lembaga dan norma sosial

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Supaya hubungan antar manusia didalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, dirumuskan Norma-norma masyarakat. Norma merupakan Aturan, Kaidah, Pedoman yang mengatur manusia. Norma sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat, karena tanpa adanya norma-norma kehidupan masyarakat tidak akan terarah. Pada awalnya Norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja, namun lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar.

Misalnya, Dahulu didalam jual beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan.Akan tetapi, lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, Dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menganggung itu, yaitu penjual ataukah pembeli.Norma-norma yang ada didalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda.Ada norma yang Lemah, Sedang, sampai taraf yang paling Kuat. Pada yang terakhir, umumnya anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya.


(2)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan norma dalam masyarakat?

2. Apa saja jenis-jenis kelembagaan sosial?

3. Bagaimana hubungan antara norma social dan kelembagaan sosial?

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengatahui macam-macam dan penerapan norma didalam masyarakat

2. Untuk mengetahui jenis-jenis kelembagaan social

3. Untuk mengetahui hubungan antara norma dan kelembagaan social.

Norma memiliki 4 pengertian, mulai dari yang paling Lemah sampai yang Terkuat, yakni :

1. Cara (Usage) Menunjuk pada suatu bentuk perbuatan

2. Kebiasaan (Folkways) adalah Perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama

3. Tata Kelakuan (Mores) merupakan kebiasaan yang dianggap sebagai cara berperilaku

4. Adat Istiadat (Custom) adalah Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat. Ada sanksi penderitaan bila dilanggar.

Norma-norma tersebut, setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari suatu kelembagaan sosial. kelembagan sosial merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang mengatur rangkaian tata caradan prosedur dalam melakukan hubungan antar manusia saat mereka menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tujuan mendapatkan keteraturan hidup.

Kelembagaan sosial dianggap sungguh – sungguh berlaku apabila norma-normanya sepenuhnya diterima dalam masyarakat. Ketika manusia memahami norma-norma yang mengatur kehidupannya, maka ia akan cenderung untuk


(3)

menaati norma-norma tersebut. Pentaatan tersebut merupakan perkembangan dari proses pelembagaan norma-norma yang bersangkutan. Misalnya, kalau pasien harus dioperasi, dokter harus mendapat izin dari keluarga pasien tersebut. Tujuan persetujuan tersebut adalah meniadakan kesalahan dokter yang harus “melakukan kekerasan” dan “menganiaya” pasien di dalam operasi atau pembedahan tersebut. Kalau norma tersebut tidak di taati, dokter dapat di persalahkan melakukan peristiwa pidana kekerasan dan penganiayaan.

Proses yang terjadi dalam rangka pembentukannya sebagai lembaga kemasyarakatan, yaitu sebagai berikut:

1. Proses pelembagaan (institutionalization), yakni suatu proses yang dilewati oleh sesuatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan.

2. Norma-norma yang internalized artinyaprose norma-norma kemasyarakatan tidak hanyaberhenti sampai sini saja, tetapi mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota masyarakat.


(4)

BAB II ISI 2.1 Lembaga Sosial

Lembaga Sosial atau Lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari istilah asing Social-Institution . Akan tetapi, hingga kini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang dengan tepat dapat menggambarkan isi Social-Institution tersebut. Ada yang mempergunakan istilah pranata social, tetapi social-institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Misalnya Koentjaraningrat mengatakan pranata social adalah suatu system tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Definisi tersebut menekan pada system tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.

Istilah lain yang di usulkan adalah bangunan social yang mungkin merupakan terjemahan dari istilah soziale-Gebilde (Bahasa Jerman) , yang lebih jelas menggambarkan bentuk dan susunan social Institution tersebut. Tepat atau tidaknya istilah-istilah tersebut di atas tidak akan di persoalkan di sini akan digunakan istilah lembaga kemasyarakatan karena pengertian lembaga lebih menujuk pada sesuatu bentuk,sekaligus juga mengandung pengertian yang lebih abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Namun, di samping itu, kadang kadang juga di pakai istilah lembaga social.

Didalam uraian-urain yang lalu,pernah pernah disinggung perihal norma-norma maryarakat yang mengatur peergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai suatu tata tertib. Norma-Norma Tersebut,apabila di wujudkan dalam hubungan antarmanusia, dinamakan Social-organization (organisasi Sosial). Di dalam Perkembangan Selanjutnya, norma-norma tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok kehidupan Manusia.


(5)

Lembaga masyarakat terdapat di dalam setiap masyarakat tanpa memperdulikan apakah masyarkat tersebut mempunyai taraf kebudayaan bersahaja atau modern karena setiap masyarakat tentu mempunyai kebutuhan kebutuhan pokok yang apabila yang di kelompok-kelompokan, terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan. Untuk memberikan suatu batasan,dapatlah dikatakan bahwa lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Wujud konkret lembaga kemasyarakatan tersebut adalah asosiasi (association).

Sebagai contoh, universitas merupakan

lembaga-kemasyarakatan,nsedangkan Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gunadarma , dan lain-lain merupakan contoh-contoh asosiasi. Beberapa sosiolog memberikan definisi lain. Seperti Robert Maclver dan Charles H.page mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai tatacara atau prosedur yang telah di ciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok kemasyarakatan yang di namakannya asosiasi. Leopold von Wiese dan Howard Becker Melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya. Lembaga kemasyarakatan diartikannya sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya,

Seorang sosiolog lain , yaitu Sumner yang Melihatnya dari sudut kebudayaan, mengartikan lembaga kemasyarakatn sebagai perbuatan, cita-cita,sikap dan perlengkapan kebudayaan,bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi, yaitu

1 : Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat,terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan.


(6)

2 : menjaga keutuhan masyarakat

3 : memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system pengadilan social(social control). Artinya,system pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku angota-anggotannya.

Fungsi-fungsinya di atas menyatakan bahwa apabila seseorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu, maka harus pula di perhatikan secara teliti lembaga-lembaga kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan.

2.1.1 Ciri-Ciri Umum Lembaga Sosial

Gilin dan Gilin didalam karyanya yang berjudul General features of social institution. Telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut :

1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan , serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.

2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. System-sytem kepercayaan dan aneka tindakan baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalkan,suatu sistem pendidikan tertentu baru akan di terapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus di pelihara.


(7)

3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dangan fungsi lembaga yang bersangkutan apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting karena tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya funsi social lembaga tersebut,yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem social dan kebudayaan masyarakat mungkin tak di ketahui atau didasari golongan masyarakat tersebut. Mungkin fungsi tersebut baru di sadari setelah di wujudkan, yang kemudian berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan, yang bertujuan mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.

4. Lembaga masyrakat mempunyai alat-alat perlengkapan yang di pergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin, dan lain sebagainya. Bentuk serta pengguna alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat lain.

5. Lambing-lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, masing-masing kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata, mempunyai panji-panji; perguruan-perguruan tinggi seperti unversitas ,institut, dan lain-lainnya mempunyai lambing-lambangnya dan lain-lain lagi.

6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis maupun yang tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata


(8)

tertib yang berlaku,dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, dimana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya.

Secara menyeluruh ciri-ciri tersebut dapat diterapkan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu, seperti perkawinan. Sebagai suatu lembaga-lembaga kemasyarakatan, perkawinan mungkin mempunyai fungsi-fungsi di antaranya.

1. Sebagai pengatur perilaku seksual manusia dalam pergaulan hidupnya

2. Sebagai pengatur pemberian hak dan kewajiban bagi suami,istri dan juga anak-anaknya

3. Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kawan hidup karena secara naruriah manusia senantiasa berhasrat untuk hidup berkawan

4. Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan benda materiil 5. Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan prestise

6. Di dalam hal-hal tertentu, untuk memelihara interaksi antar kelompok social


(9)

Betapa pentingnya penelitian terhadap lembaga kemasyarakatan dapat

Disimpulkan dari uraian-uraian di atas . telah lama para ahli berusaha untuk meneliti dengan acara atau metode-metode yang menurut anggapannya paling efesien . Apabila cara cara atau metode-metode tersebutu di himpun , maka akan dapat di jumpai tiga golongan pendekatan (aprroarch) terhadap masalah tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Analisis secara historis

Analisis secara historis bertujuan menelitih sejarah timbul dan perkembangan suatu lembaga kemasyarakatan tertentu. Misalnya diselidiki asal mula serta perkembangan lembaga demokrasi, perkawinan yang monogamy , keluarga batih , dan lain sebagainya .

2. Analisis koperatif

Analisis koperatif bertujuan menelah suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dalam pelbagai masyarakat berlainan ataupun pelbagai lapisan sosisal masyarakat tersebut. Bentuk-bentuk milik, phraktik-praktik pendidikan kanak –kanak dan lain-lainnya , banyak ditelah secara komperatif. Cara analisi ini banyak sekali digunakan oleh para ahli antropologi seperti ruth benedict, Margaret mead, dan lain-lain .

3. Analisis fungsional

Lembaga –lembaga kemasyarakatan dapat pula diselidiki dengan jalan menganalisis hubungan atara lembaga-lembaga tersebut di dalam suatu masyakarat tertentu. Pendekatan ini ,yang lebih menekankan hubungan fungsionalnya, sering kali mempergunakan analisis-analisis historis dan komporatif . sesungguhnya suatu lembaga kemasyarakatan tidak mungkin terlepas dari lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Misalnya penelitian tentang lembaga perkawinan mau tak mau akan menyangkut pula penelitian terhadap lembaga pergaulan muda-mudi , lembaga keluarga , lembaga harta perkawinan , lembaga kewarisan dan lembaga lain sebagainya .

Dari uraian di atas , dapat disimpulkan bahwa ketiga pendekatan tersebut bersifat saling melengkapi . Artinya, di dalam meneliti lembaga-lembaga kemasyarakatan , salah satu pendekatan akan dipakai sebagai alat pokok,


(10)

sedangkan yang lain bersifat sebagai tambahan umtuk melengkapi kesempurnaan cara-bcara penelitian

2.1.3 Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan

Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut

Menurut gillin dan gillin lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat di definisikan sebagai berikut:

1. Crescive institutions dan enacted institution merupakan klasifikasi dari sudut perkembangannya . Crescive institutions yang juga di sebut lembaga-lembaga paling primer merupakan lembaga-lembaga yang secara takdisengaja tumbuh dari adat istiadatb masyarakat . contohnya adalah hak milik, perkawina agama dan sterusnya.

