Peranan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Asusila Anak di bawah umur yang dilakukan oleh Ayah Kandung dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Juncto Undang-undang No
PERANAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (POLRI)
TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ASUSILA
ANAK DIBAWAH UMUR YANG DILAKUKAN OLEH AYAH
KANDUNG DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2
TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
JUNCTO
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK
LAPORAN KERJA PRAKTIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kerja PraktikProgram Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia
Oleh
Nama : Dian Pratama Sandi NIM : 31610023
Program Kekhususan : Hukum Pidana
Dibawah Bimbingan: Munthadhirohc Alchujjah, S.H.,LLM
NIP. 4127 33 00 011
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
(2)
(3)
(4)
Nama : Dian Pratama Sandi
TempatTanggal Lahir : Cimahi, 25 Juni 1990
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : MEKARSARI.JL.,LAPANG TEMBAK Rt/Rw
005/007 Kelurahan PADASUKA Kecamatan CIMAHI TENGAH, KOTA CIMAHI.
Telepon : 082126603447
Pendidikan Formal :
- MI AL-Hidayah Cilegon - Banten
- SD Negeri Samangraya 1
Cilegon-Banten
- MTSN SUKASARI CIMAHI
- MAN KALIANDA Lampung Selatan
Daftar riwayat hidup ini di buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada rekayasa yang melebih-lebihkan.
(5)
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHANKATA PENGANTAR………..……… i
DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………... 1
B. Identifikasi Masalah………..……. 6
C. Maksud dan Tujuan………...….... 6
D. Manfaat Kegiatan……….…….. 7
E. Jadwal Penelitian………..……... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoretis Mengenai Peran Polri Dalam Menyelesaikan Dan Menanggulangi Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak Di Bawah Umur….... 9
1. Pengertian Anak………...………...……….………… 9
2. Orang Tua………..……….………..……… 13
3. Pengertian Asusila………..……….……… 13
a. Perbuatan Asusila Terhadap Anak Menurut KUHP ………..……… 14
b. Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak………..…... 15
c. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencabulan Anak.………. 16
d. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ...…..……… 28
e. Hubungan Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak Menurut KUHP Deng Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak………22
(6)
v
2. Ruang Lingkup Perlindungan Anak……..………...………….… 25
3. Pengertian Anak Menurut Para Ahli Hukum ..………..25
4. Pengertian Anak Menurut Peraturan Perundang-Undangan……..………... 26
C. Tinjauan Teoretis Terhadap Instansi POLRESTABES Bandung……….…… 27
1. Sejarah Singkat Mengenai POLRESTABES Bandung………... 57
2. Visi Dan Misi POLRESTABES Bandung……….…....………... 31
3. Tugas POLRI………..…....……….... 35
4. Wewenang POLRI……….. 37
III KEGIATAN KERJA PRAKTIK A. Tugas Harian……….………....…………..…. 42
BAB IV ANALISIS PERAN POLRI DALAM MENYELESAIKAN DAN MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ASUSILA ANAK DI BAWAH UMUR YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG A.PPeran POLRI Dalam Menyelesaikan Dan Menanggulangi indak Pidana Asusila Terhadap Anak Di Bawah Umur…..………... 44
B. Hambatan-Hambatan Yang Ditemui Para Penyidik Polri Dalam Melakukan Proses Penyelidikan Terhadap KorbanTindak Pidana Asusila Anak Di Bawah Umur... 54 C. Realita Kasus Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak Di Bawah Umur... 56
(7)
vi BAB V PENUTUP
A.Simpulan... 63 B. Saran………... 64
DAFTAR PUSTAKA……….. 125
(8)
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Rabb semesta alam, yang atas berkah rakhmatNya kepada kita semua sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan kerja praktek dengan judul “PERANAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (POLRI)
TERHADAP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ASUSILA ANAK DIBAWAH UMUR YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK”
Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah kerja praktik. Tak lupa keselamatan dan kesejahteraan tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberi ketauladanan sehingga kita bisa menjadi umat yang selamat di dunia dan di akhirat, begitu pula kepada keluarganya dan para sahabatnya serta kaum muslimin dan muslimat sampai akhir jaman.Aamiinn…
Peneliti menyadari bahwa penyusunan laporan kerja praktik ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dilihat dari segi tata bahasa, isi bahasa, maupun sistimatikanya. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman peneliti dalam membuat suatu karya ilmiah. Untuk itu peneliti sebagai manusia biasa sangat mengharapkan saran dan kritiknya dari semua pihak yang membangun dan perbaikan penyusunan karya ilmiah berikutnya.
Dalam menyusun laporan ini tak lupa peneliti seharusnya dan sepatutnya menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua, dan saudara/i yang telah banyak mendukung secara moril dan materil
2. Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, SH.,MS., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia
(9)
3. Munthadhiroh Alchujjah SH., LLM. Selaku Dosen pembimbing I yang telah membimbing dengan sabar hingga terselesaikannya laporan ini. 4. Arinita Sandria, SH., MHum. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dengan sabar dan tekun sampai laporan ini terselesaikan. 5. Aiptu. Bambang s. Selaku Pembimbing dari Instansi Ke Polisian
POLRESTABES Bandung unit Reserse POLRESTABES Bandung. 6. Fitria Yanuari selaku teman yang senantiasa sabar membantu dan
mendampingi hingga laporan ini selesai.
7. Semua teman-teman seperjuangan yang selalu mendukung : Arman marlando, Ricky haryanto nugroho, Adek, Fitria yanuari, Endang Mukti Aristanti,Farhan azis, Widia Magdewijaya, Rhmdhan, Jajang supryatna, M Basit, Adit, yang juga selalu setia menemani dan membantu hingga laporan ini juga selesai.
Dan hanya Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya serta do’a yang
dapat peneliti berikan, semoga Allah membalas semua kebaikan para pihak yang telah membantu baik berupa moril maupun materil, semoga Allah menjadikan amal sholeh yang dapat menjemput di hari kemudian.
Terakhir harapan peneliti semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti umumnya bagi yang mendambakan ilmu pengetahuan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bandung, Februari 2014
(10)
BUKU
Abdul Wahid & Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban
Kekerasan Seksual Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2011.
Poerwo Darminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka.
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,
jakarta,1998.
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan), BIP
Kelompok Gramedia, Jakarta, 2004.
Muladi, Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni,
Bandung,1992.
Kemal Dermawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya
Bakti,Bandung,1994
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Leden Marpaung, Kejahatan terhadap Kesusilaan dan Masalah
Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, 2004
Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2007
Made Sadhi Astuti, Hukum Pidana Dan Perlindungan Anak, Malang,
Universitas Negeri Malang,2002
B.Simanjuntak, Hukum Acara Pidana dan Tindak Pidana, Tarsito,
bandung, 1982
(11)
S.A. Soehardi, Kamus Populer Kepolisian, Wira Raharja, 2005
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, SAinar Grafika, Jakarta,
2008
SUMBER LAIN PERATURAN
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Wipress, 2006, Hlm 96.
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Visimedia, Jakarta, 2007
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002
INTERNET
http://waroengkemanx.blogspot.com/2010/06/pelecehan-seksual-teori-dan-hukum.html diakses tanggal 6 febuari pukul 13 .35 wib 2014
Hentikahttp://reskrim-restabesbandung.blogspot.com/p/selamat-datang-di-website-satreskrim.html diakses pada hari rabu tanggal 5 febuari pukul 15.32 wib, 2014
Seto Mulyadi, Nasib Anak-Anak Di Indonesia Kini, Kompas, Sabtu, 22 Juli 2006
Sijori Mandiri Online (Suara Hati Masyarakat Kepri), diakses pada hari sabtu 8 Februari 2014, pukul 12.33
(12)
http://polwiltabesbandung.com/about-us/sejarah-singkat.html, di akses pada Hari Jumat, Tanggal 2 4 Januari, pukul 16.25 WIB.
