Taraf penggunaan mikroorganisme lokal tapai sebagai bioaktivator pembuatan pupuk organik campuran kotoran domba dengan batang pisang

TARAF PENGGUNAAN MIKROORGANISME LOKAL TAPAI
SEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
CAMPURAN KOTORAN DOMBA
DENGAN BATANG PISANG

SKRIPSI
LUTFI SETYO WIBOWO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PETERNAKAN BOGOR
2011
i

RINGKASAN
Lutfi Setyo Wibowo. D14060574. 2011. Taraf Penggunaan Mikroorganisme
Lokal Tapai sebagai Bioaktivator Pembuatan Pupuk Organik Campuran
Kotoran Domba dengan Batang Pisang. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Salundik, M.Si.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Agr.Sc.

Pengolahan limbah ternak seperti kotoran domba adalah salah satu alternatif
untuk menanggulangi kerusakan lingkungan dari limbah kotoran ternak. Sampai
sekarang, pengolahan kotoran domba menjadi pupuk di Karawang belum dapat
teroptimalisasi dengan baik. Penyebabnya adalah kesulitan dalam mendapatkan
bioaktivator komersial di Karawang. Cacahan batang pisang dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas pupuk, karena cacahan batang pisang mengandung kalium
yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pupuk organik
campuran kotoran domba dengan batang pisang dengan taraf penggunaan
bioaktivator MOL (mikroorganisme lokal) tapai yang berbeda.
Rancangan percobaan yang digunakan pada proses pengomposan adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan penambahan aktivator EM4, MOL tapai
1% (MT1), MOL tapai 5% (MT5) dan MOL tapai 10%(MT10) dengan tiga ulangan.
Peubah yang diamati adalah produksi kompos, pH dan kualitas kompos (N, P, K, C,
rasio C/N). Rancangan yang digunakan pada pengujian kangkung adalah Rancangan
Acak Lengkap pola Faktorial 4x3. Perlakuan yang digunakan pada pengujian tanam
yaitu jenis pupuk yang digunakan (EM4, MT1, MT5, dan MT10) dan dosis pupuk
yang digunakan (80 g, 160 g dan 240 g). Peubah yang diamati adalah tinggi batang,
jumlah daun, berat kering akar dan berat kering tajuk.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa taraf pemberian MOL tapai
berpengaruh pada nilai rataan bobot akhir kompos, rataan nilai kandungan karbon

(C) organik, rataan nilai kandungan nitrogen (N) total, rataan nilai kandungan fosfor
(P) total. Kompos yang dibuat dengan aktivator MT1 memiliki kualitas yang hampir
sama dengan kompos yang dibuat dengan aktivator EM4. Kompos dengan taraf
pemberian MOL tapai 1% memliki kandungan unsur hara yang terbaik dibandingkan
dengan kompos dengan taraf pemberian MOL tapai 5% dan 10%.
Hasil uji tanam menunjukkan semua tanaman yang diberi kompos lebih tinggi
bila dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi kompos. Tanaman yang diberi
dosis 160 g dan 240 g adalah tanaman yang paling tinggi. Tanaman yang diberi
kompos MT10 dengan dosis 80 g adalah tanaman yang paling pendek. Semua
tanaman yang diberi kompos memiliki jumlah daun lebih banyak bila dibandingkan
dengan tanaman yang tidak diberi kompos. Tanaman yang memiliki jumlah daun
paling banyak adalah tanaman yang diberi dosis kompos 240 g. Tanaman yang
memiliki jumlah daun paling sedikit adalah tanaman yang diberi kompos MT10.
Semua tanaman yang diberi kompos memiliki bobot kering tajuk yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi kompos. Tanaman diberi kompos
sebanyak 240 g merupakan tanaman dengan bobot kering terberat. Tanaman yang
diberi kompos memiliki berat kering akar yang lebih berat dari tanaman yang tidak

ii


diberi kompos. Tanaman yang diberi kompos 240 g merupakan tanaman yang
memiliki berat kering akar tertinggi.
Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini yaitu aktivator MT1 dan
EM4 merupakan aktivator yang dapat membuat kompos dengan kualitas terbaik.
Semua pemberian kompos memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
tanaman yang tanpa pemupukan. Pemberian kompos MT1 dengan dosis 240 g
menghasilkan tanaman dengan produktivitas tertinggi.
Kata-kata kunci: Feses domba, Batang pisang, Mikroorganisme lokal tapai

iii

ABSTRACT
Organic Fertilizer Production from Sheep Manure and Banana Trunk Using
Local Microorganism of Tapai as an Activator.
Wibowo, L.S., Salundik, and S. Mulatsih
Processing of animal waste such as sheep manure is one alternative to prevent
environmental damage from animal waste. Until now, the processing of sheep
manure to produce fertilizer is not optimized yet. Difficulty to get commercial
bioactivator in Karawang causes this problem. To enrich the fertilizer, banana trunk
could be used because of its high kalium content. This research purpose was to

know the quality of organic fertilizer made using local microorganism of tapai. The
data of organic fertilizer were analyzed using completely randomized design (CRD)
with 3 replications. The data from planlation test were analyzed using completely
randomized factorial design with 3 replications. Result showed that organic fertilizer
made using activator local microorganism of tapai 1% and local microorganism of
tapai 5% have same quality, but both of them have higher quality than the organic
fertilizer made using activator local microorganism of tapai 10%. All plants using
fertilizer have higer productivity than plant without fertilizer. It is concluded that
fertiliezer usage of local mircroorganism of tapai 1% as an activator with dosage of
240 g have the higest productivity.
Keyword: Sheep waste, Banana trunk, Local microorganism of tapai

iv

TARAF PENGGUNAAN MIKROORGANISME LOKAL TAPAI
SEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
CAMPURAN KOTORAN DOMBA
DENGAN BATANG PISANG

LUTFI SETYO WIBOWO

D14060574

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
v

Judul

: Taraf Penggunaan Mikroorganisme Lokal Tapai sebagai
Bioaktivator Pembuatan Pupuk Organik Campuran
Kotoran Domba dengan Batang Pisang.