Enacted institution dengan sengaja di bentuk untuk memenuhi tujuan tertentu , misalnya lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan , dan lembaga-lembaga pendidikan , yang semuanya berakar pada kebiasaan dalam masyarakat. .pengalaman melaksanakan kebiasaan-kebiasaan tersebut kemudian disistermatisasi dan di atur untuk kemudian dituangkan kedalam lembaga-lembaga yang disahkan oleh Negara.

2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic instititution dan subsidiary institution. Basic institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. dalam masarakat indonesIndonesialkan keluarga , sekolah-sekolah , nega, dan lain sebagainya di anggap sebagai basic institutions yang pokok.

Sebaliknya adalah subsidiary institution yang dianggap kurang penting seperti misalnya, kegiatan-kegiatan untuk reaksi. Ukuran yang dipakai untuk menentukan suatu lemabaga kemasyarakatn di anggap sebagai basic atau subsidiary berbeda di masing-masing masyarakat . ukuran-ukuran tersebut juga tergantung dari masa hidup masyarakat tadi berlangsung. Misalnya sirkus pada zaman romai dan yunani kuno di anggap sebagai


(11)

basic instutions pada dewa ini kiranya akan di jumpai suatu masyarakat yang masih mempunyai keyakinan demikian.

3. Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved atau social sanctioned institutions dengan unsanctioned institutions.approved atau social sanctioned merupakan lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti misalnya sekolah ,perusahaan dagang, dan lain-lain . sebaliknya adalah unsanctioned institutions yang di tolak oleh masyarakat, walaupun masyarakat kadang-kadang tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras , pencoleng. Dan sebagainya.

4. Perbedaan antara general institution dengan restricted institutions timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan pada factor penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu general instutions , karena dikenal oleh hamper semua masyarakat dunia. Semntara itu agama islma, protestan , katolik , Buddha dan lain-lain merupakan restricted institutions karena dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini .

5. Berdasarkan fungsinya , terdapat pembedaan antara operative institutions dan regulative institutions . operative institutions berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan , seperti misalnya lembaga industrilisasi. regulative institutions , bertujuan untuk adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu contoh adalah lembaga-lembaga hokum seperti kejaksaan , pengadilan dan sebagainya .

Klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyrakatan tersebut menunjukan bahwa di dalam setiap masyarakat akan di jumpai bermacam-macam lembaga kemasyrakatan . setiap masyarakat mempunyai sstem nilai yang menentukan lembaga kemasyarakatan yang dianggap sebagai pusat dan yang kemudian dianggap berada di atas lembaga-lembaga, lainnya. Pada masyrakat totaliter , umpamanya , Negara dianggap sebagai lembaga kemasyrakatan pokok yang membawahi lembaga-lembaga lainnya seperti keluarga, hak milik , hak perusahaan , sekolah dan lain sebagainya. Akan tetapi , dalam setiap msyarakat paling tidak akan dapat di jumpai pola-pola


(12)

yang mengatur hubungan antara lembaga-lembaga tersebut . sistem pola hubungan-hubungan tersebut lazimnya disebut institutional – configuration . sistem tadi ,dalam masyarakat yang masi homogeny dan tradisional , mempunyai kencendrugan bersifat statis dan tepat. Lain halnya dengan masyarakat yang sudah komplek atau terbuka bagi terjadinya perubahan-perubahan sosisal kebudayaan, sistem tersebut seringkali mengalami kegoncangan-kegoncangan . karena dengan masuknya hal-hal yang baru, masyarakat juga biasanya mempunyai anggapan-anggapan baru tentang norma-norma yangb berkisar pada kebutuhan pokoknya.

2.1.4 Jenis-Jenis Lembaga Sosial

1. Lembaga keluarga

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga memiliki fungsi majemuk bagi terciptanya kehidupan sosial dalam masyarakat.Dalam keluarga diatur hubungan antara anggota-anggotanyasehingga setiap anggota keluarga mempunyai peran dan fungsinya yang jelas.

Dalam kehidupan di masyarakat kita kenal tiga macam bentuk keluarga, yaitu : 1. Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah

2. Keluarga besar (extended family) merupakan ikatan keluarga dalam satu keturunan yang terdiri atas kakek, nenek, ipar, paman, anak, cucu, dan sebagainya 3. Keluarga poligamous terdiri dari beberapa keluarga inti yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga.

Fungsi keluarga

1. Fungsi reproduksi. Dalam keluarga, anak-anak merupakan wujud dari cinta kasih dan tanggung jawab suami istri meneruskan keturunannya.


(13)

2. Fungsi sosialisasi. Keluarga berperan dalam membentuk kepribadian anak agar sesuai dengan harapan orang tua dan masyarakatnya. Keluarga sebagai wahana sosialisasi primer harus mampu menerapkan nilai-nilai atau norma-norma masyarkat melalui keteladanan orang tua.

3. Fungsi afeksi. Dalam keluarga, diperlukan kehangatan, rasa kasih sayang, dan perhatian antara anggota keluarga yang merupakan salah satu kebutuhan manusia sebagai makhluk berpikir dan bermoral (kebutuhan itegratif). Apabila anak tidak atau kurang mendapatkannya, memungkinkan ia menjadi sulit dikendalikan, nakal, bahkan terjerumus pada kejahatan.

4. Fungsi ekonomi. Keluarga, terutama orang tua, mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan ekonomi anak-anaknya. Pada masyarakat tradisional, kewajiban ini dipikul oleh suami. Namun, pada masyarakat modern yang menganggap peran laki-laki dengan wanita kian sejajar, suami dan istri memikul tanggung jawab ekonomi yang sama terhadap anak-anak mereka.

5. Fungsi pengawasan sosial. Setiap anggota keluarga, pada dasarnya, saling melakukan kontrol atau pengawasan karena mereka memiliki rasa tanggung jawab dalam menjaga nama baik keluarga. Namun, peran ini biasanya lebih dominan dilakukan oleh anggota keluarga yang lebih tua.

6. Fungsi proteksi (perlindungan). Fungsi perlindungan sangat dibutuhkan anggota keluarga, terutama anak, sehingga anak akan merasa aman hidup di tengah-tengah keluarganya. Ia akan merasa terlindungi dari berbagai ancaman fisik maupun mental yang datang dari keluarga maupun dari luarnya.

7. Fungsi pemberian status. Melalui perkawinan, seorang akan mendapatkan status atau kedudukan yang baru di masyarakat, yaitu sebagai suami atau istri. Secara otomatis, ia akan diperlakukan sebagai orang yang telah dewasa dan mampu bertanggung jawab kepada diri, keluarga, anak-anak, dan masyarakatnya.


(14)

Kebutuhan akan intensitas (kedalaman) pengetahuan atau pendidikan pada tiap masyarakat tentu berbeda. Pada masyarakat sederhana, segala pengetahuan dan keterampilan seseorang cukup didapat atau diperoleh dari keluarga atau kerabatnya.

Umumnya, pengetahuan yang mereka peroleh adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara mereka memenuhi kebutuhannya, seperti cara berburu dan mengolah binatang hasil buruan, serta cara mengolah lading. Namun, sejalan dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia berambah pula. Dikenalnya pembagian kerja yang menuntut keahlian tertentu dalam bergaia proses produksi mendorong masyarakat untuk meperdalam pengetahuannya. Kemudian,

dibentuklah lembaga pendidikan formal sebagai pelengkap lembaga pendidikan informal (keluarga).

Pendidikan formal, seperti sekolah, menawarkan pendidikan yang berjenjang dari tingkat dasar sampai jenjang pendidikan tinggi, baik yang bersifat umum maupun khusus, seperti sekolah agama dan sekolah luar biasa.Di samping adanya

pendidikan formal, masyarakat juga mengenal dan membentuk pendidikan non-formal, seperti kursus-kursus, keterampilanm, kursus bahasa, dan kursus komputer.

1. Fungsi lembaga pendidikan

1. membantu orang untuk mencari nafkah

2. menolong mengembangkan potensinya demi pemenuhan kebutuhan hidupnya.

3. Melestarikan kebudayaan dengan caramengajarkannya dari generasi kegenerasi berikutnya.

4. Merangsang partisipasi demokrasi melalui pengajaran ketrampilan berbicara dan mengembangkan cara berpikir rasional

5. Memperkaya kehidupan dengan cara menciptakan kemungkainan untuk berkembangnya cakrawala intelektual dan cinta rasa keindahan.

6. Meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri melalui bimbingan pribadi dan berbagai kursus


(15)

7. Meningkatkan taraf kesehatan para pemuda bangsa melalui latihan dan olahraga.

8. Menciptakan warga Negara yang patreotik melalui pelajaran yang menggambarkan kejayaan bangsa.

9. Membentuk kepribadian yaitu susunan unsur dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu.

2. Fungsi laten lembaga pendidikan.

Fungsi ini berkaitan dengan fungsi lembaga pendidikan secara

tersembunyi yaitu menciptakan atau melahirkan kedewasaan peserta didik. Singkat kata bahwa fungsi pendidikan yang berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifest) adalah :

1. mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah

2. mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentaingan masyarakat.

3. melestarikan kebudayaan

4. menanamkan ketrampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi. Sedangkan fungsi laten lembaga pendidikan adalah :

1. mengurangi pengendalian orang tua melalui pendidikan sekolah orang tua melimoahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah

2. menyediakan saranan untuk pembangkangan , Sekolah mempunyai potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.

3. mempertahankan system kelas social . Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise , privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. 4. memperpanjang masa remaja . Pendidikan sekolah dapat pula


(16)

memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.

3. Lembaga politik

Dalam setiap masyarakat, baik itu masyarakat kecil seperti keluarga, suku, hingga ke sebuah Negara, membutuhkan orang-orang yang bertugas mengatur hubungan antarwarga agar selaras. Seperti ayah dalam keluarga, kepala adat atau kakak tertua dalam sebuah suku, atau presiden dalam sebuah Negara.Kepada mereka diberikan kekuasaan atau kewenangan untuk mengatur sekaligus member sanksi terhadap tindakan anggotanya yang menyimpang.

