ORGANIZING AND LEGALIZING OF A WORKING PLAN OF LOCAL GOVERNMENT (RKPD) IN PARTICIPATIONAL PERSPECTIVE (Study in Musrenbang Kecamatan Metro Pusat)

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perencanaan pembangunan untuk Negara berkembang, termasuk Indonesia, masih mempunyai peranan yang sangat besar sebagai alat untuk mendorong dan mengendalikan proses pembangunan secara lebih tepat dan terarah. Mekanisme perencanaan menyangkut dengan proses pelaksanaan, instansi terlibat, jadwal pelaksanaannya, dan pejabat yang berwenang menetapkan dokumen perencanaan.

Sejak keluarnya Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian dijelaskan dengan lebih terperinci dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah yang lebih memantapkan kedudukan perencanaan pembangunan daerah di Indonesia menjadi semakin kuat. Argumentasi yang semula berkembang tentang tidak perlunya pembangunan diatur melalui system perencanaan dalam era otonomi daerah, otomatis sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Adanya peraturan tersebut, maka penyusunan perencanaan menjadi suatu


(2)

kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap aparat pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari dan bila hal ini tidak dilakukan akan menimbulkan implikasi hukum tertentu.

Berdasarkan segi lain, keluarnya aturan tersebut, juga menimbulkan perubahan yang cukup signifikan dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah di Indonesia. Perubahan tersebut antara lain adalah: Pertama, menyangkut dengan jenis dokumen pembangunan daerah yang harus dibuat oleh masing-masing daerah sesuai dengan perkembangan demokratisasi dalam system pemerintahan daerah. Kedua, sesuai dengan perubahan jenis dokumen yang perlu dibuat, maka teknis penyusunan rencana juga mengalami perubahan yang cukup mendasar. Ketiga, tahapan penyusunan rencana juga mengalami perubahan untuk dapat menerapkan Sistem Perencanaan Partisipatif guna meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat dalam penyusunan rencana.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi, Perencanaan pembangunan daerah menggunakan pendekatan:

a. Teknokratis b. Partisipatif c. Politis

d. Top down dan bottom up

Pendekatan teknokratis menurut Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 “ menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah”


(3)

Maksud dari pernyataan tersebut bahwa pendekatan teknokratis menggunakan teknis dengan proses keilmuan yang dilaksanakan secara sistematis terkait dengan perencanaan pembangunan berdasarkan data dan informasi yang akurat yang didapat dari lapangan.

Kemudian pendekatan partisipatif dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 dikatakan bahwa

“pendekatan partisipatif dilaksanankan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders)”.

Jika diterjemahkan secara harfiah bahwa perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan stakeholders adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

Sedangkan pendekatan top down dan bottom up dalam perencanaan menurut Pemendagri Nomor 54 Tahun 2010

“dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa.”

Perencanaan pembangunan di dalam Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 terdiri dari empat (4) tahapan yakni:

(1) penyusunan rencana; (2) penetapan rencana;


(4)

(4) evaluasi pelaksanaan rencana.

Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan

Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Menurut Undang - Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang-undang/Peraturan Daerah, rencana pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah.

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.


(5)

Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan inforrnasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, Kementerian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.

Rencana Kerja Pemerintah Daerah merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan daerah yang disyaratkan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pembangunanan Daerah. Rencana Kerja Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disebut RKPD, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat,


(6)

dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKPD selanjutnya menjadi pedoman penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

Perencanaan tidak akan dapat menghasilkan pembangunan secara baik sesuai dengan aspirasi masyarakat apabila tidak dapat mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan rencana tersebut. Tanpa pemanfaatan partisipasi masyarakat secara baik dan terarah, perencanaan yang disusun tidak akan dapat disesuaikan dengan aspirasi dan keinginan masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat sulit untuk mngharapkan masyarakat akan mematuhi dan menjaga pelaksanaan rencana yang telah dibuat. Bahkan masyarakat banyak yang tidak memanfaatkan sepenuhnya apa yang telah dibangun oleh pemerintah. Oleh sebab itu, pendekatan Participatory Planning (Perencanaan Partisipatif) sebagai alat yang tepat untuk dapat mengoptimalkan pasrtisipasi masyarakat dalam perencanaan. Aspek yang sangat penting dan menentukan dalam pelaksanaan perencanaan partisipatif adalah bagaimana partisipasi masyarakat tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam perencanaan.

Menurut Syafrijal (2009:26) :

“Ada dua cara yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan perencanaan partisipatif yaitu melakukan Penjaringan Aspirasi Masyarakat (Jaringan Asmara) dalam bentuk pertemuan, diskusi dan seminar guna mendapatkan pandangan masyarakat tentang visi dan misi pembangunan yang diinginkan. Setelah rancangan awal perencanaan pembangunan selesai disusun, aspirasi masyarakat dapat pula diserap melalui pelaksanaan Mu syawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sebagaimana diamanatkan dalam Undang - Undang Nomor.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Musrenbang ini dapat


(7)

dilakukan secara bertingkat mulai dari tingkat desa sampai dengan tingkat kabupaten, kota, dan propinsi”.

Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan berdasarkan data hasil pra riset di BAPPEDA Kota Metro dilakukan dengan menggunakan pendekatan perspektif dan partisipasif yang mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Pendekatan perspektif dilakukan dengan cara pemerintah daerah menyusun rencana program pembangunan yang dianggap sangat dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Pendekatan partisipatif dilakukan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan stakeholders dalam perencanaan pembangunan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan pembangunan (Musrenbang), maka sebelum naskah disusun, perlu dilakukan penjaringan aspirasi dan keinginan masyarakat tentang visi dan misi serta arah pembangunan Kota Metro setahun kedepan.

Musrenbang merupakan media utama konsultasi publik yang digunakan pemerintah dalam penyusunan rencana pembangunan nasional dan daerah di Indonesia. Musrenbang tahunan merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk perencanaan pembangunan tahunan, yang dilakukan secara berjenjang melalui mekanisme “bottom-up planning”, dimulai dari Musrenbang desa/kelurahan, Musrenbang kecamatan, forum SKPD dan Musrenbang kabupaten/kota, dan untuk jenjang berikutnya


(8)

hasil Musrenbang kabupaten/kota juga digunakan sebagai masukan untuk Musrenbang provinsi, dan Musrenbang nasional.

Proses Musrenbang pada dasarnya mendata aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang dirumuskan melalui pembahasan di tingkat desa/kelurahan, dilanjutkan di tingkat kecamatan, dikumpulkan berdasarkan urusan wajib dan pilihan pemerintahan daerah, dan selanjutnya diolah dan dilakukan prioritisasi program/kegiatan di tingkat kabupaten/kota oleh Bappeda bersama para pemangku kepentingan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan dan kewenangan daerah.

Berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat tersebut, maka tim penyusunan rencana sudah dapat mulai menyusun rancangan dokumen perencanaan pembangunan yang dibutuhkan. Kemudian rancangan tersebut dibahas dalam Musrenbang untuk menerima tanggapan dari pihak yang berkepentingan dengan pembangunan seperti tokoh masyarakat, alim ulama, dan para tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat. Naskah rencana akhir akan dapat disusun oleh badan perencana setelah memasukkan semua kritikan dan usul perbaikan yang diperoleh dari Musrenbang tersebut.

Penjaringan aspirasi masyarakat yang kurang maksimal mengakibatkan berbagai hal yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan hanya menguntungkan segelintir pihak. Akan tetapi


(9)

kesenjangan antara teori/aturan normatif dengan praktek dilapangan terjadi saat penulis melakukan kegiatan pra-riset di Kecamatan Metro Pusat, menurut hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap Kepala Seksi Pembangunan Kecamatan Metro Pusat yaitu Siti Aisyah, S.Sos menjelaskan bahwa di Kecamatan Metro Pusat kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) telah dilaksanakan namun kurang optimal.

Kenyataan dilapangan Musrenbang Kota Metro hanya sebatas formalitas dikarenakan banyak kemudian yang tidak hadir dalam pelaksanaan musrenbang. Sehingga apa yang menjadi tujuan musrenbang tidak tercapai. Banyak laporan atau aspirasi masyarakat yang disepakati bersama didalam musrenbang sukadana dari tahun ketahun hanya bisa ditampung dan sedikit yang terealisasi yang kemudian sisanya yaitu yg tidak terealisasi diajukan kembali dalam musrenbang tahun berikutnya dan begitu seterusnya.

Selain itu hal lain yang menjadi permasalahan yakni keterbatasan waktu pelaksanaan yang relatif singkat. Untuk musrenbang tingkat kecamatan yang hampir sebagian besar peserta musrenbang didominasi oleh wakil dari masyarakat, pelaksanaan musrenbang hanya setengah hari, sehingga hampir tidak mungkin masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya.


