Windriatmoko Bandero Saptaji F3409067

(1)

i

ANALISIS KONTRIBUSI PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK STUDI KASUS DI KPP PRATAMA

BOYOLALI

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Dip loma III Perpajakan

Oleh:

Windriatmoko Bandero Saptaji F3409067

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

ii ABSTRACT

THE ANALYSIS OF THE CONTRIBUTION OF ACTIVE TAX COLLECTION IN TAX ARREAR DISBURSEMENT CASE STUDY IN

KPP PRATAMA BOYOLALI Windriatmoko Bandero Saptaji

F3409067

Tax Collection aims to order assessable people who have problems in fulfilling their tax obligation. The purpose of this research is to count the contribution of active tax collection compare with the target and the realization of tax arrears disbursement in KPP Pratama Boyolali.

This research employs documents method, learning and processing data containing the information of tax contribution, the development of tax receivables, the target decision, and the realization of tax arrears disbursement which are given by KPP Pratama Boyolali. Further, interview the officer of billing section to know the obstacles in tax collection with the solved problems.

From the result, it is hoped that it can be the correction objects to maximize the tax collection activity, and to increase the society’s awareness about the importance of paying tax to reach the objective of taxation.


(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan kepada:

Almamater UNS Keluarga Tercinta Kota Solo


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assa la mu’a la ikum Wa r ohmatulla hi Wa ba roka tuh.

Alha mdulilla h, puji syukur penulis senantiasa panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan Judul Analisis Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Studi Kasus di KPP Pratama Boyolali ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi syarat-syarat mencapai derajat Ahli Madya Program Diploma 3 Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Penulisan Tugas Akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama serta bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Rektor Un iversitas Sebelas Maret Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS. 2. Bapak Dr. W isnu Untoro, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Hanung Triatmoko, M. S i., Ak selaku Ketua Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 4. Ibu Lulus Kurniasih, SE., MS., Ak selaku Pembimbing Tugas Akhir

yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan membantu penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.


(7)

vii

5. Ibu Titik Setyaningsih, SE., Ak selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi nasehat dan pengarahan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Bapak dan ibu dosen serta segenap staff dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

7. Seluruh pegawai KPP Pratama Boyolali yang telah banyak memberikan informasi dan pembelajaran sehingga memudahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

8. Bapak, ibu, adik, dan seluruh keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan, doa, dan semangat selama ini.

9. Teman-teman penulis dan seluruh pihak yang terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat.

Wa sssa la mu’a la ikum Wa rohmatulla hi Wa ba roka tuh.

Surakarta, 2012


(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

ABSTRAK ……….………….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……… iii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… v

KATA PENGANTAR ………... vi

DAFTAR ISI ………..……… viii

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ………..……. xi

DAFTAR LAMPIRAN ………..………. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan ………...………. 1

B. Latar Belakang Masalah ………. 9

C. Perumusan Masalah ………... 13

D. Tujuan Penelitian ……….. 13

E. Manfaat Penelitian ………...…. 14

F. Teknik Analisis Data ……….... 15

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka ………. 18

1. Tinjauan Umum Pajak ………... 18

2. Tinjauan Umum Penagihan Pajak ………... 23


(9)

ix

1. Perhitungan Presentase Kontribusi Penagihan Pajak Aktif

Terhadap Total Pencairan Tunggakan Pajak ……….... 53 2. Perhitungan Presentase Kontribusi Penagihan Pajak Aktif

Terhadap Pencapaian Target Pencairan Tunggakan Pajak …... 63 3. Hambatan-Hambatan dalam Penagihan Pajak ………..… 64 4. Upaya-Upaya Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan

Penagihan Pajak ………..…….. 65

BAB III TEMUAN

A. Kelebihan ………..…… 66 B. Kelemahan ………...…….. 66

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ………. 68 B. Rekomendasi ………..… 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel II. 1 Laporan Perkembangan Piutang Pajak Tahun 2010 ……….. 53

Tabel II. 2 Laporan Kegiatan Penagihan Pajak Tahun 2010 ………... 55

Tabel II. 3 Laporan Perkembangan Piutang Pajak Tahun 2011 ……….. 58

Tabel II. 4 Laporan Kegiatan Penagihan Pajak Tahun 2011 ………... 60


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar I. 1 Strukur Organisasi KPP Pratama Boyolali ………...… 5


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Teguran

2. Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus 3. Surat Paksa

4. Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa 5. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan 6. Berita Acara Pelaksanaan Sita


(13)

ABSTRAKSI

ANALISIS KONTRIBUSI PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK STUDI KASUS DI KPP PRATAMA

BOYOLALI

Windriatmoko Bandero Saptaji F3409067

Penagihan pajak bertujuan untuk menertibkan Wajib Pajak yang bermasalah dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung seberapa besar kontribusi penagihan pajak aktif dibandingkan dengan target dan realisasi pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Boyolali.

Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan juga mempelajari dan mengolah data-data mengenai informasi penagihan pajak, perkembangan piutang pajak, penetapan target dan realisasi pencairan tunggakan pajak yang diberikan oleh KPP Pratama Boyolali. Serta melakukan wawancara dengan seksi penagihan untuk mengetahui kendala-kendala dalam penagihan pajak beserta penyelesaiannya.

Dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan koreksi untuk memaksimalkan aktifitas tindakan penagihan pajak, serta untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membayar pajak guna mencapai tujuan perpajakan.


(14)

ABSTRACT

The Analysis of the Contribution of Active Tax Collection in Tax Arrear Disbursement: Case Study in KPP PRATAMA BOYOLALI

Windriatmoko Bandero Saptaji F3409067

Tax Collection aims to order assessable people who have problems in fulfilling their tax obligation. The purpose of this research is to count the contribution of active tax collection compare with the target and the realization of tax arrears disbursement in KPP Pratama Boyolali.

This research employs documents method, learning and processing data containing the information of tax contribution, the development of tax receivables, the target decision, and the realization of tax arrears disbursement which are given by KPP Pratama Boyolali. Further, interview the officer of billing section to know the obstacles in tax collection with the solved problems.

From the result, it is hoped that it can be the correction objects to maximize the tax collection activity, and to increase the society’s awareness about the importance of paying tax to reach the objective of taxation.


(15)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Boyolali 1. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Boyolali

Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Boyolali dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 55/PMK.01/2007 pada tanggal 31 Mei 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Cara Instansi Vertikal Direktoral Jenderal Pajak dan mulai beroperasi pada tanggal 30 Oktober 2007 sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-141/PJ/2007 tanggal 03 Oktober 2007 tentang Penerapan Organisasi dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Penyuluhan, Pelayanan dan Konsultasi Perpajakan di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta. KPP Pratama Boyolali beralamat di Jalan Solo-Boyolali Km 24 Mojosongo Boyolali.

Wilayah kerja KPP Pratama Boyolali meliputi Kabupaten Boyolali. Sebelumnya di Boyolali telah berdiri Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan


(16)

Bangunan (KP PBB) Boyolali yang menangani administrasi PBB dan BPHTB yang wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Sragen. Sedangkan untuk administrasi PPh, PPN, PPnBM dan PTLL untuk wilayah Kabupaten Boyolali pada saat itu ditangani oleh KPP Pratama Surakarta.

