PENGARUH JENIS DAN TARAF KONSENTRASI FRAKSI EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle) DAN FRAKSI EKSTRAK METANOL DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SPORULASI Colletotrichum capsici

(1)

Abstrak

PENGARUH JENIS DAN TARAF KONSENTRASI FRAKSI EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle) DAN FRAKSI EKSTRAK

METANOL DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SPORULASI

Colletotrichum capsici Oleh

Astri Ambun Suri

Penyakit antraknosa merupakan salah satu penyakit penting tanaman cabai yang disebabkan olehColletotrichum capsici. Penelitian ini bertujuan untuk

mempelajari pengaruh fraksi ekstrak air daun sirih hijau (Piper betle) dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan (Ageratum conyzoides) serta pengaruh taraf konsentrasi kedua fraksi ekstrak jenis tanaman tersebut terhadap pertumbuhan dan sporulasi patogenC. capsicisecarain vitro.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari September 2014 sampai dengan Maret 2015. Perlakuan pada penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) tersarang dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis ekstrak tanaman yaitu fraksi ekstrak air daun sirih hijau (T1) dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan (T2). Faktor kedua taraf konsentrasi jenis ekstrak tanaman yang digunakan yaitu 0 ppm (P0), 500 ppm (P1), 1.000 ppm (P2), 1.500 ppm (P3), dan


(2)

2.000 ppm (P4). Setiap perlakuan diulang lima kali sehingga terdapat 50 satuan percobaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata dalam menekan pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsicisecarain vitro. Semakin tinggi taraf konsentrasi fraksi ekstrak air daun sirih hijau semakin menghambat pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsicisecarain vitro. Tetapi, taraf konsentrasi fraksi ekstrak metanol daun babadotan yang semakin tinggi tidak berpengaruh terhadap penekanan sporulasiC. capsici.


(3)

PENGARUH JENIS DAN TARAF KONSENTRASI FRAKSI EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle) DAN FRAKSI EKSTRAK

METANOL DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SPORULASI

Colletotrichum capsici

Oleh

Astri Ambun Suri

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PENGARUH JENIS DAN TARAF KONSENTRASI FRAKSI EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle) DAN FRAKSI EKSTRAK

METANOL DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SPORULASI

Colletotrichum capsici (Skripsi)

Oleh

ASTRI AMBUN SURI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Buah cabai bergejala antraknosa. ... 8

2. Daun sirih hijau. ... 11

3. Gulma babadotan. ... 12

4. Alat ekstraksi sederhana. ... 16

5. Cara pengukuran diameter koloni jamur. ... 18

6. Koloni jamurC. capsicipada perlakuan yang berbeda pada frkasi ekstrak air daun sirih hijau. ... 21

7. Grafik diameter koloni jamurC. capsiciterhadap taraf konsentrasi fraksi ekstrak air daun sirih hijau secarain vitropada 15 hsi. ... 22

8. Grafik kerapatan sporaC. capsiciterhadap taraf konsentrasi fraksi ekstrak air daun sirih hijau pada 15 hsi. ... 23

9. Koloni jamurC. capsicipada perlakuan yang berbeda pada frkasi ekstrak metanol daun babadotan. ... 24

10. Grafik diameter koloni jamurC. capsiciterhadap taraf konsentrasi fraksi ekstrak metanol daun babadotan secarain vitro pada 15 hsi. ... 25

11. Diagram batang kerapatan sporaC. capsiciterhadap taraf konsentrasi fraksi ekstrak metanol daun babadotan pada 15 hsi. ... 26


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakangdan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Cabai Merah Besar ... 6

2.2 Penyakit Antraknosa ... 6

2.2.1 Gejala penyakit antraknosa ... 7

2.2.2 Penyebab penyakit antraknosa ... 8

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit antraknosa ... 9

2.2.4 Pengendalian Penyakit Antraknosa ... 9

2.2.4.1 Fungisida nabati ... 10

III. BAHAN DAN METODE ... 13

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3 Metode Penelitian ... 14


(7)

ii

3.4.1 Pembuatan fraksi ekstrak daun sirih hijau dengan pelarut air dan fraksi ekstrak daun babadotan dengan

pelarut metanol ... 15

3.4.2 Pembuatan media pembiakan ... 16

3.4.3 Penyiapan isolat C. capsici ... 17

3.4.4 Penyiapan media uji ... 17

3.4.5 Uji penghambatan pertumbuhan C. capsici ... 18

3.4.6 Pengamatan ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Hasil Penelitian ... 20

4.1.1 Pengaruh fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan terhadap pertumbuhan dan sporulasi C. capsici ... 20

4.1.2 Pengaruh taraf konsentrasi fraksi ekstrak air daun sirih hijau terhadappertumbuhan dan sporulasi C. capsici ... 21

4.1.3 Pengaruh taraf konsentrasi fraksi ekstrak metanol daunbabadotan terhadap pertumbuhan dan sporulasi C. capsici ... 24

4.2 Pembahasan ... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran ... 32

PUSTAKA ACUAN ... 33


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan terhadap pertumbuhan dan

sporulasiC. capsicipada hari ke-15 hsi. ... 20 2. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 2 hsi. ... 38 3. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 2 hsi. ... 38 4. Tabel polinomial pada 2 hsi. ... 39 5. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada 2 hsi. ... 40 6. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 3 hsi. ... 41 7. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 3 hsi. ... 41 8. Tabel polinomial pada 3 hsi. ... 42 9. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsici3 hsi. ... 43 10. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 4 hsi. ... 44 11. Analisis ragam diameter pertumbuhan jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 4 hsi. ... 44 12. Tabel polinomial pada 4 hsi. ... 45 13. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur


(9)

iv

C. capsicipada 4 hsi. ... 46 14. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 5 hsi. ... 47 15. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 5 hsi. ... 47 16. Tabel polinomial pada 5 hsi. ... 48 17. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada 5 hsi. ... 49 18. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 6 hsi. ... 50 19. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 6 hsi. ... 50 20. Tabel polinomial pada 6 hsi. ... 51 21. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada 6 hsi. ... 52 22. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 7 hsi. ... 53 23. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 7 hsi. ... 53 24. Tabel polinomial pada 7 hsi. ... 54 25. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada 7 hsi. ... 55 26. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 8 hsi. ... 56 27. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 8 hsi. ... 56 28. Tabel polinomial pada 8 hsi. ... 57 29. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada 8 hsi. ... 58 30. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan


(10)

v

31. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 9 hsi. ... 59 32. Tabel polinomial pada 9 hsi. ... 60 33. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada 9 hsi. ... 61 34. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 10 hsi. ... 62 35. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan 10 hsi. . ... 62 36. Tabel polinomial pada 10 hsi. ... 63 37. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada 10 hsi. ... 64 38. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 11 hsi. ... 65 39. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 11 hsi. ... 65 40. Tabel polinomial pada 11 hsi. ... 66 41. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada hari ke- 11 hsi. ... 67 42. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 12 hsi. ... 68 43. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 12 hsi. ... 68 44. Tabel polinomial pada 12 hsi. ... 69 45. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada 12 hsi. ... 70 46. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun

sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan

pada 13 hsi. ... 71 47. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi

ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan pada 13 hsi. ... 71 48. Tabel polinomial pada 13 hsi. ... 72


(11)

vi

49. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur

C. capsicipada hari ke- 13 hsi. ... 73

50. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan pada 14 hsi. ... 74

51. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan pada 14 hsi. ... 74

52. Tabel polinomial pada 14 hsi. ... 75

53. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur C. capsicipada 14 hsi. ... 76

54. Diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan pada 15 hsi. ... 77

55. Analisis ragam diameter koloni jamurC. capsicipada fraksi ekstrak daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan pada 15 hsi. ... 77

56. Tabel polinomial pada 15 hsi. ... 78

57. Perbandingan dan polinomial ortogonal diameter koloni jamur C. capsicipada 15 hsi. ... 79

58. Kerapatan spora jamurC. capsicipada 15 hsi. ... 80

59. Analisis ragam kerapatan spora jamurC. capsicipada 15 hsi ... 80

60. Tabel polinomial kerapatan spora pada hari ke- 15 hsi. ... 81

61. Perbandingan dan polinomial ortogonal kerapatan spora jamur C. capsicipada 15 hsi. ... 82

62. Uji korelasiantar pertumbuhan dan sporulasiC. capsicipada fraksi ekstrak air daun sirih hijau. ... 83

63. Uji korelasi antar pertumbuhan dan sporulasiC. capsicipada fraksi ekstrak metanol daun babadotan. . ... 84


(12)

(13)

(14)

Kupersembahkan karya kecil ini untuk: Ayahanda dan Ibunda,

Kakakku Wan Angga, Yang agung Ana, Aden Andi, Adik-adikku Aprilia, Suciaini dan keluarga besar tercinta...

Terimakasih atas dukungan, semangat,do’a, kasih sayang, cinta, nasehat, kesabaran, dan pengorbanannya selama ini..

Dosen Pembimbing

Ibu Ir. Titik Nur Aeny M.Sc. dan Bpk. Ir. Efri, M.S.

Sahabat-sahabatku shintia, mb dar, wacis, kiki, wahyu, mb didi, oktariza, chilau nita, mba dian kusum, watun, eka rupe, anggit, muksin. Terimakasih atas bantuan, do’a, nasehat, semangat, candaan, dan kebersamaannya selama ini.

Rekan-rekan Hama dan Penyakit Tumbuhan 2010 (Eka, Candra, Eko, Rere, Aldi, Septi, Galih) dan AGT D 2010 terimakasih atas kebersamaannya, canda, tawa,

dan hiburannya.

Serta

Almamater tercinta Universitas Lampung Agroteknologi 2010


(15)

Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan.. Karena itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain) Dan berharaplah kepada tuhanmu...

(Q.S Al- Insyirah : 6 8 )

Semangat, terus berusaha dan selalu berdoa, Hasilnya pasrahkan pada Yang Maha Kuasa..

IMPIAN yang membuat seseorang punya TUJUAN dalam hidup dan IMPIAN yang membuat seseorang terus melangkah...


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bumi Lemai, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung pada tanggal 04 September1992. Penulis

merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan bapak Hulnadi dan ibu Siswati.

Penulis memulai pendidikan di Tk Dharma Wanita Baradatu. Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 2 Gunung Labuhan lulus pada tahun 2004, dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Gunung Labuhan, lulus pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas Tri Sukses Natar, lulus pada tahun 2010.

Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur seleksi ujian masuk lokal (UML). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di unit kegiatan mahsiswa fakultas lembaga studi mahasiswa pertanian (UKMF LS-MATA) Universitas Lampung sebagai anggota bidang hubungan masyarakat (HUMAS) sampai tahun 2012.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Segunung Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Agung Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur.


(17)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan kasih sayang yang diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Dalam pembuatan skripsi yang berjudul “PENGARUH JENIS DAN TARAF KONSENTRASI FRAKSI EKSTRAK AIR DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle) DAN FRAKSI EKSTRAK METANOL DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SPORULASIColletotrichum capsici Penulis menyadari adanya kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Mamaku dan Papaku tercinta, kakak-kakakku Wan Angga Septama, Yang Hediana Triwahyuni dan Aden Andika Dwi Putra, adik-adikku Aprilia Andansari dan Suci Aini Mardatila tersayang yang senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat, kesabaran, serta dorongan moril dan materil; 2. Ibu Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. (Dosen Pembimbing Pertama), yang telah

memberi arahan, masukan saran, bimbingan dan kesabaran kepada penulis; 3. Bapak Ir. Efri, M.S. (Dosen Pembimbing Kedua), yang telah memberi arahan,

masukan saran, bimbingan dan kesabaran kepada penulis;

4. Prof. Dr. Ir. Cipta Ginting, M.Sc. (Pembahas), yang telah memberikan banyak nasehat, saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan tugas akhir ini;

5. Dr. Ir. Suskandini Ratih, M.P. (Dosen Pembimbing Akademik), yang telah memberikan nasehat, dukungan dan saran selama penulis menempuh studi di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

6. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S. (Ketua Bidang Proteksi Tanaman), yang telah memberikan nasehat, motivasi, dukungan dan saran selama penulis


(18)

menempuh studi di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

7. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. (Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung);

8. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. (Ketua Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung);

9. Seluruh dosen Agroteknologi khususnya dosen Bidang Proteksi Tanaman, atas segala ilmu dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menempuh studi di jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian; Universitas Lampung,

10. Pak Paryadi, mbak Uum serta mas Jen yang telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian dilaboratorium; dan

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan semoga karya ini dapat memberikan manfaat. Amin

Bandar Lampung, 14 Oktober 2015 Astri Ambun Suri


(19)

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Cabai besar (Capsicum annumL.) merupakan komoditas sayuran tergolong dalam famili terong-terongan yang berasal dari benua Amerika dan menyebar luas ke benua Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Cabai pada umumnya digunakan masyarakat sebagai bahan sayur, bumbu masak, industri berbagai olahan makanan dan kesehatan (Dewi, 2009). Di Indonesia cabai memiliki nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya karena cabai merupakan salah satu sayuran yang permintaannya cukup tinggi, baik untuk pasar domestik maupun ekspor ke mancanegara, seperti Malaysia dan Singapura (Taufik, 2011).

Salah satu faktor utama penyebab rendahnya produksi cabai di Indonesia adalah adanya gangguan penyakit pada pertanaman. Beberapa penyakit diketahui dapat menurunkan hasil tanaman cabai, salah satunya adalah penyakit antraknosa yang disebabkan olehColletotrichum capsiciL (Semangun, 2004). Penyakit ini dapat menimbukan kerugian pada saat sebelum panen dan pascapanen. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit antraknosa mencapai 45-60 % ( Hidayat dkk.,2004).


(21)

2

Pada saat ini petani umumnya mengendalikan penyakit antraknosa dengan menggunakan fungisida sintetik secara intensif. Penggunaan fungisida sintetik yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, penggunaan fungisida sintetik harus ditekan dan diganti dengan fungisida nabati yang ramah lingkungan dan lebih ekonomis.

Fungisida nabati dapat dibuat sendiri secara sederhana menggunakan tumbuhan contohnya yaitu daun sirih hijau (Piper betle) dan daun babadotan (Ageratum conyzoides). Menurut hasil penelitian Nurhayati (2007), daun sirih hijau mengandung senyawa euganol 42% yang merupakan senyawa antifungal. Senyawa kimia yang terkandung dalam babadotan adalah saponin, flavanoid , polifenol, kumarin, eugenol 5%, HCN dan minyak atsiri (Setiawati dkk.,2008). Kedua bahan tanaman tersebut dilaporkan dapat menekan pertumbuhan jamurC. capsici(Liestiany & Fikri, 2012). Namun belum diketahui berapa konsentrasi yang tepat untuk menekan pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsici.