SelamatkanAnak-Anak-Kita,http://semburatjingga.blogspot
Perasaan Takut Anak Terkena Kejahatan Seksual, http://anakbayi. Com/Tanya jawab/perasaantakut-anak-terkena-kejahatan-seksual, diakses pada tanggal 28 januari 2013
WAWANCARA
Wawancara dengan Anggota Unit PPA, Briptu Agnes w , tanggal 23 januari 2014
Wawancara dengan Anggota Unit PPA, Aiptu Wahyu sujono , tanggal 23 januari 2014
Wawancara dengan Kanit PPA Polrestabes Bandung Suryaningsih.SH.25 Januari 2014
(13)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahPolisi Resor Kota Besar (selanjutnya disebut dengan POLRESTABES) merupakan salah satu lembaga yang bertugas memelihara keamanan, ketertiban, menegakkan hukum, memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. POLRESTABES merupakan perwakilan Polisi Daerah (POLDA) yang ditempatkan di wilayah kota besar yang terletak di wilayah Republik Indonesia. Salah satu POLRESTABES yang ada di Indonesia terdapat di Kota Bandung, yaitu di JL. Merdeka No. 16, 18 dan 20
Bandung.1
Kaitan antara Satuan Reserse Kriminal Polresltabes Bandung (Kesatuan Reskrim Polrestabes Bandung) dengan laporan kerja praktik yang peneliti ajukan adalah, karena tempat di mana peneliti melaksanakan kerja praktik sebagai matakuliah wajib yang harus di ambil pada semester 7 (tujuh) jurusan hukum, Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia adalah Satuan Reserse Kriminal Polresltabes Bandung (Kesatuan Reskrim Polrestabes Bandung).
Kesatuan Reskrim tersebut merupakan salah satu unsur pelaksana pada Polrestabes Bandung yang memiliki wewenang melakukan penyelidikan dan penyidikan. Fenomena tindak kejahatan yang selalu terjadi dalam
1 http://reskrim-restabesbandung.blogspot.com/p/selamat-datang-di-website-satreskrim.html diakses pada hari rabu tanggal 5 febuari pukul 15.32 wib, 2014
(14)
masyarakat salah satunya adalah kejahatan seksual dan pelecehan seksual. Kejahatan ini merupakan suatu bentuk pelangaran atas norma kesusilaan.
Pengertian kejahatan seksual, ada yang mengasumsikan bahwa khusus kata kejahatan dan seksual tersebut dapat diringkas menjadi dua kata saja, yakni ‘kejahatan seksual” atau ada pula yang mempertanyakan, apakah tidak setiap kejahatan itu mengandung unsur-unsur kekerasan atau apakah tidak setiap tindakan kekerasan itu dapat dikatakan sebagai komponen kejahatan perlu diketahui misalnya dalam prespektif masyarakat pada lazimnya bahwa kejahatan seksual itu bermacam-macam , seperti perzinahan , homo seksual , kumpul kebo (samen leven) dan ada di antaranya kejahatan seksual (sexual crime) atau kejahatan kesusilaan itu yang dilakukan dengan kekerasan seperti, pengidap kelainan seksual dan baru terpenuhi kebutuhan seksualnya
jika dilayani dengan cara-cara kekerasan.2
Pengertian pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Pelecehan seksual merupakan bentuk dari deskriminasi seksual. Menurut kamus besar Indonesia pengertian pelecehan seksual adalah pelecehan yang merupakan bentuk pembendaan dari kata kerja
melecehkan yang berarti menghinakan, memandang rendah, dan
mengabaikan. Seksual memiliki arti hal yang berkenan dengan seks atau jenis kelamin, hal yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki
dan perempuan3. Berdasarkan pengertian tersebut maka pelecehan seksual
2 Abdul Wahid & Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm 25
3 Poerwo Darminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, 1984,Hlm 110.
(15)
3
berarti suatu bentuk penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal-hal yang berkenan dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan. Pelecehan seksual mengandung unsur -unsur yang meliputi :
1. Suatu perbuatan yang berhubungan dengan seksual,
2. Pada umumnya pelakunya laki -laki dan korbannya perempuan, 3. Wujud perbuatan berupa fisik dan nonfisik,
4. Tidak ada kesukarelaan.
Dari pengertian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa unsur utama yang membedakan pelecehan seksual atau bukan adalah tindakan suka sama suka”4.
Masalah kejahatan asusila di negara ini sendiri telah terakomodasi dalam sistem perundang-udangan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang meliputi kejahatan pornografi, persetubuhan, perzinaan dan perkosaan. Masalah kejahatan asusila memerlukan penanganan yang serius dari aparat penegak hukum, selain itu juga memerlukan kewaspadaan dari setiap elemen masyarakat karena kejahatan asusila dapat terjadi kapan
saja, di mana saja dan kepada siapa saja.5
Kejahatan asusila yang banyak terjadi di Indonesia salah satunya adalah perkosaan. Kasus perkosaan tidak hanya terjadi pada wanita dewasa tetapi terjadi juga pada anak-anak di bawah umur, terjadinya perkosaan terhadap anak di bawah umur, diakibatkan karena lemahnya pengawasan orang tua terhadap setiap kegiatan anak mereka masing-masing.
4 http://waroengkemanx.blogspot.com/2010/06/pelecehan-seksual-teori-dan-hukum.html diakses tanggal 6 febuari pukul 13 .35 wib 2014
5 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, jakarta,1998, Hlm.43.
(16)
Kejahatan asusila yang terjadi pada anak, tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak di kenal, tetapi dapat dilakukan juga oleh pelaku yang memiliki hubungan dekat dengan korban (anak). Hal ini sangat memprihatinkan mengingat bahwa lingkungan di sekitar yang seharusnya merupakan tempat yang paling aman ternyata tidak seaman yang dipikirkan
baik untuk orang yang telah dewasa bahkan lebih berbahaya bagi anak-anak.6
Membahas mengenai korban yang merupakan seorang anak, hal tersebut dapat dikaitkan dengan perlindungan terhadap anak. Kasus kekerasan terhadap anak di tanah air menunjukan intensitas yang terus meningkat. Diperkirakan, setiap satu hingga dua menit terjadi tindak
kekerasan pada anak dan setiap tahun tercatat 788.000 kasus.7
Catatan Komnas Anak pada tahun 2011 mencapai 110 kasus, meliputi kekerasan
seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan psikis serta penelantaran.8
Sementara tahun 2012 sampai dengan pertengahan tahun 2013 sudah tercatat 192 kasus, meliputi 52 persen kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan sisanya kekerasan psikis dan penelantaran. Berdasarkan angka kekerasan terhadap anak tersebut di atas, menurut Ketua Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Giwo Rubianto Wiyogo, kasus yang paling menonjol adalah kekerasan seksual dan justru dilakukan orang tua kandung atau orang
terdekatnya.9
Mengantisipasi segala bentuk kejahatan tersebut dan memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, maka perlu dibentuk suatu
6Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan), BIP Kelompok Gramedia, (Jakarta, 2004.)hal. 43.
7Hentikan kekerasan Terhadap Anak, Kompas.Sabtu, 22 Juli 2006 hal. 13 8Seto Mulyadi, Nasib Anak-Anak Di Indonesia Kini, Kompas, Sabtu, 22 Juli 2006.
9Sijori Mandiri Online (Suara Hati Masyarakat Kepri), diakses pada hari sabtu 8 Februari 2014, pukul 12.33 wib
(17)
5
lembaga atau instansi yang berwenang dalam menangani hal-hal tersebut. Indonesia membentuk suatu Instansi atau lembaga yang mempunyai tugas dan wewenang seperti hal di atas yang dikenal dengan nama Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah merupakan salah satu aparat penegak hukum selain hakim dan kejaksaan yang mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyelidikan
dan penyidikan terhadap suatu kasus pidana.10 Dengan perkataan lain aparat
negara (POLRI) yang mencari serta mengumpulkan bukti-bukti untuk menemukan tersangka dan mencari serta menemukan suatu peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana.11 Oleh karena itu Kepolisian Negara Republik
Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem hukum pidana di Indonesia.
Kasus yang telah peneliti dapatkan di Polrestabes Bandung dengan nomor laporan polisi: LP/2757/XI/2013/JBR/POLRESTABES BDG terkait dengan tindak pidana asusila terhadap anak di bawah umur. Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 12 November 2013 sekitar jam 17.00 WIB, dilakukan oleh tersangka dengan inisial AA, terhadap korban dengan inisial mawar yang baru duduk di kelas 2 SD. Tersangka melakukan tindak kekerasan seksual berupa perkosaan, dimana Tersangka merupakan ayah kandung korban. Modus Operandi Tersangka menyetubuhi korban dengan mengancam menggunakan pisau,dan melakukan kekerasan fisik dengan cara menampar,memukul dan menendang korban. Tempat kejadian perkara
10Muladi, Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung,1992, Hlm. 108
11Kemal Dermawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya Bakti,Bandung,1994 Hlm.24.
(18)
tersebut berada di Gang Flamboyan, Kelurahan Sekeloa, Kecamatan Coblong Kota Bandung.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti mengangkat judul
laporan kerja praktik, yaitu:
Peran Polisi Republik Indonesia (POLRI)
Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Asusila Anak Di Bawah Umur Yang Dilakukan Oleh Ayah Kandung Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Juncto Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
B.