Selain memiliki hak, mereka pun diberi kewajiban untuk mensejahterakan anggotanya.Pemerintah, misalnya, mempunyai kewajiban untuk

mendistribusikan kekayaan Negara kepada setiap Negara secara adil sehingga tercapai kemakmuran yang merata.Hal itu dapat dilakukan dengan menyediakan lapangan pekerjaan atau menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif (aman dan nyaman) bagi tumbuhnya perekonomian Negara.

Fungsi lembaga politik

1. Memelihara ketertiban di dalam (internal order). Artinya, lembaga politik memelihara ketertiban di dalam masyarakat dengan wewenang yang dimilikinya, baik menggunakan cara persuasif maupun paksaan fisik. Lembaga politik bertindak sebagai pemaksa hukum, menyelesaikan konflik yang terjadi di antara anggota masyarakat secara adil sehingga anggota masyarakat dapat hidup dengan tentram.

2. Menjaga keamanan di luar(external security). Artinya, lembaga politik dengan menggunakan alat-alat yang dimilikinya berusaha mempertahankan Negara dari ancaman atau serangan yang datang dari Negara lain baik melalui jalan diplomasi ataupun dengan perang.


(17)

3. Mengusahakan kesejahteraan umum (general welfare). Artinya, lembaga politik merencanakan dan melaksanakan pelayanan-pelayanan sosial serat mengusahakan kebutuhan pokok masyarakat. Di ataranya adalah pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, energy, dan komunikasi, termasuk distribusinya.

4. Lembaga ekonomi

Manusia memerlukan lembaga yang berfungsi mengatur pembagian kerja dalam kehidupannya, yaitu lembaga ekonomi. Menurut Kornblum (1988), penelitian terhadap institusi ekkonomi difokuskan pada pokok bahasan pasar dan pembagian kerja, interaksi antara pemerintah, institusi ekonomi dan perubahan pada pekerjaan.

Perdagangan mulai lahir ketika orang mulai menginginkan hasil produksi orang lain. Lambat laun proses pertukaran memilih standar tertentu, diatur, dan diperkirakan sehingga akhirnya dianggap perlu dilembagakan.

Fungsi Lembaga Ekonomi :

1. Memberi pedoman untuk mendapatkan bahan pangan

2. Memberi pedoman untuk melakukan pertukaran barang/barter 3.Memberi pedoman tentang harga jual beli barang

4.Memberi pedoman untuk menggunakn tenaga kerja 5. Memberi pedoman tentang cara pengupahan

6. Memberi pedoman tantang cara pemutusan hubungan kerja 7. Memberi identitas diri bagi masyarakat

5.Lembaga agama

Agama merupakan suatu lembaga (institusi) penting yang mengatur kehidupan manusia.Dalam hal ini, agama diartikan dengan istilah religion. Menurut Durkheim (1966), agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal suci.


(18)

beriman ke dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat.

Durkheim menjelaskan bahwa semua kepercayaan agama membagi semua benda yang ada di bumi ini, baik yang berwujud nyata maupun yang berwujud ideal, ke dalam dua kelompok yang saling bertentangan, yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang bersifat suci (scared) , atau duniawi dan illahi.

Agama merupakan sarana bagi manusia untuk berhubungan dengan Sang Pencipta sehingga manusia senantiasa mendekatkan diri agar mendapat petunjuk serta selamat dunia dan akhirat.

Fungsi Lembaga Agama :

1. Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok

2. Mengatur tata cara hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan.

3. Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah untuk menghindari perilaku menyimpang, seperti membunuh, memperkosa, berzina, dan berjudi. 4. Pedoman untuk mengungkapkan rasa kebersamaan yang mewajibkan untuk selalu berbuat baik dengan sesamanya dan lingkungan hidupnya.

5. Pedoman perasaan keyakinan (confidence). Siapa pun yang berbuat baik maka akan mendapat pahala dari Tuhan.

6. Pedoman keberadaan (existence). Keberadaan alam semesta dengan segala isinya termasuk didalamnya manusia harus disikapi rasa syuku & ikhlas.

7. Pengungkapan keindahan (estetika). Manusia yang suka akan keindahan dapat mengekspresikan rasa estetikanya dengan membangun rumah ibadah dan hal-hal lain berkaitan dengan kepercayaannya.


(19)

8. Pedoman rekreasi dan hiburan. Untuk mencari ketenangan dan kesegaran jiwa, manusia dapat menjalankan ritual agama seperti sholat, yoga, dan meditasi. 9. Memberikan identitas kepada manusia sebagai bagian dari suatu agama, missal sebagai umat Islam, Kristen, Hindu, Buddha dan Khong Hu Chu

2.1.5. Pranata sosial

Manusia pada dasarnya selalu hidup di dalam suatu lingkungan yang serba-berpranata. Artinya, segala tindak tanduk atau perilaku manusia senantiasa akan diatur menurut cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama Apabila seseorang masuk di dalam lingkungan rumah tangga, maka ia akan dilayani sekaligus terikat oleh seperangkat aturan rumah tangga-disebut pranata keluarga-sesuai dengan kedudukan atau perannya di dalam rumah tangga tersebut. Seorang suami, misalnya, ia tidak bisa berbuat seenaknya sendiri, seperti pulang larut malam setiap hari tanpa meminta ijin kepada istrinya atau tidak menafkahi istri dan anaknya sesuai statusnya sebagai kepala keluarga-sebab bukan saja si suami itu akan dipergunjingkan tetangga dan keluarganya, tetapi ia juga bisa dituntut oleh istrinya sendiri karena tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan norma sosial yang berlaku Di dalam kehidupan masyarakat

jumlah pranata sosial yang ada relatif beragam dan jumlahnya terus berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri Selain pranata keluarga seperti disebut di atas, masih banyak pranata sosial lain yang memiliki fungsi yang sa

mengatur cara-cara warga masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhan yang penting, seperti pranata ekonomi, pranata pendidikan, pranata politik, dan pranata agama Menurut pakar Antropologi-seperti S.F Nadel (1953) dan Koentjaraningrat (1979)--di luar empat pranata utama itu sesungguhnya masih ada beberapa pranata sosial lain,seperti seperti pranata ilmiah, atau pranata keindahan dan rekreasi.

Pengertian pranata sosial secara prinsipil tidak jauh berbeda dengan apa yang sering dikenal dengan lembaga sosial, organisasi sosial maupun lembaga kemasyarakatan, karena di dalam masing-masing istilah tersebut tersirat adanya


(20)

unsur-unsur yang mengatur setiap perilaku warga masyarakat. Menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan pranata sosial atau dalam istilah mereka lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Dengan kata lain, pranata sosial adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Tiga kata kunci di dalam setiap

pembahasan mengenai pranata sosial adalah:

1. Nilai dan norma

2. Pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut prosedur umum; dan

3. Sistem hubungan, yakni jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku

Menurut Koentjaraningrat (1979) yang dimaksud dengan pranata pranata sosial adalah sistem sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola pola resmi atau suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.

Pranata sosial pada hakikatnya bukan merupakan sesuatu yang bersifat empirik, karena sesuatu yang empirik unsur-unsur yang terdapat di dalamnya selalu dapat dilihat dan diamat-amati. Sedangkan pada pranata sosial unsur-unsur yang ada tidak semuanya mempunyai perwujudan fisik. Pranata sosial adalah sesuatu yang bersifat konsepsi melalui bahwa eksistensinya hanya dapat ditangkap dipahami sebagai sarana pikir, dan hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi suatu konsep atau konstruksi pikir.

Walaupun ada juga yang tetap berpendapat bahwa pranata sosial itu sesungguhnya merupakan sesuatu yang bersifat empiri Alasan yang dikemukakan


(21)

ialah, bahwa unsur-unsur pranata sosial, khususnya perilaku perilaku individu ketika melaksanakan hubungan dengan sesamanya selalu dapat dilihat atau diamati. Benar tidaknya anggapan konseptual yang demikian ini terlebih dahulu harus diingat bahwa manusia-manusia di dalam kelompok atau pranata sosial itu hanyalah sebagai pelaksana fungsi atau pelaksana kerja dari unsur saja. Sehingga dalam kenyataannya mereka itu bisa datang atau pergi dan diganti oleh orang lain tanpa mengganggu eksistensi dan kelestarian dari pranata sosial. Oleh karena itu sesungguhnya di dalam pranata sosial yang menjadi unsur-unsurnya bukanlah individu-individu manusianya itu, akan tetapi kedudukan-kedudukan yang

ditempati oleh para individu itu beserta aturan tingkah lakunya. Dengan demikian pranata sosial adalah merupakan bangunan atau konstruksi dari seperangkat peranan-peranan dan aturan-aturan tingkah laku yang terorganisir. Aturan tingkah laku tersebut dalam kajian sosiologi sering disebut dengan istilah norma norma sosial

Tujuan dan fungsing pranata sosial diciptakan pranata sosial pada dasarnya mempunyai maksud serta tujuan yang secara prinsipil tidak berbeda dengan norma norma sosial, karena pranata sosial sebenarnya memang produk dari norma sosial.

Secara umum, tujuan utama diciptakannya pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Contoh: pranata keluarga mengatur bagaimana keluarga harus memelihara anak.