Menurut Satryawibowo (2015), fraksi ekstrak daun sirih hijau menggunakan pelarut air dan babadotan menggunakan pelarut metanol (Wulandari, 2015) dengan konsentrasi 1.000 ppm dapat menekan pertumbuhan jamurC. capsici secarain vitro. Untuk mengetahui lebih tepat keefektifan fraksi ekstrak tanaman tersebut, pada penelitian ini diuji pengaruh taraf konsentrasi dari masing-masing fraksi ekstrak tanaman terhadap pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsici.


(22)

3

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh fraksi ekstrak air daun sirih hijau (Piper betle) dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan (Ageratum

conyzoides) serta pengaruh taraf konsentrasi fraksi ekstrak jenis tanaman tersebut terhadap pertumbuhan dan sporulasi patogenC. capasicisecarain vitro.

1.3 Kerangka Pemikiran

Pestisida nabati adalah pestisida yang dibuat dari bagian-bagian tertentu tanaman yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman, terutama hama dan patogen tanaman (Irfan, 2010). Tumbuhan yang dapat dijadikan pestisida nabati pada umumnya karena mengandung senyawa-senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, atsiri, dan steroid (Asmaliyah dkk., 2010).

Achmad & Suryana (2009) menyatakan bahwa daun sirih hijau yang diekstraksi dengan pelarut air mengandung senyawa minyak atsiri yang memiliki komponen senyawa fenol yang tinggi. Satryawibowo (2015) melaporkan hasil penelitiannya bahwa ekstrak sirih hijau dengan pelarut air pada konsentrasi 1.000 ppm dapat menekan pertumbuhan dan sporulasiC. capsicidibandingkan dengan pelarut lainnya. Menurut hasil penelitian Liestiany & Fikri (2012) ekstrak daun sirih dapat mengendalikan patogen penyebab penyakit antraknosa pada cabai karena daun sirih mengandung minyak atsiri 4,2% dan senyawa fenol yaitu euganol yang bersifat desinfektan yang menyebabkan matinya konidiaC. capsicisebelum berkecambah.


(23)

4

Menurut Asmaliyah dkk. (2010) daun babadotan mengandung saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri. Wulandari (2015) menyatakan bahwa ekstrak

babadotan dengan pelarut metanol pada konsentrasi 1.000 ppm dapat menekan pertumbuhanC. capsicisecarain vitro.Wirda dkk. (2011) menyatakan bahwa metanol adalah salah satu pelarut yang bersifat polar, bahkan daya kepolarannya lebih tinggi daripada etanol tetapi lebih rendah dari air. Yusnawan (2013)

menyatakan bahwa senyawa-senyawa babadotan yang tersari pada pelarut metanol yaitu flavonoid, tanin, saponin, alkaloid, dan terpenoid.

Berdasarkan penelitian Purmawati (2008), kadar senyawa kimia yang terlarut pada ekstrak air daun gandarusa (Justicia gandarussa) yaitu rata-rata 68,56% dan kadar senyawa kimia yang terlarut pada pelarut metanol yaitu rata-rata 47,62%. Senyawa yang tersari pada pelarut air lebih banyak dibandingkan pada pelarut metanol.

Achmad & Suryana (2009) mengemukakan bahwa pada konsentrasi 40% ekstrak daun sirih lebih baik dalam menghambat pertumbuhan diameter koloni

Rhizoctoniasp. dibandingkan konsentrasi 10%, 20%, dan 30%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak air daun sirih yang diberikan semakin banyak kandungan fenolnya maka semakin kuat dan semakin efektif dalam menekan pertumbuhan Rhizoctoniasp.. Yusnawan (2013) menyatakan bahwa ekstrak metanol daunA. conyzoidesdapat menghambat perkecambahan sporaPuccinia arachidisdan semakin tinggi taraf konsentrasi yang digunakan semakin menghambat perkecambahan sporaP. arachidis.


(24)

5

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Fraksi ekstrak air daun sirih hijau lebih baik daripada fraksi ekstrak metanol daun babadotan dalam menekan pertumbuhan dan sporulasiC. capsicisecara in vitro.

2. Semakin tinggi konsentrasi fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan semakin efektif menekan pertumbuhan serta sporulasiC. capsicisecarain vitro.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cabai Merah Besar

Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman

mencapai 12,5 cm dan memiliki percabangan yang lebar (Setiawati dkk., 2008). Cabai dapat dibudidayakan pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian 01.000 di atas permukaan laut. Tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah yang berstruktur remah atau gembur, subur, banyak mengandung bahan organik, dan pH tanah antara 67. Budidaya cabai pada lahan sawah sebaiknya dilakukan pada saat akhir musim penghujan sedangkan pada lahan tegalan di tanam pada saat musim penghujan. Hal ini bertujuan agar kebutuhan air tercukupi dan kandungan air tanah dapat diperhatikan sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (BPTP Lampung, 2008).

2.2 Penyakit Antraknosa

Penyakit antraknosa atau disebut juga patek pada tanaman cabai tersebar luas di semua daerah pertanaman cabai di seluruh dunia (Mufidah, 2013). Di Indonesia, dengan iklim tropisnya penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat


(26)

7

besar seperti di Sumatera, Lampung, Irian Jaya, dan daerah lainnya. Penyakit antraknosa juga telah ditemukan di berbagai negara seperti Malaysia, Philipina, Amerika, Thailand, Singapura, dan Nigeria (Semangun, 2004). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit utama tanaman cabai dan sangat merugikan, karena buah yang terserang tidak dapat dipasarkan akibat adanya bercak dan membusuk pada buah cabai. Kehilang hasil buah cabai akibat penyakit antraknosa dapat mencapai 100% apabila pengendaliannya tidak tepat

(Suryaningsih & Suhardi, 1993 dalam Gunawan, 2006). Badan Pusat Statistika (2013) melaporkan produktivitas cabai di Lampung pada tahun 2011 dan 2012 hanya mencapai 62.739 ton dan 56.748 ton dari luas panen sebanyak 8.593 hektar dan 7.959 hektar. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa hasil produktivitas buah cabai di Lampung hanya mencapai 7,30 ton/ hektar dan 7,26 ton/ hektar.

2.2.1 Gejala penyakit antraknosa

Gejala penyakit yang ditimbulkan jamurColletotrichum capsicimula-mula membentuk bercak kehitaman, yang meluas menjadi busuk lunak. Pada tengah bercak membentuk titik-titik hitam yang terdiri dari kelompok seta dan konidium jamur. Serangan berat menyebabkan buah cabai mengering dan mengerut

(Semangun, 2004). Menurut Humaedah (2008), gejala awal serangan antraknosa berupa bercak kecil seperti tersiram air, luka ini berkembang dengan cepat sampai ada yang bergaris tengah 34 cm. Perluasan bercak yang maksimal membentuk lekukan dengan warna merah tua dan coklat muda, dengan berbagai bentuk konsentrik dari jaringan stromatik cendawan yang berwarna gelap (Gambar 1). Jika cuaca kering jamur hanya membentuk bercak hitam kecil yang tidak meluas.


(27)

8

Namun ketika buah cabai dipetik dan disimpan pada kelembaban yang tinggi, jamur akan berkembang dengan cepat.

Gambar 1. Gejala penyakit antraknosa pada buah cabai merah.