Identifikasi Masalah
1. Bagaimana peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menyelesaikan dan menanggulangi Tindak Pidana asusila terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh ayah kandung?
2. Hambatan-hambatan apa yang ditemui para anggota Polri sebagai penyidik dalam melakukan proses penyelidikan terhadap korban tindak pidana asusila anak di bawah umur yang dilakukan oleh ayah kandung?
C. Maksud dan Tujuan
Peneliti dalam melakukan penelitian mengenai Tindak Pidana Asusila memiliki maksud dan tujuan untuk menggambarkan :
a. Mengetahui dan memahami peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menyelesaikan dan menanggulangi Tindak Pidana asusila terhadap anak di bawah umur .
b. Mengetahui dan memahami Hambatan-hambatan apa yang ditemui para anggota Polri sebagai penyidik dalam melakukan proses
(19)
7
penyelidikan terhadap korban tindak pidana asusila anak di bawah umur
D. Manfaat Kegiatan
Manfaat kegiatan penelitian di harapkan berguna untuk :
1. Memberikan informasi dalam setiap perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana secara khusus yang berkaitan dengan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini yaitu kasus Tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh ayah kandung. 2. Memberikan wawasan dan pengetahuan khususnya kepada peneliti dan
para civitas akademika pada umumnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penerapan Delik Tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh ayah kandung.
E. Jadwal Penelitian
Saat peneliti melakukan kerja praktek di Satuan RESKRIM POLRESTABES Bandung, penelitian dilakukan terhitung mulai tanggal 30 September sampai dengan 30 November 2013. Adapun kegiatan yang dilakukan penulis adalah melakukan teknik dan pengumpulan data.
1. Data primer dari penulisan ini diperoleh melalui wawancara (interview) wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penulisan secara sistematis berhubungan dengan masalah yang ada.
2. Data sekunder dalam penulisan ini diperoleh dari studi
dokumentasi.Studi dokumentasi dilakukan dengan cara
(20)
perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan rumusan masalah yang diteliti.
Tabel 1.1
No. KEGIATAN
BULAN SEPT
2013
OKT 2013
NOV 2013
DES 2013
JAN 2014
FEB 2014
1. Persiapan dan
Kerja Praktik
2. Pengumpulan Data
3. Bimbingan Laporan
Kerja Praktik
4. Penulisan Laporan
Kerja Praktik
5. Pengolahan Data
6. Analisis Data
7. Penyusunan Hasil
KP dalam bentuk laporan
8. Sidang Laporan
Kerja Praktik
9. Perbaikan
10. Penjilidan 11. Pengesahan
(21)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoretis Mengenai Peran Polri dalam Menyelesaikan dan Menanggulangi Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak di bawah umur.
1. Pengertian Anak
Anak Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak pasal 1 ayat 2 berbunyi :
“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun dan belum pernah kawin “
Pasal 47 Konvensi PBB mengenai Hak-hak Anak berbunyi:
“Anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 (delapan
belas) tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal “.
Pasal ini mengakui bahwa batas usia kedewasaan dalam aturan
hukum sebuah Negara mungkin berbeda dengan ketentuan konvensi PBB
tentang Hak-hak anak12. Pengertian tersebut tidak terlihat permulaan atau
dimulainya status anak. Sejak anak tersebut lahir ataupun sejak anak tersebut masih dalam kandungan ibunya. Pada bagian Mukadimah dinyatakan bahwa anak dikarenakan ketidakmatangan jasmani dan mentalnya memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk perlindungan hukum yang layak sebelum dan sesudah kelahirannya.
12 Darwin Prist, Hukum Anak Indonesia, Aditya Bhakti, Bandung, 2003, hlm 103-104.
(22)
Hak anak tertuang dalam Pasal 4 samapi Pasal 19 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 4 berbunyi :
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.”
Pasal 5 berbunyi :
“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.”
Pasal 6 berbunyi :
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua.”
Pasal 7 berbunyi :
“(1)Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan
diasuh oleh orang tuanya sendiri.
(2)Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Pasal 8 berbunyi :
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.”
Pasal 9 berbunyi :
“(1)Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(23)
11
(2)Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan pendidikan khusus.”
Pasal 10 berbunyi :
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan.”
Pasal 11 berbunyi :
“Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12 berbunyi :
“Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.”
Pasal 13 berbunyi :
“(1)Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak
lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2)Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku
(24)
Pasal 14 berbunyi :
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.”
Pasal 15 berbunyi :
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.”
Pasal 16 berbunyi :
“(1)Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2)Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(3)Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.”
Pasal 17 berbunyi :
“(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a.mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b.memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c.membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. (2)Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual
atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.”
Pasal 18 berbunyi :
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
(25)
13
Pasal 19 berbunyi :
“Setiap anak berkewajiban untuk :
a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.”
2. Orang Tua
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak berbunyi :
“Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau
ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.”
Kewajiban orang tua tertuang dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berbunyi :
“(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. (2)Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui
keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengertian Asusila
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma atau kaidah
kesopanan yang saat ini cenderung banyak terjadi kalangan masyarakat, 13
(26)
a. Perbuatan Asusila Terhadap Anak Di Bawah Umur Ditinjau Dari Aspek Hukum Positif.
1) Perbuatan Asusila Terhadap Anak Menurut KHUP.
Landasan yuridis mengenai tindak pidana asusila sendiri diatur dalam KUHP pada bab XIV buku ke II, yaitu Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP, yang mengkatagorikan pencabulan tersebut sebagai kejahatan terhadap kesusilaan. Sedangkan pencabulan terhadap anak diatur dalam Pasal 290 ayat (2) dan (3), Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294 ayat (1), Pasal 295 KUHP. Pasal 290 KUHP ayat (2), dan (3) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
Pasal 290 berbunyi :
“(2)barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
(3)barang siapa mebujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan asusila,atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain.”
Pasal 292 KUHP
“Orang dewasa melakukan perbuatan cabul dengan orang lain
sesama kelamin yang diketahuinya atau sepatutnya harus di duganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara lima
tahun”.
Pasal 293 KUHP
“(1)Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalah gunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau mebiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(27)
15
(2)Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.
(3)Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan bulan dan dua belas tahun.” Pasal 294 KUHP ayat (1) dan (2) butir ke-2
“a.Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
b.Diancam dengan pidana yang sama(2) pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara,tempat pekerjaan Negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit,rumah sakit jiwa atau lembaga social, yang melakuakan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.”
Pasal 295 KUHP
“(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau
penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh
bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain;
(2)Dengan pidana penjara paling lama empat tahun berang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain.”
b. Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak Menurut Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Landasan yuridis mengenai tindak pidana asusila terhadap anak di bawah dalam Undang-Undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak Pasal 82 juga diaturmengenai ketentuan pidana bagi seseorang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, dan lain-lain.
(28)
Pasal 82 berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul, di pidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga )tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.0000.000 (enam puluh juta rupiah).”14
c. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencabulan Anak
a. Unsur-Unsur Tindak Asusila Terhadap Anak Menurut KUHP Pasal 290
ayat (2) dan (3) KUHP.
Kejahatan pada ayat 2, mempunyai unsur-unsur: Unsur-unsur objektif:
a. Perbuatannya: perbuatan cabul;
b. Objeknya: dengan seorang yang umurnya belum 15 tahun, atau Jika tidak jelas umurnya orang itu belum waktunya untuk di kawin Unsur subjektif:
a. Diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum 15 tahun perbuatan asusila selalu terkait dengan perbuatan tubuh atau bagian tubuhterutama pada bagian-bagian yang dapat merangsang nafsu seksual. Misalnya alat kelamin, buah dada, mulut,dan sebagainya yang dipandang melanggar kesusilaan umum.15
Unsur objek kejahatan yang menurut pasal 290 ayat (2) dapat seorang laki – laki atau seorang perempuan.
Kejahatan pada ayat (3), mempunyai unsur-unsur:
14Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Visimedia, Jakarta, 2007, hal 45.
