primer

Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer. Pertama iritan ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak


(38)

19

iritan primer dapat terjadi. Iritasi primer atau langsung bertindak langsung pada kulit meskipun reaksi kimia.

TABEL 2.1 Iritasi Primer

Agen Produk Efek

Paraben

Propylene Glycol

Isopropyl Alcohol

kosmetik, deodoran, dan beberapa produk perawatan kulit

produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah

produk perawatan kulit

kemerahan dan reaksi alergi pada kulit

kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak

iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga

bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping

itu, alkohol juga dapat menyebabkan penuaan dini.

(Sumber :Indonesian science forum )

2. Sensitizers

Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit daripada yang menyebabkan iritasi primer. Contohnya termasuk poison ivy, epoxy, formaldehid, amonia, agen menghapus kuman penyakit, nikel, senyawa merkuri, senyawa kobalt, dan ter batubara.


(39)

20

b. Agen Biologi

Agen Biologi termasuk parasit, mikroorganisme, tanaman dan bahan hewan lainnya. (NIOSH, 2010). Kandungan dalam tanaman yang dapat menyebabkan dermatitis kontak, antara lain racun ivy (tanaman merambat), racun pohon ek, sejenis rumput liar, primrose.

2.4.2 Lama Pajanan

Lama bekerja adalah lama waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang sudah bekerja (Tim penyusun KBBI, 2001:201).

Lama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. (Handoko, 1992).

Pengalaman adalah guru yang paling baik mengajarkan kita tentang apa yang telah kita lakukan, baik itu pengalaman baik maupun buruk, sehingga kita dapat memetik hasil dari pengalaman tersebut. Semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman dan semakin banyak kasus yang ditangani akan membuat seseorang mahir dan terampilan dalam penyelesaikan pekerjaan.

Lama bekerja menurut Handoko (1992) dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Lama bekerja kategori baru : < 3 tahun

2. Lama bekerja kategori lama : > 3 tahun

Sedangkan menurut Dalyono (1997) bahwa tenaga kerja yang telah bekerja 6-15 tahun diharapakan telah memiliki pengalaman dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan yang lebih optimal.


(40)

21

Masa kerja juga berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis. Hal ini berhubungan dengan pengalaman kerja, sehingga pekerja yang lebih lama bekerja jarang terkena dermatitis dibandigkan dengan pekerja yang masih sedikit pengalamannya (Hipp, 1985).

Pekerja yang bekerja dalam jangka panjang sangat jarang terkena dermatitis, kecuali pekerja yang mengalami perpindahan tempat. (HSE, 2000)

Hubungan lama kerja dengan masa kerja, terlihat dalam beberpa penelitian terdahulu, yaitu:

1. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada yang masa kerjanya <1.

2. Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan kejadian dermatitis.

3. Penelitian Suryani pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja yang masa kerjanya ≤ 1 tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masa kerjanya ≥ 2 tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis.

4. Penelitian Erliana pada pekerja di CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak dengan P

Value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja 6-9 tahun sebanyak 61,5% yang menderita dermatitis, sedangkan pekerja denga masa kerja 1 -5 tahun yaitu hanya 18,8 %.


(41)

22

2.5 Faktor Lingkungan

Agen fisik seperti suhu dan kelembaban (panas atau dingin) dan radiasi (UV / radiasi matahari). Agen fisik seperti panas, dingin, dan radiasi dapat menyebabkan dermatitis kerja.

2.5.1 Suhu dan Kelembaban

Kelembaban tinggi mengurangi efektivitas penghalang epidermis. Kelembaban

rendah dan chapping menyebabkan dingin dan pengeringan dari epidermis.Dampak dari

suhu dingin dapat menyebabkan radang dingin dan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah permanen. Kriogenik gas dan cairan juga dapat menyebabkan kerusakan sel kulit dan dalam radang dingin. Beberapa cryogenic cairan termasuk nitrogen, argon, dan helium.

Panas dapat melunakkan lapisan luar kulit, menyebabkan panas ruam. Burns can result from electric shock, contact Burns dapat terjadi karena sengatan listrik, berhubungan dengan benda panas, logam cair dan kaca, dan pelarut atau deterjen digunakan untuk meningkatkan suhu. (NIOSH, 2010)

2.5.2 Radiasi UV/ Radiasi Matahari

Sinar matahari adalah sumber terbesar yang merusak kulit dan radiasi dapat menyebabkan kanker kulit jika kulit berulang kali terbakar. Sebentar atau kontak lama dengan buatan ultra violet (UV) sumber cahaya seperti logam cair dan kaca, pengelasan, dan obor plasma juga dapat membakar kulit.