Sehubungan dengan modernisasi Direktorat Jenderal Pajak yang diikuti dengan reorganisasi di lingkungan DJP Departemen Keuangan Republik Indonesia, dimana bertujuan untuk menggabungkan fungsi kerja instansi vertikal d i lingkungan DJP yaitu KPP, KP PBB, Karipka (Kantor Penyuluhan dan Penyidikan Pajak) serta KP 4 (Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan) menjadi KPP Pratama dan KP2KP (Kantor Penyuluhan, Pelayanan, dan Konsultasi Perpajakan), maka dibentuk KPP Pratama Boyolali yang merupakan pecahan dari KPP Pratama Surakarta. Dengan dibentuknya KPP Pratama Boyolali maka penangan administrasi Pajak Pusat yang terdiri dari PBB dan BPHTB, PPh, PPN, PPnBM dan PTLL digabung menjadi satu kantor.

2. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Boyolali

Wilayah kerja KPP Pratama Boyolali meliputi Kabupaten Boyolali, yang letak geografisnya antara 110022’ – 110050’ Bujur Timur dan 7036’ – 70 71’ Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75 s.d. 1500 meter di atas permukaan laut. Untuk batas-batas wilayah Kabupaten Boyolali, di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten


(17)

Semarang. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Sukoharjo. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.

Luas Kabupaten Boyolali adalah 101.510,1955 Ha yang terdiri dari tanah sawah seluas 22.946,6594 Ha dan tanah kering 78.536,5361 Ha.

Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Boyolali

2. Kecamatan Mojosongo 3. Kecamatan Teras 4. Kecamatan Banyudono 5. Kecamatan Sawit 6. Kecamatan Sambi 7. Kecamatan Ngemplak 8. Kecamatan Simo 9. Kecamatan Nogosari 10. Kecamatan Klego 11. Kecamatan Andong 12. Kecamatan Karanggede 13. Kecamatan Wonosegoro 14. Kecamatan Kemusu 15. Kecamatan Juwangi


(18)

16. Kecamatan Ampel 17. Kecamatan Musuk 18. Kecamatan Cepogo 19. Kecamatan Selo

3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Boyolali Susunan organisasi KPP Pratama Boyolali adalah sebagai berikut : a. Kepala Kantor

b. Subbagian Umum c. Seksi PDI

d. Seksi Pelayanan e. Seksi Penagihan f. Seksi Pemeriksaan

g. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Untuk lebih jelas, struktur organisasi KPP Pratama Boyolali dapat dilihat pada bagan berikut ini :


(19)

Penila i PBB Pemeriksa Pajak

1 Tugim an 1 Sumargono 1 Zainu ddin 5 I ndaryati

2 Ri o Vabella, S.H. 2 Ati Pu rw iati 6 Sri Ha rtoyo

3 Eko Indropra setyo, S.H . 3 Miftah ur Ro iva

4 Ud i Marwoto, S.E . 4Sri W ahyun ingsi h

5 Sriyanto, S.E. 6 De nnis Arfin anda, S.E. 7 Safi'i

8 W isnu Surya di

AR AR

1 Su marsih, S.E. 1 Joko Sudaryanto, S.H. 1 Sumar no 1 Esti W ahyuning sih, S.E. 1 Karmidi 1Yu ni Suli styo Rini, S.T. 1 Jeane Rosenila, S.E.

2 Pa rdoyo 2 R . S. Hando yo Ku sumo 2 Ro sida 2 Hari S uryono 2Su kir, S.E. 2 F. Iwa n W idiyatmoko, S.Pt., M. Si.

3 Mi la Isiyana W ard ani, S.E. 3 Arteria Si ti Yu niarti 3 Eko Su priyo no 3 Sukid ah 3Reni Febrian i, S.E. 3 Bayu Hariad i

4 Wa rn o 4 W arih Sri Rom an ti 4 Tri yatno 4Isa k Purnomo, S.E., Ak. 4 Mu'aw anna h, S.E.,M .M.

5 Joko Bud ianto 5 Sudiyati 5Su biyan to, S.E. 5 Nursa nti Retno K., S.E.

6 Wi nahyu Hapsoro 6 L adiyono 6Y. Ca hyo Purnom o, S.E. 6 Wiyanto, S.E.

7 Muh. Arifin 7Dh udy Susilo Nugroho, S.E. 7 Edy R ustono, S.E.

8 Bagus Pratomo IV.b 1 Es. III 1 S2 5 8 Kukuh Adhi Waluyo, S.E.

9 D idie Yetno Setya di IV.a 1 Es. IV 7 S1 2 8 Pe laksana 9 Susanto Nugroh o, S.E.

10 Jaka W idiyana III.d 7 F. Rikpa 8 DIV 0 Ag ung N ugroho

11 Ana Sulistia ni III.c 1 0 F. Penila i 1 DIII 9 Pelak sana

12 Astri A priliana De wi III.b 1 5 AR 16 DII 0 Sri H astuti Rahajeng

13 N isa Puspita Sari III.a 1 6 Be ndaha ra 1 DI 9

14 II.d 1 1 OC 2 SMA 1 8

II.c 4 Jur u Sita 2 SMP 0

II.b 4 Pel aksa na 31 SD 0

II.a 0 69 6 9

6 9 Total Pe laks. 36

AR Acc ount Representative AR +Pela ks ana 52

OC Operator Console

1 9580 80 71 980031002

Subba g Um um Pejab at Fungsi onal

Wa ho no, S .Sos. KEPALA KAN TOR

Indra Susila, S.E ., M.M.

1201317 99

Sek si PD I Sek si Pelayanan Sek si Pena gihan Seksi Pem eriksaan Sek si Ekstensifikasi

Pe rpajakan Sek si Waskon I Sek si Waskon II

Ag ung M arha endra Ag us Salim Sri H idayati Na rtun, S.I.P. Wagiyono, S.E.,M.T. Dandun Aji Wisn u W Retno Had i Cah yani

1969060619 91031001 060 089817 1 968010219 9501 2001

197 60221 9951 1100 1 1970080 51997031 002 19710418 1995 0320 01 1 9570 31 01 978031001


(20)

4. Diskripsi Tugas Jabatan Struktural a. Kepala Kantor

Mengelo la pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang perpajakan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Subbagian Umum

Melaksanakan tugas pelayanan kesekretariatan dengan cara mengatur kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengakapan untuk menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

c. Seksi PDI

Melaksanakan pengumpulan, pengolahan data, dan penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pematauan aplikasi e-SPT dan e-filing serta penyiapan laporan kinerja.

d. Seksi Pelayanan

Melaksanakan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluahan perpajakan, pelaksanaan regristrasi Wajib Pajak, dan kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.


(21)

e. Seksi Penagihan

Melaksanakan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

f. Seksi Pemeriksaan

Melaksanakan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan pajak lainnya.

g. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Melaksanakan pengamatan potensi perpajakan, pencarian data dari pihak ketiga, pendataan obyek dan subyek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi perpajakan sesusai dengan ketantuan yang berlaku.

h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Melaksanakan pengawasan kepatuhan kewajiban Wajib Pajak, bimbingan/ himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.


(22)

5. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak a. Visi Direktorat Jenderal Pajak

“Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan inegritas dan profesionalisme yang tinggi.”

b. Misi Direktorat Jenderal Pajak

“Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi pepajakan yang efektif dan efisien.”

6. Nilai-Nilai Direktorat Jenderal Pajak a. Integritas

“Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten, dan menepati janji.”

b. Profesionalisme

“Memiliki kompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sosial.”


(23)

c. Inovasi

“Memiliki pemikiran yang bersifat terobosan dan atau alternatif pemecahaan masalah yang kreatif, dengan memperhatikan aturan dan norma yang berlaku.”

d. Tea mwork

“Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang atau pihak lain, serta membangun tea mwor k untuk menunjang tugas dan pekerjaan.”

B. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Dan salah satu usaha dalam pembiayaan pembangunan tersebut yaitu dengan menggali sumber-sumber dana dari dalam negeri yang berupa pajak.

Akan tetapi dalam upaya mewujudkan pembiayan pembangunan yang berasal dari sektor pajak tersebut, terdapat beberapa kendala atau hambatan. Salah satunya adanya pelawanan pasif dari masyarakat yang disebabkan sistem perpajakan di Indonesia yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat, dan perlawanan aktif dalam bentuk Ta x Eva sion yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang


(24)

(menggelapkan pajak) yang jelas akan sangat mengganggu tujuan perpajakan di Indonesia.

Adanya reformasi sistem pemungutan pajak di Indonesia, dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Menyadari bahwa msaih banyaknya masyarakat yang mengalami kesulitan dalam pelaksanaan perpajakan di Indonesia, maka pada tahun 1983 pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat melakukan reformasi undang-undang perpajakan. Salah satunya merubah sistem pemungutan pajak yang semula menggunakan Officia l Assessment System menjadi Self Assessment System. Mulai dari tahun 1984 sistem tersebut mulai diberlakukan hingga sekarang. Self a ssessment System adalah suatu sistem yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Sistem Self Assessment yang diatur dalam undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, dan telah dirubah kembali terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dimaksudkan dalam rangka intensifikasi penerimaan pajak dan ekstensifikasi jumah wajib pajak dari tahun ke tahun.

Akan tetapi dalam sistem in i tidak menutup kemungkinan terjadi kekeliruan, seperti terjadinya pelaporan pajak yang kurang bayar atau lebih bayar dikarenakan kesalahan penghitungan, penulisan ataupun karena ada pembetulan. Serta terjadinya pelanggaran, dimana wajib pajak secara sengaja tidak melakukan penghitungan dan pelaporan kewajiban perpajakannya. Hal


(25)

ini menimbulkan adanya tunggakan pajak akibat tidak dilunasinya hutang pajak tersebut.

Agus Widodo (2007) menyebutkan, menurut studi perhitungan yang dilakukan oleh Wardana pada tahun 1992 dan Uppal dan Reksodiprojo pada tahun 1999, menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak masih sangat rendah. Pe megang Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) hanya berkisar 1% dari total penduduk Indonesia, padahal rata-rata untuk Negara Sedang Berkembang (NSB) berkisar 2%. Lebih jauh lagi, pemilik NPWP yang membayar pajak hanya berkisar 50% dari pemilik NPWP atau kurang dari 0,5% dari total penduduk Indonesia. Serta pada tahun 2000, dari perhitungan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak diketahui bahwa Ta x Ra tio di Indonesia adalah sebesar 11,1%. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan rasio yang dimiliki Malaysia (19,3%), Singapura (15,9%), Filipina (17%), Amerika Serikat (19,8%), dan Inggris (33,4%).

Sekitar 75% pendapatan negara berasal dari sektor pajak. Mengingat masih banyak dijumpai Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara, sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 yang mengatur tentang Penagihan Pajak Aktif atau Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yang


(26)

bertujuan untuk menertibkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual/ melelang barang-barang yang telah disita.

Penagihan Pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu Penagihan Pajak Pasif dan Penagihan Pajak Aktif. Penagihan Pajak Pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak. Sedangkan Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari kegiatan Penagihan Pajak Pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak, akan tetapi diikuti dengan tindakan penyitaan aset Wajib Pajak dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 diharapkan dapat meminimalkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, serta mengefektifkan penerimanan negara sektor pajak. Akan tetapi dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut, tidak serta merta menjadikan Wajib Pajak tertib dan patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.


(27)

Mengacu pada penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas “ANALISIS KONTRIBUSI PENAGIHAN PAJAK AKTIF TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK S TUDI KASUS DI KPP PRATAMA BOYOLALI.”

C. Perumusan Masalah

Penagihan pajak bertujuan untuk menertibkan wajib pajak yang bermasalah dalam hal memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah :

1. Seberapa besar kontribusi penagihan pajak aktif jika dibandingkan dengan total pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Boyolali?

2. Seberapa besar kontribusi penagihan pajak aktif terhadap pencapian target pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Boyolali?

3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam tindakan penagihan pajak aktif?

4. Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam penagihan pajak aktif?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kasus-kasus penunggakan pajak yang diselesaikan dengan Penagihan Pajak Aktif di KPP Pratama Boyolali.

2. Mengetahui seberapa besar kontribusi penagihan pajak aktif dibandingkan dengan realisasi pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Boyolali.


(28)

3. Mengetahui seberapa besar kontribusi penagihan pajak aktif terhadap pencapaian target pencairan tunggakan pajak d i KPP Pratama Boyolali.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi KPP Pratama Boyolali

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pikiran untuk leb ih meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Penagihan Pajak secara spesifik, serta sebagai penerapan atas ilmu-ilmu yang dipelajari terhadap pembelajaran kasus-kasus yang terjadi di lapangan.

3. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan, referensi, dasar penelitian selanjutnya, dan informasi tambahan dengan pokok permasalahan yang sama.

4. Bagi Masyarakat Luas

Masyarakat dapat mengetahui tata cara dan tahapan-tahapan dalam Penagihan Pajak serta penyelesaiannya. Dan agar masyarakat mengetahui


(29)

tentang pentingnya kesadaran dan kontribusi positif dari masyarakat untuk mancapai keberhasilan tujuan perpajakan di Indonesia.

F. Teknik Analisis Data 1. Objek Penelitian

Objek yang dipilih oleh penulis untuk diteliti adalah Penagihan Pajak di KPP Pratama Boyolali. Hal yang akan di kaji adalah kontribusi penagihan pajak aktif dibandingkan dengan total pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Boyolali.

2. Desain Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis untuk melakukan penelitian ini adalah studi kasus. Dengan metode ini, penulis berharap dapat melakukan penelitian secara mendalam pada kasus yang diteliti, yaitu “Analisis Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Studi Kasus di KPP Pratama Boyolali.” Di samping itu, penulis juga melakukan penelitian dengan mempelajari literature yang didapat dari perpustakaan.

3. Data Penelitian

Data yang diambil penulis untuk penelitian ini adalah : a. Gambaran umum KPP Pratama Boyolali.

b. Data perkembangan piutang pajak di KPP Pratama Boyolali. c. Data aktifitas penagihan pajak aktif pajak d i KPP Pratama Boyolali.


(30)

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data dan informasi, yaitu :

a. Studi Kepustakaan

Melalui metode kepustakaan, penulis dapat mengetahui tentang Penagihan Pajak Aktif dan tehapan-tahapannya, serta penyelesaiannya melalui membaca literatur dan buku, serta peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan dan surat edaran di bidang perpajakan, serta referensi lain yang berkaitan dengan tema penelitian.

b. Wawancara

Dengan metode wawancara, penulis dapat bertanya secara langsung kepada pegawai pajak di KPP Pratama Boyolali yang menangani penagihan pajak dan pelenyesaiannya

c. Dokumentasi

Penulis mengutip arsip, catatan ataupun data yang terdapat di KPP Pratama Boyolali dan dari pihak-pihak lain yang relevan dengan objek yang diteliti oleh penulis.