(10)

Idealnya berdasarkan Keputusan Mentri Dalam Negeri Nomor : 050 187/Kep/Bangda/2007 Tentang Pedoman Penilaian Dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang ) menghendaki dalam hal pelaksanaan musrenbang tersebut dapat mencerminkan perencanaan yang partisipatif, demokratis, transparansi, akuntabel, dan komprehensif; dan tercapainya tujuan dari musrenbang.

Jika suatu rangkaian langkah dimaksudkan untuk kepentingan rakyat, maka mutlak adanya keterlibatan rakyat (dalam arti keterlibatan secara sadar). Oleh sebab itu harus disadari, bahwa kebutuhan dasar masyarakat akan sangat berbeda dengan pihak luar, sebab setiap komunitas memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Melihat pentingnya perspektif pendekatan partisipatif dalam menetapkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), tidak salah kiranya diadakan penelitian yang berkaitan dengan pendalaman perspektif pendekatan partisipatif dalam musrenbang tingkat kecamatan.


(11)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

Bagaimana Penyusunan dan Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam Perspektif Pendekatan Partisipatif (Studi Pada Musrenbang kecamatan Metro Pusat)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui Penyusunan dan Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam Perspektif Pendekatan Partisipatif (Studi Pada Musrenbang kecamatan Metro Pusat).

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara akademis, hasil penelitian ini menambah informasi tentang kajian Ilmu Pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan penyusunan dan penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam perspektif pendekatan partisipatif pada Musrenbang kecamatan


(12)

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pemikiran bagi Kecamatan Metro Pusat terutama dalam hal penyusunan dan penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam perspektif pendekatan partisipatif pada Musrenbang kecamatan.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),

“RKPD merupakan penjabaran RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKPD merupakan acuan bagi daerah dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), dengan demikian Kepala daerah dan DPRD dalam menentukan Kebijakan Umum APBD (KUA), serta penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS) didasarkan atas dokumen RKPD. KUA dan PPAS yang telah disepakati selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam proses

penyusunan APBD”.

1. Fungsi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Fungsi RKPD menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) mencakup sebagai berikut:

 Menjabarkan rencana strategis ke dalam rencana operasional;  Memelihara konsistensi antara capaian tujuan perencanaan

strategis jangka menengah dengan tujuan perencanaan dan penganggaran tahunan pembangunan daerah;


(14)

 Menjadi dasar pedoman dalam penyusunan KUA, PPAS, RAPBD dan APBD;

 Instrumen bagi pemerintah daerah untuk mengukur kinerja penyelenggaraan fungsi dan urusan wajib dan pilihan pemerintahan daerah;

 Instrumen bagi pemerintah daerah untuk mengukur capaian target kinerja program pembangunan jangka menengah;

 Instrumen bagi pemerintah daerah untuk mengukur capaian target standar pelayanan minimal dan mengukur kinerja pelayanan SKPD;

 Instrumen bagi pemerintah daerah sebagai acuan LPPD kepada pemerintah, LKPJ kepada DPRD dan ILPPD kepada masyarakat.

 Menyediakan informasi bagi pemenuhan Laporan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang perlu disampaikan kepada Pemerintah Pusat.

2. Kedudukan RKPD dalam Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), menjelaskan bahwa: “Dari segi kerangka waktu, penyusunan dokumen RKPD harus diselesaikan pada setiap bulan Mei, sedangkan dokumen APBD harus sudah disahkan paling lambat tanggal 1 Desember. Substansi RKPD memuat program dan kegiatan SKPD dan dokumen RKPD merupakan acuan bagi SKPD dalam menyempurnakan Renja SKPD untuk tahun yang sama. Proses penyusunan RKPD dilakukan secara paralel dan sifatnya saling memberi masukan dengan proses penyusunan Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD)”.

3. Pendekatan Perencanaan dalam Penyusunan RKPD

Ada lima pendekatan dalam penyusunan RKPD menurut Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan


(15)

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yaitu pendekatan teknokratis, politis, partisipatif, top-down, dan bottom-up.

a. Pendekatan Teknokratis (Strategis dan Berbasis Kinerja)

Dokumen RKPD pada dasarnya merupakan suatu proses pemikiran strategis. Kualitas dokumen RKPD sangat ditentukan oleh kualitas program dan kegiatan yang diusulkan RKPD dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah yang disepakati dalam Musrenbang RKPD. Penyusunan RKPD sangat erat kaitannya dengan kompetensi dalam menyusun, mengorganisasikan, mengimplementasikan, mengendalikan, dan mengevaluasi capaian program dan kegiatan.

Pendekatan teknokratis bermakna bahwa RKPD memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Review menyeluruh tentang kinerja pembangunan tahun lalu

2. Rumusan status, kedudukan kinerja penyelenggaraan urusan wajib/pilihan pemerintahan daerah masa kini

3. Rumusan peluang dan tantangan ke depan yang mempengaruhi penyusunan RKPD

4. Rumusan tujuan, strategi, dan kebijakan pembangunan

5. Pertimbangan atas kendala ketersediaan sumberdaya dan dana (kendala fiskal daerah) 6. Rumusan dan prioritas program dan kegiatan

SKPD berbasis kinerja

7. Tolok ukur dan target kinerja capaian program dan kegiatan dengan mempertimbangkan Standar Pelayanan Minimal

8. Tolok ukur dan target kinerja keluaran 9. Tolok ukur dan target kinerja hasil 10. Pagu indikatif program dan kegiatan.

11. Prakiraan maju pendanaan program dan kegiatan untuk satu tahun berikutnya

12. Kejelasan siapa bertanggungjawab untuk mencapai tujuan, sasaran dan hasil, serta waktu penyelesaian, termasuk review kemajuan pencapaian sasaran


(16)

Pendekatan demokratis dan partisipatif bermakna bahwa RKPD memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Identifikasi pemangku kepentingan yang relevan untuk dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan di setiap tahapan penyusunan RKPD 2. Kesetaraan antara para pemangku kepentingan dari

unsur pemerintah dan non pemerintah dalam pengambilan keputusan

3. Transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan

4. Keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat, terutama kaum perempuan dan kelompok marjinal

5. Rasa memiliki masyarakat terhadap RKPD 6. Pelibatan media

7. Pelaksanaan Musrenbang RKPD yang berkualitas dari segi penerapan perencanaan partisipatif

8. Konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan, seperti: perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi, dan kebijakan dan prioritas program.

c. Pendekatan Politis

Pendekatan politis bermakna bahwa RKPD memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Konsultasi dengan Kepala Daerah untuk penerjemahan yang tepat, sistematis atas visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program pembangunan daerah

2. Keterlibatan aktif DPRD dalam proses penyusunan RKPD

3. Jaring aspirasi masyarakat (reses) oleh DPRD merupakan bagian integral dari proses penyusunan RKPD

4. Pokok-pokok pikiran DPRD dalam proses penyusunan RKPD

5. Pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang RKPD yang setelah ditetapkan akan mengikat semua pihak sebagai acuan dalam penyusunan RAPBD


(17)

d. Pendekatan Bottom-up

1. Pendekatan bottom-up bermakna bahwa RKPD memuat hal-hal sebagai berikut:

2. Penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk melihat konsistensi dengan visi, misi, dan program Kepala Daerah Terpilih

3. Memperhatikan hasil proses musrenbang dan kesepakatan dengan masyarakat tentang prioritas pembangunan daerah

4. Mempertimbangkan hasil Forum SKPD

e. Pendekatan Top-down

Pendekatan top-down bermakna bahwa RKPD memuat hal- hal sebagai berikut:

1. Sinergi dengan RKP dan RENJA K/L

2. Sinergi dan konsistensi dengan RPJMD maupun RPJPD

3. Sinergi dan konsistensi dengan RTRWD

4. Penanganan masalah dengan pendekatan holistik dan pendekatan sistem.

5. Sinergi dan komitmen pemerintah terhadap tujuan-tujuan pembangunan global seperti Millenium Development Goals (MDGs), Sustainable Development, pemenuhan Hak Asasi Manusia, pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), dan sebagainya.

Penelitian yang akan dilakukan memfokuskan pada Pendekatan Partisipatif dalam Perencanaan dalam Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).


(18)

B. Pendekatan Partisipatif

1. Partisipasi

Istilah Partisipasi menurut Mikkelsen (2005, 53-54) biasanya digunakan di masyarakat dalam berbagai makna umum, diantaranya:

 Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek (pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

 Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam rangka menerima dan merespons berbagai proyek pembangunan.

 Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu.

 Partisipasi adalah proses menjembatani dialog antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan, pengimplenetasian, pemantauan dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial maupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat.

 Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat.  Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya

pembangunan lingkungan, kehidupan dan diri mereka sendiri.

Tiga bentuk partisipasi (Chambers dalam Mikkelsen, 2005, 54): a. Cosmetic Label

Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga lembaga donor maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.

b. Coopting Practice

Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan mengurangi pembiayaan pryek. c. Empowering Process

Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya,


(19)

mndapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih.

