Sistem pembinaan akhlak : studi kasus pada organisasi persatuan islam (Persis) desa panjalin Kidul, Kec.Sumberjaya, Kab.Majalengka, JABAR

{

Lit/DO /

•.

jell I

SKRIPSI
SISTEM PEMBINAAN AKHLAK
(Studi Kasus pada Organisasi Persatuan Islam (Persis)
Desa Panjalin Kidul, Kecamatan Sumbeljaya, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat)

Oleh:

Abdul Mufallah
NIM: 0018218283

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 H/2006

SISTEM PEMBINAAN AKHLAK
(Study Kasus pada Organisasi Persatuan Islam (Persis)
Desa Panjalin Kidul, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat)

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Smjana Tarbiyah

Oleh:
Abdul Mufallah
NIM: 00]8218283

Di bawah Bimbingan

p」セGma


NIP: 150222550

JURUSAN KI-MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF IDDAYATULLAH
JAKARTA
1427 H/2006

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul SISTEM PEMBINAAN AKHLAK (Study Kasus pada
Organisasi Persatuan Islam (Persis) Desa PanjaIin Kidul, Kecamatan SumbeJjaya,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat) yang disuslm oleh Abdul MufaIlah dengan
Nomor Induk Mahasiswa: 0018218283, telaIl diujikan daIam sidang munaqasah
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (DIN) Syarief
Hidayatullah Jakarta pada tanggaI 29 Januari 2007, skripsi ini telah diterima sebagai
salaIl satu syarat untuk memperoleh gelar saJjana strata satu (S-I) pada jurusan
Kependiddikan Islam Program Studi Mananejemen Pendidikan.
Jakarta, 29 Januari 2007
Sidang Munaqosah

Dekanl
Ketua merangkap Anggota

Pembantu Dekanl
Sekretaris Merangkap Anggota

Anggota
Penguji I,

Penguji II,

Dra. Yefuelty Z, M.Pd
NIP. 150209382

H. Sukarna Syarief
NIP. 150640 658

6. Keluarga Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah
Jakarta
7. Mamang Udin, yang telah bersedia memberikan infOImasi, tumpangan,

dan makan gratis ketika penulis berada di Panjalin Kldul, Majalengka.
8. Ayah, Bunda, Ayuk Aini, Adeng Mus, Adeng Lia, dan Adeng Rida, yang
selalu mendo'akan dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan
tulisan ini.
9. Istriku Lina Wahyuni dan Anakku Kaori Tsuraya el-ya Zuha, yang selalu
setia dan sabar mendampingi penulis dalam segala aktifitas, termasuk
dalam penulisan skripsi ini.
10. Kerabat yang selama ini setia menjadi ternan diskusi Nasir, Mujib, Fahmi,
Ojie, Amin, Evi, Imad, Paehan, Jarwo, Abi dan Ucup.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu selesainya skripsi ini, semoga segala bantuan yang diberikan mendapat
balasan dari Allah swt.

Jakarta, Desember 2006
Penulis

DAFTARISI

KATAPENGANTAR
DAFTARISI

BABI

BABII

BAB III

BabIV

1

111

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

I

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

8


C. Sistematika dan Teknik Penulisan

9

TENTANG SITEM PEMBINAN AKHLAK
A. Pengertian Sistem Pembinaan

II

B. Pengertian Akhlak

14

C. Pembagian Akhlak

16

D. Dasar dan Tujuan Fundamental Pembinaan Akhlak


17

E. Metode Pembinaan Akhlak

20

F. Signifikansi dan Proses Pembinaan Akhlak
di Masyarakat

24

PERSATUAN ISLAM
A. Sejarah Persis

27

B. Dewan Hisbah Persis sebagai Pusat Pengambilan
Keputusan Hukum

35


C. Tujuan dan Cita-Cita Persis

43

METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan dan Manfaat Penelitian

49

B. Obyek Penelitian

50

C. SumberData

52

D. Populasi dan Sample


53

E. Teknik Pengumpulan Data

53

F. Teknik Analisa Data

54

)
111

Bab V

HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Persis Masuk ke Desa Panjalin

