Aspek Hukum Kekerasan dallam Rumah Tangga

1. Bentuk-bentuk Kekerasan Bentuk-bentuk kekerasan berdasarkan Pasal 5 UU PKDRT adalah sebagai berikut : a. kekerasan fisik, berdasarkan Pasal 6 UU PKDRT adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. b. kekerasan psikis, berdasarkan Pasal 7 UU PKDRT perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, danatau penderitaan psikis yang berat terhadap seseorang. c. kekerasan seksual, berdasarkan Pasal 8 UU PKDRT adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut baik untuk kepuasan pribadi maupun tujuan komersial atau tujuan tertentu. d. penelantaran rumah tangga. berdasarkan Pasal 9 UU PKDRT adalah penelantaran dengan tidak memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan dalam lingkup keluarga dan membatasi danatau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Maidin Gultom mejelaskan beberapa bentuk kekerasan yang sering terjadi dalam lingkup rumah tangga : 33 33 Ibid, hlm. 16 a. Phisical abuse kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan fisik menunjukan pada cedera yang ditemukan bukan karena kecelakaan tetapi cedera tersebut adalah hasil dari pemukulan dan beberapa penyerangan fisik lainya. b. Emotional abuse kekerasan emosionalpsikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, kehilangan rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya danatau penderitaan psikis berat pada seseorang. c. Sexual abuse kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga, pemaksaan hubungan seksual terhadap seseorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil danatau tujuan tertentu. d. Penelantaran rumah tangga adalah perbuatan setiap orang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pendidikan terhadap orang tersebut. 2. Sebab-sebab terjadinya KDRT Maidin Gultom menjelaskan ada beberapa sebab yang berhubungan dengan dapat terjadinya KDRT dalam suatu keluarga, diantaranya : 34 a. Psychodynamic model, terjadinya kekerasan karena kurangnya pembelajaran dari seorang ibu, seseorang tidak pernah atau kurang 34 Ibid,hlm. 17-18 mendapatkan pengasuhan dari seorang ibu secara baik, oleh karena itu dia tidak bisa menjadi ibu dan merawat anaknya sendiri. b. Personality or character trait model, terjadinya kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anaknya karena orang tua menganggap anaknya belum cukup dewasa, terlalu agresif, atau berkarakter buruk. c. Social learning model, kurangnya kemampuan sosial, yang ditunjukan dengan perasaan tidak puas karena menjadi orang tua, merasa terganggu dengan kehadiran anak, menuntut anak untuk selalu bersikap dewasa. d. Family structure model, menunjuk pada dinamika keluarga yang memiliki hubungan kausal dengan kekerasa n. e. Enviromental stress model yang melihat anak dan perempuan sebagai sebuah masalah, kualitas lingkungan menjadi penyebab terjadinya kekerasan. f. Social-psycological model, dalam hal ini tingkat stres dan frustasi menjadi faktor utama dalam menyebabkan kekerasan. g. Mental illness model, kekerasan yang terjadi karena suatu penyakit kejiwaan. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan delik aduan hal tersebut tercantum pada Pasal 51 sampai Pasal 53 UU PKDRT, sedangkan ancaman pidana atas tindak pidana KDRT , perbuatan KDRT dipidana berdasarkan UU PKDRT sebagai berikut : a. Kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga pelaku KDRT berdasarkan Pasal 44 ayat 1 UU PKDRT diancam dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00 lima belas juta rupiah, dan jika kekerasan fisik tersebut mengakibatkan luka berat atau jatuh sakitnya korban berdasarkan Pasal 44 ayat 2 UU PKDRT dipidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 tiga puluh juta rupiah, kemudian jika kerasan fisik tersebut hingga mengakibatkan kematian, berdasarkan Pasal berdasarkan Pasal 44 ayat 3 UU PKDRT pelaku diancam dengan dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 empat puluh lima juta rupiah. Namun jika tindakan kekerasan fisik tersebut tidak menimbulkan suatu luka berdasarkan Pasal 44 ayat 4 UU PKDRT maka pelaku hanya dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 lima juta rupiah. b. Kekerasan dalam bentuk kekerasan psikis berdasarkan Pasal 45 ayat 1 UU PKDRT pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 sembilan juta rupiah, sedangkan jika kekerasan psikis tersebut tidak menimbulkan halangan atau suatu penyakit pelaku KDRT berdasarkan Pasal 45 ayat 2 UU PKDRT diancam dengan pidana penjara paling lama 4 empat bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 tiga juta rupiah. c. Tindakan kekerasan seksual yang dilakukan dalam lingkup keluarga berdasarkan Pasal 46 jo Pasal 48 UU PKDRT pelaku KDRT tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 12 dua belas tahun atau denda paling banyak Rp.36.000.000,00 