PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN NIMBA ( Azadirachta indica A.) DAN DAUN JARAK ( Jatropha curcas L.) TERHADAP DIAMETER KOLONI DAN JUMLAH SPORA JAMUR Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI ( Capsicum annum L.)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN NIMBA ( Azadirachta indica A.) DAN DAUN JARAK ( Jatropha curcas L.) TERHADAP DIAMETER

KOLONI DAN JUMLAH SPORA JAMUR Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI

( Capsicum annum L.)

Oleh Yanti Ningsih

Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

tergolong dalam famili solanaceae. Budidaya cabai seringkali menghadapi banyak kendala terutama dalam usaha meningkatkan produktivitas, dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu kendalanya adalah penyakit antraknosa. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichumcapsici yang pada tingkat tertentu dapat merugikan hasil yang cukup besar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun nimba dan daun jarak yang diperoleh dengan fraksinasi pada berbagai pelarut. sebagai biofungisida terhadap diameter koloni dan jumlah spora jamur C.capsici secara in vitro.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2011 sampai dengan Agustus 2012. Penelitian terdiri dari 2 sub percobaan yaitu fraksi ekstrak daun nimba dan ekstrak daun jarak. Pada masing-masing sub percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan. Pada

masing-masing sub percobaan perlakuan terdiri dari media PDA tanpa ekstrak (Po), fraksi ekstrak dalam aquades (P1), fraksi ekstrak dalam alkohol 10% (P2), fraksi ekstrak dalam alkohol 50% (P3), fraksi ekstrak dalam alkohol 90% (P4), fraksi ekstrak dalam etil asetat 10% (P5), fraksi ekstrak dalam etil asetat 50% (P6), fraksi ekstrak dalam etil asetat 90% (P7), fraksi ekstrak dalam n-heksana 10% (P8), fraksi ekstrak dalam heksana 50%(P9) dan fraksi ekstrak dalam n-heksana 90% (P11). Efektivitas masing-masing ekstrak diukur berdasarkan

penghambatan terhadap diameter koloni C. capsici PDA sesuai dengan perlakuan. pada media Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam dan selanjutnya perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji dengan uji jarak berganda (Duncan) dengan taraf nyata 0,05.


(2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ekstrak daun nimba fraksi alkohol 90% berpotensi sebagai bahan fungisida nabati yang dapat menekan diameter koloni dan menghambat jumlah spora C.capsici. Pada ekstrak daun jarak fraksi alkohol 10%, alkohol 90%, etil asetat 10% dan n-heksana 90% berpotensi sebagai

fungisida nabati yang dapat menekan diameter koloni dan menghambat jumlah spora C. capsici.


(3)

PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN NIMBA (Azadirachta indica A.) DAN DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) TERHADAP PERTUMBUHAN

IN VITRO JAMUR Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI

(Capsicum annum L.)

Oleh Yanti Ningsih

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

Judul Skripsi : PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN NIMBA (Azadirachta indica A.) DAN DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) TERHADAP DIAMETER KOLONI DAN JUMLAH SPORA Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI

(Capsicum annum L.) Nama Mahasiswa : Yanti Ningsih

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714041061 Jurusan : Agroteknologi Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Ir. Efri, M.S. Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc.

NIP 196009291987031002 NIP 196201071986032001

2. Ketua Jurusan Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat M.P. NIP 196411181989021002


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Efri, M.S. ...

Sekertaris : Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr.Ir. Suskandini Ratih D., M.P. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(6)

Janganlah kita menyesali atas pilihan yang telah kita

ambil, karena tiap pilihan selalu ada resikonya

( Bernadette Erna Fembriani)

Sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti ada

kemudahan

(Qs. Al-insyirah:6)

Semua impian kita dapat menjadi nyata

Jika kita mempunyai keberanian untuk mengejarnya

(Walt Disney)


(7)

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada

Allah SWT, karya ilmiah ini kupersembahkan

kepada :

Bapak dan ibu tercinta

yang tidak pernah lelah dalam berdoa dan

mendukungku, adik serta keluarga besarku atas

dukungan dan perhatiannya

&

orang-orang yang selalu mendoakan kebaikan

kepadaku

Serta para pendidik dan Almamater tercinta

Universitas Lampung.


(8)

SANWACANA

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat serta nikmat waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik seperti yang diharapkan.

Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ir. Efri, M.Si., selaku pembimbing utama yang telah memperkenankan penulis

untuk mengerjakan penelitian ini serta dengan sabar memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan ilmu selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini

2. Ibu Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. selaku pembimbing kedua atas bimbingan dan saran, motivasi, dan ilmu yang diberikan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Suskandini Ratih, M. P., selaku pembahas yang telah memberi masukan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku pembimbing akademik serta Ketua bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas

Lampung atas nasihat, motivasi dan semangat kepada penulis. 5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan


(9)

6. Seluruh dosen Agroteknologi khususnya bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama ini.

7. Bapak Prof. Dr.Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Keluargaku tercinta : bapak, mamak dan adek ku serta Herman Hermawan atas kasih sayang, perhatian, kesabaran, semangat, dukungan, serta doa yang senantiasa mengiringi langkahku.

9. Rekan sepenelitianku: Septya Eka Prasetia Rani, Weni Septiana, Intan Rahayu Ningtyas dan keluarga besar HPT serta sahabatku juwita, oviana, lilis, dan mpeb atas bantuan baik pikiran atau tenaga, semangat, motivasi dan perhatiannya yang diberikan selama penulis menjalankan penelitian. 10.Teman-teman kosan m’ba Tika, Yulia, Ari, m’ba fivin, Ina, Wiwin, Kartini,

Mila atas segala pengertian dan kebersamaannya.

11.Bapak Paryadi, Mbak Uum, dan Mas Iwan selaku laboran dan teknisi Jurusan Agroteknologi khususnya bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan atas

bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa dan melaksanakan penelitian di Laboratorium.

Semoga Allah swt memberikan keberkahan kepada mereka semua, kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk orang lain.

