ANALISIS KAUSALITAS GRANGER ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH DAN INFLASI DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

ANALYSIS GRANGER CAUSALITY BETWEEN ECONOMIC GROWTH, GOVERNMENT SPENDING AND INFLATION IN PROVINCE

LAMPUNG By

DEVI EVITASARI ABSTRACT

This study aims to determine the long-term relationship on economic growth, government spending and inflation in Lampung Province. The data used are time-series data to the research period 1984 to 2013. The analysis used in this research is quantitative descriptive analysis method using three models, the first model of the variables of economic growth of government expenditure, economic growth against inflation variables and variable expenses government against inflation. To see the long-term relationship that occurs between these three variables is done by using Granger causality test and Johansen cointegration test. Based on the results of cointegration test is known that there is a long-term relationship between economic growth and inflation and government spending to inflation, whereas between government spending and economic growth did not happen long-term relationship. In the Granger causality test shows that there is a

bidirectional relationship between economic growth and inflation, occurring one-way relationship between economic growth and government expenditure, whereas government spending does not happen a two-way or one-way.

Keywords: economic growth, government spending, inflation, Granger causality, cointegration Johansen


(2)

ANALISIS KAUSALITAS GRANGER ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH DAN INFLASI DI

PROVINSI LAMPUNG Oleh

DEVI EVITASARI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jangka panjang pada pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan inflasi di Provinsi Lampung. Data yang digunakan adalah data time-series dengan periode penelitian tahun 1984 sampai tahun 2013. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan tiga model, pertama model variabel pertumbuhan ekonomi terhadap pengeluaran pemerintah, variabel pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi dan variabel pengeluaran pemerintah terhadap inflasi.

Untuk melihat hubungan jangka panjang yang terjadi di antara tiga variabel tersebut dilakukan dengan menggunakan uji kausalitas Granger dan uji kointegrasi Johansen. Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dengan inflasi dan

pengeluaran pemerintah dengan inflasi, sedangkan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi tidak terjadi hubungan jangka panjang. Dalam uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa terjadi hubungan dua arah antara

pertumbuhan ekonomi dan inflasi, terjadi hubungan satu arah antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah, sedangkan pada pengeluaran pemerintah tidak terjadi hubungan dua arah maupun satu arah.

Kata Kunci: Pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah, inflasi, kausalitas Granger, kointegrasi Johansen


(3)

ANALISIS KAUSALITAS GRANGER ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH DAN INFLASI DI

PROVINSI LAMPUNG

Oleh:

DEVI EVITASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

ANALISIS KAUSALITAS GRANGER ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH DAN INFLASI DI

PROVINSI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

DEVI EVITASARI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia dan Provinsi

Lampung tahun 1984-2013 (dalam persen) ... 2

2. Perkembangan Inflasi di Indonesia dan Provinsi Lampung Tahun 1984-2013 (dalam persen) ... 4

3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 1984-2013 ... 7

4. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi di Provinsi Lampung... 8

5. Kebijakan Fiskal Ekspansif dalam Model AD-AS ... 25

6. Kebijakan Fiskal dan Inflasi... 27

7. Kurva Philips... 29

8. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 1984-2013 ... 55

9. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, dan Inflasi di Provinsi Lampung ... 58


(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Kerangka Pemikiran... 12

F. Hipotesis... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 15

1. Pertumbuhan Ekonomi... 15

2. Inflasi ... 16


(7)

ii

4. Teori Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan

Pengeluaran Pemerintah... 23

5. Teori Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Inflasi... 27

6. Teori Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Inflasi... 29

B. Tinjauan Empiris... 31

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... 37

B. Batasan Variabel ... 37

C. Pengolahan Data... 38

D. Metode Analisis ... 39

1. Uji Stasioneritas (Unit Root Test) ... 39

2. Penentuan Lag Optimum... 41

3. Uji Kointegrasi ... 41

4. Uji Kausalitas Granger ... 43

E. Gambaran Umum ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian ... 47

1. Uji Stasioneritas (Unit Root Test) ... 47

2. Uji Penentuan Lag Optimum ... 49

3. Uji Kointegrasi ... 50


(8)

iii

B. Pembahasan... 53 1. Hubungan Kausalitas Pertumbuhan Ekonomi dengan

Pengeluaran Pemerintah... 53 2. Hubungan Kausalitas Pertumbuhan Ekonomi dengan

Inflasi... 56 3. Hubungan Kausalitas Pengeluaran Pemerintah dengan

Inflasi ... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 62 B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar Halaman

1. Data yang Digunakan Dalam Penelitian ... L1 2. Hasil Uji Stasioneritas pada Tingkat Level... L2 3. Hasil Uji Stasioneritas pada TingkatFirst Diference... L3 4. Hasil Penentuan Lag Optimum ... L4 5. Hasil Uji Kointegrasi Johansen ... L5 6. Hasil Uji Kausalitas Granger ... L6


(10)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Uji Unit Root denganAugmented Dickey-Fuller(ADF)

Pada Tingkat Level ... 48

2. Hasil Uji Unit Root denganAugmented Dickey-Fuller(ADF) Pada TingkatFirst Difference... 48

3. Hasil Uji Penentuan Lag Optimum... 49

4. Hasil Uji Kointegrasi Johansen... 50


(11)

(12)

(13)

MOTO

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 153)

Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.

(Mahatma Ghandi)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

(Thomas Alva Edison)

“Successis not a final, only anachievement.”


(14)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang diberikan, shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada nabi agung Muhammad SAW. Ku persembahkann skripsi ini sebagai tanda cinta dan terima kasihku kepada:

Ibu, Bapak dan Mama tercinta yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, doa, keikhlasan, ketulusan, kesabaran, perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa, tidak ada sesuatu apapun yang bisa membalas dan menggantikannya. Terimakasih atas semangat yang diberikan serta pembelajaran hidup yang luar biasa.

Adik-adikku Dwi Yuliani dan Sintia Ayu Maharani yang selalu memberikan perhatia, semangat dan dukungan untuk terus berjuang dan tidak pernah menyerah.

Sahabat-sahabat tercinta yang dengan tulus menyayangiku serta keceriaan dan kebersamaan kalian yang selalu memotivasiku.

Almamaterku tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


(15)

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Kasui, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung pada tanggal 3 Desember 1993. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Surani dan Ibu Rumiati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Aisyah Bustanul-Athfal Seputih Raman, Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah dan selesai pada tahun 1999. Selanjutnya pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Seputih Raman dan selesai pada tahun 2008. Pada tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan menengah kedua di SMA Negeri 1 Seputih Raman, dan di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan.

Tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) di Bank Indonesia, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Kementrian Koperasi dan UMKM. Pada Januari 2014 penulis melaksanakn Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Buah Berak Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan selama 40 hari. Selama


(17)

menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti organisasi Rohani Islam (ROIS) pada tahun 2011-2013.


(18)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Analisis Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan

Ekonomi,Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi di Provinsi Lampung” sebagai

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak terbantu dan didukung oleh berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E.,M.E.P. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 3. Ibu Asih Murwiati, S.E.,M.E. selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 4. Bapak Dedy Yuliawan, S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan perhatian, motivasi, semangat dan sumbangan pemikiran kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.


(19)

5. Bapak Prof. Dr. S.S.P. Pandjaitan, S.E., M.Sc. selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing, memberikan perhatian, nasihat, motivasi dan

semangat selama menjadi mahasiswa Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

6. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.

7. Ibu Rumiati,Bapak Surani dan Mama Karisma tercinta. Terima kasih atas kasih sayang dan dukungan yang diberikan selama ini, serta doa yang tidak pernah lelah demi yang terbaik untuk anak-anaknya.

8. Kakak dan Adik-adikku Dwi Yuliani, Sintia Ayu Maharani, Fendy Agustina Ariyanto, Kevin Dimas Ariyanto dan Aji Agil Wijaya. Terimakasih atas dukungan, semangat dan motivasi untuk terus berjuang.

9. Sahabat-sahabat tercinta Gita, Irma, Dian Ayu, Yessi, Zahara, Tria, Leona dan Wirda yang selalu memberikan semangat, doa, dan dukungan.

10. Teman-teman bimbingan 2011. Defti, Mul, Asih, dan Agilta yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Sahabat-sahabat Ekonomi Pembangunan 2011, Butet, Duwi, Desi, Oci,

Wiwid, Gita Leviana,Faradina, Mega, Nanda, Suci Y, Suci M, Caca, Richard, Nanang, Amri, Yudha, Ari, Cella, Yoga, Cyntia,Winda, Nurul, Annisa, Dewi Sartika, Dewi Huntari, Glady, Ayuni, Tari, Dianita, Risa, Ria, Mustakim, Anggi Wahyu, Syahid, Sunarmo, Ika, Nina, Fadhil serta seluruh teman-teman


(20)

12. Keluarga KKN Tematik Desa Buah Berak kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Eriza, Rika, Ega, Della,Oldy, Kak Dion, Kak Edo, Kak Dea, Kak Dian, Eko, Indri.

13. Sahabat-sahabat Geng kosan Masayu, Mba eka, Mba Eliya, Yuni, Sarah yang selalu memberikan keceriaan, semangat dan dukungan yang memotivasi. 14. Seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Ekonomi Pembangunan

khususnya Ibu Hudaiyah,Mas Feri, Ibu Yati, Mas Usman, Mas Ma’ruf.

15. Kakak tingkat EP 2009 dan 2010 serta adik tingkat EP 2012, 2013, dan 2014. 16. Berbagai pihak yang telah memberikan kontirbusi dalam penulisan skripsi ini

yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung,20 Juli 2015 Penulis,


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Secara umum pembangunan ekonomi bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, menjaga keseimbangan ekonomi negara dan

pendistribusian pendapatan yang merata. Adanya pembangunan ekonomi bisa jadi akan mendorong pertumbuhan ekonomi, begitu pula sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan memperlancar proses pembangunan ekonomi ( Tommy , 2013 ).

Keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kesejahteraan warganya diukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai. Tinggi rendah laju pertumbuhan ekonomi suatu negara menunjukan tingkat perubahan kesejahteraan ekonomi warganya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil dari tahun ke tahun berarti kesejahteraan ekonomi meningkat, sementara perekonomian yang menurun atau pertumbuhan ekonomi dengan nilai negatif berarti turunnya

kesejahteraan ekonomi. Disisi lain tingkat pertumbuhan ekonomi juga digunakan untuk mengevaluasi tepat atau tidaknya kebijakan yang telah diambil sehubungan dengan peran pemerintah dalam perekonomian ( Harjanto, 2014 ).


(22)

2

Gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia dan Provinsi Lampung tahun 1984-2013 ( dalam persen )

Sumber :Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung 1984-2013

Gambar 1 menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia dan Provinsi Lampung dalam kurun waktu 30 tahun. Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 1989 yaitu sebesar 9,08 persen, sedangkan di Provinsi Lampung terjadi pada tahun 1984 yaitu sebesar 11,87 persen. Perekonomian Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis terjadi pada tahun 1998 yaitu mencapai -13,1 persen. Penurunan ini disebabkan adanya krisis moneter yang terjadi Indonesia yaitu menurunnya nilai tukar rupiah secara tajam dari level semula Rp 2.300 per dollar AS yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 menjadi Rp 17.000 per dollar AS pada awal tahun 1998. Pada tahun 1998 Provinsi Lampung juga terkena dampak karena adanya krisis tersebut yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan sebesar 11.06 persen sehingga pertumbuhan ekonomi menyentuh angka negatif yaitu -6,94 persen, angka tersebut jauh dibandingkan tahun sebelumnya yang

-15 -10 -5 0 5 10 15

1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013


(23)

3

mencapai 4,15 persen. Pada tahun berikutnya perekonomian nasional berangsur-angsur pulih, namun pada tahun 2013 kembali mengalami penurunan yaitu 5,5 persen. Begitu pula yang terjadi di Provinsi Lampung, pertumbuhan ekonomi di tahun berikutnya mengalami peningkatan sebesar 4,3 persen pada tahun 1999 dan terus meningkat pada tahun 2007 yaitu 7,95 persen. Namun pada tahun 2005 perlambatan pertumbuhan ekonomi kembali terjadi yaitu hanya sebesar 4,07 persen. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah yang berakibat pada konsumsi rumah tangga yang mengalami pengurangan. Dan di tahun berikutnya perekonomian Provinsi Lampung berangsur-angsur membaik, namun pada tahun 2013 kembali mengalami penurunan yang cukup rendah yaitu 4,93 persen.

Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk melihat atau

mengukur stabilitas perekonomian suatu negara adalah inflasi. Perubahan dalam indikator ini akan berdampak terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif ekonomi, inflasi merupakan fenomena moneter dalam suatu negara dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan terjadinya

gejolakekonomi( Engla, 2013 ).

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum danterus menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan beberapa faktor antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi merupakan indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga


(24)

4

berlangsung secara terus menerus. Inflasi merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk negara maju sekalipun ( Amira dan Lasmini, 2010 ).

Gambar 2. Perkembangan Inflasi di Indonesia dan Provinsi Lampung Tahun 1984-2013 ( dalam Persen)

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung,1984-2013

Gambar 2 menunjukkan perkembangan inflasi yang terjadi di Indonesia dan Provinsi Lampung selama tahun 1985-2013. Di Indonesia inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1998 yaitu mencapai 58,38 persen, kondisi tersebut juga dialami di Provinsi Lampung yang tingkat inflasinya mencapai 62,25 persen lebih tinggi dibandingkan inflasi yang terjadi di Indonesia. Ini disebabkan karena adanya krisis moneter pada tahun 1998. Krisis tersebut dimulai pada pertengahan tahun 1997 karena menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun pada tahun berikutnya baik dalam perekonomian nasional maupun provinsi terus membenahi perekonomian hingga di tahu 1999 inflasi berhasil mengalami penurunan.

Sedangkan inflasi di Indonesia kembali mengalami peningkatan yaitu pada tahun

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012


(25)

5

2005 sebesar 17,11 persen. Sama halnya yang terjadi di Provinsi Lampung pada tahun 2005 inflasi mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 21, 17 persen, inflasi pada tahun ini sangat tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 5,22 persen. Peningkatan inflasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor nonfundamental berupa kenaikan harga barang administreted. Kenaikan harga barang-barang administretedterbesar terjadi pada harga BBM dengan total kenaikan sebesar 155 persen. Faktor nonfundamental lainnya yang juga turut mendorong tingginya inflasi adalah gangguan pasokan dan distribusi. Gangguan ini terjadi antara lain karena kenaikan harga dan kelangkaan pasokan BBM di berbagai daerah maupun kasus penimbunan yang

mengakibatkan distribusi barang terganggu ( Bank Indonesia, 2005 ).Selanjutnya titik terendah inflasi yang terjadi di Indonesia dan Provinsi Lampung terjadi pada tahun yang sama yaitu tahun 2009, di Indonesia 2,78 persen sedangkan di Provinsi Lampung sebesar 2,17 persen.

Di negara-negara yang sudah maju perekonomiannya, kebijakan fiskal yang diambil pemerintah dimaksudkan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian agar terhindar dari keadaan yang tidak diinginkan. Alasan perlunya campur tangan pemerintah antara lain adalah untuk mencegah kekuatan-kekuatan monopoli, menyediakan barang-barang publik, menanggulangi eksternalitas, mewujudkan keadilan, mengarahkan perekonomian menuju keseimbangan, dan menjaga keamanan. Sehingga melalui peran pemerintah diharapkan pula terciptanya distribusi pembagian pendapatan nasional yang lebih adil dan merata (Mangkoesoebroto, 1993 ).


(26)

6

Untuk mewujudkan ini semua Provinsi Lampung tentunya memerlukan dana yang cukup besar untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut.

Pengeluaran-pengeluaran tersebut bukan saja untuk menjalankan roda pemerintahan sehari-hari akan tetapi juga untuk membiayai kegiatan perekonomian yang berguna untuk menggerakkan dan merangsang kegiatan ekonomi yang ada di Provinsi Lampung. Pengeluaran pemerintah yang merupakan cerminan dari kebijakan fiskal adalah salah satu instrumen pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Namun performance suatu perekonomian tentu tidak semata-mata karena pengaruh dari kebijakan fiskal tersebut. Akan tetapi performance perekonomian suatu negara dapat dilihat dari sejauh mana integrasi kebijakan moneter dan fiskal mampu mengurangi kesenjangan GNP yang besar, tingkat pengangguran yang tinggi dan mampu menekan laju inflasi ( Dornbusch, 1996 ).

Gambar 3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 1984-2013 (dalam Miliar Rupiah)

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung 1984-2013

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 4500000


(27)

7

Gambar 3 menunjukkan perkembangan pengeluaran pemerintah yang terjadi di Provinsi Lampung tahun 1984-2013. Dalam gambar 3 dapat dilihat bahwa pengeluaran pemerintah terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Pengeluaran pemerintah terendah terjadi pada tahun 1985 yaitu sebesar Rp 67.828 miliar. Namun penurunan jumlah pengeluaran pemerintah terjadi pada tahun 1990 dan 1994 yaitu masing-masing sebesar Rp 91.604 miliar dan Rp 97.979 miliar.

Dalam perekonomian antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi saling berkaitan. Apabila tingkat inflasi tinggi maka dapat menyebabkan melambatnya

pertumbuhan ekonomi, sebaliknya inflasi yang relatif rendah dan stabil dapat mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi. Begitu pula dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat pula memicu terjadinya inflasi yang tinggi melalui kenaikan dalam permintaan agregat (Rizki, 2012 ).

Gambar 4. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi di Provinsi Lampung Tahun 1984-2013

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung1984-2013

0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 4,500,000 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 198419861988199019921994199619982000200220042006200820102012 Inflasi (%)

Pertumbuhan Ekonomi (%)


(28)

8

Gambar 4 menunjukkan pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan pada tahun 1998yang disebabkan adanya krisis moneter yang terjadi pada

perekonomian nasional sehingga berdapak pada perkonomian di Provinsi Lampung yaitu mencapai -6,94 persen. Pada tahun 1988 inflasi mengalami

penurunan yaitu sebesar 3,21 persen yang pada tahun sebelumnya mencapai 11,84 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan yang pada tahun sebelumnya sebesar 9,58 persen menjadi 7,56 persen. Hal tersebut juga terjadi pada tahun 1996 dan 1999, diketahui bahwa pada tahun 1996 inflasi yang sebelumnya mencapai angka 12,73 persen menjadi 7,13 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1995 mencapai 10,49 namun di tahun 1996 juga mengalami penurunan yaitu mencapai 7,95 persen. Keadaan tersebut juga terjadi pada tahun 2004 dimana pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yaitu 5,07 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dan pada tahun yang sama inflasi juga mengalami penurunan yaitu sebesar 5,22 persen dibandingkan tahun 2003 yaitu 10,32 persen.

Hal tersebut bertolak belakang dengan teori yang ada di mana apabila tingkat inflasi rendah seharusnya tingkat pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan (Rizki, 2012 ).

Keterkaitan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi telah menjadi perhatian dari banyak peneliti sebelumnya dan menghasilkan dua pendapat mengenai hubungan antara kedua variabel. Keynes dan para pendukungnya menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sesuai dengan persamaan identitas perekonomian terbuka. Sementara hukum Wagner menyatakan bahwa peningkatan perekonomian yang


(29)

9

terjadi mempengaruhi pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah (Harjanto, 2014 ).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sinha ( 1998 ) dengan menggunakan uji kointegrasi menemukan adanya hubungan jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Malaysia selama periode 1950-1992. Akan tetapi melalui pengujian granger causality tidak ditemukan adanya hubungan antara kedua variabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa

pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Malaysia selama kurun waktu penelitian tidak saling mempengaruhi diantara kedua variabel tersebut. Sedangkan berdasarkan analisis Clark dalam Magazzino ( 2011 ), pajak yang lebih tinggi akan mengurangi keuntungan dari produsen dan berimbas pada harga. Dampaknya adalah penawaran agregat akan turun (karena penurunan insentif swasta), sementara permintaan agregat meningkat ( karena teknik pembiayaan yang inflasioner ) dan pada akhirnya mengakibatkan inflasi.

Seiring berjalannya waktu, inflasi secara signifikan mengakibatkan pengambilan keputusanpemerintah menjadi rumit.Ketika kebijakan fiskal yang semula sebagai elemen penting dalam mencapai stabilisasi harga, ternyata juga dipengaruhi inflasi itu sendiri.Inflasi menaikkan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah yang secara simultan dapat menaikkan penerimaan negara, dimana peningkatan fiskal pemerintah memiliki tingkat kecepatan yang berbeda. Aghevli dan Khan dalam Heller (1980) mengusulkan hipotesis bahwa salah satu kekuatan dinamis yang menopang inflasi adalah defisit fiskal akibat inflasi yang dalam pandangannya, pengeluaran total pemerintah merespon lebih cepat terhadap inflasi daripada penerimaan negara sehingga mengakibatkan defisit anggaran.


(30)

10

Berdasarkan dari penjelasan di atas maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisis ada tidaknya hubungan kausalitas ( timbal balik ) antara

pertumbuhan ekonomi , pengeluaran pemerintah dan inflasi di Provinsi Lampung selama kurun waktu 1984-2013 dengan menggunakan kausalitas Granger. Dalam penelitian ini variabel terkaitnya adalah Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, dan Inflasi. Sehingga penulis mengambil judul “Analisis Kausalitas Granger antara Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi di Provinsi Lampung “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan jangka panjang antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran pemerintah di Provinsi Lampung Tahun 1984-2013 ? 2. Apakah ada hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dengan

inflasi di Provinsi Lampung Tahun 1984-2013 ?

3. Apakah ada hubungan jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dengan inflasi di Provinsi Lampung Tahun 1984-2013 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka dapat diambil tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui hubungan jangka panjang tingkat pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran pemerintah di Provinsi Lampung Tahun 1984-2013.


(31)

11

2. Untuk mengetahui hubungan jangka panjang pertumbuhan ekonomi dengan inflasi di Provinsi Lampung Tahun 1984-2013.

3. Untuk mengetahui hubungan jangka panjang pengeluaran pemerintah dengan inflasi di Provinsi Lampung Tahun 1984-2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan penulis tentang hubungan timbal balik yang terjadi antara

pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah, dan inflasi yang terjadi di Provinsi Lampung Tahun 1984-2013.

3. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti lain yang sedang meneliti masalah yang sama dan analisis ini dapat menjadi informasi bagi pihak yang memerlukan.

E. Kerangka Pemikiran

Penulisan ini dimaksudkan untuk menganalisa bagaimana hubungan timbal balik antara tingkat pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan tingkat inflasi yang terjadi di Provinsi Lampung.

Pengeluaran pemerintah yang merupakan cerminan dari kebijakan fiskal adalah salah satu instrumen pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Namun performance suatu perekonomian tentu tidak semata-mata karena pengaruh dari kebijakan fiskal tersebut. Akan tetapi performance perekonomian


(32)

12

suatu negara dapat dilihat dari sejauh mana integrasi kebijakan moneter dan fiskal mampu mengurangi kesenjangan GNP yang besar, tingkat pengangguran yang tinggi dan mampu menekan laju inflasi ( Dornbusch dan Fischer, 1996 ). Perkembangan pengeluaran pemerintah yang meningkat maka PDRB konstan juga akan mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan adanya hubungan kausal ( timbal balik) antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi

berdasarkan PDRB konstan di Provinsi Lampung.

Dalam perekonomian antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi saling berkaitan. Apabila tingkat inflasi tinggi maka dapat menyebabkan melambatnya

pertumbuhan ekonomi, sebaliknya inflasi yang relatif rendah dan stabil dapat mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi. Begitu pula dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat pula memicu terjadinya inflasi yang tinggi melalui kenaikan dalam permintaan agregat (Rizki, 2012 ).

Dari penjelasan diatas dapat dibuat kerangka pemikiran seperti di bawah ini:

INFLASI

PENGELUARAN

PEMERINTAH

PERTUMBUHAN

EKONOMI


(33)

13

F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab suatu permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang

sebenarnya masih harus diuji kebenarannya. Hipotesis yang dimaksud merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah. Berikut hipotesis dalam

penelitian ini, diantaranya :

1. Diduga adanya hubungan kausalitas jangka panjang antara tingkat

pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran pemerintah di Provinsi Lampung. 2. Diduga adanya hubungan kausalitas jangka panjang antara tingkat

pertumbuhan ekonomi dengan inflasi di Provinsi Lampung

3. Diduga adanya hubungan kausalitas jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dengan inflasi di Provinsi Lampung.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini akan terbagi dalam lima bab yang tersusun sebagai berikut :

I. Pendahuluan.

Menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

II. Tinjauan Pustaka

Menguraikan secara ringkas landasan teori yang menjelaskan tentang

permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, bab ini berisi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, untuk dikaji dan dibandingkan dengan penelitian yang sedang dilakukan, kerangka pikir, serta beberapa hipotesis yang akan diuji dalam penelitian tersebut.


(34)

14

III. Metode Penelitian

Memuat tentang metode pencarian dan analisis data yang digunakan dalam penelitian, berserta sumber data dan batasan variabel.

IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

Menyajikan hasil estimasi data melalui alat analisis yang telah di sediakan.

V. Penutup


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut pandangan ekonom klasik mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang dan modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, (4) tingkat teknologi yang digunakan (Kuncoro, 2007).

Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2002) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan sikap dan ideologi yang dibutuhkannya.

Menurut Todaro (2003), Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1.1Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja

Pertumbuhan penduduk sangat berkaitan dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja yang notabenya merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kemampuan pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi


(36)

16

seberapa besar perekonomian dapat menyerap angkatan kerja yang bekerja produktif.

1.2Akumulasi Modal

Akumulasi modal merupakan golongan dari investasi baru yang di dalamnya mencakup lahan, peralatan fiskal dan sumber daya manusia yang digabung dengan pendapatan sekarang untuk dipergunakan memperbesar output pada masa datang.

1.3Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi menurut para ekonom merupakan faktor terpenting dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi memberikan dampak besar karena dapat memberikan cara-cara baru dan

menyempurnakan cara lama dalam melakukan suatu pekerjaan. 2. Inflasi

Tingkat inflasi yaitu persentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam satu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai suatu ukuran untuk menunjukan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. (Sadono Sukirno, 2006 : 302) Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus menerus. Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya juga menurun. Jadi misalnya inflasi yang terjadi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 5%, sedangkan pendapatan cenderung tetap, itu berarti bahwa secara riil pendapatan mengalami penurunan sebesar 5% yang relatif akan menurunkan daya beli 5% juga. (Iskandar Putong, 2000 : 181)


(37)

17

Menurut Samuelson (2004), inflasi merupakan suatu kenaikan dalam tingkat harga umumm dan laju inflasi adalah tingkat perubahan dari tingkat harga umum tersebut. Inflasi juga merupakan proses kenaikan harga-harga barang secara umum yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang lama yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat serta jatuhnya nilai riil mata uang yang dinyatakan dalam persentase.

Jenis inflasi berdasarkan sebabnya, yaitu : 2.1Demand pull inflation

Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi disatu pihak dan kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment) di pihak lain. Sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak dan penawaran kerja tetap, harga akan naik. Bila hal ini berlangsung secara terus menerus akan mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya pembukkaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru.

2.2Cost push inflation

Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiensinya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh atau menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat, dan sebagainya). Ada dua hal yang dapat dilakukan oleh produsen sehubungan dengan naiknya biaya produksi, yaitu langsung menaikan harga produknya naik


(38)

18

(karena tarik menarik permintaan dan penawaran) karena penurunan jumlah produksi.

Efek inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan produk nasional masing-masing disebut efficiency effect dan output effect.

2.1Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diutungkan dengan adanya inflasi. Pihak-pihak yang dirugikan adalah masyarakat yang mendapatkan pendapatan tetap, orang yang menumpuk

kekayaan dalam bentuk uang kas, demikian juga pihak yang memberikan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah dari laju inflasi. Sedangkan pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang

memperoleh kenaikan pendapatan dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan persentase lebih besar dari laju inflasi.

Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi seseorang dan merupakan subsidi bbagi orang lain.

2.2Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effects)

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa


(39)

19

barang tertentu. Dengan adanya inflasi, permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor pproduksi yang sudah ada. Memang tidak ada jaminan bahwa alokasi faktor produksi itu lebih efisien dalam keadaan tidak ada inflasi.

2.3Efek terhadap output (Output Effect)

Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan produksi, alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi cukup tinggi (hyper inflation) dapat mengakibatkan sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun secara drastis, masyarakat cenderung tidak menyukai uang kas, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dengan output. Inflasi bisa diikuti dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

3 . Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah adalah seluruh pembelian atau pembayaran barang dan jasa untuk kepentingan nasional, seperti pembelian persenjataan dan alat-alat kantor pemerintah, pembangunan jalan dan bendungan, gaji pegawai negeri, angkatan bersenjata, dan lainnya (Samuelson, 2004).


(40)

20

Menurut Mangkosoebroto (1998 : 169) pengeluaran pemerintah adalah hal yang sangat penting karena menyangkut output yang dihasilkan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Pengeluaran pemerintah itu sangat bervariasi, namun secara garis besar dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis (Yuzwar dan Mulyadi, 2003), yaitu:

3.1Pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa mendatang.

3.2Pengeluaran yang langsung memberikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

3.3Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap pengeluaran masa mendatang.

3.4Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan menyebarkan daya beli yang luas.

Pengeluaran dalam anggaran pemerintah di Indonesia secara umum terbagi menjadi dua jenis, yakni pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan (Mangkoesoebroto, 1998):

3.1Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga pinjaman, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misalnya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak


(41)

21

ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian.

3.2Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Anggran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBN secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia maka pencapaian sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin.

Menurut Suparmoko (2002) pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sebagai berikut :

3.1Pengeluaran pemerintah merupakan investasi untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa yang akan datang.

3.2Pengeluaran pemerintah langsung memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.


(42)

22

3.4Pengeluaran pemerintah merupakan sarana penyedia kesempatan kerja yang lebih banyak dan penyebaran daya beli yang lebih luas.

Maka pengeluaran pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 3.1Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya

pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa atau barang yang bersangkutan.

3.2Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, dimana dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain pada akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. 3.3Pengeluaran yang tidak self liquiditing maupun yang tidak produktif, yaitu

pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat.

3.4Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan.

3.5Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang.

4 Teori Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah

Menurut Peacok dan Wiseman (Mangkoesoebroto, 2002) mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran

pemerintah. Teori Peacok dan Wiseman mengemukakan bahwa perkembangan ekonomi akan menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat


(43)

23

walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak

menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

Menurut Nanga (2005) menjelaskan bahwa kebijakan fiskal yang ekspansif (expansionary fiscal policy), yaitu melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G). Dengan adanya kenaikan pengeluaran maka permintaan agregat (AD) akan naik, atau dalam kerangka model AS-AD akan menyebabkan kurva AD bergeser ke kanan. Dengan kurva AS yang tertentu, maka bergesernya kurva AD ke kanan, akan menyebabkan baik tingkat harga (P) maupun tingkat pendapatan (Y)

mengalami kenaikan, seperti dalam gambar di bawah ini.

AS

P1 �

P0

()

()

0 Y0 Y1

Gambar 5. Kebijakan Fiskal Ekspansif dalam Model AD – AS Sumber : Nanga, 2005

Terlihat bahwa dengan adanya kenaikan pengeluaran pemerintah dari G0 ke G1


(44)

24

selanjutnya menyebabkan baik tingkat output (Y) maupun tingkat harga (P) naik masing-masing dari Y0 ke Y1 dan P0 ke P1.

Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah

dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang

dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, tahap lanjut. Pada tahap awal perekembangan ekonomi, persentasi investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap

diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi investasi swasta sudah semakin

membesar. Peranan pemerintah tetap besar dalam tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini

perekembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air, dan pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan


(45)

25

Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GDP semakin besar dan persentasi investasi

pemerintah dalam persentasi terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran -

pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan

ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu.

Dalam teori makro, pengeluaran pemerintah dan pajak-pajak mempunyai dampak terhadap permintaan agregat dari barang dan jasa di dalam perekonomian. Jadi, keduanya bisa diubah-ubah besarnya untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi dari masyarakat. Penggunaan pengeluaran pemerintah dan pajak untuk mencapai tujuan makro ekonomi tertentu tersebut disebut kebijakan fiskal (fiscal policy). Jika diketahui bahwa permintaan agregat (AD) lebih besar daripada tingkat output full-employment, YN atau AD >YN seperti ditunjukkan dalam grafik berikut.


(46)

26

C/I/G

AS = AD C + I + G

AS < AD (Inflationary Gap)

0 � Pendapatan (Y) Gambar 6. Kebijakan Fiskal dan Inflasi

Sumber : Nanga ,2005

Dengan permintaan agregat yang lebih besar daripada tingkat output full employment (AD >YN ), maka tingkat harga akan mempunyai tendensi untuk meningkat (terjadi inflasi). Untuk mengeliminasi kelebihan permintaan agregat, pemerintah dapat menerapkan kebijakan fiskal yang kontraktif yaitu melalui penurunan pengeluaran (G) atau peningkatan penerimaan pajak (T). Dengan penurunan di dalam permintaan agregat, maka kecenderungan tingkat harga (price level ) untuk meningkat dapat dikurangi atau dicegah ( Nanga, 2005).

Dalam teori Keynes menyatakan bahwa jika perekonomian berada di bawah full employment, maka permintaan agregat dapat ditingkatkan atau dinaikkan dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) atau tingkat pajak (t). Didalam kondisi perekonomian yang mengalami depresi yang parah, kebijakan moneter yang dilakukan melalui penurunan tingkat bunga


(47)

27

mungkin tidak begitu efektif, dan bahwa permintaan agregat dapat dinaikkan dengan cepat hanya melalui kebijakan fiskal. Dalam kaitan ini Keynes mengatakan bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengatur permintaan agregat (AD) dalam rangka mempertahankan atau menjaga agar perekonomian mendekati tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) (Nanga, 2005).

5 Teori Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Inflasi

Kurva Phillips pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips, pada tahun 1958.Phillipsmenyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara

pengangguran dan perubahan tingkatupah. Phillips menggunakan perubahan tingkat upah karena upah akan mempengaruhi hargabarang dan jasa dan pada akhirnya juga mempengaruhi inflasi. Pada perkembangannya, kurvaPhillips yang digunakan oleh para ekonom saat ini berbeda dalam penjelasan mengenai

hubunganyang terdapat dalam kurva tersebut.Phillips menyatakan bahwa perubahan tingkat upah dapatdijelaskan oleh perubahan tingkat pengangguran. Tingkat Upah Nominal (∆W)

PC

0 Pengangguran (U) Gambar 7. Kurva Philips


(48)

28

Bentuk kurva Phillips memiliki kemiringan menurun, menunjukkan

hubungannegatif antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran, yaitu saat tingkat upah naik,pengangguran rendah, ataupun sebaliknya.Kurva Phillips membuktikan bahwa antara stabilitasharga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan, yang berartibahwa jika ingin mencapai

kesempatan kerja yang tinggi atau tingkat pengangguran rendah,

sebagaikonsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi. Dengan kata lain, kurvaini menunjukkan adanya trade-off (hubungan negatif) antara inflasi dan tingkat pengangguran,yaitu tingkat pengangguran akan selalu dapat diturunkan dengan mendorong kenaikan laju inflasi,dan bahwa laju inflasi akan selalu dapat diturunkan dengan membiarkan terjadinya kenaikantingkat pengangguran. Terjadinya trade off antara inflasi dan pengangguran maka para pengambil kebijakandihadapkan pada dua pilihan, apakah harus menerima inflasi yang tinggi dengan tingkatpengangguran yang rendah atau sebaliknya. Hal ini akan berpengaruh terhadap GDP, yangselanjutnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.Sejalan dengan itu hukum Okun (Okun law) menyatakan bahwa setiap pengurangan pengangguransatu persen, maka GDP riil akan naik 2,5 persen ( Samuelson, 2004 ).

Dalam Samuelson (2004) menyatakan bahwa inflasi mengurangi efisiensi ekonomi karena mendistorsi harga dan sinyal harga. Pada perekonomian dengan inflasi yang rendah, jika harga pasar suatu barang naik, para pembeli dan penjual


(49)

29

mengetahui bahwa telah terjadi perubahan pada kondisi penawaran dan / atau permintaan barang tersebut, dan mereka dapat bertindak secara tepat.

6 Teori Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Inflasi

Dalam perekonomian yang tidak melakukan perdagangan luar negeri, penawaran agregat adalah sama dengan pendapatan nasionalnya (Y), yaitu sama dengan nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam perekonomian dalam suatu periode tertentu. Pengeluaran agregat, atau pengeluaran yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam perekonomian tersebut, meliputi tiga jenis perbelanjaan: konsumsi rumah tangga (C), investasi perusahaan (I), dan pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa (G). Dengan demikian keadaan yang menciptakan persamaan keseimbangan dalam perekonomian tiga sektor adalah sebagai berikut (Sadono, 2006) :

Y = C + I + G ……… 2.1 Dalam perekonomian dua sektor, pendapatan nasional adalah sama dengan pendapatan disposebel. Pendapatan disposebel merupakan pendapatan yang dapat digunakan oleh para penerimanya, yaitu semua rumah tangga yang ada dalam perekonomian, untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa yang

diinginkan.Sebagai akibat adanya pajak, dalam perekonomian tiga sector pendapatan telah menjadi lebih kecil dari pendapatan nasional. Dalam

perekonomian yang telah mengenakan pajak, perhubungan di antara pendapatan disposebel dan pendapatan nasional dapat dinyatakan persamaan sebagai berikut:


(50)

30

Penurunan pendapatan disposebel akan mengurangi konsumsi dan pendapatan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibayarkannya mengurangi kemampuannya untuk melakukan pengeluaran konsumsi dan menabung (Sadono, 2006). Pajak yang lebih tinggi ini akan mengurangi keuntungan dari produsen dan berimbas pada harga. Dampaknya adalah penawaran agregat turun ( karena penurunan insentif swasta), sementara permintaan agregat meningkat (karena teknik pembiayaan yang inflasioner) dan pada akhirnya mengakibatkan inflasi. Seiring berjalannya waktu, inflasi secara signifikan mengakibatkan pengambilan keputusan pemerintah menjadi rumit.Ketika kebijakan fiscal yang semula sebagai elemen penting dalam mencapai stabilitas harga, ternyata juga dipengaruhi inflasi itu sendiri. Inflasi menaikkan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah yang secara simultan dapat menaikkan penerimaan negara, dimana peningkatan fiscal pemerintah memiliki tingkat kecepatan yang berbeda ( Shohabi, 2014).

B.Tinjauan Empirik

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sigit Harjanto pada tahun 2014 tentang

“Analisis Hubungan Kausalitas Antara Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengeluaran Pemerintah Di Indonesia “. Data yang digunakan adalah data

sekunder yang bersumber dari Kemenkeu, Bank Dunia, Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, berupa data tahunan periode untuk periode (1971-2013). Pembahasan mengacu pada hasil pengujian secara empiris dan faktual. Peneliti menggunakan uji kausalitas Toda-Yamamoto digunakan untuk menjelaskan hipotesis yang menjelaskan bagaimana hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah. Hasil penelitian menunjukan antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah


(51)

31

berlaku hubungan kausalitas satu arah dimana pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pengeluaran pemerintah sesuai dengan hukum Wagner yang menyatakan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah terjadi seiring dengan meningkatnya perekonomian. Hal ini dapat terjadi karena pengeluaran pemerintah digunakan sebagai alat atau kebijakan penyeimbang

(countercyclical) untuk menanggapi perkembangan ataupun siklus perekonomian yang terjadi.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rikwan E.S. Manik pada tahun 2010 tentang “ Analisis Kausalitas Antara Pengeluaran Pemerintah Dan Pertumbuhan

Ekonomi Sumatera Utara “. Peneliti ini mengkaji tentang ada tidaknya

hubungan jangka panjang (kointegrasi) dan hubungan timbal balik

(kausalitas) antara total pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dengan menggunakan metode cointegration test dan Granger Causality Test dengan kurun waktu 1972 - 2006. Dalam penelitian

disimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara mengalami tren yang terus meningkat dari tahun 1972 – 2006, kecuali pada tahun 1998 yang turun secara signifikan sebagai akibat krisis moneter. Dari uji kointegrasi menunjukkan adanya hubungan

keseimbangan jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Sedangkan dari uji Granger Causality tidak ditemukan adanya hubungan timbal balik (kausal) antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara, tetapi


(52)

32

memiliki hubungan yang searah, yakni pengeluaran pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selama periode penelitian.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Wildan Shohabi pada tahun 2014 tentang “ Kausalitas Pengeluaran Pemerintah, Inflasi, dan Pendapatan Nasional di

Indonesia “.penelitian menggunakan tiga variabel yaitu pengeluaran

pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kausalitas antara rasio pengeluaran pemerintah dan inflasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang menunjukkan hubungan dua arah (feedback). Kenudian untuk hasil uji kausalitas antara pengeluaran pemerintah dan pendapatan nasional menunjukkan kausalitas satu arah dalam jangka pendek, yaitu dari pendapatan nasional ke rasio pengeluaran

pemerintah, sedangkan dalma jangka panjang menunjukkan adanya hubungan dua arah (bidirectional causality).Sehingga dalam jangka panjang Wagner’s Law dan hipotesis Keynesian sama-sama berlaku di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek perubahan rasio pengeluaran pemerintah belum memberikan dampak yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi, akan tetapi dampaknya baru dapat dirasakan dalam jangka panjang. Kemudian untuk hasil uji kausalitas antara pendapatan nasional dan inflasi, dalam jangka pendek terjadi kausalitas dua arah. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan tingkat inflasi jangka pendek menyebabkan perubahan dalam output nasional yang mengakomodasi model upah kaku. Namun dalam jangka panjang akan terjadi penyesuaian upah, sehingga hanya terjadi


(53)

33

4. Penelitian yang dilakukan oleh Perdana Kranti Rizki pada tahun 2012

berjudul “ Analisis Kausalitas Pertumbuhan Ekonomi , Tingkat Inflasi dan

Pengangguran (Studi Kasus Kota Kabupaten se-Jawa Timur Tahun

2006-2010) “. Variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat

inflasi dan pengangguran yang menggunakan data sekunder. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini

menggunakan uji stasioner yang dipergunakan untuk melihat apakah ada sifat autokorelasi atau heterokedastisitas. Yang selanjutnya adalah uji Kointegrasi yang dipergunakan untuk melihat apakah ada hubungan jangka panjang antar variabel. Dan yang terakhir adalah menggunakan uji Granger Causality yang berguna untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel. Berdasarkan hasil uji kointegrasi telah diketahui bahwa antara tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi serta tingkat pengangguran terdapat hubungan jangka panjang. Dan dalam hasil hipotesis menyatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik (causality) antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan indeks inflasi tidak terbukti. Dikarenakan terjadi hubungan searah antar kedua variabel

(Uninderectional Causality), yaitu jumlah pengangguran berpengaruh secara signifikan terhadap indeks inflasi. Hubungan timbal balik (causality) antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah pengangguran tidak terbukti, dikarenakan terjadi hubungan searah antara kedua variabel (Uninderectional Causality), yaitu jumlah pengangguran berpengaruh secara signifikan

terhadap indeks inflasi. Hubungan timbal balik (causality) antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan indeks inflasi terbukti. Dikarenakan terjadi


(54)

34

hubungan dua arah antar kedua variable (Uninderectional Causality), yaitu jumlah pengangguran berpengaruh secara signifikan terhadap indeks inflasi, dan indeks inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah

pengangguran.Inflasi di Jawa Timur seringkali mengalami peningkatan sehingga inflasi merupakan komponen dalam perekonomian yang cukup sulit untuk diprediksi dan seringkali berbeda dari target inflasi yang sudah

ditentukan. Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan terjadinya inflasi, seperti permintaan agregat yang tidak diimbangi oleh peningkatan penawaran agregat, melemahnya nilai tukar rupiah, dan ekspektasi masyarakat tentang inflasi juga berpengaruh pada perubahan tingkat inflasi. Sedangkan dampak yang ditimbulkan dari adanya inflasi, yaitu kenaikan harga secara umum, distribusi pendapatan yang tidak merata, tingkat bunga yang semakin tinggi, dan menurunnya kegiatan investasi. Tingkat pengangguran di Jawa Timur juga selalu mengalami penurunan, hal ini disebabkan tingkat pengangguran di Jawa Timur cenderung dipengaruhi jumlah lapangan kerja yang semakin banyak dan masyarakat Jawa Timur sudah mampu untuk berinovasi dalam mengembangkan usahanya, yang berakibat pada terserapnya jumlah pekerja yang banyak.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Engla Desnim Silvia, Yunia Wardi dan Hasdi

Aimon pada tahun 2013 tentang “Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi,

dan Inflasi Di Indonesia”. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder yang diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait seperti laporan tahunan, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), BPS


(55)

35

(Badan Pusat Statistik) berbagai edisi. Data seluruh variabel yang akan diteliti ini dimulai dari kuartal I tahun 2001 sampai dengan kuartal IV tahun 2011 dengan jumlah data (n) adalah 44 periode. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga uji analisis yaitu uji stasioneritas, uji kointegrasi dan uji kausalitas granger dengan menggunakan tiga variable yaitu pertumbuhan ekonomi, investasi dan inflasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, net ekspor, dan inflasi

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan arti kata, apabila konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor

meningkat sedangkan inflasi menurun maka akanberdampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Begitu sebaliknya, apabila konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor menurun sedangkan inflasi meningkat maka akan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.Pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhanekonomi berpengaruh terhadap investasi di Indonesia. Dengan arti kata, apabila pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi meningkat sedangkan jumlah uang beredar, suku bunga, dan inflasi turun maka akan berdampak terhadap peningkatan investasi di Indonesia. Begitu sebaliknya, apabila pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi menurun sedangkan jumlah uang beredar, suku bunga, dan inflasi meningkat maka akan berdampak terhadap penurunan investasi di Indonesia.Pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar, dan suku bunga berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia. Dengan arti kata, apabila jumlah uang beredar meningkat sedangkan pengeluaran pemerintah


(56)

36

dan suku bunga menurun maka akan berdampak terhadappeningkatan inflasi di Indonesia. Begitu sebaliknya, apabila jumlah uang beredar menurun sedangkan pengeluaran pemerintah dan suku bunga meningkat maka akan berdampak terhadap penurunan inflasi di Indonesia.


(57)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, rincian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder runtun waktu dari tahun 2004-2013. Data sekunder adalah data yang tersedia dan telah diproses oleh pihak-pihak lain sebagai hasil atas penelitian yang telah dilakukan. Data yang digunakan yaitu Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di pemerintah daerah Provinsi Lampung tahun 1984-2013, data PDRB atas dasar harga konstan Provinsi Lampung tahun 1984-2013, dan data inflasi di Provinsi Lampung tahun 1984-2013.

Sumber data yang terkait dalam penelitian ini adalah bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

B. Batasan Variabel

Variabel penelitian yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, dan inflasi. Definisi operasional masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


(58)

38

1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan sikap dan ideologi yang dibutuhkannya. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung yang dinyatakan dalam persentase selama tahun 1985-2013. 2. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah adalah seluruh pembelian atau pembayaran barang dan jasa untuk kepentingan nasional, seperti pembelian persenjataan dan alat-alat kantor pemerintah, pembangunan jalan dan bendungan, gaji pegawai negeri, angkatan bersenjata, dan lainnya (Samuelson, 1997). Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung yang dinyatakan dalam satuan miliar rupiah selama tahun 1985-2013.

3. Inflasi

Inflasi merupakan suatu kenaikan dalam tingkat harga umum dan laju inflasi adalah tingkat perubahan dari tingkat harga umum tersebut. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung yang dinyatakan dengan satuan

persentase selama tahun 1985-2013. C. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, pengolahan data menggunakan program komputer yaitu menggunakan program E-Views 7.0 .


(59)

39

D. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dengan

menggunakan teori-teori dan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini. Dan untuk mengetahui hubungan antar variabel maka dilakukan pengujian adalah sebagai berikut :

1. Uji Stasioneritas (Unit Root Test)

Metode uji stasioner data telah berkembang pesat seiring dengan perhatian para ahli ekonometrika terhadap ekonometrika time series. Metode yang akhir-akhir ini banyak digunakan oleh ahli ekonometrika untuk menguji masalah stasioner data adalah uji akar-akar unit (unit root test). Uji akar unit pertama kali

dikembangkan oleh Dickey-Fuller dan dikenal dengan uji akar unit Dickey-Fuller (DF). Ide dasar uji stasionaritas data dengan uji akar unit dapat dijelasskan

melalui model berikut:

� = � �−1 + �� -1 ≤ � ≤ 1 (3.1)

Dimana � adalah variabel gangguan yang bersifat random atau stokastik dengan rata-rata nol, varian yang konstan dan tidak saling berhubungan (nonautokorelasi) sebagaimana asumsi metode OLS. Variabel gangguan yang mempunyai sifat tersebut disebut variabel gangguan yang white noise.

Jika nilai � = 1 maka dapat dikatakan bahwa variabel random (stokastik) Y mempunyai akar unit (unit root). Jika data time series mempunyai akar unit maka dikatakan data tersebut bergerak secara random (random walk) dan data yang mempunyai sifat random walk dikatakan tidak stasioner. Oleh korena itu jika


(60)

40

melakukan regresi pada lag �−1dan mendapatkan nilai � = 1 maka dapat dikatakan tidak stasioner. Inilah ide dasar uji akar unit untuk mengetahui apakah data stasioner atau tidak.

Jika persamaan (3.1) tersebut dikurangi kedua sisinya dengan �−1 maka akan dihasilkan persamaan sebagai berikut:

� − �−1 = � �−1− �−1+ � (3.2)

= (� −1) �−1+ �

Persamaan (3.2) dapat ditulis sebagai berikut:

∆ � = ∅ �−1+ �� (3.3)

Dimana ∅= � −1 dan ∆ = �−1

Di dalam prakteknya untuk menguji ada tidaknya masalah akar unit diestimasi persamaan (3.3) daripada persamaan (3.1) dengan menggunakah hipotesis nul ∅ = 0 . Jika ∅ maka �= 1 sehingga data Y mengandung akar unit yang berarti data time series Y adalah stasioner. Tetapi perlu dicatat bahwa jika ∅= 0 maka persamaan (3.3) dapat ditulis menjadi:

∆ � = �� (3.4)

Dimana � adalah variabel gangguan yang mempunyai sifat white noise , maka perbedaan atau diferensi pertama (first diference) dari data time series random walk adalah stasioner.

Kembali ke uji akar unit dalam persamaan (3.3). untuk mengetahui masalah akar unit tinggal melakukan regresi dengan �−1 dan mendapatkan koefisiennya ∅.


(61)

41

Jika nilai koefisien ∅ = 0 maka bisa disimpulkan bahwa data Y adalah tidak stasioner. Tetapi jika ∅ negatif maka data Y adalah stasioner karena agar ∅ tidak sama dengan nol maka nilai � harus lebih kecil dari satu.

2. Penentuan Lag Optimum

Pemilihan optimum lag dalam penelitian ini akan digunakan dalam menentukan lag interval yang sesuai dalam uji kointegrasi dan kausalitas Granger. Gujarati dan Porter (2012) menyebutkan bahwa salah satu kekurangan model VAR adalah dalam penentuan lagoptimal yang digunakan. Lag optimal yang terlalu pendek dikhawatirkan tidak dapat menjelaskan dinamika model secara keseluruhan, sedangkan lag optimal yang terlalu panjang akan menghasilkan estimasi yang tidak efisien karena mengurangi degree of freedom. Secara umum,ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lag optimal,

diantaranyaadalah AIC (Akaike Information Criterion), SIC (Schwarz Information Criterion), LR (Likelihoodratio), FPE (Final Prediction Error), dan HQ ( Hannan-Quinn Information Criterion). Lag optimal (k) yang direkomendasikan oleh kriteria di atas ditunjukkan oleh letak tanda bintang pada lagbersangkutan.

3. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variable yang diteliti memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang (berkointegrasi) atau tidak dengan menggunakan Johansen test.Uji yang dikembangkan Johansen dapat digunakan untuk menentukan kointegrasi sejumlah variabel (vektor). Untuk menjelaskan uji dari Johansen dapat dilihat pada model autoregresif dengan order p berikut ini:


(62)

42

�= �−1 + . . . + � �−� + � + �� 3.5

Dimana adalah vektor k dari variabel I(1) non-stasioner, adalah vektor d dari variabel deterministik dan � merupakan vektor inovasi. Persamaan (3.5) ditulis kembali menjaadi:

∆ �= �−=11�∆ �−1 + ∏ �− + � + �� 3.6

Dimana ∏ = �=1 - I dan Γ = − �= +1

Hubungan jangka panjang (kointegrasi) dijelaskan di dalam matrik dari sejumlah

p variabel. Ketika 0 < rank = r < ( ∏ ) = r < p maka ∏ terdiri dari matrik Q dan R dengan demensi p x r sehingga ∏ = QR’. Matrik R terdiri dari r, 0 < r < p vektor

kointegrasi sedangkan Q merupakan matrik vektor parameter error correction. Johansen menyarankan estimator maximum likelihood untuk Q dan R dan uji statistik untuk menentukan vektor kointegrasi r. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likelihood ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai kritis LR maka menerima adanya kointegrasi sejumlah variabel dan sebaliknya jika nilai hitung LR lebih kecil dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi.

Nilai kritis LR diperoleh dari tabel yang dikembangkan oleh Johansen dan Juselius. Nilai hitung LR dihitung berdasarkann formula sebagai berikut:

�� = −� =�+1log( 1− � ) 3.6

Untuk r = 0,1 ,...., k-1 dimana � adalah nilai i eigenvalue yang paling besar. Johansen juga menyediakan uji statistik LR alternatif yang dikenal maximum eigenvalue statistic. Maximum eigenvalue statistic dapat dihitung dari trace statistic sebagai berikut:


(63)

43

4. Uji Kausalitas Granger

Uji kausalitas adalah suatu uji yang mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, dan menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain, studi kausalitas mempertanyakan masalah sebab akibat. Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Hal ini bermula dari ketidaktahuan keterpengaruhan antar variabel. Jika ada dua variabel Y dan X, maka apakah Y mempengaruhi atau menyebabkan X atau X mempengaruhi atau menyebabkan Y atau berlaku semuanya atau keduanya atau tidak ada hubungan keduanya.

Untuk melihat hubungan kausalitas Granger dapat dilihat dengan

membandingkan F-statistik dengan nilai kritis F-tabel pada tingkat kepercayaan (1% atau 5% atau 10%) dan dapat pula dari membandingkan besarnya nilai probabilitas dengan tingkat kepercayaan (1% atau 5% atau 10%). Jika nilai F-statistik lebih besar daripada F-tabel pada tingkat signifikan (1% atau 5% atau 10%), maka variabel Y (terikat) mempengaruhi X (bebas) berarti

variabel-variabel tersebut hanya memiliki kausalitas satu arah, begitu pula sebaliknya. Jika seluruh variabel yang diuji memiliki F-statistik yang lebih besar dari F-tabel, maka kedua variabel tersebut memiliki kausalitas dua arah. Namun, jika kedua variabel tersebut ternyata memiliki F-statistik yang lebih kecil dari F-tabelnya, maka tidak ada kausalitas diantara kedua varibel tersebut. Kelebihan dari uji kausalitas granger ini adalah bahwa uji ini jauh lebih bermakna dibanding dengan uji yang berdasarkan korelasi biasa, karena dari pengujian ini dapat diketahui


(64)

44

kejelasan arah hubungan dari dua variabel yang diduga saling mempunyai hubungan (Kuncoro, 2007).

4.1Pengujian Arah Kausalitas

4.1.1 Pengujian Arah Kausalitas Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengeluaran Pemerintah

Y G , G Y Model Dasar :

� = �0 + =1 α �−1 + =1 α ��−1 + µ�

�� = �0 + =1 α ��−1 + =1 α �−1 + µ�

4.1.2 Pengujian Arah Kausalitas Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Inflasi Y I , I Y

Model Dasar :

� = �0 + =1 α �−1 + =1 α ��−1 + µ�

�� = �0 + =1α ��−1 + =1 α �−1 + µ�

4.1.3 Pengujian Arah Kausalitas Pengeluaran Pemerintah Terhadap Inflasi G I , I G

Model Dasar :

�� = �0 + =1 α ��−1 + =1 α ��−1 + µ�


(65)

45

E. Gambaran Umum Provinsi Lampung

Secara geografis Provinsi Lampung terletak antara 3045ꞌ Lintang Selatan dan

103050ꞌ - 105050ꞌ Bujur Timur dengan luas wilayah 35,376,50km2. Provinsi Lampung secara geografis terletak diujung selatan Pulau Sumatera. Letaknya sangat strategis karena provinsi ini menjadi sentral penghubung antara Jawa dan Sumatera. Di sebelah selatan, provinsi dengan ibukota Bandar Lampung ini berbatasan dengan Selat Sunda, kawasan yang harus dilalui oleh siapapun yang hendak pergi dari Sumatera menuju Jawa atau sebaliknya. Di daerah utara, Lampung berbatasan dengan provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah timur berhadapan dengan laut Jawa, dan di sebelah barat berhimpitan dengan Samudra Indonesia.

Provinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan, mulai dari pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan, pariwisata, sampai kehutanan. Provinsi ini memiliki lahan sawah irigasi teknis seluas 103.245 ha, sawah, irigasi setengah teknis 24.164 ha, dan lahan sawah irigasi non teknis seluas 244.008 ha. Total saluran irigasi mencapai 371.417 km. Kawasan hutan mencapai 1.004.735 ha atau sekitar 30,43 % dari luas wilayah provinsi, terdiri atas hutan lindung 317.615 ha, hutan suaka alam dan hutan wisata/taman nasional 462.030 ha; hutan produksi terbatas 33.358 ha dan hutan produksi tetap 91.732 ha. Dari laut dan sungai sungainya yang besar pada 2006 Lampung menikmati hasil tangkapan laut hingga 133.503,4 ton, sedangkan tangkapan perairan umum mencapai 10.345,4 ton. Provinsi ini juga dikenal sebagai penghasil jagung, ubi kayu, dan dedak halus


(66)

46

sebagai bahan baku pembuat konsentrat yang sangat dibutuhkan oleh ternak. Dengan dukungan potensi bahan baku ini, Lampung mampu menghasilkan produksi 23 juta ekor ayam potong pada 2006, meningkat dibandingkan dengan produksi 2005 yang mencapai 21 juta ekor ayam potong.

Perekonomian di Provinsi Lampung juga sangat didukung oleh produksi

perkebunan seperti kopi, lada, karet, kelapa, dan tebu. Produksi kopi pada tahun 2006 mencapai 143.050 ton, produksi kakao 22.976 ton, lalu diikuti produksi kelapa dalam lebih dari 112.631 ton, lada 24.011 ton, karet 54.461 ton, kelapa sawit 367.840 ton, dan tebu 693.613 ton. Dari hasil produksi tebu itu Lampung memberi kontribusi 35% dari total produksi gula nasional, meningkat dibanding kontribusi 2005 yang mencapai 20%.

Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964 merupakan Keresidenan Lampung,dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1964, Undang-Undang Nomor 14 tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi Lampung dengan Ibukota Tanjung karang-Teluk betung. Selanjutnya Kotamadya Tanjung karang-Teluk betung tersebut berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 1983 telah diganti namanya menjadi Kotamadya Bandar

Lampung terhitung sejak tanggal 17 Juni 1983. Provinsi Lampung terbagi kedalam 14 kabupaten/kota, 214 kecamatan.


(67)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV, dapat ditarik beberapa kesimpulan terkait dengan tujuan penelitian ini:

1. Ketiga variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan inflasi bersifat stasioner, yang artinya terjadi akar unit.

2. Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dengan inflasi dan pengeluaran pemerintah dengan inflasi, sedangkan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi tidak terjadi hubungan jangka panjang.

3. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik (causality) antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah tidak terbukti.

Dikarenakan terjadi hubungan searah antara kedua variabel tersebut , yaitu pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap pengeluaran pemerintah.

4. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik (causality) antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi telah terbukti. Dikarenakan terjadi hubungan dua arah antara kedua variabel tersebut , yaitu pertumbuhan


(68)

63

ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi dan inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. . 5. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang

menyatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik (causality) antara

pengeluaran pemerintah dan inflasi tidak terbukti. Dikarenakan tidak terjadi hubungan searah maupun dua arah antara kedua variabel tersebut , yaitu pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap inflasi dan inflasi tidak berpengaruh terhadap pengeluaran pemerintah.

B. Saran

1. Pemerintah sebaiknya menetapkan kembali tentang kebijakan pajak karena dengan melihat lemahnya daya beli masyarakat dan pajak yang tinggi maka semakin memperlemah kemampuan masyarakat untuk belanja, serta

pengusaha yang pendapatannya sedikit akibat rendahnya daya beli

masyarakat akan semakin terbebani dengan membayar pajak yang tinggi pula. Sehingga dengan pajak yang sesuai maka diharapkan investor ingin

berinvestasi di Indonesia, khususnya Provinsi Lampung sehingga pertumbuhan ekonomi dapat ikut naik.

2. Dalam upaya menurunkan inflasi di Provinsi Lampung seharusnya

pemerintah menjaga kestabilan harga secara keseluruhan agar inflasi yang tinggi dapat dihindari serta pemerintah harus tetap mengupayakan agar tingkat inflasi tetap terkendali di bawah 5%.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Alfirman, Luky dan Sutrisno, Edy. (2006). Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto di Indonesia dengan

Menggunakan Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression. Jurnal Keuangan Publik, Vol. 4, Nomor 1.

Badan Pusat Statistik .1984-2013. Pertumbuhan Ekonomi Lampung. Badan Pusat Statistik. 1984-2013. Inflasi Lampung

Badan Pusat Statistik. 1984-2013. Pengeluaran Pemerintah Lampung Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2004-2013. Laporan Realisasi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung.

Dornbusch, R and Stanley, Fischer. (1996). Makro Ekonomi, Edisi Keempat, alih bahasa oleh Julius A. Mulyadi, Erlangga, Indonesia.

Gujarati, Damodar N dan Dawn C. Porter. 2012. Dasar – Dasar Ekonometrika. Jakarta : Erlangga.

Haryanto, Tommy Prio.2013. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2011. Universitas Negeri Semarang. Jurnal Ekonomi Pembangunan

Heller, Peter S. 1980. Impact of inflation on fiscal policy in developing country. Intenational Monetary Fund Staff Papers, Vol. 27, (No. 4) : 712-748


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV, dapat ditarik beberapa kesimpulan terkait dengan tujuan penelitian ini:

1. Ketiga variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan inflasi bersifat stasioner, yang artinya terjadi akar unit.

2. Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dengan inflasi dan pengeluaran pemerintah dengan inflasi, sedangkan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi tidak terjadi hubungan jangka panjang.

3. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik (causality) antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah tidak terbukti.

Dikarenakan terjadi hubungan searah antara kedua variabel tersebut , yaitu pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap pengeluaran pemerintah.

4. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik (causality) antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi telah terbukti. Dikarenakan terjadi hubungan dua arah antara kedua variabel tersebut , yaitu pertumbuhan


(2)

63

ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi dan inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. . 5. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang

menyatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik (causality) antara

pengeluaran pemerintah dan inflasi tidak terbukti. Dikarenakan tidak terjadi hubungan searah maupun dua arah antara kedua variabel tersebut , yaitu pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap inflasi dan inflasi tidak berpengaruh terhadap pengeluaran pemerintah.

B. Saran

1. Pemerintah sebaiknya menetapkan kembali tentang kebijakan pajak karena dengan melihat lemahnya daya beli masyarakat dan pajak yang tinggi maka semakin memperlemah kemampuan masyarakat untuk belanja, serta

pengusaha yang pendapatannya sedikit akibat rendahnya daya beli

masyarakat akan semakin terbebani dengan membayar pajak yang tinggi pula. Sehingga dengan pajak yang sesuai maka diharapkan investor ingin

berinvestasi di Indonesia, khususnya Provinsi Lampung sehingga pertumbuhan ekonomi dapat ikut naik.

2. Dalam upaya menurunkan inflasi di Provinsi Lampung seharusnya

pemerintah menjaga kestabilan harga secara keseluruhan agar inflasi yang tinggi dapat dihindari serta pemerintah harus tetap mengupayakan agar tingkat inflasi tetap terkendali di bawah 5%.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alfirman, Luky dan Sutrisno, Edy. (2006). Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto di Indonesia dengan

Menggunakan Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression. Jurnal Keuangan Publik, Vol. 4, Nomor 1.

Badan Pusat Statistik .1984-2013. Pertumbuhan Ekonomi Lampung.

Badan Pusat Statistik. 1984-2013. Inflasi Lampung

Badan Pusat Statistik. 1984-2013. Pengeluaran Pemerintah Lampung

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2004-2013. Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung.

Dornbusch, R and Stanley, Fischer. (1996). Makro Ekonomi, Edisi Keempat, alih bahasa oleh Julius A. Mulyadi, Erlangga, Indonesia.

Gujarati, Damodar N dan Dawn C. Porter. 2012. Dasar – Dasar Ekonometrika. Jakarta : Erlangga.

Haryanto, Tommy Prio.2013. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2011. Universitas Negeri Semarang. Jurnal Ekonomi Pembangunan

Heller, Peter S. 1980. Impact of inflation on fiscal policy in developing country. Intenational Monetary Fund Staff Papers, Vol. 27, (No. 4) : 712-748


(4)

Kuncoro, Haryo. 2007. Kausalitas Penerimaan, Belanja, dan PDRB Pada Kota dan Kabupaten di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 12 No.3, Desember 2007.

Magazzino, Cosimo. 2011. The nexus between public expenditure and inflation in the Mediterranean countries. Munich Personal RePec Archive Paper.

Mangkoesoebroto, Guritno. 1998. Ekonomi Publik. Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.

Manik, Rikwan E.S. danHidayat, Paidi. 2010. Analisis Kausalitas Antara Pengeluaran Pemerintah Dan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara (Metode Cointegration test dan Granger Causality test). Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Mankiw, N. Gregory. 2003. Pengantar Ekonomi. Edisi Kedua : Jilid Kedua. Jakarta : Erlangga

Nanga, Muana. 2005. Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nopirin.2000. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE.

Peacock, Alan T. & Wiseman, Jack. 1961. The growth of publicc expenditure volatility in Indonesia post-reformation era.

Rizki, Perdana Kranti.2012.Analisis Kausalitas Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi, Dan Pengangguran Jawa Timur (Studi Kasus Kota kabupaten se- Jawa Timur tahun 2006 - 2010). Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Samuelson, Nordhaus.2004.Ilmu Makroekonomi.Edisi 17.PT Media Global Edukasi.Jakarta

Shohabi, Wildan.2014. Kausalitas Pengeluaran Pemerintah , Inflasi, dan Pendapatan Nasional di Indonesia. Jurnal Ekonomi. Malang.


(5)

Silvia,Engla Desnim, Wardi Yunia, dan Aimon, Hasdi.2013.Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan Inflasi Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Sinha, Dipendra. (1998). Government Expenditure and Economic Growth in Malaysia. Journal of Economic Development, Vol. 23, Number 2. Sukirno, Sadono.2006. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo

Persada : Jakarta.

Suparmoko. 2002. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka Pelaksanaan Azas Desentralisasi Fiskal. Yogyakarta: BPFE

Syaiful Maqrobi, Amin Pujiati.2011. Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi :Uji Kausalitas Inflation and Economic Growth : Testing For Causality. Jurnal Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Vol.3 No.1

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Ekonisia


(6)