15
Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
(29)
17
Unsur-unsur objektif:
a. Perbuatannya: membujuk;
b. Objeknya: orang yang umurnya belum lima belas tahun; atau Jika umurnya tidak jelas belum waktunya untuk dikawin;
c. Untuk: Melakukan perbuatan cabul; d. Dilakukan perbuatan cabul; atau e. Bersetubuh di luar perkawinan; Unsur subjektif:
a. Umurnya belum lima belas tahun, atau jika tidak jelas umurnya yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.Membujuk (verleiden) adalah perbuatan mempengaruhi kehendak orang lain agar kehendak orang itu sama dengan kehendaknya. Pada membujuk adalah menarik kehendak orang yang bersifat mengiming-imingi.Sifat mengimingimingi lebih tepat, berhubung orang yang dibujuk adalah anak-anak yang secara psikis masih lugu atau polos yang lebih mudah dipengaruhi kehendaknya dari pada orang dewasa.16
Pasal 292 KUHP
“Unsur-unsur objektif
a. Perbuatannya: perbuatan cabul; b. Pembuatnya: orang dewasa;
c. Objeknya: orang sesama jenis kelamin yang belum dewasa.” Unsur subjektif:
Pasal 293 KUHP
“Unsur-unsur objektif:
a. Perbuatannya: menggerakan; b. Cara-caranya:
1) Memberi uang atau barang;
2) Menjanjikan memberi uang atau barang;
16
(30)
3)Menyalah gunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan;
4) Penyesatan;
c. Objeknya: orang yang belum dewasa; d. Barang siapa
e. Untuk melakukan perbuatan asusila; f. Dilakukan perbuatan asusila dengannya;”
Diketahuinya atau selayaknya harus diduganya tentang belum kedewasaannya. Perbuatan “menggerakan” (bewegen) adalah perbuatan mempengaruhi kehendak orang lain ke arah kehendaknya sendiri., atau agar sama dengan kehendaknya sendiri. Jadi, objek yang dipengaruhi adalah kehendak atau kemauan orang lain.17Memberi uang atau barang adalah
menyerahkan uang atau barang dengan maksud untuk dimiliki atau menjadikan miliknya. Setelah perbuatan dilakukan,maka uang atau barang yang diberikan akan menjadi milik orang yang diberi.18Menjanjikan memberi uang atau barang,
ada persamaan dengan member uang atau barang dalam arti untuk dijadikan milik.
Perbedaannya pada memberikan, setelah perbuatan dilaklukan, uang dan atau barang telah beralih kekuasaannya pada orang yang diberi. Akan tetapi, pada perbuatan menjanjikan,setelah perbuatan dilakukan, uang atau barang itu belum diserahkan, dan akan diserahkan kemudian, tidak pada saat janji diucapkan. Di dalam perbuatan menjanjikan harus dapat memberi kepercayaan kepada orang yang menerima janji, dan kepercayaan yang terbentuk inilah yang menyebabkan orang lain itu yang belum dewasa dengan sukarela melakukan perbuatan asusila atau dilakukan perbuatan asusila terhadapnya.19
17Ibid, Hlm 91
18Ibid, Hlm 93 19Ibid, Hlml 93
(31)
19
Pasal 294 ayat (1) dan (2) butir ke-2 KUHP Kejahatan ayat 1 mempunyai unsur-unsur berikut
Unsur-unsur objektif:
“a. Perbuatannya: perbuatan cabul; b. Objek: dengan:
1) Anaknya yang belum dewasa; 2) Anak tirinya yang belum dewasa; 3) Anak angkatnya yang belum dewasa;
4)Anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa; yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya;
5) Pembantunya yang belum dewasa; 6) Bawahannya yang belum dewasa.”
Menurut Pasal 294 ayat (1), terdapat hubungan antara pelaku perbuatan asusila dengan orang yang menjadi korban perbuatan asusila. Hubungan ini ada dua macam, yakni:
“1.Hubungan kekeluargaan dimana pelaku memiliki kewajiban hukum untuk melindungi, menghidupi, memelihara, mendidiknya, dan hubungan ini dipandang mempermudah pelaksanaan kejahatan. hubungan kekeluargaan ini, misalnya antara orang tua dengan anak kandungnya, anak angkatnya, anak tirinya yang belum dewasa. 2.Hubungan di luar kekeluargaan, tetapi di dalam nya tumbuh
kewajiban hukum untuk memeliharanya, menghidupinya, ialah pada hubungan antara si pembuat dengan anak belum dewasa yang pengawasannya, pendidikannya, pemeliharaannya diserahkan kepadanya dengan pembantunya atau bawahannya yang belum dewasa.Yang dimaksud anaknya ialah anak kandungnya. Anak tirinya adalah anak yang diperoleh dari perkawinan bekas istri atau bekas suaminya dengan suami atau istrinya yang terdahulu. Anak angkatnya adalah anak orang lain yang diangkat anak (diadopsi) oleh suatu keluarga menjadi anak angkat, dipelihara,dibesarkan, di didik, diperlakukan sama dengan anak kandung sendiri. Anak yang pemeliharaannya, pendidikannya atau penjagaannya diserahkan padanya ialah anak karena hukum melahirkan adanya kewajiban hukum seperti itu, misalnya anak yatim piatu yang karena penetapan hakim diserahkan kepadanya sebagai walinya.Pembantunya ialah orang yang bekerja pada rumah tangganya, misalnya untuk yang laki-laki disebut bujangnya.”
Sementara itu, yang dimaksud dengan bawahannya ialah bawahan dalam hubungan pekerjaan.Kejahatan ayat (2) butir ke-2, memiliki unsur-unsur berikut
(32)
“a. seorang pengurus; seorang dokter; seorang guru; seorang pegawai; seorang pegawai; seorang pengawas; seorang pesuruh;
b. dalam penjara; tempat pekerjaan Negara; tempat pendidikan; rumah piatu, dirumah sakit; di rumah sakit jiwa; di lembaga social;
c. perbuatannya: perbuatan asusila;
d. objek: dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya
.
”
Pasal 295 KUHP
Rumusan pada ayat (1) butir ke-1, memiliki unsur-unsur sebagai berikut: Unsur-unsur objektif:
“a. Perbuatannya:
1) Menyebabkan perbuatan cabul; 2) Memudahkan perbuatan cabul; b. Objek:
1) Oleh anaknya yang belum dewasa; 2) Oleh anak tirinya yang belum dewsa; 3) Oleh anaknya yang belum dewasa;
4) Oleh anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa;
5)Oleh orang yang pemeliharaannya, pendidikannya atau
penjagaannya diserahkan kepadanya yang belum dewasa; 6) Oleh pembantunya yang belum dewasa;
7) Oleh bawahannya yang belum dewasa; c. Dengan orang lain;
Unsur subjektif: d. Dengan sengaja
Perbuatan menyebabkan ialah segala bentuk perbuatan
yangmenimbulkan suatu akibat, akibat perbuatan asusila anak-anaknyadan lain-laindengan orang lain. Dalam perbuatan ini terkandung makna bahwa orang yang berbuat melakukan perbuatan asusila dengan orang lain tersebut, semula tidak mempunyai kehendak berbuat asusila. Perbuatan Pelaku yang menimbulkan akibat dilakukannya perbuatan asusila. Perbuatan memudahkan
perbuatan cabul” adalah perbuatan dengan bentuk apa pun yang sifatnya memberi kemudahan, yakni dengan cara menolong atau memperlancar dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya dengan orang lain.”
Kejahatan menyebabkan atau mempermudah perbuatan asusila ini, unsur mengenai objek korbannya sama dengan kejahatan kesusilaan dalam Pasal 294 ayat (1). Perbedaannya ialah bahwa pelaku menurut Pasal 294 adalah orang yang melakukan perbuatan asusila itu sendiri, sedangkan anaknya, anaktirinya dan lain-lain adalah objek kejahatan atau
(33)
21
mereka berkualitas sebagai korban. Tetapi, menurut Pasal 295 ayat (1) subjek hukum atau pelaku nya adalah tidak melakukan perbuatan asusila, melainkan melakukan perbuatan menyebabkan atau mempermudah perbuatan asusila, yang melakukan perbuatan asusila itu adalah orang lain yang in casu anaknya, anak angkatnya dan lain-lain dengan orang lain.
Rumusan pada ayat (1) butir ke-2 terdapat unsur-unsur berikut.
“Unsur-unsur objektif: a. Perbuatan:
1) Menyebabkan perbuatan asusila; 2) Memudahkan perbuatan asusila
b. Selain yang tersebut dalam butir 1 di atas; c. Oleh orang yang belum dewasa;
Unsur subjektif:
a. Dengan sengaja; yang diketahuinya belum dewasa; yang sepatutnya harus diduga belum dewasa.”
Kejahatan kesusilaan dalam ayat (1) butir ke-2 unsur perbuatan materiilnya sama dengan unsur perbuatan materiil kejahatan dalam butir ke-1.perbedaan yang mencolok, ialah orang-orang yang dipermudah berbuat asusila adalah orang yang lain dari tujuh kualitas orang tersebut dalam butir 1. Perbedaan lainnya dapat dilihat sebagai berikut:
1. unsur kesalahan pada butir ke-2 ini ada 3 macam, yakni dengan sengaja; yang diketahui nya belum dewasa; dan yang sepatutnya harus diduganya belumdewasa. Sedangkan pada butir ke-1 hanya kesengajaan saja.
