commit to user 1
BAB II
IDENTIFIKASI DATA
A. Data Produk
1. Pengertian Komik
Komik dalam etimologi bahasa Indonesia berasal dari kata “
comic
”, yang kurang lebih secara semantik berarti “lucu”, “lelucon” atau kata
komikos
berasal dari kata komos „
revel
’ bahasa Yunani yang muncul sekitar abad ke-
16. Menurut M.S. Gumelar dalam buku “
Comic Making
” mendefinisikan, “Komik adalah urutan-urutan gambar yang ditata sesuai
tujuan dan filosofi pembuatnya hingga pesan cerita tersampaikan, komik cenderung diberi
lettering
yang diperlukan sesuai kebutuhan ”. M.S.
Gumelar, 2004 : 7 Di tahun 1985, Eisner mendefinisikan teknis dan struktur komik
sebagai
squential art
,”susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide”. http:kanggofuru.wordpress.com
20120507pengertian_komic
download
tanggal: 19 mei 11.09. Menurut pendapat Scott Mc Cloud dalam buku “
Understanding Comic
” yang dikutip dalam buku “
Comic Making
” mendefinisikan “juxtaposed pictorial and other images in deliberate sequence, intended
to
convey information and or produce an aesthetic response in the reader.” M.S. Gumelar, 2004 : 7. dari pendapat diatas Scott Mc Cloud
commit to user 2
menekankan bahwa komik merupakan, “Gambar berjajar dalam urutan yang disengaja, dimaksudkan untuk menyampaikan informasi atau
menhasilkan respon estetik dari pembaca” Di tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku “
Graphic Storytelling
”, dimana ia mendefinisikan komik sebagai “tatanan gambar
dan balon kata yang berurutan dalam sebuah buku komik”. http:kanggofuru.wordpress.com20120507pengertian_komic
download
tanggal : 19 mei 11.09.
2. Sejarah Keberadaan Komik Indonesia
Keberadaan komik Indonesia bukanlah hal yang baru melainkan sudah ada sejak zaman nenek moyang. Cara bercerita dengan menggunakan
gambar sudah dikenal di Indonesia sejak zaman kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara. Salah satu contoh cara bercerita menggunakan
gambar ini pada masa kerajaan Hindu, Budha dan Islam. Hal ini terbukti dengan adanya relief-relief yang terdapat pada candi-candi seperti yang
terdapat pada candi Borobudur yang menyimpan sebelas seri bas relief yang mencakup sekitar 1.460 adegan. Adegan-adegan dalam relief tesebut
memiliki deretan cerita yang bertujuan untuk membimbing para peziarah agar melakukan renungan-renungan tentang ajaran Budha Gautama dan
menunjukkan jalan menuju nirwana. Selain candi Borobudur, candi Prambanan juga memiliki relief-relief yang menceritakan pertempuran
antara Rama dan Rahwana dalam kisah Ramayana sebagai media yang
commit to user 3
digunakan untuk mengajar umat Hindu, Kemudian tokoh penyebar agama Islam seperti Sunan Kali Jaga juga memperkenalkan wayang kulit sebagai
media untuk menyampaikan dakwah. Kesenian wayang beber dan wayang kulit menurut Marcel Bonef juga merupakan cikal bakal komik, karena
menampilkan tipe penceritaan berupa gambar. Marcell Bonneff, 2008 : 16- 19 dalam buku Komik Indonesia.
Komik Indonesia pada awal kelahirannya dapat di bagi menjadi dua kategori besar, yaitu komik strip dan buku komik.
Kehadiran komik- komik di Indonesia pada tahun 1938 dapat ditemukan pada media harian
Belanda seperti De Java Bode yang menerbitkan komik berbahasa belanda “seperti Flippie Flink” karya Clinge Doorenboss, kemudian D’orient
minguan yang pertama kali memuat Flash Gordon
”
. Sebelumnya di tahun 1930 komik dari Timur sudah mulai muncul melalui media Sin Po yang
berbasa melayu. Setiap minggunya
Sin Po menerbitkan karya-karya lucu Kho Wan Gie
.