5. Teknik Pembahasan a. Metode Kualitatif

Dengan metode ini penulis dapat menganalisis data dalam bentuk kalimat. Yang digunakan sebagai dasar penelitian adalah landasan teori mengenai aktifitas penagihan pajak aktif. Untuk mendapatkan data


(31)

dalam penelitian ini, penulis lebih cenderung menggunakan metode wawancara dengan Seksi Penagihan di KPP Pratama Boyolali.

b. Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif merupakan metode yang sistematis dan pengembangannya dengan model sistematis. Dengan metode ini, penulis dapat menganalisis data mengenai perkembangan piutang pajak dan kontribusi penagihan pajak aktif terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Boyolali dalam bentuk presentase dengan menggunakan cara menghitung.


(32)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Pajak a. Pengertian Pajak

Secara umum pengertian pajak adalah iuran wajib yang dibayarkan ke kas negara, baik kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang pemungutannya diatur berdasarkan undang-undang yang bersifat memaksa, serta tanpa mendapat kontraprestasi yang dapat ditujukan secara langsung kepada Wajib Pajak. Sedangkan Defin isi atau pengertian pajak berbeda-beda menurut para ahli. Dan berikut pengertian pajak menurut beberapa ahli:

1) Prof. Dr. Rohmat Soemitro, S.H.,

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Resmi, 2009: 1).

2) Dr. Soeparman Soemahamidjaja

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Waluyo, 2010: 3).


(33)

b. Fungsi Pajak

Menurut Resmi (2007: 3) fungsi pajak adalah: 1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

2) Fungsi Regulerend (Pengatur)

Fungsi reguler end/ fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social, ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

c. Pembagian Pajak

Menurut Ilyas dan Burton (2004: 17) pembagian pajak adalah sebagai berikut:

1) Pembagian Pajak Menurut Golongannya a) Pajak langsung

Pajak Langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).


(34)

b) Pajak Tidak Langsung

Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal atau peristiwa tertentu. Contoh: PPN dan PPnBM.

2) Pembagian Pajak Menurut Wewenang Pemungutannya: a) Pajak Pusat/ Pajak Negara

Pajak pusat/ pajak negara adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Contoh: PPh, PPN, PPnBM, PBB, Bea Materai, dan BPHTB.

b) Pajak Daerah

Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Contoh: Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.

3) Pembagian Pajak Menurut Sasarannya a) Pajak Subyektif

Pajak Subyektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribad i Wajib Pajak. Setelah diketahui keadaan subyeknya barulah


(35)

diperhatikan keadaan obyektifnya sesuai gaya pikul. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b) Pajak Obyektif

Pajak Obyektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subyeknya baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan. Contoh: PPN

d. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Suandy (2005: 27) asas pemungutan pajak terdiri dari: 1) Equa lity

Pembebanan pajak di antara subyek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah.

2) Certa inty

Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi. Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.

3) Convenience of Pa yment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/ keuntungan yang dikenakan pajak.


(36)

4) Economic of Collections

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan seefisien mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.

e. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2007: 17) sistem pemungutan pajak terdiri dari:

1) Officia l Assessment System

Merupakan sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.

2) Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang member wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

3) With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.


(37)

2. Tinjauan Umum Penagihan Pajak a. Dasar Hukum

1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

4) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK04/2000 tentang Tata Cara Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa

5) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak

6) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Surat Paksa dan Penyitaan Di Luar Wilayah Kerja Pejabat yang Menerbitkan Surat Paksa.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 135 tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa


(38)

8) Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-01/PJ-045/2007 tentang Penegasan dan Kebijakan atas Penagihan Pajak Tahun 2007

Menurut Suandy (2006: 45) penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur dan memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita. Penagihan pajak dibagi menjadi 2 (dua), yaitu penagihan pajak pasif dan penagihan pajak aktif.

b. Penagihan Pajak Pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak. Sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, bahwa yang menjadi dasar penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan pajak yang masih harus dibayar bertambah. Jika dalam waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak aktif yang dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran.


(39)

c. Penagihan Pajak Aktif

Penagihan Pajak Aktif merupakan lanjutan dari aktifitas Penagihan Pajak Pasif. Dimana dalam upaya penagihan ini fiskus tidak hanya mengirim Surat Teguran atau Surat Ketetapan Pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan penyitaan aset Wajib Pajak dan pelaksanaan pelelangan obyek yang disita.

1) Tahapan Penagihan Pajak a) Surat Teguran

Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), tidak dilunasi sampai melewati tujuh (7) hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkan).

b) Surat Paksa

Apabila utang pajak tidak melunasi setelah 21 hari dari tanggal Surat Teguran, maka akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp25.000,00 (Dua Puluh Lima Ribu Rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.

c) Surat Sita

Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang


(40)

Wajib Pajak, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp75.000,00 (Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah).

d) Lelang

Dalam waktu empat belas hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

Untuk lebih jelasnya mengenai alur dan jadwal pelaksanaan penagihan pajak dapat dilihat pada bagan berikut ini:


(41)

G a m b a r I I. 1 B a g a n A lu r P en a g ih a n P a ja k A k ti f S u m b er : S ek si P en a g ih a n


(42)

2) Pejabat dan Jurusita Pajak a) Pejabat

Sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Menteri Keuangan berwenang untuk menunjuk pejabat (untuk pajak pusat) atau Kepala Daerah (untuk pajak daerah) berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak yang berwenang untuk:

1) Mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak 2) Menerbitkan:

a) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis b) Surat Perintah Penagihan Paksa Seketika dan Sekaligus c) Surat Paksa

d) Surat Perintah Melakukan Penyitaan e) Surat Perintah Penyanderaan

f) Surat Pencabutan Sita g) Pengumuman Lelang

h) Surat Penentuan Harga Limit i) Pembatalan Lelang; dan

j) Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak

b) Jurusita Pajak

Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.02/2000, dijelaskan bahwa Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan


(43)

seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau Gubernur atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah.

1) Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi Jurusita Pajak:

a) Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu

b) Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/ Golongan II/ a

c) Berbadan sehat

d) Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak e) Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian. 2) Tugas Jurusita Pajak:

a) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus.

b) Memberitahukan Surat Paksa.

c) Melaksanakan penyitaan barang atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. d) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah


(44)

3) Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.

4) Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari , laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau tempat tinggal Penanggung Pajak, atau tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

5) Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah daerah Setempat, Badan Pertahanan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.

6) Jurusita Pajak dapat diberhentikan apabila: a) Meninggal dunia

b) Pensiun

c) Karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnnya d) Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas e) Melakukan perbuatan tercela

f) Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak g) Sakit jasmani atau rohani terus menerus


(45)

3) Penagihan Seketika dan Sekaligus

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000, Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menuggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh pejabat apabila:

a) Penaggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.

b) Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan peusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia. c) Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan

membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan dalam bentuk lainnya.

d) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara atau terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh Pejabat sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran tanpa didahului Surat Teguran, atau sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan, dan sebelum penerbitan Surat Paksa.


(46)

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya harus memuat nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak, besarnya utang pajak, perintah untuk membayar, dan saat pelunasan utang pajak.

4) Surat Paksa

Surat Paksa berkepala kata-kata, “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” mempunyai kekuatan eksekutoria l dan kedudukan hokum yang sama dengan grosse a kte, yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak, dasar penagihan, besarnya utang pajak, dan perintah untuk membayar.

Surat Paksa diterbitkan apabila:

a) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran, atau Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis.

b) Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

c) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.


(47)

Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. pemberitahuan ini dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

a) Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau tempat lain yang memungkinkan.

b) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

c) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisannya belum dibagi.

d) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisannya sudah dibagi.