55


B. Sitem Persis dalam Membina Akh1ak Masyarakat di
Desa Panjalin Kidul

59

1. Sistem Tabligh

60

2. Sistem Persekolahan

62

C. Pengarub Sistem Pembinaan Persisi terhadap
Perbaikan Akhlak Masyarakat Desa Panjalin

66

D. Faktor yang Menghanlbat dan Mendorong
Keberhasilan Pembinaan Persis di Panjalin Kidul


BabV

1. Faktor yang Menghambat

69

2. Faktor yang Mendukung

70

PENUTUP
A. Kesimpulan

72

B. Saran

74

Daftar Pustaka

BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini terdapat beberapa perubaban yang teIjadi di tengah masyarakat yang
menimbulkan keprihatinan bersama. Misalnya, masyarakat tidak lagi merasa
sungkan, malu, apalagi takut untuk melakukan kekerasan, penganiayaan, penjarahan,
dan pengrusakan, bahkan pembunuhan. Sebagian masyarakat merasa bangga sambi!
membusungkan dada, mengepalkan tinju, mengacung-acungkan senjata dengan tanpa
rasa bersalab, ketika mereka membuat manusia lain sekarat atau hilang nyawa,
meskipun seringkali dengan dalih atau alasan yang amat sepele. Mereka merasa
gagab ketika orang-orang di sekitarnya merasa terganggu, ketakutan, atau terteror
atas "kehebatan" dan "keberanian" mereka.
Manakala mereka berulah, mereka merasa seolab bagai tokoh, artis, atau
selebritis. Di sinilab ironisnya, mereka yang menjadi pelaku vandalisme dan
brutalisme justru mendapat tempat di media, sementara orang-orang yang rajin dan

berprestasi hanya mendapat kolom keell saja. Wajar saja jika pelajar maupun generasi
muda saat ini berpikir buat apa susab-susah belajar, buat apa repot-repot disiplin, buat
apa mengikuti nasihat orang tua atau guru, kalau semua itu tidak akan membawa pada
pengakuan atas keberadaan mereka. Lebih baik berulab, norak, gaul, dan sebagainya.
Catatan media massa tentang hal ini juga tidak jauh berbeda. Masih belum hilang
dari ingatan kita peristiwa adu otot antar anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang

terhormat dalam Sidang Tahunan beberapa bulan lalu. Belurn lagi, tingkah polah
mereka yang menghambur-hamburkan uang negara (yang diambil dari pajak yang
dibayar masyarakat) untuk kepentingan mereka sendiri (korupsi). Dan yang sampai
saat ini pun masih teJjadi, yaitu parade pamer mobil-mobil mewah seharga milyaran
rupiah di jalan-jalan raya di Jakarta. Sang empunya mobil seolah-olah tidak melihat
bahwa di beberapa perempatan jalan yang mereka lalui ada beratus-ratus orang yang
susah payah, dari pagi sampai malam, menghimp udara jalanan yang berdebu dan
kotor, hanya untuk mendapatkan uang yang hanya cukup untuk makan sekeluarga
esok hari.
Dahulu bangsa Indonesia, yang mayoritas muslim, dikenal sebagai bangsa yang
santun dan memiliki nilia-nilai yang luhur. Bangsa Indonesia begitu dihormati dan
disegani karena keramahan dan sopan santunnya. Namun, segalanya seperti hilang
begitu saja ketika badai krisis ekonomi melanda negeri ini. Kenyataannya malah
menunjukkan bahwa keterpurukan ekonomi tersebut berkembang menjadi krisis
multidimensional. Memasuki era reformasi, kehidupan politik amburadul. Tatanan
budaya, nilai-nilai akhlak, serta penghargaan terhadap sesama manusia ikut merosot.
Keteladanan pun kian tipis.
Kebanggaan yang selama ini ditanarnkan sebagai bangsa yang paling disegani di
antara negara semmpun tiba-tiba pupus, ditandai terusimya ratusan ribu tenga keJja
Indonesia dari negeri jiran (Malaysia). "Prestasi" yang paling menonjol dicapai

