Berbagai Upaya Penanggulangan Perilaku Merokok di Indonesia

TTIIN
NJJA
AU
UA
AN
N PPU
USSTTA
AK
KA
A

BERBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN
PERILAKU MEROKOK DI INDONESIA
R. Kintoko Rochadi
Staf Pengajar Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
It was estimated that tobacco plants in Indonesia were carried by Portuguese and
Spanish in the 16th of century. Until now, around 4000 brands of cigarettes have
been circulated throughout Indonesia where among 3500 brands are kretek

cigarettes. Indonesian Government produced Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
2003 about cigarettes security for health. Besides, many NGO’s in Indonesia are
involved in preventing effort of smoking problems.
Key words: Tobacco, Smoking problems prevention
Sejarah Tembakau dan Industri Rokok di
Indonesia
Pada umumnya bahan baku rokok
hanya tembakau yang dikenal dengan istilah
rokok putih, sedangkan di Indonesia ada
rokok yang dibuat dari campuran tembakau
dan cengkeh yang di sebut rokok kretek
(Sitepoe, 2000). Beberapa ahli menyatakan
bahwa tembakau merupakan tanaman asli
dari Afrika atau Asia, tetapi yang pasti
adalah saat bangsa Eropa menemukan benua
Amerika, mereka mendapati penduduk asli
Amerika, yaitu bangsa Indian telah
mengkonsumsi tembakau (McKim, 1991).
Kata tembakau itu sendiri berasal dari kata
Indian, tobaco, yaitu nama pipa yang

digunakan oleh orang Indian untuk
menghisap
daun
tembakau
tersebut
(Matnawi, 1997).
Tanaman tembakau di Indonesia
diperkirakan dibawa oleh bangsa Portugis
dan Spanyol pada abad ke-16 (Matnawi,
1997). Dikatakan Rhumpius dalam Matnawi
(1997), tanaman tembakau pernah dijumpai
di Indonesia, di beberapa daerah yang belum
pernah dijelajahi oleh bangsa Portugis atau
Spanyol. Nicotiana Tobaccum baru di tanam
di pulau Jawa sekitar tahun 1609 dan
kemudian menyebar ke pulau-pulau lain di
Indonesia (Dirjen Perkebunan RI, 1990).

Menurut laporan dari Direktorat
Jenderal Perkebunan Republik Indonesia

(Dirjen Perkebunan RI, 1990), secara garis
besar tembakau di Indonesia dibedakan
menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Tembakau asli, adalah tembakau yang
masuk dan tersebar sejak ratusan tahun
yang lalu dan telah beradaptasi dengan
lingkungannya.
2. Tembakau introduksi, adalah tembakau
yang masuk ke Indonesia sekitar tahun
1900-an, seperti jenis Virginia, Burley
dan Oriental.
Tanaman tembakau sudah menyebar
di seluruh pelosok Nusantara, namun
beberapa daerah dikenal memiliki kekhasan
tersendiri seperti tembakau Deli di Sumatera
Utara, tembakau NO (Na-Oogst) atau Besuki
NO di Besuki, Vorstenlanden di Surakarta,
tembakau VO (Voor-Oogst) atau Lumajang
VO di Lumajang yang pada umumnya
diperuntukkan untuk keperluan ekspor.

Tembakau yang diperuntukkan untuk
konsumsi dalam negeri, yang merupakan
tembakau asli atau tembakau rakyat seperti
tembakau Temanggung dan Kendal di Jawa
Tengah, tembakau Madura di Jawa Timur
dan tembakau jenis Virginia yang terdapat di
Jawa Tengah, Bojonegoro (Jawa Timur),

125
Universitas Sumatera Utara

Bali dan Lombok (Dirjen Perkebunan RI,
1990).
Majalah Berita Pasar Modal (1980)
menginformasikan bahwa industri rokok di
Indonesia telah berlangsung cukup lama.
Hanya saja masih dalam bentuk kegiatan
perorangan dan produksinya masih dilakukan
secara
tradisional.

