Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA DIFERMENTASI MOL (Mikroorganisme Lokal) DIBANDINGKAN Trichoderma
harzianum SEBAGAI PAKAN BERBENTUK PELET TERHADAP KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH
   
RIANTO CIBRO 090306058
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA DIFERMENTASI MOL (Mikroorganisme Lokal) DIBANDINGKAN Trichoderma
harzianum SEBAGAI PAKAN BERBENTUK PELET TERHADAP KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH
   
SKRIPSI Oleh:
RIANTO CIBRO 090306058
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA DIFERMENTASI MOL (Mikroorganisme Lokal) DIBANDINGKAN Trichoderma
harzianum SEBAGAI PAKAN BERBENTUK PELET TERHADAP KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH
SKRIPSI
Oleh : RIANTO CIBRO 090306058/PETERNAKAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi : Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL

(Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum

Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex

Jantan Lepas Sapih

Nama

: Rianto Cibro

NIM : 090306058

Program Studi : Peternakan


Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Usman Budi, S.Pt, M.Si Ketua

Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal Acc :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
RIANTO CIBRO, 2014 : Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih, dibimbing oleh USMAN BUDI dan NURZAINAH GINTING.
Tujuan penelitian ini menguji pengaruh pemberian kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap karkas kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan penelitian yaitu P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (kulit pisang raja 15% fermentasi mikroorganisme lokal), P2 (kulit pisang raja 30% fermentasi mikroorganisme lokal), P3 (kulit pisang raja 45% fermentasi mikoorganisme lokal), P4 (kulit pisang raja 15% fermentasi Trichoderma harzianum), P5 (kulit pisang raja 30% fermentasi Trichoderma harzianum) dan P6 (kulit pisang raja 45% fermentasi Trichoderma harzianum). Parameter yang diamati adalah bobot potong (g/ekor), bobot karkas (g/ekor) dan persentase karkas (%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot potong P0: 1445,67; P1: 1462,33; P2: 1535,67; P3: 1389,33; P4: 1268,00; P5: 1208,00; P6: 1151,00 g. Rataan bobot karkas P0: 649,15; P1: 656,98; P2: 708,00; P3: 624,03; P4: 564,65; P5: 537,50; P6: 511,33 g. Rataan persentase karkas P0: 44,90; P1: 44,93; P2: 46,10; P3: 44,91; P4: 44,53; P5: 44,50; P6: 44,43. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong (g/ekor), bobot karkas (g/ekor) dan pesentase karkas (%). Kata kunci : kulit pisang raja, fermentasi, mikroorganisme lokal, Trichoderma harzianum, kelinci Rex jantan
Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
RIANTO CIBRO, 2014: The Utilization of Fermented Raja Banana Peel by Local Microorganism compared Trichoderma harzianum for Pellets Feed on Carcass Rex Rabbit Male Weaning, supervised by USMAN BUDI and NURZAINAH GINTING.
The aim of this research is to test the utilization of fermented raja banana peel by local microorganism compared Trichoderma harzianum for pellets feed on carcass Rex rabbit male weaning. The research using completely randomized design with 7 treatments and 3 replications. Treatments were P0 (Raja Banana Peel without fermentation 45%), P1 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 15%), P2 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 30%), P3 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 45%), P4 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 15%), P5 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 30%), P6 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 45%). Parameters observed is body weight, carcass and carcass percentage (%).
The results showed that the average body weight P0: 1445,67; P1: 1462,33; P2: 1535,67; P3: 1389,33; P4: 1268,00; P5: 1208,00; P6: 1151,00 g respectively. The average carcass P0: 649,15; P1: 656,98; P2: 708,00; P3: 624,03; P4: 564,65; P5: 537,50; P6: 511,33 g respectively. The average carcass percentage P0: 44,90; P1: 44,93; P2: 46,10; P3: 44,91; P4: 44,53; P5: 44,50; P6: 44,43. The results showed that the utilization of Raja Banana Peel fermentation of local microorganism and Trichoderma harzianum in pellets give significant influence to body weight, carcass and carcass percentage (%). Keyword : Raja Banana Peel, fermentation, local microorganism, Trichoderma harzianum, Rex rabbit
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuta Pinang pada tanggal 15 Mei 1991 dari ayah Daniel Cibro dan ibu Kamu Ria Anak Ampun. Penulis merupakan putra ke enam dari delapan bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Kerajaan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), Perpulungen Mahasiswa Pakpak (PERMAPAK).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Desa Pardugul Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dari bulan Juni sampai Agustus 2012.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesarbesarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Usman Budi, S.Pt. M.Si dan ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing juga kepada bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA dan bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS selaku dosen undangan yang telah memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat terlaksana dengan baik dan tepat pada waktunya.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat.
   