2

Sehubungan dengan hal itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pada
pendidikanlah tempat bergantung nasib dan masa depan bangsa ini. Pendidikan
adalah sumber bagi ilmu dan pengetahuan. Bila bangsa ini melalaikan pendidikan,
berarti bangsa ini sedang menelantarkan masa depannya sendiri.
Ironisnya sejak Soekamo sampai Megawati menjabat sebagai presiden,
pendidikan tetap dianaktirikan. Kalau para pemimpin negeri ini tidak memiliki ambisi
kebangsaan melalui pendidikan, jangan tanya apa dan bagaimana bangsa Indonesia di
masa yang akan datang, karena sudah pasti meyakitkan untuk dijawab
Dari ungkapan para pakar dan praktisi pendidikan, terungkap kritik bahwa kelas
belajar di sekolah-sekolah Indonesia tidak ubahnya sebagai proses transfer
pengetahuan dari guru ke murid. Guru tidak berperan sebagai individu yang
merangsang kemampuan anak untuk menemukan informasi serta pemahaman atas
sesuatu yang dipelajari. Mood tidak diajak untuk mengenal, mengetahui, memahami,
menyikapi realitas kehidupan. Padahal yang seharusnya dijalankan guru di dalam
kelas adalah mengajak anak untuk mengenal dan mengetahui realitas kehidupan
sehari-hari agar kemudian terdorong untuk melakukan penyikapan-penyikapan yang
tepat pada realitas tersebut.
Seperti yang diungkapkan John Dewey, adalah pendidikan sejati jika datang dari
rangsangan terhadap kemampuan-kemampuan seorang anak melalui tuntutantuntutan situasi-situasi sosial di mana anak itu menemukan dirinya. Lewat tuntutantuntutan itu sianak dirangsang untuk bertindak sebagai anggota dari sebuah kesatuan,
untuk berkembang dari kesempitan tindakan dan perasaannya semula, dan untuk

4

memahami dirinya dari titik tolak kesejahteraan kelompok di mana ia menjadi
bagiannya. Melalui tanggapan-tanggapan yang dibuat oleh orang-orang lain terhadap
tindakan-tindakannya itu, ia menjadi tahu apa arti semua tindakan tadi dalam ranah
sosial. 3
Prof. C.E Beeby menggambarkan bahwa suasana keJas beJajar di sekolah-sekolah
Indonesia sebagai ruang primitif

yang membosankan, serta miskin imajinasi.

Bayangkan saja, "setelah guru masuk kelas dan pintu ditutup, guru berhadapan
dengan 3-40 orang murid, ditemani sehelai papan tulis hitam lengkap dengan
penghapus dan sepotong kapur, serta buku lusuh di atas sebuah meja yang berlapis
kain wama-warni dengan motif kembang". Sepanjang pengalaman mengajar, sang
guru tidak pernah melihat guru lain mengajar, dan tidak pernah ada guru atau
pengawas yang melihat dia mengajar". Praktek sudah menjadi ritual

yang

berlangsung turun temurun4 •
Jurang antara tuntutan pendidikan sejati dengan kenyataan sekoJah yang
demikian, tentu tidak bisa dipisahkan dari problematika tenaga pengajar (guru). Ada
apa dengan guru-guru di sekolah? Mengapa bisa terjadi? Apa solusi yang ditawarkan?
Semua itu merupakan deretan pertanyaan yang tak kujung usai untuk dijawab.
Boleh jadi pemyataan di atas terasa berlebihan, tapi bukan berarti mengajak kita
untuk menutup diri atas kenyataan yang telah berlangsung 60 tahun sejak Indonesia
3 William F. O'neil, Ideologi-ideologi Pendidikan, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2002), eeL Ke-2, hal.
380

C.E. Beeby, Pendidikan Di Indonesia (Penilaian dan Pedoman Perencanaan), (Jakarta: LP3ES, Juni
1987), eet. Ke-3 hal. 79-83