Surat Paksa terhadap Wajib Pajak Badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

a) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penangggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang


(48)

bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan.

b) Pegawai tetap di tempat tinggal kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, atau pemilik modal.

Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban peRpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa yang dimaksud. Jika tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat.

Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilakukan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah keljanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.


(49)

Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakannya kepada Pejabat yang meminta bantuan.

Dalam hal Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) menolak untuk menerima Surat paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.

Pengajuan keberatan olen Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa. Sedangkan ketentuan penagihan Bea Masuk, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor dengan Surat Paksa diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersendiri.

5) Penyitaan

Penyitaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) jika Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan.

Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000, dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus:

a) Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak b) Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan c) Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan


(50)

Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak,dan dapat dipercaya. Setiap penyitaan Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi. Dalam hal Penanggung Pajak adalah Badan maka Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penangggungjawab, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan. Penyitaan dapat dilakukan meskipun Penanggung Pajak tidak hadir asalkan ada salah seorang saksi dari Pemda. Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Penanggung Pajak dan saksi-saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap sah meskipun Penanggung Pajak menolak menandatangani. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita ditempelkan pada barang yang disita atau barang yang disita ditempat umum. Atas barang yang disita ditempel segel sita. Selain itu salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita d isampaikan kepada:

a) Penanggung Pajak

b) Polisi untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar

c) Pemda dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum terdaftar

d) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, untuk barang yang disita berupa kapal


(51)

Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau tempat lain yang termasuk penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan untuk pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:

a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal

dengan isi kotor tertentu.

Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilk modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal, atau di tempat lain.

Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oeh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang bukti tersebut dikembalikan kepada Penanggung Pajak.


(52)

Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut pertimbangan Jurusita Pajak barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau ditempat lain. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, barang yang telah disita dititipkan kepada aparat Pemerintah Daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita. Tempat lain yang dapat digunakan sebagai tempat penitipan barang yang telah disita adalah Kantor Pegadaian, Bank, Kantor Pos atau tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Terhadap barang Penanggung Pajak yang dikecualikan sebagai obyak sita adalah:

a) Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. b) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan

beserta peralatan memasak yang ada di rumah.

c) Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.

d) Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang digunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

e) Peralatan yang masih dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan


(53)

jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp20.000.000,00 (Dua Puluh Juta Rupiah).

f) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

Apabila nilai barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau hasil lelang barang yang telah disita ternyata tidak cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, maka dapat dilakukan Penyitaan Tambahan sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000, sampai nilai barang mencukupi untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak atau berdasarkan putusan Pengadilan Negeri atau putusan Pengadilan Pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah. Dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 disebutkan bahwa, Surat Pencabutan Sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak dan instansi yang terkait, diikuti dengan pengembalian penguasaan barang yang disita kepada Penanggung Pajak.


(54)

Terhadap barang yang telah disita, Penanggung Pajak dilarang: a) Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan,

meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita.

b) Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu.

c) Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau digunakan untuk pelunasan utang tertentu.

d) Merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

6) Hak Mendahulu

Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

a) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

b) Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang dimaksud.

c) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan atau penyelesaian suatu warisan.


(55)

7) Lelang

Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang tekah disita melalui Kantor Lelang. Pengecualian penjualan lelang dilakukan terhadap objek sita berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu an barang sitaan yang mudah rusak atau cepat busuk.

Adapun tata cara dan prosedur lelang adalah sebagai berikut: a) Penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita

dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.

b) Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.

c) Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan satu kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan dua kali.

d) Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000,00 (Dua Puluh Juta Rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa.

e) Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang telah disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan.


(56)

f) Pejabat atau yang mewakili menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli Risalah Lelang.

g) Pejabat atau Jurusita Pajak tidak diperbolahkan membeli barang sitaan yang dilelang. Larangan ini barlaku juga terhadap istri, keluarga sedarah, dan semenda dalam keturunan garis lurus serta anak angkat.

h) Pejabat dan Jurusita Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

i) Perubahan besarnya nilai barang yang tidak harus diumumkan melalui media massa.

Dalam hal pelaksanaan lelang:

a) Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak belum memperoleh keberatan.

b) Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak.

c) Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan Badan Peradilan Pajak, atau obyek lelang musnah.


(57)

Terhadap hasil lelang:

a) Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak.

b) Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak dapat ditambah 1% (satu persen) dari pokok lelang.

c) Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada. d) Sisa barang beserta hasil kelebihan uang hasil lelang dikembalikan

oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang dilaksanakan.

e) Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang beRpindah kepada pembeli dan kepadanya diberikan Risalah Lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak.

Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak selama barang yang telah disita belum dijual, digunakan atau dipindahbukukan.

a) Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp50.000,00 (Lima Pu luh Ribu Rupiah) untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp100.000,00 (Seratus Ribu Rupiah) untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.


(58)

b) Besarnya tambahan biaya penagihan pajak yang dibayar oleh Penanggung Pajak dalam hal barang yang telah disita dijual adalah: 1) Secara lelang adalah 1% (satu persen) dari pokok lelang.

2) Tidak secara lelang adalah 1% (satu persen) dari hasil penjualan.

c) Biaya penagihan pajak dan biaya tambahan penagihan pajak merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

d) Tata cara pengelolaan dan penggunaan biaya penagihan pajak dan tambahan biaya penagihan pajak diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8) Pencegahan dan Penyanderaan a) Pencegahan

1) Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi pajak.

2) Pencegahan dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan.

3) Keputusan pencegahan sekurang-kurangnya memuat: a) Identitas Penanggung Pajak yang dikenakan Pecegahan. b) Alasan untuk melakukan pencegahan.


(59)

c) Jangka waktu pencegahan, paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.

4) Keputusan pencegahan disampaikan kepada Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan, Menteri Kehakiman, Pejabat yang memohon pencegahan, atasan Pejabat yang bersangkutan, dan Kepala Daerah setempat.

5) Pencegahan dapat dilaksanakan terhadap beberapa orang sebagai Penanggung Pajak Wajib Pajak Badan atau ahli waris. 6) Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan

hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan utang pajak. b) Penyanderaan

1) Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.

2) Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

3) Penyanderaan hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.


(60)

4) Pernohonan izin penyanderaan diajukan oleh Pejabat atau atasan Pejabat kepada Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau kepada Gubenur untuk penagihan pajak daerah.

5) Permohonan izin penyanderaan sekurang-kurangnya memuat: a) Identitas Penanggung Pajak yang akan disandera.

b) Jumlah utang pajak yang belum dilunasi.

c) Tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan

d) Uraian yang menunjukkan bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad baiknya dalam melunasi pajak.

6) Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 (enam) bulan.

7) Surat Perintah Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat: a) Identitas Penanggung Pajak.

b) Alasan penyanderaan. c) Izin penyanderaan. d) Lamanya penyanderaan. e) Tempat penyanderaan.

8) Penanggung Pajak yang disandera ditempatkan ditempat tertentu sebagai tempat penyanderaan dengan syarat sebagai berikut:

a) Tertutup dan terasing dari masyarakat. b) Mempunyai fasilitas terbatas.


(61)

c) Mempunyai sistem pengamanan dan pengawasan yang memadai.

9) Sebelum tempat penyanderaan dibentuk, Penanggung Pajak yang disandera dititipkan di rumah tahanan negara dan terpisah dari tahanan lain.

10) Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti Pemilihan Um um.