2. Partisipasi Masyarakat

Diana Conyers (1994;154) ada 3 (tiga) alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat penting adalah sebagai berikut :

a. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program-program pembangunan akan gagal.

b. Masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaanya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut. c. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat

dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri. 3. Perencanaan Partisipatif

Perencanaan partisipatif merupakan perencanaan yang melibatkan semua (rakyat) dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang diinginkan,. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Abe (2002:81) sebagai berikut :

“Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat”.

Hal senada juga disampaikan oleh Wicaksono dan Sugiarto (dalam Wijaya, 2003:16) ” usaha yang dilakukan masyarakat untuk


(20)

memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat secara mandiri.

Dari pengertian tersebut bahwa perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang melibatkan semua (rakyat) dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi yang tujuannya untuk memperoleh kondisi yang diharapkan, meciptakan aspirasi dan rasa memiliki .

Wijaya (2003:20) mengemukakan dimana ada 3 alasan mengapa harus ada demokasi dan Perencanaan Partisipatif

a. Demokrasi dan partisipasi sangat penting peranannya dalam pengembangan kemampuan dasar.

b. Instrumental role untuk memastikan bahwa rakyat bisa mengungkapkan dan mendukung klaim atas hak-hak mereka, di bidang politik maupun ekonomi

c. Constructive role dalam merumuskan “kebutuhan” rakyat

dalam konteks sosial.

Kemudian Wicaksono dan Sugiarto (dalam Wijaya,2001:25), lebih lanjut mengemukakan ciri-ciri perencanaan partisipatif sebagai berikut :

1. Terfokus pada kepentingan masyarakat

a. Perencanaan program berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat.

b. Perencanaan disipakan dengan memperhatikan aspirasi masyrakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.


(21)

Setiap masyarakat melalui forum pertemuan, memperoleh peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan bicara, waktu dan tempat. 3. Dinamis

a. Perencanaan mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak

b. Proses perencanaan berlangsung secara berkelanjutan dan proaktif.

4. Sinergitas

a. Harus menjamin keterlibatan semua pihak

b. Selalu menekankan kerjasama antar wilayah administrasi dan geografi

c. Setiap rencana yang akan dibangun sedapat mungkin mejadi kelengkapan yang sudah ada, sedang atau dibangun.

d. Memperhatikan interaksi yang terjadi diantara stakeholder

5. Legalitas

a. Perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku. b. Menjunjung etika dan tata nilai masyrakat.

c. Tidak memberikan peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

6. Fisibilitas (Realistis)

Perencanaan harus bersifat spesifik, terukur, dapat dijalankan, dan mempertimbangkan waktu.

Kemudian menurut Wijaya (2003;25) menjelaskan kriteria-kriteria dari perencanaan partisipatif sebagai berikut :

a. Adanya pelibatan seluruh stakeholder.

b. Adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan legitimate.

c. Adanya proses politik melalui upaya negoisasi atau urun rembuk yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama (collective agreement)

d. Adanya usaha pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembelajaran kolektif yang merupakan bagi dari proses demokratisasi.


(22)

Hal senada juga disampaikan Abe (2005;90) dengan adanya pelibatan masyarakat secara langsung dalam perencanaan, maka mempunyai dampak positif dalam perencanaan partisipatif, yaitu :

a. Terhindar dari terjadinya manipulasi, keterlibatan masyarakat akan memperjelas apa yang sebenarnya dikehendaki masyrakat.

b. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan, semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik.

c. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan poltik masyarakat.

Secara garis besar perencanaan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka atasi.

C. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

Berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor : 050- 187/kep/Bangda/2007 Tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunann (Musrenbang) tujuan dari Musrenbang sebagai berikut :

a. Mendorong pelibatan para pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan perencanaan (RKPD)

b. Mengidentifikasi dan membahas isu-isu dan permasalahan pembangunan dan pencapaian kesepakatan prioritas pembangunan daerah yang akan dilaksanakan pada tahun rencana


(23)

c. Optimalisasi pemanfaatan dana yang tersedia terhadap kebutuhan pembangunan

d. Menfasilitasi pertukaran (sharing) informasi, pengembangan konsensus dan kesepakatan atas penanganan masalah pembangunan daerah

e. Menyepakati mekanisme untuk mengembangkan kerangka kelembagaan, menguatkan proses, menggalang sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi issu dan permasalahan prioritas pembangunan daerah

f. Menggalang dukungan dan komitmen politik dan sosial untuk penanganan issu dan permasalahan prioritas pembangunan daerah

Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan di Kota Metro dilakukan dengan menggunakan pendekatan perspektif dan partisipasif. Pendekatan perspektif dilakukan dengan cara pemerintah daerah menyusun rencana program pembangunan yang dianggap sangat dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Pendekatan partisipatif dilakukan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan stakeholders dalam perencanaan pembangunan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan pembangunan (Musrenbang).

D. Kerangka Pikir

Penetapan RKPD dimulai dengan proses perencanaan dengan menggunakan berbagai metode perencanaan. Proses perencanaan sehingga menjadi penetapan suatu dokumen dibungkus di dalam suatu penyusunan. Metode perencanaan yang digunakan antara lain dengan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif digunakan oleh BAPPEDA Kota Metro dalam menyusun RKPD karenan sesuai dengan prisip Pancasila dan demokrasi yaitu melalui Musrenbang dengan musyawarah untuk mufakat


(24)

terkandung didalamnya. Selain itu dengan melibatkan semua unsur mulai dari Pemerintah Kota Metro, perwakilan masyarakat, dan musrenbang RKPD. Pendekatan partisipatif dapat dilihat dalam pelaksanaan musrenbang RKPD dalam hal ini dengan melihat pelaksanaan musrenbang kecamatan. Penyusunan dengan pendekatan partisipatif tersebut menciptakan sebuah perencanaan kerja berupa RKPD yang partisipatif.

Kerangka pikir tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini:

Gambar 1. Kerangka Pikir

Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)

Pendekatan Partisipatif

• Kesetaraan antara para pemangku kepentingan dari unsur pemerintah dan non pemerintah dalam pengambilan keputusan • Keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat,

terutama kaum perempuan dan kelompok marjinal

• Pelaksanaan Musrenbang RKPD yang berkualitas dari segi penerapan perencanaan partisipatif

Musrenbang Kecamatan


(25)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Menurut Basrowi (2008:15), penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis artinya sesuai dengan metode tertentu, sistematis artinya berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak ada hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Penyusunan dan Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam Perspektif Pendekatan Partisipatif pada Musrenbang Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro. Tipe penelitian ini merupakan penelitian yang bertipe deskriptif, yakni jenis penelitian yang berupaya menggambarkan suatu fenomena atau kejadian dengan apa adanya (Moleong, 2006: 5), hal tersebut didasarkan karena penelitian ini menghasilkan data - data berupa kata - kata tertulis atau lisan dari orang - orang atau perilaku yang dapat diamati, adapun


(26)

tujuannya adalah untuk menggambarkan secara tepat mengenai suatu keadaan, sifat - sifat individu atau gejala kelompok tertentu.

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara terperinci bagaimana fenomena sosial tertentu. Menurut Suwandi (2008: 17), tipe penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi pada masa sekarang, dilakukan dengan langkah-langkah pengumpulan data, membuat klasifikasi data dan analisa atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan utama untuk membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara obyektif dalam suatu deskriptif situasi.

Sedangkan Hadari Nawawi (2011: 63-64) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, dan menjawab pertanyaan yang ada dilapangan dengan menggunakan teori-teori, konsep-konsep, dan data hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka tipe penelitian deskriptif adalah tipe penelitian untuk menggambarkan tentang suatu keadaan secara obyektif terhadap situasi dalam hal ini yaitu karakteristik dalam suatu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang akan diteliti. Tidak terlepas dari pokok permasalahan dalam penelitian, maka tujuan dilakukannya penelitian deskripsi ini adalah untuk


(27)

mendeskripsikan bagaimana penyusunan dan penetapan RKPD dalam perspektif pendekatan partisipatif yang dilihat dari hubungan pemerintah dan non pemerintah, peran kelompok perempuan dan marjinal, dan pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) tingkat Kecamatan dalam upaya mencapai pemerataan pembangunan kelurahan di Kecamatan Metro Pusat. Pendekatan partisipatif dari pelaksanaan Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) tingkat kecamatan ini dilihat dari apresiasi tokoh masyarakat, serta stakeholder terkait yang hadir dalam proses pelaksanaan musrenbang.