2.2.2 Penyebab penyakit antraknosa

C. capsicimerupakan penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai yang merupakan salah satu penyakit penting tanaman cabai. Jamur ini memiliki aservulus yang tersebar pada kutikula atau permukaan, garis tengahnya sampai 100 µm, berwarna hitam dan memiliki banyak seta. Seta berwarna coklat tua, bersekat, kaku, bentuknya meruncing keatas berukuran 75100 x 26,2 µm. Konidia hiaulin, berbentuk tabung (silinder), 18,625,0 x 3,55,3 µm, ujung tumpul atau bengkok seperti sabit. Jamur yang menyerang pada buah masuk kedalam ruang biji dan menginfeksi biji. Pada saat tanaman tumbuh jamur menginfeksi semaian yang telah terinfeksi dari benih yang sakit. Jamur menyerang daun dan batang. Kelak jamur akan menginfeksi buah-buah cabai.


(28)

9

Jamur dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Selanjutnya konidium disebarkan oleh angin (Semangun, 2004).

2.2.3 Foktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit antraknosa

Pada musim kemarau, lahan yang memiliki drainase baik dan gulmanya dikendalikan, serangan penyakit jarang terjadi. Perkembangan bercak pada penyakit paling baik pada saat suhu 30oC. Buah yang muda cenderung lebih rentan daripada yang setengah masak meskipun buah yang muda lebih cepat gugur pada saat terinfeksi (Semangun, 2004).

Penyakit antraknosa lebih banyak menyerang pada buah cabai yang sudah masak karena pada buah cabai masak mengandung glukosa, sukrosa, dan fruktosa, sedangkan buah yang masih hijau hanya sukrosa dan glukosa (Tenaya, 2001 dalam Girsang, 2008). Suryaningsih & Hadisoeganda (2007) menyatakan bahwa C. capsici ditemukan hanya menginfeksi pada buah cabai yang berwarna merah atau sudah masak saja. Diduga penyakit antraknosa mempunyai kolerasi dengan gula fruktosa. Sehingga fruktosa dapat dijadikan karakter seleksi ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa (Tenaya, 2001 dalam Gusmarini, 2013).

2.2.4 Pengendalian penyakit antraknosa

Pengendalian penyakit antraknosa di kalangan masyarakat petani menggunakan fungisida kimia namun karena dampak negatif yang ditimbulkan maka saat ini pengendalian lebih diutamakan menggunakan fungisida nabati. Pengendalian awal dengan cara tidak menanam biji cabai yang telah terinfeksi sebelumnya.


(29)

10

Buah-buah cabai yang telah terinfeksi bijinya tidak dapat dijadikan benih karena kemunginan besar benih telah terinfeksi (Semangun, 2004).

2.2.4.1 Fungisida nabati

Saat ini terdapat peningkatan minat yang besar untuk meneliti senyawa-senyawa pestisida dari tumbuhan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pengertian fungisida nabati adalah fungisida yang berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, batang, daun, dan buah (Schmutterer, 1995 dalam Thamrin dkk., 2013). Fungisida nabati saat ini mulai banyak diminati masyarakat petani karena pembuatannya yang lebih murah dibandingkan jika membeli

fungisida kimiawi yang relatif lebih mahal. Fungisida nabati bersifat ramah lingkungan karena umumnya mudah terurai di alam sehingga residunya tidak berdampak negatif di alam (Thamrin dkk., 2013). Dua diantara berbagai tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber fungisida nabati adalah sirih hijau (Liestiyani & Fikri, 2010) dan babadotan (Setiawati dkk., 2008).

Sirih Hijaumerupakan tanaman merambat yang tingginya dapat mencapai 15 meter. Batang sirih berbentuk bulat, berwarna coklat kehijauan dan terdapat ruas-ruas yang merupakan tempat keluarnya akar. Daun bertangkai berbentuk jantung pada bagian ujung daun meruncing, apabila daun diremas akan mengeluarkan bau yang sedap (Gambar 2). Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm bulat panjang. Bulir pada bunga betina lebih panjang daripada bulir jantan, terdapat kepala putik 3 sampai lima buah berwarna putih dan hijau kekuningan. Akar tunggang berbentuk bulat dan berwarna coklat kekuningan (Setiawati dkk., 2008).


(30)

11

Gambar 2. Daun sirih hijau

Kandungan kimia pada daun sirih hijau yaitu saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri (Asmaliyah, 2010). Pada penelitian Nurmansyah (1997 ) dalam Nurhayati (2007) ekstrak daun sirih mampu menekan pertumbuhan jamur Sclerotiumsp. danFusariumsp. sehingga diharapkan mampu menekan pertumbuhan patogenC. capsici.

Babadotantermasuk dalam familiCompositae,tanaman ini tergolong dalam tumbuhan semusim, tumbuh tegak atau berbaring, tingginya sekitar 10—120 cm,

dan bercabang. Daun berwarna hijau, bertangkai pendek, helai daun berbentuk bulat telur, tepi daun bergerigi dengan pangkal berbentuk bulat, dan ujung daun berbentuk runjing. Panjang daun 34 cm dan lebarnya 12,5 cm. Bunga majemuk berbentuk malai rata tumbuh berbonggol sehingga membentuk seperti karangan yang keluar dari ketiak daun. Mahkota bunga berbentuk lonceng berwarna putih atau ungu (Gambar 3). Buah berbentuk bulat panjang bersegi lima, berwarna hitam, dan kecil (Setiawati dkk., 2008).


(31)

12

Gambar 3. Gulma babadotan

Babadotan mengandung senyawa bio-aktif yang berfungsi sebagai insektisida, nematisida dan kemungkinan juga sebagai fungisida. Kandungan senyawa bio-aktif diantaranya saponin, flavanoid , polifenol, kumarin, eugenol 5%, HCN dan minyak atsiri (Octavia dkk., 2008). Cara kerja ekstrak babadotan sebagai penolak (repellent) dan penghambat pertumbuhan jamur (Setiawati, 2008). Hasil

penelitian lain menunjukkan ekstrak metanol babadotan berpotensi sebagai antibakteri terhadapStaphylococcus aureus, Yersinia enterocolitica, Escherichia coli,danSalmonella gallinarum(Gunawan & Mulyani, 2004 dalam Gusmarini, 2013).


(32)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September 2014 sampai dengan Maret 2015.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan yaitu daun sirih hijau, daun babadotan, biakan Colletotrichum capsici,metanol teknis, klorok 1%, arang aktif, dan media PSA (Potato Sucrosa Agar) (1000 ml aquades, 200 gram kentang, 20 gram agar, dan 20 gram gula pasir).

Alat-alat yang digunakan adalah alat ekstraksi sederhana, cawan petri, gelas ukur, labu erlenmeyer, autoklaf, plastik tahan panas,alumunium foil,nampan plastik, plastikwrap, tisu, mikropipet, bunsen, pinset, jarumose, haemocytometer, mikroskop majemuk, kaca preparat, spatula, dan bor gabus.


(33)

14

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan pada penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) tersarang dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis ekstrak tanaman yaitu fraksi ekstrak air daun sirih hijau (T1) dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan (T2). Faktor kedua tingkat konsentrasi jenis ekstrak tanaman yang digunakan yaitu 0 ppm (P0), 500 ppm (P1), 1.000 ppm (P2), 1.500 ppm (P3), dan 2.000 ppm (P4). Setiap perlakuan diulang lima kali sehingga terdapat 50 satuan percobaan. Perlakuannya adalah sebagai berikut:

1. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 0 ppm (T1P0), 2. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 500 ppm (T1P1), 3. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 1.000 ppm (T1P2), 4. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 1.500 ppm (T1P3), 5. fraksi ekstrak air daun sirih hijau dengan konsentrasi 2.000 ppm (T1P4), 6. fraksi ekstrak metanol daun babadotan dengan konsentrasi 0 ppm (T2P0), 7. fraksi ekstrak metanol daun babadotan dengan konsentrasi 500 ppm (T2P1), 8. fraksi ekstrak metanol daun babadotan dengan konsentrasi 1.000 ppm (T2P2), 9. fraksi ekstrak metanol daun babadotan dengan konsentrasi 1.500 ppm (T2P3), 10. fraksi ekstrak metnol daun babadotan dengan konsentrasi 2.000 ppm (T2P4). Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan perbandingan polinomial ortogonal.