2. pembuat pada butir ke-1 tidak perlu mengetahui atau sepatutnya harus menduga akan kebelum dewasaan anaknya, anak angkatnya dan lain-lain yang melakukan perbuatan cabul yang dipermudah olehnya tersebut. Tetapi pada butir ke-2 pengetahuan atau sepatutnya harus
(34)
menduganya tentang ke belum dewasaannya itu menjadi suatu keharusan.
d. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 82 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Kejahatan pada Pasal 82, memiliki unsur-unsur berikut :
Unsur objektif a. Perbuatan:
1) Melakukan perbuatan asuila;
2) Membiarkan dilakukan perbuatan asusila; b. Cara-caranya:
1) Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan; 2) Memaksa;
3) Melakukan tipu muslihat; 4) Serangkaian kebohongan; atau 5) Membujuk anak
c. Objeknya: anak Unsur subjektif:
a. Dengan sengaja
e. Hubungan Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak Menurut KUHP dengan Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Bentuk-bentuk pencabulan anak khusus selain dirumuskan dalam KUHP di luar Bab XIV, juga terdapat di luar KUHP.Dalam
(35)
Undang-23
Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. perlindungan anak khusus baik yang ada di dalam KUHP (diluar Bab XVI Buku II) maupun diluar KUHP, juga masihada hubungannya dengan bentuk-bentuk pencabulan dalam Bab XVI KUHP.Meskipun penerapan pidananya tetap berdasarkan bentuk pencabulan anakkhususnya.Hal ini
didasarkan pada azas lex specialis derogat legi generalis. Ada 6 ciri
sebagai indiktor tindak pidana lex specialis dari suatu lex generalis.20
1. Dalam tindak pidana lex specialis harus mengandung semua
unsur pokoktindak pidana lex generalis. Ditambah satu atau
beberapa unsur khusus dalam lex specialis yang tidak terdapat
dalam lex generalisnya.Unsur yang disebutkan terakhir sebagai
unsur khususnya yang menyebabkan tindak pidana tersebut
merupakan lex specialis dari suatu lex generalis. Dicontohkan
Pasal 82 UU Perlindungan Anak sebagai lex specialis dari Pasal 290 ayat (2) danayat (3), Pasal 292, Pasal 293,Pasal 294 ayat (1) dan ayat (2) butir ke-2, Pasal 295 KUHP. Untuk terbukti adanya pencabulan anak menurut Pasal 82 UUPerlindungan Anak, telebih dulu harus terbukti adanya perbuatan asusila terhadap anak dalam Pasal 290 ayat (2) dan ayat (3),Pasal 292, Pasal 293,Pasal 294 ayat (1) danayat (2) butir ke-2, Pasal 295 KUHP sebagai lex generalis pencabulan anak.Ditambah satu lagi unsur khususnya, ialah terbukti pula pencabulan tersebut adalah pencabulan anak.
2. Ruang lingkup tindak pidana bentuk umum dan bentuk
khususnya harus sama.Misalnya lex generalis perbuatan
asusila terhadap anak, lex spesialisnya juga pencabulan anak. 3. Harus terdapat persamaan subjek hukum tindak pidana lex
specialis dengan subjek hukum lex generalis. Kalau subjek
20Adami Chazawi, 2009, Hubungan Antara Penghinaan Khusus dengan Penghinaan Umum, [email protected] id (1 Juli 2009)
(36)
hukum lex generalis nya orang,maka subjek hukum lex specialisnya juga harus orang.
4. Harus terdapat persamaan objek tindak pidana antara lex specialis dengan objek lex generalis. Kalau objek tindak pidana lex generalis adalah orang yang belum dewasa, maka objek tindak pidana lex specialisnya juga orang yang belum dewasa. 5. Harus ada persamaan kepentingan hukum yang hendak
dilindungi dalam lex specialis dengan lex generalisnya. Kalau
kepentingan hukum yang hendak di lindungi dalam lex generalis adalah kepentingan hukum mengenai orang yang belum dewasa yang telah menjadi korban perbuatan asusila, maka lex specialisnya juga demikian.
6. Sumber hukum lex specialis harus sama tingkatannya dengan
sumber hukum lex generalis nya. Jika lex generalis bersumber
pada undang-undang. Sumber lex specialisnya juga harus Undang-Undang. Jika tidak sama tingkatan nya, azas lex specialis derogat legi generali tidak berlaku. Karena dapat
berbenturan dengan azas berlakunya hukum “lex superior
derogat legi inferiori”.Hukum yang bersumber yang lebih tinggi meniadakan berlakunya hukum yang bersumber lebih rendah.
Ciri-ciri lex specialis tersebut diatas berlaku secara kumulatif. Bila tidak
memenuhi salah satu dari indikator tersebut diatas, suatu norma tindak pidana
tidak dapat disebut lex specialis. Jadi, Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut sebagai lex spesialis dari bentuk perbuatan asusila terhadap anak dalam pasal di KUHP.
(37)
25
B. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Anak
1. Pengertian Tentang Hukum Perlindungan Anak
Menurut Gosita, hukum perlindungan anak adalah hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis yang menjamin anak-anak benar-benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.21
Pengertian tentang hukum perlindungan anak dalam dua pengertian yakni: (1) dalam pengertian luas, yaitu segala aturan hidup yang memberi perlindungan kepada mereka yang belum dewasa dan memberi kemungkinan bagi mereka untuk berkembang; dan (2) dalam pengertian sempit yaitu perlindungan hukum yang terdapat dalam keadaan hukum perdata, ketentuan hukum pidana, dan ketentuan hukum acara.22
2. Ruang Lingkup Perlindungan Anak
Perlindungan anak dapat dibedakan dalam dua sifat:
a. Perlindungan yang bersifat yuridis meliputi perlindungan dalam bidang hukum public, dan bidang hukum keperdataan.
b. Perlindungan yang bersifat non yuridis meliputi bidang sosial, bidang kesehatan, dan bidang pendidikan.23
3.Pengertian Anak Menurut Ahli Hukum
Menurut Shanty Dellyana yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum dewasa dan menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental fisik belum dewasa).
Menurut Atmasasmita, anak adalah seorang yang masih dibawah usia tertentu dan belum dewasa serta belum kawin. Sedangkan menurut Soejono
21
Made Sadhi Astuti, Hukum Pidana Dan Perlindungan Anak, Malang, Universitas Negeri Malang,2002, Hlm 5
22
J.E .Doek dan H.M.A. Drewes dikutip dalam, Ibid, Hlm 5
23 Ibid
(38)
anak menurut hukum adat adalah mereka yang belum menentukan tanda-tanda
fisik belum dewasa.24
Berdasarkan pengertian anak tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian anak adalah mereka yang masih mudausia dan muda dalam jiwanya, sehingga mudah terpengaruh lingkungan sekitar.
4.Pengertian Anak Menurut Peraturan Perundang-Undangan
Dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia terdapat pluralism
mengenai pengertian anak.Hal ini dikarenakan setiap peraturan perundang-undangan mengatur secara tersendiri mengenai pengertian anak. Berikut ini akan disebutkan beberapa pengertian anak menurut berbagai peraturan perundang-undanganyang berlaku di Indonesia.
a. Pengertian anak menurut KUHP
Pasal 45 KUHP mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila belumberumur enam belas tahun.
b. Pengertian anak menurut Hukum Perdata
Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dulu kawin.
c. Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
24Made Sadhi Astuti, Hukum Pidana Dan Perlindungan Anak, Malang, Universitas Negeri Malang,2002, Hlm 6
(39)
27
d. Menurut pasal 1 butir ke 1 (satu) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusian 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
e. Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Menurut pasal 1 butir ke-2, anak adalah seseorang yang belum mencapaiumur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
f. Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
C. Tinjauan Teoretis terhadap Instansi POLRESTABES Bandung
1. Sejarah singkat mengenai POLRESTABES BANDUNG
Bangunan Gedung Mapolwiltabes Bandung yang bertempat di Jl.Merdeka No. 16, 18 dan 20 Bandung didirikan pada tahun 1866, dulunya berfungsi sebagai sekolah Guru ( kweekschool Voor Inlandsche ) yang didirikan atas inisiatif seorang Belanda bernama K.F.Hole sebagai Administratur Perkebunan The waspada di Gunung Cikuray, Bayongbong, Garut. Disekolah inilah pernah belajarnya tokoh-tokoh nasional, seperti Abdulharis Nasution, Otto Iskandardinata dan yang lainnya.