(42)

23

TABEL 2.2 Jenis Radiasi UV

Jenis Radiasi Ultraviolet

TypeRadiasi ultraviolet General Features Radiasi ultraviolet A (UVA, panjang gelombang UV)

Tidak disaring di atmosfer Melewati kaca

Memproduksi penyamakan beberapa

Pernah dianggap tidak berbahaya tetapi sekarang diyakini berbahaya dalam jangka panjang

Level tetap relatif konstan sepanjang hari

Radiasi ultraviolet B (UVB, radiasi sinar matahari)

Beberapa disaring di atmosfer oleh lapisan ozon Tidak melewati kaca

Menyebabkan kulit terbakar, kulit, kerutan, penuaan kulit dan kanker kulit

Intensitas tertinggi pada tengah hari

Radiasi ultraviolet C

(UVC, gelombang pendek UV)

Disaring di atmosfer oleh lapisan ozon sebelum bumi mencapai.Sumber buatan,menghapus kuman penyakit ,Membakar

kulit, menyebabkan kanker kulit

(Sumber:ccohs, 2010)

2.6 Individu

2.6.1 Daerah Kulit

Dermatitis kontak okupasional biasanya mengenai tangan, lengan bawah dan wajah, dan kadang-kadang muncul pada leher dan genitalia laki-laki.


(43)

24

a. Dermatitis pada tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.

Gambar 2.1 Dermatitis pada tangan

b. Dermatitis pada wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.


(44)

25

Gambar 2.2 Dermatitis pada wajah

c. Dermatitis pada lengan

Alergen umumnya seperti pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen dan tanaman.

Gambar 2.3 Dermatitis pada lengan

(Sumber: skinsight.com) d. Dermatitis pada kaki

Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah. Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen,sandal dan sepatu.


(45)

26

Gambar 2.4 Dermatitis pada kaki

(Sumber: herbal-software.com) 2.6.2 Kondisi Kulit

Kondisi kulit yang berhubungan dengan dermatitis adalah trauma mekanis yang meliputi gesekan, tekanan, lecet, luka dan memar (goresan, luka dan memar). Trauma di tempat kerja bisa ringan, sedang, atau berat dan terjadi sebagai peristiwa tunggal atau berulang. Gesekan hasil dalam pembentukan sebuah melepuh atau kalus. luka kulit lainnya dapat terjadi dari kontak dengan benda tajam atau dari diserang oleh benda berat. Sebuah contoh bahan yang dapat menyebabkan adalah kaca berserat, yang dapat menyebabkan iritasi, gatal, dan menggaruk. Sekunder, infeksi dapat mempersulit lecet, kapalan, atau istirahat di kulit. (NIOSH, 2010)

Trauma gesekan berulang dalam kelas rendah sering memainkan peran dalam pengembangan dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak iritan friksional sering menyebabkan pengerasan progresif, penebalan dan ketangguhan wilayah yang terkena dampak. (dermatitis facts, 2010)


(46)

27

2.6.3 Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Wabster’s New World Dictionary). Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit akibat kerja dibandingkan dengan pria.

2.6.4 Ras

Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan pendukug terjadinya dermatitis kerja (HSE, 2000). Ras Manusia adalah karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok dari kelompok lainnya. Ras manusia dapat dikategorikan sebagai berikut, yaitu:

a. Ras Khoisan (orang Bushmen atau Hottentot dari Afrika Selatan)

Ras manusia yang mendiami daerah barat daya Afrika, terutama di Namibia, Botswana dan Afrika Selatan. Ras ini adalah ras yang sangat menarik sebab dianggap ras tertua atau cabang pertama yang berpisah dari ras utama manusia lainnya.

b. Ras Australoid

Ras manusia yang mendiami bagian selatan India, Sri Lanka, beberapa kelompok di Asia Tenggara, Papua, kepulauan Melanesia dan Australia. Ciri khas utama ras ini ialah berambut keriting hitam dan berkulit hitam. Namun beberapa anggota ras ini di Australia berambut pirang dan rambutnya tidaklah keriting melainkan lurus. Selain itu beberapa orang Asli di Malaysia kulitnya juga tidak selalu hitam dan bahkan menjurus putih.


(47)

28

c. Ras Negroid (Kulit Hitam)

Ras manusia yang banyak mendiami benua Afrika di sebelah selatan gurun Sahara. Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan dan juga Eropa serta Timur Tengah. Ciri khas utama anggota ras negroid ini ialah kulit yang berwarna hitam dan rambut keriting. Meski begitu anggota ras Khoisan dan ras Australoid yang berkulit hitam dan berambut keriting tidaklah termasuk ras manusia ini.

d. Ras Kaukasoid (Kulit Putih)

Ras manusia yang sebagian besar menetap di Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Pakistan dan India Utara. Keturunan mereka juga menetap di Australia, Amerika Utara, sebagian dari Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Selandia Baru. Anggota ras Kaukasoid biasa disebut "berkulit putih", namun ini tidak selalu benar. Oleh beberapa pakar misalkan orang Ethiopia dan orang Somalia dianggap termasuk ras Kaukasoid, meski mereka berambut keriting dan berkulit hitam, mirip dengan anggota ras Negroid.

e. Ras Mongoloid (Kulit Putih)

Ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Oseania. Anggota ras Mongoloid biasa disebut "berkulit kuning", namun ini tidak selalu benar. Orang Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia Tenggara seringkali berkulit coklat muda sampai coklat gelap. Ciri khas utama anggota ras ini ialah rambut berwarna hitam yang lurus, bercak mongol pada saat


(48)

29

lahir dan lipatan pada mata yang seringkali disebut mata sipit. Selain itu anggota ras manusia ini seringkali juga lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid. (Charles darwin)

Berdasarkan ras, ras Kaukasia lebih rentan terhadap dermatitis kontak iritan dari pada Black Afrika,dan Afrika-Amerika.