Nama


: Lutfi Setyo Wibowo

NIM

: D14060574

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Ir. Salundik, M.Si.)
NIP. 19640406 198903 1 003

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Agr.Sc.)
NIP. 19640529 198903 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 22 Desember 2010

Tanggal Lulus:

vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lutfi Setyo Wibowo, lahir di Pekalongan, tepatnya pada
tanggal 28 Agustus 1988. Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Sutristiyanto,
S.Pd. dan Ibu Tanti Mulyani, S.Pd. Penulis merupakan Adik dari Tutut Lutfi Hastuti,
S.Farm, Apt. dan Kakak dari Asri Pangestika Lutfiani
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) tahun 2000 di SD
Negeri Tirto 03 Pekalongan, pendidikan lanjutan menengah pertama (SMP)
diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Negeri 02 Pekalongan dan pendidikan lanjutan

menengah atas (SMA) diselesaikan tahun 2006 di SMA Negeri 01 Pekalongan.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa
jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor tahun 2007.
Selama mengikuti pendidikan di Tingkat Persiapan Bersama, penulis aktif di
Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agricultural Expression. Penulis berpartisipasi
sebagai atlet basket dan pernah diundang untuk mewakili team basket fakultas dalam
Olimpiade Mahasiswa IPB tahun 2007-2008. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan di
IPB dan keorganisasian Himaproter. Selain aktif dalam keorganisasian intra kampus,
penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah yaitu HIMAPEKA (Himpunan
Mahasiswa Pekalongan) dan pernah menjadi ketua acara MAKRAB tahun 20082009.

vii

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’aalamin, segala puji dan syukur bagi Allah semata,
kedamaian dan kesejahteraan dari-Nya semoga tercurah bagi Rasulullah saw, beserta
keluarga, sahabat dan pengikutnya. Penghargaan tertinggi hanya kepada-Nya karena
atas kehendak dan petunjuk Nya penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi dengan

judul Taraf Penggunaan Mikroorganisme Lokal Tapai sebagai Bioaktivator
Pembuatan Pupuk Organik Campuran Kotoran Domba dengan Batang Pisang.
Sebuah karya ilmiah yang bagi penulis bukan sekedar sebagai persyaratan untuk
meraih gelar Sarjana Peternakan belaka, namun lebih sebagai anugerah dari Allah
SWT yang mengajarkan umat manusia melalui utusanNya Khair Al Anam
Muhammad SAW di berbagai bidang ilmu sehingga mereka terangkat derajatnya.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui kualitas pupuk organik
campuran kotoran domba dengan batang pisang pada taraf penggunaan bioaktivator
MOL tapai yang berbeda. Informasi ini diharapkan dapat dipergunakan untuk
mengatasi kesulitan dalam mendapatkan bioaktivator komersial dan juga menekan
biaya pembuatan pupuk kompos. Sehingga diharapkan dapat dijadikan alternatif
bioaktivator dalam pembuatan kompos.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya
dan semoga Allah SWT senantiasa memudahkan dan melapangkan upaya kita dalam
menjalankan kehendaknya. Amin.

Bogor, November 2010

Penulis


viii

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .......................................................................................

ii

ABSTRACT ..........................................................................................

iv

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................

v

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................

vi


RIWAYAT HIDUP ...............................................................................

vii

KATA PENGANTAR ...........................................................................

viii

DAFTAR ISI .........................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

xiii

PENDAHULUAN .................................................................................

1

Latar Belakang ...........................................................................
Tujuan ........................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

3

Kompos .....................................................................................
Proses Pengomposan Anaerobik .................................................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Anaerobik ....................................................................................
Ukuran Bahan .................................................................
Rasio C/N .......................................................................
Temperatur Pengomposan ...............................................
Derajat Keasaman (pH) ....................................................
Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan .........
Aktivator......................................................................................
Effective Microorganism 4 (EM4) ..................................
Mikroorganisme Lokal (MOL) Tapai ..............................
Kotoran Domba ..........................................................................
Batang Pisang ............................................................................
Kangkung (Ipomeoa reptans poir) ..............................................

3
3

MATERI DAN METODE .....................................................................

10

Lokasi dan Waktu ......................................................................
Materi ........................................................................................
Prosedur Penelitian ....................................................................
Pembuatan Pupuk Kompos ...........................................
Penanaman Tanaman Kangkung ....................................
Peubah yang Diamati .................................................................
Rancangan Percobaan ................................................................

10
10
10
10
11
12
13

4
4
4
4
4
5
5
5
6
7
7
8

ix

Proses Pengomposan ....................................................
Pengujian ke Tanaman Kangkung ..................................

13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................

16

Keadaan Umum Penelitian .........................................................
Produksi Kompos .......................................................................
Kandungan Karbon (C) Organik Pupuk Kompos ........................
Kandungan Nitrogen (N) Total Pupuk Kompos ..........................
Kandungan Fosfor (P) Total Pupuk Kompos ..............................
Kandungan Kalium (K2O) Total Pupuk Kompos ........................
Kandungan Rasio Karbon/Nitrogen (C/N) Pupuk Kompos .........
pH akhir Pupuk Kompos ...........................................................
Tinggi Vertikal Tanaman ...........................................................
Jumlah Daun Tanaman ...............................................................
Berat Kering Tajuk .....................................................................
Berat Kering Akar ......................................................................

16
17
18
19
21
22
23
23
24
30
35
37

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

40

Kesimpulan ................................................................................
Saran ..........................................................................................

40
40

UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

42

LAMPIRAN ..........................................................................................

45

x

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Kandungan Hara Kotoran Domba .............................................

7

2.

Batas Antara Kecukupan dan Defissiensi Unsur Hara pada
Kangkung berdasarkan Analisis Tanaman ...................................

9

3.

Rataan Nilai Produksi Bobot Akhir Kompos .............................

18

4.

Rataan Nilai Kandungan Karbon (C) Organik ...........................

19

5.