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

............................................................................................................................. Hal.

ABSTRAK .......................................................................................................... i

ABSTRACT.......................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR TABEL............................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang .................................................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................................ Kegunaan Penelitian ........................................................................................... Hipotesis Penelitian.............................................................................................


1 3 3 3

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci……………………………………….. 4

Pakan Ternak Kelinci.......................................................................................... 6

Potensi Kulit Pisang Sebagai Pakan Ternak ....................................................... 7

Fermentasi ...... .................................................................................................... 8

Rhizopus sp ............................................................................................. 9

Saccharomyces sp.... ............................................................................... 10

Lactobacillus sp....................................................................................... 11

Trichoderma........................................................................................................ 12


Teknologi Pengelolahan Pakan Berbentuk Pelet ................................. .............. 13

Bungkil Inti Sawit..................................................... .......................................... 15

Bungkil Kelapa......................................................... .......................................... 15

Bungkil kedelai ................................................................................................... 15

Dedak Padi ..................................................................................................... 15

Tepung Ikan ..................................................................................................... 16

Mineral

..................................................................................................... 16

Garam

..................................................................................................... 17


Molases

..................................................................................................... 17

Bobot Potong ..................................................................................................... 18

Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas....................................................... 19

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 22 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................................ 22
Bahan ..................................................................................................... 22 Alat ......................................................................................................... 22 Metode Penelitian ............................................................................................... 23 Analisi Data......................................................................................................... 24 Parameter Penelitian..... ..................................................................................... 25 Pelaksanaan Penelitian..... ................................................................................... 26 Persiapan Kandang Beserta Peralatannya.... ....................................................... 26 Pemilihan ternak.................................................................................................. 26 Pengelolahan Tepung Kulit Pisang Fermentasi MOL ........................................ 26 Pengelolahan Tepung Kulit Pisang Fermentasi Trichoderma harzianum. ......... 26 Penyusunan Pakan dalam Bentuk Pelet .............................................................. 27 Pemberian Pakan dan Air Minum ....................................................................... 27 Pemberian Obat-obatan....................................................................................... 28 Pengumpulan Data .............................................................................................. 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong ...................................................................................................... 29 Bobot Karkas....................................................................................................... 32 Persentase Karkas................................................................................................ 35 Rekapitulasi hasil penelitian .............................................................................. 39 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................................ 40 Saran ................................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 44
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No...................................................................................................................................Hal


1. Perbandingan Hasil Daging beberapa Hewan Ternak ............................................... 4

2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex.......................................................................... 5

3. Kebutuhan gizi pakan kelinci..................................................................................... 6

4. Kebutuhan Bahan Kering Kelinci .............................................................................. 6

5. Kandungan nutrisi kulit Pisang .................................................................................. 8

6. Komposisi Nutrisi Bungkil Inti Sawit........................................................................ 13

7. Komposisi Nutrisi Bungkil Kelapa............................................................ ................ 15

8. Komposis nutrisi dedak padi...........................................................................

15

9. Komposisi Nutrisi Tepung Ikan......................................................................


16

10. Kandungan Nutisi Pada Molases................................................................... ........ 16

11. Rataan bobot potong kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ......................... 29

12. Analisis ragam bobot potong kelinci Rex jantan ………………………….............. 29

13. Uji ortogonal kontras bobot potong pada kelinci Rex jantan ………………............ 30

14. Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor)……….............. 32

15. Analisis ragam bobot karkas kelinci Rex jantan …………………………............... 33

16. Uji ortogonal kontras bobot karkas pada kelinci Rex jantan ………………............ 34

17. Rataan persentase karkas kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor)….............. 36

18. Analisis ragam persentase karkas kelinci Rex jantan ………………………........... 36


19. Uji ortogonal kontras persentase karkas pada kelinci Rex jantan …………............. 37

20. Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rex jantan........................................................ 39