2.6.5 Riwayat Alergi Keluarga

Dalam melakukan diagnosis dermatitis kotak dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis (Putro, 1985).

Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita. Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai terhadap alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 20-40%, kedua orang tua alergi resiko meningkat menjadi 40-80%. Sedangkan bila tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya adalah 5-15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi bila nenek, kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa saja alergi pada saat anak timbul, setelah menginjak usia dewasa akan banyak berkurang. (Widodo Judarwanto, 2000)

Jelas bahwa faktor-faktor keturunan ikut memegang peranan. Jika kedua orangtua memiliki dermatitis atopik, sekitar 80% anak-anaknya mengalami perubahan yang sama pada keadaan kulitnya. (Sylvia A. Price dkk, 2005)


(49)

30

Berdasarkan penelitian Fatma, dkk pada pekerja di PT IPPI, diketahui responden yang tidak mempunyai riwayat alergi keluarga dan dermatitis sebesar 44,4%, sedangkan responden yang mempunyai riwayat alergi keluarga dan dermatitis kontak sebesar 57,7%.

2.6.6 Riwayat Pekerjaan sebelumnya

Umumnya pekerja di indonesia pernah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja. Hal ini memungkinkan terdapat pekerja yang sebelumnya telah terkena penyakit akibat kerja dan terbawa hingga ke tempat kerja yang baru. Pada pekerjaan sebelumnya memilki riwayat penyakit dermatitis, merupakan kandidat utama untuk terkena penyakit dermatitis. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap berbagai macam zat kimia. Jika terjadi inflamasi maka zat kimia akan lebih mudah dalam mengiritasi kulit, sehingga kulit lebih mudah terkena dermatitis ( Cohen, 1999).

Berdasarkan penelitian Fatma, dkk pada pekerja di PT IPPI, diketahui adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pekerjaan sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak., yaitu dengan P value sebesar 0,042 %.

2.6.7 Usia

Usia merupakan salah satu unsur yag tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya dermatitis kontak. Walaupun untuk usia yang dapat terkena dermatitis tidak spesifik, tetapi ada kesepakatan luasbahwa insiden mengikuti distribusi bimodal, dengan satu puncak selama tahun-tahun awal kerja dan yang lainnya di usia menengah. (HSE, 2000). Pekerja


(50)

31

yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda juga memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Selain itu pekerja yang lebih tua biasanya lebih banyak memilki pengalaman. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kulit mereka. Pada usia kulit yang lebih tua menjadi lebih kering dan lebih rentan terhadap infeksi ( Cohen, 1999). Pada pekerja dengan usia lanjut terjadi peningkatan kerentanan terhadap bahan iritan dan kegagalan dalam pengobatan, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980).

Dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung diri. (suara pembaruan, 2010).

Hubungan antara kejadian dermatitis dengan umur, dapat terlihat dari beberapa penelitian terdahulu, yaitu:

a.Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan

yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis.

b.Penelitian yang dilakukan oleh Trihapsoro (2008) terhadap pasien rawat jalan di Sub Bagian Alergi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan dengan diagnosis dermatitis kontak alergik, berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil kelompok usia tertinggi pada perempuan adalah 31-40 tahun (17,5%) dan pada laki-laki adalah 61-70 tahun (12,5%). Kelompok usia terendah pada perempuan adalah 10-20 tahun dan 41-50 tahun


(51)

32

(masing-masing 12,5%) dan pada laki-laki 21-30 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 5,0%).

c.Penelitian PT Inti Pntja Press Industri (IPPI), berdasrkan hasil analisis

hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis diperoleh sebanyak 26 dari 43 pekerja yang berusia ≤ 30 tahun terkena dermatitis kontak dan untuk pekerja yang berusia > 30 tahun yang terkena dermatitis kontak sekitar 13 orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerja muda lebih beresiko terkena dermatitis kontak. (MAKARA, 2007)

d.Pada penelitian Diepge, dkk tahun 2003 pada pekerja konstruksi, didapatkan sebesar 47% pekerja pada usia muda (18-39 tahun).

2.6.8 Personal Hygiene

Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara lain:

a. Mencuci tangan

Personal hygiene ini dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah


(52)

33

kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).

Dalam melakukan aktivitasnya pekerja sebaiknya mencuci tangannya secara berkala selama sehari, yaitu:

• Sebelum dan sesudah menggunakan toilet, sebelum atau sesudah melakukan aktivitas tertentu.