Rataan Nilai Kandungan Nitrogen (N) Total .............................

20

6.

Rataan Nilai Kandungan Fosfor (P) Total .................................

21

7.

Rataan Nilai Kandungan Kalium (K2O) Total ...........................

22

8.

Rataan Nilai Rasio Karbon/Nitrogen (C/N) ...............................

23

9.

pH Akhir Kompos .....................................................................

24

10. Rataan Nilai Tinggi Vertikal Tanaman 7 HST ...........................

25

11. Rataan Nilai Tinggi Vertikal Tanaman 14 HST .........................

26

12. Rataan Nilai Tinggi Vertikal Tanaman 21 HST .........................

27

13. Rataan Nilai Tinggi Vertikal Tanaman 28 HST .........................

29

14. Rataan Nilai Jumlah Daun Tanaman 7 HST ..............................

31

15. Rataan Nilai Jumlah Daun Tanaman 14 HST ............................

32

16. Rataan Nilai Jumlah Daun Tanaman 21 HST ............................

33

17. Rataan Nilai Jumlah Daun Tanaman 28 HST ............................

34

18. Rataan Nilai Berat Kering Tajuk ...............................................

36

19. Rataan Nilai Berat Kering Akar ................................................

37

xi

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Proses Pembuatan Ragi Tapai ...................................................

6

2.

Bagan Alir Proses Pembuatan Kompos .....................................

15

3.

Media Tanam yang Digunakan .................................................

15

4.

Mol Tapai yang Telah Dikembangbiakkan Selama 5 Hari
Dalam Botol Air Minum 1 Liter .................................................

17

Letak Media Tanah yang Diberi Perlakuan dan Kontrol Negatif
yaitu Media Tanah Dalam Rumah Kaca ....................................

24

Tinggi Vertikal Tanaman Kangkung 28 HST Pada Jenis
Kompos yang Berbeda dengan Pemberian Dosis A dan Kontrol
Berupa Media Tanah...................................................................

29

5.
6.

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Hasil Analisis Soil and Fertilizer Biotrop Bogor 2010 ................

45

2.

Sidik Ragam Produksi Bobot Akhir Kompos ............................

45

3.

Uji Tukey Produksi Bobot Akhir Kompos ..................................

45

4.

Sidik Ragam Kandungan Karbon (C) Organik ............................

45

5.

Uji Tukey Kandungan Karbon (C) Organik ...............................

45

6.

Sidik Ragam Kandungan Nitrogen (N) total ..............................

45

7.

Uji Tukey Kandungan Nitrogen (N) total ....................................

46

8.

Sidik Ragam Kandungan Fosfor (P) total ....................................

46

9.

Uji Tukey Kandungan Fosfor (P) total ......................................

46

10. Sidik Ragam Kalium (K2O) Total ...............................................

46

11. Sidik Ragam Rasio Karbon/Nitrogen (C/N) ..............................

46

12. Sidik Ragam Tinggi Vertikal Tanaman 7 HST ..........................

47

13. Sidik Ragam Tinggi Vertikal Tanaman 14 HST ..........................

47

14. Sidik Ragam Tinggi Vertikal Tanaman 21 HST ..........................

47

15. Uji Tukey Tinggi Vertikal Tanaman 21 HST untuk Faktor A .....

47

16. Uji Tukey Tinggi Vertikal Tanaman 21 HST untuk Faktor B ......

48

17. Uji Tukey Tinggi Vertikal Tanaman 21 HST untuk
Interaksi A*B ........ ....................................................................

48

18. Sidik Ragam Tinggi Vertikal Tanaman 28 HST ........................

48

19. Uji Tukey Tinggi Vertikal Tanaman 28 HST untuk Faktor B .....

48

20. Sidik Ragam Pertambahan Daun Tanaman 7 HST ....................

49

21. Sidik Ragam Pertambahan Daun Tanaman 14 HST ....................

49

22. Sidik Ragam Pertambahan Daun Tanaman 21 HST ....................

49

23. Uji Tukey Pertambahan Daun Tanaman 21 HST untuk
Faktor A .....................................................................................

49

24. Uji Tukey Pertambahan Daun Tanaman 21 HST untuk
Faktor B .....................................................................................

50

25. Sidik Ragam Pertambahan Daun Tanaman 28 HST ..................

50

26. Uji Tukey Pertambahan Daun Tanaman 28 HST untuk
Faktor A .....................................................................................

50

27. Uji Tukey Pertambahan Daun Tanaman 28 HST untuk
Faktor B .....................................................................................

50

28. Sidik Ragam Berat Kering Tajuk ..............................................

50
xiii

29. Uji Tukey Berat Kering Tajuk untuk Faktor A ...........................

51

30. Uji Tukey Berat Kering Tajuk untuk Faktor B ...........................

51

31. Sidik Ragam Berat Kering Akar .................................................

51

32. Uji Tukey Berat Kering Akar untuk Faktor A ...........................

51

33. Uji Tukey Berat Kering Akar untuk Faktor B ............................

51

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Direktorat Jendral Peternakan menyebutkan bahwa data populasi ternak
domba di Indonesia tahun 2009 sebesar 10.471.991 ekor, dan populasi di Provinsi
Jawa Barat sebanyak 5.524.329 ekor. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di
Kabupaten Karawang, didapatkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Karawang mengenai keseluruhan populasi ternak domba di Kabupaten
Karawang yang terdiri dari 30 kecamatan tahun 2009 sebesar 1.189.656 ekor dan
meningkat sebesar 73,16% dari tahun 2008 yang hanya sebesar 870.409 ekor. Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karawang juga menyebutkan bahwa
Kecamatan Batu Jaya tahun 2009 mempunyai populasi domba sebanyak 28.801 ekor.
Domba yang dipelihara peternak di Jawa Barat rata-rata sebanyak 6 ekor.
Pakan hijauan segar yang dikonsumsi domba sekitar 5,35 kg/hari (32,1 kg/peternak).
Pupuk kandang yang dihasilkan sekitar 4 kg (bahan kering feses 45 %) per hari per 6
ekor. Sisa pakan hijauan yang terbuang berkisar antara 40-50 % atau 14,2 kg. Feses
dan sisa hijauan yang dapat dikumpulkan setiap hari sebagai bahan kompos
mencapai 28,2 kg untuk setiap peternak (Mathius, 2007).
Studi kasus yang dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan feses domba di
Kecamatan Batu Jaya Kabupaten Karawang pada tanggal 14-17 Agustus 2009
didapatkan hasil 8,57% peternak menjual kotoran domba ke pengumpul, 88,57%
tidak memanfaatkannya (langsung ditimbun, dibakar, atau dibuang) dan 2,85%
peternak