Bandar Lampung, April 2013


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Cabai ... 6

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai ... 6

2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 7

2.1.3 Kandungan Nutrisi Buah Cabai ... 7

2.2 Penyakit Antranoksa ... 8

2.2.1 Penyebab C. Capsici ... 9

2.2.2 Gejala Penyakit Antraknosa ... 10

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Antraknosa ... 11

2.3 Pestisida Nabati ... 11

2.3.1 Daun Nimba ... 12


(11)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Alat dan Bahan ... 14

3.3 Rancangan Percobaan ... 15

3.4 Pelaksanaan Percobaan ... 15

3.4.1 Penyiapan Isolat C. capsici ... 15

3.4.2 Penyiapan Ekstrak Daun Nimba dan Daun Jarak ... 16

3.4.3 Penyiapan Media Tumbuh Jamur C. capsici untuk Perlakuan Pengujian ... 17

3.4.4 Uji Pertumbuhan C. capsici ... 17

3.5 Pengamatan ... 18

3.5.1 Pengukuran Diameter Koloni Jamur ... 18

3.5.2 Penghitungan Kerapatan Jumlah Spora ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Nimba terhadap Diameter Koloni C. capsici ... 20

4.2 Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Nimba terhadap Jumlah Spora per ml ... 22

4.3 Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Jarak pada Diameter Koloni C.capsici ... 23

4.4 Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Jarak terhadap Jumlah Spora per ml ... 25

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN ... 27

5.2 SARAN ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan gizi buah cabai (per 100 gram) ... 8 2. Pengaruh fraksi ekstrak daun nimba terhadap penghambatan diameter koloni C. capsici ... 21 3. Pengaruh fraksi ekstrak daun nimba terhadap Kerapatan spora

C. capsici (jumlah spora/ml) pada 8 hsi ... 24 4. Pengaruh fraksi ekstrak daun jarak terhadap penghambatan diameter

koloni C. capsici ... 26 5. Pengaruh fraksi ekstrak daun jarak terhadap Kerapatan spora

C. capsici (jumlah spora/ml) pada 8 hsi ... 28 6. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun nimba

Pada 3 hsi ... 32 7. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun nimba pada 3 hsi ... 32 8. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun nimba

Pada 4 hsi ... 33 9. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun nimba pada 4 hsi ... 33 10. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun nimba


(13)

11. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun nimba pada 5 hsi ... 34 12. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun nimba

Pada 6 hsi ... 35 13. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun nimba pada 6 hsi ... 35 14. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun nimba

Pada 7 hsi ... 36 15. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun nimba pada 7 hsi ... 36 16. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun nimba

Pada 8 hsi ... 37 17. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun nimba pada 8 hsi ... 37 18. Matrik pengaruh fraksi ekstrak daun nimba terhadap diameter koloni C. Capsici ... 38 19. Jumlah spora per ml C. capsici pada fraksi ekstrak daun nimba

Pada 8 hsi ... 39 20. Analisis ragam jumlah spora per ml C. capsici pada fraksi ekstrak

daun nimba pada 8 hsi ... 39 21. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun jarak

Pada 3 hsi ... 40 22. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun jarak pada 3 hsi ... 40 23. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun jarak

Pada 4 hsi ... 41 24. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak


(14)

25. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun jarak

Pada 5 hsi ... 42 26. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun jarak pada 5 hsi ... 42 27. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun jarak

Pada 6 hsi ... 43 28. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun jarak pada 6 hsi ... 43 29. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun jarak

Pada 7 hsi ... 44 30. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun jarak pada 7 hsi ... 44 31. Diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak daun jarak

Pada 8hsi ... 45 32. Analisis ragam diameter koloni C. capsici pada fraksi ekstrak

daun jarak pada 8 hsi ... 45 33. Matrik pengaruh fraksi ekstrak daun jarak terhadap diameter koloni C. Capsici ... 46 34. Jumlah spora per ml C. capsici pada fraksi ekstrak daun jarak

Pada 8 hsi ... 47 35. Analisis ragam jumlah spora per ml C. capsici pada fraksi ekstrak


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gejala antraknosa pada buah cabai ... 16 2. Alat yang digunakan untuk fraksinasi ... 17


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

tergolong dalam famili solanaceae. Cabai berguna sebagai penyedap masakan dan pembangkit selera makan, cabai juga mengandung zat-zat gizi yang sangat

diperlukan untuk kesehatan manusia. Di Indonesia cabai memiliki arti ekonomi penting dan menduduki produksi yang tinggi dibandingkan dengan sayuran komersial lainnya ( Rusli dkk., 1997).

Budidaya cabai seringkali menghadapi banyak kendala terutama dalam usaha meningkatkan produktivitas, baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya.

Serangan hama dan penyakit merupakan salah satu kendala dalam budidaya cabai. Salah satu patogen yang menjadi kendala pada pertanaman cabai adalah penyakit antraknosa. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichumcapsici pada tingkat tertentu dapat merugikan hasil yang cukup besar (Rohmawati, 2002). Hersanti dkk (2001) melaporkan bahwa penyakit antraknosa merupakan salah satu pembatas dalam produksi cabai. Kerugian penyakit ini dapat mencapai 65%. Penggunaan fungisida sintetik dapat meninggalkan residu, mengakibatkan

timbulnya resistensi patogen, merusak lingkungan dan berbahaya bagi konsumen. Oleh karena itu untuk mengurangi frekuensi penggunaan pestisida sintetik dapat


(17)

2

menggantinya dengan menggunakan fungisida nabati yang berasal dari tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bagian tanaman ada yang bersifat toksik terhadap penyebab penyakit (Balfas, 1994; Mudjiono dkk., 1994). Berbagai jenis tanaman telah diketahui mengandung senyawa bioaktif. Senyawa tersebut adalah alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tannin yang dapat berfungsi sebagai pestisida (Mirin,1997).

Penggunaan fungisida nabati dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan harganya relatif murah apabila dibandingkan dengan pestisida sintesis atau kimia. Fungisida nabati juga dapat dibuat sendiri secara sederhana berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan bagian tanaman, berupa akar, umbi, batang, daun, biji, maupun buah ( Sudarmo, 2009).

