ANALISIS HASIL PENGAMATAN SINAR-X PADA SPESIMEN UJI TARIK SAMBUNGAN LAS V TUNGGAL BAJA AISI 1045

(1)

ABSTRAK

ANALISIS HASIL PENGAMATAN SINAR-X PADA SPESIMEN UJI TARIK SAMBUNGAN LAS V TUNGGAL BAJA AISI 1045

Oleh

Beny Fajar Yulianto

Pengelasan merupakan bagian yang cukup penting dalam perkembangan dunia industi dan memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Sehingga perlu dilakukannya riset yang berkelanjutan dan berorientasi pada hasil pengelasan yang lebih baik, efisien dan berkualitas tinggi. Untuk mengetahui layak atau tidaknya hasil pengelasan perlu dilakukan beberapa pengujian diantaranya adalah dengan uji NDT (Non Destructive Testing) sinar-x. Pada penelitian ini pengujian sinar-x dilakukan untuk spesimen hasil pengelasan baja AISI 1045 yang selanjutnya akan di uji tarik, dengan jumlah 9 buah. Dimana variasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah diameter elektroda pengelasan, untuk spesimen A ( 2,6 mm), B (3,2 mm) dan C (4 mm). Dari hasil pengujian sinar-x diperoleh cacat porositas (Porosity), inklusi (slag inclusion), dan kurangnya penetrasi (incomplete penetration) dimana hasil pengelasan yang dapat diterima adalah untuk spesimen B3 dan spesimen lainnya perlu dilakukan perbaikan. Setelah dilakukan uji sinar-x kemudian dilakukan uji tarik dengan hasil rata-rata nilai terbesar berada pada spesimen B yaitu sebesar 613,3 Mpa. Dari


(2)

kedua hasil pengujian yang dilakukan memberikan pernyataan yang sama bahwa hasil pengelasan terbaik ada pada hasil pengelasan spesimen B dengan diameter elektroda yang digunakan adalah sebesar 3,2 mm.


(3)

ABSTRACT

X-RAY OBSERVATION RESULT ANALYSIS ON SINGLE V WELD JOINT STEEL AISI 1045 TENSILE TEST SPECIMEN

By

Beny Fajar Yulianto

Welding is an important section of industrial development and take a main part of on metal production repairs and engineer. So that a continuity and have a better welding result oriented, efficient, and have a high quality result must held. To know that a welding is proper or not some testing are needed such as NDT Test (Non Destructive Testing) X-ray.

On this research X-ray test held for 9 AISI 1045 steel weld result specimen wich next will got the tensile test. Variation that done for this test are the diameter size of welding electrode, 2,6 mm for A specimen, 3,2 mm for B specimen, and 4 mm for C specimen. The result of this x-ray test research are the specimen got the defect porosity, inclusion, and incomplete penetration which is the acceptable specimen is B3 specimen and the other specimen are need to be repair. Tensile test then held after the x-ray test and the biggest average value was found in B


(4)

specimen (613,3 Mpa). From those two test got the same statement that the best welding result founded in B speciment which electrode diameter that used is 3,2 mm.


(5)

IDENTITAS

Nama : Beny Fajar Yulianto

Jenis Kelamin : Pria

Umur : 26 Tahun

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juli 1984 Tinggi, Berat badan : 170 cm, 60 kg

Alamat : Kp. Jati Rt 06/003 No.44,Pulogadung, Jakarta timur 13220 E-mail : benyfajar@yahoo.com / beno15fy@gmail.com

Telepon : 081927911057

PENDIDIKAN FORMAL

1990 - 1991 TK Tunas Jati - Pulogadung 1991 - 1997 SD Negeri 04 - Puloasem 1997 - 2000 SLTP Negeri 74 - Rawamangun 2000 - 2003 SMU Negeri 31 - Kayu Manis

2003 - 2010 Universitas Lampung Jurusan Teknik Mesin

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Anggota Divisi Bidang Pembinaan dan Pengkaderan HIMATEM, Jurusan Teknik Mesin UNILA periode 2005-2006.

2. Anggota Divisi Bidang Kesekretariatan Koperasi Mahasiswa (KOPMA),UNILA, periode 2006-2007.


(6)

PENGALAMAN

1. Kerja Praktik Di PT. PLN (PERSERO) Sektor Pembangkitan Tarahan Unit 3 dan 4 Tarahan, Lampung Selatan, Agustus 2008.

2. Asisten Praktikum Fisika Terapan di Laboratorium Mekanika Fluida Teknik Mesin UNILA, Pada tahun ajaran 2007/2008.

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Bandar Lampung, 12 November 2010 Saya yang bersangkutan,


(7)

(Skripsi)

Oleh

BENY FAJAR YULIANTO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010


(8)

ANALISIS HASIL PNGAMATAN SINAR-X PADA SPESIMEN UJI TARIK SAMBUNGAN LAS V TUNGGAL BAJA AISI 1045

Oleh

BENY FAJAR YULIANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010


(9)

...Sesungguhnya Allah tidak akan merubah

keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...

(Q.S. Ar Ra’d Ayat 11)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai

dari suatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain

dan hanya kepada Allah hendaknya kamu

berharap”

(QS. Al insyirah : 6-8)

Never Give Up On Something You Can’t Do

Today, just keep moving


(10)

Think Realistic don’t be phathetic

Bikin semua simple lewati alur yg static

Turn it to positive don’t think negative

Rubah semua maksimal lewati alur pasif

(Mr.B n’ F2B)

Ini tentang langkah yang kau tentukan

Cara yang kau pakai tuk mencapai

sebuah tujuan

apa artinya kaki, bila kau tak berjalan

apa guna mata bila tak menatap masa depan

untuk apa bermimpi bila kau tak melangkah

untuk apa kesempatan bila tak ambil celah

bulatkan tekad lalu rasakanlah merdeka


(11)

Judul : PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PEMESINAN SEKRAP MATERIAL ALUMUNIUM (Al-Mg-Si) Seri 6063

TERHADAP KEKUATAN BENDING SAMBUNGAN (Scarf Joint)

Nama Mahasiswa : Ahmad Munandar

Nomor Pokok Mahasiswa : 0315021032 Program Studi : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Tarkono,S.T.,M.T. Drs. Sugiyanto, M.T.

NIP.132 205 965 NIP. 132 646 673

2. Ketua Jurusan Teknik Mesin

Dr. Asnawi Lubis NIP 132 174 497


(12)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Tarkono,S.T.,M.T ______________

Sekretaris : Drs. Sugiyanto, M.T. ______________

Penguji

Bukan Pembimbing : HarnowoSupriadi, S.T.,M.T ______________

2. Dekan Fakutas Teknik Universitas Lampung

Ir. Maryanto, M.T NIP. 131 886 760


(13)

Skripsi ini saya persembahkan sebagai

tanda hormat dan terima kasih saya kepada:

Keluarga Besar

dan


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1984, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Muladi dan Ibunda Sri Mulyani.

Penulis menyelesaikan pendidikan TK Tunas Jati Jakarta pada tahun 1991, SD Negeri Jati 04 Petang Pulo Asem Jakarta pada tahun 1997, SLTP Negeri 74 Jakarta pada tahun 2000 dan SMU Negeri 31 Jakarta pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi pengurus HIMATEM (Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin) sebagai anggota Bidang Pembinaan dan Pengkaderan pada tahun 2005-2006. Kemudian Penulis juga aktif dalam Organisasi Kemahasiswaan UKM KOPMA UNILA (Koperasi Mahasiswa Universitas Lampung ), UKMF Mahasiswa Teknik Cinta Alam (MATALAM) dan Penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Terapan di Laboratorium Mekanika Fluida (2008-2009). Kemudian pada bulan Agustus tahun 2008, Penulis melakukan Kerja Praktek (KP) di PT. PLN (PERSERO) Sektor Pembangkitan Tarahan Unit 3 dan 4 Tarahan, Lampung Selatan dan pada tahun 2009-2010 penulis menyelesaikan studinya sebagai Sarjana Teknik dari Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.