(34)

15

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan ekstrak daun sirih hijau dengan pelarut air dan ekstrak daun babadotan dengan pelarut metanol

Pembuatan ekstraksi daun sirih hijau dan metanol daun babadotan dengan cara daun tanaman yang diuji diproses melalui ekstraksi bertingkat (fraksinasi), dengan menggunakan daun sirih hijau dan daun babadotan yang masih segar. Daun sirih hijau didapat dari kota Bandar Lampung, daun sirih yang digunakan yaitu semua bagian daun kecuali pucuk. Daun babadotan didapat dari kecamatan Natar, Lampung Selatan, daun babadotan yang digunakan yaitu semua daun kecuali pucuk.

Alat fraksinasi sederhana dibuat sendiri menggunakan paralon dengan tiga ukuran diameter yang berbeda. Ukuran diameter paralon yang digunakan yaitu 4 inci,2 inci,dan 1 inci. Pada setiap sambungan paralon diberi satu lapis kain kasa yang berfungsi sebagai penyaring. Pada kain kasa sambungan paralon yang berukuran 4 inci diisi dengan arang aktif yang telah dihaluskan setinggi ± 5 cm dari

permukaan kain kasa yang telah dipadatkan, fungsinya sebagai filter senyawa-senyawa polar dan nonpolar pada masing-masing tanaman uji (Gambar 4).

Daun sirih hijau dan daun babadotan sebanyak 200 gram dicuci dengan air hingga bersih lalu dikeringanginkan. Daun sirih hijau sebanyak 200 gram ditambah air 1.000 ml lalu diblender hingga halus kemudian dimasukkan kedalam alat fraksinasi dan hasilnya ditampung dalam nampan dikeringanginkan pada suhu ruang. Langkah-langkah yang sama dilakukan untuk mengekstraksi daun babadotan. Tetapi, setelah ekstrak daun babadotan yang menggunakan air tidak


(35)

16

menetes lagi pada nampan, maka ekstraksi dilanjutkan dengan menambahkan pelarut metanol sebanyak 1.000 ml ke dalam alat fraksinasi. Hasil fraksinasi dengan pelarut metanol ini ditampung dalam nampan dan dikeringanginkan pada suhu ruang. Kemudian hasil fraksinasi yang telah kering digunakan sebagai perlakuan.

Gambar 4. Alat fraksinasi sederhana

Keterangan: (a) paralon berukuran 4 inci, (b) paralon berukuran 2 inci, (c) paralon berukuran 1 inci, (d) sambungan paralon berukuran 4 inci.

3.4.2 Pembuatan media pembiakan

Media yang digunakan untuk membiakkan jamurC. capsiciadalah mediaPotato Sucrosa Agar(PSA). Untuk membuat 1.000 ml media PSA bahan-bahan yang diperlukan yaitu 200 gram kentang, 20 gram agar, dan 20 gram gula pasir. Kentang dikupas dan dicuci hingga bersih lalu dipotong-potong berbentuk dadu. Kentang yang telah dipotong direbus menggunakan air 1 liter hingga mendidih dan kentang lunak. Setelah itu, sari kentang dimasukkan ke dalam labu

Erlenmeyerberukuran 1.000 ml kemudian ditambahkan gula pasir dan agar lalu

(a)

(b)

(c)


(36)

17

diaduk hingga homogen. Media PSA kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC pada tekanan 1 atmosfir selama ± 20 menit.

3.4.3 Penyiapan isolat C. capsici

Jamur yang didugaC. capsicidiisolasi dari buah cabai yang bergejala antraknosa. Isolasi dilakukan dengan cara mengambil jaringan buah cabai pada perbatasan yang bergejala dan tidak bergejala berukuran ± 5 mm, kemudian dicelupkan ke dalam larutan klorok 1% selama ± 30 detik lalu dibilas dengan air steril dan dikeringanginkan. Selanjutnya jaringan buah cabai ditanam pada media PSA yang telah dituangkan pada cawan petri selama 7 hari. Jamur yang tumbuh dimurnikan dan diidentifikasi untuk melihat ciri-ciri jamur tersebut menggunakan mikroskop majemuk. Identifikasi mengacu pada bukuIntroductory Mycology (Alexopoulus dan Mims, 1979).

3.4.4 Penyiapan media uji

Media PSA yang telah di sterilkan dimasukkan kedalam labuErlenmeyer yang berukuran 100 ml. Untuk menyiapkan fraksi ekstrak uji dengan berbagai taraf konsentrasi yang berbeda maka didalam 100 ml media PSA ditambahkan fraksi ekstrak yang akan diuji masing-masing sebanyak 0,05 gram, 0,10 gram, 0,15 gram, dan 0,20 gram sesuai konsentrasi perlakuan (500 ppm, 1.000 ppm, 1.500 ppm, dan 2.000 ppm). Pencampuran fraksi dilakukan pada saat media masih panas (cair). Media yang telah diberi perlakuan dituangkan ke dalam cawan petri untuk digunakan sebagai media pertumbuhanC.capsici.


(37)

18

3.4.5 Uji penghambatan pertumbuhan C. capsici

Uji penghambatan pertumbuhanC. capsicidilakukan dengan teknik makanan beracun. Uji dilakukan dengan cara menginokulasi isolat jamurC. capsicike media uji yang telah dicampur fraksi kering dari masing-masing ekstrak daun dengan konsentrasi yang berbeda-beda sesuai perlakuan. Hasil inokulasi

diinkubasi selama 15 hari pada suhu ruang dan diamati pertumbuhan vegetatifnya setiap hari.

3.4.6 Pengamatan

Pengamatan hasil inokulasi dilakukan setiap hari selama 15 hari. Peubah yang diamati adalah diameter koloni jamur dan kerapatan spora. Pengukuran diameter koloni jamur dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan vegetatif jamurC. capsici pada media PSA. Ukuran diameter koloni jamur adalah nilai rata-rata diameter jamur yang diukur dari empat arah yang berbeda. Berikut adalah ilustrasi pengukuran diameter koloniC. capsici.

Gambar 5. Ilustrasi pengukuran diameter koloniC. capsici. d1

d2

d3


(38)

19

Penghitungan kerapatan spora dilakukan pada 15 hari setelah inokulasi. Pada cawan petri yang berisi biakanC. capsiciberumur 15 hari dituangkan air sebanyak 10 ml kemudian miseliumC. capsicidikerok menggunakan kaca preparat dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dirotamikser sampai homogen. Kerapatan spora dihitung menggunakan alatHaemocytometer.

Penghitungan spora dilakukan pada lima kotak sedang dan diulang sebanyak tiga kali lalu dirata-ratakan. Volume kotak sedang adalah 0,000004 ml (= 0,2 mm x 0,2 mm x 0,1 mm), Jadi kerapatan spora dalam suspensi dapat dihitung

menggunakan persamaanC=c x10n. C adalah kerapatan spora pada suspensi, c adalah kerapatan spora per ml, dan n adalah tingkat pengenceran


(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan memiliki pengaruh yang tidak berbeda dalam menghambat pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsicisecarain vitro.