Tanaman yang berpotensi sebagai fungisida nabati diantaranya nimba

(Azadirachta indica A.) dan jarak (Jatropha curcas L.). Nimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa komponen yang berasal dari produksi metabolit sekunder yang diduga bermanfaat dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk). Senyawa yang terkandung pada daun mimba adalah azadirachtin,

salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin. Senyawa tersebut berfungsi sebagai pengganggu pertumbuhan sel yang mengakibatkan kematian sel jamur

(Syamsudin, 2007).

Tanaman jarak merupakan tanaman yang menghasilkan biji yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan minyak (Nazirdkk., 2009). Biji jarak pagar juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan sabun, bahan baku pestisida botani, fungisida, dan molluskasida. Biji jarak mengandung senyawa hydrocarbon/stereo ester,


(18)

3

trycycerol, asam lemak bebas, diacyglycerol, sterol, monoacyglycerol, dan polar lipid. Beberapa senyawa yang terkandung dalam tanaman jarak tersebut senyawa yang berpotensi sebagai fungisida nabati yaitu hydrocarbon/stereo ester,

diacyglycerol, sterol, monoacyglycerol dan trycycerol (Adebowale dan Adedire, 2006).

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fraksi ekstrak daun nimba dan daun jarak sebagai fungisida nabati dalam menghambat pertumbuhan C.capsici secara in vitro

1.3 Kerangka Pemikiran

Antraknosa merupakan salah satu penyakit penting dalam produksi cabai di daerah tropis yang panas dan lembab, dan juga dikenal sebagai penyakit busuk buah prapanen dan pascapanen. Penyakit ini disebabkan oleh jamur

C. capsici. Penyakit antraknosa dapat menurunkan kualitas cabai dan produksi cabai sebesar 45-60% (Hidayat dkk., 2004).

Adiyoga dan Soetiarso (1999) melaporkan bahwa 80% petani sayuran

menggunakan pestisida sintetik dalam mengendalikan penyakit antraknosa. Akan tetapi pestisida sintetik sering meninggalkan residu yang berbahaya terhadap lingkungan dan manusia. Oleh sebab itu, untuk mengurangi resiko bahaya residu pestisida upaya pengendalian yang dilakukan adalah menggunakan fungisida nabati. Fungisida nabati berasal dari tanaman yang mudah terdegradasi sehingga


(19)

4

tidak menimbulkan residu (Hamijaya, 2005). Tanaman yang mempunyai potensi sebagai fungisida nabati diantaranya nimba dan jarak.

Nimba (Azadirachta indica A.) merupakan tanaman dari famili Meliaceae yang sudah lama digunakan sebagai fungisida nabati. Nimba dapat menghasilkan lebih dari 20 jenis metabolit sekunder. Daun dan biji tanaman nimba dapat dijadikan sebagai fungisida nabati. Daun dan bijinya mengandung beberapa jenis metabolit sekunder yang aktif sebagai pestisida, diantaranya azadirachtin, salanin,

meliatriol, dan nimbin.Metabolit sekunder utama yang berfungsi sebagai

pestisida adalahazadirachtin. Senyawa azadirachtinterbentuk secara alami dan termasuk dalam kelompok senyawa triterpenoid yang merupakan biopestisida terbaik. Azadirachtin dimanfaatkan sebagai bahan aktif fungisida nabati yang dapat menghambat pertumbuhan, salah satunya pertumbuhan jamur

( Mirin, 1997).

Jarak merupakan tanaman yang bersifat racun. Bagian biji dan daun dari tanaman jarak pagar mempunyai efek fungisida terhadap jamur. Hasil penelitian Nath dan Dutta (1992) membuktikan bahwa kandungan protein beracun yang disebut kursin adalah enzim proteolytic yang terkandung dalam getah pada tanaman jarak. Bagian daun jarak dapat dijadikan sebagai fungisida dengan cara mengekstrak sehingga dapat diperoleh larutan yang dapat digunakan sebagai pengendali penyakit yang ramah lingkungan.

Untuk meningkatkan efektivitas ekstrak daun nimba dan jarak dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dapat dilakukan dengan cara ekstraksi bertingkat dengan berbagai pelarut. Menyangkut sifat kepolaran pelarut dalam


(20)

5

memisahkan senyawa bahan aktif yang berbeda pada ekstrak nimba dan ekstrak jarak.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Fraksi ekstrak daun nimba dan daun jarak dapat menekan diameter koloni dan jumlah spora jamur C. capsici

2. Masing-masing tingkat fraksi ekstrak daun nimba atau daun jarak mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menekan diameter koloni dan jumlah spora jamur C. capsici


(21)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai

Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang menpunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena selain sebagai penghasil gizi, juga sebagai bahan campuran makanan dan obat-obatan. Di indonesia tanaman cabai mempunyai nilai ekonomi penting dan menduduki tempat kedua setelah kacang-kacangan (Rompas, 2001).

Di “Benua baru” itu dia menemukan penduduk asli yang banyak menggunakan buah merah menyala berasa pedas sebagai bumbu masakannya (Tarigan dan Wiryanto, 2003).

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai

Klasifikasi tanaman cabai menurut Tindall (1983) adalah: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Sympetalae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annuum L.

Tanaman cabai termasuk ke dalam famili solanaceae. Tanaman cabai sekerabat dengan kentang (Solanum tuberosum L.), terung (Solanum melongena L.), leunca


(22)

7

(Solanum nigrum L.), takokak (Solanum torvum), dan tomat (Lycopersicon esculentum) (Tarigan dan Wiryanta, 2003).