(15)

SANWACANA

Assalamu’alikum wr.wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat melaksanakan serta menyelesaikan skripsi dan studinya di Universitas Lampung. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan mengantarkan kita dari zaman yang gelap gulita menuju zaman yang terang benderang.

Tugas Akhir dengan judul “Analisis Hasil Pengamatan Sinar-X Pada Spesimen Uji Tarik Sambungan Las V Tunggal Baja AISI 1045“ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu baik secara moril ataupun materi, sehingga pelaksanaan dan penulisan skripsi ini dapat berjalan dan diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih tersebut layak penulis haturkan kepada:

1. Ibu Dr. Lusmeilia Afriani, DEA selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.


(16)

2. Bapak Dr. Asnawi Lubis, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

3. Bapak Tarkono, S.T., M.T., selaku Pembimbing Utama Tugas Akhir yang telah berkenan memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama penulis melaksanakan ujian dan penyelesaian Tugas Akhir ini.

4. Bapak Ir.Nafrizal, M.T., selaku Pembimbing Pendamping Tugas Akhir yang telah berkenan memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan selama melaksanakan penelitian.

5. Bapak Harnowo, S.T., M.T, selaku Pembimbing Akademik dan Pembahas Tugas Akhir yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan serta sebagai Penguji pada Tugas Akhir, atas masukan dan saran yang telah diberikan.

6. Seluruh Dosen Pengajar dan para staf Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak memberikan ilmu selama penulis melaksanakan studi, baik berupa materi perkuliahan maupun tauladan dan motivasi.

7. Ayahanda Muladi dan Ibunda Sri Mulyani serta Kakanda Any Setyawati dan keluarga besar Penulis yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis hingga selesainya Tugas Akhir ini.

8. Abdul Yamin, Adrian Nurdiansyah, Andhi Darmawan, Bobby Purnama, Riyanto, Adji Susandi, Akhmad Fitrizal, Anton F, Anton M, Akhmad Khulaifi Antonyus PP (RIP), Arif BS, Dwi Istono, Elwin Handika, Iwan Cristiawan, Janius Guswendi, Krepti Kelvin, Reo Novalando, Rudy Okto G, Syarif Hasan F, Sandra Yance, Yogi Rahman , Wachid Yusa, Yuda Meihendra, dan rekan–


(17)

9. Agung Yudi P, Aditya, Chandra Hadi, Intan Berlian, rendy chandika, Puput setiawan,Hengki Inata, Jefri, Epri, Hendra, Refdi dan Kakak serta Adik tingkat Teknik Mesin tercinta semoga kebersamaan ini tetap terjaga hingga akhir hayat.

10.Ave Kawulusan, Krisna Pawaka, Toni, Zainal, Salmi, Bintang, Martulus, Dewa, Robert, Heri, Fikar dan rekan-rekan lainnya dalam ”Teknik Satu”. 11.Ibunda ratini dan bapak ponijan beserta keluarga yang telah memberikan

dukungan dan motivasi dalam atmosfir kosan yang harmoni .

12.Bang iwan dan keluarga serta Bang Onki dan Iyom untuk semangat yang terus berkibar dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

13.Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan yang hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bemanfaat, amien.

Bandar Lampung, November 2010 Penulis,


(18)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Adapun tempat pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Proses pembuatan spesimen dilakukan di laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Unila.

2. Proses pengelasan baja AISI 1045 dilakukan di Balai Latihan Kerja (BLK) Bandar Lampung.

3. Pengujian NDT sinar-x dilakukan di BPPT-B2TKS Puspitek Serpong-tangerang.

B. Alat Dan Material Penelitian

1. Alat yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Alat untuk pembuatan spesimen:

a. Mesin gergaji potong digunakan untuk memotong baja hingga dimensi yang diinginkan.

b. Mesin sekrap digunakan untuk membuat sambungan temu kampuh V (V-butt weld joint).


(19)

c. Mesin gerinda digunakan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan spesimen.

d. Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi spesimen yang akan dibuat.

2. Alat untuk proses pengelasan:

a. Mesin las SMAW digunakan untuk menyambung spesimen (pelat baja karbon sedang AISI 1045).

b. Palu, tang penjepit, sikat baja, dan alat pendukung lainnya. 3. Alat uji radiografi sinar-x

a. X-ray Tube, Pembaca film, H.T. Generator, Control Unit.


(20)

31

Tabel 1. Spesifikasi alat uji

2. Material yang digunakan

Adapun material yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Material yang digunakan sebagai spesimen uji dalam penelitian ini adalah pelat baja karbon sedang AISI 1045. Dengan penentuan ukuran dimensi spesimen uji tarik mengikuti standar ASTM E-8, yaitu:


(21)

Gambar 21. Dimensi Spesimen Uji Tarik Standar ASTM E-8 Di mana: Lo = Panjang spesimen uji = 200 mm

Wo = Lebar awal = 12,5 mm t = Tebal pelat baja = 12 mm θ = Sudut Kampuh V = 90o

2. Elektroda yang dipakai dalam pengelasan adalah elektroda las tipe AWS E7016 dengan deameter 2,6 mm, 3,2 mm dan 4 mm.

Gambar 22. Konstruksi Dari Elektroda Bersalut

C. Jumlah Spesimen

Jumlah spesimen uji yang digunakan pada tugas akhir ini ditampilkan pada tabel 2. Dengan jumlah spesimen keseluruhan adalah 9 spesimen.

Tabel 2. Jumlah Spesimen Uji

Elektroda Deameter Spesimen

AWS E7016

d1 (2,6 mm) 3

d2 (3,2 mm) 3

d3 (4,0 mm) 3


(22)

33

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Studi Literatur

Studi literatur ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari dasar-dasar yang akan dijadikan acuan referensi dalam melaksanakan penelitian sehingga pelaksanaan penelitian berada pada jalur yang benar. Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan teori-teori yang berasal dari buku-buku, handbook, tugas akhir dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Pembuatan Spesimen Pengujian

Spesimen pengujian dibentuk sesuai dengan standar ASTM. Baja AISI 1045 yang berbentuk pelat lebih dahulu dipotong menjadi bagian-bagian dengan ukuran dimensi panjang 200 mm, lebar 100 mm, dan tebal 12 mm menjadi beberapa lembar sesuai kebutuhan dengan menggunakan mesin gergaji. Kemudian dengan mesin sekrap dibentuk kampuh las dengan bentuk kampuh single V dengan sudut kampuh 90º. Dengan menggunakan las busur elektroda terbungkus (SMAW), dilakukan proses pengelasan pada kampuh dengan pengelasan multipass hingga kampuh terisi penuh. Hasil proses las yang timbul diratakan dengan menggunakan mesin gerinda hingga permukaan pelat baja AISI 1045 merata. Kemudian dengan menggunakan mesin sekrap dilakukan pembentukan spesimen uji tarik sesuai dengan standar ASTM E-8. Spesimen uji tarik tersebut kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin gerinda dan amplas. Kemudian dilakukan penomoran pada setiap spesimen.


(23)

E. Diagram Alir Penelitian

Gambar 23. Diagram Alir Penelitian Studi literatur

Pengelasan, jenis-jenis cacat pengelasan, Uji DT dan NDT

Persiapan Spesimen Uji

 Pemilihan material spesimen uji. Baja AISI 1045 (tebal 12 mm).

 Pembuatan kampuh las (sambungan tumpul) dengan alur V tunggal. Pemilihan elektroda las

AWS (E7016)

d1 2,6 mm

d2 3,2 mm

d3 4,0 mm

Proses Pengelasan SMAW Mulai

Pengujian Spesimen dengan Sinar-X

Selesai

Pembuatan Spesimen Uji Tarik

 Pengukuran spesimen uji tarik standar ASTM E-8

 Pemotongan spesimen uji tarik.