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. 1. Skema Pembuatan Inokulen Cair.............................................................................. 45 2. Skema Pengolahan Kulit Pisang ............................................................................... 46 3. Skema Fermentasi Kulit Pisang Dengan Inokulen Cair.............................................. 47 4. Skema Fermentasi Kulit Pisang Raja Dengan Trichoderma harzianum................... 48 5. Skema pembuatan pakan bentuk Pelet...................................................................... 49 6. Rataan bobot akhir kelinci Rex Jantan pada penelitian............................................. 50 7. Analisis Ragam Karkas Kelinci Rex Jantan Selama Penelitian ................................ 51 8. Analisis Kandungan Nutrisi Kulit Pisang ................................................................. 52 9. Formulasi Ransum .................................................................................................... 53
                       
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
RIANTO CIBRO, 2014 : Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih, dibimbing oleh USMAN BUDI dan NURZAINAH GINTING.
Tujuan penelitian ini menguji pengaruh pemberian kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap karkas kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan penelitian yaitu P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (kulit pisang raja 15% fermentasi mikroorganisme lokal), P2 (kulit pisang raja 30% fermentasi mikroorganisme lokal), P3 (kulit pisang raja 45% fermentasi mikoorganisme lokal), P4 (kulit pisang raja 15% fermentasi Trichoderma harzianum), P5 (kulit pisang raja 30% fermentasi Trichoderma harzianum) dan P6 (kulit pisang raja 45% fermentasi Trichoderma harzianum). Parameter yang diamati adalah bobot potong (g/ekor), bobot karkas (g/ekor) dan persentase karkas (%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot potong P0: 1445,67; P1: 1462,33; P2: 1535,67; P3: 1389,33; P4: 1268,00; P5: 1208,00; P6: 1151,00 g. Rataan bobot karkas P0: 649,15; P1: 656,98; P2: 708,00; P3: 624,03; P4: 564,65; P5: 537,50; P6: 511,33 g. Rataan persentase karkas P0: 44,90; P1: 44,93; P2: 46,10; P3: 44,91; P4: 44,53; P5: 44,50; P6: 44,43. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong (g/ekor), bobot karkas (g/ekor) dan pesentase karkas (%). Kata kunci : kulit pisang raja, fermentasi, mikroorganisme lokal, Trichoderma harzianum, kelinci Rex jantan
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
RIANTO CIBRO, 2014: The Utilization of Fermented Raja Banana Peel by Local Microorganism compared Trichoderma harzianum for Pellets Feed on Carcass Rex Rabbit Male Weaning, supervised by USMAN BUDI and NURZAINAH GINTING.
The aim of this research is to test the utilization of fermented raja banana peel by local microorganism compared Trichoderma harzianum for pellets feed on carcass Rex rabbit male weaning. The research using completely randomized design with 7 treatments and 3 replications. Treatments were P0 (Raja Banana Peel without fermentation 45%), P1 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 15%), P2 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 30%), P3 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 45%), P4 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 15%), P5 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 30%), P6 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 45%). Parameters observed is body weight, carcass and carcass percentage (%).

The results showed that the average body weight P0: 1445,67; P1: 1462,33; P2: 1535,67; P3: 1389,33; P4: 1268,00; P5: 1208,00; P6: 1151,00 g respectively. The average carcass P0: 649,15; P1: 656,98; P2: 708,00; P3: 624,03; P4: 564,65; P5: 537,50; P6: 511,33 g respectively. The average carcass percentage P0: 44,90; P1: 44,93; P2: 46,10; P3: 44,91; P4: 44,53; P5: 44,50; P6: 44,43. The results showed that the utilization of Raja Banana Peel fermentation of local microorganism and Trichoderma harzianum in pellets give significant influence to body weight, carcass and carcass percentage (%). Keyword : Raja Banana Peel, fermentation, local microorganism, Trichoderma harzianum, Rex rabbit
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi menyebabkan
kebutuhan protein hewani juga semakin tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, beternak kelinci merupakan salah satu alternatif selain ternak lain. Kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang semakin populer di masyarakat. Hal ini terbukti dengan semakin banyak masyarakat yang berminat untuk memelihara kelinci dan mulai meningkatnya masyarakat yang mengkonsumsi produk yang dihasilkan dari kelinci yaitu dagingnya.
Ternak kelinci adalah komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging berkualitas tinggi. Ternak kelinci memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: 4-6 kali setiap tahunnya dalam menghasilkan 4-12 anak setiap kelahiran. Daging kelinci mengandung kolesterol jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi. Kadar kolesterol daging kelinci sekitar 164 mg/100 gr, sedangkan kadar kolesterol daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi berkisar 220-250 mg/100 gr daging. Kandungan protein daging kelinci mencapai 21%, sementara kandungan protein ternak lainnya hanya 12-20% (Masanto dan Agus, 2010).
Daging merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan masyarakat. Pada umumnya konsumsi daging masyarakat Indonesia (terutama golongan berpenghasilan rendah yang merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia) masih sedikit dan jauh dari pemenuhan kebutuhan gizi. Karena itu usaha penyediaan daging yang cukup memadai dan terjangkau oleh seluruh masyarakat
Universitas Sumatera Utara