Tanaman cabai memiliki batang yang dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu batang utama dan percabangan (batang skunder). Batang utama berwarna coklat hijau dengan panjang antara 20-28 cm. Percabangan berwarna hijau dengan panjang antara 5-7 cm. Daun tanaman ini terdiri dari alas tangkai, tulang dan helaian daun. Panjang tangkai daun antara 2-5 cm, berwarna hijau tua. Helaian daun bagian bawah berwarna hijau terang, sedangkan permukaan atasnya berwarna hijau tua. Daun mencapai panjang 10-15 cm, lebar 4-5 cm. Bagian ujung dan pangkal daun meruncing dengan tepi rata (Nawangsih, 2003). 2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun tinggi. Syarat agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus (subur), gembur, dan pH tanahnya antara 5-6. Cabai dikembangbiakkan dengan biji yang diambil dari buah tua atau yang berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu

(Sunarjono,2006). Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhannya antara 16-23o C. Temperatur malam di bawah 16oC dan temperatur siang di atas 23o C

menghambat pembungaan (Ashari, 2006).

2.1.3 Kandungan Nutrisi Buah Cabai

Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%) rasa pedas. Rasa pedas tersebut terutama disebabkan oleh kandungan capsaicin dan


(23)

8

dihidrocapsaicin (Lukmana, 2004). Selain itu cabai juga mengandung berbagai kandungan gizi (Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan gizi buah cabai (per 100 gram)

Cabai Merah Cabai Hijau

Air % 90 93,3

Energi (kal) 32 23,0

Protein (g) 0,5 0,7

Lemak (g) 0,3 0,2

Karbohidrat (g) 7,8 5,4

Serat (g) 1,6 1,5

Abu (g) 0,5 0,4

Kalsium (mg) 29,0 12,0

Fosfor (mg) 45 18,0

Besi (mg) 0,5 0,4

Vitamin A (IU) 470 260

Vitamin C (mg) 18 84

Tiamin (mg) 0,05 0,05

Riboflavin (mg) 0,06 0,03

Niasin (mg) 0,9 0,5

Asam askorbat (mg) 18,0 84,0

Sumber: Ashari, 2006 2.2 Penyakit Antranoksa

Antranoksa adalah penyakit terpenting yang menyerang tanaman cabai di Indonesia. Penyakit ini meluas pada kondisi lembab dan suhu relatif tinggi. Penyakit antranoksa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah dan merupakan masalah utama pada buah masak, serta berakibat serius terhadap penurunan hasil dan penyebaran penyakit

(Syamsudin, 2007).

Penyakit antraknosa ini disebabkan cendawan genus Colletotrichum. Jamur ini mempunyai enam spesies utama yaitu C. gloeosporiodes, C.acutatum,


(24)

9

kerusakan buah dan kehilangan hasil paling besar. Lebih dari 90% jamur yang menginfeksi cabai diakibatkan C. gloeosporiodes. Namun akhir-akhir ini, C. acutatum yang berperan mengakibatkan kerusakan buah paling besar (Syukur, 2007).

2.2.1 Penyebab Penyakit Antranoksa

Klasifikasi jamur C.capsici menurut Singh (1998) adalah: Divisi : Ascomycotina

Subdivisi : Eumycota Kelas : Pyrenomycetes Ordo : Sphaeriales Famili : Polystigmataceae Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum capsici

Antraknosa disebabkan oleh C.capsici (Syd) Butler dan Bisby. Miselium terdiri dari beberapa septa, intra dan interseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan berukuran 70-120 µm, seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari beberapa septa dan ukuran 150µm. Konodiofor tidak bercabang, masa konidia nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler, ukuran 17-18 x 3-4 µm. Konidia dapat berkecambah di dalam air selama 4 jam. Namun konidia lebih cepat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau tua daripada di dalam air. Tabung kecambah akan segera membentuk apresoria (Singh, 1998).

Pertumbuhan awal jamur C. capsici membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian secara


(25)

perlahan-10

lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah masa konidia (Ruslidkk., 1997).

Konidia dan perkecambahan konidia pada permukaan tanaman dan menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. Spora Colletrotrichum capsici dapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang lebih cepat (Kronstad, 2002).

Jamur menyerang daun dan batang, kemudian dapat menginfeksi pada buah. Jamur yang menyerang pada buah kemudian masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji. sehingga jamur menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah sakit. Jamur hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain itu jamur dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Selanjutnya konidium disebarkan oleh angin (Semangun, 2004).

2.2.2 Gejala Penyakit Antraknosa

Patogen ini menginfeksi pada buah biasanya terjadi pada buah cabai yang menjelang tua. Gejalanya adalah noda lekukan berwarna hitam kelam pada buahnya, dan dapat pula pada batang serta ranting-rantingnya. Serangan lebih lanjut mengakibatkan buah mengkerut, kering, membusuk dan kering. Jamur dapat terbawa biji dari buah sakit dan menginfeksi tanaman dipersemaian (Rusli dkk., 1997)


(26)

11

Serangan patogen pada buah masak lebih parah dibandingkan dengan buah yang belum masak (masih hijau). Buah cabai yang masak, selain mengandung glukosa dan sukrosa, juga mengandung fruktosa, sedangkan buah yang hijau hanya mengandung sukrosa dan glukosa. Dengan demikian, diduga fruktosa merupakan jenis gula mempunyai korelasi dengan penyakit antraknosa, sehingga fruktosa dalam buah dapat dijadikan karakter seleksi ketahanan tanaman cabai terhadap serangan antraknosa (Tenaya, 2001).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Antraknosa

Pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Salah satunya adalah pH. Derajat keasaman (pH) optimal untuk pertumbuhan jamur C. capsici yang baik adalah pH 5 (Yulianty, 2006). Periode inkubasi C.capsici antara 4-7 hari setelah inokulasi. Suhu optimum untuk

pertumbuhan jamur antara 24-30oC dengan kelembaban relatif 80-92 % (Rompas, 2001).

2.3 Pestisida Nabati

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau bagian tanaman seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman atau bagian tanaman dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida ( Mirin, 1997).