2. Semakin tinggi taraf konsentrasi fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan semakin menghambat pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsicisecarain vitro.

3. Taraf konsentrasi lebih dari 0,20 gram/ 100 ml pada kedua fraksi ekstrak tanaman dapat menekan pertumbuhan dan sporulasi .

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa aktif yang berperan sebagai antifungal yang dapat menghambat pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsicisecarain vitro.


(40)

PUSTAKA ACUAN

Achmad & Suyana, I. 2009.Pengujian aktivitas ekstrak daun sirih (Piper betle Linn.) terhadapRhizoctoniasp. secarain vitro.Jurnal Bul. Litro.20(1) : 9298.

Afolabi, C.A., Ibukun, E.O., & Ologe, I.A. 2007. Phytochemical constituents and antioxidant propertiesof extracts from the leaves ofChromolaena odorata. Scientific Research and Essay. 2(6) : 191194.

Alexopoulus, C.J. & Mims, C.W. 1979.Introductory Mycology. Third Edition. John Willey and Sons. New York. 632 pp.

Amadi, B.A., Duru, M.K.C. & Agomuo, E.N. 2012. Chemical profilesof leaf, stem, root and flower ofAgeratum conyzoides.Asian Journal of Plant Science and Research. 2(4) : 428432.

Anjelisa, Z.H.P. & Merline, N. 2007. Penentuan sifat kimia fisika senyawa alkaloid hasil isolasi dari daun bandotan (Ageratum conyzoidesLinn.). Jurnal Penelitian MIPA.1(1) : 2022.

Arif, T., Bhosale, J.D., Kumar, N., Mandal, T.K., Bendre, R.S., Lavekar, G.S. & Rajesh, D. 2009. Natural products–antifungal agents derived from plants.

Journal of Asian Natural Products Research11(7) : 621638. Asmaliyah, Eti, E.W.H., Sri, U., Kusdi, M.,Yudhistira, & Fitri, Y.S. 2010.

Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati Dan Pemanfaatannya Secara Tradisional. Kementrian Kehutanan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Produktivitas Hutan. 58 hlm.

Aulifa, D.I., Aryantha, I.N.P., & Sukrasno. 2014. Aktifitas antijamur ekstrak metanol dari tumbuhan rempah-rempahan.Jurnal Bionatural.

16(4) : 1218.

Awad, E.N., Hana A.K., Zakaria A.E., Amal M.E., & Azza A.M. 2013. Chemical composition and anti-inflammatory evaluation ofAgeratum conyzoidesL. Leaves.Journal of Applied Sciences Research. 9(3) : 21262134.

Badan Pusat Statistik. 2013.Produksi Cabai Merah Produksi Profinsi.Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.


(41)

34

Boue, S.M., Cleveland, T.E., Carter, W.C., Shih, B.Y., Bhatnagar, D., McLachlan, J.M., & Burow, M.E. 2009. Phytoalexin-enriched functional foods.J. Agric. Food Chem. 57(7) : 26142622.

BPTP Lampung. 2008.Teknologi Budidaya Cabai Merah.Balai Besar Pengkaji dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bandar Lampung.

Chakraborty, D. & Barkha shah. 2011. Antimicrobial, antioxidative and anti-hemolytic activity ofPiper betleLeaf extracts.International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 3(3) : 192199.

Das, K., Tiwari, R.K.S., & Shrivastava, D.K. 2010. Techniques for evaluation of medicinal plant products as antimicrobial agent: current methodsand future trends.J. Med. Plants Res. 4(2): 104111.

Dewi, T.R. 2009. Analisis permintaan cabai merah (Capsicum annum L) di kota Surakarta.Skipsi. Universitas Sebelas Maret.

Diana, N., Siti, K., Mukarlina. 2014. Penghambatan pertumbuhan jamurFusarium oxysporumSchlecht pada batang padi (Oryza sativaL.) menggunakan ekstrak metanol umbi bawang mekah (Eleutherine palmifoliaMerr.). Jurnal Protobiont. 3 (2): 225231.

Girsang, E.M. 2008. Uji ketahanan beberapa varietas tanaman cabai (Capsicum annum) terhadap serangan penyakit antraknosa dengan pemakaian mulsa plastik.Skripsi.Universitas Sumatra Utara.

Gunawan, O.S. 2006. Mikroba antagonis untuk pengendalian penyakit antraknosa pada cabai merah.Jurnal Hortikultura.16(2):151155.

Gusmarini, M. 2013. Pengaruh beberapa jenis ekstrak tumbuhan terhadap penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar (Capsicum annum.L) di Lapangan.Skripsi.Universitas Lampung.

Hidayat, I.M., Sulastrini, Y., Kusandrini & A.H. Permadi. 2004.Lesio sebagai komponen tanggap buah 20 galur dan atau varietas cabai terhadap inokulasiColletotrichum capsicidanColletotrichum gloeossperioides. Jurnal Hortikultura14(3) : 161162.

Humaedah, U. 2008. Penyakit Tanaman Cabai: Antraknosa, Busuk Batang Dan Busuk Daun Bagaimana Mengendalikannya. Kementrian Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

http://cybex.deptan.go.id. Diakses 11 November 2014.

Irfan, M. 2010. Uji aktivitas pestisida nabati secara in vitro.Jurnal Agroteknologi. 1(1): 19—25.


(42)

35

Liestiany, E. & Fikri, E.N. 2012.Pengaruh pupuk dan pestisida organik

terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici) pada cabai.Jurnal Agroscientiae.19(3) : 165169.

Lomer, C.H & Lomer, C.J (Eds). 2004.Pathologie D’insectes Manual. Lutte Biologique contre les criquets et sauteriaux (Lubilosa). France.

Mufidah, N.U. 2013. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Stasiun Karantina II Karimun. http://skpkarimun.or.id. Diakses pada tanggal 19 April 2015. Nurhayati. 2007.Pertumbuhan Colletotrichum capsicipenyebab antraknosa buah

cabai pada berbagai media yang mengandung ekstrak tanaman. Jurnal Rafflesia9 (1): 3235.

Octavia, D., Susi, A., M. Abdul, Q., & Fatahul, A. 2008. Keanekaragaman jenis tumbuhan sebagai pestisida alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran.Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.5(4): 355365. Reveny, J. 2011. Daya antimikroba ekstrak & fraksi daun sirih merah (Piper betle

Linn.).Jurnal Ilmu Dasar. 12 (1) : 612.

Satryawibowo, M.W. 2015. Pengaruh fraksi ekstrak daun tagetes (Tagetes erecta), Saliara (Lantana camara), dan sirih hijau (Piper betle) terhadap

Colletotrichum capsicisecarain vitro. Skripsi. Universitas Lampung. Semangun, H. 2004.Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 5257.

Selfa, A.Y., Nasril, Fuji, A.F., Jumjunidang, & Nurmansyah. 2014. Uji daya hambat formulasi minyakPiper aduncumsebagaipestisida nabati pengendali JamurFusariumpada batangHylocereus polyrhizussecara Invitro.Proseding Seminar Nasional Biodiversitas dan Ekologi Tropika Indonesia.Universitas Andalas. Padang.

Setiawati, W., Rini, M., Neni, G., & Tati, R. 2008.Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).Balai Penelitian Tanaman Sayur. Lembang. Bandung Barat. 203 hlm.