memanfaatkan kotoran tersebut sebagai pupuk untuk kebun. Kotoran

domba berdasarkan berat kering oven memiliki rasio C/N 29; kandungan N 1,78%;
fosfor 0,79%, dan kalium 2,2% (Wibisono dan Basri, 1993).
Batang pisang merupakan bahan yang potensial untuk meningkatkan kualitas
kompos. Ultra et al. (2005) menyatakan bahwa tanaman pisang banyak menyerap
kalium dan kompos pisang yang diaplikasikan ke dalam tanaman pisang mampu
memberikan serapan kalium yang tinggi sehingga kadarnya tinggi pada buah dan
batang pisang.
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat potensial untuk
mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran.

1

Apabila tidak ditangani secara tepat, limbah ternak dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan (air, tanah dan udara).
Pengomposan alami memerlukan waktu yang relatif lama, namun dapat
dipersingkat dengan penambahan aktivator. Aktivator adalah bahan yang sering
ditambahkan dalam pengomposan dengan tujuan untuk mempercepat proses
penguraian (Gaur, 1983). Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk belum
dilakukan oleh petani secara optimal. Hal ini salah satunya dikarenakan kesulitan
dalam mendapatkan bioaktivator komersial di lingkungan mereka. Tapai sangat
familiar dalam masyarakat pedesaan, sehingga diharapkan nantinya masyarakat
dapat memanfaatkan ragi tape ini sebagai bioaktivator dalam pembuatan pupuk
organik.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pupuk organik
campuran kotoran domba dengan batang pisang pada taraf penggunaan bioaktivator
mikroorganisme lokal (MOL) tapai yang berbeda.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kompos
Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar
dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pupuk organik adalah bahan organik yang
umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah
secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang
berasal dari tumbuhan dan hewan (Sutanto, 2002). Suriawiria (2003) menyatakan
bahwa pupuk organik mempunyai kandungan unsur hara, terutama N, P, dan K yang
relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk anorganik, tetapi mempunyai peranan lain
yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan
tanaman.
Pengomposan menurut Yang (1997), merupakan suatu proses biooksidasi
yang menghasilkan produk organik yang stabil dan dapat dikontribusikan secara
langsung ke tanah serta digunakan sebagai pupuk. Harada et al. (1993) menyatakan
produk dari pengomposan berupa kompos apabila diberikan ke tanah akan
mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun biologis tanah.
Proses Pengomposan Anaerobik
Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur
kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses
tersebut merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu, seperti yang
terjadi pada proses pengomposan aerobik.
Proses pengomposan secara anaerobik akan menghasilkan metana (alkohol),
CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah
(asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat). Proses anaerobik
umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam. Sisa hasil pengomposan anaerobik
berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60% dengan warna cokelat gelap
sampai hitam. Kehilangan unsur hara pada proses pengomposan secara anaerobik
sedikit, sehingga umumnya mempunyai kandungan unsur hara yang lebih tinggi dari
proses pengomposan secara aerobik (Samekto, 2006)

3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan Anaerobik
Ukuran Bahan
Proses pengomposan dapat dipercepat jika bahan mentah kompos dicincang
menjadi bahan yang lebih kecil. Bahan yang kecil akan cepat didekomposisi karena
peningkatan luas permukaan untuk aktivitas organisme perombak (Gaur, 1983).
Menurut Murbandono (1993), sampai batas tertentu semakin kecil ukuran partikel
bahan maka semakin cepat pula waktu pelapukannya.
Rasio Karbon-Nitrogen (C/N)
Rasio C/N bahan organik merupakan faktor yang paling penting dalam
pengomposan. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan karbon untuk
menyediakan energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001) dan nitrogen yang berperan
dalam memelihara dan membangun sel tubuhnya (Triadmojo, 2001). Kisaran rasio
C/N yang ideal adalah 20-40, dan rasio yang terbaik adalah 30 (Center for policy and
Implementation Study, 1992). Rasio C/N yang tinggi akan mengakibatkan proses
berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah, sebaliknya jika rasio C/N
terlalu rendah akan menyebabkan terbentuknya amoniak, sehingga nitrogen akan
hilang ke udara (Gunawan dan Surdiyanto, 2001).
Temperatur Pengomposan
Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu yang sesuai dengan suhu
optimum pertumbuhan mikroorganisme perombak. Menurut Murbandono (1993),
suhu optimum pengomposan berkisar antara 35-55 oC, akan tetapi setiap kelompok
mikroorganisme mempunyai suhu optimum yang berbeda sehingga suhu optimum
pengomposan merupakan integasi dari berbagai jenis mikroorganisme.
Derajat Keasaman (pH)
Identifikasi proses degradasi bahan organik pada proses pengomposan dapat
dilakukan dengan mengamati terjadinya perubahan pH kompos. Menurut Center for
Policy and Implementation Study (1992), derajat keasaman (pH) yang dituju adalah
6-8,5 yaitu kisaran pH yang pada umumnya ideal bagi tanaman. Hasil dekomposisi
bahan organik ini menghasilkan kompos yang bersifat netral sebagai akibat dari sifatsifat basa bahan organik yang difermentasikan. Pada pengomposan pupuk organik