Sementara itu, pranata pendidikan mengatur bagaimana sekolah harus mendidik anak-anak hingga menghasilkan lulusan yang andal. Tanpa adanya pranata sosial, kehidupan manusia nyaris bisa dipastikan bakal porak-poranda karena jumlah prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia relatif terbatas,


(22)

sementara jumlah warga masyarakat yang membutuhkan justru semakin lama semakin banyak.Untuk mewujudkan tujuannya, menurut Soerjono Soekanto (1970), pranata sosial di dalam masyarakat dengan demikian harus dilaksanakan fungsi fungsi berikut:

1. Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian pranata sosial dengan berbagai aturan atau kaidah-kaidah sosial yang dapat harus dipergunakan oleh setiap anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi masyarakat. Hal ini mengingat bahwa sumber pemenuhan kebutuhan hidup yang dapat dikatakan tidak seimbang dengan jumlah manusia yang semakin bertambah baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga dimungkinkan pertentangan yang bersumber pada perebutan maupun ketidakadilan dalam usaha memenuhi kebutuhannya akan ancaman kesatuan dari warga masyarakat. Oleh karena itu, norma norma sosial yang terdapat di dalam pranata sosial akan berfungsi untuk

mengatur pemenuhan kebutuhan hidup dari setiap warganya secara adil atau memadai, sehingga dapat terwujudnya kesatuan yang tertib

3. Berfungsi untuk memberikan pegangan dalam mengadakan sistem pengendalian sosial (social control). Sanksi-sanksi atas pelanggaran norma norma sosial merupakan sarana agar setiap warga masyarakat tetap

konform dengan norma-norma sosial itu, sehingga tertib sosial dapat terwujud. Dengan demikian sanksi yang melekat pada setia norma sosial itu merupakan pegangan dari warga untuk meluruskan maupun memaksa warga masyarakat agar tidak menyimpang dari norma sosial, karena pranata sosial akan tetap tegar di tengah kehidupan masyarakat


(23)

Karakteristik pranata sosial . Dalam kehidupan masyarakat banyak ditemui berbagai pranata sosial, sehingga sering tidak mudah untuk membedakan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, untuk pemahaman lebih lanjut perlu kiranya me-ngenali karakteristik umum dari pranata sosial yang dikemukakan oleh Gillin and Gillin, sebagai berikut: (Soemardjan dan Soemardi, 1964:67-70)

1. Pranata sosial terdiri dari seperangkat organisasi daripada pemikiran-pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas

kemasyarakatan. Karateristik ini menegaskan kembali bahwa pranata sosial terdiri dari sekumpulan norma-norma sosial dan peranan sosial dalam kehidupan

bermasyarakat. Norma norma sosial ini merupakan unsur abstraknya dari pranata sosial sedangkan sekumpulan dari peranan-peranan sosial seolah-olah merupakan perwujudan konkret dari pranata sosial, karena menampakkan diri sebagai bentuk asosiasi atau lembaga.

2. Pranata sosial itu relatif mempunyai tingkat kekekalan tertentu Artinya, pranata sosial itu pada umumnya mempunyai daya tahan tertentu yang tidak lekas lenyap dalam kehidupan bermasyarakat. Panjangnya umur pranata sosial itu pada

dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya karena pranata sosial itu terdiri dari norma norma sosial, di mana norma norma sosial ini terbentuk melalui proses yang tidak mudah dan relatif lama. Sementara itu, norma norma sosial itu pada umumnya berorientasi pada kebutuhan pokok dari kehidupan masyarakat, sehingga sewajarnyalah apabila pranata sosial kemudian dipelihara sebaik-baiknya oleh setiap warga masyarakat, karena pranata sosial itu mempunyai nilai-nilai yang tinggi. Kekekalan pranata sosial juga dipengaruhi oleh usaha dari para warga masyarakat untuk semakin mengukuhkan atau melestarikan bahwa ada kecenderungan manusia untuk meningkatkan peranannya melalui usaha-usaha untuk memperoleh serta meningkatkan kedudukan seseorang akan meningkat pula peranan yang dimainkan dalam kehidupannya.


(24)

3. Pranata sosial itu mempunyai tujuan yang ingin dicapai atau diwujudkan Tujuan dasarnya adalah merupakan pedoman serta arah yang ingin dicapai. Oleh karena itu, tujuan akan motivasi ataupun mendorong manusia untuk

mengusahakan serta bertindak agar tujuan itu dapat terwujud. Dengan tujuan inilah maka merangsang pranata sosial untuk dapat melakukan fungsinya, akan tetapi hal ini bukanlah dimaksudkan bahwa adanya tujuan akan menjamin berfungsinya pranata sosial. Oleh karena itu apabila pranata sosial telah mempunyai tujuan tertentu yang akan dicapai, tetapi pranata itu sendiri tidak dapat menjalankan fungsinya, maka tujuan tersebut akan mandul atau steril. Tidaklah mungkin dapat terjadi ada pranata sosial yang berfungsi, tetapi tidak mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan pranata sosial itu dapat tercapai apabila fungsi-fungsinya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Di dalam pranata sosial, yang dimaksud dengan tujuan adalah sesuatu yang harus dicapai oleh golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat yang bersangkutan pasti akan berpegang teguh

padanya.Sebaliknya, yang dimaksud dengan fungsi pranata sosial pranata sistem sosial

dan kebudayaan masyarakat. Adakalanya fungsi pranata sosial itu tidak diketahui ataupun tidak disadari oleh sekelompok masyarakat yang menjadi kali itu

diwujudkan dan kemudian ternyata berbeda dengan tujuannya

4. sosial merupakan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya. Alat alat perlengkapan dimaksudkan agar pranata yang bersangkutan dapat melaksanakan fungsinya guna mencapai tujuan yang diinginkan. Peralatan yang diperlukan atau yang dimiliki oleh setiap pranata sosial tergantung pranata yang bersangkutan, sehingga dimungkinkan antara pranata satu dengan yang lain akan berbeda. Peralatan pranata sosial dapat pula bersifat hardware maupun software, seperti adanya sarana maupun prasarana yang harus tersedia untuk mewujudkan tujuan yang akan dicapai


(25)

5. Pranata sosial pada umumnya dilakukan dalam bentuk lambang lambang. Lambang di samping merupakan spesifikasi dari suatu pranata sosial, juga tidak jarang dimaksudkan untuk pencerminan secara simbolis yang menggambarkan tujuan dan fungsi pranata yang bersangkutan Lambang dari suatu pranata dapat berupa gambar slogan-slogan. Lambang pranata secara umum dapat dikategorikan ke dalam dua hal. Pertama, lambang atau simbol yang bersifat presentasional, yaitu lambang yang dapat bersangkutan, misalnya burung garuda dan bendera merah putih akan menghadirkan negara Republik Indonesia. Lambang yang bersifat presentasional ini biasanya mengandung nilai-nilai dari tujuannya juga bersifat sakral. Kedua, adalah lambang yang bersifat discursive lambang yang tidak ada kaitan atau tidak ada sambungannya dengan tujuan, fungsi maupun nilai yang itu sosial yang bersangkutan, sehingga lambang yang dipergunakan biasanya sekedar untuk menunjukkan spesifikasi dari pranata sosial

yang bersangkutan

6. Pranata sosial itu mempunyai dokumen baik yang tertulis maupun tidak. Dokumen ini dimaksudkan menjadi suatu landasan atau pangkal tolak untuk mencapai tujuan serta melaksanakan fungsinya. Oleh karena itu, dokumen yang tertulis dapat merupakan landasan pranata yang autentik di pergunakan sebagai pedoman,dan dokumen ini sebenernya adalah merupakan konkretisasi dari karekteristik yang pertama.

Tipe-Tipe Pranata Sosial. Dalam kehidupan masyarakat terdapatberbagai macam pranata sosial, di mana satu dengan yang lain sering terjadi adanya perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan tertentu. Persamaan dari berbagai pranata sosial itu di antaranya, di samping pada umumnya bertujuan untuk mengatur pemenuhan kebutuhan warganya, juga karena pranata itu terdiri dari seperangkat kaidah dan peranan sosial. Sedangkan perbedaannya, seperti dikemukakan oleh J.L. Gillin dan J.P Gillin(1954), bahwa pranata sosial itu di antaranya dapat diklasifikasikan menurut ;


(26)

2. Orientasi nilainya.

Tingkat Kompleksitas Penyebarannya

Besar kecilnya atau luas sempitnya penyebaran atau jangkauan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh bermacam macam faktor. Faktor dari dalam pranata sosial terkandung nilai nilai tertentu, sehingga

kemampuan nilai-nilai untuk memenuhi kebutuhan manusia itulah yang turut menentukan luas penyebarannya. Di samping hal tersebut juga diwarnai oleh peranan peranan yang dipentaskan oleh para individu yang terdapat di dalam sosial yang bersangkutan, sehingga semakin besar yang dapat dibawakan oleh para individu itu semakin besar pula kemungkinan pranata sosial itu dapat menyebar dalam kehidupan masyarakat Faktor yang dari luar pranata sosial di antaranya adalah bagaimana persepsi dan kepentingan masyarakat terhadap nilai serta peranan yang dimiliki oleh pranata sosial, sehingga adanya tanggapan yang baik dan adanya kepentingan yang kuat akan memberi peluang yang lebar untuk dapat diterima serta menyebar luas di masyarak Dengan mendasarkan diri pada tingkat kompleksitas penyebarannya itu, maka pranata sosial dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu:

1.General social institutions.

2. Restricted socialinstitutions.

1. General Social Institutions

Sesuai dengan namanya, maka pranata sosial ini dapat dikatakan hampir terdapat di setiap bentuk masyarakat, sehingga bersifat universal. kenyataan yang demikian membuktikan bahwa pranata sosial mempunyai nilai yang tinggi dalam


(27)

kehidupan masyarakat terutama untuk kelangsungan hidupnya. Luasnya jangkauan dan pranata sosial yang demikian ini berarti dikenal

diakui diterimanya pranata sosial itu oleh sebagian besar atau bahkan oleh seluruh umat manusia sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Pranata sosial jenis ini merupakan wahana atau tempat dari berbagai pranata sosial sejenis yang relatif lebih kecil, karenanya sifat dari pranata sosial yang demikian ini dapat dikatakan netral,umum, atau tidak memihak terhadap komponen atau unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Seperti agama, adalah merupakan salah satu contoh dari pranata sosial yang bersifat universal atau umum yang menghimpun dari berbagai macam agama tertentu, tanpa memihak terhadap salah satu agama tertentu tersebut. Pranata sosial yang bersifat universal ini mempunyai tingkat kompleksitas yang relatif lebih luas dan banyak dibandingkan dengan pranata yang bersifat khusus