sangat penting. Untuk menunjang usaha perbaikan gizi rakyat, perlu kiranya lebih dianekaragamkan penyediaan jenis-jenis ternak potong, salah satu ternak kecil yang patut dipertimbangkan adalah ternak kelinci (Suriaatmadja, 1980).
Pakan merupakan faktor penting dalam usaha peternakan, nutrisi yang seimbang akan menghasilkan produksi daging yang tinggi. Akan tetapi kualitas pakan yang rendah akan mengakibatkan produksi ternak menjadi rendah. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan membuka wawasan untuk memanfaatkan hasil samping pertanian dan perkebunan menjadi pakan ternak yang bermutu tinggi, ekonomis serta tidak bersifat kompetitif dengan bahan makanan untuk manusia (Anggorodi, 1990).
Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-kira sepertiga dari buah pisang yang belum dikupas. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan dibuang sebagai sampah, padahal kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan gizinya yang cukup tinggi.
Kandungan nutrisi kulit pisang adalah protein kasar (PK) 7,8%, lemak kasar (LK) 10,8%, serat kasar (SK) 10,1%, abu 10,7% dan BETN 60,7% (Susilowati, 1997). Kulit pisang kurang baik dijadikan bahan baku untuk pakan ternak karena kandungan protein yang rendah dan memiliki kandungan tannin 0,042%. Salah satu cara untuk meningkatkan kandungan kulit pisang adalah dengan melakukan fermentasi. Fermentasi yang sangat sederhana dan harganya yang murah adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme lokal. Selain mikroba lokal ada juga mikroba fermentator yang sering digunakan oleh para peneliti yaitu Trichoderma. Fungi jenis ini mempunyai potensi untuk mengelolah selulosa.
Universitas Sumatera Utara

Selulosa dari tanaman dapat berperan sebagai bahan penghasil bioetanol alami, jenis fungi ini sudah banyak tersedia secara komersil dan apabila ingin menggunakan dalam jumlah yang banyak dapat dilakukan pembiakan sendiri.
Atas dasar pemikiran inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang pemanfaatan kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.
Tujuan Penelitian Menguji pengaruh pemberian kulit pisang raja difermentasi MOL
(mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi peneliti, peternak
kelinci dan masyarakat tentang pemanfaatan kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.
Hipotesis Penelitian Pemberian kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal)
dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet berpengaruh meningkatkan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Karekteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Menurut sistem binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut ;

Ordo : Lagomorpha, Famili : Leporidae, Subfamili : Laporine, Genus : Lepus,

Orictolagus, Spesies : Lepus spp, Orictolagus spp. (Rans, 2004).

Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48-74 ekor dalam

setahun, lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5), dan kambing

(1,5) seperti yang tertera dalam Tabel 1. Kelinci mempunyai konversi daging

yang cukup tingggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.

Tabel 1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak

Bobot

Jenis ternak

induk

dewasa

(kg)

Sapi 500

Domba

60

Kambing

45

Kelinci intensif

4

Kelinci hybrid

4

Sumber: Manshur (2009)

Jumlah anak/tahun
(ekor)

Total bobot karkas/tahun
(kg)