tiga puluh enam juta rupiah. Jika kekerasan seksual tersebut dilakukan dengan tindakan pemaksaan untuk berhubungan seksual maka pelaku diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun atau denda paling sedikit Rp.12.000.000,00 dua belas juta rupiah atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Kemudian jika kekerasan seksual tersebut menimbulkan luka berat yang tidak dimungkinkan untuk sembuh, gangguan kejiwaan, danatau gugurnya kandungan atau matinya janin pelaku kekerasan terseut dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun atau denda paling sedikit Rp.25.000.000,00 dua puluh lima juta rupiah dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. d. Penelantarab terhadap rumah tangga berdasarkan Pasal 49 UU PKDRT pelaku penelentaran dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 lima belas juta rupiah Selain dari pidana pokok yang diancamkan dalam Pasal 44 jo Pasal 49 UU PKDRT berdasarkan Pasal 50 UU PKDRT, hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan terhadap pelaku tindak pidana KDRT berupa : a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku; b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu. 45 BAB III PROSES PENYIDIKAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A. Proses Penyidikan Dalam Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Kekerasan sering dilakukan bersama dengan salah satu bentuk tindak pidana, seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP misalnya pencurian dengan kekerasan Pasal 365 KUHP, penganiayaan Pasal 351 KUHP, perkosaan Pasal 285. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, sedangkan cara bagaimana kekerasan dilakukan atau alat apa yang dipakai, masing-masing tergantung pada kasus yang timbul. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, dari anak-anak sampai dewasa. Proses penyidikan merupakan suatu proses dimana pencarian kebenaran terhadap suatu peristiwa pidana. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidikan investigation adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, kemudian Pasal 1 angka 1 KUHAP menyebutkan penyidikan dilakukan oleh Penyidik yaitu pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 35 35 Yahya Harahap, Loc.Cit Rangkaian proses Sistem Peradilan Pidana dimulai dari adanya suatu peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pidana tindak pidana. Setelah adanya peristiwa pidana baru dimulai suatu tindakan penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan dan penyidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian tindakan yang tidak dapat dipisahkan, walaupun tahap-tahapnya berbeda. Apabila proses penyelidikan disatukan dengan penyidikan maka akan terlihat adanya suatu kesinambungan tindakan yang memudahkan proses selanjutnya. KUHAP memberikan peran kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana secara umum tanpa batasan lingkungan kuasa sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, walaupun KUHAP juga memberikan kewenangan kepada PPNS tertentu untuk melakukan penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Indonesia yang menganut sistem penegakan hukum terpadu Integrated Criminal Justice System yang merupakan legal spirit dari KUHAP. Keterpaduan tersebut secara filosofis adalah suatu instrumen untuk mewujudkan tujuan nasional dari bangsa Indonesia yang telah dirumuskan oleh The Founding Father dalam UUD 1945, yaitu melindungi masyarakat social defence dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial social welfare. 36 36 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana ; Perspektif Eksistensialisme dan Abilisionisme, Cet II revisi, Bina Cipta, Bandung, 1996, hlm 9-10.

Dokumen yang terkait

Peranan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Asusila Anak di bawah umur yang dilakukan oleh Ayah Kandung dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Juncto Undang-undang No

0 29 78

Tinjauan Hukum Mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

0 9 31

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENELANTARAN OLEH SUAMI DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

3 29 59

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 5 18

SKRIPSI IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN

0 3 13

PENDAHULUAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 4 20

PENUTUP IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PROSES PERADILAN.

0 2 9

UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

0 0 12

Peran kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan petasan diwilayah hukum Kepolisian Resort Pangkalpinang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 14

Peranan polisi air dan udara dalam tindak pidana perikanan (Illegal Fishing) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 18