Restricted Social Institutions

Pranata sosial ini pada umumnya mempunyai corak yang khas atau khusus dalam kehidupan masyarakat. Kenyataan ini dipengaruhi oleh kaidah-kaidah serta peranan peranan yang terdapat di dalam pranata itu mempunyai kekhususan. Karena sifat yang demikian maka pola penyebarannya relatif lebih terbatas dibanding dengan pranata yang umum. Hal ini juga disebabkan oleh relatiflebih kecilnya kepentingan serta terbaginya minat warga ke dalam pranata lain yang bercorak khusus. Oleh karena itu, pranata ini daya jangkaunya hanya terbatas pada kelompok, kelas, ataupun golongan tertentu saja, walaupun tidak menutup

kemungkinan bahwa seorang warga dapat melakukan perpindahan dari satu pranata sejenis yang khusus ini ke pranata yang lain. Seperti telah dikemukakan terdahulu, bahwa pranata sosial yang bersifat umum misalnya adalah agama, sedang pranata sosial yang khusus adalah agama tertentu, yaitu Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan lain sebagainya


(28)

Seperangkat kaidah sosial yang terkandung di dalam setiap sosial

mempunyai arti penting atau nilai di dalam kehidupan Namun, mengingat kaidah sosial itu pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkatan yang bersifat hierarkis, maka nilai-nilai dari kaidah tersebut juga dapat dikelompokkan ke dalam kategori pokok dan kurang pokok. Berdasarkan klasifikasi nilai yang demikian ini maka dari segi orientasi nilainya, pranata sosial dapat digolongkan sebagai berikut

l. Basic social institutions

2. Subsidiary social instiuutions

Basic Social Institutions

Pranata sosiai yang bersifat dasar atau utama ini harus ada dalam

kehidupan masyarakat, karena terdiri dari kaidah sosial yang memiliki nilai sangat pokok atau utama bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Seperti kaidah yang mengatur pemenuhan hajat hidup manusia, mempunyai nilai paling utama, oleh karena itu pranata sosial yang mengaturnya pun bersifat primer.

Primernya suatu pranata sosial sangat dipengaruhi oleh pentingnya kaidah yang mempunyai nilai sangat tinggi untuk menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, sehingga apabila dalam kehidupan masyarakat tidak terdapat pranata sosial yang bersifat primer ini maka kelangsungan hidup manusia akan terancam. Sebab apabila tidak ada pranata sosial yang primer berarti tidak ada kaidah sosial yang mengatur pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia secara tertib dan teratur. Dengan demikian, ketidaktertiban pemenuhan hajat hidup itu disebabkan oleh tidak adanya norma sosial yang sekaligus tidak adanya sanksi, sehingga sewajarnyalah apabila individu yang mempunyai kemampuan lebih dari yang lain akan mendominasi pihak yang lemah.

Namun, mengingat hajat hidup itu tidak dapat disubstitusi atau digantikan dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang lain, maka bagaimanapun pihak yang


(29)

lemah akan selalu berusaha untuk memperoleh bagian. Padahal seperti kita ketahui, sumber pemenuhan itu jumlahnya relatif tetap, atau bahkan semakin berkuran sementara jumlah pihak yang mengharapkan terpenuhinya hajat. hidupnya semakin banyak, sehingga di dalam masyarakat tersebut pertentangan sukar untuk dihindari. Dengan kenyataan yang demikian inilah, maka pranata sosial yang bersifat primer itu mutlak diperlukan bagi kelangsungan kehidupan masyarakat.

Bila mendasarkan diri bahwa kelangsungan kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh pemenuhan tiga hajat hidup, maka pranata yang harus ada atau setidak-tidaknya juga terdiri dari tiga pranata sosial. Seperti hajat untuk makan, harus ada pranata Hajat untuk berkembang biak ekonomi dalam arti yang luas hajat biologis, diperlukan kaidah yang terangkum di dalam pranata keluarga atau perkawinan. Sedangkan hajat untuk mendapat per lindungan sangat diperlukan pranata sosial pemerintahan dalam arti yang luas

termasuk di sini pranata pendidikan dan pranata politik

Berbagai masyarakat umumnya tidak mempunyai perbedaan pandangan terhadap tiga jenis pranata sosial primer tersebut, karena kiranya tidak ada masyarakat yang menganggap bahwa antara tiga hajat hidup itu merupakan suatu kebutuhan yang tidak pokok untuk kelangsungan hidupnya. Bahkan pada

golongan masyarakat yang relatif lebih maju, pada umumnya mempunyai kecenderungan untuk menambah hajat hidup lainnya. Seperti dalam kehidupan masyarakat yang telah maju masyarakat kota-maka kebutuhan pendidikan dianggap sebagai kebutuhan utama untuk kelangsungan hidup, sehingga pranata pendidikan diangkat menjadi pranata primer. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang di antaranya karena pendidikan akan memberikan

kualifikasi terhadap seseorang yang memilikinya. Di samping itu karena struktur masyarakat yang memang menghendaki kualifikasi seseorang atas dasar

pendidikan formal untuk dapat ikut serta memanfaatkan sumber produksi, misalnya, ijazah tertentu yang dimiliki seseorang akan ditempatkan pada posisi tertentu di dunia pekerjaan


(30)

Lain halnya di dalam kehidupan masyarakat yang belum maju pendidikan sering dianggap suatu kebutuhan tambahan atau sekun karena struktur masyarakat yang belum menghendaki kualifikasi.Seseorang atas dasar pendidikan yang dapat dicapai seseorang, baik dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Kenyataan yang demikian dapatlah digambarkan dalam struktur kehidupan masyarakat yang relatif masih terbelakang- di mana para warganya tidak memandang penting terhadap pendidikan karena tanpa pendidikan mereka dapat memperoleh nutrisi. Di dalam kehidupan masyarakat desa ijazah itu tidak akan menuntut kualifikasi formal-katakanlah untuk dapat bekerja di bidang pertanian. Pandangan terhadap tentunya pendidikan ataupun kebutuhan di luar tiga hajat hidup struktur bersifat sekunder, namun suatu saat akan berubah apabila masyarakat desa itu telah mengalami perubahan. Seperti ketahui bahwa kehidupan masyarakat desa pada umumnya bagi oleh kegiatan di sektor agraris yang tidak memberi tempat warganya yang mempunyai kualifikasi pendidikan formal pada posisi yang lebih wajar.

Apabila struktur masyarakat desa yang diwarnai oleh kegiatan di bidang pertanian itu telah bergerak pada sektor industri dan jasa tentunya kebutuhan pendidikan dan kebutuhan selain tiga hajat secara bertahap akan merupakan kebutuhan hidup utama untuk menunjang kelangsungan hidup.

Subsidiary Social Institutions

Pranata sosial sekunder didukung oleh kaidah sosial yang nilai dianggap kurang penting untuk menunjang kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, jika di dalam kehidupan masyarakat menggunakan pranata sekunder tidaklah memengaruhi kelangsungan kehidupannya. Sehingga penggunaan pranata ini hanya merupakan tambahan untuk memperoleh kenikmatan dalam hidup.

Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa ada masyarakat tertentu di suatu saat dan tempat tertentu, mempunyai anggapan terhadap pranata sosial sekunder itu sebagai pranata primer di antaranya dipengaruhi oleh


(31)

perubahan struktur masyarakat kemampuan pranata sekunder untuk mengait terhadap pranata Misalnya dalam kehidupan masyarakat yang sudah maju,

beberapa kebutuhan sekunder yang kegiatannya dikaitkan kegiatan primer Seperti untuk dapat memperoleh kesehatan

2.2. Norma – norma Masyarakat

Supaya hubungan antarmanusia didalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana di harapkan , dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja tidak sengaja. Namun lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu didalam jual beli , seorang prantara tidak harus diberikan dalam keuntungan.akan tetapi lama kelamaan kan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, dimana sekaligus akan di tetapkan siapa yang enanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual . contoh lain adalah perihal perjanjian tertulis yang menyangkut pinjam – meminjam uang yang dahulu tidak pernah di lakukan, norma-norma yang ada dalam masyarakat , mempunyai kekuatan yang mengikat yang berbeda-beda . ada norma yang lemah , yang sedang sampai yang terkuat daya ikatnya . pada yang trakhir , umumnya anggota-anggota pada tidak berani melanggarnya.

Masing-masing pengertian di atas mempunyai dasar yang sama yaitu masing-masing merupakan norma-norma kemasyarakatan yang memberikan petunjuk bagi perilaku seseorang yang hidup di dalam masyarakat. Setiap pengertian di atas, mempunyai kekuatan yang berbeda karena setiap tingkatan menunjuk pada kekuatan memaksa yang lebih besar supaya mentaati norma.


(32)

Norma ini mempunyai kekuatan yang sangat lemah bila dibandingkan dengan kebiasaan (folkways). Kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.

Cara (usage) lebih menonjol di dalm hubungan antarindividu dalam masyarakat . suatu penyimpangan terhadapnya tak akan mengangkibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk minum pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi sebagai pertanda rasa kepuasannya menghilangkan kehausan. Dalam cara terakhir biasanya biasanya dianggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila cara tersebut diperlakukan juga, maka paling banyak orang yang di ajak minum bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.

Kebiasaan (folkways) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara. Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua. Apabila perbutan tadi dilakukan, maka dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap umum dalam masyarakat. Kebiasaan menghormati orang-orang yang lebih tua, merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkan penyimpangan terhadap kebiasaan umum tersebut. Menurut maclver dan page , kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja, akan tetapi, bahkan diterima sebagai norma-norma cara perilaku saja. Akan tetapi,bahkan di terima sebagai norma-norma pengatur, maka kebiasaan tadi di sebutkan sebagai mores atau tata kelakuan tersebut, tata kelakuan sangat penting karena alesan-alasan berikut :

1. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota masyarakat melakukan suatu berbuatan dalam


(33)

hal ini,setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan masing-masing yang sering kali berbeda satu dengan lainnya karena tata kelakuan timbul dari pengalaman masyarakat yang berbeda-beda.

2. Tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya, di satu pihak tata kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan kemasyarakatan yang berlaku. Di lain pihak menyesuaikan diri. Suatu contoh adalah tindakan-tindakan yang menyimpang, misalnya melakukan kejahatan. Masyarakat akan menghukum orang tersebut agar meraka menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat. Sebaliknya akan dijumpai keadaan-keadaan dimana orang-orang yang memberi teladan pada suatu yang di berikan tanda terima kasih masyarakat yang bersangkutan.