Singh, S.B., Radhapiyari, D.W., Marina, A., Indira, W.D., Swapana, N., & Chingakham, B.S. 2013. Ethnobotany, phytochemistry and

pharmacologyofAgeratum conyzoidesLinn (Asteraceae).Journal of Medicinal Plants Research. 7(8) : 371385.

Sitepu, I.S.,I Ketut, S.,& I Gede, K.S. 2012. Uji aktivitas antimikroba beberapa ekstrak bumbu dapur terhadap pertumbuhan jamurCurvularia lunata


(43)

36

(Wakk.) Boed. danAspergillus flavusLINK.Jurnal Agroteknologi Tropika.1(2) : 107114.

Sulaksono, P., Umar., Ramadhanil., Parhan, K.L., & Ramlah, B. 2002. Efek Penghambatan daun widuri (Calotropissp) terhadap cawan busuk buah cabai (Colletotrichum capsici).Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika.2(1) : 20—25.

Suryaningsih, E., & A.W.W. Hadisoeganda. 2007. Pengendalian hama dan penyakit penting cabai dengan pestisida biorasional.Jurnal

Hortikultura.17(3) : 261269.

Susilo, F.X. 2014.Aplikasi Statistika Untuk Analisis Data Riset Proteksi Tanaman.Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung. 168 Hlm. Taufik, M., 2011. Analisis pendapatan usaha tani dan penanganan pasca panen

cabai merah besar.Jurnal Litbang Pertanian.30(20) : 6672. Thamrin, M., Asikin, S., Muklis & Budiman, A. 2013.Potensi Ekstrak Flora

Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjar Baru. Hlm. 3554.

Purmawati, M. 2008. Karakterisasi estrak air daun gandarusa (Justicia gandarussaBurm. F.) dan pengaruh terhadap kadar asam urat plasma tikus putih jantan yang diinduksi kalium oksalat.Skripsi. Universitas Indonesia.

Wirda, Z., Hakimah, H., Tanwirul, M., & Rahmi, Z. 2011. Pengaruh berbagai jenis pelarut dan asam terhadap rendemen antosianin dari kubis merah (Brassica oleraceae capitata).Jurnal Agroscientiae.18(2) : 5763. Wulandari, S. 2015. Pengaruh fraksi ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum),

babadotan (Ageratum conyzoides), dan gulma siam (Chromolaena odorata) terhadapColletotrichum capsicisecarain vitro. Skripsi. Universitas Lampung.

Yusnawan, E. 2013. efektivitas fraksi polar dan non polarAgeratum conyzoidesL. untuk mengendalikan penyakit karat kacang tanah dan skrining fitokimia metabolit sekunder.Jurnal HPT Tropika.13(2) : 159166.


(1)

19

Penghitungan kerapatan spora dilakukan pada 15 hari setelah inokulasi. Pada cawan petri yang berisi biakanC. capsiciberumur 15 hari dituangkan air sebanyak 10 ml kemudian miseliumC. capsicidikerok menggunakan kaca preparat dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dirotamikser sampai homogen. Kerapatan spora dihitung menggunakan alatHaemocytometer.

Penghitungan spora dilakukan pada lima kotak sedang dan diulang sebanyak tiga kali lalu dirata-ratakan. Volume kotak sedang adalah 0,000004 ml (= 0,2 mm x 0,2 mm x 0,1 mm), Jadi kerapatan spora dalam suspensi dapat dihitung

menggunakan persamaanC=c x10n. C adalah kerapatan spora pada suspensi, c adalah kerapatan spora per ml, dan n adalah tingkat pengenceran


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun

babadotan memiliki pengaruh yang tidak berbeda dalam menghambat pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsicisecarain vitro.

2. Semakin tinggi taraf konsentrasi fraksi ekstrak air daun sirih hijau dan fraksi ekstrak metanol daun babadotan semakin menghambat pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsicisecarain vitro.

3. Taraf konsentrasi lebih dari 0,20 gram/ 100 ml pada kedua fraksi ekstrak tanaman dapat menekan pertumbuhan dan sporulasi .

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa aktif yang berperan sebagai antifungal yang dapat menghambat pertumbuhan dan sporulasi jamurC. capsicisecarain vitro.


(3)

PUSTAKA ACUAN

Achmad & Suyana, I. 2009.Pengujian aktivitas ekstrak daun sirih (Piper betle Linn.) terhadapRhizoctoniasp. secarain vitro.Jurnal Bul. Litro.20(1) : 9298.

Afolabi, C.A., Ibukun, E.O., & Ologe, I.A. 2007. Phytochemical constituents and antioxidant propertiesof extracts from the leaves ofChromolaena odorata. Scientific Research and Essay. 2(6) : 191194.

Alexopoulus, C.J. & Mims, C.W. 1979.Introductory Mycology. Third Edition. John Willey and Sons. New York. 632 pp.

Amadi, B.A., Duru, M.K.C. & Agomuo, E.N. 2012. Chemical profilesof leaf, stem, root and flower ofAgeratum conyzoides.Asian Journal of Plant Science and Research. 2(4) : 428432.

Anjelisa, Z.H.P. & Merline, N. 2007. Penentuan sifat kimia fisika senyawa alkaloid hasil isolasi dari daun bandotan (Ageratum conyzoidesLinn.). Jurnal Penelitian MIPA.1(1) : 2022.

Arif, T., Bhosale, J.D., Kumar, N., Mandal, T.K., Bendre, R.S., Lavekar, G.S. & Rajesh, D. 2009. Natural products–antifungal agents derived from plants. Journal of Asian Natural Products Research11(7) : 621638.

Asmaliyah, Eti, E.W.H., Sri, U., Kusdi, M.,Yudhistira, & Fitri, Y.S. 2010. Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati Dan Pemanfaatannya Secara Tradisional. Kementrian Kehutanan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Produktivitas Hutan. 58 hlm.

Aulifa, D.I., Aryantha, I.N.P., & Sukrasno. 2014. Aktifitas antijamur ekstrak metanol dari tumbuhan rempah-rempahan.Jurnal Bionatural.

16(4) : 1218.

Awad, E.N., Hana A.K., Zakaria A.E., Amal M.E., & Azza A.M. 2013. Chemical composition and anti-inflammatory evaluation ofAgeratum conyzoidesL. Leaves.Journal of Applied Sciences Research. 9(3) : 21262134.

Badan Pusat Statistik. 2013.Produksi Cabai Merah Produksi Profinsi.Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.


(4)

34

Boue, S.M., Cleveland, T.E., Carter, W.C., Shih, B.Y., Bhatnagar, D., McLachlan, J.M., & Burow, M.E. 2009. Phytoalexin-enriched functional foods.J. Agric. Food Chem. 57(7) : 26142622.

BPTP Lampung. 2008.Teknologi Budidaya Cabai Merah.Balai Besar Pengkaji dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bandar Lampung.

Chakraborty, D. & Barkha shah. 2011. Antimicrobial, antioxidative and anti-hemolytic activity ofPiper betleLeaf extracts.International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 3(3) : 192199.

Das, K., Tiwari, R.K.S., & Shrivastava, D.K. 2010. Techniques for evaluation of medicinal plant products as antimicrobial agent: current methodsand future trends.J. Med. Plants Res. 4(2): 104111.

Dewi, T.R. 2009. Analisis permintaan cabai merah (Capsicum annum L) di kota Surakarta.Skipsi. Universitas Sebelas Maret.