11) Jurusita Pajak harus menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan langsung kepada Penanggung Pajak dan salinannya disampaikan kepada kepala tempat penyanderaan. 12) Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat

ditemukan, Jurusita Pajak melalui Pejabat, atau atasan Pejabat dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.

13) Penyanderaan mulai dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung Pajak yang bersangkutan.

14) Penyanderaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.


(62)

15) Dalam melaksanakan penyanderaan Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan.

16) Jurusita Pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak ditempatkan di tempat penyanderaan. Dan Berita Acara Penyanderaan ditandatangani oleh Jurusita Pajak kepala tempat penyanderaan, dan saksi-saksi.

17) Berita Acara Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat: a) Nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan. b) Izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur. c) Identitas Jurusita Pajak.

d) Identitas Penanggung Pajak yang disandera. e) Tempat penyanderaan.

f) Lamanya penyanderaan.

g) Identitas saksi-saksi penyanderaan.

18) Salinan Berita Acara Penyanderaan disampaikan kepada kepala tempat penyanderaan, Penanggung Pajak yang disandera, dan Bupati atau Walikota.

19) Penanggung Pajak yang disandera akan dilepaskan jika:

a) Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas.

b) Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Penyanderaan telah terpenuhi.


(63)

c) Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

d) Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

20) Sebelum Penanggung Pajak yang disandera dilepaskan, Pejabat segera memberitahukan secara tertulis kepada kepala tempat penyanderaan sebagaiman tercantum dalam Surat Perintah Penyanderaan.

21) Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

9) Gugatan

a) Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyiataan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak.

b) Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama baik dan ganti rugi kepada Pejabat.

c) Besarnya ganti rugi paling banyak Rp5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah).

d) Perubahan besarnya ganti rugi d itetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.


(64)

e) Gugatan Penanggung Pajak diajukan dalam rangka jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang dilaksanakan. 10) Sanggahan

a) Sanggahan pihak ketiga terhadap barang yang telah disita hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri.

b) Pengadilan Negeri yang menerima Surat Sanggahan memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat.

c) Pejabat menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak hanya terhadap barang yang disanggah kepemilikannya sejak menerima pemberitahuan.

d) Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita tidak dapat diajukan setelah lelang dilaksanakan.

11) Pembetulan dan Penggantian

a) Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan dan penggantian kepada Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.


(65)

b) Pejabat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan harus member keputusan atas permohonan yang diajukan.

c) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan pajak ditunda untuk sementara waktu. d) Pejabat karena jabatan dapat membetulkan Surat Teguran atau

Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga Lim it yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.

e) Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat.

f) Dalam hal permohonan ditolak, tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan sesuai jangka waktu semula.

12) Daluwarsa Tidakan Penagihan Pajak

Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang KUP, hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan


(66)

Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Penagihan pajak tidak dilaksanakan apabila telah daluwarsa sebagaimana diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah.

Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:

a) Diterbitkan Surat Paksa.

b) Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

c) Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).


(67)

B. Analisis dan Pembahasan

1. Perhitungan Presentase Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap Total Pencairan Tunggakan Pajak

Tabel II. 1 Laporan Perkembangan Piutang Pajak Tahun 2010 (Dalam Ribuan Rupiah)

No. Jenis Pajak Piutang Awal Tahun Penambahan Piutang Pengurangan / Pencairan Piutang Piutang Akhir Tahun 1 PPh Ps.

25 OP 583.684 206.537 60.762 729.459

2 PPh Ps.

25 Badan 17.532.154 1.830.456 452.743 18.909.867 3 PPh Ps 21 459.852 622.238 714.584 367.506 4 PPh Ps.

22 0 294.191 294.191 0

5 PPh Ps.

23 66.132 112.492 151.597 27.027

6 PPh Ps.

26 0 114.771 112.710 2.061

7 PPh Ps. 4

(2) 362.626 53.494 395.484 20.636

8 PPN 6.799.989 3.622.229 1.806.800 8.615.418

9 PPnBM 0 0 0 0

10 Bunga

Penagihan 11.386 212 100 11.498

11 PKK 0 4.928 0 4.928

Jumlah 25.815.823 6.861.547 3.988.970 28.688.400 Sumber: Seksi Pena giha n KPP Pra ta ma Boyola li

Jumlah piutang pajak pada awal tahun sebesar Rp25.815.823.000,00. Penambahan piutang pajak berasal dari Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebesar Rp3.474.935.000,00, dari Surat Tagihan Pajak (STP) sebesar Rp3.171.829.000,00, dan lain-lain sebesar Rp214.783.000,00. Sehingga jumlah piutang pajak menjadi Rp32.677.370.000,00.


(68)

Sedangkan pengurangan piutang atau pencairan piutang pajak berasal dari pembayaran melalui Surat Setoran Pajak (SSP) maupun pembayaran melalu i pemindahbukuan sebesar Rp3.026.503.000,00 dan lain-lain yang berasal dari hasil rekonsiliasi antara data di KPP Pratama Boyolali dengan data di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II sebesar Rp807.363.000,00, Surat Keberatan sebesar Rp116.343.000,00, dan permohonan pembetulan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP) dan surat ketetapan lainnya, dan atas permohonan pengurangan dan penghapusan sanksi admnistrasi berupa denda, bunga, kenaikan pajak terutang yang disetujui sebesar Rp44.895.000,00, serta pengurangan yang disebabkan penghitungan lebih bayar sebesar Rp6.134.000,00. Sehingga jumlah piutang pajak akhir tahun menjadi Rp28.688.400.000,00.

Dari jumlah pengurangan atau pencairan tunggakan pajak dengan pembayaran melalu i Surat Setoran Pajak (SSP) maupun pembayaran melalui pemindahbukuan, sebesar Rp2.296.821.000,00 merupakan pembayaran atau pelunasan atas SKP maupun STP yang dibayarkan sebelum tindakan penagihan pajak. Dan sebesar Rp729.682.000,00 berasal dari pembayaran atau pelunasan setelah tindakan penagihan pajak. Dan berikut rincian untuk kegiatan penagihan pajak selama tahun 2010:


(69)

Tabel II. 2 Laporan Kegiatan Penagihan Pajak Tahun 2010

(Dalam Ribuan Rupiah)

Sumber: Seksi Pena giha n KPP Pra ta ma Boyola li

Jenis Dokumen Wajib Pajak Badan Wajib Pajak OP

Jumlah Lembar

Jumlah Nominal

Jumlah Pencairan

(lbr) (Rp) Pencairan (lbr) (Rp) Pencairan (lbr) (Rp) (Rp)

Surat Teguran 429 2.823.081 59.356 2.156 218.200 13.203 2.585 3.041.281 72.559

Surat Paksa 73 2.526.090 645.876 35 43.704 11.247 108 2.570.604 657.123

SPMP - - -

-Lelang - - -

-Blokir

Rekening - - -

-Pencegahan - - -

-Penyanderaan - - -


(70)

Berdasarkan tabel di atas tindakan penagihan pajak aktif selama tahun 2010 terdiri dari penerbitan Surat Teguran sejumlah 2.585 lembar dengan jumlah nominal Rp3.041.281.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp72.559.000,00. Yang mana 429 lembar merupakan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Badan dangan jumlah nominal sebesar Rp2.823.081.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp59.356.000,00. Dan 2.156 lembar merupakan Surat Teguran yang dikeluarkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan jumlah nominal Surat Teguran Sebesar Rp218.200.000,00 dan jumlah pencairannya sebesar Rp13.203.000,00.

