TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN BEBAS TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (Studi Putusan No.1240/Pid.B/2013/PN.TK)

(1)

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN BEBAS TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (Studi Putusan No.1240/Pid.B/2013/PN.TK)

Oleh Dika Permadi

Pengadilan sebagai suatu badan atau lembaga peradilan yang menjadi tumpuan harapan untuk mencari keadilan, mencari jalan terbaik dalam mencegah dan memberantas kejahatan dalam negara hukum, sebagai pelaksana hukum yaitu hakim yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk menerima dan memeriksa serta memutus perkara pidana harus dapat berbuat adil dalam memberikan putusan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah, a) Mengapa hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan, b) Apakah putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan memenuhi rasa keadilan. Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan berupa data primer, dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian di lapangan dengan cara melakukan wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: a) Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan karena berdasarkan pertimbangan hakim unsur memaksa tidak terpenuhi secara sah menurut hukum. b) Hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan dikaitkan dengan teori pemidanaan. Saran dalam penelitian ini yang dapat disampaikan yaitu: a) Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas seharusnya hakim jangan melihat dari segi kepastian hukumnya saja. b) Hakim dalam menjatuhkan putusannya janganlah hanya mempertimbangkan unsur kepastian hukumnya saja dalam putusan perkara yang dihadapinya tersebut melainkan juga harus pula mempertimbangkan keadilan dan kemanfaatan hukumnya.


(2)

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN BEBAS TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (Studi Putusan No. 1240/Pid.B/2013/PN.TK)

Oleh DIKA PERMADI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Watervang, Lubuklinggau Sumatera Selatan pada tanggal 22 Oktober 1993. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Supardi dan Ibu Ermawati.

Pendidikan pertama penulis di TK Baitul A’la Air Kuti Kecamatan Lubuklinggau Timur 1 Lubuklinggau pada Tahun 1999, Sekolah Dasar Negeri 1 Batu Urip Kecamatan Lubuklinggau Timur 1 Lubuklinggau diselesaikan pada Tahun 2005, dan Sekolah Menengah Pertama di Pondok Pesantren Ar-Risalah Air Kuti Kecamatan Lubuklinggau Timur 1 Lubuklinggau pada Tahun 2008. Kemudian dilanjutkan di Sekolah Menengah Atas SMAN 2 Air Kuti Kecamatan Lubuklinggau Timur 1 Lubuklinggau hingga Tahun 2011.

Pada tahun 2011 Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Pidana (HIMA Pidana) pada tahun 2014 dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Penyandingan Kecamatan Bengkunat Belimbing Kabupaten Pesisir Barat pada Januari 2014.


(6)

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirrobbil’alamin, Segala Puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam, Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi, Penghembus segala kebaikan dalam hidupku.

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada orang tuaku tercinta

“Ayahanda

Supardi dan Ibunda Ermawati

Yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang.

Semoga Allah SWT mempertemukan kami dan keduanya dalam Jannah-Nya kelak. Kupersembahkan pula untuk Ayukku Winda Febrianti, S.Ked., Adikku Agung Raharjo dan

Julfa Alia Rageti

Yang selalu memberikan dukungan kepadaku dikala suka maupun duka. Karena kasih sayang, perhatian, dukungan,

Pengorbanan serta do’a dari kalian semua yang tiada henti,

Aku dapat mengecap pendidikan di Fakultas Hukum Universita Lampung. Walau sampai habis umurku, tidak akan pernah mampu

kubalas semua itu dengan apapun di dunia ini, sebesar apapun nilainya.

Almamater tercinta yang telah mendewasakanku dalam berfikir dan bertindak. Almamater yang selalu kubanggakan sebagai saksi bisu perjalananku


(7)

MOTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri”

(Q.S. Ar-Ra’d:11)

“Barang siapa yang memudahkan urusan saudaranya didunia, niscaya Allah akan memudahkan urusannya didunia dan akhirat.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

“Barang siapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga.”


(8)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi

dengan judul “TinjauanYuridisPutusanBebasTindakPidanaPemerkosaan (StudiPutusan

No.1240/Pid.B/2013/PN.TK)” sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selakuRektorUniversitas Lampung. 2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan bantuan dalam proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak A. IrzalFardiansyah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan dan bantuan dalam proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak Dr. HeniSiswanto, S.H., M.H, selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan kritikan, masukkan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H, selakuDosenPembahas II yang telahmemberikankritikan, masukkandan saran dalampenulisanskripsiini.


(9)

8. IbuNillaNargis, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan nasehat dan pengarahan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Bapak AnggitArietyaNugroho, S.H., M.H.,BapakAkhmadSuhel, S.H., Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., IbuSupriyanti,S.H.,yang telah memberikan izin penelitian, membantudalam penelitian dan penyediaan datauntuk penyusunan skripsi ini.

10.Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama

kuliahsertaseluruhstafdankaryawanFakultasHukumUniversitas Lampung penulis ucapkan banyak terima kasih.

11.Teristimewa untuk orang tuaku tercinta Ayahanda Supardi dan Ibunda Ermawati yang telah menjadi semangat hidup bagi penulis dan telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang serta Ayukku WindaFebrianti,S.Ked., Adikku Agung Raharjo dan Julfa Alia Ragetisertasemua keluarga besarku, yang memberikan dukungan, motivasi dan doa kepada penulis. Tanpa kasih sayang, motivasi dan doa kalian semua ini bukan apa-apa.

12.Guru-guruku selama menduduki bangku Sekolah Dasar, PondokPesantrenAr-Risalah, SekolahMenengahAtas. Penulis ucapkan terimakasih atas ilmu, doa, motivasi dan kebaikan yang telah ditanamkan.

13.Terima kasihSahabatku RizkanAdly, MeydianAfriansyah, BobyMaha Putra Wijayayang begitu kubanggakan persahabatannya. Yakinlah sob, kita akan sukses di masa mendatang, Allah SWT selalu bersama kita.

14.Sahabat seperjuanganku Abi, Ado, Ando, Aga, Agus, Ata, Beni, Dewi,Djarwo, Eka,Febri, Feri, Fitra, Fredy, Hendra, Iis,Ijal, Imam, Mia yang sama-sama berjuang menyelesaikan penulisan skripsi dengan penuh semangat demi menggapai cita-cita.


(10)

15.Sahabatku Eleven Law Aldi, Arnold, Deswandi, Dito,Jani,Nico, Panca, Riki, Zakidan semua kawan-kawan Angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung.Bersama kalian, kulewati saat-saat manis dan pahit perjalanan ini. terima kasih atas pertemanan yang terjalin selama ini.

16.SahabatkuKuliahKerjaNyataYuanita, Yudha, Yunita, Wita. Bersama kalian,

kulewatimasasulitdalamsukadandukaselama 40 hari kalian

menjadikeluargadalammenyelesaikanmatakuliahiniterimakasihataskebersamaanselam ainisemogapertemananiniterusberlanjut.