Pengolahan Data Hasil Pengujian dan Pembahasan


(24)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Alat Dan Material Penelitian

1. Material penelitian

Tipe Baja : AISI 1045

Bentuk : Pelat

Tabel 3. Komposisi kimia baja AISI 1045

Pelat AISI 1045

Unsur

Nilai Kandungan Unsur (%)

Raw Material Welding Metal

Fe 98.58 97.97

C 0.51 0.10

Si 0.26 0.51

Mn 0.63 1.08

Cr < 0.0027 0.026

Ni < 0.018 < 0.018

Mo < 0.0018 < 0.0018

Cu 0.018 0.016

Al 0.00 0.00

V 0.0065 0.014

W 0.063 0.081

Ti 0.00 0.021

Nb 0.01 0.01

B 0.00 0.00

S 0.011 0.14


(25)

2. Material hasil pengelasan

Proses pengelasan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Elektroda dengan diameter 2.6 mm

Gambar 24. Jumlah Multypass Pada Elektroda 2.6 mm Arus Pengelasan : 80 Ampere

Tegangan Pengelasan : 380 / 400 Volt

Posisi Pengelasan : Mendatar, Downhand Elektroda Las : E7016 LB-52 Lapisan Las : Multypass Jumlah Lapisan Las : 7 Lapisan las

b. Elektroda dengan diameter 3.2 mm

Arus Pengelasan : 110 Ampere Tegangan Pengelasan : 380 / 400 Volt

Posisi Pengelasan : Mendatar, Downhand Elektroda Las : E7016 LB-52

Lapisan Las : Multypass


(26)

37

Gambar 25. Jumlah Multypass Pada Elektroda 3.2 mm

c. Elektroda dengan diameter 4 mm


(27)

Arus Pengelasan : 130 Ampere Tegangan Pengelasan : 380 / 400 Volt

Posisi Pengelasan : Mendatar, Downhand Elektroda Las : E7016 LB-52

Lapisan Las : Multypass Jumlah Lapisan Las : 3 Lapis las

B. Data Hasil Pengujian

Pada gambar 26 dapat dilihat hasil uji sinar-x yang telah dilakukan di BPPT-B2TKS PUSPITEK Serpong-tangerang. Pada hasil film dapat terlihat beberapa cacat yang terjadi pada hasil pengelasan yang telah dilakukan.


(28)

39

Tabel 4. Data hasil sinar-x No. IDENTIFIKASI

FILM

CACAT PENILAIAN

TIPE DIMENSI

(mm) DITERIMA DIPERBAIKI

1 Spesimen A-1 IP & P 5 & ø ≤ - √

2 Spesimen A-2 IP & P 7 & ø ≤ - √

3 Spesimen A-3 IP & P 12 & ø ≤ - √

4 Spesimen B-1 SI ø ≤ - √

5 Spesimen B-2 P ø ≤ , L=10 - √

6 Spesimen B-3 P ø 1-2 √ -

7 Spesimen C-1 IP & SI 12 & ø ≤ - √

8 Spesimen C-2 IP & SI 6 & ø ≤ - √

9 Spesimen C-3 IP & P 12 & ø ≤ - √

Setelah material dibentuk sesuai dengan standar uji tarik, kemudian material di uji sinar-x untuk mengetahui profil cacat yang terjadi pada hasil pengelasan. Pada tabel 4 dapat dilihat data hasil pengujian sinar - x yang telah diujikan, dengan variasi diameter elektroda A (2,6 mm), B (3,2 mm) dan C (4 mm). Setelah spesmen di uji sinar-x kemudian dilakukan uji tarik untuk memperoleh kekuatan tarik maksimum dengan variasi diameter elektroda dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Nilai kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength)

Jenis Elektroda Las Diameter Elektroda Nomor Spesimen Kekuatan Tarik (MPa) Rata-rata Kekuatan Tarik (MPa) E 7016 LB-52 2.6 mm

A1 540.0

560.0

A2 593.3

A3 546.7

3.2 mm

B1 586.7

613.3

B2 653.3

B3 600.0

4.0 mm

C1 540.0

524.4

C2 533.3


(29)

C. Analisis Profil Cacat

Setelah dilakukan uji sinar-x pada hasil pengelasan baja AISI 1045 diperoleh data hasil pengujian pada tabel 4 serta gambar 28, 29 dan 30. Dari data yang diperoleh untuk spesimen uji tarik A dengan diameter elektroda 2,6 mm terdapat cacat pengelasan berupa incomplete penetration (IP) dan porositas (P). Pada hasil film bentuk cacat IP terlihat sebagai garis yang tegak lurus dengan bentuk kampuh dan cacat P seperti titik-titik hitam, dapat dilihat pada gambar 28.

Seperti yang telah diketahui porositas merupakan cacat hasil pengelasan berupa lubang-lubang halus atau pori-pori yang biasanya terbentuk di dalam logam las akibat terperangkapnya gas yang terjadi ketika proses pengelasan. Disamping itu, porositas dapat pula terbentuk akibat kekurangan logam cair karena penyusutan ketika logam membeku (shrinkage porosity). Sedangkan IP terjadi disebabkan kurangnya penetrasi pada saat dilakukannya pengelasan, sehingga ada bagian yang tidak menyatu antara logam induk dengan logam pengisi. Faktor lain terjadinya IP pada penelitian ini dikarenakan tidak tepatnya penggunaan diameter elektroda terhadap ruang yang akan diisi oleh logam las sehingga perlu dilakuannya perbaikan (repair welding) kembali terhadap hasil pengelasan.

Pada spesimen A1 cacat IP memiliki kedalaman hingga 5 mm sehingga pada film terlihat garis lurus yang tipis dibandingkan dengan spesimen A3 yang memiliki IP dengan kedalaman 12 mm sehingga terlihat garis lurus yang lebih tebal. Pada spesimen A cacat IP (incomplete penetration) yang terjadi


(30)

41

disebabkan oleh penggunaan diameter elektroda AWS E 7016 sebesar 2,6 mm terlalu kecil, karena dengan diameter ini arus listrik yang harus diberikan pada saat pengelasan sebesar 80 A menyebabkan kurangnya penetrasi busur las dari permukaan hingga ke root penetration daerah pengelasan sehingga terjadilah incomplete penetration.

Gambar 28. Hasil uji sinar-x untuk spesimen A (diameter elektroda 2,6 mm) Sedangkan untuk spesimen B digunakan diameter elektroda 3,2 mm dan kuat arus yang diberikan sebesar 110 A. Pada gambar 29 dapat dilihat semua spesimen B tidak mengalami cacat incomplete penetration (IP). Ini berarti penetrasi busur las dari permukaan hingga ke root penetration daerah pengelasan cukup bagus, dikarenakan kuat arus listrik yang diberikan mampu melakukan penetrasi ke root daerah pengelasan dengan baik. Dimana kuat arus yang diberikan pada masing-masing elektroda disesuaikan dengan diameter dari elektorda itu sendiri. Profil cacat yang terjadi pada spesimen B hanyalah porositas (P) dan slag inclusion (SI) tanpa adanya incomplete penetration (IP) seperti pada spesimen A dan C. Slag Inclusion (SI) pada film

Porositas Porositas Incomplete penetration Porositas Incomplete penetration Incomplete penetration Porositas Porositas Incomplete penetration


(31)

terlihat seperti titik atau garis yang mengalami perpanjangan secara kontinu atau terputus-putus, penyebabnya adalah karena terjebaknya logam yang telah mencair namun belum sepenuhnya membeku pada lapisan berikutnya. Pada gambar 29 dapat dilihat hasil film berupa titik noda hitam dengan diameter 1-3 mm.