B. Pendekatan yang digunakan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian jenis ini dimaksudkan sebagai suatu cara yang tidak menggunakan prosedur statistik atau dengan menggunakan alat kuantifikasi yang lain, melainkan melakukan pengamatan fenomena sosial yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis serta interpretasi berbagai data dan informasi. Penelitian kualitatif menunjuk pada suatu penelitian tentang kehidupan seseorang, sejarah, perilaku aktor, proses dan juga tentang fungsi organisasi, gerakan sosial atau hubungan interaksi untuk mencari makna. Karenanya, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif untuk menentukan, memahami, menjelaskan dan memperoleh gambaran (deskripsi) tentang perspektif pendekatan partisipatif dalam penyusunan RKPD dan musrenbang RKPD sebagai bentuk pendekatan partisipatif.


(28)

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam melihat kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata tersebut.

.

C. Fokus Penelitian

Masalah-masalah di dalam penelitian ini dapat dipecahkan dengan memfokuskan penelitian. Pembahasan yang dilakukan menghindari sikap bias peneliti dalam melakukan analisis data. Secara sederhana fokus penelitian adalah hal-hal ataupun fenomena yang menjadi pusat perhatian dari seorang peneliti. Menurut Lexy.J.Moleong (2002:94) penetapan fokus sebagai masalah yang penting dalam penelitian artinya dalam usaha menentukan batas penelitian sehingga dengan menentukan batas penelitian dapat menemukan lokasi penelitian dan dapat menyaring informasi yang masuk.

Fokus dalam penelitian berkaitan erat bahkan sering disamakan dengan masalah yang dirumuskan dan menjadi acuan dalam penentuan fokus penelitian. Penelitian yang telah dilakukan berfokus pada beberapa hal yang menjadi fokus penelitian yaitu:


(29)

Fokus penelitian:

Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan Perspektif Pendekatan Partisipatif dengan karakteristik Pendekatan Partisipatif:

 Kesetaraan antara para pemangku kepentingan dari unsur pemerintah dan non pemerintah dalam pengambilan keputusan  Keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat,

terutama kaum perempuan dan kelompok marjinal

 Pelaksanaan Musrenbang RKPD yang berkualitas dari segi penerapan perencanaan partisipatif

Tahap penyusunan RKPD salah satunya dengan Perspektif Pendekatan Partisipatif. Pendekatan perspektif dilakukan dengan cara pemerintah daerah menyusun rencana program pembangunan yang dianggap sangat dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Pendekatan partisipatif dilakukan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan stakeholders dalam perencanaan pembangunan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan pembangunan (Musrenbang).

Melihat fokus penelitian diatas, peneliti telah melakukan penelitian dengan tiga fokus, yang dilakukan di Bappeda Kota Metro dan Kecamatan Metro Pusat dengan melibatkan infomn yang berkaitan dengan musrenbang RKPD.

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian, terutama sekali dalam menangkap fenomena atau peristiwa


(30)

yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Penentuan lokasi ditentukan peneliti dengan sengaja. Dalam penentuan lokasi penelitian (Lexy.J.Moleong 2002:86) menyatakan cara yang terbaik ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan, sementara keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

Masyarakat Kota Metro adalah masyarakat terdidik begitu juga dengan pegawai pemerintah dalam hal ini pegawai BAPPEDA dan pegawai kecamatan Metro Pusat memiliki kecakapan dan kemampuan dalam hal perencanaan suatu dokumen dan kemampuan bekejasama dengan baik.

Penelitian dilakukan di Kota Metro dengan melihat latar belakang masyarakat yang berfikiran lebih maju dengan pendidikannya. Kemudian melihat pentingnya musrenbang dalam pendekatan partisipatif pada penyusunan RKD maka mempertimbangkan hal diatas penelitian ini telah dilakukan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Metro dan Kantor Kecamatan Metro Pusat Kota Metro.


(31)

E. Jenis Data dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilihat dari karakteristik sumbernya terbagi ke dalam:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari jawaban responden yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu penelitian. Sedangkan menurut Lexy.J.Moleong (2002:112) bahwa “data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto, atau film”.

Data primer dalam penelitian ini berupa dokumentasi foto-foto di Bappeda dan saat pelaksanaan musrenbang Kecamatan Metro Pusat.

b. Data Sekunder

Menurut Lexy.J.Moleong (2002:113) dikatakan bahwa “walaupun dikatakan bahwa sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi”. Oleh karena itu data sekunder adalah data berupa catatan tentang adanya suatu


(32)

peristiwa ataupun catatan-catatan yang jaraknya telah jauh dari sumber pertama.

Data sekunder dalam penelitian ini berupa daftar hadi musrenbang kecamatan metro pusat.

2. Sumber Data

Menurut Suharsimi Arikunto (2006:114) yang dimaksud sumber data adalah:

“sumber dari mana data dapat diperoleh”. Keberadaan sumber data memang memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Untuk mempermudah mengidentifikasi sumber data, perlu diklasifikasikan menjadi tiga dengan huruf depan p tingkatan dari Bahasa Inggris, yaitu:

1. Person, sumber data berupa orang, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban melalui wawancara atau jawaban terrtulis melalui angket.

2. Place, sumber data berupa tempat, yaitu berupa sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak.

3. Paper, sumber data berupa symbol, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau symbol-simbol lain.

Proses pengumpulan data/informasi dilakukan secara purposive sampling, dimana informan yang dipilih adalah yang memiliki data dan informasi guna memahami secara utuh proses peyusunan dan penetapan RKPD dengan perspektif pendekatan partisipatif.

Informan terdiri dari :

1. Kasub Bag Perencanaan BAPPEDA Kota Metro sebagai anggota tim penyusun RKPD Kota Metro

2. Staf Bagian Perencanaan BAPPEDA Kota Metro sebgai anggota tim penyusun RKPD

3. Camat Metro Pusat 4. Tokoh masyarakat


(33)

E. Teknik Pengumpulan Data

Agar memperoleh hasil penelitian yang baik, diperlukan data-data yang valid dan reliable. Dengan demikian analisis data yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik-teknik sebagai berikut: 1. Wawancara Mendalam (Interview)

Yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan wawancara atau tanya jawab langsung dengan responden atau informan. Menurut Sugiyono (2002:96), “Wawancara dapat digunakan apabila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit”. Responden yang sedikit dapat lebih mendalam dalam memberikan keterangan yang dibutuhkan penulis karena lebih terfokus.

Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara untuk mempermudah pelaksanaan wawancara yang dilakukan kepada :

a. Tim penyusun RKPD yaitu:

1. Kepala Bappeda selaku ketua tim penyusun RKPD

2. Kepala Sub Bag Perencanaan Bappeda sebagai anggota tim penyusun RKPD

3. Staf Bagian Perencanaan Bappeda sebagai anggota tim penyusun RKPD

b. Unsur Penyelenggara Musrenbang Kecamatan Metro Pusat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Musrenbang tersebut yaitu :


(34)

1. Camat Metro Pusat selaku Pembina Tim Penyelenggara Musrenbang dan Penanggungjawab dalam Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Sukadana.

2. Kepala Seksi Pembangunan selaku kordinator pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Metro Pusat

b. Unsur Peserta/delegasi dari kelurahan dan masyarakat dalam Musrenbang Kecamatan Metro Pusat yaitu :

1. Sekretaris kelurahan Metro selaku peserta dan fasilitator musrenbang Kecamatan Metro Pusat.

2. Unsur Pemuda/masyarakat selaku peserta musrenbang kecamatan.

3. Dokumentasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan melihat dan mempelajari dokumen-dokumen, arsip-arsip dan bahan-bahan yang ada kaitannya dengan masalah penelitian.

Dokumen yang dimaksud yaitu berupa Peraturan Walikota tentang RKPD Kota Metro. Berdasarkan proses dokumentasi yang dilakukan, peneliti belum mendapatkan beberapa data yang diinginkan seperti Berita Acara pelaksanaan musrenbang setelah dikonfirmasi ternyata memang tidak dibuat.

Tabel 1. Pedoman Pengumpulan Data No Topik Pengumpulan

Data

Teknik Sumber Data 1. Pedoman

Penyusunan RKPD

Dokumentasi Pemendagri Nomor 54 Tahun 2010

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor :


(35)

Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

2. Pedoman Pelaksanaan Musrenbang

Dokumentasi Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050-

187/kep/BANGDA/2007

Tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan

Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

3. Penetapan dan Penyusunan RKPD

Wawancara Mendalam dan

Dokumentasi Kepala Bappeda dan Kasub Bag Perencanaan BAPPEDA

3. Teknik Penyusunan RKPD Kota Metro

Wawancara Mendalam dan Dokumentasi 4. Teknik pendekatan

partisipatif di Kota Metro

Wawancara Mendalam

Staf Bagian Perencanaan BAPPEDA

5. Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan

Wawancara Mendalam

Camat, tokoh masyarakat

F. Teknik Pengolahan Data

1. Editing

Menurut Sugiyono (2008:95) menyatakan bahwa “editing adalah penelitian kembali catatan yang telah diambil dari lapangan”. Dengan cara ini penulis akan meneliti kembali data yang diperoleh sehingga akan terkumpul data yang benar-benar akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Pada tahapannya kegiatan editing dilakukan setelah penulis melakukan kegiatan turun lapangan dan mendapatkan sejumlah data melalui wawancara dan dokumentasi yang dilakukan. Data hasil wawancara terhadap beberapa informan di Kecamatan Metro Pusat yang masih berupa kalimat belum baku


(36)

tersebut kemudian disajikan dalam bab hasil dan pembahasan dengan menggunakan kalimat baku yang mudah dipahami

2. Interprestasi

Tahap akhir dalam menganalisis data adalah kegiatan interprestasi yakni untuk mencari arti lebih luas dari jawaban yang diperoleh dengan hasil penemuan yang sudah ada, sesuai dengan pendapat Sugiyono (2008:101) yang menyatakan bahwa “interprestasi adalah tafsiran atau memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola dan kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep”.