(27)

12

2.3.1 Daun Nimba

Tanaman nimba (Azadirachta indica) merupakan tanaman obat yang memiliki berbagai macam kegunaan atau tanaman yang memenuhi persyaratan untuk dikembangkan menjadi sumber bahan dasar pembuatan pestisida nabati. Seperti telah kita ketahui, bahwa tanaman merupakan gudang bahan kimia yang kaya akan kandungan berbagai jenis bahan aktif. Di dalam tanaman mungkin terkandung puluhan atau ratusan, bahkan ribuan jenis bahan kimia, sehingga sangat sulit untuk menentukan jenis dan fungsi atau manfaat setiap jenis kandungan bahan aktif tersebut. Dapat diketahui dalam suatu kelompok bahan aktif yang disebut “produk metabolit sekunder” (Secondary metabolic products), dimana fungsinya bagi tumbuhan tersebut dalam proses metabolisme yang kurang jelas. Namun kelompok ini dikenal sebagai fungsi dalam hal berinteraksi atau berkompetisi, termasuk menjadi bahan untuk melindungi diri dari gangguan pesaingnya. Daun nimba mengandung bahan aktif yang disebut azadirachtin dan salanin (Balfas, 1994).

Salah satu metode pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder dalam kultur in vitro adalah dengan penambahan prekursor. Penambahan prekursor ke dalam medium kultur dapat merangsang aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam lintasan biosintesis, sehingga dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder (Mantell & Smith, 1983). Dengan mengetahui biosintesa triterpenoid melalui lintasan asetat mevalonat maka

penambahan prekursor pada media kultur in vitro diharapkan dapat meningkatkan produksi azdirachtin ( Mirin, 1997).


(28)

13

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ndione dkk., ( 2007 ) dengan menggunakan biji daun nimba selain dapat berpotensi sebagai fungisida nabati nimba juga mengandung azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin, yang mampu membunuh larva Aedes aegypti.

2.3.2 Daun Jarak

Jarak pagar termasuk tanaman setahun berupa tanaman perdu yang dapat tumbuh didataran rendah sampai 800 m dari permukaan laut. Batangnya berkayu,

berbentuk silindris, bercabang, berkulit licin dan memiliki tonjolan-tonjolan bekas tangkai daun yang gugur. Tanaman jarak pagar memiliki daun tunggal yang tumbuh berseling dan tersebar di sepanjang batangnya. Daunnya lebar, berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang lebar hampir sama 5-15 cm. Helai daun berlekuk bersudut 3 atau 5 (Hambali, 2006).

Bahan kimia yang terkandung dalam tanaman jarak pagar diantaranya α-amirin, kampesterol, β-sitosterol, 7-ketosittosterol, dan HCN. Pada daun mengandung saponin, senyawa-senyawa flavonoida antara lain kaempferol, kaempferol-3-rutinosida, nikotiflorin, kuersetin, isokuersetin, dan rutin. Disamping itu juga mengandung astragalin, reiniutrin, risinin, dan vitamin C (Nazir dkk., 2009).


(29)

14

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian Desember 2011 sampai dengan Agustus 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, erlenmeyer, mikroskop majemuk, mikro pipet, bunsen, alat potong, pinset, autoclave, alumunium foil, plastik tahan panas, kaca preparat, kaca penutup, bor gabus, jarum ose, jarum ent, tabung reaksi, selotip, sprayer, plastik, karet gelang, nampan plastik, paralon, penggaris dan alat tulis.

Bahan –bahan yang digunakan antara lain daun nimba dan daun jarak, buah cabai terserang C.capsici, alkohol 96%, etil asetat 100%, n-heksana 100%, NaOCl 1%, media PDA (Potato Dextrose Agar), arang aktif dan aquades.


(30)

15

3.3 Rancangan Percobaan

Percobaan terdiri dari 2 sub percobaan yaitu ekstrak daun nimba dan ekstrak daun jarak. Pada masing-masing sub percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 11 perlakuan dalam 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari media PDA tanpa ekstrak (Po), media PDA + ekstrak dalam aquades (P1), media PDA + ekstrak dalam alkohol 10% (P2), media PDA + ekstrak dalam alkohol 50% (P3), media PDA + ekstrak dalam alkohol 90% (P4), media PDA + ekstrak dalam etil asetat 10% (P5), media PDA + ekstrak dalam etil asetat 50% (P6), media PDA + ekstrak dalam etil asetat 90% (P7), media PDA + ekstrak dalam n-heksana 10% (P8), media PDA + ekstrak dalam n-heksana 50% (P9) dan media PDA + ekstrak dalam n-heksana 90% (P10). Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam dan selanjutnya perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji dengan uji jarak berganda (Duncan) dengan taraf nyata 0,05.

3.4 Pelaksanaan Percobaan

3.4.1 Penyiapan Isolat C. capsici

C. capsici diisolasi dari buah cabai yang menunjukkan gejala penyakit antraknosa atau terinfeksi (Gambar 1). Jaringan kulit buah yang bergejala dipotong pada bagian perbatasan antara bagian yang sakit dan yang sehat (± 5mm), kemudian potongan direndam dalam larutan alkohol, dan dibilas dengan aquades steril. Selanjutnya potongan kulit buah cabai tersebut ditanam pada cawan petri yang berisi media PDA dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 3 hari. Jamur yang tumbuh kemudian diisolasi dan diidentifikasi untuk mengetahui ciri-ciri dari jamur C. capsici .


(31)

16

Gambar 1. Gejala antraknosa pada buah cabai 3.4.2 Penyiapan Ekstrak Daun Nimba dan Daun Jarak

Daun nimba dan daun jarak yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari sekitar lingkungan Universitas Lampung. Daun yang digunakan sebanyak 100 gram dicuci dengan air bersih dan dikering-anginkan. Daun dipotong-potong dan diblender sampai halus. Selanjutnya masing-masing hasil daun yang sudah diblender sampai halus tersebut diekstraksi secara berurutan dengan aquades, lalu alkohol 10%, alkohol 50%, alkohol 90%, etil asetat 10%, etil asetat 50%, etil asetat 90%, n-heksana 10%, n-heksana 50% dan n-heksana 90% dengan menggunakan alat yang dirancang menggunakan paralon (Gambar 2).