4

padat nilai pH pada hari ketiga berkisar dari 7,66-8,84 dan hari ke-enam berkisar
pada 8,66-9,08 (Nengsih, 2002).
Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan
Pengomposan akan berjalan lama jika mikroorganisme perombak pada
permulaannya sedikit. Mikroorganisme sering ditambahkan pada bahan yang akan
dikomposkan yang bertujuan untuk mempercepat proses pengomposan (Indriyani,
1999).
Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya proses pengomposan akan
berfluktuasi. Berdasarkan kondisi habitatnya (terutama suhu), mikroorganisme yang
terlibat dalam pengomposan tersebut terdiri dari dua golongan yaitu mesofilik dan
termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada suhu
antara 45-65 oC. Pada waktu suhu tumpukan kompos kurang dari 45 oC, maka proses
pengomposan dibantu oleh mesofilik di atas suhu tersebut (45-65

o

C)

mikroorganisme yang berperan adalah termofilik (Gaur, 1983 dan Center for Policy
and Implementation Study, 1992). Menurut Center for Policy and Implementation
Study (1992), mikroorganisme mesofilik pada hakekatnya berfungsi memperkecil
ukuran partikel zat organik sehingga luas permukaan partikel bertambah. Menurut
Gaur (1983), bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu yang terbatas berfungsi
untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein, sehingga bahan-bahan kompos dapat
terdegradasi dengan cepat.
Aktivator
Aktivator merupakan bahan yang mampu meningkatkan dekomposisi bahan
organik (Gaur, 1983). Aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui dua
cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif
dalam menghancurkan bahan organik (pada activator organic), kedua yaitu
meningkatkan kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme
tersebut.
EM4 (Effective Microorganisms4)
Sekitar tahun 1980, Prof Dr. Teruo Higa dari Jepang mengembangkan
teknologi Mikroorganisme Efektif (ME) sebagai alternatif dalam mewujudkan
konsep pertanian alami. Mikroorganisme efektif adalah suatu larutan yang terdiri dari

5

kultur pertanian alami dan merupakan kultur campuran berbagai mikroba yang
bermanfaat bagi tanaman dan berfungsi sebagai bio-inokulan. Setiap spesies mikroba
mempunyai fungsi dan peranan masing-masing yang bersifat saling menunjang dan
bekerja secara sinergis. Larutan ME di pasaran umum diperdagangkan dengan merek
EM4 (Higa dan Wididana, 1994).
Higa dan Wididana (1994) menyatakan, bahwa effective Microorganisms4
(EM4) mengandung lima jenis mikroorganisme utama yaitu Lactobacillus sp.
(bakteri asam laktat) dalam jumlah besar, bakteri fotosintesis, ragi, Actinomycetes
dan jamur fermentasi, yang bekerja secara sinergis untuk menyuburkan tanah dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Mikroorganisme Lokal (MOL) Tapai
Tapai adalah sebuah makanan yang terbuat dari singkong yang difermentasi
dengan ragi tapai. Mikroba yang terdapat di dalam ragi adalah kapang, khamir dan
bakteri. Bakteri yang sering ditemukan di dalam ragi tape berasal dari genus
Pediococcus dan Basillus. Kapang yang berperan adalah Amylomyces, Mucor dan
Rhizopus sp. Khamir yang berperan adalah Endomycopsis fibuliger, Saccharomyces
cerevisiae dan Hansenula sp. (Saono et al., 1982). Proses pembuatan ragi tapai dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pembuatan Ragi Tapai
6

MOL tapai dibuat dengan mencampurkan tapai singkong dengan air dan gula.
Campuran tersebut disimpan di dalam botol dan didiamkan selama 5 hari. Setelah 5
hari, MOL sudah dapat digunakan. Sejumlah 2,5 liter MOL dapat digunakan untuk
membuat 1 ton kompos (Setiawan dan Tim ETOSA, 2010).
Kotoran Domba
Gatenby (1986) mengemukakan bahwa kotoran domba mengandung N, P, K dan
mineral-mineral esensial untuk pertumbuhan tanaman juga mengandung bahan
organik yang dapat memperbaiki struktur tanah, mengurangi erosi dan menambah
kapasitas tanah untuk memegang air. Menurut Wibisono & Basri (1993), kotoran
domba berdasarkan berat kering oven memiliki rasio C/N 29; kandungan N 1,78%;
fosfor 0,79%, dan kalium. Gatenby (1986) mengemukakan bahwa kotoran domba
mengandung N, P, K, dan mineral-mineral esensial untuk pertumbuhan. Kandungan
hara kotoran domba dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Hara Kotoran Domba

Unsur Hara

A (Padat)

B (Padat)

C
Padat

Cair

------------------------%-----------------------H2O

66

64

60

85

N

5,06

1,44

0,6

1,50

P

0,67

0,22

0,3

0,13

K

3,97

1,01

0,17

1,80

Sumber: A= Soepardi (1983), B= Kammlade (1985), C= Setiawan (1998)

Batang Pisang
Batang atau pelepah pisang merupakan bagian dari tanaman pisang yang
berada di atas tanah yang berfungsi sebagai kultur penyangga daun, tunas, dan buah.
Batang pisang berfungsi sebagai jalan pengakutan hasil-hasil asimilasi dari atas ke
bawah. Batang semu tersusun dari cekungan-cekungan pelepah daun. Cekungan
pelepah daun tersebut umumnya terdapat pada tumbuhan yang tergolong dalam
tumbuhan berbiji tunggal atau Monocotyledonae gabungan daun tersebut berbentuk
sirkuler (Tjitrosoepomo, 1988).