Interpretasi yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pembahasan hasil penelitian mengenai penyusunan dan penetapan RKPD dalam perspektif pendekatan partisipatif dengan musrenbang kecamatan yang dilakukan di Bappeda dan Kecamatan Metro Pusat apakah sudah sesuai dengan petunjuk teknik penyusunan RKPD dan pelaksanaan musrenbang telah berjalan sesuai dengan tujuan partisipatif dalam musrenbang yang difokuskan pada tiga hal yang menjadi karakteristik pendekatan partisipatif yaitu kesetaraan antara para pemangku kepentingan dari unsur pemerintah dan non pemerintah dalam pengambilan keputusan, keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat, terutama kaum perempuan dan kelompok marjinal, pelaksanaan Musrenbang RKPD yang berkualitas dari segi penerapan perencanaan partisipatif


(37)

G. Teknik Analisis Data

Menurut Sofyan Effendi (1989: 263) mengatakan bahwa analisis data adalah sebagai proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data yang dipakai adalah kualitatif yaitu dengan menggambarkan fenomena atau gejala-gejala yang terdapat dilapangan dikaitkan dengan teori yang digunakan untuk kemudian diiterpretasikan ke dalam suatu kalimat yang bermakna.

Menurut Mathew B Miles (1992: 16), hal-hal yang terdapat dalam analisis kualitatif yaitu data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka dan biasanya diproses sebelum siap dipergunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan atau alih tulis). Analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas.

Adapun langkah-langkah analisis data yang dikembangkan oleh Mathew B Miles dan A. Michael Huberman (1992: 16-21) adalah sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan pada data primer, hasil wawancara. Data informan di editing, dirangkum, difokuskan dan dibuat kategori-kategori yang berhubungan dengan promosi pejabat struktural dalam bentuk draf hasil wawancara.


(38)

Peneliti melakukan reduksi data dimulai dari hasil wawancara dengan informan yang paham atas proses penyusunan dan penetapan RKPD di Bappeda Kota Metro dan informan yang mengerti pelaksanaan musyarawah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dikecamatan Metro Pusat. Informan yang diambil merupakan Unsur Penyelenggara musrenbang dan stakeholder yang terlibat didalamnya. Selanjutnya peneliti melakukan reduksi data kembali pada saat pembahasan dan hasil. Reduksi data dilakukan dengan pertimbangan bahwa data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dipilah sesuai dengan kebutuhan dalam pemecahan masalah penelitian ini.

Mereduksi data ini penulis memilih data yang dianggap penting seperti hasil-hasil wawancara dan dokumentasi dengan informan yang berhubungan dengan pertanyaan bagaimana penyusunan RKPD dan Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Metro Pusat mengenai fokus penelitian yang dibahas oleh peneliti. Sedangkan data lain yang yang tidak penting dibuang, dengan proses tersebut akan memudahkan peneliti memaknai makna yang terkandung pada tahap analisis selanjutnya.

2. Penyajian Data

Penyajian data disebutkan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang lebih baik adalah merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Untuk melihat gambaran


(39)

keseluruhan dari penelitian ini, maka akan diusahakan membuat berbagai matrik jaringan dan bagan atau dimungkinkan bisa dalam matrik naratif saja. Dalam penyajian data ini sangat membutuhkan kemampuan interpretatitve yang baik pada si peneliti, sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik.

Penyajian data ini dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti dalam penyusunan dan penetapan RKPD serta pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Metro Pusat Kota Metro dengan menghubungkan pada karateristik musrenbang partisipatif yang telah dilaksanakan di Kecamatan Metro Pusat.

3 Menarik kesimpulan

Menarik kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan yang utuh, kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenaran dan kegunaannya.

Penulis melakukan penarikan kesimpulan dengan pengumpulan data mengenai konsep penyusunan dan penetapan RKPD dan pendekatan partisipatif pada penyelenggaraan Musrenbang Kecamatan serta proses pelaksanaannya. Pada pelaksanaannya peneliti menyajikan data yang masih belum jelas yaitu gambaran dari penyusunan RKPD dan pendekatan


(40)

pasrtisipatif dengan pelaksanaan Musrenbang di kecamatan Metro Pusat dan kemudian melakukan penarikan kesimpulan setelah melalui proses reduksi dan penyajian data, maka didapatlah suatu kesimpulan bagaimana penyusunan dan penetapan RKPD dalam perspektif pendekatan partisipatif melalui musrenbang kecamatan dengan tiga karakteristik musrenbang partisipatif sebagai tolak ukur dalam penelitian ini.


(41)

ABSTRACT

ORGANIZING AND LEGALIZING OF A WORKING PLAN OF LOCAL GOVERNMENT (RKPD) IN PARTICIPATIONAL

PERSPECTIVE

(Study in Musrenbang Kecamatan Metro Pusat) By

Rani Maria Elfiza

Since an Act of Number 25 of 2004 published about System of National Foundation Planning than explain which more detail in National Minister Act Number 54 of 2010 about Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah yang oleh BAPPEDA Kota Metro digunakan sebagai acuan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) menggunakan pendekatan perspektif dan partisipasif Pendekatan partisipatif dilakukan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan stakeholders dalam perencanaan pembangunan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang salah satu tahapannya adalah Musrenbang Kecamatan. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana Penyusunan dan Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam Perspektif Pendekatan Partisipatif (Studi Pada Musrenbang Kecamatan Metro Pusat)?”


(42)

(RKPD) dalam perspektif pendekatan partisipatif (Studi Pada Musrenbang Kecamatan Metro Pusat)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari wawancara mendalam, sedangkan data sekunder didapat melalui dokumen-dokumen.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa dalam penyusunan dan penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam perspektif pendekatan partisipatif dengan studi pada Musrenbang Kecamatan Metro Pusat bahwa pada pelaksanaan Musrenbang telah berlangsung partisipatif hanya kurang maksimal pada saat pelaksanaannya antara lain disebabkan tidak semua stakeholders yang menjadi karakteristik Musrenbang partisipatif menghadiri kegiatan Musrenbang Kecamatan Metro Pusat dan waktu pelaksanaan yang sangat sempit yaitu hanya setengah hari.

Kata Kunci: Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Partisipatif, Musrenbang Kecamatan


(43)

ABSTRACT

Organizing LEGALIZING OF A WORKING AND PLAN OF LOCAL GOVERNMENT (RKPD) IN PARTICIPATIONAL Perspective

(Study in Musrenbang District of Metro Center) By

Rani Maria Elfiza

Since an Act of Number 25 of 2004 published about System of National Foundation Planning roomates than explain in more detail the National Minister of Act Number 54 of 2010 about On Stage, Procedure Development, Control and Evaluation of Regional Development Plan which BAPPEDA Metro City is used as a reference preparation of the Government Work Plan (RKPD) perspective and participatory approach participatory approach involving all elements of society and stakeholders in development planning through construction Planning Consultation (Musrenbang) is one of the stages is Musrenbang District. Formulation of the problem of this research is "How Designing and Establishing Government Work Plan (RKPD) Participatory Approaches in Perspective (Studies

in Musrenbang District Metro Center)?"

Seeing the problems examined the purpose of the study to determine the preparation and adoption of the Government Work Plan (RKPD) in the perspective of participatory approach (Studies in Musrenbang District Metro Center)


(44)

in-depth interviews, and secondary data obtained through these documents.

The results obtained in the preparation and adoption of the Government Work Plan (RKPD) in the perspective of a participatory approach to the study of the district Musrenbang Metro Centre that the implementation of participatory Musrenbang has lasted just less than the maximum at the time of implementation is partly because not all of the stakeholders that were characteristic Musrenbang participatory attended Musrenbang District Metro Center and execution time of a very narrow at only half a day.