Pada tahun 1931 “
Put On
” untuk pertamakalinya terbit dan menjadi salah satu bacaan yang dsukai pembaca. “
Put On
” terbit rutin pada hari jumat dan sabtu melalui surat kabar Sin Po dan mulai populer
hingga sebelum akhirnya surat kabar Sin Po dilarang terbit 1931-1960. Kemudian Warta Bhakti, melanjutkan untuk memuat strip itu. “
Put On
” menghibur masyarakat Jakarta hingga namanya semakin populer dan
digunakan sebagai julukan untuk menjuluki orang gendut yang bodoh. Sang penulis Kho Wang Gie berhasil mengisi satu halaman penuh di Pantja
commit to user 4
Warna, majalah bulanan dalam kelompok Sin Po, hanya dengan memulai membuat lima panel dalam Sin Po.
Setelah media S in Po yang mulai menerbitkan “
Put On
” pada tahun 1931, pada tahun 1939 kelompok media “Melayu Tiong Hoa”, Keng
Po, mencoba untuk mengorbitkan tokoh serupa dengan nama Si Tolol pada Majalah Star 1939-1942 yang kemudian bertukar menjadi Star Weekly.
Star W eekly juga mencoba memunculkan tokoh “
Oh Koen
” tetapi kepopulerannya tidak bisa mengalahkan “
Put On
”. Meskipun kemunculan komik di Indonesia cukup dini dengan seri
yang mengesankan itu, tetapi sebenarnya komik di Indonesia mulai tumbuh pada awal perang dunia. Di Solo, Nasroen A.S. membuahkan karya komik
strip
nya yang berjudul “Mentjari Poetri Hidjaoe” melalui mingguan Ratu
Timur. Pada masa pendudukan Jepang, pers dibrangus dan dimanfaatkan
untuk keperluan propaganda Asia Timur Raya. Harian Sinar Matahari di Yogyakarta selain memuat “Pak Loeloer” 1942, juga memuat legenda
termansyhur “Roro Mendoet”. Legenda dengan juru gambar B. Margono ini tidak ada kaitannya dengan kekaisaran Jepang.
Selama tahun-tahun pertama setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, berbagai ancaman yang membebani republik ini
menghambat media massa untuk menata diri. Salah satu kesulitan itu adalah susahnya memperoleh kertas. Meskipun demikin, di awal tahun 1950an,
salah satu pionir komik bernama Abdulsalam menerbitkan komik
strip
commit to user 5
heroiknya di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, salah satunya berjudul “Kisah Pendudukan Jogja”, bercerita tentang agresi militer Belanda ke atas
kota Yogyakarta. Komik ini kemudian dibukukan oleh harian “Pikiran
Rakyat ” dari Bandung. Sebagian pengamat komik berpendapat bahwa inilah
buku komik pertama yang di buat oleh artis komik Indonesia. Pada tahun 1947, banyak komik-komik dari Amerika yang
disisipkan sebagai suplemen mingguan surat kabar. Berbagai upaya telah gagal untuk menahan serbuan komik Amerika dalam media massa
Indonesia. Sindikat besar distributor komik, seperti King Featur Syndicate, tidak menyia-nyiakan pasar yang luas ini. Salah satunya Tarzan yang hadir
di Keng Po sejak 1947. Setelah itu pada tahun 1952 mulai banyak keluarga Indonesia yang mengenal tokoh-tokoh komik Amerika seperti
“Rip Kirby
”
karya Alex Raymond, “Phantom
”
karya Wilson Mc Coy, “Johnny Hazard
”
karya Frank Robbins dan lain-lain. Yang kemudian oleh penerbit seperti Gapura dan Keng po dari Jakarta, dan Perfects dari Malang, dikumpulkan
menjadi sebuah buku komik. Untuk mengimbangi pengaruh “Tarzan”
ditengah-tengah beredarnya komik-komik asing, beberapa penerbit seperti mingguan Keng Po dan Star Weekly menyajikan kisah petualangan
legendaris “
Sie Djin Koei
” Hsueh Jen-Kuei melalui Siaw Tik Kwei, salah seorang komikus terdepan, yang memiliki teknik dan ketrampilan tinggi
dalam menggambar. “
Sie Djin Koei
” adalah seorang jenderal dan pendekar yang hidup pada masa kaisar Toay Cung 627-649 dari dinasti Tang.