7

Batang pisang sebagian berisi air dan serat (selulosa), disamping mineral,
kalium, dan fosfor. Komposisi kimia batang pisang dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu komposisi tanah, frekuensi pemotongan, fase pertumbuhan, pemupukan, iklim
setempat, dan ketersediaan air. Serat batang pisang mengandung 63% selulosa, 20%
hemiselulosa, dan 5% lignin (Small, 1954 dalam Wijaya, 2002).
Kangkung (Ipomoea reptans poir)
Ipomea aquatic Forssk, sinonimnya adalah Ipomae reptans poir yang dalam
bahasa Indonesia disebut kangkung, dikenal luas masyarakat Indonesia sebagai
tanaman sayuran (Van Valkenburg dan Bunyapraphatsara, 2001). Tanaman ini di
Asia Tenggara memiliki dua tipe yaitu kangkung merah yang dicirikan berbunga
ungu atau merah jingga atau lembayung disebut juga sebagai kangkung air dan
kangkung berbunga putih yang disebut dengan kangkung darat.
Kangkung memiliki kedudukan dalam tatanama (sistematika) tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut:
Division

: Spermatophyta

Sub division

: Angiospermae

Kelas

: Dycotyledoneae

Famili

: Convolvulaceae

Genus

: Ipomoea reptans poir (kangkung darat)

Masyarakat Indonesia hampir semuanya mengenal kangkung. Kangkung
merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun (Rukmana,
1994). Kangkung juga dikenal dengan tumbuhan yang tumbuh cepat dan
memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Di dataran rendah
tropika sekitar khatulistiwa kangkung dapat dipanen sesudah 25 hari dan dapat
menghasilkan lebih dari 20 ton/ha daun segar.
Pertumbuhan kangkung tidak terlalu sulit, kangkung dapat tumbuh di
perairan dan daratan (bedengan). Kangkung yang tumbuh di perairan adalah
kangkung air yang memiliki tangkai daun panjang, daun lebar dan warna hijau tua
segar dan bunga berwarna ungu. Jenis kangkung darat berbeda dengan kangkung air.
Kangkung darat banyak tumbuh di lahan kering atau tegalan. Daun lebih langsing
dengan ujung daun meruncing. Warnanya hijau pucat keputih-putihan dan warna
bunga putih polos. Bunga ini dipelihara untuk menghasilkan biji sebagai benih yang
8

baru. Untuk kangkung darat, varietas sutra sangat baik dikembangbiakkan. Jenis ini
bukan asli Indonesia, melainkan dari tempat yang cukup jauh di Pasifik, yakni di
kepulauan Hawai. Penampilanya menarik, tumbuh tegak dengan daun yang berwarna
pucat keputihan. Batang berwarna hijau muda dengan daun berbentuk segi tiga lebar.
Sedikit berbeda dengan sifat kangkung darat lainnya, kangkung sutra dapat dipanen
pertama sekali pada umur 35-40 hari. Pada umur 50 hari bunganya yang berwarna
putih sudah muncul. Kemampuan bercabang mencapai 2m. Produksinya pun tak
kalah hebat, yaitu antara 12-44 ton/ha. Sedangkan kemampuan memproduksi bijinya
adalah 6 ton/ha. Batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara kangkung
berdasarkan analisis tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Batas antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara pada Kangkung
berdasarkan Analisis Tanaman
Unsur hara

Kangkung

N(%)

4,2

P(%)

0,26

K(%)

1,71

Ca(%)

0,36

Mg(%)

0,26

S(%)

-

Sumber : Sanchez (1992)

9

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat
di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan serta di Laboratorium Lapang University Farm,
Institut Pertanian Bogor.
Materi
Penelitian ini menggunakan bahan kotoran domba, batang pisang, larutan
gula, molases, bioaktivator berupa MOL tapai, EM4, tanah latosol, polybag, dan
benih kangkung lokal.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah drum plastik, gayung,
pisau, timbangan, karung, sekop, dan penggaris.
Prosedur Penelitian
Pembuatan Kompos
Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan dekomposisi proses
pengomposan yakni ukuran partikel bahan. Untuk mendapatkan ukuran bahan yang
sesuai standar 2,5 hingga 4 cm (Metcalf dan Eddy, 2004), maka dilakukan
pencacahan pada batang pisang.
Tahapan penelitian selanjutnya, yakni melakukan karakterisasi bahan
pengompos. Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui nilai rasio pengomposan.
Parameter yang diukur yakni kadar C/N masing-masing bahan. Kemudian, dilakukan
penentuan jumlah bahan organik yang akan dicampurkan persamaan person squere
methode.
Rasio C/N batang pisang 55 dan rasio C/N kotoran domba 29. Setelah
dihitung, diketahui persen perbandingan batang pisang dan kotoran domba dengan
C/N kompos yang diinginkan adalah 35 yaitu 77 % : 23 %. Jika kompos yang dibuat
ukuran 10 kg maka diperlukan batang pisang 2,3 kg dan kotoran domba 7,7 kg.
Taraf yang digunakan adalah penambahan MOL tapai 1% , 5%, 10% dengan
kontrol berupa EM4. Aktivasi larutan EM4 pada kompos 10 kg dilakukan dengan
penambahan 500 g dedak, 500 g gula pasir dan diencerkan dengan air sampai volume