Penyaringan dilakukan secara berturut-turut dengan aquades steril, kemudian alkohol 10%, alkohol 50%, alkohol 90%, etil asetat 10%, %, etil asetat 50%, etil asetat 90%, n-heksana 10%, n-heksana 50% dan n-heksana 90% masing-masing sebanyak 1 liter pada setiap pengenceran .

Alat yang digunakan untuk fraksinasi dibuat dengan menggunakan paralon berbagai ukuran 20 cm, yang terdiri atas empat tahap penyaringan pada setiap bagian sambungan paralon diberi kain kasa dan pada bagian paralon kedua diisi arang aktif yang telah dihaluskan sebagai filter.


(32)

17

Gambar 2. Alat yang digunakan untuk fraksinasi Selanjutnya masing-masing larutan induk dituang dalam nampan plastik dan diuapkan dalam ruangan pada suhu kamar, sehingga diperoleh fraksi kering ekstrak daun nimba dan daun jarak kemudian disimpan dalam lemari es untuk pengujian selanjutnya.

3.4.3 Penyiapan Media Tumbuh Jamur C. capsici untuk Perlakuan Pengujian

Pada masing-masing fraksi 10 tabung erlenmeyer yang berisi 100 ml PDA ditambah dengan 10 mg masing-masing fraksi kering ekstrak daun nimba atau jarak sesuai perlakuan.

3.4.4 Uji Pertumbuhan C. capsici

Uji pertumbuhan C. capsici dilakukan pada media PDA dalam cawan petri. Jamur C. capsici yang telah dimurnikan diambil dengan bor gabus yang berukuran ± 5 mm dan diletakkan pada bagian tengah cawan petri. Masing – masing

Bagian paralon yang berisi arang aktif

Bagian paralon yang berisi daun nimba atau jarak yang telah dihaluskan


(33)

18

perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Kemudian dilakukan pengamatan pada 3 hsi sampai 8 hsi.

3.5 Pengamatan

3.5.1 Pengukuran Diameter Koloni Jamur

Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter koloni jamur . Pengamatan ini dilakukan pada 2 hsi sampai 8 hsi. Data pertumbuhan koloni jamur yang didapat merupakan rata - rata empat kali pengukuran diameter pada daerah yang berbeda yaitu diameter terpendek dan terpanjang (Gambar 3).

Gambar 3. Pengukuran diameter koloni jamur Colletotrichum capsici 3.5.2 Kerapatan Jumlah Spora

Kerapatan jumlah spora dihitung menggunakan metode hitungan mikroskopis langsung, dengan menggunakan haemocytometer. Jumlah spora dihitung dengan cara mengambil semua spora yang tumbuh di setiap cawan petri dalam setiap ulangan, spora diambil dengan cara menuangkan ke dalam cawan petri dan kemudian dikerok sehingga didapat suspensi spora. Suspensi diteteskan pada haemocytometer kemudian ditutup dengan kaca objek dan diamati dibawah mikroskop. Jumlah spora diketahui dengan menghitung rata-rata jumlah spora

d1


(34)

19

pada lima sampel kotak sedang. Kerapatan jumlah spora/ml dihitung dengan rumus

K = Kerapatan jumlah spora x 0,25 x 106 Keterangan

K = Kerapatan jumlah spora

0,25 = Konstanta atau faktor koreksi penggunaan kotak sampel haemocytometer

Perhitungan jumlah spora dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap perlakuan.


(35)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. pada ekstrak daun nimba fraksi alkohol 90% berpotensi sebagai bahan

fungisida nabati yang dapat menekan diameter koloni dan menghambat jumlah spora C.capsici.

2. Pada ekstrak daun jarak fraksi alkohol 10%, alkohol 90%, etil asetat 10% dan n-heksana 90% berpotensi sebagai fungisida nabati yang dapat menekan diameter koloni dan menghambat jumlah spora C. capsici.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengujian keefektivan ekstrak daun nimba fraksi alkohol 90% dan daun jarak fraksi alkohol 10%, alkohol 90%, etil asetat 10% dan n-heksana 90% untuk penelitian di Lapang.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, K.O. and C.O. Adedire. 2006. Chemical Composition and

Insecticidal Properties of The Underutilized Jatropha curcas Seed Oil. African Journal of Biotechnology.

Ashari. 2006. Holtikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. .

Balfas, R.1994. Pengaruh ekstrak air dan etanol biji mimba terhadap mortalitas dan pertumbuhan ulat pemakan daun handeuleum, Doleschalia polibete. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. P. 203-207.

Hambali. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodisel. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hamijaya MZ dan Asikin A. 2005. Teknologi “ Indigenous” dalam

Mengendalikan Hama Padi di Kalimantan Selatan. Bogor 22 November 2005.

Hersanti, Fei Ling dan I. Zulkarnaen. 2001. Pengujian Kemampuan Campuran Senyawa Benzothiadiazole 1 % - Mankozeb 48% dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Cabai Merah terhadap Penyakit Antranoksa. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI. Bogor. 22-24 Agustus 2001

Hidayat,I.M., Sulastrini,I., Kusandriani,Y. dan Permadi, A.H.2004. Lesio sebagai Komponen Tanggap Buah 20 Galur dan Varietas Cabai terhadap

Inokulasi Colletrotrichum capsici dan Colletrotrichum gloeosporioides. Jurnal Hortikultura. Vol 14, No. 3 (Hal 161-162).

Kronstad, J.W. 2002. Fungal Pathology. Klowers Academic Publishers. Nederland.

Lukmana, A. 2004. Agribisnis Cabai (Seri Agribisnis). Penebar Swadaya. Jakarta. 183 halaman.

Mantell, S.H. & Smith, H. 1983. ”Plant Biotechnology”, Cambridge University Press. Cambridge. London.


(37)

29

Mirin, A. 1997. Percobaan Pendahulun Pengaruh Ekstrak Daun Nimba terhadap Pertumbuhan Jamur Colletrotichum capsici. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Mataram. 25-27 September 1995

Mudjiono, A., Suyanto dan W. Prihayana. 1994. Kemampuan insektisida nabati, mikroba dan kimia sintetis terhadap ulatPlutella xylostella. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati.