Komik ini berhasil melampaui popularitas “Flash Gordon” dan super hero
commit to user 6
lainnya. “
Sie Djin Koey
” dikatakan sebagai komik pertama yang mempelopori komik silat yang populer pada tahun 1968.
Pada tahun 1954, terjadi perubahan arah yang ganda. Setelah melihat keberhasilan komik-komik Amerika, komikus Indonesia segera
berkarya untuk menciptakan komik sendiri mentransformasikan beberapa karakter pahlawan super itu ke dalam selera lokal. Namun disisi lain, karena
komikus mau dibayar rendah, banyak pula yang membuat cerita lepas mencapai tiga puluh halaman. Sejak itulah komik dikenal luas dan menjadi
produksi asli Indonesia, dan dapat dikatakan produksi komik strip dalam media massa berhenti. Komikus Indonesia mulanya menyulih teks asli
didalam panel ke dalam teks Indonesia, terkadang terjemahan harfiah kemudian diantara mereka ada yang mulai menjiplak komik-komik
King Feature Syndicate
. Tokoh tokoh imitasi dari Amerika mulai bermunculan, misalnya Sri Asih karya R.A. Kosasih. Komik terbitan tahun 1954 yang
diterbitkan oleh penerbit Melodi di Bandung itu, melukiskan kisah petualangan perempuan super mirip dengan Superman dan dianggap dengan
komik Indonesia yang pertama dengan komikusnya R.A. Kosasih sebagai Bapak Komik Indonesia. Selain “Sri Asih”, masih terdapat banyak lagi
karakter pahlawan super yang diciptakan oleh komikus lainnya, diantaranya “Puteri Bintang
”
dan “Garuda Putih
”
karya Johnlo, yang mendapatkan inspirasi dari
“Superman
”
, kemudian “Kapten Komet” karya Kong Ong
yang terinspirasi dari kisah petualangan “Flash Gordon
”
, kemudian muncul masalah yang timbul berupa protes dari para pendidik terhadap komik dari
commit to user 7
barat, bahkan produksi imitasi Sri Asih. Mereka juga mengkritik komik bukan hanya dari segi bentuknya yang tidak mendidik, melainkan juga dari
segi gagasannya yang dianggap berbahaya. Pada tahun 1954 para pendidik sempat berfikir untuk menghentikan penerbitan komik untuk selamanya,
namun beberapa penerbit seperti Melodi di bandung dan Keng Po di jakarta bereaksi dengan memberikan orientasi baru pada komik Indonesia. Mereka
mengerti bahwa komik harus menggali sumber kebudayaan nasional, dan memberikan sumbangan bagi pembangunan kepribadian bangsa untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Evolusi tersebut merupakan akibat dari suatu pergerakan yang lebih besar yang menyentuh segala
bidang kreasi seni. Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan politis, dibawah komando Soekarno, mulai berusaha membebaskan diri dari
pengaruh budaya barat dengan menegaskan kepribadian nasionalnya. Sejak itu muncul komik jenis baru, yaitu disebut dengan komik wayang. Terbitan
pertama muncul antara tahun 1954- 1955, dengan lahirnya “Gatot Katjha”
te bitan Keng Po, “Raden Palasara”, karya Johnlo, seri panjang
“Mahabarata” karya R.A. Kosasih muncul dengan jilid-jilid pertamanya terbitan Melodi. Masyarakat menyambut hangat kemunculan komik
wayang, sehingga pendidik yang masih menentang komik tidak punya alasan lagi untuk melontarkan kritik. Para pendidik pun puas dengan
terbitnya majalah “Anak Tjahaja”. Majalah ini banyak memuat cerita bergambar dan diterbitkan setiap peretengahan bulan oleh penerbit Melodi.