Dilihat dari sejarah berdirinya polwiltabes,dimulai pada tahun 1966, dimana belum adanya polsekta-polsekta, kepolisian di bandung pada tahun tersebut berdiri dengan nama “Komtabes-86 Bandung” dengan pembagian wilayah hukum pada saat itu terdiri dari :
(40)
2. Seksi II di Jl. Sawung Galing Bandung
3. Seksi III di Jl. Pasirkaliki Bandung
4. Seksi IV di Jl. Asia Afrika ( Simpang Lima ) Bandung
Pada tahun 1970, nama Komtabes-86 Bandung diganti namanya menjadi “POLTABES BANDUNG” dengan pembagian wilayah hukum pada saat itu terdiri dari 16 ( enam belas ) Polsekta, yaitu : Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojong Loa, Astana Anyar, Andir, Cicendo, Sukajadi, Sukasari, Cidadap, Cipahit, Coblong, Regol, Lengkong, Batununggal, Kiaracondong, dan Cibeunying.
Setelah 18 tahun kemudian, dimana Kotamadya Bandung mengalami pemekaran, nama poltabes bandung dirubah menjadi “Polwiltabes Bandung” ( Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung ), yaitu pada tahun 1988 dan membawahi tiga Kepolisian Resort Kota (Polsekta),
sebagai berikut :25
1. Polresta bandung Barat
Membawahi 8 Kepolisian Sektor Kota ( Polsekta ), yakni :
a. Polsekta Andir b. Polsekta Cicendo c. Polsekta Sukasari d. Polsekta Astana Anyar e. Polsekta Bandung Kulon f. Polsekta Babakan Ciparay
25http://polwiltabesbandung.com/about-us/sejarah-singkat.html, di akses pada Hari Jumat, Tanggal 24 Januari, pukul 16.25 WIB.
(41)
29
g. Polsekta Bojongloa Kidul h. Polsekta Bojongloa Kaler
2. POLRESTABES Bandung Tengah, Membawahi 9 Kepolisian Sektor Kota (polsekta) yakni,
a. Polsekta Regol b. Polsekta Cidadap c. Polsekta Coblong d. Polsekta Lengkong e. Polsekta Buah Batu
f. Polsekta Bandung Kidul
g. Polsekta Ujung Berung h. Polsekta Gede Bage
i. Polsekta Cinambo
Kemudian ada perubahan nama polsek di wilayah Bandung Timur
berdasarkan Surat Keputusan Kapolda Jabar No. Pol. :
Skep/567/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007 tentang perubahan Nama Polsek Jajaran Polda Jabar, sebagai berikut :
a. Nama “Polsek Kota Cicadas” berubah menjadi “Polsek Kota Antapani”.
b. Nama “Polsek Kota Margacinta” berubah menjadi “polsek kota buah batu”
c. Penambahan polsekta yaitu : “Polsek Kota Gede Bage” dan polsek Kota Cinambo.
(42)
Kemudian Tahun 2010 ada perubahan lagi polwiltabes dirubah menjadi POLRESTABES berdasarkan KEP KAPOLRI Nomor : KEP / 366 / VI / 2010 Tanggal 14 Juni 2010 dan Validasi Polresta Bandung Barat, Polresta Bandung Tengah Dan Polresta Bandung Timur. Berdasarkan KEP/366/VI/2010 POLRESTABES membawahi 26 Polsekta antara lain :
a. Polsekta Sukasari b. Polsekta Cicendo c. Polsekta Andir
d. Polsekta Astana Anyar e. Polsekta Bandung Kulon f. Polsekta Babakan Ciparay g. Polsekta Bojongloa Kaler h. Polsekta Bojongloa Kidul i. Polsekta Cidadap
j. Polsekta Coblong
k. Polsekta Sumur Bandung l. Polsekta Bandung Wetan m. Polsekta Lengkong n. Polsekta Regol
o. Polsekta Kiaracondong p. Polsekta Cibeunying Kaler q. Polsekta Cibeunying Kidul r. Polsekta Cicadas
s. Polsekta Antapani t. Polsekta Arcamanik
(43)
31
u. Polsekta Gedebage v. Polsekta Buahbatu w. Polsekta Bandung Kidul x. Polsekta Ujung Berung y. Polsekta Cibiru
z. Polsekta Cinambo
2. Visi dan Misi POLRESTABES Bandung
a. Visi POLRESTABES BandungVisi dan Misi Kapolda Jabar diimplementasikan pada pelaksanaan
tugas di POLRESTABES yaitu terwujudnya Postur Polri
POLRESTABES Bandung yang professional, bermoral dan modern serta dapat dipercaya masyarakat tahun 2014 juga dapat sebagai pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat yang terpercaya dalam memelihara Kamtibmas dan penegakan hukum secara mampu mendukung upaya Pemerintah Kota Bandung menjadi Kota yang
termaju dan untuk mewujudkan cita-cita dimaksud maka
POLRESTABES Bandung memberikan pelayanan prima dalam bentuk :
1. Perlindungan, pengayoman serta pelayanan masyarakat secara mudah serta responsive untuk dukung Visi Pemerintahan Kota Bandung yang BERMARTABAT (Bersih, Makmur, Taat dan Bersahabat) dengan memberantas penyakit masyarakat serta perbuatan-perbuatan tercela
(44)
lainnya yang bertentangan dengan moral, agama serta budaya masyarakat.
2. Penegak Hukum yang Profesional dan Proporsional serta bermoral yang selalu menjunjung tinggi Supremasi Hukum dan HAM.
3. Perbaikan pola sikap dan pola tindak dalam pelaksanaan tugas sesuai kewenangan agar sekaligus dapat mendukung visi dari Pemerintah Kota Bandung yang aman, tertib dan disiplin masyarakatnya.
4. Meningkatkan Kinerja Anggota POLRESTABES Bandung agar lebih Professional dan Proporsional sehingga dapat dipercaya dan didukung kuat oleh masyarakat dengan cara menyelesaikan semua perkara yang ditangani secara tuntas dan transparan.
b. Misi POLRESTABES Bandung
Mengacu pada kebijakan Kapolda Jabar dengan Motto sukses Polri, kepuasan masyarakat dengan meningkatkan pelayanan masyarakat dengan (Kat Yan Mas), maka Misi POLRESTABES Bandung dalam mewujudkannya adalah :
1. Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas SDM anggota Polri
maupun PNS POLRESTABES Bandung yang
profesionalisme, bermoral dan modern melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh masing-masing fungsi.
2. Mengembangkan potensi keamanan melalui Perpolisian masyarakat dengan membangun kemitraan antara Polisi dan
(45)
33
Masyarakat dengan membangun kemitraan anatara
masyarakat pada Polres dan Polsek jajaran POLRESTABES Bandung.
3. Perlindungan, pengayoman serta pelayanan masyarakat
secara mudah serta responsif untuk dukung Visi
Pemerintahan Kota Bandung yang BERMARTABAT ( Bersih, Makmur, Taan dan Bersahabat ) dengan memberantas penyakit masyarakat serta perbuatan-perbuatan tercela lainnya yang bertentangan dengan moral, agama serta budaya masyarakat.
4. Penegakan Hukum yang Profesional dan Proporsional serta bermoral yang selalu menjunjung tinggi Supremasi Hukum dan HAM.
5. Perbaikan pola sikap dan pola tindak dalam pelaksanaan tugas sesuai kewenangan agar sekaligus dapat mendukung visi dari Pemerintah Kota Bandung yang aman, tertib dan disiplin masyarakatnya.
6. Meningkatkan Kinerja Anggota POLRESTABES Bandung agar lebih Profesional dan Proporsional sehingga dapat dipercaya dan didukung kuat oleh masyarakat dengan cara menyelesaikan semua perkara yang ditangani secara tuntas dan transparan.
7. Melaksanakan pengembangan strategi keamanan dan ketertiban melalui deteksi dini dan cipta kondisi yang melibatkan seluruh komponen masyarakat.
(46)
8. Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk ikut memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas diwilayah hukum POLRESTABES Bandung.