Nath. E., dan Dutta. 1992. Jatropa curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan UNHAS. Jakarta.

Nawangsih, A. 2003. Cabai Hot Beauty ( Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.

Nazir, N., D. Mangunwidjaja, E. Hambali, D. Setyaningsih, S. Yuliani, M. A. Yarno, J. Salimon, and N. Ramli. 2009. Extraction, Transesterification and Process Control in Biodiesel Production from Jatropha curcas. European Journal of Lipid Sciences and Technology.

Ndione R.D, Faye O, Ndiaye M, Dieye A., and Afoutou JM. 2007. Toxic effects of neem products (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti larvae. In African Journal of Biotechnology. Vol 6 No 24, (Hal 2846-2854). Rohmawati, A. 2002. Pengaruh Kerapatan Sel dan Macam Agensia Hayati

terhadap Perkembangan Penyakit Antranoksa dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.). Diakses dari http :// digilib.si.itb.ac.id/ tanggal 17 Februari 2012.

Rompas, J. 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletrotrichum capsici terhadap Penyakit Antranoksa pada Cabai. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor.

Rusli, I., Mardinus dan Zulpadli. 1997. Penyakit Antranoksa pada Buah Cabai di Sumatra Barat. PFI. Palembang.

Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Hortikultura di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Singh, R.S.1998. Plant Diseases. Osford Ibh Publishing Co. New Delhi, India. Subiyakto, 2000. Pemanfaatan Serbuk Biji Mimba (Azadirachta Indica) untuk Pengendalian Hama Serangga Kapas. Balai Penelitian Tembakau dan Serat. Malang.

Sudarmo, S. 2009. Pestisida Nabati, Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.


(38)

30

Sunarjono, H. 2006. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penabar Swadaya. Jakarta. 184 halaman.

Syamsudin. 2007. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih pada Tanaman Cabai Menggunakan Biokontrol dan Ekstrak Botani. Makalah Falsafah Sains, IPB. Diakses dari http://www.tumou.net. Tanggal 25 Januari 2012. Syukur, M. 2007. Mencari Genotip Cabai Tahan Antraknosa. Direktorat

Perlindungan Tanaman Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta Tarigan, S dan Wiryanto. 2003. Bertanam Cabai Hibrida Secara Intensif.

Agromedia Pustaka. Jakarta. 128 halaman.

Tenaya,I.M.N.2001. Pewarisan Kandungan Fruktosa dan Kapsaisin serta Aktivitas Enzim Peroksidase pada Tanaman Hasil Persilangan Cabai Rawit dengan Cabai Merah. Jurnal Ilmu Agritop. Vol 20, No.2 (80 Halaman)

Tindall, H.D., 1983. Vegetable In The Tropic. Mac Milan Press Ltd. London. Yulianty. 2006. (Abs) Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Jamur Colletotrichum

capsici Penyebab Antranoksa pada Cabai ( Capsicum annuum L.) Asal Lampung. Diakses dari http:// www.thechileman.org / guide.disease. Tanggal 4 Februari 2012.

Zakiah, Z., Marwani dan H.A. Siregar, 2003 . Peningkatan Produksi Azadirachta indica. Jurnal Matimatika dan Sains. Vol 8, No. 4 (Hal 141-146).


(1)

18

perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Kemudian dilakukan pengamatan pada 3 hsi sampai 8 hsi.

3.5 Pengamatan

3.5.1 Pengukuran Diameter Koloni Jamur

Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter koloni jamur . Pengamatan ini dilakukan pada 2 hsi sampai 8 hsi. Data pertumbuhan koloni jamur yang didapat merupakan rata - rata empat kali pengukuran diameter pada daerah yang berbeda yaitu diameter terpendek dan terpanjang (Gambar 3).

Gambar 3. Pengukuran diameter koloni jamur Colletotrichum capsici 3.5.2 Kerapatan Jumlah Spora

Kerapatan jumlah spora dihitung menggunakan metode hitungan mikroskopis langsung, dengan menggunakan haemocytometer. Jumlah spora dihitung dengan cara mengambil semua spora yang tumbuh di setiap cawan petri dalam setiap ulangan, spora diambil dengan cara menuangkan ke dalam cawan petri dan kemudian dikerok sehingga didapat suspensi spora. Suspensi diteteskan pada haemocytometer kemudian ditutup dengan kaca objek dan diamati dibawah mikroskop. Jumlah spora diketahui dengan menghitung rata-rata jumlah spora

d1


(2)

19

pada lima sampel kotak sedang. Kerapatan jumlah spora/ml dihitung dengan rumus

K = Kerapatan jumlah spora x 0,25 x 106 Keterangan

K = Kerapatan jumlah spora

0,25 = Konstanta atau faktor koreksi penggunaan kotak sampel haemocytometer

Perhitungan jumlah spora dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap perlakuan.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. pada ekstrak daun nimba fraksi alkohol 90% berpotensi sebagai bahan

fungisida nabati yang dapat menekan diameter koloni dan menghambat jumlah spora C.capsici.

2. Pada ekstrak daun jarak fraksi alkohol 10%, alkohol 90%, etil asetat 10% dan n-heksana 90% berpotensi sebagai fungisida nabati yang dapat menekan diameter koloni dan menghambat jumlah spora C. capsici.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengujian keefektivan ekstrak daun nimba fraksi alkohol 90% dan daun jarak fraksi alkohol 10%, alkohol 90%, etil asetat 10% dan n-heksana 90% untuk penelitian di Lapang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, K.O. and C.O. Adedire. 2006. Chemical Composition and

Insecticidal Properties of The Underutilized Jatropha curcas Seed Oil. African Journal of Biotechnology.

Ashari. 2006. Holtikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. .

Balfas, R.1994. Pengaruh ekstrak air dan etanol biji mimba terhadap mortalitas dan pertumbuhan ulat pemakan daun handeuleum, Doleschalia polibete. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. P. 203-207.