Gambar 29. Hasil uji sinar-x untuk spesimen B (diameter elektroda 3,2 mm) Dari sembilan spesimen yang telah di uji dengan sinar-x, spesimen B3 merupakan hasil terbaik dari proses pengelasan yang telah dilakukan dengan alasan pada spesimen B3 hanya terdapat cacat porositas saja. Dimana cacat pada B3 ini dimensi cacatnya paling kecil dengan diameter 1-2 mm dibandingkan dengan B2 dan porositasnya tidak terlokalisasi pada satu tempat dibanding dengan B2 yang cacat porositasnya terlokalisasi pada satu titik atau tempat sehingga secara visual hasil pengelasan spesimen B3 dapat diterima. Meskipun secara mekanis nilai uji tarik B2 lebih besar dari B3.

Porositas Porositas

Porositas

Porositas

Slag inclusion Slag inclusion


(32)

43

Gambar 30. Hasil uji sinar-x untuk spesimen C (diameter elektroda 4 mm) Kemudian pada gambar 30 dapat dilihat hasil pengelasan pada spesimen C diperoleh cacat porositas (P) dan incomplete penetration (IP) dimana cacat ini menyebabkan material tidak tersambung sepenuhnya sehingga sangat mempengaruhi fungsi mekanis dari hasil pengelasan. Hal ini terjadi dikarenakan penggunaan diameter elektroda 4 mm dan kuat arus 130 A terlalu besar sehingga mengakibatkan penetrasi yang berlebih terhadap daerah pengelasan. Beda halnya pada spesimen A, dimana cacat incomplete penetration terjadi karena kurangya penetrasi sedangkan pada spesimen C terjadi penetrasi yang berlebih.

Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan diameter elektroda mempengaruhi kuat arus yang harus diberikan untuk masing-masing elektroda sesuai dengan diameternya. Sedangkan penetrasi dari busur las yang dihasilkan dipengaruhi oleh kuat arus yang diberikan. Semakin besar diameter elektroda semakin besar juga kuat arus yang harus diberikan dan sebanding juga dengan penetrasi dari busur lisrik yang dihasilkan Sehingga diameter yang tepat digunakan pada

Porositas

Incomplete penetration

Porositas


(33)

penelitian ini untuk hasil pengelasan spesimen uji tarik baja AISI 1045 dengan kampuh V adalah elektroda dengan diameter 3,2 mm dan kuat arus 110 A. Dimana pada spesimen B ini tidak terjadi penetrasi yang kurang ataupun berlebih yang akan menyebabkan timbulnya cacat incomplete penetration ( IP) pada hasil pengelasan.

D. Analisis Hasil Uji Tarik dan Sinar –X

Dari hasil uji tarik yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata tegangan tarik terbesar terdapat pada spesimen B yaitu sebesar 613,3 Mpa. Dimana secara visual oleh hasil uji sinar-x juga menyatakan bahwa spesimen B dapat diterima hasil pengelasannya, dengan cacat porositas dan slag inclusion. Kedua hasil uji menyatakan bahwa spesimen B merupakan hasil pengelasan yang terbaik dari enam spesimen lainnya yaitu (A dan C). Hal ini terjadi dikarenakan pada spesimen B tidak terdapat cacat IP (incomplete penetration) yaitu cacat yang menyebabkan hasil pengelasan tidak tersambung sepenuhnya sehingga diperoleh nilai rata-rata kekutan tarik terbesar ada pada spesimen B. Dimana pada spesimen B diameter elektroda yang digunakan adalah sebesar 3,2 mm.

Sedangkan untuk spesimen A dan C secara visual memiliki cacat yang sama yaitu incomplete penetration (IP) dimana cacat ini menyebabkan nilai kekuatan tarik spesimen A dan C lebih kecil dari spesimen B. Namun demikian spesimen A memiliki nilai kekuatan tarik lebih besar dari spesimen C, hal ini dapat dijelaskan oleh hasil uji sinar-x yang memvisualisasikan cacat


(34)

45

IP (incomplete penetration) pada Spesimen A lebih tipis garisnya daripada spesimen C dimana rata-rata panjang cacat IP pada A sebesar 8 mm sedangkan pada spesimen C sebesar 10 mm dan lebih tebal.


(35)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada pengelasan baja AISI 1045 sebagai satandar uji tarik dengan kampuh V dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah :

1. Jenis-jenis cacat yang terjadi pada hasil penelitian ini adalah berupa porositas (porosity) pada film terlihat sebagai titik-titik noda hitam, kurangnya penetrasi (incomplete penetration) pada film terlihat sebagai garis lurus dan inklusi (slag inclusion) terlihat sebagai titik-titik noda hitam yang mengalami perpanjangan terus menerus atupun putus-putus. 2. Pada spesimen A mayoritas cacat yang terjadi adalah cacat IP (incomplete

penetration) dan Porositas (P). Sedangkan pada spesimen B berupa SI (slag inclusion) dan Porositas (P) dan pada spesimen C sama dengan Spesimen A yaitu P dan IP.

3. Pada spesimen A cacat incomplete penetration terjadi karena diameter elektroda terlalu kecil sehingga mengakibatkan kurangnya penetrasi dari busur listrik. Berbeda dengan spesimen C cacat IP terjadi karena diameter yang digunakan terlalu besar sehingga menghasilkan penetrasi yang berlebih pada busur listrik.


(36)

47

4. Dari Sembilan spesimen yang di uji sinar-x, hanya spesimen B3 yang dapat diterima untuk hasil pengelasannya dengan cacat Porositas dan diameter cacat ≤ 1-2 mm. Sedangkan untuk delapan spesimen yang lainnya perlu dilakukan perbaikan (repair welding).

5. Dari hasil uji tarik dan sinar-x pada penelitian ini menyatakan penggunaan diameter elektroda yang tepat untuk pengelasan baja AISI 1045 sebagai standar uji tarik dengan kampuh V adalah dengan diameter 3,2 mm. Dimana tegangan rata-rata terbesar adalah 613.3 MPa pada spesimen B dan cacat yang ada hanya porositas dan slag inclusion.

B. Saran

Belajar dari pengalaman yang telah didapat dari penelitian ini, penulis mencoba memberikan masukan agar penelitian selanjutnya menjadi lebih baik. Sebelum melakukan pengambilan data dengan sinar-x sebaiknya peneliti perlu mengikuti pelatihan tentang pengujian non destructive testing sinar-x agar lebih memahami bagaimana membaca hasil film yang telah dilakukan dengan baik dan benar.


(37)

BAJA AISI 1045

(Skripsi)

Oleh :

Beny Fajar Yulianto

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(38)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Klasifikasi Berdasarkan Cara Pengelasan ... 8 2. Pengelasan Elektroda Terbungkus ... 9 3. Pengelasan Busur Terendam ... 10 4. Pengelasan Busur Logam Gas ... 11 5. Pengelasan Busur Berinti Fluks ... 12 6. Pengelasan Busur Tungsten... 13 7. Jenis-Jenis Sambungan Las ... 14 8. Daerah Lasan ... 15 9. Siklus Termal Las Pada Beberapa Jarak Dari Batas Las ... 16 10. Siklus Termal Dalam Las Busur Tangan ... 17 11. Jenis-Jenis Cacat Pada Pengelasan... 20 12. Jenis-Jenis Cacat Pada Pengelasan... 21 13. Visual Inspection Dengan Boroskop ... 23 14. Cairan Penetrant ... 24 15. Proses kerja Magnetic Particle Inspection ... 26 16. Proses kerja Eddy Current Test ... 27 17. Proses kerja Ultrasonic Inspection ... 28 18. Dasar Pengujian Radiografi ... 29


(39)