• Sebelum, selama & sesudah menyiapakan makanan, sebelum beristirahat makan, minum, & merokok.

• Ketika batuk, bersin/ meniup hidung, dan pekerja berada didekat seseorang yang sedang sakit untuk mengontrol penyebaran kuman yang dapat menyebabkan pilek dan flu

• Ketika memasak/ membungkus makanan, mencegah makanan dari kerusakan dan mengurangi kontaminasi. Ketika menangani makanan jangan menggaruk/ memegang telinga, hidung, mulut, ataui luka terbuka. Cuci tangan setelah menggunakan sarung tangan atau tissue. (HiperKes, 2010)

Mencuci tangan bukan hanya sekedar meggunakan sabun dan membilasnya dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita benar-benar dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata kedapat menjadi salah satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan dan kesalahan dalam pemiliha jenis sabun yang dapat menyebabkan masih terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada


(53)

34

permukaan kulit, dan kebiasaan tidak megeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan yang dapat meyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu

World Health Organization (2005) merekomendasikan cara mencuci tangan yang baik, yaitu minimal menggunakan air dan sabun. Cara memcuci tangan yang baik dapat terlihat dalam gambar berikut ini.

GAMBAR 2.5

Cara Mencuci Tangan dengan Antiseptik


(54)

35

GAMBAR 2.6

Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air


(55)

36

Mencuci tangan dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak tetapi dalam pekerjaan yang melibatkan berulang mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan, dan iritan lanilla dapat menyebabkan resiko dermatitis kontak iritan. Prevalensi dermatitis tangan kerja ditemukan menjadi 55,6% dalam 2 unit perawatan intensif dan 69,7% pada pekerja paling tinggi terkena (yang melaporkan frekuensi mencuci tangan> 35 kali per shift). Frekuensi cuci tangan lebih dari 35 kali per shift dikaitkan kuat dengan dermatitis tangan kerja. (emedicine.medscape, 2007)

b. Mencuci Pakaian

Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila dicuci di rumah (Olifshiski, 1985). Karena apabila pencucian baju dicampur dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai kembali (Hipp, 1985).

Personal Hygiene dapat menyebabkan dermatitis, hal ini dapat terlihat dalam penelitian sebelumnya, yaitu:

1. Berdasarkan penelitian Metty Carina pada pekerja pengangkut sampah kota

Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi

dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah.

2. Penelitian Fatma, dkk pada pekerja di PT IPPI terdapat 29 orang yang


(56)

37

mengalami dermatitis kontak walaupun memiliki personal hygiene yang

baik.

2.6.9 APD (Alat Pelindung Diri)

a. Jenis, Fungsi dan Syarat APD

Jenis APD adalah banyak macamnya menurut bagian tubuh yang dilindunginya (Suma’mur PK, 1989:296). Beberapa perusahaan ada yang menggunakan beberapa macam alat pelindung diri, hal ini disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada. Namun ada juga perusahaan yang tidak juga menyediakan alat pelindung diri tertentu walaupun terdapat potensi bahaya yang dapat dicegah dengan alat pelindung diri tersebut.

Hal ini dapat disebabkan tidak adanya biaya ataupun disebabkan kurangnya pengertian dari perusahaan akan pentingnya penggunaan alat pelindung diri tersebut. Adapun jenis alat pelindung diri yang akan dibahas disini hanya beberapa jenis saja sesuai dengan yang paling sering digunakan diperusahaan, yaitu:

1. Alat Pelindung Kepala

Pemakaian alat pelindung ini bertujuan untuk melindungi kepala dari terbentur dan terpukul yang dapat menyababkan luka juga melindungi kepala dari panas, radiasi, api dan bahan-bahan kimia berbahaya serta melindungi agar rambut tidak terjerat dalam mesin yang berputar.


(57)

38

2. Alat Pelindung Mata

Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif, partikelmelayang, atau terkena raidasi gelombang elektromagnetik. Terdapat tiga bentuk alat pelindung diri mata yaitu kaca mata dengan atau tanpa pelindung samping (side shild), goggles, (cup type and box type) dan tameng muka.

3. Alat Pelindung Telinga

Selain berguna untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau logam panas, alat ini juga bekerja untuk mengurangi Intensitas suara yang masuk dalam telinga.

Ada dua macam alat pelindung telinga yaitu, sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff) yang lebih efektif dibandingkan ear plug.

4. Alat Pelindung Pernafasan

Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk kedalam pernafasan. Masker ini biasanya terbuat dari kain dan juga respirator yang berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas. Respirator dapat dibedakan atas: chemikal respirator, mechanical respirator, dan cartidge atau canister respirator dengan Salt Contained Breating Apparatus (SCBA) yang digunakan untuk tempat kerja


(58)

39

yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen serta Air Supplay

Respirator yang mensuplai udara bebas dari tabung oksigen.

5. Alat Pelindung Tangan

Alat ini berguan untuk melindungi tangan dari benda-benda tajam, bahan-bahan kimia, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun.