0,9 173 1.5 38 1,5 24 48,0 117 74,0 144

Konversi karkas terhadap bobot
induk (%)
0,35 0,63 0,53 29,00 29,00

Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari

sebagai kelinci hias, kelinci penghasil bulu dan kelinci penghasil daging. Kelinci

hias adalah jenis kelinci yang dipelihara sebagai hewan kesayangan yang

didasarkan pada bentuk dan ukuran tubuh kecil, lucu serta berbulu indah, tebal

dan lembut. Contohnya antara lain Angora, Loop, Jersey, Woolies, Lions, Fuzzy

dan mini Rex. Tujuan pemeliharaan kelinci kedua adalah penghasil bulu yang

bernilai ekonomi tinggi sehingga potensi untuk di ekspor. Contoh kelinci

penghasil kulit bulu adalah Rex dan satin. Sementara kelinci pedaging memiliki

Universitas Sumatera Utara

kriteria persentase karkas 50-60%, bobot badan mencapai 2 kg pada umur 8

minggu dan memiliki laju pertumbuhan tinggi yaitu sekitar 40 g/ekor/hari.

Beberapa jenis kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, new Zealand white,

Vlameusreus, satin, Rex, Rexa, persilangan antara Flemish dengan kelinci lokal

(Masanto dan Agus, 2010).

Kelinci memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan ternak yang

sangat penting di dunia. Budidayanya cocok dilakukan oleh masyarakat karena

tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh

dan berkembang dengan cepat (Sitorus et al, 1982).

Tabel 2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex
Data
Lama penyapihan Umur dewasa kelamin Umur dewasa tubuh Lama bunting Lama produksi Bobot dewasa
Sumber: Kartadisastra (1994)

Keterangan
6-8 minggu 2 bulan 4 bulan 29-32 hari 1-3 tahun 2,7-3,6 kg

Kebutuhan pakan yang seimbang harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi

kelinci. Dalam beternak kelinci pedaging, hal ini perlu diperhatikan agar kelinci

dapat mencapai bobot maksimal pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu,

peternak harus mengetahui kebutuhan gizi masing-masing kelinci. Kebutuhan gizi

kelinci berbeda-beda sesuai dengan umur dan kondisi kelinci. Berikut

perbandingan kebutuhan gizi pakan pada beberapa fase hidup kelinci

(Ensminger, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Kebutuhan gizi pakan kelinci

Periode

Protein

Kebutuhan gizi (%) Lemak

Serat kasar

Bunting

15 – 17

3–6

12 – 16

Menyusui

24 – 26

3–6

12 – 16

Dewasa

12 – 15

2–4

16 – 22

Muda

16 – 18

3–6

12 – 16

Sumber : Ensminger (1991) dalam Nuning (2011), Beternak dan Bisnis Kelinci Pedaging

Selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus terpenuhi kebutuhan

bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan

kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang menyebabkan

kenaikan bobot tubuh kelinci akan lambat. Sementara itu, jumlah pakan yang

berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efisien dan menambah

biaya produksi. Dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 4. Kebutuhan bahan kering kelinci Periode Bobot (kg) Bahan kering (%)

Kebutuhan bahan kering (g/ekor/hari)

Muda

1,8 – 3,2

6,2 – 5,4

112 – 173

Dewasa

2,3 – 6,8

4,0 – 3,0

92 – 204

Bunting

2,3 – 6,8

5,0 – 3,7

115 – 251

Menyusui

4,5

11,5

520

Sumber : NRC (1979) dalam Muslih et al. (2005), Tatalaksana Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci

Pakan Ternak Kelinci Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pemberian pakan yang
seimbang diharapkan dapat memberikan produksi yang tinggi. Pakan yang

Universitas Sumatera Utara

diberikan hendaknya memiliki persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1990).
Pakan merupakan salah satu faktor utama dalam mengendalikan ternak kelinci. Karena itu berhasilnya usaha ternak kelinci (daging, kulit, bulu) juga sangat tergantung pada perhatian peternak pada penyajian mutu pakan beserta volumenya. Pakan harus mencukupi jumlah zat gizi yang dibutuhkan kelinci sesuai fase pertumbuhannya. Ada pun zat-zat yang harus dipenuhi adalah vitamin, mineral, hidrat arang, protein, lemak dan air (Aksi Agraris Kanisius, 1996).
Bahan pakan yang sering diberikan kepada ternak kelinci adalah: hijauan, umbi, biji dan hay. Hijauan dalah tanaman yang dapat tumbuh seperti rumput, daun-daun, sayur-sayuran kaya vitamin, mineral dan protein. Adapun daun-daun sayuran yang dapat diberikan seperti kol, sawi, kangkung, daun turi, daun kacang tanah, kacang panjang, demikian pula rumput yang relatif lunak dan batangnya halus, umbian dalam keadaan segar mengandung air sekitar 60-90%, dan bahan kering sekitar 5-40%. Contohnya wortel, ubi jalar, ubi kayu. Biji yang bisa diberikan kepada kelinci adalah biji padi dan legum. Keduanya disebut konsentrat, karena masing-masing berkonsentrasi gizi tinggi. Hay diberikan hanya sebagai pelengkap karena kadar proteinnya tinggal 50% dari hijauan tersebut dalam keadaan segar (Sumoprastowo, 1989).
Potensi Kulit Pisang Sebagai Pakan Ternak Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut ;
Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Monocotyledonae, Keluarga : Musaceae, Genus : Musa, Spesies : Musa sp. Kulit pisang merupakan
Universitas Sumatera Utara

bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-

kira sepertiga dari buah pisang yang belum dikupas. Umumnya kulit pisang belum

dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan dibuang sebagai sampah, padahal

kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan

gizinya yang cukup tinggi. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan baku

anggur, alkohol dan kompos (Munadjim, 1983).

Tabel 5. Kandungan nutrisi kulit pisang (% BK)

Kandungan Nutrisi

Jumlah

Bahan kering (%)

91,42

Protein Kasar (%)

6,48

Lemak Kasar (%)

9,7

Serat Kasar (%)

15,67

Energi Metabolisme (Kkal/kg)

3159

Sumber: Laboratorium Nutrisi pakan Ternak IPB Bogor (2000)

Tanaman pisang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup

manusia. Selain buahnya, bagian tanaman lainya pun dapat dimananfaatkan,

mulai dari bonggol sampai daun. Termasuk kulit pisang juga dapat digunakan

sebagai bahan pakan ternak (Suyanti, 1990).

Varietas pisang yang terbesar di Indonesia begitu banyak jumlahnya.

Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang

beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada

yang berwarna kuning berbintik coklat (pisang raja bulu), ada juga yang berkulit

tipis berwarna kuning kecoklatan (pisang raja sore) yang sangat cocok sekali

dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Widyastuti, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Fermentasi Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara
pengelolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan bakunya (Tjitjah, 1997).
Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).
MOL (Mikroorganisme Lokal) Rhizhopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang disebut stolon menyebar di atas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa
Universitas Sumatera Utara

lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlehwait dan Hopson, 2006).
Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007). Saccharomyces sp
Saccharomyces sp merupakan genus khamir/ragi/enyeast yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-300C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini di antaranya yaitu Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces boullardii, dan Saccharomyces uvarum (http://id.wikipedia.org, 2013).
Universitas Sumatera Utara

Saccharomyces penting dalam dekomposisi karbohidrat. Ragi /Yeast (Saccharomyces cerevisiae) memproduksi substansi dengan cara fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi juga berperan dalam perkembang biakan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) (Indriani, 2007). Lactobacillus sp
Lactobacilus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam tubuh manusia, bakteri ini dapat ditemukan di dalam sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, sauerkraut, acar, bir, anggur (minuman), cuka kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan “kultur awal” yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. Casei dan L. Brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir.
Universitas Sumatera Utara

Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat (http://wikipedia.org, 2013).
Lactobacillus sp penting dalam dekomposisi bahan organik. Jenis-jenis bakteri asam laktat ini antara lain: Lactobacillus lactic, Lactobacillus acidophillus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii (Sutedjo, dkk. 1991).
Lactobacillus paling tahan terhadap keadaan asam dibandingkan jenis bakteri asam laktat lainnya (Jenis Pediococcus dan Streptococcus). Bakteri ini penting dalam fermentasi susu. Kelompok bakteri asam laktat menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara ini akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. pH yang rendah ini menyebabkan hambatan pertumbuhan pada beberapa mikroorganisme lainnya khususnya bakteri (Buckle, dkk. 1987).
Lactobacillus sp merupakan bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat lain. Lactobacillus dapat bekerjasama dengan bakteri fotosintetik dan ragi. Asam laktat merupakan bahan sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat (Indriani, 2007).
Trichoderma Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai
berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Class : Ascomycetes, Subclass :Hypocreomycetidae, Ordo : Hypocreales, Family : Hypcreaceae, Genus :Trichoderma, Species : T. Harzianum, T. Pseudokoningii dan T. Viridae,
Universitas Sumatera Utara