Hambali. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodisel. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hamijaya MZ dan Asikin A. 2005. Teknologi “ Indigenous” dalam

Mengendalikan Hama Padi di Kalimantan Selatan. Bogor 22 November 2005.

Hersanti, Fei Ling dan I. Zulkarnaen. 2001. Pengujian Kemampuan Campuran Senyawa Benzothiadiazole 1 % - Mankozeb 48% dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Cabai Merah terhadap Penyakit Antranoksa. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Hasil. PFI. Bogor. 22-24 Agustus 2001

Hidayat,I.M., Sulastrini,I., Kusandriani,Y. dan Permadi, A.H.2004. Lesio sebagai Komponen Tanggap Buah 20 Galur dan Varietas Cabai terhadap

Inokulasi Colletrotrichum capsici dan Colletrotrichum gloeosporioides. Jurnal Hortikultura. Vol 14, No. 3 (Hal 161-162).

Kronstad, J.W. 2002. Fungal Pathology. Klowers Academic Publishers. Nederland.

Lukmana, A. 2004. Agribisnis Cabai (Seri Agribisnis). Penebar Swadaya. Jakarta. 183 halaman.

Mantell, S.H. & Smith, H. 1983. ”Plant Biotechnology”, Cambridge University


(5)

29

Mirin, A. 1997. Percobaan Pendahulun Pengaruh Ekstrak Daun Nimba terhadap Pertumbuhan Jamur Colletrotichum capsici. Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Mataram. 25-27 September 1995

Mudjiono, A., Suyanto dan W. Prihayana. 1994. Kemampuan insektisida nabati, mikroba dan kimia sintetis terhadap ulat Plutella xylostella. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati.

Nath. E., dan Dutta. 1992. Jatropa curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan UNHAS. Jakarta.

Nawangsih, A. 2003. Cabai Hot Beauty ( Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.

Nazir, N., D. Mangunwidjaja, E. Hambali, D. Setyaningsih, S. Yuliani, M. A. Yarno, J. Salimon, and N. Ramli. 2009. Extraction, Transesterification and Process Control in Biodiesel Production from Jatropha curcas. European Journal of Lipid Sciences and Technology.

Ndione R.D, Faye O, Ndiaye M, Dieye A., and Afoutou JM. 2007. Toxic effects of neem products (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti larvae. In African Journal of Biotechnology. Vol 6 No 24, (Hal 2846-2854). Rohmawati, A. 2002. Pengaruh Kerapatan Sel dan Macam Agensia Hayati

terhadap Perkembangan Penyakit Antranoksa dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.). Diakses dari http :// digilib.si.itb.ac.id/ tanggal 17 Februari 2012.

Rompas, J. 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletrotrichum capsici terhadap Penyakit Antranoksa pada Cabai. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor.

Rusli, I., Mardinus dan Zulpadli. 1997. Penyakit Antranoksa pada Buah Cabai di Sumatra Barat. PFI. Palembang.

Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Hortikultura di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Singh, R.S.1998. Plant Diseases. Osford Ibh Publishing Co. New Delhi, India. Subiyakto, 2000. Pemanfaatan Serbuk Biji Mimba (Azadirachta Indica) untuk Pengendalian Hama Serangga Kapas. Balai Penelitian Tembakau dan Serat. Malang.

Sudarmo, S. 2009. Pestisida Nabati, Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.


(6)

30

Sunarjono, H. 2006. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penabar Swadaya. Jakarta. 184 halaman.

Syamsudin. 2007. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih pada Tanaman Cabai Menggunakan Biokontrol dan Ekstrak Botani. Makalah Falsafah Sains, IPB. Diakses dari http://www.tumou.net. Tanggal 25 Januari 2012. Syukur, M. 2007. Mencari Genotip Cabai Tahan Antraknosa. Direktorat

Perlindungan Tanaman Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta Tarigan, S dan Wiryanto. 2003. Bertanam Cabai Hibrida Secara Intensif.

Agromedia Pustaka. Jakarta. 128 halaman.

Tenaya,I.M.N.2001. Pewarisan Kandungan Fruktosa dan Kapsaisin serta Aktivitas Enzim Peroksidase pada Tanaman Hasil Persilangan Cabai Rawit dengan Cabai Merah. Jurnal Ilmu Agritop. Vol 20, No.2 (80 Halaman)

Tindall, H.D., 1983. Vegetable In The Tropic. Mac Milan Press Ltd. London. Yulianty. 2006. (Abs) Pengaruh pH terhadap Pertumbuhan Jamur Colletotrichum

capsici Penyebab Antranoksa pada Cabai ( Capsicum annuum L.) Asal Lampung. Diakses dari http:// www.thechileman.org / guide.disease. Tanggal 4 Februari 2012.

Zakiah, Z., Marwani dan H.A. Siregar, 2003 . Peningkatan Produksi Azadirachta indica. Jurnal Matimatika dan Sains. Vol 8, No. 4 (Hal 141-146).


Dokumen yang terkait

Uji Efektivitas Serbuk Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan Nimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap Perkembangan Penyakit Layu {Fusarium oxysporum f.sp capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)

1 36 78

Pengaruh Pemberian Pupuk, Fungisida Dan Jarak Tanam Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Di Lapangan

3 93 62

Uji Efektivitas Ekstrak Daun Mimba (Azadiractha indica A.Juss) dan Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi Syd.) Pada Kacang Kedelai (Glycine max L.) Di Lapangan

2 41 69

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik

0 80 121

Uji Efektifitas Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Dan Daun Serai (Adropogon nardus L.) Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici (Syd) Butler dan Bisby) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Di Lapangan

4 80 94

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L) TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L) SECARA IN VITRO

3 20 39

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) dan DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L.) SECARA IN VITRO

1 12 32

PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN PACAR CINA (AGLAIA ODORATA L.) TERHADAP PERTUMBUHAN COLLETOTRICHUM CAPSICI PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (CAPSICUM ANNUUM L.) SECARA IN VITRO

0 0 6

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) - PENGARUH EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) -

0 0 17