3. Tata kelakuan menjaga solidaritas antara anggota masyarakat. Seperti telah di uraikan di atas setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan, misalnya perihal hubungan antara pria dengan wanita,yang berlaku bagi semua orang, dengan semua usia, untuk untuk segala golongan masyarakat,dan selanjutnya. Tata kelakuan menjaga keuntuhan dan kerja sama antara anggota-anggotanya masyarakat itu.

Tata kelakuan yang kekal serta kuat integritasnya dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat . anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung di perlakukan. Suatu contoh, hukum adat yang melarang terjadinya perceraian antara suami dan istri, yang berlaku pada umumnya di daerah lampung. Suatu perkawinan dinilai sebagai kehidupan bersam yang bersifat abadi yang hanya dapat terputus jika salah diantaranya meninggak dunia (cerai mati). Apabila terjadi perceraian tidak hanya yang bersangkutan yang tercemar namanya, bahkan seluruh keluarganya bahkan hingga sukunya. Untuk menghilangkan kecemaran tersebut, diperlukan suatu upacara adat khusus yang membutuhkan biaya besar sekali.


(34)

Biasanya orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kelurkan dari masyrakat. Juga keturunannya.sampai dia dapat mengembalikan keadaan semula. Contoh-contoh lain banyak dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, terutama yang masih memegang teguh adat istiadat. Di kalangan orang-orang Indonesia pada umumnya terdapat suatu kepercayaan bahwa kehidpan terdiri dari beberapa tahap yang harus di lalui dengan saksama. Apabila sesorang beberapa tahap yang harus dilalui dengan seksama. apabila seseorang menginjak tahap berikutnya, biasanya di adakan upacara-upacara khusus. Suatu contoh adalah bila orang menginjak usia dewasa pada peristiwa seperti perkawinan dan lain sebagai nya akan di adakan upacra-upacara khusus.

Norma-norma di atas setelah mengalami suatu proses, padanakhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization)

2.2.1. Jenis-Jenis dan Macam Norma

Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar norma-norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain.

Norma terdiri dari beberapa macam/jenis, antara lain yaitu : 1. Norma Agama

2. Norma Kesusilaan 3. Norma Kesopanan

4. Norma Kebiasaan (Habit) 5. Norma Hukum

Penjelasan dan Pengertian Masing-Masing Jenis/Macam Norma Yang Berlaku Dalam Masyarakat :


(35)

1. Norma Agama

Adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak yang mengharuskan ketaatan para penganutnya.Apabila seseorang tidak memiliki iman dan keyakinan yang kuat, orang tersebut cenderung

melanggar norma-norma agama. Berzinah merupakan contoh dari norma agama.

2. Norma Kesusilaan

Norma ini didasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Melakukan pelecehan seksual adalah salah satu dari pelanggaran dari norma kesusilan.

3. Norma Kesopanan

Adalah norma yang berawal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyrakat. Cara berpakaian dan bersikap adalah beberapa contoh dari norma kesopanan.

4. Norma Kebiasaan (Habit)

Norma ini merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang-orang yang tidak melakukan norma ini dianggap aneh oleh anggota masyarakat yang lain. Kegiatan melakukan acara selamatan, kelahiran bayi dan mudik atau pulang kampung adalah contoh dari norma ini.

5. Norma Hukum

Adalah perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sangsi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Melanggar rambu-rambu lalulintas adalah salah satu contoh dari norma hukum.


(36)

Norma-norma tersebut diatas, setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari kelembagaan social. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu kelembagaan social.

Suatu ciri yang khas didalm masyarakat manusia yang tidak dapat di kembari oleh masyarakat-masyarakat makhluk lain adalah di kenal dan di gunakan sistem komunikasi simbolik antara para warga masyrakat. Dengan adanya sistem seperti dapatlah suatu situasi di bayangkan di dalm mental, dan disampaikan kepada orang lain, walaupun situasi tersebut tidak ada (atau tidak pernah ada ) di dalam wujudnya yang konkret.

Di dalam masyarakat manusia selalu ada,dan selalu di mungkinkan adanya, apa yang di sebut double reality. Di satu pihak ada sistem fakta, yaitu sistem yang tersusun atas segala apa yang senyatanya di dalam kenyataan ada, dan di lain pihak ada sistem normatif, yaitu sistem yang berada di dalam mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya ada.

Sistem fakta dan sistem normatif teersebut di atas itu sesungguhnya bukan dua realitas yang identik. Namun, meskipun tidak identik, kedua realitas yang identik. Namun, meskipun tidaak identik, kedua realitas itu pun sama sekali tidak saling berpisahan. Antara keduanya ada pertalian yang erat; secara timbal balik, yang satu amat mempengaruhi yang lainnya.

2.2.2. Sistem Pengendalian/Pengawasan (Sosial Control)

Agar anggota masyarakat menaati norma yang berlaku, diciptakan sistem pengawasan sosial (sosial control), yakni sistem yang dijalankan masyarakat agar selalu disesuaikan dengan nilai- nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya (misalnya, seorang ibu mendidik anak- anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah- kaidah dan nilai- nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh


(37)

individu terhadap suatu kelompok sosial (misalnya, seorang dosen memimpin beberapa orang mahasiswa di dalam kuliah- kuliah kerja).

Dengan demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan- perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu sistem pengendalian sosial yang bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan.

Cara pengawasan/pengendalian sosial, dilakukan dengan:

1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan nilai- nilai dan norma- norma yang berlaku;

2. Memberikan penghargaan kepada setiap anggota masyarakat yang taat kepada norma- norma yang berlaku;

3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat apabila menyimpang dari norma yang berlaku;

4. Menimbulkan rasa takut;

5. Menciptakan sistem hukum, yaitu tata tertib dengan sanksi (pidana) yang tegas kepada para pelanggarnya.

Klasifikasi Norma-Norma Sosial

Ada berbagai macam jenis norma norma sosial yang tak selamanya dapat mudah dibedakan satu sama lain. Oleh karena itulah usaha-usaha mengadakan klasifikasi yang sistematis amatlah sukar. Satu di antara usaha-usaha ini mencoba membedakan norma-norma sosial disokong oleh

sanksi-sanksi yang tidak seberapa berat serta tak mengancamkan ancaman-ancaman fisik, sedangkan satu golongan lagi berlaku dengan sokongan-sokongan sanksi-sanksi yang berat serta disertai dengan ancaman-ancaman fisik.


(38)

Ada satu pembedaan lagi yang mencoba membedakan norma-norma sosial itu atas dasar cara bagaimana masing-masing norma itu dilahirkan dan berlaku di dalam masyarakat. Ditanyakan, apakah norma norma itu dilahirkan secara sengaja lewat perundang-undangan, ataukah lahir secara berangsur-angsur tanpa disadari lewat kebiasan-kebiasaan dan praktik-praktik hidup kemasyarakatan.Namun, cara apa pun juga yang ditempuh untuk membedakan norma-norma itu satu sama lain, satu hal sudahlah pasti, ialah bahwa batas pembedaan satu sama lain tidaklah selamanya jelas.

Menyadari hal ini para sosiolog umumnya lalu menggolongkan norma norma itu ke dalam sekian banyak jenis, dengan tetap mengakui bahwa penggolongan yang dilakukan itu adalah penggolonggan atau klasifikasi yang kasar-kasaran saja, serta tidak memiliki batas-batas pembedaan yang tegas. Salah satu cara klasifikasi kasar kasaran ini ialah klasifikasi yang membedakan norma norma sosial antara lain menjadi apa yang disebut folkways, mores, dan hukum. Sementara itu hukum masih dibedakan lagi antara yang tertulis dan yang tak tertulis.

Folkways

Diterjemahkan menurut arti kata-katanya, folkways itu berarti tatacara (ways) yang lazim dikerjakan atau diikuti oleh rakyat kebanyakan (olk). Di dalam literatur literatur sosiologi, folkways dimaksudkan untuk menyebutkan seluruh norma norma sosial yang terlahir dari adanya pola pola perilaku yang selalu diikuti oleh orang-orang kebanyakan-di dalam hidup mereka sehari-harinya dipandang sebagai suatu hal yang lazim. Demikianlah, maka walaupun folkways itu semula memang merupakan sesuatu kebiasaan dan kelaziman belaka (yaitu sesuatu yang terjadi secara berulang-ulang dan ajeg di alam realita), namun karena dikerjakan secara berulang-ulang,maka berangsur-angsur terasa kekuatannya sebagai hal yang bersifat standar, yang karenanya secara normatif-wajib dijalani


(39)

Praktik-praktik penggunaan tata bahasa dan perbendaharaan bahasa, misalnya, adalah salah satu contoh sistem folkways. Begitu pula misalnya praktik-praktik hidup kita sehari-hari yang berkaitan dengan hal-hal seperti: berapa kalikah kita harus makan setiap harinya; bagaimanakah santapan pagi, santapan siang, dan santapan malam harus disiapkan; bagaimana pakaian ini harus kita kenakan bagaimanakah cara tubuh kita ini harus dirawat dan dibersihkan; dan sebagainya. Semua itu jelas masuk ke dalam bilangan folkways.Dengan jalan mengikuti folkways demikian itulah maka banyak urusan hidup warga masyarakat sehari-harinya akan dapat diperingan dan dapat diselesaikan dengan cepat. Orang tidak perlu lagi memikirkan cara apakah yang sebaiknya dipilih untuk dikerjakan, karena folkways yang ada telah siap dengan petunjuk-petunjuk dan pedoman-pedoman (normatif) yang diperlukan.

Folkways yang diikuti dan dikerjakan berulang-ulang sering kali tidak hanya terbatas menjadi kebiasaan-kebiasaan di dalam hal perbuatan-perbuatan lahir saja, tetapi bahkan sampai mendalam menjadi kebiasaan-kebiasaan berpikir. Kebiasaan-kebiasaan demikian apalagi kalau telah menguat memungkinkan para warga masyarakat saling mengetahui apakah yang akan dilakukan masing masing di dalam situasi tertentu. Dengan demikian, para warga masyarakat masing-masing akan mendapatkan perasaan kepastian dan perasaan aman bahwa setiap perilakunya-karena mengikuti folkways yang berlaku

akan dapat diterima dan dimengerti oleh warga warga masyarakat lainnya; dan demikian pula sebaliknya, dia akan dapat menerima dan mengerti apa yang dikerjakan dan dilakukan oleh orang lain.