Trichoderma merupakan salah satu jamur yang bersifat selulolitik yang potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa. Trichoderma spp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002).
Beberapa ciri morfologi fungi Trichoderma harzianum yang menonjol antara lain koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat (fast grower) (Harman, 2002).
Trichoderma adalah jamur tanah yang banyak berperan dalam dekomposisi bahan organik. Disamping itu, Trichoderma merupakan jamur antagonis bagi berbagai jamur patogen seperti Ganoderma pseudoferreum, Rigidoporus lignosus, Rosellina bunodes, Fusarium, Rhizoctonia, Colletotrichum, dll. Jamur Trichoderma menghuni permukaan perakaran tanaman dalam bentuk miselia (Syahnen, 2006; Sutanto, dkk. 2005).
Mekanisme antagonistik dapat berjalan melalui berbagai cara antara lain kompetisi, antibiosis, mikroparasitisme dan lisis. Trichoderma dapat mempengaruhi tingkat resistensi tanaman terhadap serangan patogen dan mengurangi dampak negatifnya. Inokulasi Trichoderma pada tanaman budidaya dapat meningkatkan massa dan kesehatan akar sehingga meningkatkan hasil secara berkala hal yang tidak dapat dilakukan oleh fungisida kimia (Harman, 2002).
Universitas Sumatera Utara

Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pelet Pada dasarnya, pelet dibuat untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci sacara
instan, artinya hanya dengan satu jenis pakan pelet semua kebutuhan kelinci terpenuhi, sehingga kita tidak perlu lagi menyediakan bermacam-macam jenis pakan. Aturan dasar dalam membuat pelet adalah kandungan gizi. Jadi boleh terbuat dari apa pun selama gizi kelinci terpenuhi dan bahan yang digunakan aman (Rasidi, 2002).
Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pelet dari pakan bentuk tepung harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan pengujian kepadatan atau kerekatanya jika mau dibuat pakan bentuk pelet. Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering, kalau pelet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika pelet kurang keras dan mudah pecah maka dapat diberikan tambahan perakat sintesis (white pellard) atau tepung tapioca. Penambahan bahan tersebut bertujuan untuk membantu tingkat kekerasan pelet seperti yang diinginkan (Rasidi, 2002).
Pelet kelinci sampai saat ini masih menjadi masalah bagi peternak kelinci. pasalnya, sampai sekarang belum ada pabrik khusus yang menyediakan pelet kelinci. Kalau ada, hanya pabrikan skala kecil di daerah tertentu yang dikenal sebagai sentra produksi kelinci seperti di Lembang, Bogor, Klaten dan Malang. Padahal pelet ini sangat penting bagi para peternak, khususnya ketika musim kemarau tiba, dimana rumput berkualitas sulit didapatkan. Pelet khusus untuk kelinci sangat penting, karena dengan begitu seorang peternak bisa menimbun untuk jangka waktu lama ini membuat arus khas keuangan untuk biaya ternak juga bisa diatur lebih mudah. Saat kelinci terjual, secara otomatis sebagian dari
Universitas Sumatera Utara

uangnya dibelikan untuk pakan kelinci hingga sebulan penuh (Prawirokusumo,1990).

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses ekstraksi inti sawit.

Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik

(Devendra, 1997).

Tabel 7. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit

Nutrisi

Kandungan

Energi Metabolis (Kkal/kg)

28,10

Protein Kasar (%)

15,40

Lemak Kasar (%)

6,49

Serat Kasar (%)

9

Abu (%)

5,18

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU (2000). Disitasi oleh Muzakki (2011).

Bungkil Kelapa Bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang penting di
Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan lisin sehinnga bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi unggas (Anggorodi, 1995). Komposisi nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 8. Komposisi nutrisi bungkil kelapa (%) Nutrisi

Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg)

1540

protein kasar (%)

18,56

Lemak kasar (%)

1,8

Serat kasar (%)

15

Abu (%)

11,7

Sumber : Siregar (2009) Hartadi (2005). Disitasi oleh Muzakki (2011).