Sitepoe
(2000)
menjelaskan pabrik rokok kretek pertama
bermula di Kudus, dipelopori oleh H.
Jamanhari yang menggunakan bahan baku
tembakau dan cengkeh serta pembungkus
dari daun jagung yang disebut rokok kelobot.
Tahun 1870-1880 usaha ini berkembang
menjadi pabrik rokok kecil-kecilan dengan
merek dagang yang terkenal saat itu seperti
cap Garbis, cap Tebu, cap Jagung, cap
Gunung dan Sabuk Daun. Pengusaha yang
terkenal adalah Nitisemito dengan merek
dagang rokok cap Bal Tiga.
Pada tahun 1917 berdiri NV IndoEgyptian Cigarette Company (sekarang PT.
BAT Indonesia). Perusahaan ini merupakan
cabang dari perusahaan induk yang berkantor
pusat di London, Inggris (Berita Pasar
Modal, 1980). Sitepoe (2000) mengatakan
pada tahun 1925 mulai didirikan pabrik

rokok putih yang khusus menggunakan
bahan baku tembakau. Pada tahun 1935
dikeluarkan Staatblad No. 427 tentang
perusahaan rokok (Sitepoe, 2000).
Perkembangan industri rokok di
Indonesia mulai pesat sejak tahun 50-an
(Berita Pasar Modal, 1980). Berdasarkan
penerbitan Nomor Pokok Pengusaha Barang
Kena Cukai (NPPBKC) sampai dengan 30
September 1999 yang di himpun oleh
Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok
(LM3), jumlah pengusaha rokok di Indonesia
berjumlah 820 buah. Adapun merek rokok
yang beredar di Indonesia ada sekitar 4000
merek dan lebih kurang 3500 merek di
antaranya adalah rokok kretek (LM3, tanpa
tahun).
Beberapa Cara Pemakaian Tembakau di
Indonesia
Sitepoe (2000) menguraikan ada

berbagai bentuk dan olahan daun tembakau
yang di konsumsi oleh masyarakat Indonesia,
yaitu:

126

1. Pemakaian tembakau tanpa asap
(Smokeless Tobacco)
Tembakau
digunakan
tanpa
mengeluarkan asap, di antaranya adalah
dalam bentuk suntil atau di Jawa disebut
susur. Selain di Indonesia, suntil juga di
jumpai di beberapa negara di Asia. Suntil
biasanya digunakan sesudah memakan
sirih. Daun tembakau dirajang kemudian
dikeringkan dan dibentuk sebesar jempol
atau lebih kecil lagi. Kemudian
dimasukkan ke dalam mulut dan

diletakkan di sudut mulut kanan atau kiri.
Walaupun tidak terbentuk adanya asap
tetapi kadar nikotin yang dijumpai sudah
melampaui ambang batas sehingga dapat
menimbulkan ketagihan. Suntil tidak
mengandung tar karena tar hanya
dijumpai apabila tembakau dibakar.
2. Pemakaian tembakau sebagai rokok
Di luar negeri, bahan baku rokok hanya
tembakau yang dikenal dengan rokok
putih. Di Indonesia selain terdapat rokok
putih, ada rokok yang khas Indonesia
yang disebut dengan rokok kretek. Bahan
baku rokok kretek adalah tembakau dan
cengkeh. Menurut Wise dan Guerin
(1986) perbandingan tembakau dengan
cengkeh adalah 60:40. Standar Nasional
Indonesia
Rokok
Kretek

yang
dikeluarkan
oleh
Departemen
Perindustrian menjelaskan rokok kretek
adalah rokok dengan atau tanpa filter
yang dicampur cengkeh rajangan kurang
lebih 30% dari komposisi setiap batang
rokok kretek. Sebagai bahan baku, di
samping tembakau juga ditambahkan
kemenyan dan kelembak yang disebut
rokok kelembak atau rokok siong. Selain
rokok yang biasa ada juga tembakau
yang digunakan sebagai rokok pipa dan
rokok cerutu. Rokok pipa menggunakan
dapur dan pada bagian ini tembakau
dibakar kemudian dihisap melalui pipa.
Pada rokok cerutu, daun tembakau
kering dirajang agak lebar dan disusun
sedemikian rupa, kemudian dibalut

dengan daun tembakau. Pembalut cerutu
yang terkenal di dunia adalah daun
tembakau Deli yang telah dikembangkan
di Indonesia sejak tahun 1864. Ada
beberapa jenis pembungkus atau

Berbagai Penanggulangan Perilaku Merokok di Indonesia (125–129)
R. Kintoko Rochadi
Universitas Sumatera Utara

pembalut rokok yang digunakan untuk
membungkus atau membalut tembakau,
yaitu: (i) kertas, seperti pada rokok putih
dan rokok kretek; (ii) daun nipah atau
pelepah tongkol jagung yang disebut
rokok kelobot; (iii) tembakau itu sendiri,
seperti rokok cerutu. Untuk rokok putih
biasanya menggunakan filter sedangkan
rokok kretek, ada yang menggunakan
filter dan ada pula yang tanpa filter. Jenis

