Latar Belakang Masalah Nilai-Nilai Direktorat Jenderal Pajak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 c. Inovasi “Memiliki pemikiran yang bersifat terobosan dan atau alternatif pemecahaan masalah yang kreatif, dengan memperhatikan aturan dan norma yang berlaku.” d. Tea mwork “Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang atau pihak lain, serta membangun tea mwor k untuk menunjang tugas dan pekerjaan.”

B. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus- menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Dan salah satu usaha dalam pembiayaan pembangunan tersebut yaitu dengan menggali sumber-sumber dana dari dalam negeri yang berupa pajak. Akan tetapi dalam upaya mewujudkan pembiayan pembangunan yang berasal dari sektor pajak tersebut, terdapat beberapa kendala atau hambatan. Salah satunya adanya pelawanan pasif dari masyarakat yang disebabkan sistem perpajakan di Indonesia yang mungkin sulit dipahami oleh masyarakat, dan perlawanan aktif dalam bentuk Ta x Eva sion yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 menggelapkan pajak yang jelas akan sangat mengganggu tujuan perpajakan di Indonesia. Adanya reformasi sistem pemungutan pajak di Indonesia, dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Menyadari bahwa msaih banyaknya masyarakat yang mengalami kesulitan dalam pelaksanaan perpajakan di Indonesia, maka pada tahun 1983 pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat melakukan reformasi undang-undang perpajakan. Salah satunya merubah sistem pemungutan pajak yang semula menggunakan Officia l Assessment System menjadi Self Assessment System . Mulai dari tahun 1984 sistem tersebut mulai diberlakukan hingga sekarang. Self a ssessment System adalah suatu sistem yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Sistem Self Assessment yang diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah dirubah dengan Undang- undang Nomor 9 Tahun 1994, dan telah dirubah kembali terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dimaksudkan dalam rangka intensifikasi penerimaan pajak dan ekstensifikasi jumah wajib pajak dari tahun ke tahun. Akan tetapi dalam sistem in i tidak menutup kemungkinan terjadi kekeliruan, seperti terjadinya pelaporan pajak yang kurang bayar atau lebih bayar dikarenakan kesalahan penghitungan, penulisan ataupun karena ada pembetulan. Serta terjadinya pelanggaran, dimana wajib pajak secara sengaja tidak melakukan penghitungan dan pelaporan kewajiban perpajakannya. Hal perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 ini menimbulkan adanya tunggakan pajak akibat tidak dilunasinya hutang pajak tersebut. Agus Widodo 2007 menyebutkan, menurut studi perhitungan yang dilakukan oleh Wardana pada tahun 1992 dan Uppal dan Reksodiprojo pada tahun 1999, menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak masih sangat rendah. Pe megang Nomor Pokok wajib Pajak NPWP hanya berkisar 1 dari total penduduk Indonesia, padahal rata-rata untuk Negara Sedang Berkembang NSB berkisar 2. Lebih jauh lagi, pemilik NPWP yang membayar pajak hanya berkisar 50 dari pemilik NPWP atau kurang dari 0,5 dari total penduduk Indonesia. Serta pada tahun 2000, dari perhitungan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak diketahui bahwa Ta x Ra tio di Indonesia adalah sebesar 11,1. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan rasio yang dimiliki Malaysia 19,3, Singapura 15,9, Filipina 17, Amerika Serikat 19,8, dan Inggris 33,4. Sekitar 75 pendapatan negara berasal dari sektor pajak. Mengingat masih banyak dijumpai Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara, sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 yang mengatur tentang Penagihan Pajak Aktif atau Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 bertujuan untuk menertibkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual melelang barang-barang yang telah disita. Penagihan Pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 dua, yaitu Penagihan Pajak Pasif dan Penagihan Pajak Aktif. Penagihan Pajak Pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak. Sedangkan Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari kegiatan Penagihan Pajak Pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak, akan tetapi diikuti dengan tindakan penyitaan aset Wajib Pajak dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 diharapkan dapat meminimalkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, serta mengefektifkan penerimanan negara sektor pajak. Akan tetapi dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut, tidak serta merta menjadikan Wajib Pajak tertib dan patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 Mengacu pada penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas “ANALISIS KONTRIBUSI PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK S TUDI KASUS DI KPP PRATAMA BOYOLALI.”

C. Perumusan Masalah