Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran

mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman. Nazaruddin, 1999. Aplikasi fungisida sintentik merupakan cara umum dan paling populer digunakan oleh petani untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai. Akan tetapi, cara ini berdampak negatif bagi lingkungan, dan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh sebab itu, perlu dicari alternatif pengendalian penyakit antraknosa yang tidak menimbulkan dampak negatif, misalnya dengan penggunaan fungisida nabati. Menurut Octriana dan Noflindawati 2010, fungisida nabati dapat dihasilkan dari tanaman-tanaman yang mengandung asam-asaman, minyak atsiri, senyawa fenol, ester, asam amino, gula sederhana, alkaloid dan ion organik, karena kandungan tersebut mampu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang biakan jamur. Hasil penelitian Guenther 1989 menunjukkan bahwa minyak atsiri mampu menghambat pertumbuhan sel vegetatif dan pertumbuhan spora jamur dari beberapa golongan jamur seperti C. cereus, C. subtilis, dan C. magaterium. Sirih Piper betle L. dan babadotan Ageratum conyzoides dilaporkan memiliki kandungan minyak atsiri selanjutnya berpeluang sebagai bahan baku fungisida nabati yang murah dan mudah diperoleh Marjannah, 2004.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai tingkat fraksi ekstrak daun sirih P. betle L. dan daun babadotan A. conyzoides terhadap pertumbuhan C.capsici secara in vitro.

1.3 Kerangka Pemikiran

Berbagai tanaman yang tumbuh di Indonesia seperti sirih P. betle L. dan babadotan A. conyzoides telah diketahui memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan fungisida nabati. Potensi ini disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam tanaman-tanaman tersebut yang mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan bahkan mampu mematikan jamur penyebab penyakit tanaman Grainge and Ahmed, 1988; Sulistyani et al., 2007. Menurut Pastiniasih 2011, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh minyak atsiri dari suatu bahan. Cara tersebut diantaranya adalah penyulingan, pengepresan, ekstraksi dengan pelarut, dan ekstraksi dengan lemak padat. Untuk bahan-bahan minyak atsiri yang tidak tahan terhadap panas dan tekanan yang tinggi, ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut atau lemak padat. Ekstraksi dengan pelarut merupakan ekstraksi menggunakan prinsip kelarutan senyawa-senyawa minyak atsiri terhadap beberapa jenis pelarut. Jenis pelarut organik yang dapat melarutkan minyak atsiri sebagian besar bersifat semi polar atau non-polar yang memiliki titik didih rendah. Penggunaan pelarut organik yang bersifat semi polar atau non-polar dimaksudkan untuk memperoleh jumlah dan kualitas minyak atsiri yang optimal dan mencegah larutnya air yang terkandung dalam bahan pada proses ekstraksi. Tingkat kepolaran suatu pelarut sangat menentukan komposisi ekstrak yang dihasilkan dari proses ekstraksi suatu bahan Pastiniasih, 2011. Menurut Marjannah, 2004 daun babadotan A. conyzoides, yang dianggap sebagai gulma ternyata ekstraknya dapat bermanfaat sebagai fungisida nabati. Daun babadotan banyak mengandung minyak atsiri, yang dapat berfungsi sebagai fungisida nabati seperti asam amino, organacid, pectic sub-stance, friedelin, b- siatosterol, stigmasterol, tanin sulfur dan potasium klorida. Begitupula dengan daun sirih P. betleL. yang menurut Sastroamidjojo 1997, mengandung 4,2 minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari chavicolparaallyphenol turunan dari chavica betel. Ekstraksi daun sirih dan daun babadotan secara bertingkat membentuk fraksi ekstrak yang diharapkan mendapatkan senyawa-senyawa atsiri dari kedua tanaman tersebut. Dengan demikian ekstrak tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dari ekstrak daun tanaman tersebut.

1.4 Hipotesis

Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Daun Babandotan (Ageratum Conyzoides L) Terhadap Mortalitas Nyamuk Aedes Aegypti

3 102 86

Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Dan Daun Serai (Adropogon nardus L.) Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Di Lapangan

4 80 94

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L) TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L) SECARA IN VITRO

3 20 39

PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN NIMBA ( Azadirachta indica A.) DAN DAUN JARAK ( Jatropha curcas L.) TERHADAP DIAMETER KOLONI DAN JUMLAH SPORA JAMUR Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI ( Capsicum annum L.)

1 22 38

PENGARUH JENIS DAN TARAF KONSENTRASI FRAKSI EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle) DAN FRAKSI EKSTRAK METANOL DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SPORULASI Colletotrichum capsici

5 31 43

Pengendalian Busuk Buah (Phyotophthora sp) Pada Cabai (Capsicum annum L.) Menggunakan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle, L.)

0 3 11

PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN PACAR CINA (AGLAIA ODORATA L.) TERHADAP PERTUMBUHAN COLLETOTRICHUM CAPSICI PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (CAPSICUM ANNUUM L.) SECARA IN VITRO

0 0 6

PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle) TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum capsici PADA BUAH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) ASAL DESA MANIMBAHOI KABUPATEN GOWA

0 0 79

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

0 0 13

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI SECARA IN-VITRO

0 0 16