19. Seperangkat Alat Uji Sinar-X ... 30 20. Spesimen Yang Akan Dilas ... 31 21. Dimensi Spesimen Uji Tarik Standar ASTM E-8 ... 32 22. Konstruksi Dari Elektroda Bersalut ... 32 23. Diagram Alir Penelitian ... 34 24. Jumlah Multypass Pada Elektroda 2.6 mm ... 36 25. Jumlah Multypass Pada Elektroda 3.2 mm ... 37 26. Jumlah Multypass Pada Elektroda 4 mm ... 37 27. Hasil uji sinar-x spesimen uji ... 38 28. Hasil uji sinar-x untuk spesimen A ... 40 29. Hasil uji sinar-x untuk spesimen B ... 41 30. Hasil uji sinar-x untuk spesimen C ... 42


(40)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 3 C. Batasan Masalah... 3 D. Sistematika Penulisan ... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Ruang Lingkup Pengelasan ... 6 B. Klasifikasi Pengelasan ... 7 C. Jenis-jenis Pengelasan yang Sering Digunakan Pada Umumnya .... 8 1. Pengelasan Busur Logam Terbungkus ... 8 2. Pengelasan Busur Teredam ... 9 3. Pengelasan Busur Logam Gas ... 10 4. Pengelasan Busur Berinti Fluks ... 10 5. Pengelasan Busur Tungsten Gas ... 11 D. Desain Sambungan Untuk Pengelasan ... 12 E. Siklus Termal Daerah Pengelasan ... 14


(41)

F. Jenis-jenis Cacat Pada Pengelasan ... 17 1. Retak ... 17 2. Porositas (Voids) ... 17 3. Inklusi ... 18 4. Kurangnya Fusi atau Penetrasi ... 18 5. Bentuk yang Tidak Sempurna ... 19 G. Pengujian Tidak Merusak... 21 1. Pengujian Amatan ... 21 2. Pengujian Dengan Penembusan Zat Warna ... 22 3. Pengujian Dengan Serbuk Magnet ... 25 4. Pengujian Dengan Elektromagnet ... 26 5. Pengujian Dengan Gelombang Ultrasonik ... 27 6. Pengujian Dengan Radiografi ... 28 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian... 29 B. Alat Dan Material Penelitian ... 29 1. Alat Yang Digunakan ... 29 2. Material Yang Digunakan ... 31 C. Jumlah Spesimen ... 32 D. Prosedur Penelitian... 33 E. Diagram Alir Penelitian ... 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Alat Dan Material Penelitian ... 35 1. Material penelitian ... 35 2. Material hasil pengelasan ... 36


(42)

iii

a. Untuk diameter elektroda 2,6 mm ... 36 b. Untuk diameter elektroda 3,2 mm ... 36 c. Untuk diameter elektroda 4 mm ... 37 B. Data Hasil Pengujian ... 38 C. Analisis Profil Cacat ... 39 D. Analisis Hasil Uji Tarik dan Sinar –X ... 44 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 46 B. Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Amanto H., Daryanto, 1991. Ilmu Bahan. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta. Bintoro, A. G., 2000. Dasar-dasar Pekerjaan Las. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Charles, S. G., 1992. Struktur Baja. Edisi ke-3. Jilid I. Penerbit Gramedia,

Jakarta.

Ginting, D., 1985. Dasar-dasar Pengelasan. Penerbit Airlangga. Jakarta. Kenyon W., 1985. Dasar – Dasar Pengelasan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Sonawan H., 2003. Pengelasan Logam. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Suharto, 1991. Teknologi Pengelasan Logam. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Sukmana I., 2004. Panduan Praktikum Proses Pengelasan. Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Sunaryo, H., 2008. Teknik Pengelasan Kapal Jilid I Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Tampubolon, J. F., 2009. Pengaruh Variasi Temperatur Penyimpanan Elektroda Las Dan Media Pendinginan Air Tersikulasi Terhadap Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan Multipass Baja AISI. Bandar Lampung.


(44)

Taufik, Ahmad., Sugiyanto. 2003. Modul Pelatihan Teknik Pengelasan. Penerbit Yayasan Al-Qudwah. Bandar Lampung.

The International Atomic Energy Agency (IAEA). 2002. Guidebook On Non-Destructive Testing Of Concrete Structures. Austria

Wiryosumarto, H., 1996. Teknologi pengelasan logam. Cetakan ke-7. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.


(45)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Spesifikasi Alat Uji ... 31 2. Jumlah Spesimen Uji ... 32 3. Komposisi Kimia Baja Aisi 1045 ... 35 4. Data Hasil Uji Sinar-X ... 39 5. Nilai Kekuatan Tarik Maksimum... 39


(46)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia industri saat ini tidak lepas dari suatu konsruksi bangunan baja ataupun konstruksi sebuah mesin, dimana nilai kekakuan yang tinggi dari suatu material yang digunakan dalam konstruksi bangunan baja ataupun mesin sangatlah penting dalam menjaga konstruksi tersebut tetap utuh dan berfungsi dalam jangka waktu yang cukup lama. Nilai kekakuan yang tinggi dari suatu material yang sering digunakan dalam konstruksi-konstruksi tersebut merupakan salah satu alasan digunakannya proses pengelasan. Dengan proses pengelasan material-material yang memiiki nilai kekakuan tinggi dapat lebih mudah untuk dibentuk, direparasi ataupun disambung sesuai dengan rancangan yang diinginkan.

Menurut definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan pada waktu lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas [Harsono, 2000].


(47)

Setelah dilakukannya proses pengelasan biasanya sering terjadi beberapa kecacatan. Hal tersebut memang dapat dikatakan hal yang lazim terjadi dalam proses pengelasan. Namun untuk mengetahui apakah hasil pengelasan tersebut layak digunakan perlu adanya pengujian terhadap hasil pengelasan. Ada dua metode yang biasa digunakan untuk melakukan pengujian yaitu DT (Destruction Test ) dan NDT ( Non Destruction Test ).

Pengujian NDT adalah pengujian yang dilakukan tanpa merusak bahan material yang diujikan, sehingga sering dilakukan untuk pengujian kualitas suatu produk, dimana kualitas merupakan hal yang penting dalam memenuhi nilai dan unjuk kerja produk dari apa yang diharapkan oleh konsumen. Pengujian NDT dilakukan mulai dari fabrikasi, instalasi dan paska operasi beberapa metode diantarnya adalah [The International Atomic Energy Agency (IAEA),2002]:

Eddy Current Testing Magnetic Paricle Testing Liquid Penetrant Testing Radiographic Testing Ultrasonic Testing

Oleh karena itu untuk mengetahui cacat yang terjadi pada hasil pengelasan, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul Analisis Hasil Pengamatan Sinar-X Pada Spesimen Uji Tarik Sambungan Las V Tunggal Baja Aisi 1045. Dimana dengan metode ini secara visual akan diketahui profil cacat yang terjadi pada hasil pengelasan.


(48)

3

B. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka maksud dan tujuan penelitian ini di lakukan adalah untuk mengetahui cacat apa saja yang terjadi pada hasil pengelasan spesimen uji tarik kampuh V baja AISI 1045 dengan metode NDT sinar-x.

C. Batasan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini sebenarnya bisa mencakup permasalahan yang cukup luas. Agar penelitian ini lebih terarah pada tujuan yang akan dicapai maka penulis memberlakukan beberapa batasan ruang lingkup dari penelitian yaitu :

1. Jenis proses pengelasan yang digunakan adalah las busur listrik elektroda terbungkus (shielded metal arc welding = SMAW).