9. Meningkatkan kerjasama dengan semua pihak dalam rangka mewujudkan dukungan positif dari semua pihak.
Peran, Tugas dan Wewenang POLRI
1)
Tugas dan Wewenag POLRI
Fungsi Kepolisian yang tercantum dalam Undang-undang tidak terlepas dari fungsi hukum dimana didalam dasar dari adanya Undang-undang tersebut yaitu tujuan pokok
dari hukum yang dapat direduksi hal yaitu:26
a) Ketertiban Ketertiban adalah tujuan utama dari hukum. Ketertiban merupakan syarat utama untuk suatu masyarakat yang ingin teratur. Pembangunan hanya dapat dilakukan di dalam masyarakat yang teratur. Disamping ketertiban ialah tercapainya keadilan. Keadilan tidak mungkin ada tanpa
ketertiban. Untuk mencapai ketertiban perlu
terciptanya kepastian dalam pergaulan.
b) Alat pembaharuan masyarakat Dengan menciptakan
Undang-undang maka dapat diciptakan
pembaharuan sikap dan cara berfikir. Justru hakekat daripada pembangunan adalah pembaharuan sikap hidup. Tanpa sikap dan cara berfikir yang berubah
26 B.Simanjuntak, Hukum Acara Pidana dan Tindak Pidana, Tarsito, bandung, 1982, Hlm 11-13 .
(47)
35
maka pengenalan lembaga modern dalam kehidupan tak akan berhasil.
3. Tugas POLRI
Dalam rangka penegakan hukum, penegakan ketertiban dan keamanan tersebut terdapat pembidangan dalam tugas-tugas polisi yang antara lain, yaitu:
1) Tugas Justisial adalah tugas polisi yang erat kaitannya dengan penegakan hukum dan undang-undang terutama hukum dan undang-undang yangmengandung sanksi pidana.
2) Tugas Sosial adalah tugas yang erat kaitannya dengan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan sosial.
3) Tugas Pendidikan adalah tugas polisi yang berupa bimbingan masyarakat, kearah peningkatan pemahaman dan kesadaran bermasyarakat, bernegara, khususnya kesadaran hukum masyarakat.
4) Tugas Bestuur Lijk adalah polisi yang bersifat pencegahan, pengaturan dan pelayanan masyarakat, misalnya pemberian ijin
keramaian, ijin mengemudidan lain sebagainya.Dari
pembidangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa aparat Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebagai fungsi utama bimbingan masyarakat dan pengayom masyarakat.27
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada pasal 13, tugas pokok POLRI adalah:
(48)
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum, dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Sedangkan pada pasal 14, dalam pasal melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 POLRI bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadapkegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisispasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk keamana swakarsa;
g. melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuaihukum acara pidana dan Peraturan Perundang-undangan lainnya menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensic, dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan
(49)
37
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikanbantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
h. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditanganioleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
i. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian serta:
j. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Wewenang POLRI
Wewenang kepolisian dibagi atas wewenang umum dan wewenang khusus.Wewenang umum dan wewenang khusus, diberikan untuk melaksanakan tugas-tugas polisi. Namun demikian, sebagai bagian integral fungsi pemerintah Negara, fungsi kepolisian mempunyai tatanan luas, tak sekedar aspek represif dalam proses pidana saja, tetapi mencakup juga aspek preventif berupa tugas - tugas yang melekat pada fungsi utama administrasi Negara mulai dari bimbingan dan pengaturan
sampai dengan tindakan kepolisian yang bersifat admistrasi
dankompetensi pengadilan.28
Menurut Undang-Undang pada Pasal 15 ayat (1) Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), wewenang POLRI secara umum adalah:
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
28
(50)
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mngangganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit
masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancampersatuan dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup
kewenangan administrative kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisiandalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan keamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Sedangkan dalam Pasal 15 ayat (2), wewenang POLRI sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah:
(51)
39
a. Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatanmasyarakat lainnya;
b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. Memberikan ijin operasional dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
f. Memberikan ijin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
g. Memberikan petunjuk, bidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian Negara lain dalam menyidik
dan memberantas kejahatan operasional;
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait; j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi
internasional;
k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
Menurut Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Pasal 1 Nomor 14 Tahun 2012 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana berbunyi :
“1.Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat polri
adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
(52)
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2.Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
3.Manajemen penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
4.Penyidik adalah pejabat polri yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
5.Penyidik pembantu adalah pejabat polri yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan.
6.Atas penyidik adalah pejabat polri yang berperan selaku penyidik, dan secara struktural membawahi langsung penyidik,penyidik pembantu. 7.Tindak pindana adalah suatu perbuatan melawan hukum berupa
kejahatan atau pelanggaran yang diancam dengan hukuman pidana penjara, kurungan atau denda.
8.Penyelidik adalah penjabat polri yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
9.Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
10.Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
11.Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat dan atau dalam sendiri.
12.Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana.
13.Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
14.Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seserorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada penjabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
15.Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada penjabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum yang berlaku terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang merugikannya.
16.Laporan polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas polri tentang adanya suatu peristiwa yang diduga terdapat pidananya baik yang ditemukan sendiri maupun melalui [pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(53)
41
17.Surat pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang selanjutnya disingkat SPDP adalah surat pemberitahuan kepada kepala kejaksaan tentang dimulainya penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polri. 18.Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat setelah tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya diketemukan benda yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
19.Tempat kejadian perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan. 20.Barang bukti adalah barang-barang baik yang berwujud, bergerak atau
tidak bergerak yang dapat dijadikan alat bukti dan fungsinya untuk diperlihatkan kepada terdakwa ataupun saksi dipersidangan guna mempertebal keyakinan hakim dalam menentukan kesalahan terdakwa.
21.Bukti permulaan adalah alat bukti berupa laporan polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.
22.Bukti yang cukup adalah alat bukti berupa laporan polisi dan 2 (dua) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penahanan.
21.Alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Pasal 2 Nomor 14 Tahun 2012 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana berbunyi :
“a.Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan manajemen penyidikan
tindak pidana di lingkungan polri;
b.Terselenggaranya manajemen penyidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksaan, pengawasan dan pengendalian secara efektif dan efisien ; dan
c.Sebagai evaluasi penilaian kinerja penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana guna terwujudnya tertib administrasi penyidikan dan
(54)
42 A. Tugas Harian
Pelaksanaan kerja praktik di POLRESTABES Bandung yang dimulai dari tanggal 30 September 2013 sampai 30 November 2013 peneliti ditempatkan di bagian unit satuan reserse Perlindungan Anak dan Permpuan (PPA) POLRESTABES Bandung. Adapun kegiatan yang dilakukan pada saat pelaksanaan kerja praktek, adalah sebagai berikut:
1. Mencari data dari setiap bidang di unit satuan reserse Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) untuk memenuhi kebutuhan pembuatan laporan kerja praktek.
2. Membaca dan Mempelajari berita acara perkara (BAP) tentang kasus tindak pidana asusila terhadap anak di bawah umur yang ada di kantor POLRESTABES Bandung.
3. Mengunjungi setiap bidang yang ada di POLRESTABES Bandung. 4. Melihat-lihat keadaan POLRESTABES Bandung Serta Membaca
Berkas-berkas yang ada di kantor POLRESTABES Bandung. 5. Mencari bahan untuk menambah data-data laporan kerja praktek . 6. Mempelajari kenapa terjadinya tindak pidana asusila terhadap anak
di bawah umur.
7. Mewawancarai petugas yang berada di di bagian unit satuan reserse perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) POLRESTABES Bandung.
(55)
43
8. Membantu membuat data-data laporan kasus tentang tindak pidana asusila.
9. Membuat laporan kerja praktik.
10. Membuat outline laporan kerja praktik selama berada di POLRESTABES bandung.
(56)
44
BAB IV
ANALISIS
PERAN POLRI DALAM MENYELESAIKAN DAN
MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ASUSILA ANAK DI
BAWAH UMUR YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG
A. Peran POLRI dalam menyelesaikan dan menanggulangi Tindak Pidana Asusila Terhadap Anak di bawah umur
Peran POLRI dalam menyelesaikan dan menangulangi tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur, pihak Kepolisian dalam hal ini POLRESTABES Bandung, melakukan tindakan–tindakan yang diperlukan untuk menyelesaiakan dan menanggulangi tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur.pengungkapan tersebut dari wawancara penulis dengan pihak PPA sebagaiberikut:
1. Penyelidikan
Dalam menyelesaiakan dan menanggulangi kasus, terutama kasus tindak pidana asusila terhadap anak dibawh umur,terungkap bahwa diperlukan adanya pelaporan dari pihak korban.Hal ini sebagai alat bukti bagi pihak Kepolisian, terutama untuk melakukan penyelidikan atas tindak pidana
pencabulan anak.36
Dengan adanya proses pelaporan dari pihak korban pelecehan seksual atau perbuatan asusila , merupakan awal yang baik bagi penegakkan hukum atas tindak kejahatan yang terjadi. Bila tidak ada pelaporan maka tindak pidana,
36Wawancara dengan Kanit PPA Polrestabes Bandung Suryaningsih..25 Januari 2014
(57)
45
terutama tindak pidana asusila terhadap anak akan terus terjadi, sehingga korban perbuatan asusila terhadap anak akan bertambah lagi. Seiring dengan hasrat dari pelaku tindak pidana asusila terhadap anak itu sendiri.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 5, penyelidikan adalah:
“Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Penyelidikan ini merupakan tindakan untuk mendahului penyidikan guna memberhentikan seseorang yang dicurigai melakukan tindak pidana asusila terhadap anak untuk diperiksa.Dengan keterangan dari korban dan saksi, maka dilakukan pengembangan penyidikan oleh pihak kepolisian.