10

400 ml. MOL disiapkan dengan mencampur 25 ml MOL dengan 375 ml air. Bahan
kemudian dimasukkan dalam drum dan ditutup agar terjadi pengomposan anaerobik.
Bobot bahan baku kompos yang sesuai dengan perhitungan formulasi di atas,
kemudian dicampurkan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai dengan taraf
percobaan yang akan dilakukan yakni: perlakuan pemberian MOL tapai dengan
taraf (1 %, 5 % dan 10 %) dan kontrol (dengan tambahan aktivator EM4). Kemudian,
bahan dimasukkan dalam drum 10 kg dan ditutup agar terjadi pengomposan secara
anaerob. Pengadukan dilakukan agar proses pengomposan terjadi dengan baik.
Pengambilan data meliputi produksi bobot akhir kompos, kandungan karbon (C)
organik, kandungan nitrogen (N) total, kandungan fosfor (P) total, kandungan K2O
total, rasio karbon/nitrogen (C/N), pH akhir kompos.
Penanaman Tanaman Kangkung
Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, dan
memberikan kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan
tanah, drainase, dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Pengolahan tanah
dalam penelitian ini meliputi penjemuran tanah latosol dan juga penyaringan tanah
latosol.
Penelitian uji tanaman kangkung menggunakan 4 pupuk yang berbeda (EM4,
MOL tapai 1%, MOL tapai 5%, dan MOL tapai 10%) dengan 1 kontrol berupa tanah
latosol 4 kg. Dosis yang diberikan pada masing-masing kompos ada 3 (80 g, 160 g
dan 240 g). Setiap kombinasi jenis kompos dan dosis ditanaman pada polybag
berukuran 35 cm x 35 cm dengan jumlah tanah masing-masing polybag 4 kg dan
diulang sebanyak 3 kali. Banyaknya petak percobaan yang digunakan adalah 45
petak. Kombinasi perlakuan EM4 80 g, EM4 160 g, EM4 240 g, MOL tapai 1% 80
g, MOL tapai 1% 160 g, MOL tapai 1% 240 g, MOL tapai 5% 80 g, MOL tapai 5%
160 g, MOL tapai 5% 240 g, MOL tapai 10% 80 g, MOL tapai 10% 160 g, MOL
tapai 10% 240 g.
Polybag yang telah terisi tanah dan juga pupuk kompos dengan berbagai
dosis tersebut kemudian ditanami benih kangkung lokal dengan jarak yang memadai.
Setiap polybag mempunyai 4 lubang dam setiap lubang dimasukkan 6 biji kangkung.
Penyulaman dilakukan pada minggu pertama setelah penanaman dengan melihat
jumlah terkecil tanaman yang tumbuh. Penyiraman secukupnya dilakukan setelah
11

benih ditanaman. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dengan pengambilan data dilakukan setiap minggu
Tanaman kangkung sudah dapat dipanen pada saat berumur 3 minggu setelah
penanaman. Pada saat panen tanaman dipisahkan antara tajuk dengan akarnya yang
kemudian dikeringkan untuk mengetahui biomasa tanaman.

Peubah yang Diamati
Kadar Karbon (C)
Pupuk sebanyak 0,25 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambah 5 ml K2Cr2O7 dan 2,5 ml H2SO4 perlahan-lahan. Larutan lalu dikocok
sampai bereaksi sempurna. Sebanyak 1 ml larutan yang telah dibuat dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 125 ml dan ditambah 9 ml aquades kemudian dititrasi dengan
Fe2SO4

0,1 N dengan indikator diphenylalamin sebanyak 2-3 tetes. Titrasi

dihentikan jika warna larutan sudah berwarna biru.
Nitrogen Total
Total nitrogen dianalisa dengan metode Kjedahl, titrimetri. Sampel kompos
yang akan diujikan ditambah dengan H2SO4, H2O2 dan katalis selenium mixtur (Se +
CuSO4 + Na2SO4) kemudian didestruksi sampai menjadi jernih/putih (semua N
diubah menjadi (NH4)2 SO4), kemudian didinginkan, setelah itu didestilasi dengan
menambahkan 20 ml NaOH 50% untuk melepaskan NH3 yang ditampung dengan
larutan asam borat 1%. Sampel yang telah didestilasi selanjutnya ditritasi dengan
HCl encer (0,05) dengan indikator Conway
Kadar Fosfor (P2O5)
Pupuk sebanyak 2 g dicampur dengan 10 ml HCl 25% dan disimpan selama ±
24 jam. Rendaman tersebut diambil sebanyak 2 ml dan ditambah 18 ml aquades.
Larutan hasil pengenceran ditambahkan 0,5 ml NH4 molybdat serta 2-3 tetes SnCl2
kemudian diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 693 mm.
Hasil pengukuran yang didapatkan dibandingkan dengan kurva standar.
Kadar Kalium (K)
Pupuk sebanyak 1 g ditambahkan dengan 25 ml HCl 25% kemudian
didekstruksi. Campurkan HNO3 65% dan HClO4 37% sampai sampel berwarna

12

putih. Hasil destruksi diencerkan sampai 250 ml kemudian dipipet sebanyak 5 ml dan
diencerkan menjadi 10 ml, kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer
AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer).
Nilai pH Pupuk
Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran derajat keasaman atau kebasaan
suatu larutan atau bahan. Pengukuran derajat keasaman pada penelitian ini
menggunakan pH meter pada akhir pengomposan.
Tinggi Vertikal (cm)
Tinggi vertikal dapat diperoleh dengan mengukur tanaman kangkung dari
permukaan tanah sampai ujung tanaman yang tertinggi. Variabel yang diukur adalah
pertambahan tinggi vertikal tanaman yang diukur setiap minggu dengan cara
menyatukan tanaman sampai tegak lurus kemudian dilakukan pengukuran secara
vertikal pada bagian tanaman yang paling tinggi dari permukaan.
Jumlah Daun (unit)
Jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah daun setiap individu kangkung dari
tanaman yang tertinggi dari satu lubang tanam.
Berat Kering Akar (g)
Bobot kering akar diperoleh dengan cara menimbang akar yang telah
dikeringkan dengan sinar matahari selama 48 jam dan pengeringan oven 60 0C
selama 48 jam
Berat Kering Tajuk (g)
Produksi kering tajuk diperoleh dengan cara menimbang tajuk setelah
dikeringkan dengan sinar matahari 48 jam dan pengeringan oven 60 0C selama 48
jam.
Rancangan Percobaan
Proses Pengomposan
Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengomposan adalah metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL) meliputi 4 taraf dengan 3 ulangan. Perlakuan pada
penelitian ini adalah taraf biokativator MOL tapai yaitu 1%, 5%, 10% dengan EM4
sebagai kontrol.
13

Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Yij = µ + Gi + ∑ij
Keterangan :
Yij

= Nilai pengamatan pada taraf ke-i (konsentrasi MOL tapai dan kontrol) pada
ulangan ke-j

µ

= Nilai tengah umum

Gi

= Pengaruh taraf MOL tapai ke-i

∑ij

= Pengaruh galat percobaan pada MOL tapai ke-j
Data diolah dengan metode ANOVA, selanjutnya hasil sidik ragam yang

menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata diuji banding dengan menggunakan uji
Tukey (Mattjik dan Sumertajaya, 2000).