2. Spesimen yang digunakan adalah baja karbon sedang AISI 1045.

3. Jenis elektroda las yang digunakan adalah elektroda AWS E7016 berdiameter 2.6 mm, 3.2 mm,dan 4 mm.

4. Sambungan las yang digunakan adalah sambungan las tumpul (butt weld joint) dengan alur berbentuk V tunggal.

5. Kuat arus yang digunakan dalam pengelasan 80 Ampere untuk elektoda dengan diameter 2.6 mm, 110 Ampere untuk elektroda dengan diameter 3.2 mm dan 150 Ampere untuk elektroda dengan diameter 4 mm.

6. Pengujian dilakukan dengan uji sinar-x tanpa metalografi yang membahas struktur mikro dari spesimen uji.


(49)

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan tentang argumentasi yang memperkuat penulis melakukan analisa cacat hasil pengelasan pada baja AISI 1045 dengan metode NDT dan beberapa tujuan yang akan dicapai dari penelitian dengan batasan – batasan tertentu serta sistematika penulisan dari penelitian ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang teori dasar , prinsip – prinsip yang memperkuat penelitian , seperti proses pengelasan, Non Destruction Testing (NDT), cacat hasil pengelasan serta sumber informasi lain yang mendukung dan membantu dalam penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Menjelaskan tentang proses dan hal - hal yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian, dari proses awal yang harus dilakukan penulis hingga diperloehnya data – data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisikan data–data hasil penelitian dan sumber informasi lain yang diperoleh dari lapangan, kemudian dilakukan analisa dan pembahasan dari data akhir yang didapat.


(50)

5

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Terdiri atas beberapa hasil yang dapat disimpulkan penulis dari Penelitian yang telah dilakukan serta beberapa saran yang dapat dianjurkan sebagai referensi kedepannya dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan referensi - referensi atas sumber informasi yang dibutuhkan serta digunakan dalam penenlitian ini.

LAMPIRAN

Terdiri dari data-data dan gambar–gambar tambahan yang mendukung dan membantu terselesaikannya penelitian.


(51)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Dan Ruang Lingkup Pengelasan

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Secara umum definisi pengelasan adalah suatu cara untuk menyambung logam padat dengan cara mencairkannya melalui pemanasan [Harsono, 2000].

Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran, kendaraan rel dan lain sebagainya.

Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana , tetapi secara aktual di lapangan banyak masalah-masalah yang harus diatasi dimana pemecahannya memerlukan bermacam-macam pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta didampingi oleh praktek di lapangan. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam pengelasan pada perancangan konstruksi bangunan ataupun mesin harus direncanakan pula tentang tatacara pengelasan,


(52)

7

pemeriksaan, pemilihan jenis las dan logam yang akan disambung, berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.

B. Klasifikasi Pengelasan

Sampai saat ini banyak sekali cara-cara pegklasifikasin yang digunakan dalam bidang las, hal ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Beberapa contoh cara-cara pengklasifikasian tersebut diantaranya adalah klasifikasi berdasarkan sumber energi panas yang digunakan dan cara pengelasan. Perincian lebih lanjut dari beberapa contoh pengklasifikasian dapat dilihat pada gambar 1 [Harsono,2000].


(53)

C. Jenis-Jenis Pengelasan Yang Sering Digunakan Pada Umumnya

Jenis-jenis pengelasan yang digunakan oleh berbagai negara sampai saat ini ada begitu banyak, namun hanya beberapa saja yang sering digunakan dari beraneka ragam jenis pengelasan yang ada.

1. Pengelasan busur logam terbungkus (SMAW)

Shielded Metal Arc Welding (SMAW) adalah pengelasan yang menggunakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Elektroda terbungkus yang berfungsi sebagai fluks akan cair pada waktu proses pengelasan dan gas yang terjadi akan melindungi proses pengelasan terhadap pengaruh udara luar, cairan yang terbungkus akan terapung membeku pada permukaan las yang disebut slag. Proses pengelasan elektroda terbungkus terlihat pada gambar 2.

Sumber : Harsono (2000) Gambar 2. Pengelasan elektroda terbungkus


(54)

9

2. Pengelasan busur terendam (SAW)

Submerged Arc Welding (SAW) adalah salah satu pengelasan dimana logam cair ditutup dengan fluks yang diatur melalui suatu penampang fluks dan elektroda yang merupakan kawat pejal diumpankan secara terus menerus, dalam pengelasan ini busur listrik nya terendam dalam fluks dapat dilihat pada Gambar 3. Prinsip las busur terendam ini material yang dilas adalah baja karbon rendah, dengan kadar karbon tidak lebih dari 0, 05%. Baja karbon menengah dan baja konstruksi paduan rendah dapat juga dilas dengan proses SAW, namun harus dengan perlakuan panas khusus dan elektroda khusus.

Sumber : Harsono (2000) Gambar 3. Pengelasan busur terendam


(55)

3. Pengelasan busur logam Gas (GMAW)

Gas Metal Arc Welding (GMAW) adala jenis pengelasan yang menggunakan busur api listrik sebagai sumber panas untuk peleburan logam, perlindungan terhadap logam cair menggunakan gas mulia (inert gas) atau CO2 merupakan elektroda terumpan yang diperlihatkan pada gambar 4. Proses GMAW dimodifikasikan juga dengan proses menggunakan fluks yaitu dengan penambahan fluks yang magnetik (magnetizen - fluks) atau fluks yang diberikan sebagai inti (fluks cored wire).

Sumber : Harsono (2000) Gambar 4. Pengelasan busur logam gas

4. Pengelasan busur berinti fluks (FCAW)

Flux Cored Arc Welding (FCAW) merupakan proses pengelasan busur listrik elektroda terumpan. Proses peleburan logam terjadi diantara logam induk dengan elektroda berbentuk turbolens yang sekaligus menjadi bahan pengisi,


(56)

11

fluks merupakan inti dari elektroda dan terbakar menjadi gas, akan melindugi proses dari udara luar, seperti gambar 5.

Sumber : Harsono (2000)

Gambar 5. Pengelasan busur berinti fluks

5. Pengelasan busur tungsten gas (GTAW)

Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) merupakan pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan bahan penambah terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang keluar dari torch biasanya berupa gas argon 99%. Pada proses pengelasan ini peleburan logam terjadi karena panas


(57)

yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dan logam induk. Proses pengelasan busur tungsten gas dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber : Harsono (2000) Gambar 6. Pengelasan busur Tungsten

D. Desain Sambungan Untuk Pengelasan

Dalam menentukan desain yang sesuai untuk pengelasan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang terbaik, yaitu spesifikasi kekuatan yang diinginkan, bentuk dan ukuran (geometri) serta jenis pengelasan yang sesuai untuk material/logam yang akan dilas. Penyambungan dalam pengelasan diperlukan untuk meneruskan beban atau tegangan diantara bagian-bagian yang disambung. Karena meneruskan beban, maka bagian-bagian sambungan juga akan menerima beban. Oleh karena itu, bagian sambungan paling tidak memiliki kekuatan yang sama dengan bagian yang disambung.


(58)

13

Beberapa jenis-jenis sambungan yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang terbaik dapat dilihat pada gambar 7 [Sonawan, 2003].

Gambar 7. Jenis-jenis sambungan las A (Sambungan tumpul), B (Sambungan tumpul dengan alur V tunggal, C (Sambungan tumpul dengan alur V ganda untuk pelat tebal), D (Sambungan tumpul dengan alur U untuk coran tebal), E (Sambungan tekuk untuk logam tipis), F (Sambungan tumpul dengan pita lapis), G (Sambungan tumpang dengan las sudut tunggal atau ganda), H (Sambungn tumpul tekuk tunggal atau ganda), I (Sambungan tumpul T), J (Sambungan sisi untuk pelat tipis), K (Sambungan sudut pelat tipis), L (Sambungan sumbat).


(59)

E. Siklus Termal Daerah Pengelasan

Sebelum mengetahui siklus termal daerah pengelasan sebaiknya perlu memahami daerah lasan terlebih dahulu, dimana daerah lasan terdiri dari tiga bagian utama yaitu logam las, fusion line dan Haz (Heat Affected Zone). Agar lebih mudah memahami daerah lasan dapat dilihat gambar 8.