4

5

merdeka. Yang harns dicatat, selama ini bukan tidak ada upaya perbaikan, tetapi
upaya-upaya tersebut belum dirasakan dampaknya oleh masyarakat, terutama untuk
sekolah-sekolah negeri.
Inilah kemudian yang mendorong munculnya berbagai kreasi di masyarakat untuk
turut andil dalam melakukan pembenahan sitem pendidikan nasional. Berbagai cara
dilakukan, dari mulai memberikan usulan konstruktif secara intesif saat perumusan
regulasi, sampai memunculkan sistem pendidikan sendiri dengan beragam pola.
Masing-masing. Ada yang dalam bentuk pendidikan formal (sekolah), ada pula yang
berbentuk pendidikan nonformal yang kemudian dikenal dengan istilah pembinaan.
Dalam lipatan sejarah Indonesia, sesungguhnya upaya masyarakat yang demikian
sudah berlangsung lanla. Misalnya, kelahiran Serikat Dagang Islam (1911 M.) [yang
kemudian menjadi Serikat Islam, 1912 M.] secara tegas merupakan usaha menembus
dominasi ekonomi Belanda. Lahirnya Muhanunadiyah (1912 M.) dengan gerakan
amal usahanya di bidang sosial dan pendidikan, merupakan bentuk usaha untuk
memberi akses bagi masyarakat pada pendidikan, dan pelayanan sosial. Demikian
juga dengan kelahiran organisasi Persatuan Islam (selanjutuya disebut Persis, pen.)
pada tahun 1923 M di Bandung. Persis hadir saat itu merupakan sebuah upaya untuk
mendobrak kebekuan pemahaman, pemikiran, dan penga."1IaIan keislaman melalui
gerakan dakwah dan pendidikan. 5 Persis, mencurahkan perhatiannya terutama pada
promosi Islam puritan dan banyak menjalankan aktivitas seperti; penerbitan, debat
, Shiddiq Amien, dalam Kala Pengantar buku Dadan Wildan; Pasang Surut Gerakan Pembaharuan di
Indonesia; Potret Pejalanan Sejarah Organisasi Persatuan Islam (persis), (Handung: Persis Press,
2000), h.1l

publik, aksi politik, tabligh, dan pendidikan untuk mencapal tujuan-tujuannya. Pada
masa kejayaannya, yakni sekitar tahun I920-I950-an. Persis merupakan perhimpunan
yang ideologis dan sangat kontroversial pada saat itu. 6
Dikatakan kontroversial karena organisasi ini lebih menekankan pada upayanya
dalam mendefinisikan penegakkan Islam, prinsip-prinsip yang mendasarinya, dan
perilaku muslim yang semestinya bagi masyarakat Indonesia.
Dalam menggambarkan Islam, para aktivis Persis menghindari pelbagai konsep
dan generalisasi yang samar dan lazim di Indonesia, apalagi sampai menyibukkan diri
dengan rincian dan substansi perilaku keagamaan. Para anggota Persis lebih
mengedepankan pandangan-pandangan yang rasional dan jelas tentang budaya
tradisional Indonesia, tentang institusi-institusi yang diilhami dari budaya "Barat",
dan tentang pemikiran dan praktik keagamaan muslim tradisionai. 7
Di Majalengka, tepatnya di desa Panjalin Kidul, sekitar tahun I970-an telah
berdiri pesantren Persis. Jauh sebelum Persis masuk ke desa ini, akhlak
masyarakatnya jauh dari nilal-nilal islam. Khusunya untuk desa Panjalin, masyarakat
di desa ini walau sudah beragama, namun masih menaruh kepercayaan kepada bendabenda keramat seperti cincin atau keris. Bagi mereka yang menyimpan dan
memelihara benda keramat tadi dengan balk, diyakini akan menjadi jalan pintas untuk
memperoleh keuntungan dan meberikan manfaat dalam berbagai aspek kehidupan.
Begitu pula sebaliknya. Kenyataan tersebut berimplikasi pada laku masyarakat dalam
6

Howard M. Federspiel, Labirin ldeologi Muslim, (Jakarta: Serambi, 2004), cet.!, h. 9