(45)

PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) DALAM PERSPEKTIF PENDEKATAN PARTISIPATIF

(Studi Pada Musrenbang Kecamatan Metro Pusat)

(Skripsi)

Oleh

Rani Maria Elfiza NPM. 0716021049

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(46)

DAFTAR GAMBAR

Tabel

Halaman 1. Bagan Kerangka Pikir ... 22


(47)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR... ... iv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1 B. Rumusan Masalah ... 12 C. Tujuan Penelitian ... 12 D. Kegunaan Penelitian ... 12 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah ... 13 1. Fungsi RKPD ... 13

2. Kedudukan RKPD dalam Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah ... 14

3. Pendekatan Perencanaan dalam Penyusunan RKPD ... ... 14 B. Perspektif Pendekatan Partisipatif... 18 1. Partisipasi ... 18 2. Partisipasi Masyarakat ... 19 3. Perencanaan Partisipatif ... 19 C. Pengertian Musrenbang ... 22 D. Kerangka Pikir ... 23 III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ... 25 B. Pendekatan yang Digunakan ... ... 27 C. Fokus Penelitian ... 28 D. Lokasi Penelitian ... 29 D. Jenis Data dan Sumber Data ... ... 30 E. Teknik Pengumpulan Data ... 32 F. Teknik Pengolahan Data ... 35 G. TeknikAnalisa Data ... 36 IV. GAMBARAN UMUM


(48)

C. Kondisi Administratif Wilayah ... 40 D. Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi ... 40 E. Landasan Hukum Musrenbang ... 44 F. Mekanisme Pelaksanaan Musrenbang ... 45 V. PEMBAHASAN

A. Kesetaraan Para Pemangku Kepentingan dari Unsur Pemerintah dan Non Pemerintah dalam Penetapan dan Penyusunan RKPD ... 46

B. Keterwakilan Kaum perempuan dan Kelompok Marjinal Pada Musrenbang Kecamatan ...

C. Pelaksanaan Musrenbang RKPD yang Berkualitas dari Segi Penerapan Perencanaan Partisipatif

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(49)

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander.2002.Perencanaan Daerah Partisipatif. Solo.Pondok Edukasi

Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Cet 1. Jakarta . PT. Rajagrafindo Persada.

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Graha Ilmu

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rieneka cipta. Jakarta Basrowi. 2008. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif. PT. Refika Aditama.

Bandung

Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Ed 2. (Penerjemah: Susetiawan). Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Effendi, Sofyan. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta. LP3S.

Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Akuntabilitas Birokrasi Publik. Yogyakarta . Pustaka Pelajar Hadi, Sudarto,2001, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Yogyakarta. Gajah Mada

University Press

Mahmudi, 2010. Manajemen Kinerja. Yogyakarta . UPP STIM YKPN

Mikkelsen, Britha. 2005. Methods for Development Work and Research: A New Guide for Practitioners. 2nd Ed. California. Sage Publication

Miles, Mathew B dan A. Michael Hubberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. UI Press. Jakarta.


(51)

Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Siagian, Sondang, P. 1994. Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Cetakan 4. Jakarta. Bumi Aksara.

Sjafrizal. 2009. Teknik Praktis Penyusunan Perencanaan pemerintah Daerah. Jakarta . Baduose Media.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung. R&D.

Dokumen:

1. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

2. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)

3. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050- 187/kep/BANGDA/2007 Tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunann (Musrenbang)


(52)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman 1. Pedoman Pengumpulan Data ... 30


(53)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian dan keterangan yang telah dijabarkan dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kesetaraan Para Pemangku Kepentingan Dari Unsur Pemerintah dan Non Pemerintah Dalam Penetapan dan Penyusunan RKPD

Bappeda membentuk tim penyusun RKPD yang memiliki kompetensi dalam hal pembangunan dan keuangan. Diperlukan kehati-hatian dan ketelitian dalam penyusunan karena menyangkut hajat hidup masyarakat Kota Metro. Tim penyusun RKPD terdiri dari Bappeda dan SKPD yang terkait. Keterlibatan unsur non pemerintah dalam penyusunan RKPD tercermin dalam kehadiran unsur non pemerintah dalam musrenbang kecamatan Metro Pusat mulai dari LSM dan tokoh masyarakat/pemuda.

2. Keterwakilan Kaum Perempuan dan Kelompok Marjinal Pada Musrenbang Kecamatan

Kehadiran kelompok marjinal dan kaum perempuan dalam musrenbang kecamatan metro pusat telah terwakil dengan dihadirinya 10 orang


(54)

perempuan. Perwakilan kehadiran perempuan tidak terlibat secara aktif dalam diskusi musrenbang dan pengfambilan keputusan musrenbang.

2. Persiapan Musrenbang

Dalam persiapan penyelenggaraan musrenbang Kecamatan Metro Pusat Camat telah membentuk tim penyelenggara yang menyiapkan informasi yang dibutuhkan peserta musrenbang baik dari informasi isu-isu perencanaan kecamatan dan usulan-usulan prioritas utama serta proses koordinasi dengan tim perencana Kelurahan untuk menyelesaikan usulan program yang sebelumnya diselenggarakan dalam musrenbang masing-masing Kelurahan.

3. Pelaksanaan Musrenbang

Didalam pelaksanaan musrenbang kecamatan Metro Pusat ketersediaan tempat penyelenggaraan dan alokasi waktu penyelenggaraan telah sesuai dengan ketentuan oleh pemerintah daerah. Informasi yang disampaikan oleh narasumber juga mendapat dukungan penuh dari masyarakat, terlebih lagi usulan masyarakat direspon oleh pemerintah daerah, hanya saja alokasi waktu pembahasan musrenbang masih sangat minim sehingga masih banyak usulan masyarakat yang tidak dapat tersampaikan dengan baik. Usulan yang diprioritaspun belum disertain dengan perkiraan anggaran baik dari APBD maupun non APBD,

Didalam pelaksanaan musrenbang Kecamatan Metro Pusat ketersediaan format prioritisasi untuk menentukan skala prioritas usulan dari


(55)

masing-masing peserta cukup memadai sehingga memudahkan seluruh peserta untuk menemukan kata sepakat atas usulan-usulan yang diajukan. Sedangkan didalam Penyelenggaraan musrenbang juga telah mampu meningkatkan animo seluruh stakeholder untuk ikut urun rembug bersama, Hanya saja animo masyarakat yang datang masih didominasi oleh golongan pria dan sedikit perwakilan perempuan serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) terlebih lagi tidak hadirnya kalangan legislatif.

Didalam agenda yang dilaksanakan pada saat musrenbang telah berjalan dengan efektif dan sesuai dengan rencana tim penyelenggara. Agenda yang direncanakan berupa pembagian kelompok pembahasan sesuai dengan masing-masing permasalahan, agenda tersebut menghasilkan rancangan akhir berupa skala prioritas kecamatan. Hanya saja didalam pembahasan tersebut masih terlihat sebagian masyarakat yang tidak terlibat dalam menentukan skala prioritas, hal tersebut terindikasi akibat masih lemahnya pengetahuan masyarakat untuk menjunjung tinggi prinsip penyelenggaraan musrenbang. Dilain sisi fasilitator belum optimal dalam menentukan tujuan serta sasaran pertemuan, karena ketika sidang kelompok banyak usulan peserta kurang didengar, terlebih lagi seluruh fasilitator tidak ada wakil perempuan.

Dari sisi data pendukung tim penyelenggara telah mampu menyiapkan fasilitas bantu untuk peserta baik berupa alat tulis menulis hingga kertas


(56)

usulan, alat bantu yang disiapkan sedikit banyak memudahkan peserta dalam membahas usulan program/kegiatan.

B. Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, ada beberapa saran untuk dapat lebih mengefektifkan musrenbang sebagai media perencanaan pembangunan dalam mewujudkan tercapainya tujuan dari musrenbang,

1. keterlibatan unsur non pemerintah dalam musrenbang kecamatan metro pusat seharusnya dapat ditingkatkan melihat jumlah perwakilan yang hanya sedikit yaitu kurang dari setengah peserta musrenbang yang hadir pada pelaksanaan musrenbang kecamatan tersebut..

2. kehadiran kelompok perempuan dan kaum marjinal dalam musrenbang kecamatan belum mewakili aspirasi kaum perempuan. Ketidakaktifan kaum perempuan dalam diskusi menjadi penghambat. Dorongan dari pemerintah dan kesadaran dari kaum perempuan diperlukan untuk peningkataan keterlibatan dan keaktifan perempuan dalam musrenbang, serta diperlukannya suatu kebijakan yang mengatur keterlibatan kehadiran perempuan dalam musrenbang.