6. Alat Pelindung Kaki

Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia, benda panas dan kontak listrik. Dapat terbuat dari kulit yang dilapisi Asbes atau Chrom. Sepatu keselamatan yang dilengkapi dengan baja diujungnya dan sepatu karet anti listrik.

7. Pakaian Pelindung

Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api, panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.

b. Tujuan dan Manfaat APD

Upaya kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja untuk mencapai produktivitas yang optimal. Pengendalian secara teknologis terhadap potensi bahaya atau penyakit akibat kerja adalah tugas pokok dalam usaha pencegahan kecelakaan. Pemanfaatan APD oleh tenaga kerja sampai saat ini masih merupakan masalah rumit dan sulit dipecahkan. Oleh karena itu pengunaan APD merupakan suatu kewajiban


(59)

40

Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga penggunaan alat pelindung diri memegang peranan penting. Hal ini penting dan bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan.

Manfaat Bagi Tenaga Kerja

1) Tenaga kerja dapat bekerja dengan perasaan lebih aman untuk terhindar dari bahaya-bahaya kerja.

2) Dapat mencegah kecelakan akibat kerja

3) Tenaga kerja dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai hak dan

martabatnya sehingga tenaga kerja akan mampu bekerja secara aktif dan produktif.

4) Tenaga kerja bekerja dengan produktif sehingga meninggkatkan hasil

produksi. Hal ini akan menambah keuntungan bagi tenaga kerja yaitu berupa kenaikan gaji atau jaminan sosial sehingga kesejahteraan akan terjamin. Manfaat Bagi Perusahaan

1) Meningkatkan produksi perusahaan dan efisiensi optimal 2) Menghindari hilangnya jam kerja akibat absensi tenaga kerja

3) Penghematam biaya terhadap pengeluaran ongkos pengobatan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja.


(60)

41

c. Penatalaksanaan Penggunaan APD

Perusahaan memutuskan untuk menggunakan pemakaian alat pelindung diri sebagai upaya terakhir dalam mengendalikan bahaya di tempat kerja.

Langkah-langkah yang harus dilakukan:

1) Menyusun kebijaksanaan penggunaan dan pemakaian alat pelindung diri secara tertulis, serta mengkomunikasikannya kepada semua tenaga kerja dan tamu yang mengunjungi perusahaan tersebut.

2) Memilih dan menempatkan jenis alat pelindung diri yang sesuai dengan potensi bahaya yang terdapat di tempat kerja.

3) Melaksanakan program pelatihan penggunaan alat pelindung diri untuk

meyakinkan tenaga kerja agar mereka mengerti dan tahu cara menggunakannya.

4) Menerapkan penggunaan dan pemakaian alat pelindung diri serta pemeliharaannya.

d. Dasar Hukum

Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan alat pelindung diri kepada pekerja.

Pasal 9 ayat 1 (satu) Undang-undang No.1 tahun 1970 mewajibkan manajemem Perusahaan untuk menunjukkan dan menjelaskan:

1) Kondisi-kondisi dan bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya.


(61)

42

kerja

3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

4) Cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. Pasal 12 (b) Undang-undang No.1 tahun 1970 mengatur mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja untuk memakai alat-alat pelindung diri.

Pasal 14 (c) Menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau keselamatan kerja.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja.

1) Pasal 1 ayat dua (2) Tujuan Pelayanan Kesehatan Kerja

“Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja”

2) Pasal 2 ayat satu (1) Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja meliputi:

“Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja” Pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan zat gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja.

Berdasarkan penelitian Dewi Chusnul Chotimah di TPA Tanjung Rejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus pada tahun 2006, diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pemulung.


(62)

43

Berdasarkan penelitian Suryani pada pekerja pencuci botol pada tahun, didapatkan hasil sebanyak 23 orang yang mengalami dermatitis kontak dari 30 orang yang tidak megggunakan APD yang lengkap. Sedangkan pekerja yang menggunakan APD lengkap yang mengalami dermatitis kontak, yaitu sebanyak 4 orang dari 16 orang.

2.6.10 Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (Notoadmodjo, 2003)

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rencah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara


(63)

44

benar. Orang yang telah paham terhadap tempat atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu tempat yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu tempat kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau tempat. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


(64)

45

Hubungan pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak menurut penelitian terdahulu terlihat pada penelitian Erliana pada pekerja di CV.F Lhoksumawe, didapatkan hasil adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak, yaitu dengan P Value sebesar 0,047. Dimana dalam penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki pengetahuan kurang dan menderita dermatitis kontak sebesar 52,9 %.

2.7 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja menurut Gilles L, Evan R, dan Atoniette F Hood, atara lain ras, tipe kulit, pengeluaran keringat, iklim/musim, terdapat penyakit kulit lain, Personal hygiene, pengetahuan, dan tindakan.