Pengujian ke Tanaman Kangkung
Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji tanam ini adalah Rancangan
Faktorial dengan faktor pertama yaitu 4 macam kompos yaitu kompos dengan
penambahan MOL tapai 1%, 5%, 10%, dan EM4. Faktor kedua yaitu dosis
pemberian kompos 80 g, 160 g, dan 240 g. Kedua jenis perlakuan ini diberikan
secara acak. Untuk masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Model
matematika dari rancangan adalah sebagai berikut :
Yijk =

+ αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :
Yijk

= Nilai pengamatan faktor M taraf ke-i, faktor X taraf ke-j, dan
ulangan ke-k
= Rataan umum pengamatan

αi

= Pengaruh perlakuan i

βj

= Pengaruh perlakuan j

(αβ)ij

= Pengaruh interaksi perlakuan i dan j

εijk

= Pengaruh galat pupuk ke-i, dosis ke-j, dan ulangan ke-k (k = 1, 2,3)
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisa ragam

(Analyses of Variance / ANOVA) dan bila terjadi perbedaan dilanjutkan dengan Uji
Tukey (Mattjik dan Sumertajaya, 2000).

14

B. Pisang

Kotoran domba

Cacah

Karakterisasi Bahan

Pencampuran, Homogenisasi, pemberian aktivator sesuai taraf
Metode
MT1

Metode
E

Metode
MT5

Metode
MT10

Proses Pengomposan. Pengadukan bahan dilakukan setiap 5 hari sekali

Kompos
E (kontrol)

Kompos
MT1

Kompos
MT5

Kompos
MT10

Uji Kualitas
Selesai
Keterangan : E= EM4; MT1= Mol tapai 1%; MT5= Mol tapai 5%; MT10= Mol tapai 10%; A= Dosis
80 g; B= Dosis 160 g; C= Dosis 240 g.

Gambar 2. Bagan Alir Proses Pembuatan Kompos

Media Tanam

E

A

B

MT1

C

A

B

MT5

C

A

B

MT10

C

A

B

C

Keterangan : E= EM4; MT1= Mol tapai 1%; MT5= Mol tapai 5%; MT10= Mol tapai 10%; A= Dosis
80 g; B= Dosis 160 g; C= Dosis 240 g.

Gambar 3. Media Tanam yang Digunakan

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Kondisi ruangan laboratorium secara umum mendukung untuk pembuatan
pupuk kompos karena mempunyai suhu yang tidak berubah signifikan setiap harinya
serta terlindung dari cahaya matahari. Suhu ruangan di Laboratorium Pengolahan
Limbah Hasil Ternak berkisar antara 26,3-27,7oC (Hadi, 2007).
Unsur hara yang terdapat pada kotoran domba terbilang lengkap namun
jumlahnya sedikit, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Peningkatan kualias kompos
kotoran domba ini kemudian dilakukan dengan menggunakan cacahan batang pisang
sebagai bahan penambah.
Pengomposan dilakukan untuk menurunkan suhu pada kotoran domba karena
kotoran yang belum dikomposkan mempunyai suhu yang tinggi yang dapat
mengakibatkan tanaman mati jika diberikan secara langsung pada tanaman.
Pengomposan juga mengurangi persaingan nutrisi dalam tanah dan merombak unsur
hara agar lebih mudah digunakan oleh tanaman dan mengurangi mikroorganisme
patogen. Aktivator merupakan bahan yang mampu meningkatkan dekomposisi bahan
organik (Gaur, 1983). Aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui dua
cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif
dalam menghancurkan bahan organik (pada activator organic), kedua yaitu
meningkatkan kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme
tersebut.
MOL tapai dapat digunakan sebagai bioaktivator karena sifatnya yang bisa
”diternakkan” yang berfungsi sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik.
Setiawan dan Tim ETOSA (2010) menyatakan terdapat golongan mikroorganisme
pokok dalam bioaktivator yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomycetes
sp., ragi (yeast), dan actinomycetes. MOL tapai yang telah dikembangbiakkan selama
5 hari dalam botol minum 1 liter ditunjukkan pada Gambar 4.

16

Gambar 4. MOL Tapai yang Telah Dikembangbiakkan selama 5 Hari dalam Botol
Minum 1 Liter
Proses pengomposan dilakukan secara anaerobik dengan menggunakan
polybag yang ditutup rapat lalu diberi selang untuk mengeluarkan gas-gas hasil dari
pengomposan dan ujung selang dimasukkan ke dalam botol yang berisi air, sehingga
udara dapat keluar namun tidak dapat masuk untuk menjaga keadaan anaerobik
dalam polybag.
Produksi Kompos
Produk akhir dari proses dekomposisi dan stabilisasi bahan organik oleh
mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkontrol adalah kompos. Produksi
kompos ini dipengaruhi oleh imbangan C/N, tingkat keasaman (pH), jenis
mikroorganisme yang terlibat, penyusutan, kadar air bahan dan struktur bahan
organik. Berat awal bahan organik yang digunakan pada masing-masing perlakuan
terdiri dari 2,3 kg cacahan batang pisang dan 7,7 kg kotoran domba. Angka tersebut
didapatkan setelah diketahui rasio C/N batang pisang 55 dan rasio C/N kotoran
domba 29. Setelah dihitung, diketahui persen perbandingan batang pisang dan
kotoran domba dengan C/N kompos yang diinginkan sebesar 35 yaitu 23,07 % :
76,92 %. Rataan nilai produksi bobot akhir kompos dapat dilihat pada Tabel 3.

17

Tabel 3. Rataan Nilai Produksi Bobot Akhir Kompos
Perlakuan

Bobot Awal Kompos
--------------(kg)-----------10
10
10
10

EM4
MT1
MT5
MT10

Bobot Akhir Kompos
--------------(kg)------------3,10 ± 0,02b
3,23 ± 0,24b
3,54 ± 0,04ab
3,79 ± 0,33a

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P