3. pemerintah Daerah Kota Metro harus lebih transparan terhadap anggaran perencanaan baik dari anggaran APBD maupun non APBD, transparasi dapat dilakukan dengan mempublikasikannya terhadap publik. Salah satu media penyampaian dapat dilakukan di dalam musrenbang Kelurahan/kecamatan. Pemerintah daerah juga harus dapat lebih


(57)

mengoptimalkan anggaran dana tersebut demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

3. Setiap proses pelaksanaan musrenbang kecamatan Metro Pusat harus dilalui dengan berpegangan pada prinsip demokrasi dan etika. Oleh sebab itu seluruh stakeholder harus dapat memenuhi prinsi-prinsip penyelenggaraan musrenbang berupa prinsip kesetaraan, prinsip musyawarah dialogis, prinsip keberpihakan, dan prinsip anti dominasi, sehingga usulan yang disepakati menjadi usulan yang diharapkan semua pihak, dan atas keputusan bersama.

4. Keterlibatan stakeholder sangatlah penting guna meningkatkan kualitas hasil dari usulan yang diprioritaskan. Oleh karena itu keterwakilan golongan perempuan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan lembaga legislatif harus dapat ditingkatkan. Terlebih lagi lembaga legislatif merupakan mitra pemerintah daerah, sehingga pokok-pokok pikiran mereka akan dapat mengoptimalkan pembahasan.

5. Selain peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap prinsip

penyelenggaraan musrenbang juga perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas fasilitator musrenbang. Fasilitator harus dapat menjunjung tinggi prinsip-prinsip musrenbang yaitu prinsip-prinsip kesetaraan, menghargai perbedaan pendapat, keberpihakan terhadap kalangan perempuan, anti dominasi anti diskriminasi, dan lebih mengutamakan kepentingan umum Kelurahan.


(58)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kesetaraan Pemangku Kepentingan Pemerintah dan Non Pmerintah dalam Penyusunan RKPD

Penyusunan RKPD merupakan tahap awal dari pelaksanaan perencanaan anggaran daerah. Perlu rencana yang matang dan hati-hati untuk menyusun RKPD sehingga menjadi suatu dokumen yang baik.

Menurut Permendagri Nomor 54 Tahun 2010:

“tahapan penyusunan RKPD meliputi pembentukan tim penyusun RKPD, orientasi mengenai RKPD, penyusunan agenda kerja, serta penyiapan data dan informasi perencanaan pembangunan daerah, kemudian Bappeda menyiapkan rancangan surat keputusan kepala daerah tentang pembentukan tim penyusunan RKPD provinsi dan kota, anggaran tim berasal dari pejabat dan staf SKPD yang memiliki kemampuan dan kompetensi dibidang perencanaan dan penganggaran”.

Tahapan- tahapan pelaksanaan dalam penyusunan RKPD berlangsung kontinyu dan saling berhubungan dari tahun ke tahun. Penjelasan serupa tentang penyusunan RKPD selaras dengan penjelasan dari Ibu Elsa staf bagian perencanaan Bappeda yang menjelaskan bahwa:

“penyusunan dimulai dengan mengedarkan surat-surat kepada SKPD yang berisi pengumpulan usulan-usulan rencana keuangan per SKPD yang kemudian dikumpulkan kembali oleh Bappeda dalam hal ini Bappeda sebagai fasilitator. Rencana usulan yang diajukan oleh SKPD harus sesuai dengan tema prioritas misalnya,


(59)

tentang pendidikan atau tentang kesehatan yang didapat dari musrenbang. Hasilnya kemudian diolah kemudian disusun menjadi draft RKPD yang kemudian diserahkan kepada Badan Perencanaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Metro untuk ditindaklanjuti.” Penyusunan RKPD dilakukan oleh sebuah tim yang dibentuk oleh Bappeda. Tim tersebut sangat berperandalam tahapan awal sampai akhir dalam penyusunan RKPD. Penjelasannya kemudian dipaparkan oleh Ibu Elsa bahwa:

“ anggota tim penyusun RKPD berasal dari Bappeda dan anggota tim ada yang berasal SKPD lain yang bersangkutan. Ketua tim penyusun memilih anggota tim yang biasanya berasal dari masing-masing bidang di Bappeda. Hal tersebut kami lakukan untuk lebih memudahkan dalam koordinasi tim dan untuk konsentrasi seluruh anggota tim penyusun RKPD”.

Hal tersebut sesuai dengan peraturan menteri dalam negeri yang tertuang dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 yaitu:

“Anggota tim penyusunan RKPD berasal dari pejabat dan staf SKPD yang memiliki kemampuan dan kompetensi dibidang perencanaan dan penganggaran serta dapat mencurahkan waktu dan konsentrasinya untuk menyusun RKPD. Tugas tim penyusun RKPD selanjutnya dijabarkan kedalam agenda kerja yang dijadikan panduan kerja mulai dari tahap persiapan sampai dengan ditetapkannya Peraturan Kepala Daerah tentang RKPD.”

Musrenbang RKPD menjadi bagian dari penyusunan RKPD yang dilakukan oleh Bappeda. Musrenbang RKPD dimulai dari Musrenbang tingkat kelurahan, kemudian musrenbang tingkat kecamatan, dan berakhir pada musrenbang tingkat kota. Musrenbang kecamatan dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai macam stakeholder diantaranya pemerintah dan non pemerintah.


(60)

Pelibatan unsur pemerintah dan non pemerintah dalam musrenbang kecamatan . Dalam daftar hadir musrenbang kecamatan terdapat 15 orang tokoh masyarakat/pemuda, 2 orang dari LSM Lembaga Swadaya Masyarakat Koalisi Percepatan Pemberantasan Korupsi (LSM-KPPK), dan 39 orang dari pemerintah mulai dari kelurahan, kecamatan, dan pemerintah kota.

Pelibatan unsur non pemerintah telah tercermin dalam musrenbang kecamatan metro pousat, hanya saja ketidakseimbangan jumlah antara pemerintah dan non pemerintah menjadi hal yang disayangkan aspirasi yang harusnya dapat dikemukakan oleh unsur non pemerintah yang mungkin dapat berguna bagi pembangunan di Kota Metro tidak terlaksana. Hal tersebut menjadi kendala dalam musrenbang partisipatif Kecamatan Metro Pusat.

Keterlibatan unsur non pemerintah seperti dari Lembaga Swadaya Masyarakat Koalisi Percepatan Pemberantasan Korupsi (LSM-KPPK) cukup aktif dan member warna dalam Musrenbang Kecamatan Metro Pusat. Sedangkan dari tokoh masyarakat/ tokoh pemuda kurang aktif dalam pelaksanaan musrenbang tersebut.

Semua unsur dilibatkan dalam musrebang sebgai bentuk kontrol public dan menjalankan amanat musrenbang yang partisipatif. Seperti dijelaskan oleh Ibu Elsa mengenai musrenbang partisipatif:


(61)

“karena dengan pendekatan partisipatif maka tercipta keseimbangan dalam hal pembangunan selain itu masyarakatlah yang mengerti dan merasakan apa yang mereka butuhkan sebenarnya dan masyarakat akan ikut menjaga dan memelihara hasil dari pembangunan tersebut.” Keseimbangan unsur pemerintah dan non pemerintah dalam musrenbang sebenarnya menjadi suatu hal yang harus terlaksana. Pemerintah sebagai fasilitator, memiliki kewajiban dalam hal menghadirkan unsur non pemerintah dalam musrenbang kecamatan agar mau berpartisipasi dalam musrenbang kecamatan.

B. Keterwakilan Kaum Perempuan dan Kelompok Marjinal Pada Musrenbang Kecamatan

Musrenbang merupakan forum menjaring aspirasi masyarakat yang diselenggarakan secara berjenjang dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Musrenbang menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah/Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP/RKPD) yang berfungsi sebagai dokumen rencana pembangunan tahunan.

Proses Musrenbang yang menganut pendekatan bottom-up harus melibatkan partisipasi masyarakat dari semua golongan, laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian, Musrenbang akan menghasilkan rancangan pembangunan yang sesuai kehendak dan kebutuhan masyarakat, terutama perempuan. Selama ini, pelaksanaan Musrenbang di tingkat pusat maupun daerah, belum mengakomodir dan memperhatikan kebutuhan perempuan.


(62)

Keterlibatan perempuan dalam Musrenbang hanya formalitas tanpa pernah diberi kesempatan bersuara atau didengar suaranya.

Keterlibatan kelompok marjinal dan kaum perempuan dalam musrenbang kecamatan metro pusat tergambar dalam hadirnya 10 orang perwakilan perempuan yang terdiri dari 3 orang aparat kelurahan dan sisanya perwakilan PKK kelurahan. Partisipasi perempuan bukan hanya soal kehadiran, melainkan bagaimana hak-hak dan tindakan warga masyarakat menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan, dan tuntutan komunitasnya maupun kebijakan pemerintah. Selain itu, adanya ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk dalam arena pemerintah, yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta aktif mengelola barang-barang publik kemudian kendali warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan pemerintahan.