Sedangkan penerbitan Surat Paksa selama Tahun 2010 sejumlah 108 lembar, yang mana 73 lembar untuk Wajib Pajak Badan dengan jumlah nominal Rp2.526.090.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp645.876.000,00. Dan 35 lembar untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan jumlah nominal Rp43.703.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp11.247.000,00.

Dengan demikian total pencairan yang berasal dari tindakan penagihan pajak aktif selama tahun 2010 sebesar Rp729.682.000,00 dan kontribusi tindakan penagihan pajak aktif selama tahun 2010 terhadap total pencairan tunggakan pajak dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:


(71)

= Total Pencaira n dar i Pena gihan Pajak Aktif x 100% Total Pencairan Tungga kan Paja k

= Rp729.682.000,00 x 100% Rp3.988.970.000,00

= 18,29%

Dengan rincian sebagai berikut: a) Pencairan Surat Teguran

= Jumlah Penca ir an Sur at Tegur an x 100% Total Pencairan Tungga kan Pa jak

= Rp72.599.000,00 x 100% Rp3.988.970.000,00

= 1,82%

b) Pencairan Surat Paksa

= Jumlah Penca ir an Sur at Pa ksa x 100% Total Pencairan Tungga kan Pa jak

= Rp657.123.000,00 x 100% Rp3.988.970.000,00


(72)

Tabel II. 3 Laporan Perkembangan Piutang Pajak Tahun 2011 (Dalam Ribuan Rupiah)

No. Jenis Pajak Piutang Awal Tahun Penambahan Piutang Pengurangan / Pencairan Piutang Piutang Akhir Tahun 1 PPh Ps.

25 OP 729.459 540.377 91.855 1.177.981

2 PPh Ps.

25 Badan 18.909.867 850.956 416.654 19.344.169 3 PPh Ps 21 367.506 432.696 326.565 473.637 4 PPh Ps.

22 0 2.450 2.450 0

5 PPh Ps.

23 27.027 7.696 5.400 29.323

6 PPh Ps.

26 2.061 0 0 2.061

7 PPh Ps. 4

(2) 20.636 18.756 11.977 27.415

8 PPN 8.615.418 1.837.106 558.481 9.894.043

9 PPnBM 0 0 0 0

10 Bunga

Penagihan 11,498 0 7.256 4.242

11 PKK 4.928 0 0 4.928

Jumlah 28.688.400 3.690.037 1.420.638 30.957.799 Sumber: Seksi Pena giha n KPP Pra ta ma Boyola li

Jumlah piutang pajak pada awal tahun sebesar Rp28.688.400.461,00. Penambahan piutang pajak berasal dari Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebesar Rp1.569.715.750,00, dari Surat Tagihan Pajak (STP) sebesar Rp1.425.414.435,00, dan lain-lain sebesar Rp694.907.420,00. Sehingga jumlah piutang pajak menjadi Rp32.378.438.006,00.

Sedangkan pengurangan piutang atau pencairan piutang pajak berasal dari pembayaran melalui Surat Setoran Pajak (SSP) sebesar Rp1.419.037.548,00 dan lain-lain yang berasal dari hasil rekonsiliasi antara data di KPP Pratama Boyolali dengan data di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II sebesar Rp5.199.984,00, serta pengurangan


(73)

yang disebabkan penghitungan lebih bayar sebesar Rp3.598.727,00. Sehingga jumlah piutang pajak akh ir tahun menjadi Rp30.957.799.261,00.

Dari jumlah pengurangan atau pencairan tunggakan pajak dengan pembayaran melalui Surat Setoran Pajak (SSP), sebesar Rp292.780.429,00 merupakan pembayaran atau pelunasan atas SKP maupun STP yang dibayarkan sebelum tindakan penagihan pajak. Dan sebesar Rp1.126.257.119,00 berasal dari pembayaran atau pelunasan setelah tindakan penagihan pajak. Dan berikut rincian untuk kegiatan penagihan pajak selama tahun 2011:


(74)

Tabel II. 4 Laporan Kegiatan Penagihan Pajak Tahun 2011

(Dalam Ribuan Rupiah)

Sumber: Seksi Pena giha n KPP Pra ta ma Boyola li

Jenis Dokumen Wajib Pajak Badan Wajib Pajak OP

Jumlah Lembar

Jumlah Nominal

Jumlah Pencairan

(lbr) (Rp) Pencairan (lbr) (Rp) Pencairan (lbr) (Rp) (Rp)

Surat Teguran 1099 1.660.541 26.206 344 340.646 7.650 1443 2.001.187 33.856

Surat Paksa 180 2.528.847 1.045.447 77 416.659 30.143 257 2.945.506 1.075.590

SPMP 2 - 16.811 - - - 2 16.811 16.811

Lelang - - -

-Blokir

Rekening - - -

-Pencegahan - - -

-Penyanderaan - - -


(75)

Berdasarkan tabel di atas tindakan penagihan pajak aktif terdiri dari penerbitan Surat Teguran sejumlah 1443 lembar dengan jumlah nominal sebesar Rp2.001.187.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp33.856.000,00. Yang mana 1.099 lembar merupakan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Badan dengan Jumlah nominal Rp1.660.541.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp26.026.000,00. Dan 344 lembar merupakan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan jumlah nominal Rp340.646.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp7.650.000,00.

Selama tahun 2011 tindakan penagihan pajak aktif juga dilakukan dengan penerbitan Surat Paksa sejumlah 257 lembar dengan jumlah nominal Rp2.945.506.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp1.075.590.000,00. Sejumlah 180 lembar merupakan penerbitan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Badan dengan jumlah nominal Rp2.528.847.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp1.045.447.000,00. Dan 77 lembar Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan jumlah nominal Rp416.659.000,00 dan jumlah pencairan sebesar Rp30.143.000,00.

Selain dengan penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa, selama tahun 2011 Jurusita Pajak KPP Pratama Boyolali juga menerbitkan 2 (dua) lembar Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dengan jumlah nilai tagihan sebesar Rp16.811.000,00 dan dapat dicairkan seluruhnya.


(76)

Dengan demikian, total pencairan tunggakan pajak melalui tindakan penagihan pajak aktif selama tahun 2011 sebesar Rp1.126.257.000,00 dan kontribusi tindakan penagihan pajak aktif selama tahun 2011 terhadap total pencairan tunggakan pajak dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:

= Total Pencaira n dar i Pena gihan Pajak Aktif x 100% Total Pencairan Tungga kan Pajak

= Rp1.126.257.000,00 x 100% Rp1.420.638.000,00

= 79,27%

Dengan rincian sebagai berikut: a) Pencairan Surat Teguran

= Pencaira n Sura t Tegura n x 100% Total Penca ir an Tunggakan Pajak

= Rp33.856.000,00 x 100% Rp1.420.638.000,00

= 2,38%

b) Pencairan Surat Paksa

= Pencaira n Sura t Paksa x 100% Total Pencairan Tungga kan Pa jak

= Rp1.075.590.000,00x 100% Rp1.420.638.000,00


(77)

= 75,71%

c) Pencairan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) = Pencaira n SPMP x 100%

Total Pencairan Tungga kan Pa jak

= Rp16.811.000,00 x 100% Rp1.420.638.000,00

= 1,18%

2. Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap Pencapaian Target Pencairan Tunggakan Pajak

Tabel II.5 Realisasi Pencapaian Target Pencairan Tunggakan Pajak

(dalam ribuan rupiah) Tahun Tunggakan Pajak Target Pencairan Tunggakan Realisasi Pancairan Tunggakan Pajak Pencapaian (%)