Dedak Padi Penggunaan dedak padi telah lazim digunakan sebagai salah satu bahan

campuran pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia termasuk

unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin

(Rasyaf, 1990). Kandungan nutrisi dedak padi tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Kandungan nutrisi dedak padi Uraian Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar(%) Kalsium (%) Posfor (%) Energi Metabolisme (kkal/kg)

Jumlah kandungan 13,3a 7,2a 13,5b 0,07a 1,61a 2850a

Sumber: a. NRC (1998) b. Hartadi et al (1997)
Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan sumber protein utama, karena bahan ransum

tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah

Universitas Sumatera Utara

yang cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik.

Tepung ikan mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar

(Anggorodi, 1995). Komposisi nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 10 di

bawah ini.

Tabel 10. Komposisi nutrisi tepung ikan (%)

Nutrisi

Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg)

2565

Protein kasar (%)

55

Lemak kasar (%)

8

Serat kasar (%)

1

Abu (%)

11,7

Sumber : Siregar 2009) Hartadi (2005). Disitasi oleh Muzakki (2011).

Mineral Mineral merupakan nutrisi yang esensial selalu digunakan untuk
memenuhi kebutuhan ternak juga memesok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong esesnsial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl, dan S. Jenis mikroba ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co, dan Se ( Siregar, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Garam Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain
berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997).
Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defesiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang, dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).
Garam dapur ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 Kg/ekor/hari. Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi,1995). Molases
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Kandungan nutrisi molases dicantumkan pada Tabel di bawah.
Universitas Sumatera Utara

Tabel 11. Kandungan nutrisi pada molases

Kandungan Zat

Nilai gizi

Bahan Kering

67,5 a

Protein Kasar

3,4 a

Serat Kasar

0,38 a

Lemak Kasar

0,08 a

Kalsium

1,5 a

Fosfor

0,02 a

Total digestible nutriens (TDN)

56,7 b

Sumber: a. Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, program Studi Peternakan,Fakultas pertanian, USU Medan (2009) b. Batubara,et al (1993), Disitasi oleh Muzaki (2011).
Bobot Potong

Sebelum penyembelihan dilakukan, sebaiknya dilakukan Starving yaitu

perlakuan terhadap kelinci, dimana kelinci tersebut tidak diberi pakan selama 6-10

jam. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengosongkan usus yang akan

menentukan besarnya persentase karkas. Perlu diperhatikan bahwa untuk

mencegah terjadinya dehidrasi dan penurunan berat badan khususnya pada daerah

tropis, maka selama perlakuan ini kelinci harus mendapatkan air minum yang

cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Penyembelihan pada kelinci prinsipnya

adalah sama dengan ternak lainnya yakni memutuskan saluran darah balik

(Vena Jugularis) pada bagian antara kepala dan leher untuk menghasilkan daging

dan kulit yang berkualitas tinggi (Kartadisastra, 1997).

Penyembelihan dapat dilakukan oleh dua orang, seorang memegang ternak

dan seorang lagi menyembelihnya, tetapi orang yang sudah berpengalaman

melakukannya sendiri. Penyembelihan dilakukan dengan pisau yang cukup tajam

dan diarahkan pada leher untuk memutuskan vena jugularis. Kemudian setelah

Universitas Sumatera Utara

selesai disembelih, kelinci segera digantung dengan kaki belakang ke arah atas, untuk mempercepat pengeluaran darah (Kartadisastra, 1997).
Stress sebelum pemotongan, seperti pada iklim, tingkah laku yang agresif diantara ternak atau gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot Soeparno (1994).
Glukosa adalah gula yang penting untuk mengontrol metabolisme energi ternak pedaging, termasuk dalam pembentukan glikogen. Secara persentase urat daging tidak banyak glikogen (hanya 1 persen) dibandingkan dengan hati (2-8 persen). Namun total massa daging dalam tubuh sangat besar sehingga jumlah glikogen yang disimpan dalam urat daging cukup besar (Parakkasi, 1995).
Stres sebelum pemotongan seperti iklim, tingkah laku yang agresif diantara ternak atau gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menurunkan persentase karkas (Kartadisastra, 1998).
Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas Karkas pada ternak kelinci diperoleh dari hasil pen

Dokumen yang terkait

Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

9 81 58

Kecernaan Pakan Berbentuk Pelet Mengandung Kulit Pisang Raja Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Dengan Trichoderma harzianum Pada Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

1 92 70

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 7 68

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 12

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 2

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 1 4

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 3 20

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 8

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 19

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

0 0 12