Dermatitis disebabkan oleh beberapa faktor, menurut 3 ahli faktor yang menyebabkan dermatitis, yaitu:

1. Larry.L.Hipp (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis adalah direct causes dan faktor predisposisi. Faktor Direct Causes terdiridari mekanik, fisika, bhan kimia, racun tanaman, dan biologi, sedangkan faktor Predisposisi meliputi usia, jenis kelamin, ras, tekstur kulit, daya serap, musim, kurangnya kebersihan, alergi, dan penyakit kulit yang pernah ada.

2. Rietschel (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, terdiri dari Direct Influence dan Indirect Influenece. Faktor Direct Influence, yaitu

berupa toxic agent. Sedangkan yang termasuk Indirect Influenece adalah


(65)

46

kebersihan (pribadi dan lingkungan), obat/pengobatan, musim, riwayat penyakit atopik dan hardening.

3 Cohen (1999), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis adalah

Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect yang meliputigenetik, penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan personal hygiene. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis menurut Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kanada (CCOHS), antara lain :

1. Zat, antara lain sifat zat, kelarutan, formulir (gas, cair, padat), konsentrasi, durasi pajanan.

2. Lingkungan, antara lain suhu, kelembaban, gesekan, dan kontaminasi

3. Individu, antara lain Daerah kulit (tangan, lengan, wajah, kaki), kesehatan kulit (luka, ruam, lecet), usia, gender, latar belakang genetik, kekeringan, dan sweating.

Berdasarkan beberapa sumber yang menjelaskan tentang faktor penyebab dermatitis, maka sapat disimpulkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu :

1. Zat, antara lain sifat zat, kelarutan, formulir (gas, cair, padat), konsentrasi, durasi pajanan.

2. Lingkungan, antara lain suhu, kelembaban, dan kontaminasi

3. Individu, antara lain Daerah kulit (tangan, lengan, wajah, kaki), kesehatan kulit (luka, ruam, lecet), usia, gender, ras,riwayat alergi, riwayat pekerjaan sebelumnya, personel hygiene, penggunaan APD, teksture kulit, sweating


(66)

47

Berikut bagan kerangka teorinya, yaitu : Zat

• sifat zat

• kelarutan

• formulir(gas,cair,padat)

• konsentrasi

• durasi pajanan.

Individu

• Usia

• Gender

• Ras

• riwayat alergi keluarga

• riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya

personel hygiene

• penggunaan APD

• teksture kulit

• obat/pengobatan

• Pengetahuan

Lingkungan

• Suhu

• Kelembaban

• Gesekan

• kontaminasi

Kejadian Dermatitis

Gambar 2.7 Kerangka Teori


(67)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang ada faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu :

1. Zat, antara lain sifat zat, kelarutan, formulir (gas, cair, padat), konsentrasi, durasi pajanan.

2. Lingkungan, antara lain suhu, kelembaban, dan kontaminasi

3. Individu, antara lain Daerah kulit (tangan, lengan, wajah, kaki), kondisi kulit (luka, ruam, lecet), usia, gender, ras, riwayat alergi keluarga dan pekerja, personel hygiene, penggunaan APD, teksture kulit, sweating dan obat/pengobatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pengolahan sampah di TPA Cipayung Kota Depok tahun 2010. Variabel dependennya adalah kejadian dermatitis kontak, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor zat (durasi pajanan) dan faktor individu (kondisi kulit (luka, ruam, lecet), riwayat alergi, pengetahuan, usia, personal hygiene, dan penggunaan APD). Dalam penelitian ini ada beberapa variabel yang tidak diteliti oleh peneliti karena beberapa alasan, adapun variabel yang tidak diteliti tersebut, yaitu:


(68)

49 a. Faktor zat

Variabel sifat zat ,formulir, dan konsentrasi tidak diteliti karena agent homogen dan volume agentnya pada setiap pekerja sama.

b. Faktor Lingkungan

Variabel suhu, kelembaban, dan konsentrasi tidak di ukur karena pekerja kerja berpindah- pindah dan berada di luar ruangan.

c. Faktor Individu

1. Variabel ras, daerah kulit, dan sweating tidak diteliti karena homogen. 2. Variabel tekstur kulit, tidak diteliti karena keterbatasan peneliti dalam

mengukurnya.

3. Variabel obat/pengobatan, tidak diteliti karena keterbatasan pengetahuan peneliti mengenai obat/pengobatan.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Faktor Zat

• Durasi pajanan

Faktor Individu • Kesehatan kulit • Usia

• Pengetahuan • Riwayat Alergi

Keluarga dan pekerja • Personel Hygiene • Penggunaan APD • Jenis Kelamin


(69)

3.2 Definisi Operasional Variabel

Dependent

Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Kejadian Dermatitis Kontak Kerja

Responden yang pada saat pemeriksaan oleh dokter ditemukan gejala kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kering, mengelupas, dan bersisik kulit setelah melakukan pekerjaannya.

wawancara Pemeriksaa dokter

0) Tidak dermatitis kontak iritan (hasil diagnosis dokter tidak dermatitis kontak iritan)