Gambar 8. Daerah lasan

Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair kemudian membeku. Fusion Line, garis penggabungan atau garis batas cair antara logam las dan logam Induk. Daerah pengaruh panas disebut HAZ (Heat Affected Zone), adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las selama pengelasan mengalami pemanasan dan pendinginan yang cepat [Harsono,2000].

Daerah HAZ Permukaan

Logam las

Permukaan asli benda


(60)

15

Siklus termal daerah las adalah proses pemanasan dan pendinginan pada daerah lasan. Perubahan-perubahan metalurgi yang rumit akan terjadi pada siklus ini dimana sangat erat hubunganya dengan ketangguhan, cacat las, retak dan lain sebagainya yang pada umumnya mempunyai pengaruh cukup fatal terhadap keamanan dan konstruksi las. Sebagai contoh siklus termal daerah pengelasan dapat dilihat pada gambar 9 dan gambar 10.

Sumber : Harsono (2000)

Gambar 9. Siklus termal las pada beberapa jarak dari batas las (20 mm, 170 A, 28 V, 15,2 cm/menit)


(61)

Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi kualitas sambungan, karena itu banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu pendinginan tersebut.

Struktur mikro dan sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian besar tergantung pada

lamanya pendinginan dari temperatur 8000C sampai 5000C, sedangkan retak dingin

dimana hidrogen memegang peranan penting terjadinya sangat tergantung oleh

lamanya pendinginan dari temperatur 8000C sampai 3000C atau 1000C [Harsono,2000].

Sumber : Harsono (2000)


(62)

17

F. Jenis-jenis Cacat Pada Pengelasan

Pada proses pengelasan terdapat jenis-jenis cacat yang biasanya dijumpai antara lain retak (cracks), voids, inklusi , kurangnya fusi atau penetrasi (lack of fusion or penetration) dan bentuk yang tak sempurna (imperfect shape).

1. Retak

Jenis cacat ini sering terjadi pada logam las (weld metal), daerah pengaruh panas (HAZ) atau pada daerah logam dasar (parent metal). Cacat retak sendiri dibagi atas:

a. Retak panas b. Retak dingin.

Retak panas umumnya terjadi pada suhu tinggi ketika proses pembekuan berlangsung. Retak dingin umumnya terjadi dibawah suhu 200

0

C setelah proses pembekuan. Sedangkan bentuk retakan dapat dibagi menjadi:

a. Retakan memanjang (longitudinal crack). b. Retakan melintang (transverse crack). 2. Voids (porositas)

Porositas merupakan cacat las berupa lubang-lubang halus atau pori-pori yang biasanya terbentuk di dalam logam las akibat terperangkapnya gas yang terjadi ketika proses pengelasan. Disamping itu, porositas dapat pula terbentuk akibat kekurangan logam cair karena penyusutan ketika logam membeku (shrinkage porosity).


(63)

Jenis porositas dapat dibedakan menurut pori-pori yang terjadi yaitu: • Porositas terdistribusi merata.

• Porositas terlokalisasi. • Porositas linier. 3. Inklusi

Cacat ini disebabkan oleh pengotor (inklusi) baik berupa produk karena reaksi gas atau berupa unsur-unsur dari luar, seperti: terak, oksida, logam wolfram atau lainnya. Cacat ini biasanya terjadi pada daerah bagian logam las (weld metal). 4. Kurangnya Fusi atau Penetrasi

a. Kurangnya Fusi

Cacat ini merupakan cacat akibat terjadinya discontinuity yaitu ada bagian yang tidak menyatu antara logam induk dengan logam pengisi. Disamping itu cacat jenis ini dapat pula terjadi pada pengelasan berlapis (multipass welding) yaitu terjadi antara lapisan las yang satu dan lapisan las yang lainnya.

b. Kurangnya Penetrasi

Cacat jenis ini terjadi bila logam las tidak menembus mencapai sampai ke dasar dari sambungan.


(64)

19

5. Bentuk Yang Tidak Sempurna

Jenis cacat ini memberikan geometri sambungan las yang tidak baik (tidak sempurna) seperti: undercut, underfill, overlap, excessive reinforcement dan lain-lain. Morfologi geometri dari cacat ini biasanya bervariasi.

Agar lebih jelas dan paham terhadap cacat pengelasan yang biasanya sering terjadi dapat dilihat pada gambar 11 dan 12.


(65)

Sumber : Asyari Daryus (2002)


(66)

21

G. Pengujian Tidak Merusak (NDT)

Non Destructive Testing (NDT) adalah aktivitas tes atau inspeksi terhadap suatu benda untuk mengetahui adanya cacat, retak, atau discontinuity lain tanpa merusak benda yang di tes atau inspeksi [Aeroblog.com. Non Destructive Testing( NDT)]. Pada dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa material yang kita gunakan masih aman dan belum melewati damage tolerance. Contohnya saja material pesawat terbang diusahakan semaksimal mungkin tidak mengalami kegagalan (failure) selama masa penggunaannya. NDT dilakukan paling tidak sebanyak dua kali. Pertama, selama dan diakhir proses fabrikasi, untuk menentukan suatu komponen dapat diterima setelah melalui tahap-tahap fabrikasi. NDT ini dijadikan sebagai bagian dari kendali mutu komponen. Kedua, NDT dilakukan setelah komponen digunakan dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah menemukan kegagalan parsial sebelum melampaui damage tolerance-nya. Metode utama Non Destructive Testing meliputi:

1. Pengujian Amatan

Sering kali metode ini merupakan langkah yang pertama kali diambil dalam NDT. Metode ini bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi. Dalam hal ini tentu saja adalah retak yang dapat terlihat oleh mata telanjang atau dengan bantuan lensa pembesar ataupun biroskop.


(67)

Gambar 13. Visual inspection dengan boroskop 2. Pengujian Dengan Penembusan Zat Warna

Metode Liquid Penetrant Test merupakan metode NDT yang paling sederhana. Metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid, baik logam maupun non logam karena proses welding, forging, manufaktur dan sebagainya. Melalui metode ini, cacat pada material akan terlihat lebih jelas. Caranya adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinspeksi. Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang baik dan viskousitas yang rendah agar dapat masuk pada cacat dipermukaan material. Selanjutnya, penetrant yang tersisa di permukaan material disingkirkan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan warna penetrant dengan latar belakang cukup kontras. Seusai inspeksi, penetrant yang tertinggal dibersihkan dengan penerapan developer.


(68)

23

Gambar 14. Cairan Penetrant

Kelemahan dari metode ini antara lain adalah bahwa metode ini hanya bisa diterapkan pada permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterapkan pada komponen dengan permukaan kasar, berpelapis, atau berpori. Prinsip kerjanya adalah fenomena kapilaritas. Karena fenomena inilah memungkinkan cairan yang tertinggal dalam lubang yang sempit tertarik dan muncul ke permukaan. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sedehana, luas penggunaannya dan merupakan uji tanpa merusak yang digunakan pertama kali. Beberapa peralatan yang dipakai adalah bahan penetrant, cleaner, developer dan kain atau majun. Langkah pertama yang dilakukan adalah precleaning yang merupakan pembersihan awal material dari sesuatu yang menutup permukaan benda uji seperti debu, cat, kerak dsb. Beberapa bahan yang direkomendasikan untuk melakukan precleaning seperti detergen, solvent, uap air dan bahan pelarut lainnya. Setelah material tersebut kering dari cairan pembersih, langkah selanjutnya adalah melakukan aplikasi penetrant dengan menyelupkan material yang disinyalir