7

Ibid., h.IO

7

mengatasi persoalan-persoalan kehidupan. Masyarakat tidak terdorong untuk
menggali ilmu pengetahuan, masyarakat menganggap keJja keras merupakan suatu
hal yang sia-sia, dan seterusnya. 8 Tetapi sekarang setelah Persis masuk ke wilayah
ini, sedikit demi sedikit yang dernikian mulai berkurang.
Dalam konteks penelitian ini penulis merasa tertarik untuk menelaah
bagaimanakan sistem pendidikan atau pembinaan yang dijalankan oleh Persis.
Selanjutnya penelitian ini penulis beri Judul SISTEM PEMBINAAN AKHLAK;

STUDY KASUS PADA ORGANISASI PERSATUAN ISLAM (PERSIS) DESA
PANJALIN

KIDUL,

KECAMATAN

SUMBERJAYA,

KABUPATEN

MAJALENGKA. JAWA BARAT.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Penulis menyadari bahwa Persis tidak hanya konsen melakukan pembinaan
masyarakat, ia pun terlibat dalam perpolitikan negeri ini. Namun demikian penulis
tidak akan meneliti semua gerak langkah langkah yang dilakukan oleh persis, penulis
membatasi penelitian ini hanya pada masalah yang berkaitan langsung dengan sistem
pembinaan Persis dalam membina akhIak masyarakat, dalam hal ini masyarakat Desa
Panjalin Kidul, Kecamatan SumbeJjaya, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Kemudian agar penilitian ini fokus, penulis membuat rumusan penelitian sebagai
berikut:
• !bu Iyoh, istri adi Junaedi, aim., wawancara pribadi di rumah kediamannya, desa Panjalin Kidul,
kabupaten Majalengka. Pada bar! Jum'at, 18 Pebruari 2005

8

BabIV

Metodologi Penelitian. lsi dari bab ini adalah Tujuan dan manfaat
penelitian, Obyek penelitian, sumber data, populasi dan sample,
tekhnik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BabV

HasH Penelitian yang mencakup; Sejarah masuknya Persis ke desa
Panjalin, sitem Persis dalam membina akhlak: masyarakat di Desa
Panjalin Kidul, pengaruh sistem pembinaan persis terhadap
perbaikan akhlak masyarakat, serta faktor yang menghambatan dan
mendorong keberhasilan pembinaan.

BabVI

Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Daftar Pustakan

Teknik penulisan karya ilmiah il1i mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi,
Tesis, dan Disertasi edisi terbaru yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press.

BABII
TENTANG SISTEM PEMBINAAN AKHLAK

A. Pengertian Sistem Pembinaan

Tata kehidupan dunia ini sesunggubnya merupakan suatu sistem. Dikatakan
sistem, karena di dunia ini terdapat sejumlah komponen yang memiliki fungsi yang
saling terkait antara satu dan lainnya untuk mewujud dalam satu kesatuan tertentu.
lalah Salisbury (1996 : 22) yang menjelaskan bahwa "a system is a group of

components working together as a functional unit". Sejalan dengan pikiran Bury,
.Tohshon (1978) berpendapat bahwa sistem ialah suatu keterpaduan yang saling
berkombinasi untuk membentuk kebuJatan. Seperti yang dicontohkan oleh Winardi
(1980). Ia mencontohkan sistem ekonomi, terdiri dari elemen lembaga-Iembaga atau
pranata ekonomi, lembaga sosial, lembaga politik, ide-ide yang mengarah pada
kelancaran proses produksi, distribusi dan konsumsi barang di masyarakat 1•
Memahami kembali i1mu tentang sistem, akan mengahantarkan seseorang
memahami perilaku manusia dalam kontestasinya di masyarakat, atau minimal dalam
organisasi yang merupakan meniatur masyarakat. Sistem organisme dalam teori
sistem umum adalah natural dengan segala hukum, prinsip, dan sifatnya. Di sisi lain,
munc\llnya berpikir, menciptakan berbagai sistem dalam kehidupan manusia.