1) Dermatitis kontak iritan (hasil diagnosis dokter dermatitis kontak iritan)

Ordinal


(70)

Variabel Independent

Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Konndisi kulit Responden yang memiliki luka, goresan, dan memar pada saat penelitian

wawancara Kuesioner 0) Tidak

1) Ya

Ordinal

Usia Lamanya hidup responden yang

dihitung dalam tahun sejak lahir sampai penelitian berlangsung.

wawancara Kuesioner 0)≤ 31 tahun

1)> 31 Tahun

Ordinal

Pengetahuan Responden mampu menjawab

mengenai gejala-gejala pekerja yang terkena dermatitis, jenis-jenis dermatitis, pencegahan dan penanggulangannya.

wawancara Kuesioner 0)Kurang ( jika skor < 2,5 )

1) Baik (jika ≥ 2,5)

Ordinal


(71)

Riwayat Alergi Keluarga dan pekerja

Perubahan reaksi tubuh terhadap obat, makanan, udara

panas/dingin, dan keluarnya cairan walaupun tidak sedang flu pada salah satu anggota keluarga dan responden

wawancara Kuesioner 0) tidak memiliki riwayat (jika salah

satu gejala timbul)

1) memiliki riwayat (bila tidak memiliki gejala satu pun)

Ordinal

Durasi pajanan Jangka waktu responden mulai bekerja pada petugas pengolah sampah sampai waktu penelitian

wawancara Kuesioner 0) 1 Tahun

1) > 1 Tahun

Ordinal

Personel Hygiene

Kebiasaan responden mencuci tangan, Mengeringkan tangan setelah bekerja, Mencuci baju yang dipakai saat bekerja

wawancara Kuesioner 0) tidak baik (jika skor < 3,5)

1) baik (jika skor ≥ 3,5)

Ordinal

Penggunaan APD

Kepatuhan responden

meggunakan Alat Pelindung Diri selama melakukan pekerjaannya

wawancara Kuesioner 0) Tidak patuh (jika skor < 1,00)

1) Patuh (jika skor ≥ 1,00)

Ordinal


(72)

53 Jenis Kelamin Perbedaan yang tampak antara

laki-laki dan perempuan

(Web’ster New Wold Dictionary)

Wawancara Kuesioner 0) Laki-laki

1) Perempuan


(1)

107

d. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan berkala, yaitu pemeriksaan saat pertama bekeja dan pemeriksaan kesehatan secara periodik (6 bulan sekali).


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, mohd,gempur. 2008. Panduan praktis pemilahan sampah. Jakarta: KNLH.

Abel, Elizabeth A. 1995. Abel, Elizabeth A. 1995. Contact Dermatitis: Dermatology. Kontak Dermatitis: Dermatology. Sci. Sci. Amer. Amer. Med. Med. 1:1 -15. 1:01 -15.

Australia. Department of Veterans Affairs: medical research in relation to the

Statement of Principles concerning Contact Dermatitis, which cites the following as references: Department of Veterans Affairs: penelitian medis sehubungan dengan Pernyataan Prinsip-prinsip mengenai Kontak Dermatitis, yang mengutip berikut sebagai referensi:

Arnold HL., Odom RB., James WD., Andrew’s Dissease of Skin, 8th ed, London : WB Sauders Co., 1990, 89-114.

Belsito DV. “Occupational contact dermatitis: Etiology, prevalence, and resultant

impairment/disability.” Journal of the American Academy of Dermatology . "Kerja dermatitis kontak: Etiologi, prevalensi, dan penurunan nilai resultan / cacat Dermatology." Journal of American Academy of. 2005. 2005. August;53(2)303-313. Agustus; 53 (2) 303-313.

Belsito DV et al. Belsito DV et al. “Pimecrolimus Cream 1%: A Potential New

Treatment for Chronic Hand Dermatitis.” Cuti s. "Cream Pimecrolimus 1%: Sebuah Perawatan Potensi Baru Hand Dermatitis kronis Cuti." S. 2004. January;73(1):31-38. 2004;. Januari 73 (1) :31-38.


(3)

Carina, Metty. Hubungan Antara Hygiene Pribadi Dengan Kejadian Dermatitis Pada Pekerja Pengangkutn Sampah Kota Palembang tahnn 2008. Skripsi pada Program Studi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Chusnul Chotimah, Dewi. 2006. ”Hubungan Penggunaan Sarung Tangan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Pemulung Sampah Di TPA Tanjung Rejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus”. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.

Cohen. DE. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and Health, second edition.1999.

Cvetkovski RS et al. RS Cvetkovski et al. “Prognosis of Occupational Hand Eczema.”

Archives of Dermatology . "Prognosis Eksim Tangan Kerja." Archives of

Dermatology. 2006. 2006. March;142(3):305-311. Maret; 142 (3) :305-311.