Diana, N., Siti, K., Mukarlina. 2014. Penghambatan pertumbuhan jamurFusarium oxysporumSchlecht pada batang padi (Oryza sativaL.) menggunakan ekstrak metanol umbi bawang mekah (Eleutherine palmifoliaMerr.). Jurnal Protobiont. 3 (2): 225231.

Girsang, E.M. 2008. Uji ketahanan beberapa varietas tanaman cabai (Capsicum annum) terhadap serangan penyakit antraknosa dengan pemakaian mulsa plastik.Skripsi.Universitas Sumatra Utara.

Gunawan, O.S. 2006. Mikroba antagonis untuk pengendalian penyakit antraknosa pada cabai merah.Jurnal Hortikultura.16(2):151155.

Gusmarini, M. 2013. Pengaruh beberapa jenis ekstrak tumbuhan terhadap penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar (Capsicum annum.L) di Lapangan.Skripsi.Universitas Lampung.

Hidayat, I.M., Sulastrini, Y., Kusandrini & A.H. Permadi. 2004.Lesio sebagai komponen tanggap buah 20 galur dan atau varietas cabai terhadap inokulasiColletotrichum capsicidanColletotrichum gloeossperioides. Jurnal Hortikultura14(3) : 161162.

Humaedah, U. 2008. Penyakit Tanaman Cabai: Antraknosa, Busuk Batang Dan Busuk Daun Bagaimana Mengendalikannya. Kementrian Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

http://cybex.deptan.go.id. Diakses 11 November 2014.

Irfan, M. 2010. Uji aktivitas pestisida nabati secara in vitro.Jurnal Agroteknologi. 1(1): 19—25.


(5)

35

Liestiany, E. & Fikri, E.N. 2012.Pengaruh pupuk dan pestisida organik

terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum capsici) pada cabai.Jurnal Agroscientiae.19(3) : 165169.

Lomer, C.H & Lomer, C.J (Eds). 2004.Pathologie D’insectes Manual. Lutte Biologique contre les criquets et sauteriaux (Lubilosa). France.

Mufidah, N.U. 2013. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Stasiun Karantina II Karimun. http://skpkarimun.or.id. Diakses pada tanggal 19 April 2015. Nurhayati. 2007.Pertumbuhan Colletotrichum capsicipenyebab antraknosa buah

cabai pada berbagai media yang mengandung ekstrak tanaman. Jurnal Rafflesia9 (1): 3235.

Octavia, D., Susi, A., M. Abdul, Q., & Fatahul, A. 2008. Keanekaragaman jenis tumbuhan sebagai pestisida alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran.Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.5(4): 355365. Reveny, J. 2011. Daya antimikroba ekstrak & fraksi daun sirih merah (Piper betle

Linn.).Jurnal Ilmu Dasar. 12 (1) : 612.

Satryawibowo, M.W. 2015. Pengaruh fraksi ekstrak daun tagetes (Tagetes erecta), Saliara (Lantana camara), dan sirih hijau (Piper betle) terhadap

Colletotrichum capsicisecarain vitro. Skripsi. Universitas Lampung. Semangun, H. 2004.Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 5257.

Selfa, A.Y., Nasril, Fuji, A.F., Jumjunidang, & Nurmansyah. 2014. Uji daya hambat formulasi minyakPiper aduncumsebagaipestisida nabati pengendali JamurFusariumpada batangHylocereus polyrhizussecara Invitro.Proseding Seminar Nasional Biodiversitas dan Ekologi Tropika Indonesia.Universitas Andalas. Padang.

Setiawati, W., Rini, M., Neni, G., & Tati, R. 2008.Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).Balai Penelitian Tanaman Sayur. Lembang. Bandung Barat. 203 hlm.

Singh, S.B., Radhapiyari, D.W., Marina, A., Indira, W.D., Swapana, N., & Chingakham, B.S. 2013. Ethnobotany, phytochemistry and

pharmacologyofAgeratum conyzoidesLinn (Asteraceae).Journal of Medicinal Plants Research. 7(8) : 371385.

Sitepu, I.S.,I Ketut, S.,& I Gede, K.S. 2012. Uji aktivitas antimikroba beberapa ekstrak bumbu dapur terhadap pertumbuhan jamurCurvularia lunata


(6)

36

(Wakk.) Boed. danAspergillus flavusLINK.Jurnal Agroteknologi Tropika.1(2) : 107114.

Sulaksono, P., Umar., Ramadhanil., Parhan, K.L., & Ramlah, B. 2002. Efek Penghambatan daun widuri (Calotropissp) terhadap cawan busuk buah cabai (Colletotrichum capsici).Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika.2(1) : 20—25.

Suryaningsih, E., & A.W.W. Hadisoeganda. 2007. Pengendalian hama dan penyakit penting cabai dengan pestisida biorasional.Jurnal

Hortikultura.17(3) : 261269.

Susilo, F.X. 2014.Aplikasi Statistika Untuk Analisis Data Riset Proteksi Tanaman.Anugrah Utama Raharja. Bandar Lampung. 168 Hlm. Taufik, M., 2011. Analisis pendapatan usaha tani dan penanganan pasca panen

cabai merah besar.Jurnal Litbang Pertanian.30(20) : 6672. Thamrin, M., Asikin, S., Muklis & Budiman, A. 2013.Potensi Ekstrak Flora

Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjar Baru. Hlm. 3554.

Purmawati, M. 2008. Karakterisasi estrak air daun gandarusa (Justicia gandarussaBurm. F.) dan pengaruh terhadap kadar asam urat plasma tikus putih jantan yang diinduksi kalium oksalat.Skripsi. Universitas Indonesia.

Wirda, Z., Hakimah, H., Tanwirul, M., & Rahmi, Z. 2011. Pengaruh berbagai jenis pelarut dan asam terhadap rendemen antosianin dari kubis merah (Brassica oleraceae capitata).Jurnal Agroscientiae.18(2) : 5763. Wulandari, S. 2015. Pengaruh fraksi ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum),

babadotan (Ageratum conyzoides), dan gulma siam (Chromolaena odorata) terhadapColletotrichum capsicisecarain vitro. Skripsi. Universitas Lampung.

Yusnawan, E. 2013. efektivitas fraksi polar dan non polarAgeratum conyzoidesL. untuk mengendalikan penyakit karat kacang tanah dan skrining fitokimia metabolit sekunder.Jurnal HPT Tropika.13(2) : 159166.


Dokumen yang terkait

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

3 53 89

Uji Efektifitas Ekstrak Babadotan (Ageratum conyzoides ) Terhadap Hama Plutella xylostella (Lepidoptera : Plutellidae) Di Laboratorium

1 45 66

Efektivitas Ekstrak Daun Babandotan (Ageratum Conyzoides L) Terhadap Mortalitas Nyamuk Aedes Aegypti

3 102 86

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

9 71 88

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih (piper batle Linn.) dan daun uji aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri gram negatif

1 5 33

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih piper bettle Linn) dan uji aktivitas antibakeri terhadap beberapa jenis bakteri gram positif

1 23 78

Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus

5 35 46

Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus.

2 15 50

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) dan DAUN BABADOTAN (Ageratum conyzoides) TERHADAP Colletotrichum capsici PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annum L.) SECARA IN VITRO

1 12 32

PENGARUH FRAKSI EKSTRAK DAUN TAGETES (Tagetes erecta) SALIARA (Lantana camara) dan SIRIH HIJAU (Piper betle) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SPORULASI Colletotrichum capsici SECARA IN VITRO

2 15 46