2. Penyidikan
Setelah dilakukan penyelidikan, tahap berikunya adalah melakukan penyidikan. Menurut KUHAP Pasal 1 angka 2, penyidikan adalah
“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
menurut undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”
Penyidik dapat menetapkan seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana asusila terhadap anak sebagai tersangka setelah dilakukan pemeriksaan dan setelah dirasa cukup bukti.37
37Ibid
(58)
Melakukan rangka penyidikan tindak pidana asusila trehadap anak biasanya penyidik melakukan penangkapan dan penahanan sementara terhadap tersangka tindak pidana terhadap anak.
Penangkapan menurut KUHAP Pasal 1 angka 20 adalah:
“Suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan”
Penahanan menurut KUHAP Pasal 1 angka 21 adalah
“Penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik
atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”
Penahanan yang dilakukan oleh penyidik menurut Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) hanya berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang paling lama 40 (empat puluh) hari apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai.
3. Pengumpulan Barang Bukti
Dalam rangka melakukan pengumpulan barang bukti penyidik biasanya
melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap barang bukti.
Penggeledahan itu sendiri dibagi atas dua yaitu penggeledahan rumah dan penggeledahan badan.38
Yang dimaksud dengan penggeledahan badan menurut pasal 1 angka 17 KUHAP adalah:
“tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau
38 Ibid
(1)
61
NO CT CC
PENYELESAIAN PERKARA
KET P21 SP3 LIMPAH ADR TUNGGAKAN
413 107 46 60 3 - 305 27%
Contoh pada kasus Nomor : LP/2757/XI/2013/JBR/ PORESTABES Bandung dengan tersangka (AA) dengan pasal yang dilanggar oleh tersangka NO ABH SEBAGAI JUML
AH
PENYELESAIAN PERKARA
KETERANGAN
P21 SP3 TUNGGAKAN
1 SAKSI 15
2 KORBAN 107 19 5 83
3 TERSANGKA 15 2 13
-
(2)
adalah pasal 294 KUHP. Rupanya tersangka ini melakukan tindak pidana asusila terhadap anak kandung nya sendiri. Dari penggunaan pasal yang dikenakannya, tersangka hanya dikenakan penjara paling lama 7 tahun penjara.
Dari kasus ini, memperlihatkan bahwa penetapan hukum yang diberikan oleh pihak berwenang terlalu ringan.Seharusnya pihak penyidik, terutama pihak Kepolisian menggunakan pasal berlapis seperti pengenaan Undang–Undang Perlindungan Anak sebagai pemberian sanksi kepada tersangka terutama pada pasal 81 atau 82
.
Sebab pengenaan pasal 294 KUHP kepada tersangka, masih dirasa kurang. Karena penderitaan korban, cukup besar baik secara jasmani ataupun rohani. Secara jasmani korban mengalami derita kesakitan, kerusakan pada organ vital ataupun derita sakit yang lainnya. Secara rohani, mungkin tersangka menggunakan kekerasan dan ancaman setelah selesai melakukan perbuatan asusila kepada korbannya dan juga korban, memiliki rasa tertekan mental dan mengalami gangguan pada kejiwaannya sehingga bila hal tersebut tidak direhabilitasi dengan baik oleh pihak yang terkait dengan korban. Maka yang akan terjadi adalah depresi dan gangguan kejiwaan lainnya yang didalam diri korban. Bila itu terjadi, penderitaan yang dimiliki oleh korban akan berlanjut terus menerus hingga akhir hayatnya.
Anak yang mengalami kekerasan seksual khususnya perbuatan asusila sangat mungkin sepanjang hidupnya menunjukkan penolakan, rasa takut, jijik dan kebencian pada hal-hal yang terkait dengan seks.Korban pencabulan tidak jarang mengalami hambatan dalam hubungan dengan lawan jenis, kehilangan kepercayaan pada laki-laki, mengembangkan harga diri yang rendah sebagai
(3)
63
implikasi kekerasan yang dialami sehingga dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi dan aktivitas seksualnya saat dia dewasa.50
Dalam kasus pencabulan, dapat pula korban menunjukkan perhatian yang berlebihan pada aktivitas atau hal-hal terkait dengan hubungan seks. Hal ini dapat terjadi karena manipulasi dan eksploitasi seksual yang dialaminya saat masa kanak-kanak memberikan proses belajar yang salah, terjadi pada usia dini, dengan cara yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab. Munculnya ketertarikan berlebihan pada hal-hal yang terkait dengan seks dengan cara yang tidak sehatjuga perlu ditanggapi dengan serius. Anak perempuan yang mempunyai ketertarikan berlebihan pada hal-hal terkait seks ini sangat rentan terhadap manipulasi dan eksploitasi serta kekerasan seksual dari orang-orang dewasa yang memanfaatkannya.51Hal inilah yang perlu disingkapi oleh para pihak berwenang untuk memberikan hukuman yang seadil – adilnya
.
50Batam post, Waspadai Kekerasan Seksual pada Anak, 15 November 2008,http://batampos.co.id/, diakses pada tanggal 28 januari 2014.
(4)
63 A. Simpulan
1. Dalam upaya melakukan proses penyelidikan dan penanggulangan tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur, pihak Kepolisian. Dalam hal ini POLRESTABES Bandung, melakukan tindakan – tindakan yang di perlukan untuk melakukan proses penyelidikan tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur adalah
a. Penyelidikan, b. Penyidikan, dan
c. Pengumpulan Barang Bukti
2. Pada proses ini, pihak kepolisian dapat melakukan penahanan bagi pihak tersangka. Hal ini berkaitan, agar pihak tersangka tidak melakukan tindakan seperti :
a. Agar tersangka tidak melakukan intimidasi kepada pihak korban atau keluarga korban.
b. Agar tersangka tidak menghilangkan barang bukti atas kejahatannya.
c. Agar tersangka tidak melarikan diri atas tindak kejahatannya. 3. Sehingga proses penyidikan tidak memiliki kendala yang dapat
gugur dimata hukum, yang disebabkan adanya kendala seperti : a. Tersangka yang terintimidasi oleh pihak korban, hingga
(5)
64
b. Tersangka melakukan intimidasi kepada korban, agar kasus yang ditangani Kepolisian untuk segera dihentikan.
4. Pihak-pihak yang diajak kerjasama oleh kepolisian dalam mengungkap tindak pidana asusila ini, antara lain :
a. Pihak rumah sakit atau klinik kesehatan. b. Pihak LSM (Lembaga Sosial Masyarakat).
c. Departemen lain.
5. Dalam upaya mengungkap tindak pidana pencabulan anak, pihak kepolisian khususnya PPA mempunyai kendala, kendala tersebut antara lain:
1. Kendala internal a. Visum et Repertum
b. Menghadirkan dua orang saksi c. Korban tidak mau disidik
d. Keterbatasan biaya perawatan, biaya hidup
2. Kendala eksternal
a. lokasi atau tempat dilakukannya pencabulan. b. Respon lingkungan terdekat dan masyarakat.
B. Saran
1. Seluruh orang tua termasuk anak-anak sendiri sepatutnya waspada terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak karena tindak pidana asusila terhadap anak dapat terjadi tanpa melihat lingkungan dan latar belakang ekonomi serta pendidikannya.
2. Pentingnya pendidikan seks sejak dini, penanaman nilai-nilai agama dan moral, teladan dari orang tua serta komunikasi yang harmonis antara orang tuadan anak-anak dapat membuat anak
(6)
lebih dapat memahami kenapa harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana asusila terhadap dirinya. 3. Sebaiknya orang tua juga membekali anak-anak dengan
pemahaman yang benar mengenai bagaimana harus
melindungi diri dari kemungkinan seseorang yang mencoba melakukan kejahatan kepadanya khususnya tindak pidana asusila terhadap anak . Antara lain dengan mengajarkan kepada mereka untuk menghargai tubuhnya, tidak membiarkan orang lain membujuk dan menyentuhnya.