Tentu saja, kemungkinan seorang warga masyarakat untuk menyimpangi satu, dua, atau beberapa norma folkways tetap ada Misalnya: dia tidak makan tiga kali sehari, melainkan lima kali,atau, misalnya lagi, dia tidak mengenakan celana panjang kalau pergi ke kantor, tetapi mengenakan sarung; atau dia tidak

menggunakan tangan kanan kalau memegang sendok, melainkan tangan kirinya. Akan tetapi, walaupun kemungkinan-kemungkinan penyimpangan demikian itu tetap ada, namun tidak bisa terjadi didalam segala hal. Apabila di dalam segala hal


(40)

orang mencoba menyimpangi norma norma folkways, pastilah dia akan tersisih dari kontak-kontak sosial dan dipandang sebagai orang yang aneh,eksentrik, dan sulit dimengerti. Kalau sudah tersisih demikian, pasti dia akan menghadapi kehidupan sosial yang agak sulit, baik dalam kehidupan fisiknya maupun dalam kehidupan mental dan rohaninya.

Sebagaimana halnya dengan norma norma sosial yang lain, didalam perannya sebagai sarana pengontrol dan penentu keadaan tertib sosial di alam kenyataan ini

folkways pun mengancamkan sanksi-sanksi kepada siapa saja yang tidak menjalaninya. Sanksi sanksi folkways itu relatif tidak berat, dan sifatnya tidak formal terencana, dan teratur; melainkan bersifat informal-seperti misalnya berupa sindiran, pergunjingan, atau olok-olok. Bersesuaian benar dengan sifat-sifat folkways, demikian pula sanksi-sanksi folkwaysselalu dijatuhkan berdasarkan kelaziman pula. Setiap pelanggaran normanya selalu dihadapi oleh suatu standar prosedur (informal) tertentu--yang telah lazim diikuti

untuk menghukum pelanggaran tersebut. Walaupun lunak dan informal sifatnya, sanksi-sanksi terhadap pelanggaran folkways itu bisa bersifat kumulatif. Jika suatu norma folkways tertentu terus-menerus dilanggar oleh seseorang tertentu, maka sanksi yang dikenakan akan bertambah berat.

Begitupula halnya apabila satu orang tertentu sampai berani melanggar berbagai macam norma folkways secara terus-menerus. Seperti telah dikatakan di atas, orang pasti akan tersisih dari kontak-kontak sosial apabila dia di dalam segala hal menyimpang dan melanggar ketentuan-ketentuhan norma folkways Folkways kebanyakan dianut orang di dalam batas-batas kelompok tertentu. Ancaman-ancaman sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran folkways pun hanya akan datang dari kelompok-kelompok tertentu itu saja. Oleh karena itu, maka


(41)

sanksi-sanksi informal yang mempertahankan folkways sering kali terbukti tidak efektif kalau ditunjukkan kepada orang-orang yang tidak menjadi warga penuh dari kelompok pendukung folkways itu. Seorang anak kota, misalnya,yang berdandan secara "gila-gilaan" di tengah-tengah desa, walaupun akan dipergunjingkan dengan hebatnya oleh orang-orang sedesa, pasti tidak akan banyak merasakan sakitnya ejekan-ejekan dan pergunjingan-pergunjingan itu. Mengapa? tidak lain karena si anak kota walaupun secara fisik memang betul berada di tengah desa,tetapi secara mental dan sosial dia masih tetap berada di kota, dan hidup di tengah-tengah kelompok orang-orang kota

Mores Dibandingkan dengan norma-norma folkways yang biasanya dipandang relatif kurang begitu penting-dan oleh karenanya dipertahankan oleh ancaman-ancaman sanksi yang tidak seberapa keras maka apa yang disebut mores itu dipandang lebih esensial bagi terjaminnya kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu selalu dipertahankan oleh ancaman-ancaman sanksi yang jauh lebih keras. Pelanggaran terhadap mores selalu disesali dengan sangat dan orang selalu berusaha dengan amat kerasnya agar mores tidak dilanggar.

Kesamaan mores dan folkways terletak pada kenyataan bahwa kedua-duanya tidak jelas asal-usulnya, terjadi tidak terencana. Dasar eksistensinya pun tidak pernah dibantah, dan kelangsungannya-karena didukung tradisirelatif amatlah besar. Kesamaan lain ialah bahwa kedua-duanya dipertahankan oleh sanksi-sanksi yang bersifat informal dan komunal, berupa sanksi spontan dari kelompok-kelompok sosial di mana kaidah-kaidah tersebut hidup. Walaupun ada kesamaan kesamaan antara folkways dan mores, namun mores selalu lebih dipandang sebagai bagian dari hakikat kebenaran. Mores adalah segala norma yang secara moral dipandang benar. Pelanggaran terhadap mores selalu dikutuk sebagai sesuatu hal yang secara moral tidak dapat dibenarkan. Mores tidak memerlukan dasar pembenaran karena mores itu sendiri adalah sesuatu yang sungguh-sungguh telah bernilai benar. Mores tidak bisa diganggu gugat untuk diteliti benar-tidaknya; sedangkan folkways-di lain pihak benar setidaknya masih


(42)

agak leluasa untuk diperbantahkan.

Mores sering dirumuskan di dalam bentuk negatif, berupa sebuah larangan keras. Mores yang dirumuskan di dalam bentuk larangan ini disebut tabu. Sebagai contoh tabu ini, misalnya adalah larangan incest, yaitu larangan perkawinan antara orang-orang yang dipandang masih berdarah dekat. Tabu incest ini adalah mores yang dirumuskan secara negatif yang melarang atau tidak membolehkan

perkawinan antara seseorang dengan seseorang tertentu lainnya. Larangan keras terhadap seorang istri yang berm ksud mengadakan hubungan seksual dengan laki-laki yang bukan suaminya (larangan berzina) adalah contoh lain dari tabu ini. Di beberapa tempat pernah terjadi seorang istri atau suami yang melakukan hubungan seksual bukan dengan pasangannya yang sah, tidak hanya dijadikan bahan pergunjingan atau sanksi moral, tetapi bahkan dipermalukan dengan cara diarak bugil serta masih ditambah lagi dengan hukuman denda barang material untuk pembangunan daerah itu.

Sebagian mores mengkaidahi perhubungan khusus antara dua orang tertentu, pada suatu situasi tertentu pula. Misalnya, hubungan antara seorang suami dengan istrinya, atau antara seorang dokter dengan pasiennya, atau antara seorang guru dengan muridnya.Sementara itu, sebagian mores lagi mengkaidahi secara umum sejumlah hubungan-hubungan sosial di dalam situasi situasi umum, misalnya: keharusan berlaku jujur, keharusan bersikap ksatria, keharusan bekerja rajin, dan sebagainya. Jadi, kita tidak hanya dapat menemui mores yang sifatnya spesifik (yaitu mores yang mengatur keharusan perilaku-perilaku tertentu), akan tetapi juga mores yang sifatnya umum, yang mengharuskan adanya penataan secara mutlak terhadap norma mores tertentu, oleh siapa pun, dan pada situasi bagaimanapun juga.


(43)

Apakah folk dan mores saja telah cukup memadai sebagai kekuatan-kekuatan yang dapat mengatur serta menjamin keadaan tertib masyarakat? Dengan kata lain, apakah masih diperlukan norma-norma jenis lain (tegasnya: hukum!) untuk pula mengatur tertibnya masyarakat?

Pertanyaan tersebut di atas dapatlah dijawab bahwa memang betul masih beberapa masyarakat seperti masyarakat masyarakat agraris yang primitif, kecil, dan terisolasi-yang keadaan tertibnya cukup dijamin oleh adanya folkways dan mores saja Masyarakat masyarakat demikian ini lazimnya kecil-kecil saja, terdiri atas beberapa puluh jiwa, di mana para warga masyarakatnya dengan mudah dapat saling mengenali dan saling berkenalan dengan eratnya. Di dalam keadaan

demikian itu maka apa yang dilakukan oleh salah seorang warga masyarakat dengan segera akan dapat pula diketahui oleh seorang warga yang lain, dan karena itu lalu mendapatkan sorotan perhatian. Masyarakat masyarakat kecil itu berada di dalam keadaan terpencil, dan jauh dari kemungkinan-kemungkinan berkontak dengan orang-orang dari kultur yang bernorma lain. Keadaan demikian

mendatangkan akibat bahwa warga masyarakat yang berjumlah hanya beberapa puluh itu lalu akan sama-sama tumbuh di dalam asuhan dan bimbingan tradisi yang sama, dan karena itu lalu mewarisi sikap, pandangan, dan penilaian yang serupa terhadap kebanyakan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Karena adanya persamaan sedemikian besar antara para warga masyarakat dalam hal sikap dan pandangan, maka setiap warga masyarakat akan selalu

merasa bahwa di belakang setiap penilaian yang dia berikan terhadap sesuatu peristiwa selalu terdapat kekuatan masyarakat yang menyokongnya, yang sama-sama didukung oleh warga masyarakat lainnya. Demikian pula halnya apabila dia bertindak dan berbuat sesuatu, selalu dirasakan pula olehnya bahwa kekuatan masyarakat selalu memberikan sokongan di belakangnya. Di lain pihak, apabila pada suatu ketika dia berani berbuat atau melakukan sesuatu perbuatan yang menyimpang atau melanggar norma-norma (folkways ataupun mores), maka segera terasa sendiri olehnya bahwa dia telah menempatkan dirinya di luar masyarakatnya, dan oleh karena itu kekuatan masyarakat tidak lagi berada di


(44)

belakangnya melainkan berada di hadapannya dan menentangnya. Sikap pandangan, dan penilaian orang lain kemudian terasa mengkonfrontasi dan menentangnya dengan spontan Karena di dalam masyarakat kecil yang demikian itu setiap warga masyarakat tidak mungkin menemukan ajang hidupnya di tempat lain selain di dalam masyarakat kecilnya itu sendiri, maka secara emosional terasalah beratnya kalau warga masyarakat yang lain sampai mengkonfrontasi dia. Menghadapi risiko penderitaan emosional dan psikologik sedemikian itu (bahkan sering pula menjurus ke arah penderitaan ekonomis dan fisik), tidak seorang pun di antara warga masyarakat di dalam masyarakat yang kecil dan terisolasi itu akan berani menyimpangi dan melanggar norma-norma kelaziman folkways atau norma norma penilaian mores. Demikianlah ringkasnya folkways dan mores cukup memadai untuk mencegah terjadinya renyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran; dan dengan demikian telah cukup kuat pula menjamin kelangsungan tertib masyarakat yang ada. Adalah suatu kenyataan bahwa tidak semua masyarakat dapat menegakkan ketertiban secara apa yang dilakukan di dalam masyarakat masyarakat kecil dan terisolasi seperti itu.