17.Bidadari-bidadari yang telah membuat pribadiku lebih baik dalam bertindak dan berperilaku, terima kasih.

18.Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah menjadi saksi bisu dari perjalanan ini hingga menuntunku menjadi orang yang lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Bandar Lampung, 27 April-2015

Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hakim ... 16

B. Pengertian Putusan Pemidanaan ... 21

C. Tindak Pidana ... 25

D. Penjatuhan Pidana ... 27

E. Tinjauan Umum Tindak Pidana Perkosaan ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 30

B. Penentuan Narasumber ... 31

C. Sumber dan Jenis Data ... 31

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33

E. Analisis Data ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden … ... 35

B. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan ... 36


(12)

C. Pemenuhan Rasa Keadilan Putusan Beabas Kepada Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan ... 51

V. PENUTUP

A. Simpulan … ... 56 B. Saran ... 57


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan kemajuan budaya dan iptek, perilaku manusia didalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku dengan demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap prilaku yang sesuai norma hukum yang berlaku, tidak menjadi masalah. Terhadap prilaku yang tidak sesuai norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat1.

Tindak pidana merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri.Usaha memahami kejahatan itu sebenarnya telah berabad-abad dipikirkan oleh para ilmuan terkenal. Plato 427-347 SM misalnya menyatakan dalam bukunya Republiek menyatakan antara lain bahwa emas manusia adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan.2

1

Wordpress.https://yunindyarahendini.wordpress.com/2014/10/27/3 diakses pada tanggal 29 Januari 2015, pada pukul 15.30 Wib.

2

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa.Kriminologi.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2011. hlm 1.


(14)

2

Perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat dianggap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan, bahwa kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi sulit diberantas secara tuntas3.

Sebagai negara hukum di Indonesia, pengadilan adalah suatu badan atau lembaga peradilan yang menjadi tumpuan harapan untuk mencari keadilan, oleh karena itu jalan terbaik untuk mencegah dan memberantas kejahatan dalam negara hukum adalah melalui badan peradilan tersebut. Sebagai salah satu dari pelaksana hukum yaitu hakim diberi wewenang oleh undang-undang untuk menerima, memeriksa serta memutus suatu perkara pidana oleh karena itu hakim dalam menangani suatu perkara harus dapat berbuat adil, sebagai seorang hakim dalam memberikan putusan kemungkinan dipengaruhi oleh hal yang ada pada dirinya dan sekitarnya karena pengaruh dari faktor agama, kebudayaan, pendidikan, nilai, norma dan sebagainya sehingga dapat dimungkinkan adanya perbedaan cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan dalam memberikan putusan4.

Menjatuhkan putusan, kecuali putusan selaadalah suatu proses mengakhiri perkara/sengketa dengan menggunakan konsep-konsep mengadili, seorang hakim

3

Bambang Waluyo. Pidana dan Pemidanaan.Jakarta : PT. Sinar Grafika. 2008 hlm 1.

4

Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Lepas dari Segala Tuntutan

Hukum.https://simta.uns.ac.id/cariTA.php?act=/daftTA&sub=new&fr=det&idku=260 diakses pada tanggal 29 Januari 2015, pada pukul 15.30 Wib.


(15)

3

diberikan kebebasan untuk menjatuhkan putusan sesuai dengan apa yang diyakininya berdasarkan serangkaian proses pembuktian yang telah mendahului sebelumnya, kebebasan tersebut dijaminoleh undang-undang sebagaikewenangan yang bebas dan merdeka dari segala pengaruh apapun, baik dari lingkup intervensi internal maupun eksternal5.

Menurut ketentuan di atas, maka hakim memiliki kewenangan yang penuh dalam menentukan setiap putusan dalam perkara yang ditanganinya. KUHAP mengatur tentang berapa kemungkinan seorang hakim dalam menjatuhkan putusan antara lain:

1. Menjatuhkan putusan pidana jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya; Pasal 193 ayat (1) KUHAP.

2. Menjatuhkan putusan bebas jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara dan meyakinkan; Pasal 191 ayat (1) KUHAP. 3. Menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum jika pengadilan

berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana; Pasal 191 ayat (2) KUHAP.

4. Menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili, jika pengadilan berpendapat bahwa perkara yang diajukan bukan kewenangannya, baik secara absolut maupun relatif; Pasal 156 ayat (1)

5

Darmoko Yuti Witanto dan Arya Putra Negara Kutawaringin.Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-perkara Pidana.Bandung : Alfabeta. 2013 hlm 192.


(16)

4

KUHAP. Menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima atau dakwaan batal jika pengadilan berpendapat bahwa dakwaan penuntut umum tidak memenuhi syarat materiil dan formil sebagaimana ditentukan dalam; Pasal 143 KUHAP dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP6

.

Pengimplementasian kewenangan yang bebas dan merdeka tersebut, hakim harus berpegangteguh pada aturan-aturan yang berlaku, walaupun dalam menentukan suatu kesimpulan hakim diberikan kebebasan yang luas, namun bukan berarti bahwa kebebasan itu bisa digunakan tanpa batas, karena sesungguhnya pembatasan itu hakim juga dibatasi oleh nilai-nilai keadilan yang ada dilubuk hatinya, artinya seorang hakim tidak bisa lepas dari keyakinan dalam hati nuraninya yang pada satu sisi merupakan bentuk kemerdekaan dalam berfikir dan menentukan pendapat tapi disisi lain juga sebagai pembatas dari segala kemunafikan dalam menjatuhkan putusan, karena sesungguhnya hati nurani selalu akan tahu mana yang baik dan mana yang buruk.

Reformasi peradilan saat ini dituntut adanya keterbukaan dalam setiap proses penyelesaian perkara, sehingga semua tahapan persidangan termasuk segala pertimbangan dalam putusan harus dapat diakses oleh masyarakat luas, sedangkan bagian yang masih dalam ruang lingkup kerahasiaan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman hanya menyangkut materi musyawarah dalam pengambilan

6


(17)

5

keputusan, walaupun hal itu juga sudah mengalami penyempitan makna karena dengan adanya ketentuan7

.

Tidaklah adil menilai suatu putusan hanya berdasarkan diktumnya semata, karena diktum dalam amar putusan hanyalah sebuah pernyataan yang didasarkan atas kesimpulan dalam pertimbangan-pertimbangan hukum, sehingga jiwa putusan itu sendiri sebenarnya ada pada pertimbangannya dan pertimbangan itulah yang dapat menjelaskan apa yang menjadi latar belakang sehingga amar putusan yang dijatuhkan seperti demikian. Suatu putusan yang baik akan dapat memberikan gambaran yang jelas dan terang tentang alur pikiran hakim dalam menjatuhkan putusan, baik dari segi logika berfikir maupun kearifan-kearifan dalam menelaah setiap fakta-fakta hukum yang ada. Dalam tulisan ini sengaja akan diungkap hal-hal yang ada dibalik lahirnya putusan bebas, sehingga masyarakat umum akan bisa mendapatkan pemahaman yang proporsional tentang latar belakang hakim dalam menjatuhkan putusan bebas. Ada beberapa hal yang selalu menyelimuti lahirnya putusan bebas8.