Pada tahun 1956 akhirnya Bandung menjadi pusat produksi komik. Penerbit
commit to user 8
melodi telah menyasar dengan tepat dan menduduki tempat pertama. R.A. Kosasih sebagai komikus utama Melodi tidak takut tersaingi meskipun ada
beberapa penerbit lain yang mengikuti jejaknya, yang tersebar di Bandung, pada tahun 1958 ada enam penerbit, di Jakarta, dan Surabaya. Di awal tahun
1960-an, banyak komikus yang mendapat ilham dari repertoar klasik wayang purwa. Setelah tahun 1960-an minat orang pada komik wayang
mulai menurun, sehingga pada tahun 1968 penerbit terakhir terpaksa menunda selama tiga bulan produksinya yang hampir seluruhnya adalah
cetakan ulang. Pada tahun 1960-1963 sebuah penerbit yang bernama Casso di
Medan juga mencoba mengikuti pergerakan komik wayang di Jawa, tetapi kurang mendapat sambutan dari masyarakat di daerah itu. Kondisi itu
menyebabkan penerbit tersebut segera meminta para komikus untuk membuat cerita komik dengan legenda Minang Kabau, Tapanuli, Deli kuno.
Langkah itu segera diikuti penerbit-penerbit lain sehingga sekitar tahun 1962, ketika produksi komik di Jawa menurun, di kota itu justru mencapai
puncaknya. Beberapa penerbit besar di Medan seperti Casso dan Haris terus mendorong para komikus ternama seperti Djas, Zam Nuldyn, dan Tangguan
Hardjo. Tangguan Hardjo dinilai sebagai komikus dengan keahlian ilustrator, gambarnya yang cermat, dilandasi pengetahuan dokumenter, dan
dinamis. Pada tahun 1963 Medan juga menghasilkan komik perjuangan bangsa Indonesia. Sekitar tahun 1963 komik perjuangan kembali disukai
dan berkembang di Jakarta dan Surabaya.
commit to user 9
Pada tahun 1965 beredar sejumlah besar komik yang disiapkan di Cina dan UniSoviet kemudian diproduksi di Indonesia. Pada tahun yang
sama harian Rakjat, harian komunis terbit di ibu kota memuat komik yang mengisahkan “Peristiwa Indramaju” yaitu peristiwa rakyat yang
memporakporandakan polisi lalu menguasai tanah untuk dibagi-bagikan. Sebaliknya pada peristiwa
Coup D’ Etat, muncul komikus yang mengisahkan tentang penculikan dan pembunuhan pada malam antara
tanggal 30 September dan 1 Oktober. Pada tahun 1964-1966 setelah komik terbebas dari politisasi, kisah-
kisah cinta dalam kehidupan remaja mulai bermunculan. Setelah peristiwa berdarah Oktober 1965, angkatan bersenjata menganggap bahwa kelompok
yang bertanggung jawab adalah partai Komunis, karena itu pengawasan dilakukan di segala kalangan, baik militan maupun partisipan. Pada tahun
1966 pengawasan terus dilakukan namun moral mengalami perubahan radikal. Para pemuda berunjuk rasa turun ke jalan dan menuntut para
penanggung jawab Coup D’Etat. Mereka memasuki toko buku dan menyita
karya-karya dan bacaan murahan yang melanggar moral serta bertentangan dengan Pancasila kemudian menyerahkan pada yang berwenang.
Pada tahun 1967-1971 pertumbuhan komik bebas dari pengarahan yang ketat, tidak ada kesinambungan yang memadai, tidak ada kesetiaan
pada satu jenis publik pembaca. Para komikus dan penerbit tidak benar- benar memilih kategori pembaca yang bekerja secara sistematis untuk kelas
umur tertentu. Marcell Bonneff, 2008 : 19-43
commit to user 10
3. Sejarah Perkembangan Komik Islami Di Indonesia