Pada kebanyakan masyarakat, di samping adanya folkways dan mores, diperlukan pula

adanya segugus kaidah yang lain, yang lazim disebut hukum, untuk menegakkan keadaan tertib sosial. Berbeda halnya dengan folkways dan mores, pada hukum didapati adanya organisasi politik khususnya yang secara formal dan berprosedur bertugas memaksakan ditaatinya. kaidah kaidah sosial yang berlaku. Inilah organisasi yang lazim dikenal dengan nama badan peradilan. Apabila suatu mores memerlukan kekuatan organisasi peradilan semacam itu agar penataannya bisa dijamin, maka sesegera itu pula mores itu telah bisa dipandang sebagai Di sisi lain, karena mores itu tak lain adalah kaidah-kaidah yang tak tertulis, maka hukum yang dijadikan dari mores-dengan ditunjang oleh lalu wibawa suatu struktur kekuasaan politik-ini pun

merupakan hukum yang tak tertulis (atau lazim dinamakanhukum adat, customary law) Pada perkembangan kemudian, apabila masyarakat telah kiankompleks dan


(1)

bertambah besar, maka organisasi politik yang hanya mengerjakan fungsi peradilan menegakkan berlakunya kaidah- kaidah sosial yang tertulis mulailah dipandang kurang memadai Pertama-tama dirasakan perlunya dilaksanakan pula fungsi kepolisian.

Karena bertambahnya jumlah warga masyarakat, pelanggaran kaidah kaidah sosial yang ada menjadi semakin sulit diketahui, sehingga oleh karenanya sebuah organisasi politik yang khusus -yaitu yang bertugas melaksanakan fungsi kepolisian dirasakan perlu untuk

diadakan sasi Sementara itu, dirasakan pula perlunya mengadakan satu organi pembuatan lagi yang bertugas khusus melaksanakan tugas-tugas kaidah kaidah baru. Kondisi yang berubah dengan amat cepatnya menyebabkan yang telah ada dirasakan masih kurang memadai. Demikia pula kaidah-kaidah sosial yang lain pun dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang serba perlunya Sehubungan dengan kenyataan inilah segera dirasakan membentuk sebuah organisasi politik dengan tugas legislatif untuk menutup kekurangan-kekurangan kaidah yang dirasakan. Hal ini tidak berarti bahwa segala mores dan folkways yang telah ada lalu ditinggalkan sama sekali. Mores dan folkways yang sama mungkin saja masih tetap efektifi entah tetap berlaku sebagai mores biasa entah telah terangkat sebagai hukum tak tertulis, atau mungkin pula telah terangkat sebagai hukum tertulis (produk badan legislatif) mengingat kenyataan bahwa hukum hukum yang tertulis itu sering mengandung di dalamnya semangat dan jiwa mores lama yang ada Dapatlah dikatakan bahwa dibandingkan dengan folkways dan mores, hukum tertulis itu adalah jauh lebih terpikir dan lebih terlafalkan secara tegas. Hukum tertulis betul-betul merupakan hasil suatu perencanaan dan pikiran-pikiran yang sadar. Walaupun mungkin pula bertumpu pada jiwa dan semangat mores lama yang telah ada sehingga karenanya

memperoleh pula pentaatan yang spontan dari warga masyarakat-hukum tertulis melaksanakan fungsinya secara lebih lanjut. Yaitu, dalam bentuk memberikan pelafalan-pelafalan yang lebih tepat dan tegas kepada sementara mores yang ada,


(2)

serta demi pelaksanaannya

memberikan kekuatan-kekuatan formal kepadanya.

Nilai

menurut Horton dan Hunt (1987), nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya

mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.

Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah-artinya secara moral dapat diterima-kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan. Ketika nilai yang berlaku menyatakan bahwa kesalehan beribadah adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi, maka bila ada orang yang malas beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan. Sebaliknya, bila ada orang yang dengan ikhlas rela menyumbangkan sebagian hartanya untuk kepentingan ibadah atau rajin amal dan semacamnya, maka ia akan dinilai sebagai orang yang pantas dihormati dan diteladani.


(3)

folkways dan mores. Di wilayah pedesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan televisi swasta mulai dikenal, dengan perlahan-lahan terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi pergeseran nilai, misalnya nilai tentang kesopanan. Tayangan tayangan acara yang didominasi sinetron-sinetron mutakhir-yang acap memperlihatkan artis-artis berpakaian relatif terbuka alias minim-sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat terpengaruh menjadi ikut longgar. Kaum remaja yang dulu terbiasaberpakaian "normal", kini ikut latah berpakaian mini dan terkesan

makin berani. Model rambut panjang kehitaman yang dulunya menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin kini justru dianggap sebagai

ketertinggalan, dan sebagai gantinya potongan rambut yang dianggap trendy adalah model rambut dengan warna pirang, kecoklat coklatan seperti milik artis dan Pendek kata kebiasaan dan tata kelakuan masyarakat berubah seiring dengan berubahnya nilai-nilai yang diyakini masyarakat itu.

2.3 Hubungan antara norma dan lembaga sosial

Norma dan kelembagaan social saling berkaitan karana norma merupakan unsur penting dari kelembagaan social. Tanpa adanya norma-norma maka tujuan dari kelembagaan social tersebut tidak akan tercapai dan terwujud seperti yang diharapkan.

Berikut salah satu contoh kasus dari penyimpangan norma dalam kelembagaan sosial :

KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) adalah Lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari pengaruh “Kekuasaan manapun” yang dimaksud disini adalah kekuatan yang dapat memengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait


(4)

dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun.

Tujuan dibentuknya KPK untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, komisi pemberantasan korupsi berasaskan pada kepastian hukum,keterbukaan,akuntanbilitas, dan proposionalitas.

1. Kepastian hokum adalah asas dalam Negara hokum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,kepatutan,dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang KPK.

2. Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,jujur,dan tidak diskriminatif tentang KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

3. Akuntabilitas adalah asa yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akjir kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

4. Kepentingan umum adalah asa yang mendahulukan kepentingan umum dengan cara yang aspiraratif akomodatif dan selektif

5. Proposionalitas adalah asa yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban KPK

Korupsi Pemberantasan Korupsi mempunyai Tugas :

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi 5. Melakukan monitor terhadap penyelengaraan pemerintahan Negara


(5)

KPK diberitakan bubar dikarana kan petinggi KPK terlibat kasus hukum, ini jelas menyimpang pada fungsi dari KPK tersendiri. Isu pembubaran KPK ini menyita perhatian publik dan menyakiti hati rakyat. Dalam kasus ini, permasalahan terkait penyimpangan norma dan kelembagaan social.Bahkan ketua DPR Marzuki Alie sudah enggan berbicara panjang mengenai pernyataan kontroversialnya tentang pembubaran KPK. Marzuki Alie berdalih “semuanya sudah selesai”. Meski demikian Martin berpendapat lain “KPK perlu dievaluasi. Apalagi, ada wawancara pembubaran KPK.”Wacana itu tidak pas disampaikan saat ini. Rakyat akan bereaksi keras dan marah. Sebab, meskipun sudah banyak pejabat ditangkap oleh KPK tapi korupsi bukan makin berkurang malah makin menjadi-jadi”

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa nilai adalah gagasan abstrak mengenai apa yang masyarakat anggap baik, benar, berharga, dan inginkan. Pernyataan yang mau kita jawab sekarang adalah apa hubungan antara nilai dan norma. Nilai dan norma sesungguhnya merupakan dua mata sisi uang yang tidak dapat dipisahkan. Kalau nilai merupakan suatu yang dianggap baik, diinginkan, dicita-citakan, dan dianggap penting oleh masyarakat, maka norma adalah kaidah atau aturan yang disepakati masyarakat dan memberi pedoman bagi perilaku para anggotanya dalam mengejar suatu yang dianggap baik atau diinginkan itu. Bila dianalogikan dengan "minuman kopi", kenimatan rasa kopi merupakan nilainya, sedangkan tindakan mencampurkan kopi dengan gula merupakan normanya. Secara bersama-bersama, nilai dan norma mengatur kehidupan msyarakat dalam berbagai aspeknya.


(6)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah beberapa pembahasan yang telah dibahas pada BAB II, maka pada BAB III ini dapat disimpulkan bahwa norma merupakan kaidah atau aturan-aturan yang harus ditaati oleh setiap manusia agar tercipta ketentraman, dalam kehidupannya norma memiliki tingkatan dari mulai yang lemah hingga terkuat. Tingkatan-tingkatan norma yaitu : usage, folkways, mores, custom. Norma juga terdiri dari berbagai jenis yaitu : norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan, norma habit, dan norma hokum. Setelah norma-norma tersebut mengalami proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari kelembagaan social.

Kelembagaan social merupakan sekumpulan norma yang tersusun secara sistematis yang terbentuk dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan manusia yang bersifat khusus. Adapun jenis-jenis kelembagaan social yaitu : lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga politik, lembaga ekonomi, dan lembaga agama. Pada dasarnya norma dan kelembagaan social saling berkaitan karana norma merupakan unsur penting dari kelembagaan social. Salah satu

penyimpangan norma adalah korupsi dan kelembagaan social untuk menyelesaikan kasus ini adalah KPK (komisi pemberantas korupsi ). KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan korupsi. Adapun tugas yang harus dijalani KPK adalah

melakukan penyalidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. KPK juga bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden RI, DPR, dan BPK.

Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa norma dan kelembagaan social sangat berkesinambungan dalam kehidupan. KPK sangat berperan penting untuk memberantas para koruptor yang tega menyalahgunakan uang rakyat tanpa pernah memikirkan rakyatnya.