Syarifudin Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2004) hal.
15-16

I

Salah satu sistem yang tercipta dari proses berpikir manusia adalah sekolah.
Keberadaan sekolah merupakan satu institusi sosiaI yang memliki peranan strategis
dalam kehidupan masyarakat. Sebagai salah satu komponen kelembagaan di
masyarakat, sekolah sangatiah menentukan dinanlika masyarakatnya. Di sisi lain,
masyarakat juga mempengaruhi perkembangan sekolah dari waktu ke waktu.
Hanya

L。セウ

sekolah merupakan organisa.si pendidikan formal yang menjelaskan

progranl pendidikan bagi peserta belajar dengan tujuan dan aturan yang berlaku pada
suatu negara tertentu. Di Indonesia terdapat aturan, seperti UU No 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Karena tuntutan masyarakat, UU tersebut dalam
perjalanannya diperbahami. Perbaikan itu kemudian di kenai dengan UU No 20
Tahun 2003, tetap dengan sebutan Sistem P'endidikanNasionaI.
Dalam organisasi masyarakat, ditemukan pula karya pikir manusia yang sejalan
dengan sistem persekolahan. Sistem pembinaan, sebutannya. Secara etimologi kata
pembinaan berasal dari kata bina yang mengandung arti membangun, mendirikan,
mengusahakan supaya lebih baik. Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan
yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil lebih baik.2
Terminologinya, kata pembinaan sering disamaartikan dengan kata pendidikan.
Orang kadang menggunakan kata pendidikan untuk merujuk pembinaan, atau
menggmmkan istilah pembinaan untuk rnaksud pendidikan. Mungkin karena
substansinya kednit istilah tersebut memiliki kemiripan, sehingga orang seringkali

2

Depdikbud, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 134

tidak terlalu meperdulikan istilah mana yang akan digunakan, yang terpenting adalah
substansi dan alur pikirannya benar. 3
Sitem pembinaan tersebut muncul didasari atas kebutuhan organisasi terhadap
ketersediaan generasi yang akan melanjutkan perjuangan organisasi untuk mencapai
tujuan yang dicita-citakan.
Selanjutnya, dapat dipahami bahwa sistem pembinaan merupakan subsitem dalam
pencapaian tujuan dan cita-cita dari sebuah organisasi, yang dalam implementasinya
subsistem ini berdiri sebagai sistem tersendiri. Hal ini dikarenakan shem pembinaan
memiliki unsur dan komponen tersendiri. Kompenen-kompenen tersebut terdiri dari
kepala program pembinaan, staf-staf program pembinaan, tenaga pembina,
penyelenggara pembinaan, pengawasan dan pengendalian mutu pembinaan, dan tidak
lupa pula orang yang dibina. Selain itu terdapat pula unsur atau komponen lain,
seperti orientasi atau fokus pembinaan, materi pembinaan, metode pembinaan,
lembaga-lembaga pembinaan, sarana dan prasarana pembinaan, tekhnologi yang
digunakan, dan biaya pembinaan. Kemudian karen.a organisasi masyarakat tidak bisa
lepas dari konteks masyarakatnya, maka mrsur atau kompenen yang terpenting pula
adalah masyarakat itu sendiri.

Dedih Surana, IQ, EQ, dan SQ da/am Pembinaan Akhlaq Kalrintah, Jurnal; Ta'dib. (Bandung:
Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Bandung), Vol. 2, : Pebruari'2002, hal. 101

3

B. Pengertian Akhlak
Kata akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yang artinya tabiat,
kebiasaan, perangai. 4 Kata ini ada namun jarang ditemukan dalam al-Qur'an. la
banyak ditemukan dalam hadist-hadist Nabi SWA. Salah satunya yang paling populer
adalah yang artinya sebagai berikut:

Artinya:
"Sesungguhnya aku diulus hanya untuk menyempurnakan akhlak"
(H R. Malik). 5

Sedangkan di dalan1 al-Qur'an hanya ditemukan bentuk tunggal dari kata tersebnt,
yaitu khuluq. Kata tersebut terdapat dalam al-Qur'an surat Al-qalam ayat 4 yang
artinya:

Artinya:
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di alas budi pekerli yang
agung". (Q.S. AI-Qalaml68:4)

Pemikir muslim mencoba mendefinisikan akhlak, di antaranya Ibnu Miskawaih.
Seperti dikutip Abuddin Nata, bahwa akJJlllk adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang mendorong sesorang untuk melakuk.an perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan. 6 Pendapat ini senada dengan apa ungkapan Al-Ghazali. Menurut

4 K. H. A. W. Munawwir, Kamus Arab-fndon€sia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),
cet. ke-14

5

Anas Bin Malik, AI-Mualhlha, (Mesir: Darnl Hadist; 19Q;l),jilid r. cet. Ke-2, hal. 690

6

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuj.. (Jakarta: Rajawali Perss, 26tliZ), cet. ke-4, hal 3

AI-Ghazali akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pertimbangan. 7
Sedangkan dalam wacana filsafat, akhlak disamakan dengan etika dan moral.
Menururt Cak Nur sebagaiman dikutip oleh Aep Saepudin, terdapat pengertian erat
sekali antara antara akhlak dan etika, sehingga sering kali tidak dapat dibedakan
dengan cennat. 8
Akan tetapi menurut Quraisy Shihab, akhlak berbeda dengan etika. Etika
menyangkut perilaku lahiriah, sedangkan akhlak berhubungan dengan perilaku
lahiriah maupun bathiniah manusia. 9
Dengan demikian akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menjelma menjadi gerak refleks seseorang. Dikatakan gerak refleks karena tindakan
atau perbuatan yang muncuJ benar-benar berasal dari dalam dalam diri t1ll1pa adanya
pengaruh pemikiran atau pertimbangan yang panjang. Ia muncuJ begitu saja, karena
proses pembelajaran atau pembiasaan yang dijalani.
Berangkat dari pendefinisian kata pembinaan dan akhlak di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembinaan akhlak adalah suatu upaya
yang dilakukan secara berdaya guna oleh seseorang atau sekolompok orang dalam

7

AI-Ghazali, Ihya U1mu ai-din, Jilid III, (Beirut: Dar ai-Fila, t.t), hal. 56

8

Aep Saefudin, Akhlak dalam PerspektifWacana Pemikir Muslim, Jurnal Ta'dib, op.cit, hal. 15

9

Quraisy Shihab, Wawasan AI-Qur'an, (Jakarta: Mizan, 1998), cet. ke-7, hal. 261

rangka membangun serta mengembangkan perilaku lahiriyah dan bathiniah seseorang
menuju idealitas pribadi yang dicita-citakan.

C. Pembagian Akhlak

Dalam bukunya yang beJjudul wawasan AI-Quran, Prof. DR. Quraisy Shihab
membagi akWak ke dalam tiga bagian menurut sasarannya yaitu; a) akhlak terhadap
Allah SWT, b) akhlak terhadap sesama manusia dan c) akWak terhadap lingkungan.
Akhlak terhadap Allah SWT merupakan pengakuan dan kesadaran bahwa tiada
tuhan melainkan Allah SWT. Dialah Alllah SWT yang memiliki sifat-sifat terpuji.
Kemudian, selain akhlak terhadap Allah SWT yang merupakan manifestasi dari
hubungan manusia kepada Allah SWT (hablum minallah), manusia juga diwajibkan
untuk menjaga hubungan antar sesama manusia sebagai manifestasi (hablum
mina11Os). lnilah yang disebut oleh Quraisy Shihab sebagai akhlak terhadap sesama

manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya bentuk larangan melakukan hal-hal
negatif seperti, menyakiti fisik sampai membunuh, atau mengambil hak orang hak
orang lain tanpa alasan yang dibenarkan, namun juga harns menjaga aspek-aspek
psikologis dari diri seseorang, seperti larangan mengunjing, memfitnah dan lain-lain.
Pembagian ketiga adalah akhlak terhadap lingkungan.

Akhlak terhadap

lingkungan merupakan akhlak terhadap segala sesuatu yang berada