2010 25.815.823 5.226.762 3.988.970 76%

2011 28.688.399 10.552.533 1.420.638 13%

Sumber: Seksi Pena giha n KPP Pra ta ma Boyola li

Tahun 2010 realisasi pencapaian target pencairan tunggakan pajak sebesar dan tahun 2011 sebesar dengan perhitungan sebagai berikut :

= Rea lisa si Penca ir an Tunggakan Pajak x 100% Tar get Pencairan Tunggakan P ajak

Tahun 2010 = Rp 3.988.970.000,00 x 100% Rp 5.226.762.000,00


(78)

Tahun 2011 = Rp 1.420.638.000,00 x 100% Rp 10.552.533.000,00

= 13%

Sedangkan penagihan pajak aktif berkontribusi terhadap pencapaian target pencairan tunggakan pajak dengan perhitungan sebagai berikut :

= Jumlah Penca ir an dar i Penagihan Pa ja k Aktif x 100% Tar get Pencairan Tunggaka n P ajak

Tahun 2010 = Rp 729.682.000,00 x 100% Rp 5.226.762.000,00

= 14%

Tahun 2011 = Rp 1.126.257.000,00 x 100% Rp 10.552.533.000,00

= 11%

3. Hambatan-hambatan dalam Penagihan Pajak

a. Terbatasnya jumlah Jurusita Pajak yang hanya terdapat dua orang Jurusita Pajak tidak sebanding dengan jumlah Penunggak Pajak.

b. Data-data penagihan pajak tahun-tahun sebelumnya tidak diadmnistrasikan dengan baik.

c. Terdapat banyak penunggak pajak yang pailit dan tidak memiliki objek sita, dan bahkan tidak d iketahui alamatnya.


(79)

e. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

f. Adanya perlakuan tidak baik atau ancaman fisik dari penunggak pajak terhadap Jurusita ketika menjalankan tugasnya di lapangan.

4. Upaya-upaya dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan Penagihan Pajak

a. Meningkatkan kualitas pelayanan dengan penyempurnaan sistem terkait untuk mempermudah proses kegiatan perpajakan.

b. Meningkatkan penyuluhan dan mengoptimalisasi kinerja kehumasan untuk menumbuhkan kesadaran Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakannya.

c. Penatausahaan administratif pelaksanaan penagihan pajak beserta data-data penagihan secara optimal dan tertib.

d. Melakukan pendekatan persuasif dengan Wajib Pajak dan koordinasi dengan pihak bank untuk pemblokiran rekening Wajib Pajak yang bersangkutan.

e. Bekerjasama dengan aparat pemerintah untuk meminta bantuan dalam proses penagihan pajak.


(80)

66 BAB III

TEMUAN

Dari kegiatan magang kerja dan penelitian serta analisis data di KPP Pratama Boyolali, maka penulis dapat menyimpulkan kelemahan dan kelebihan yang ditemukan terkait dengan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Adapun kelemahan dan kelebihan yang ditemukan penulis adalah sebgai berikut:

A. Kelebihan

1. Pelaksanaan penagihan pajak di KPP Pratama Boyolali telah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

2. Adanya Account Representative di KPP Pratama Boyolali yang akan melayani Wajib Pajak secara individual, serta membantu Wajib Pajak dalam mengurus kewajiban perpajakannnya.

3. Kontribusi penagihan pajak aktif terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Boyolali mengalami peningkatan sekitar 61%, dari tahun 2010 sebesar 18,29% dan tahun 2011 sebesar 79,27%.

B. Kelemahan

1. Dalam pelaksanaan penagihan pajak fiskus masih menemui permasalahan-permasalahan dan perlawanan dari Penunggak Pajak.

2. Kerjasama antar seksi belum berjalan dengan baik. Hal ini menyebabkan seksi penagihan sering menjumpai permasalahan mengenai perubahan data Penunggak Pajak


(81)

3. Adanya data yang sering kali belum di input oleh seksi penagihan serta format pengolahan dan penyajian data yang berubah-ubah. Sehingga seksi penagihan kesulitan dalam pendistribusian data penagihan pajak kepada bagian terkait.

4. Kontribusi penagihan pajak aktif dalam pencapaian target pencairan piutang pajak menurun 3% dari tahun 2010 sebesar 14% dan tahun 2011 sebesar 11%.

5. Penagihan pajak aktif di KPP Pratama Boyolali belum mampu untuk menurunkan tingkat perubahan piutang pajak. Terbukti meskipun jumlah pencairan tunggakan pajak yang berasal dari tindakan penagihan pajak mengalami kenaikan dari tahun 2010 ke tahun 2011, akan tetapi jumlah piutang pajak masih sangat besar. Hal ini disebabkan beberapa kendala, salah satunya di KPP Pratama Boyolali terdapat penunggak pajak terbesar yang jumlah tunggakan pajaknya sekitar 80% dari total tunggakan pajak di KPP Pratama Boyolali. Dan sampai saat ini penunggak pajak tersebut baru dapat melunasi sekitar 30% dari jumlah tunggakan pajaknya.


(82)

68 BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari analisis data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sampai saat ini jumlah piutang pajak di KPP Pratama Boyolali masih sangat tinggi dikarenakan beberapa faktor. Salah satunya adalah terdapat Wajib Pajak yang mempunyai tunggakan pajak terbesar, yaitu sekitar 80% dari total tunggakan pajak di KPP Pratam Boyolali, dan sampai saat ini belum dapat melunasinya.

2. Pencairan yang berasal dari tindakan penagihan pajak aktif pada tahun 2010 sebesar Rp729.682.000,00 atau sekitar 13% dari total nominal dokumen-dokumen penagihan pajak aktif. Sedangkan pada tahun 2011 sebesar Rp1.126.257.000,00 atau hampir 23% dari total nominal dokumen-dokumen penagihan pajak aktif.

3. Tindakan penagihan pajak aktif d i KPP Pratama Boyolali berkontribusi terhadap pencairan tunggakan pajak masing-masing sebesar 18,29% di tahun 2010 dan sebesar 79,27% di tahun 2011.

4. Penagihan pajak aktif berkontribusi terhadap pencapaian target pencairan piutang pajak masing-masing sebesar 14% di tahun 2010 dan 11% di tahun 2011.


(83)

5. Kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dilihat dari sisi penagihan pajak masih sangat rendah. Terbukti dengan jumlah pencairan produk hukum penagihan pajak sebesar Rp729.682.000,00 di tahun 2010 dan Rp1.126.257.000,00 di tahun 2011 yang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan total nominal tagihan produk hukum penagihan pajak sebesar Rp5.611.885.000,00 di tahun 2010 dan Rp4.963.504.000,00 di tahun 2011.

B. Rekomendasi

Berdasarkan pembahasan permasalahan yang dihadapi KPP Pratama Boyolali terbebut, maka penulis memberikan rekomendasi sebagai berikut: 1. KPP Pratama Boyolali agar lebih sering melakukan sosialisasi untuk

meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya

2. Meningkatkan kerjasama antar seksi dalam hal pendistribusian data, agar bersinergi dan tidak mengalam i kesulitan dalam menjalankan tugasnya masing-masing.

3. Untuk seksi penagihan, agar menggunakan format yang sederhana tetapi informatif dalam hal pengolahan dan penyajian data-data penagihan pajak, serta memperbaiki sistem pengarsipannya.

4. Memperbaiki sistem administrasi kartu pengawasan tunggakan pajak agar memudahkan dalam pengontrolan perkembangan piutang pajak.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)