rokok kretek yang diproduksi terdiri dari:
(i) rokok kretek mesin, yaitu rokok yang
diproduksi dengan mesin; (ii) rokok
kretek tangan, yaitu rokok yang
diproduksi secara manual dengan
menggunakan tenaga kerja padat karya
(berjumlah banyak). Selain itu ada rokok
yang di gulung sendiri yang disebut
tingwe (ngelinting dewe). Bahan baku
rokok tingwe apabila menggunakan
kertas biasanya adalah tembakau Shag
dan yang saat ini cukup populer adalah
tembakau merk Drum. Bahan baku
pembalut rokok tingwe selain kertas
adalah nipah dan kelobot jagung.
Upaya Menanggulangi Masalah Merokok
di Indonesia
Menurut Prabandari (1994), program
anti rokok sudah dicanangkan di beberapa
sekolah dan tempat-tempat pelayanan
kesehatan serta beberapa tempat yang
memiliki
pendingin
ruangan
telah
mencantumkan larangan merokok. Berbagai
upaya juga telah dilakukan pemerintah dalam
menanggulangi bahaya merokok agar
masyarakat tidak merokok atau mengurangi
rokok. Upaya tersebut antara lain seperti
Instruksi Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar
dan
Menengah
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
No.
091/C/I/Inst/1978, tentang larangan bagi
pelajar membawa rokok. Pemerintah Daerah
DKI Jakarta melalui Gubernur DKI Jakarta
mengeluarkan Instruksi Gubernur No.
401/1990, yang melarang kegiatan merokok
dan berdagang rokok di lingkungan sekolahsekolah se DKI Jakarta. Selanjutnya ada juga
Instruksi
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan
No.4/U/1997
tentang
lingkungan sekolah bebas asap rokok.
Institusi
pemerintah
seperti
Departemen Perhubungan juga melakukan

hal yang sama yaitu dengan mengeluarkan
Surat Edaran Menteri Perhubungan No. HK
402/2/4 PHB-91, yang ditujukan kepada
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Laut
dan Direktur Perhubungan Udara, para
direksi BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
di lingkungan Departemen Perhubungan
yang isinya larangan merokok atau
mengurangi merokok dan memasang iklan
rokok pada tempat-tempat pelayanan umum,
seperti tempat penjualan karcis, ruang tunggu
penumpang dan sarana angkutan umum.
Menteri
Dalam
Negeri
juga
mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam
Negeri No. 440 / 3529 / SJ / 1990, tentang
penerapan bebas rokok di lingkungan
Departemen
Dalam
Negeri.
Menteri
Kesehatan
sebagai
orang
yang
bertanggungjawab
terhadap
masalah
kesehatan di Indonesia .mengeluarkan
Instruksi Menteri Kesehatan No. 161/
MenKes/Inst/III/1990, tentang lingkungan
kerja bebas asap rokok. Dilanjutkan dengan
Instruksi
Menteri
Kesehatan
No.
459/MenKes/Inst/VI/1999, tentang kawasan
bebas rokok pada sarana kesehatan.
Kemudian Menteri Kesehatan kembali
mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan
No.
84/MenKes/Inst/II/2002,
tentang
kawasan tanpa rokok di tempat kerja dan
sarana kesehatan. Instruksi ini dikeluarkan
sebagai penekanan ulang dari Instruksi
Menteri Kesehatan sebelumnya seperti
Instruksi
Menteri
Kesehatan
No.
161/MenKes/Inst/III/1990.
Pemerintah Republik Indonesia juga
membuat peraturan yang berkaitan dengan
rokok dan kesehatan, yaitu Peraturan
Pemerintah No. 81 Tahun 1999, tentang
pengamanan
rokok
bagi
kesehatan.
Kemudian
dilakukan
revisi
dengan
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 38
Tahun 2000. Ditahun 2003, Pemerintah
Republik Indonesia kembali melakukan
revisi peraturan tentang pengamanan rokok
bagi kesehatan dengan mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003.
Selain itu berbagai organisasi nonpemerintah juga turut berpartisipasi dalam
menanggulangi masalah rokok, seperti
Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok
(LM3), Yayasan Jantung Indonesia, dan
Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Walaupun
masih ada beberapa organisasi nonpemerintah yang turut serta berpartisipasi

Berbagai Penanggulangan Perilaku Merokok di Indonesia (125–129)
R. Kintoko Rochadi