Djuanda A. Dkk.1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kedua, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Idividu dengan Penggunaan APD dengan

Kejadian Dermatitis kontak Pada Pekerja Paving Blok CV. F. Lhoksumawe. Tesis Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Fowler JF et al. Fowler JF et al. “Contact Dermatitis.” Presented as a forum at: The 64 th Annual Meeting of the American Academy of Dermatology. "Dermatitis Kontak di." Disajikan sebagai forum: The 64 th Rapat Tahunan American Academy of Dermatology. March 2006; San Francisco. Maret 2006, San Francisco.


(4)

J. Jeyaratnam & David Koh. 1996. Buku Ajar Paktek Kedokteran Kerja Edisi 1, Jakarta:EGC.

HSE, The Prevalence of Occupational Dermatitis among Work in The Printing Industry

and Your Skin dalam hsebooks.co.uk, 2000.

Kosasih A. Dermatitis Akibat Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta., 2004.

Larsen WG, Allergic Contact Dermatitis, In : Moschella SL., Hurley HJ, Dermatology, 3rd ed, London : WB Sauders Co., 1992, 391-400

Lushniak, BD Dec 1, 2000. Primary Care: Clinics In Office Practice . Lushniak, BD 1 Desember 2000. Perawatan Primer: Klinik Dalam Praktik Kantor. 24(4): 895-916. 24 (4): 895-895-916.

Mansyur, Muchtaruddin. Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja :

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

National Research Council and Institute of Medicine, 2007. Mining safety and health

research at NIOSH. Washington : The National Academies Press.

NN, Kontak occupational dermatitis, www.safeworkaustralia.gov.au Diakses taggal 30 Juni 2010.

NN, Diseases Skin Cancer, www.ccohs.ca Diakses tanggal 1 Mei 2010.


(5)

Nuraga, W. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Pada

Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di PT X Indonesia Tahun 2006. Tesis pada Program Magister Keselamatan dan Kesehatan kerja. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Rook/Wilkinson/Ebling (1992) (5th ed.) Textbook of Dermatology , Blackwell Scientific Publications Oxford. Wilkinson / Ebling (1992) (5 ed.) Blackwell Textbook of

Dermatology, Publikasi Ilmiah / Rook Oxford.

Sertoli A et al. Sertoli A et al. “Epidemiological survey of contact dermatitis in Italy (1984-1993) by GIRDCA.” American Journal of Contact Dermatitis . "Survei epidemiologi dermatitis kontak di Italia (1984-1993) oleh GIRDCA Dermatitis."

American Journal of Contact. 1999. 1999. March;10(1)30. Maret; 10 (1)

:18-30.

Suryani, Dinny. Dermatitis Akibat Kerja da Upaya Pencegahannya pada Pemulung Sampah di LPA Benowo Surabaya.. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Tierney, Jr. Lawrence M, et al, eds. Current Medical Diagnosis & Treatment .

Tierney, Jr M Lawrence, et al, eds. Current Diagnosis & Perawatan Medis. 35th ed. 35 ed. USA: Appleton & Lange, 1996. USA: Appleton & Lange, 1996.

The Lewin Group (prepared for the Society for Investigative Dermatology and the

American Academy of Dermatology Association). “The Burden of Skin Diseases.” 2004.p. The Lewin Group (siap Society for Investigative Dermatology dan American Academy of Dermatology Association) Diseases. "Beban Kulit." 2004.p. 37-40. 37-40.


(6)

Trihapsoro, iwan. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2003. Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

UNSAID, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat, www.esp.or.id Diakses tanggal 30 Juni 2010.

Weatherall, DJ, JGG Ledingham and DA Warrell, eds. Diseases of the Skin, Oxford

Textbook of Medicine . Weatherall, DJ, JGG Ledingham dan Warrell DA, eds,.

Penyakit dari Kulit Oxford Textbook Kedokteran. 3rd ed. 3rd ed. Toronto:

Oxford University Press, 1996, vol 3, pp. 3734 - 3742. Toronto: Oxford University Press, 1996, jilid 3, hlm 3734 -. 3742.


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel Di Kelurahan Merdeka Kota Medan Tahun 2015

6 71 101

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar Semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors Tahun 2014

1 22 142

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Gejala Penyakit Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Kecantikan Kuku (Manicure-Pedicure) di Salon The Nail Shop Medan TAHUN 2016

0 0 16

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Gejala Penyakit Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Kecantikan Kuku (Manicure-Pedicure) di Salon The Nail Shop Medan TAHUN 2016

0 1 2

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Gejala Penyakit Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Kecantikan Kuku (Manicure-Pedicure) di Salon The Nail Shop Medan TAHUN 2016

1 1 11

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Gejala Penyakit Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Kecantikan Kuku (Manicure-Pedicure) di Salon The Nail Shop Medan TAHUN 2016

0 3 27

Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Gejala Penyakit Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan Pekerja Kecantikan Kuku (Manicure-Pedicure) di Salon The Nail Shop Medan TAHUN 2016

0 4 3

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL MOTOR DI WILAYAH KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 8

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan 2015

0 2 19

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL KELURAHAN MERDEKA KOTA MEDAN TAHUN 2015

0 1 17