Menurut asas hukum dikenal istilah “unus testis nullus testis” yang artinya satu saksi bukan alat bukti, hal tersebut memberikan makna bahwa satu keterangan saksi saja belum memiliki kekuatan pembuktian yang dapat mempersalahkan si terdakwa, namun jika keterangan saksi tersebut didukung oleh alat bukti yang sah lainnya, maka keterangan itu akan menjadi alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian. Jika batas minimal pembuktian tersebut tidak bisa dipenuhi oleh penuntut umum sebagai pihak yang menanggung beban pembuktian, maka hakim

7

Ibid. hlm 194.

8


(18)

6

akan membebaskan terdakwa karena bukti-bukti yang dapat mempersalahkan terdakwa tidak cukup. Hal tersebut sering terjadi pada perkara-perkara kesusilaan maupun pembunuhan berencana yang telah dipersiapkan sehingga tidak menimbulkan jejak9

.

KUHAP memang memberikan kemungkinan kepada hakim untuk menggunakan petunjuk bagi perkara-perkara yang minim pembuktian, namun jangan lupa bahwa petunjuk itu sendiri harus didapatkan dari alat bukti lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188 ayat (2) KUHAP yaitu dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, jika sama sekali tidak ada alat bukti yang bisa dijadikan landasan untuk membangun petunjuk, maka hakim akan menyimpulkan bahwa penuntut umum tidak mampu membuktikan kesalahan terdakwa. Menjatuhkan pidana bukanlah persolan sederhana, karena pemidanaan akan menimbulkan penderitaan lahir maupun batin bagi seseorang sehingga jika hakim tidak hati-hati dalam menjatuhkan pidana, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kekeliruan dalam putusannya10.

Menurut dakwaan kasus Nomor 1240/Pid.B/2013/PN.TK yang diajukan Jaksa Penuntut Umum terhadap tindak pidana pemerkosaan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 285 KUHP (Dakwaan Pertama Penuntut Umum) atau Pasal 289 KUHP (Dakwaan Kedua Penuntut Umum).

Unsur Ke-satu: Barang siapa “menimbang bahwa yang dimaksud dengan barang siapa adalah setiap pendukung hak dan kewajiban orang selaku manusia,

9

Ibid.hlm 197.

10


(19)

7

disamping itu dimuatnya unsur ini oleh pembuat undang-undang ialah untuk

menghindari terjadinya salah orang yang diajukan kemuka persidangan”

Unsur Ke-dua: “Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seorang wanita

bersetubuh dengan dia diluar pernikahan”. Menimbang bahwa Penuntut Umum

telah menghadirkan 5 (lima) orang saksi termasuk salah satunya adalah korban Neni Rismawati untuk membuktikan dakwaan Pasal 285 KUHP, maka jika keterangan tersebut tidak didukung oleh alat bukti lainnya yang sah berdasarkan

ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP bahwa “keterangan seorang saksi saja tidak

cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”, sehingga untuk menyimpulkan ada atau tidaknya peristiwa persetubuhan antara terdakwa dan korban diperlukan alat bukti lain yang sesuai.

Menimbang bahwa Penuntut Umum dalam perkara ini telah mengajukan kehadapan persidangan sebuah alat bukti surat berupa Visum Et Repertum Nomor 357/1541c/4.13/IV/2012 yang ditanda tangani oleh dr. Laisa Muliati yang menyatakan bahwa selaput dara korban mengalami robek. Menimbang oleh karena majelis mempunyai pendapat sendiri atas perkara ini, maka pendapat penuntut umum dalam nota tuntutannya dan pendapat terdakwa/penasehat hukum dalam nota pembelaannya dikesampingkan, maka majelis memutus terdakwa dibebaskan dan dipulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya karena tuntutan dan putusan bebas ini saya tertarik untuk menelitinya.


(20)

8

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul “ Tinjauan Yuridis

Putusan Bebas Tindak Pidana Pemerkosaan (Studi Putusan

No.1240/Pid.B/2013/PN.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Mengapa Hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan?

b. Apakah putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan memenuhi rasa keadilan?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini termasuk ke dalam kajian Hukum Ilmu Pidana, khususnya yang mengenai putusan hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan (Studi Putusan No.1240/Pid.B/2013/PN.TK). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. Ruang lingkup lokasi penelitian terbatas pada wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang.


(21)

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian skripsi antara lain:

a. Untuk mengetahui alasan Hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan

b. Untuk mengetahui putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan telah memenuhi rasa keadilan

2. Kegunaan Penelitian

a. Teoritis

Kegunaan dari penelitian ini antara lain:

a) Untuk menambah pengetahuan serta memberikan pandangan ilmu hukum pidana agar dapat digunakan sebagai kajian dalam menentukan setiap langkah kebijaksanaan guna mengetahui dasar pertimbangan putusan bebas hakim terhadap tindak pidana pemerkosaan.

b) Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh selama menjalani kuliah serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut mengenai upaya mengantisipasi terjadinya tindak pidana pemerkosaan di Indonesia.

b. Praktis

a) Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk lebih


(22)

10

memahami tentang bagaimana penerapan hukum putusan bebas terhadap tindak pidana pemerkosaan.

b) Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis tentang dasar pertimbangan putusan bebas hakim terhadap tindak pidana pemerkosaan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoristis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil penelitian yang pada dasarnya bertujuan untuk menidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti11.Kerangka teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori pemidanaan dan teori pertimbangan hakim.

A. Teori Pemidanaan

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun secara umum dapat dikelompokkan didalam tiga golongan, yaitu:

1. Teori absolut atau teori pembalasan vergeldings theorien.

Dasar pijakan teori ini adalah pembalasan. Menurut dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak kepentingan hukum yang dilindungi, maka ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat yang timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik

11


(23)

11

terhadap penjahat maupun masyarakat menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu-satunya penderitaan bagi penjahat. Tindakan pembalasan didalam penjatuhan pidana mempunyai dua arah, yaitu:

a. Ditujukan pada penjahatnya, sudut subjektif dari pembalasan.

b. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam dikalangan masyarakat, sudut objektif dari pembalasan.

2. Teori relatif

Teori ini berpangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib hukum dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat yaitu:

a. Bersifat menakut-nakuti afschrikking.

b. Bersifat memperbaiki verbetering/reclasering. c. Bersifat membinasakan onschadelijk maken.

3. Teori gabungan

Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyaraka. Dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu: a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan

Menurut Pompe, yang berpandangan bahwa pidana tiada lain adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga bertujuan untuk mempertahankan tata tertib hukum agar kepentingan umum dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan pidana yang


(24)

12

bersifat pembalasan itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat bagi pertahanan tata tertib hukum masyarakat.

b. Terori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat Menurut Simons, dasar primer pidana adalah pencegahan umum dasar sekundernya adalah pencegahan khusus. Pidana terutama ditujukan pada pencegahan umum yang terletak pada ancaman pidananya dalam undang-undang. Apabila hal ini tidak cukup kuat dan tidak efektif dalam hal pencegahan umum itu, maka barulah diadakan pencegahan khusus yang terletak dalam hal menakut-nakuti, memperbaiki, dan membuat tidak berdayanya penjahat dalam hal ini perlu diingat bahwa pidana yang dijatuhkan harus sesuai dengan hukum dari masyarakat12.

B. Teori Pertimbangan Hukum Hakim Kepatian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan

Menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu:

kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum atau peraturannya, kemanfaatan menekankan kepada kemanfaatan bagi masyarakat, keadilan menekankan pengambilan putusan oleh majelis hakim dilakukan setelah masing-masing hakim anggota majelis mengemukakan pendapat atau pertimbangan serta keyakinan atas suatu perkara lalu dilakukan musyawarah atau mufakat13

.

12

Teori-Pemidanaan.https://apbisma.blogspot.com/2013/11/teori-pemidanaan.html?m=1 diakses pada tanggal 29 Januari 2015, pada pukul 15.30 Wib.

13


(25)

13

Memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum, kepastian hukum, dan memberikan keadilan14. Dalam memberikan pertimbangan untuk memtuskan suatu perkara pidana diharapkan hakim tidak menilai dari satu pihak saja sehingga dengan demikian ada hal-hal yang patut dalam penjatuhan putusan hakim apakah pertimbangan tersebut memberatkan ataupun meringankan pidana, yang melandasi pemikiran hakim, sehingga hakim sampai pada putusannya.

Pertimbangan hakim sebenarnya tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan bagian amar putusan hakim dan justru bagian pertimbangan itulah yang menjadi roh dari seluruh materi isi putusan, bahkan putusan yang tidak memuat pertimbangan yang cukup dapat menjadi alasan untuk diajukan suatu upaya hukum baik itu banding maupun kasasi, yang dapat menimbulkan potensi putusan tersebut akan dapat dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi15.

2.Konseptual

Konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan sekumpulan pengertian yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau diketahui. Beberapa istilah yang memiiki arti luas dipersempit sehingga dapat memfokuskan permasalahan. Sebaliknya, beberapa istilah

14

Nanda Agung Dewantara. Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana. Jakarta : Askara Persada Indonesia. 1987. hlm 50.

15

Ahmad Rifai. Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta : PT. Sinar Grafika. 2010. hlm 94.


(26)

14

mengalami proses perluasan makna dengan tujuan mencari titik temu antara konsep tertentu antara konsep dengan penerapannya dalam praktek. Demikian pula dengan generalisasi esensi dari konsep-konsep tertentu yang memiliki kesamaan-kesamaan pada intinya, dijadikan suatu pengertian khusus, yang akan memudahkan menulusuri maksud penulis. Pengertian-pengertian khusus tersebut antara lain:

1. Tinjauan yuridis adalah pandangan atau pendapat dari segi hukum16.

2. Putusan hakim adalah pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yang diberi wewenang untuk itu yang dicapkan dipersidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara17.

3. Tindak pidana yang didakwakan jaksa penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum adalah putusan bebas.

4. Tindak pidana pemerkosaan menurut Pasal 285 KUHP adalah barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana paling lama dua belas tahun.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan sistematika ini memuat keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan mempermudah pemahaman konteks skripsi ini, maka penulis menyajikan penulisan dengan sistematika sebagai berikut :

16

Yahoo, Tinjauan

Yuridis.https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110514192559AA6NiRj diakses pada tanggal 17 Juli 2014, pada pukul 08.30 Wib.

17

Slideshare, Putusan Hakim atau Ketetapan Hakim,

http://www.slideshare.net/ntii_meiian/putusan-hakim-atau-ketetapan-hakim diakses pada tanggal 17 Juli 2014, pada pukul 08.30 Wib.


(27)

15

I. PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai pengertian hakim, pengertian putusan pemidanaan, pengertian tindak pidana, penjatuhan pidana, tinjauan umum tindak pidana perkosaan.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang metode yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan narasumber, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta metode analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan bab ini juga memberikan jawaban mengenai permasalahan yang penulis teliti yaitu alasan dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan dikaitkan dengan teori pemidanaan, dan pemenuhan rasa keadilan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan.

V. PENUTUP


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hakim

Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, susunan Mahkamah Agung adalah terdiri atas pimpinan, hakim anggota, dan seorang sekretaris1

. Hakim ad hoc adalah hakim yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang untuk jangka waktu tertentu dan pengangkatanya diatur dalam undang-undang2.Sebagaimana disebutkan Pasal 1 ayat (8) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Sebagaimana dijelaskan oleh KUHAP bahwa yang dimaksud mengadili adalah serangkaian tindakan hakim, untuk menerima, memeriksa, memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang3.

1

Pasal 1 dan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5Tahun 2004.

2

Pasal 1 ayat 1 Perpres Nomor 5 Tahun 2013 3


(29)

17

1. Wewenang Hakim

Pasal 1 ayat (8) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana selanjutnya disebut KUHAP, Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Sebagaimana dijelaskan oleh KUHAP bahwa yang dimaksud mengadili adalah serangkaian tindakan hakim, untuk menerima, memeriksa, memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang4.

Landasan hukum wewenang hakim antara lain dapat disimak dalam KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. KUHAP menyatakan bahwa hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili Pasal 1 butir 8. Adapun yang dimaksud mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak disidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang Pasal 1 butir 9. Tampak jelas bahwa wewenang hakim utamanya adalah mengadili yang meliputi kegiatan-kegiatan menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana.Dalam hal ini pedoman pokoknya adalah KUHAP yang dilandasi asas kebebasan, kejujuran, dan tidak memihak.Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 menyebutnya pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dalam Pasal 14

4


(30)

18

memeriksa dan mengadilinya, pada Pasal 16 disebutkan, pengadilan memeriksa dan memutus perkara pidana dan seterusnya.

Jika ditelaah, ternyata di dalam KUHAP dibedakan antara wewenang Hakim, Hakim Ketua Sidang, Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Negeri misalnya: 1) Wewenang Hakim

a) Melakukan penahanan

Untuk kepentingan pemeriksaan Hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan Pasal 20 ayat (3) jo Pasal 26.

b) Pengalihan jenis penahanan

Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim berwenang mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain Pasal 23 ayat (1) jo Pasal 22.

2) Wewenang Hakim Ketua Sidang

a) Menentukan bahwa anak yang belum mencapai yang belum mencapai umur 17 (tujuh belas) tahun tidak diperkenakan menghadiri sidang Pasal 153 ayat (5).

b) Memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk danjika iadalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas Pasal 154 ayat (1).

c) Kewenangan-kewenangan lain yang berhubungan dengan kelancaran dan tertib persidangan, misalnya berhubungan dengan terdakwa, saksi, barang bukti, penuntut umum, dan penasihat hukum.


(31)

19

3) Wewenang Pengadilan Negeri

a) Memberikan izin penggeledahan rumah kepada penyidik Pasal 33 ayat (1). b) Memberikan izin penyitaan kepada penyidik Pasal 38 ayat (1).

c) Menunjuk Hakim yang akan menyidangkan perkara Pasal 152 ayat (1). 4) Wewenang Pengadilan Negeri

a) Memeriksa dan memutus praperadilan Pasal 77.

b) Mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya Pasal 84 ayat (1)5.

2. Kewajiban dan Tanggung Jawab Hakim

Ketentuan mengenai kewajiban Hakim terutama dapat ditelusuri dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan KUHAP yaitu sebagai berikut:

Kewajiban hakim

a) Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970.

b) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib memperhatikan pula sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970.

c) Wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara, apabila seorang Hakim masih terikat hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan ketua, salah seorang Hakim anggota, Jaksa, Penasihat Hukum, atau Panitera dalam suatu perkara tertentu Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970.

5


(32)

20

d) Wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara apabila masih terikat dalam hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan yang diadili Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan tanggungjawab hakim, yaitu:

1. Peradilan dilakukan Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa Pasal 2 ayat (1).

2. Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya Pasal 53 ayat (1)6

.

Hakim secara garis besar tugasnya mengadili suatu perkara di pengadilan.Dalam mengadili suaatu perkara di pengadilan. Dalam mengadili suatu perkara di pengadilan tersebut, maka hakim melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Menerapkan hukum, jika undang-undang terebut sudah ada dengan jelas; 2. Melakukan penemuan hukum, jika undang-undang kurang jelas;

3. Menafsirkan hukum, jika undang-undang tersebut masih kabur; 4. Membuat hukum, jika undang-undang belum ada sama sekali7

.

3. Kekuasaan Kehakiman

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menerangkan bahwa kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan

6

M. Yahya Harahap. Pembahasan Pemersalahan dan Penerapan KUHAP.Jakarta : Pustaka Kartini. 1985. hlm 898.

7

Fence M. Wantu. Kepastian Hukum Keadilan dan Kemanfaatan (Implementasi dalam Proses Peradilan Perdata).Yogyakarta : Pustaka Pelajar.2011. hlm 44.


(33)

21

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia8

. Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan hakim pada Pengadilan Khusus yang berada pada peradilan tersebut9

.

B. Pengertian Putusan Pemidanaan

Putusan pemidanaan merupakan salah satu bentuk putusan Pengadilan Negeri. Bentuk putusan lain misalnya putusan bebas Pasal 191 ayat (1) KUHAP dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum Pasal 191 ayat (1) KUHAP. Putusan pemidanaan terjadi, jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya Pasal 193 ayat (1) KUHAP).Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya terbukti secara sah dan meyakinkan.Terbukti melalui sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan Hakim yakin terdakwa yang bersalah melakukan10

.

1. Proses Pengambilan Putusan Pemidanaan

Proses pengambilan keputusan diawali dengan pernyataan Hakim bahwa pemeriksaan sidang pengadilan dinyatakan sudah cukup atau selesai. Untuk itu, Penuntut Umum dipersilakan mengajukan tuntutan pidana.Selanjutnya, terdakwa dan atau Penasihat Hukum mengajukan pembelaan yang dapat dijawab oleh

8

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.

9

Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.

10


(34)

22

Penuntut Umum dan begitu seterusnya yang Penasihat Hukum harus mendapat giliran terakhir. Macam-macam putusan, berupa11

: 1. Putusan yang berisi pemidanaan;

2. Putusan yang berisi pembebasan dan dakwaan;

3. Putusan yang menyatakan lepas dari segala tuntutan hukum; 4. Putusan yang menyatakan terdakwa tidak dijatuhi pidana.

2. Dasar-Dasar Penjatuhan Putusan Pemidanaan

Dalam hal penjatuhan putusan, sebelumnya harus dilakukan pembuktian.Pembuktian disidang pengadilan untuk dapat menjatuhkan pidana, sekurang-kurangnya harus ada paling sedikit dua alat bukti yang sahdan di dukung oleh keyakinan hakim. Delapan prinsip yang menjadi landasan bagaimana hukum pidana, hukum acara pidana, dan proses penghukuman dijalankan. Kedelapan prinsip tersebut adalah:

1. Perlunya dibentuk suatu masyarakat berdasarkan prinsip social contract. 2. Sumber hukum adalah undang-undang dan bukan hakim. Proses penjatuhan

hukuman oleh hakim harus didasarkan semata-mata karena undang-undang. 3. Tugas hakim hanyalah menentukan kesalahan seseorang.

4. Menghukum adalah merupakan hak negara, dan hak itu diperlukan untuk melindungi masyarakat dari keserakahan individu.

5. Harus dibuat suatu skala perbandingan antara kejahatan dan penghukuman.

11

Hari Sasangka dan Lily Rosita.Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana.Bandung : Mandar Maju. 2003. hlm 7.


(35)

23

6. Motif manusia pada dasarnya didasarkan pada keuntungan dan kerugian, artinya manusia dalam melakukan perbuatan akan selalu menimbang kesenangan atau kesengsaraan yang akan didapatnya.

7. Dalam menentukan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan maka yang menjadi dasar penentuan hukuman adalah perbuatannya dan bukan niatnya.

8. Prinsip dari hukum pidana adalah ada pada sanksinya yang positif12

.

Pengambilan putusan oleh majelis hakim dilakukan setelah masing-masing hakim anggota majelis mengemukakan pendapat atau pertimbangan serta keyakinan atas suatu perkara lalu dilakukan musyawarah atau mufakat. Dalam hal penjatuhan putusan, sebelumnya harus dilakukan pembuktian pembuktian disidang pengadilan untuk dapat menjatuhkan pidana, sekurang-kurangnya harus ada paling sedikit dua alat bukti yang sahdan di dukung oleh keyakinan hakim13. Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah ialah:

a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa14.

12

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa.Op.Cit. hlm 6.

13

Evi Hartanti. Op.Cit. hlm 54.

14


(36)

24

3. Faktor-Faktor Yang Diperhatikan Penjatuhan Pemidanaan

Jika hakim menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seorang. Jadi bukan hanya balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun bersifat formalitas.Memang apabila kita kembali pada tujuan hukum acara pidana, secara sederhana adalah untuk menemukan kebenaran materiil.Bahkan sebenarnya tujuannya lebih luas yaitu tujuan hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran materiil itu hanya merupakan tujuan antara.Artinya ada tujuan akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, dalam hal itu mencapai suatu masyarakat yang tertib, tentram, damai, adil, dan sejahtera15

.

4. Sistem Pemidanaan

Menurut KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara pidana pokok dengan pidana tambahan16. Pidana pokok terdiri dari:

1) Pidana mati; 2) Pidana penjara; 3) Pidana kurungan; 4) Pidana denda;

5) Pidana tutupan (ditambahkan berdasarkan UU No 20 Tahun 1946). Pidana tambahan terdiri dari :

1) Pidana pencabutan hak-hak tertentu; 2) Pidana perampasan barang-barang tertentu; 3) Pidana pengumuman keputusan hakim.

15

Bambang Waluyo. Op.Cit. hlm 89

16

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang.Hukum Penitensier Indonesia.Jakarta : PT. Sinar Grafika. 2010. hlm 35.


(37)

25

C. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tanpa memberikan suatu penjelasaan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut. Perkataan feit itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan sedang strafbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harafiah perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan17. Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban. Tindak pidana adalah setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, tetapi perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.

17

P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti. 2011. hlm 181.


(38)

26

Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karenakejadian yang ditimbulkan olehnya. Tindak pidana juga sering disebut delik.Mengenai delik dalam arti strafbaar feit, para pakar hukum pidana masing-masing memberi definisi berbeda-beda. Menurut Vos delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum berdasarkan undang-undang. Menurut Van Hamel delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain. Sedangkan menurut Simons, delik merupakan suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum18.

2. Unsur Tindak Pidana

Demikian setiap tindak pidana yang terdapat didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif. Unsur-unsur subjektif itu adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedang yang dimaksud dengan unsur-unsur objektif itu adalah unsur yang ada

18


(39)

27

hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan19

.

Unsur-unsur subyektif tindak pidana meliputi :

a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus dan culpa)

b) Maksud pada suatu percobaan seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.

c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti misalnya yang terdapat dalam tindak pidana pencurian.

d) Merencanakan terlebih dahulu, seperti misalnya terdapat dalam Pasal 340 KUHP.

Sedang unsur-unsur objektif dari tindak pidana meliputi : 1. Sifat melanggar hukum

2. Kualitas dari si pelaku

3. Kasualitas yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat20

.

D. Penjatuhan Pidana

Putusan pengadilan merupakan tonggak yang penting bagi cerminanan keadilan, termasuk, putusan pengadilan yang berupa penjatuhan pidana dan pemidanaan. Lahirnya penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan muncul begitu saja, melainkan melalui proses peradilan. Proses yang dikehendaki undang-undang adalah cepat, sederhana, dan biaya ringan, biasanya asas itu masih ditambahkan bebas, jujur dan tidak memihak serta adil.

19

P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theo junior Lamintang.Dasar-Dasar Hukum Indonesia.Jakarta : PT. Sinar Grafika. 2014. hlm 192.

20


(40)

28

E. Tinjauan Umum Tindak Pidana Perkosaan 1. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan

Perkosaan sendiri menurut Pasal 285 KUHP adalah Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun21

. Berdasarkan bunyi pasal diatas, dapat dikemukakan bahwa unsur pokok dari perkosaan adalah adanya kekerasan atau ancaman kekerasan dalam melakukan persetubuhan dengan seorang wanita.Wanita adalah korban dari tindak pidanaperkosaan, wanita yang disetubuhi tersebut juga harus bukan muhrimnya, artinya tidak terikat perkawinan dengan pelaku perkosaan artinya melakukan kekerasan dan dengan ancaman memaksa seorang perempuan bersetubuh dengan dia22

.

Menurut Soetandyo Wignjosoebroto dalam Abdul Wahid, perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar. Sedangkan menurut PAF Lamintang dan Djisman Samosir, perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan persetubuhan diluar ikatan perkawinan dengan dirinya. Tindak pidana perkosaan merupakan salah satu kejahatan yang memiliki, implikasi negatif jangka panjang terhadap para korban (baik dari segi fisik maupun psikologis). Kerugian juga dialami secara signifikan baik terhadap korban maupun masyarakat secara keseluruhan, misalnya menurunnya persepsi wanita terhadap keamanan pribadi di ruang publik dengan demikian, dari sudut

21

Moeljatno.Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Jakarta : Bumi Aksara. 2003. hlm 105.

22


(41)

29

pandang manapun, kejahatan pemerkosaan tidak bisa dianggap remeh. Oleh karena itu, negara maupun masyarakat seharusnya memberikan perhatian yang lebih besar dalam menanggulangi kejahatan itu23.

2. Karakteristik Perkosaan

1) Agresifitas, merupakan sifat yang melekat pada setiap tindak pidana perkosaan.

2) Motivasi kekerasan lebih menonjol dibandingkan dengan motivasi seksual semata-mata.

3) Secara psikologis, tindak pidana perkosaan lebih banyak mengandung masalah kontrol dan kebenciaan dibandingkan dengan hawa nafsu.

4) Tindak pidana perkosaan dapat dibedakan kedalam tiga bentuk, yaitu ; anger rape, power rape dan sadist rape, dan ini direduksi dari anger and violation, control anddomination, erotis.

5) Ciri pelaku perkosaan: mispersepsi pelaku atas korban, mengalami pengalaman buruk, khususnya dalam hubungan personal (cinta), terasing dalam pergaulan sosial, rendah diri, ada ketidakseimbangan emosional.

6) Korban perkosaan adalah partisipatif. Menurut Meier dan Miethe, 4-19% (empat sampai sembilan belas persen) tindak pidana perkosaan terjadi karena kelalaian (partisipasi) korban.

7) Tindak pidana perkosaan secara yuridis sulit dibuktikan24.

23

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan.Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual. Bandung : PT Refika Aditama. 2001. hlm 40-44.

24


(42)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah asas-asas hukum, norma-norma, doktrin hukum, dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pendekatan tersebut dimaksud untuk mengumpulkan berbagai macamtoeri-teori dan literatur- literatur yang erat hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan penelitian dengan cara meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dengan cara observasi terhadap permasalahan yang dibahas.


(43)

31

B. Penentuan Narasumber

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini adalah wawancaraterhadap para nara sumber/informan.Wawancara ini dipandu dan disusun secara terbuka.

Adapun narasumber/responden/informan yang diwawancarai adalah:

1. Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang = 1 orang 2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung = 1 orang 3. Advokat pada Kantor Lambaga Bantuan Hukum = 1 orang 4. Dosen Bagian Hukum Pidana FH Unila = 1 orang

Jumlah = 4orang

C. Sumber dan Jenis Data

Untuk dilakukan penelitian ini diperlukan data-data yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Pada umumnya penelitian hukum terdapat dua jenis data, yang pertama disebut data sekunder dan yang kedua disebut data primer.

1. Data primer

penelitian hukum adalah data yang di peroleh terutama dari hasil penelitian empiris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung dilapangan, sedangkan data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian, yang sering disebut bahan hukum. Adapun sumber data penelitian skripsi ini hanya terkait data kepustakaan saja, sehingga jenis data yang digunakan adalah data sekunder.


(44)

32

2. Data sekunder

Data yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini melalui studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip, mempelajari dan menelaah teori-teori hukum pidana, asas-asas hukum pidana, dasar hukum dan doktrin-doktrin yang terdapat dalam literatur-literatur atau bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal dengan bahan hukum dalam penelitian hukum seperti ada kesepakatan yang tidak tertulis dari para ahli peneliti hukum, bahwa bahan hukum itu berupa berbagai literatur yang dikelompokan ke dalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu:

1. Bahan Hukum Primer

Data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal sebagai bahan hukum, dalam penelitian hukum ini berupa berbagai literatur yang dikelompokan dalam bahan hukum primer terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, atau keputusan pengadilandan traktat, antara lain terkait dengan peraturan perundang- undangan, yaitu:

a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XIV Pasal 285 tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan.

b. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab I Pasal 1 butir 8 tentang Ketentuan Umum.

c. Undang-Undang Nomor5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

d. Undang-Undang Republik IndonesiaNomor48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.


(45)

33

e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Perpres Nomor 5 Tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasaan terhadap bahan hukum primer yang berupa literatur-literatur hukum maupun literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, petikan berita dari majalah dan surat kabar/media cetak serta pendapat-pendapat para sarjana. Buku-buku teks literatur hukum, karyailmiah/jurnalilmiah, bahan-bahan hasil pencarian di internet yang berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan data

Untuk melengkapi data guna pengujian hasil peneletian ini digunakan prosedur pengumpulan data yang terdiri dari data sekunder, yaitu pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan library research. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah literatur-literatur yang menunjang, serta bahan-bahan ilmiah lainya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.


(46)

34

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dilakukan kegiatan merapihkan dan menganalisis data. Kegiatan ini meliputi seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya dan pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Editing data, yaitu meneliti data yang keliru, menambah dah melengkapi data yang kurang lengkap.

b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data menurut bahas yang ditentukan. c. Sistematisasi data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

sistematis hingga memudahkan interprestasi data.

E. Analisis Data

Kegunaan analisis data adalah usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan permasalahan serta hal-hal yang dihasilkan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian dianalisis secara kuantitatif kemudian disajikan secara deskriktif, yaitu dengan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Sehingga dari permasalahan yang ada disusun dalam bentuk kalimat ilmiah secara sistematis berupa jawaban permasalahan dari hasil penelitian yang dirumuskan dari hal-hal yang umum ke hal-hal yang khusus.


(47)

56

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses penegakan hukum pidana putusan bebas tindak pidanapemerkosaansebagaiamana putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1240/Pid.B/2013/PN.TK, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan karena berdasarkan pertimbangan hakim unsur memaksa tidak terpenuhi secara sah menurut hukum, menimbang hakim dalam persidangan tersebut mempunyai pendapat tersendiri dan mengenyampingkan semua pendapat penuntut umum dalam nota tuntutannya dan pendapat terdakwa melalui penasehat hukum dalam nota pembelaannya, putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan ini dijatuhkan hukuman penjara agar menciptakan rasa keadilan terhadap korbannya dan akan menimbulkan efek jerah terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana pemerkosaan yang banyak meresahkan masyarakat.

2. Putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan sudah memenuhi rasa keadilan dapat disimpulkan dari hasil wawancara penulis terhadap responden keadilan bersifat relatif tergantung dari sudut pandang pihak yang menilainya, belum memenuhi rasa keadilan jika dilihat keadilan bagi terdakwa


(48)

57

seharusnya dijatuhi pidana penjara dari sisi kepastian hukum tidak akan menimbulkan efek jera terhadap terdakwa, dan keadilan bagi korban dapat menimbulkan trauma dan merusak masa depannya.

B. Saran

1. Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas seharusnya hakim jangan melihat dari segi kepastian hukumnya saja seperti halnya tugas hakim adalah menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya dan fungsi hakim dari kewenangan mengadili dapat diartikan menegakkan hukum, memberikan keadilan dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat.

2. Hakim dalam menjatuhkan putusannya janganlah hanya mempertimbangkan unsur kepastian hukumnya saja dalam putusan perkara yang dihadapinya tersebut melainkan juga harus pula mempertimbangkankadilan dan kemanfaatan hukumnya, serta harus melihat unsur-unsur lainnya seperti halnya unsur filosofis, maupun sosiologisnya sehingga dapat terpenuhi dan terwujudya perlindungan terhadap masyarakat dalam mencari keadilan.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) termasuk interpretasi undang-undang (legisprudence). Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 2009.

Dewantara, Nanada Aung. Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana. Jakarta. Askara Persada Indonesia. 1987.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Pemersalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta. Pustaka Kartini. 1985.

Hartanti, Evi. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2012. Irianto, Sulistyowati dan Lidwina Inge Nurcahyo.Permpuan di Persidangan

Pemantauan Peradilan Berperspektif Perempuan.Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 2006.

Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang.Delik-delik Khusus: Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaandan Norma Kepatutan. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2009.

---.Hukum Panitensier Indonesia. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2010. ---.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cetakan

Keempat.Bandung. PT. Citra Aditya Bhakti. 2011

---.Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia Cetakan Pertama.Jakarta. PT. SinarGrafika. 2014.

Mulyadi, Lilik. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan. Bandung. Mandar Maju. 2010.

Marpaung, Leden. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2005.

M. Wantu, Fence. Kepastian Hukum Keadilan dan Kemanfaatan (Implementasi dalam Proses Peradilan Perdata).Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2011. Moeljatno.Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta. Bumi Aksara. 2003.


(50)

59

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2011.

Sasangka, Hari. dan Lily Rosita. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Bandung. Mandar Maju. 2003.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa.Kriminologi. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada. 2011.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press. 1986. Usfa, A.Fuad dan Tongat.Pengantar Hukum Pidana. Jakarta. UMM Press. 2002. Waluyo, Bambang. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2008. Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan.Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan

Seksual. Bandung. PT. Refika Aditima. 2001.

Witanto, Darmoko Yuti dan Arya Putra Negara Kutawaringin.Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-perkara Pidana.Bandung. Alfabeta. 2013.

Peraturan Perundang-Undangan :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2003, Penerbit Raja Grafindo Persada. 2. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, 2003, Penerbit Raja Grafindo

Persada.

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. tentang Kekuasaan Kehakiman 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004. tentang Mahkamah Agung. 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013.tentang Hak

Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc.

Internet :

1. Rifqi Anugrah, Tahap dalam proses peradilan

pidana.

https://karyamusisiamatiran.blogspot.com/2013/10/tahap-dalam-proses-peradilan-pidana.html?m=1 diakses pada tanggal 3 maret 2015, pada pukul 11.03 Wib.

2. Slideshare,PutusanHakimatauKetetapanHakim,

http://www.slideshare.net/ntii_meiian/putusan-hakim-atau-ketetapan-hakim

diakses pada tanggal 17 Juli 2014, pada pukul 08.30 Wib. 3. Teori-Pemidanaan.


(51)

60

https://apbisma.blogspot.com/2013/11/teori-pemidanaan.html?m=1 diakses

pada tanggal 29 Januari 2015, pada pukul 15.30 Wib.

4. Wordpress. https://yunindyarahendini.wordpress.com/2014/10/27/3 diakses pada tanggal 29 Januari 2015, pada pukul 15.30 Wib.

5. Yahoo,TinjauanYuridis.

https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110514192559AA6NiRj


(1)

34

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dilakukan kegiatan merapihkan dan menganalisis data. Kegiatan ini meliputi seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya dan pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Editing data, yaitu meneliti data yang keliru, menambah dah melengkapi data yang kurang lengkap.

b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data menurut bahas yang ditentukan. c. Sistematisasi data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

sistematis hingga memudahkan interprestasi data.

E. Analisis Data

Kegunaan analisis data adalah usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan permasalahan serta hal-hal yang dihasilkan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian dianalisis secara kuantitatif kemudian disajikan secara deskriktif, yaitu dengan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Sehingga dari permasalahan yang ada disusun dalam bentuk kalimat ilmiah secara sistematis berupa jawaban permasalahan dari hasil penelitian yang dirumuskan dari hal-hal yang umum ke hal-hal yang khusus.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses penegakan hukum pidana putusan bebas tindak pidanapemerkosaansebagaiamana putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1240/Pid.B/2013/PN.TK, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan karena berdasarkan pertimbangan hakim unsur memaksa tidak terpenuhi secara sah menurut hukum, menimbang hakim dalam persidangan tersebut mempunyai pendapat tersendiri dan mengenyampingkan semua pendapat penuntut umum dalam nota tuntutannya dan pendapat terdakwa melalui penasehat hukum dalam nota pembelaannya, putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan ini dijatuhkan hukuman penjara agar menciptakan rasa keadilan terhadap korbannya dan akan menimbulkan efek jerah terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana pemerkosaan yang banyak meresahkan masyarakat.

2. Putusan bebas terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan sudah memenuhi rasa keadilan dapat disimpulkan dari hasil wawancara penulis terhadap responden keadilan bersifat relatif tergantung dari sudut pandang pihak yang menilainya, belum memenuhi rasa keadilan jika dilihat keadilan bagi terdakwa


(3)

57

seharusnya dijatuhi pidana penjara dari sisi kepastian hukum tidak akan menimbulkan efek jera terhadap terdakwa, dan keadilan bagi korban dapat menimbulkan trauma dan merusak masa depannya.

B. Saran

1. Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas seharusnya hakim jangan melihat dari segi kepastian hukumnya saja seperti halnya tugas hakim adalah menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya dan fungsi hakim dari kewenangan mengadili dapat diartikan menegakkan hukum, memberikan keadilan dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat.

2. Hakim dalam menjatuhkan putusannya janganlah hanya mempertimbangkan unsur kepastian hukumnya saja dalam putusan perkara yang dihadapinya tersebut melainkan juga harus pula mempertimbangkankadilan dan kemanfaatan hukumnya, serta harus melihat unsur-unsur lainnya seperti halnya unsur filosofis, maupun sosiologisnya sehingga dapat terpenuhi dan terwujudya perlindungan terhadap masyarakat dalam mencari keadilan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) termasuk interpretasi undang-undang (legisprudence). Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 2009.

Dewantara, Nanada Aung. Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana. Jakarta. Askara Persada Indonesia. 1987.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Pemersalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta. Pustaka Kartini. 1985.

Hartanti, Evi. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2012. Irianto, Sulistyowati dan Lidwina Inge Nurcahyo.Permpuan di Persidangan

Pemantauan Peradilan Berperspektif Perempuan.Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 2006.

Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang.Delik-delik Khusus: Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaandan Norma Kepatutan. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2009.

---.Hukum Panitensier Indonesia. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2010. ---.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cetakan

Keempat.Bandung. PT. Citra Aditya Bhakti. 2011

---.Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia Cetakan Pertama.Jakarta. PT. SinarGrafika. 2014.

Mulyadi, Lilik. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan. Bandung. Mandar Maju. 2010.

Marpaung, Leden. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2005.

M. Wantu, Fence. Kepastian Hukum Keadilan dan Kemanfaatan (Implementasi dalam Proses Peradilan Perdata).Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2011. Moeljatno.Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta. Bumi Aksara. 2003.


(5)

59

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2011.

Sasangka, Hari. dan Lily Rosita. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Bandung. Mandar Maju. 2003.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa.Kriminologi. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada. 2011.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press. 1986. Usfa, A.Fuad dan Tongat.Pengantar Hukum Pidana. Jakarta. UMM Press. 2002. Waluyo, Bambang. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta. PT. Sinar Grafika. 2008. Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan.Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan

Seksual. Bandung. PT. Refika Aditima. 2001.

Witanto, Darmoko Yuti dan Arya Putra Negara Kutawaringin.Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-perkara Pidana.Bandung. Alfabeta. 2013.

Peraturan Perundang-Undangan :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2003, Penerbit Raja Grafindo Persada. 2. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, 2003, Penerbit Raja Grafindo

Persada.

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. tentang Kekuasaan Kehakiman 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004. tentang Mahkamah Agung. 5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013.tentang Hak

Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc. Internet :

1. Rifqi Anugrah, Tahap dalam proses peradilan pidana.

https://karyamusisiamatiran.blogspot.com/2013/10/tahap-dalam-proses-peradilan-pidana.html?m=1 diakses pada tanggal 3 maret 2015, pada

pukul 11.03 Wib.

2. Slideshare,PutusanHakimatauKetetapanHakim,

http://www.slideshare.net/ntii_meiian/putusan-hakim-atau-ketetapan-hakim

diakses pada tanggal 17 Juli 2014, pada pukul 08.30 Wib. 3. Teori-Pemidanaan.


(6)

https://apbisma.blogspot.com/2013/11/teori-pemidanaan.html?m=1 diakses pada tanggal 29 Januari 2015, pada pukul 15.30 Wib.

4. Wordpress. https://yunindyarahendini.wordpress.com/2014/10/27/3 diakses pada tanggal 29 Januari 2015, pada pukul 15.30 Wib.

5. Yahoo,TinjauanYuridis.

https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110514192559AA6NiRj