127
Universitas Sumatera Utara

dalam menanggulangi masalah merokok,
tetapi ketiga organisasi tersebut di atas sangat
gencar menginformasikan bahaya rokok dan
perilaku merokok. Berbagai upaya yang telah
dilakukan oleh ketiga organisasi tersebut
seperti:
1. Menerbitkan buletin secara berkala
segala sesuatu yang berkaitan dengan
bahaya rokok dan perilaku merokok serta
upaya untuk berhenti merokok.
2. Menerbitkan secara bersama berbagai
buku yang berkaitan dengan bahaya
rokok dan perilaku merokok serta upaya
untuk berhenti merokok.
3. Memberikan
penyuluhan
secara
berkesinambungan ke berbagai institusi
seperti institusi pemerintah, swasta
termasuk
juga
berbagai
institusi
pendidikan.
4. Mendukung dan melakukan berbagai
penelitian yang berkaitan dengan bahaya
rokok dan perilaku merokok.
5. Mendirikan klinik berhenti merokok
yang melayani berbagai hal yang
berkaitan dengan upaya berhenti
merokok pada masyarakat. Salah satu
klinik yang berdiri adalah klinik berhenti
merokok yang didirikan atas kerjasama
antara Yayasan Jantung Indonesia
dengan Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita. Klinik ini berlokasi di Rumah Sakit
Jantung Harapan Kita.
Salah satu upaya yang lain yang
cukup menarik perhatian masyarakat pada
tahun 2003 adalah gugatan publik legal
standing bertempat di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan. Pihak penggugat yang
menamakan dirinya dengan Tim Advokasi
Gerakan Penanggulangan Masalah Merokok
adalah gabungan dari 5 lembaga yaitu:
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI), Lembaga Menanggulangi masalah
Merokok (LM3), Yayasan jantung Indonesia
(YJI), Yayasan kanker Indonesia (YKI),
danYayasan Wanita Indonesia Tanpa
Tembakau (WITT). Pihak yang berposisi
sebagai tergugat adalah 9 perusahaan yang
terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan

128

industri rokok, perusahaan media massa, dan
perusahaan biro iklan.
Pihak penggugat melalui kuasa
hukum dengan koordinator Tulus Abadi,
SH., mengajukan gugatan bahwa berdasarkan
analisa hukum dan fakta-fakta yang
ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa
telah terjadi beberapa pelanggaran perbuatan
melawan hukum, yaitu pelanggaran jam
tayang iklan rokok di media massa elektronik
dan pelanggaran isi substansi iklan rokok di
media massa cetak dan media massa
elektronik.
Gugatan tersebut juga mendapat
dukungan dari berbagai pihak seperti Komite
Nasional Penanggulangan Masalah Merokok
(Komnas PMM), dan Pengurus Pusat
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
Indonesia (PPTI). Walaupun akhirnya pihak
penggugat dinyatakan kalah di pengadilan,
akan tetapi upaya yang dilakukan Tim
Advokasi Gerakan Penanggulangan Masalah
Merokok adalah dalam rangka menegakkan
kewibawaan hukum dan meningkatkan
kesadaran
pihak-pihak
terkait
untuk
mematuhi peraturan perundangan yang
berlaku. Di sisi lain upaya ini telah
memberikan penyadaran kepada semua pihak
bahwa masalah rokok dan perilaku merokok
merupakan masalah yang penting khususnya
bagi kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Berita Pasar Modal, 1980; Industri Rokok di
Indonesia, 1980, 1: 14 – 17.
Direktorat Jenderal Perkebunan Republik
Indonesia,
1990;
Kemungkinan
Pengganti Tanaman Tembakau,
Makalah Seminar Mengenai Rokok,
Jakarta, 20 Maret, 1990.
Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok
(LM3), tanpa tahun; Menanggulangi
Masalah Merokok, LM3, Jakarta.
Matnawi, H., 1997; Budidaya Tembakau
Bawah Naungan, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
McKim, W. A., 1991; Drug and Behavior
(2nd ed.), Prentice Hall, Englewood
Cliffs, New Jersey.

Berbagai Penanggulangan Perilaku Merokok di Indonesia (125–129)
R. Kintoko Rochadi
Universitas Sumatera Utara

Prabandari,
Y.S.,
1994;
Pendidikan
Kesehatan Melalui Seminar Dan
Diskusi
Sebagai
Alternatif
Penanggulangan Perilaku Merokok
Pada remaja Pelajar SLTA Di
Kodya Yogyakarta, PPS UGM,
Yogyakarta,
tesis
(tidak
dipublikasikan).
Sitepoe, M., 2000; Kekhususan Rokok
Indonesia, Penerbit PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Wise, M. B., dan Guerin, M. R., 1986;
Chemical Analysis of The Major
Constituent in Clove Cigarette
Smoke, dalam D. Hoffman dan C. C.
Haris (eds.), Mechanisness in
Tobacco
Carnigogenesis,
Cold
Spring Harbor Laboratory, New
York, 1986: 151 – 162.

Berbagai Penanggulangan Perilaku Merokok di Indonesia (125–129)
R. Kintoko Rochadi

129
Universitas Sumatera Utara