(69)

adanya retak. Setelah itu dibiarkan beberapa menit sampai cairan penetran masuk ke celah retak tersebut. Waktu tunggunya sekitar 5 sampai 30 menit. Pembersihan penetrant berlebih yang tidak masuk ke celah cacat dilakukan setelah dwell time terpenuhi. Proses pembersihan dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan air, emulsifier, atau solvent. Setelah pembersihan penetran permukaan obyek uji perlu dikeringkan terutama jika menggunakan developer bubuk kering. Pengeringan berlebih dapat merugikan karena penetran dalam celah retak menjadi kering dan sulit untuk tertarik keluar. Pengeringan untuk air dan emulsifier dilakukan dengan ditiriskan secara natural, dilap dengan kain bersih, dan dianginkan mengunakan blower. Sedangkan pengeringan solvent biasanya dilap dengan kain bersih yang kering dan dikeringkan secara natural. Ketika developer digunakan pada benda uji, maka permukaannya harus kering dan tidak lengket serta menggumpal. Developer harus berwarna terang dan kontras dengan penetran untuk memudahkan pengamatan. Penggunaan developer dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dibenamkan (Dipping), soft bush, Hand powder bulb, dan sebagainya. Dwell time developer adalah waktu yang dibutuhkan untuk development, mulai dari pemberian developer sampai dibolehkan untuk evaluasi. Menurut ASTM E-165 dan ASME V art 6 maka dwell time developer adalah 7 menit. Tahap interpretasi dilakukan jika dwell time developer telah terpenuhi dengan mengamati bentuk, ukuran dan lokasi indikasi. Jika indikasi cacat terlihat berwarna merah tua, maka indikasi telah benar dan tidak ada kesalahan dalam pemberian developer. Sebaliknya Jika indikasi berwarna merah muda dan warna background tidak ada, maka hal ini menunjukkan terjadinya over wash atau developer terlalu tebal.


(70)

25

Setelah obyek uji selesai diperiksa, maka permukaannya harus dibersihkan untuk menghindari korosi yang disebabkan oleh sisa cairan penetrant dan developer. Metode dan teknik yang digunakan yaitu dilap dengan kain yang dibasahi air untuk penetrant waterwashable, atau lap kain yang dibasahi solvent [Harsono 2000].

3. Pengujian Serbuk Magnet

Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface) suatu komponen dari bahan ferromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya adalah dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang digunakan untuk memdeteksi adanya kebocoran medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik dipermukaan. Partikel-partikel tersebuat akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet [The International Atomic Energy Agency (IAEA),2002].


(71)

Kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain itu, medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.

4. Pengujian Dengan Elektromagnet

Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet ini dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat [Harsono,2000].


(72)

27

Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau. Selain itu metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja.

5. Pengujian Dengan Gelombang Ultrasonik

Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan. Gelombang ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 - 20 MHz. Gelombang suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material. Gelombang ultrasonic ini dibangkitkan oleh tranducer dari bahan piezoelektri yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi [The International Atomic Energy Agency (IAEA),2002].

Sumber : [The International Atomic Energy Agency (IAEA),2002] Gambar 17. Proses kerja Ultrasonic Inspection


(73)

6. Pengujian Dengan Radiografi

Metode NDT ini dapat untuk menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma. Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudaian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film inilah yang akan memperlihatkan bagian material yang mengalami cacat. Skema pengujian ini dapat dilihat pada gambar 18.

Sumbe : Harsono (2000)


(1)

Gambar 14. Cairan Penetrant

Kelemahan dari metode ini antara lain adalah bahwa metode ini hanya bisa diterapkan pada permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterapkan pada komponen dengan permukaan kasar, berpelapis, atau berpori. Prinsip kerjanya adalah fenomena kapilaritas. Karena fenomena inilah memungkinkan cairan yang tertinggal dalam lubang yang sempit tertarik dan muncul ke permukaan. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sedehana, luas penggunaannya dan merupakan uji tanpa merusak yang digunakan pertama kali. Beberapa peralatan yang dipakai adalah bahan penetrant, cleaner, developer dan kain atau majun. Langkah pertama yang dilakukan adalah precleaning yang merupakan pembersihan awal material dari sesuatu yang menutup permukaan benda uji seperti debu, cat, kerak dsb. Beberapa bahan yang direkomendasikan untuk melakukan precleaning seperti detergen, solvent, uap air dan bahan pelarut lainnya. Setelah material tersebut kering dari cairan pembersih, langkah selanjutnya adalah melakukan aplikasi penetrant dengan menyelupkan material yang disinyalir


(2)

adanya retak. Setelah itu dibiarkan beberapa menit sampai cairan penetran masuk ke celah retak tersebut. Waktu tunggunya sekitar 5 sampai 30 menit. Pembersihan penetrant berlebih yang tidak masuk ke celah cacat dilakukan setelah dwell time terpenuhi. Proses pembersihan dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan air, emulsifier, atau solvent. Setelah pembersihan penetran permukaan obyek uji perlu dikeringkan terutama jika menggunakan developer bubuk kering. Pengeringan berlebih dapat merugikan karena penetran dalam celah retak menjadi kering dan sulit untuk tertarik keluar. Pengeringan untuk air dan emulsifier dilakukan dengan ditiriskan secara natural, dilap dengan kain bersih, dan dianginkan mengunakan blower. Sedangkan pengeringan solvent biasanya dilap dengan kain bersih yang kering dan dikeringkan secara natural. Ketika developer digunakan pada benda uji, maka permukaannya harus kering dan tidak lengket serta menggumpal. Developer harus berwarna terang dan kontras dengan penetran untuk memudahkan pengamatan. Penggunaan developer dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dibenamkan (Dipping), soft bush, Hand powder bulb, dan sebagainya. Dwell time developer adalah waktu yang dibutuhkan untuk development, mulai dari pemberian developer sampai dibolehkan untuk evaluasi. Menurut ASTM E-165 dan ASME V art 6 maka dwell time developer adalah 7 menit. Tahap interpretasi dilakukan jika dwell time developer telah terpenuhi dengan mengamati bentuk, ukuran dan lokasi indikasi. Jika indikasi cacat terlihat berwarna merah tua, maka indikasi telah benar dan tidak ada kesalahan dalam pemberian developer. Sebaliknya Jika indikasi berwarna merah muda dan warna background tidak ada, maka hal ini menunjukkan terjadinya over wash atau developer terlalu tebal.


(3)

Setelah obyek uji selesai diperiksa, maka permukaannya harus dibersihkan untuk menghindari korosi yang disebabkan oleh sisa cairan penetrant dan developer. Metode dan teknik yang digunakan yaitu dilap dengan kain yang dibasahi air untuk penetrant waterwashable, atau lap kain yang dibasahi solvent [Harsono 2000].

3. Pengujian Serbuk Magnet

Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface) suatu komponen dari bahan ferromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya adalah dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang digunakan untuk memdeteksi adanya kebocoran medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik dipermukaan. Partikel-partikel tersebuat akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet [The International Atomic Energy Agency (IAEA),2002].


(4)

Kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain itu, medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.

4. Pengujian Dengan Elektromagnet

Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet ini dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat [Harsono,2000].


(5)

Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau. Selain itu metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja.

5. Pengujian Dengan Gelombang Ultrasonik

Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan. Gelombang ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 - 20 MHz. Gelombang suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material. Gelombang ultrasonic ini dibangkitkan oleh tranducer dari bahan piezoelektri yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi [The International Atomic Energy Agency (IAEA),2002].

Sumber : [The International Atomic Energy Agency (IAEA),2002] Gambar 17. Proses kerja Ultrasonic Inspection


(6)

6. Pengujian Dengan Radiografi

Metode NDT ini dapat untuk menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma. Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudaian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film inilah yang akan memperlihatkan bagian material yang mengalami cacat. Skema pengujian ini dapat dilihat pada gambar 18.

Sumbe : Harsono (2000)