Belum adanya aturan komposisi yang tegas dalam hal keterlibatan perempuan dalam Musrenbang Kecamatan memberikan pemahaman bahwa asal sudah ada perempuan maka sudah terwakilkan hak-haknya dalam musrenbang. Kebijakan lainnya tidak secara tegas mengatur partisipasi perempuan dalam Musrenbang, bahkan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tidak memasukan pentingnya

keterwakilan perempuan. Yang dimasukkan hanya “partisipasimasyarakat”

sementara yang dimaksud dengan masyarakat sesuai dengan yang termuat dalam penjelasan Pasal 2 ayat 4d adalah:


(1)

karena anggota DPRD tersebut sedang reses. Menurut Panduan Penyelenggaraan Musyawarah perencanaan Pembangunan Kecamatan Ditjen Bina Bangda-Departemen Dalam Negeri Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat menjelaskan bahwa komposisi peserta musrenbang yang wajib hadir salah satunya adalah keterwakilan lembaga legislatif karena banyak pengambilan keputusan perencanaan dan penganggaran yang dilakukan oleh DPRD sehingga sulit musrenbang akan berhasil jika tidak didukung sepenuhnya dari DPRD itu sendiri.

Menurut Bambang Yudoyono sesuai kedudukannya, tantangan besar yang dihadapi oleh anggota DPRD adalah ketika ia mengimplementasikan tugas, fungsi, hak dan wewenangnya. Karena keberadaanya adalah sebagai wakil rakyat, yang sudah tentu harus membawa suara hati nurani rakyat. Dari sisi etika ia tidak boleh memperjuangkan kepentingan diri sendiri ataupun kelompoknya. Sedangkan dari sisi profesionalisme, ia harus mampu menampilkan diri sebagai sosok wakil rakyat yang representatif. Dengan kata lain, ia harus mempunyai kemampuan profesional yang memadai serta didukung oleh komitmen yang tinggi terhadap etika politik dan pemerintahan.

Dari prasyarat ideal seperti diatas dibandingkan dengan pelaksanaan musrenbang Kecamatan Metro Pusat tampaknya belum sepenuhnya memenuhi harapan. Belum ada keseriusan dari lembaga legislatif untuk menjebatani usulan masyarakat dengan pemerintah daerah. Masih menganggapnya musrenbang sebagai program tahunan semata tanpa


(2)

memikirkan nasib masyarakat kalangan bawah. Hal tersebut menyebabkan Masyarakat pesimis terhadap fungsi anggota dewan, mereka menilai bahwa kehadiran wakil rakyat sangat dibutuhkan dalam forum tersebut. Oleh sebab itu didalam pelaksanaan musrenbang berikutnya diperlukan suatu komitmen politik yang kuat dari kalangan legislatif untuk dapat lebih memanfaatkan fungsi dan kewenangan nya dengan berkontribusi aktif dan efektif dalam Musrenbang pada saat kegiatan tersebut dilaksanakan.

2. Pokok-pokok pembahasan di dalam musrenbang kecamatan metro pusat adalah lanjutan penyelesaian pembangunan yang tahun sebelumnya belum terselesaikan, dengan cara Mengidentifikasikan masalah pembangunan fisik kelurahan supra kelurahan atau lintas kelurahan dan di pilah-pilah. Dari hasil pembahasan tersebut kemudian disepakati prioritas pembangunan daerah yang akan dilaksanakan pada tahun rencana;

Didalam pembahasan usulan secara berkelompok tersebut terjadi diskusi bersama atau pertukaran informasi mengenai permasalahan masing-masing kelurahan. dari tingkat kesepakatan yang dihasilkanpun cukup memuaskan dan efektif karena kesepakatan yang dibuat atas rujukan usulan peserta musrenbang yang umumnya bersifat kemendesakankan atau di pandang layak untuk segera di realisasikan.

Namun diskusi kelompok yang diselenggarakan dalam musrenbang Kecamatan Metro Pusat belum sepenuhya mencerminkan kebebasan


(3)

masyarakat untuk berserikat atau berbicara karena masih kuatnya dominasi sebagian peserta, hal tersebut didasarkan atas lemahnya kompetensi fasilitator yang membawa forum multipihak tersebut. Masih banyaknya peserta (khususnya kaum perempuan) yang hanya duduk diam dan mendengarkan sebagian peserta lain mengeluhkan pendapatnya alhasil skala prioritas yang dibuat kurang mengakomodir kebutuhan mereka.

Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor: 050-187/kep/bangda/2007 tentang pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) fasilitator yang ditugaskan untuk menfasilitasi musrenbang harus memiliki keterampilan organisasi, analisis, dan berwawasan luas serta supel. kriteria umum fasilitator mesti mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang kerangka berfikir strategis, pengalaman menfasilitasi perencanaan strategis; menge-tahui metoda dan teknik partisipatif; memahami karakter daerah; memiliki kesabaran, sikap berorientasi pada hasil, kejujuran dan punya integritas; terbuka, percaya diri dan mampu menangani penolakan; berani mengambil resiko; akomodatif, bertanggung jawab, luwes dan responsif serta terpenting mempunyai kepercayaan bahwa perencanaan partisipatif (keterlibatan aktif stakeholders dalam pengambilan keputusan perencanaan) dapat membawa perubahan yang mendasar pada kesejahteraan masyarakat.


(4)

Dengan melihat kriteria diatas Seharusnya fasilitator harus lebih meningkatkan kualitas kemampuannya dengan menciptakan suasana belajar, dimana setiap peserta merasa didengar dan bebas untuk berpartisipasi dalam kelompok terlebih untuk suara kelompok miskin dan perempuan.

3. Didalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 050 187/kep/bangda/2007 Tentang Pedoman Penilaian dan evaluasi pelaksanaan Penyelenggaraan musyawarah perencanaan Pembangunan (musrenbang) dijelaskan bahwa faktor penentu atas keberhasilan musrenbang salah satunya adalah alokasi anggaran APBD yang memadai.

Kita perlu pahami bersama bahwa salah satu tujuan dari penyelengaraan musrenbang adalah optimalisasi pemanfaatan dana yang tersedia terhadap kebutuhan pembangunan. Disini peran musrenbang sangatlah penting mengingat kebutuhan masyarakat begitu konpleks dan harus segera direalisasikan. Didalam forum musrenbang juga diharapkan seluruh stakeholder mampu meramu program/kegitan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Dari fakta dilapangan pelaksanaan musrenbang Kecamatan Metro Pusat sudah partisipatif dalam kehadiran semua unsur stakeholders didalam musrenbang. Keseriusan seluruh stakeholder dalam menanggapi suatu rencana dibuktikan dengan disepakatinya usulan-usulan yang sebelumnya telah dibahas bersama dalam musrenbang tersebut. Hanya saja dalam


(5)

keaktifan diskusi dan usulan dari stakeholders non pemerintah terutama kaum marjinal dan perempuan kurang dapat mewakili. Kemudian dalam menentukan skala prioritas yang akan didanai oleh APBD masih bersifat penyusunan rencana usulan dan tidak disertai perkiraan pendanaanya karena APBD yang tidak dapat mengakomodir semua kebutuhan masyarakat. Peserta musrenbang menilai Justru program/kegiatan usulan masyarakat dapat lebih cepat terealisasi jika mereka mengajukan langsung kepemerintah daerah maupun kedinas-dinas terkait tanpa melalui musrenbang.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 memberikan arahan tentang penyusunan program, kegiatan, dan pendanaan sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 36 ayat (1). Menurut Pasal 36 ayat (1), program, kegiatan, dan pendanaan disusun berdasarkan:

a. Pendekatan kinerja , kerangka pengeluaran jangka menengah, serta perencanaan dan penganggaran terpadu

b. Kerangka pendanaan dan pagu indikatif;

c. Program prioritas urusan wajib dan urusan pilihan yang mengacu pada standar pelayanan minimal sesuai dengan kondisi nyata daerah dan kebutuhan masyarakat.

Dari Pasal tersebut mengisyaratkan perlu kesinambungan program antar-waktu serta keselarasan proses perencanaan dengan penganggaran.

Dari fakta dan penjelasan peraturan diatas seharusnya musrenbang menjadi tempat untuk menselaraskan antara proses perencanaan dengan


(6)

penggagaran. Sedangkan dari fakta yang didapat membuktikan bahwa masih lemahnya peran musrenbang untuk merealisasikan kebutuhan masyarakat dengan tidak ada perkiraan dana, dan masih kuatnya dominasi pemerintah mengambil alih program/kegiatan tanpa mengindahkan program/kegiatan dari masyarakat itu sendiri, Besarnya dominasi tersebut menyebabkan aspirasi-aspirasi masyarakat (Bottom up) mentah pada tahapan penentuan agenda dan usulan kebijakan. Pendekatan pemerintah melalui musrenbang hanya sebatas untuk mendapat pengakuan bahwa suatu perencanaan didasarkan atas konsep bottom up, tapi faktanya masyarakat dipaksa menerima dan menjalankan kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah.