KAJIAN PEMANFAATAN TANAMAN KANGKUNG PADA SISTEM AKUAPONIK GUNA MENGURANGI AMONIA

(1)

KAJIAN PEMANFAATAN TANAMAN KANGKUNG PADA SISTEM AKUAPONIK GUNA MENGURANGI AMONIA

Oleh

Riska Emilia Sartika Dauhan

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

KAJIAN PEMANFAATAN TANAMAN KANGKUNG PADA SISTEM AKUAPONIK GUNA MENGURANGI AMONIA

Oleh

Riska Emilia Sartika Dauhan

Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta produktifitas akuaponik. Limbah yang dihasilkan dari proses budidaya memiliki dampak negatif bagi hewan akuatik. Amonia merupakan salah satu limbah yang berasal dari sisa metabolisme ikan yang terlarut dalam air (feses ikan) serta makanan ikan yang tidak termakan dan mengendap di dasar kolam budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat tanaman kangkung pada sistem akuaponik guna mengurangi kadar amonia serta mengetahui jumlah kepadatan optimal tanaman pada sistem akuaponik dalam mengurangi kadar amonia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Data dianalisis menggunakan model rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing terdiri dari 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 10 rumpun tanaman kangkung, 20 rumpun tanaman kangkung, 30 rumpun tanaman kangkung dan tidak menggunakan tanaman kangkung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pengurangan konsentrasi amonia ialah perlakuan dengan jumlah tanaman 30 batang per rumpun kangkung.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Kerangka Pikir ... 4

1.5 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Akuaponik ... 7

2.2 Amonia dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 8

2.3 Fungsi Tanaman untuk Menyerap Amonia... 9

2.4 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... 11

2.4.1 Klasifikasi ... 11

2.4.2 Morfologi ... 11

2.4.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup ... 12

2.5 Parameter Kualitas Air ... 13

2.5.1 DO ... 13

2.5.2 Suhu ... 13


(7)

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.3 Desain Penelitian ... 16

3.4 Prosedur Penelitian ... 18

3.4.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan ... 18

3.4.2 Persiapan Hewan Uji ... 19

3.4.3 Persiapan Tanaman Kangkung ... 19

3.4.4 Pemeliharaan ... 20

3.4.5 Pengelolaan Kualitas Air ... 20

3.5 Parameter yang Diamati ... 21

3.6 Analisis Sampel ... 21

3.7 Analisis Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 23

4.1.1 Konsentrasi Reduksi Amoniak ... 23

4.1.2 Pengaruh Perlakuan Tanaman Kangkung Terhadap Pengurangan Amonia ... 26

4.1.3 Panen Tanaman Kangkung ... 27

4.1.4 Parameter Kualitas Air ... 29

4.1.5 Survival Rate (SR) ... 29

4.2 Pembahasan... 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, pH, DO, CO2, alkalinitas, kesadahan,

fosfat, nitrogen dan lainnya (Imam, 2010). Pengaruh kualitas air terhadap kegiatan budidaya sangatlah penting, sehingga pengawasan terhadap parameter kualitas air mutlak dilakukan oleh pembudidaya.

Amonia (NH3) merupakan salah satu parameter kualitas air yang merupakan masalah

besar bagi ikan dan dalam kegiatan budidaya ikan. Menurut Pillay (2004), konsentrasi amonia yang toksik dalam periode waktu yang singkat berkisar antara 0,6-2,0 mg/l. Adanya amonia dalam perairan, selain menyebabkan toksisitas tinggi, konsentrasi amonia juga membahayakan bagi ikan. Pengaruh langsung dari kadar amonia tinggi yang belum mematikan adalah rusaknya jaringan insang, yaitu lempeng insang membengkak sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan akan terganggu (Rully, 2011).

Amonia yang ada di perairan berasal dari sisa metabolisme ikan yang terlarut dalam air, feses ikan, serta dari makanan ikan yang tidak termakan dan mengendap di dasar


(9)

kolam budidaya. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan konsentrasi amonia meningkat antara lain membusuknya makanan ikan yang tidak termakan, menurunnya kadar DO pada kolam yang apabila oksigen terlarut berkisar antara 1-5 ppm

mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat sedangkan oksigen terlarut yang kurang dari 1 ppm dapat bersifat toksik bagi sebagian besar spesies ikan (Rully, 2011). Selain dua faktor tersebut, hal yang dapat meningkatkan konsentrasi amonia ialah filter yang tidak bekerja dengan baik, serta pergantian air kolam yang tidak rutin. Presentase pengurangan amonia menunjukkan seberapa besar amonia yang dikurangi oleh sistem akuaponik, semakin tinggi presentase pengurangan amonia maka akan semakin rendah konsentrasi amonia pada media budidaya ikan.

Tumbuhan akuatik mengambil nitrogen dalam bentuk amonia maupun nitrat.

Keberadaan tanaman akuatik berpengaruh terhadap kondisi fisika, kimia, dan biologis suatu ekosistem perairan. Oleh karena itu, tanaman akuatik dapat digunakan untuk mengelola ekosistem perairan.

Sistem akuaponik mengurangi amonia dengan menyerap air buangan budidaya atau air limbah dengan menggunakan akar tanaman sehingga amonia yang terserap mengalami proses oksidasi dengan bantuan oksigen dan bakteri, amonia diubah menjadi nitrat. Pada kegiatan budidaya dengan sistem tanpa pergantian air, bakteria memiliki peranan penting dalam menghilangkan partikel amonia melalui proses nitrifikasi (Rully, 2011).

Tanaman kangkung merupakan tumbuhan yang termasuk jenis sayur-sayuran dan ditanam sebagai makanan.Kangkung banyak dijual di pasar-pasar.Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia dan merupakan tumbuhan yang dapat dijumpai hampir di


(10)

mana-mana terutama di kawasan perairan. Struktur kangkung memiliki akar yang tidak kuat dan mudah dalam pemeliharaannya. Seperti tanaman pada umumnya tanaman kangkung membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi tanaman kangkung diperoleh dari penyerapan oleh akar-akar tanaman kangkung terhadap nutrisi yang ada. Pada sistem akuaponik tanaman menyerap nitrat yang ada pada perairan.

Nitrat yang dihasilkan dari proses nitrifikasi tersebut dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi oleh tanaman kangkung. Setelah proses tersebut maka air yang telah diserap limbahnya oleh tanaman air pada sistem akuaponik dapat kembali dialirkan pada kolam budidaya sehingga tidak memberikan pengaruh yang buruk berupa penurunan kualitas air dan konsentrasi amonia menurun.

Penggunaan kangkung dalam sistem akuaponik mampu mengurangi limbah nitrogen budidaya ikan hingga 58% (Setijaningsih, 2009). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pentingnya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah rumpun kangkung yang paling efektif dalam mengurangi amonia sehingga sistem akuaponik dapat menjadi alternatif pemecahan masalah dalam mengelola air limbah hasil budidaya khususnya dalam mengurangi amonia yang ada.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah :

(1) Mengetahui manfaat penggunaan tanaman kangkung terhadap pengurangan konsentrasi amonia pada sistem akuaponik.


(11)

(2) Mengetahui jumlah batang per rumpun terbaik tanaman kangkung pada sistem akuaponik guna mengurangi konsentrasi amonia.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan tanaman kangkung pada sistem akuaponik guna mengurangi amonia.

1.4 Kerangka Pikir

Kegiatan budidaya tidak terlepas dari limbah sebagai hasil buangan budidaya

tersebut.Limbah budidaya dapat berupa feses ikan budidaya, sisa makanan ikan yang tidak termakan, dan hasil metabolisme ikan. Limbah yang ada pada wadah budidaya menyebabkan terbentuknya amonia. Amonia yang terdapat pada wadah budidaya berdampak buruk bagi organisme budidaya, maupun bagi kualitas air budidaya. Amonia yang ada, apabila tidak terurai menyebabkan kualitas air budidaya menurun dan toksik bagi ikan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah limbah amonia ialah menggunakan sistem akuaponik.

Sistem akuaponik memanfaatkan tanaman guna mengurangi limbah yang ada melalui penyerapan oleh akar-akar tanaman. Pada penelitian ini menggunakan tanaman kangkung sebagai filter alami. Kangkung juga termasuk tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat yang merupakan salah satu syarat untuk dipelihara dalam sistem akuaponik dengan menggunakan sistem filter yang sederhana jumlah batang per rumpun yang digunakan juga dibuat berbeda. Setelah pemanfaatan sistem akuaponik


(12)

dalam pemeliharaan ikan diintegrasikan limbah yang ada mengalami pengurangan sehingga kualitas air kembali dalam kondisi baik.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemanfaatan tanaman kangkung yang digunakan pada sistem akuaponik dalam mengurangi amonia, sehingga kualitas air pada kegiatan budidaya ikan dapat terjaga dengan baik.Kerangka pemikiran untuk penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Limbah Buangan Kegiatan Budidaya

Hasil ekskresi dan sisa metabolisme

Sisa pakan yang mengendap di dasar kolam dan tersuspensi

Konsentrasi amonia meningkat

Memanfaatkan sistem akuaponik guna mengurangi amonia dengan jumlah batang per

rumpun kangkung yang berbeda

Kualitas air kembali normal


(13)

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 :Tidak ada manfaat penggunaan tanaman kangkung untuk mengurangi konsentrasi

amonia pada sistem akuaponik.

H1 :Minimal ada satu perbedaan jumlah rumpun tanaman kangkung yang bermanfaat


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Akuaponik

Akuaponik merupakan jawaban dari efisiensi air dan penghematan lahan budidaya yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008). Teknologi akuaponik juga menghubungkan akuakultur berprinsip resirkulasi dengan produksi tanaman atau sayuran hidroponik (Diver, 2006) yaitu ikan dan tanaman tumbuh dalam satu sistem yang terintegrasi dan mampu menciptakan suatu simbiotik diantara keduanya (Pramono, 2009). Sistem ini merupakan teknologi terapan hemat lahan dan air dalam budidaya ikan. Selain hemat lahan dan air dalam pelaksanaannya, sistem akuaponik cukup efektif dalam mengurangi limbah buangan hasil budidaya.

Manfaat terbesar dari penerapan sistem akuaponik, nitrat dan fosfat yang merupakan limbah budidaya ikan dapat diserap dan digunakan sebagai pupuk oleh tanaman akuatik sehingga menurunkan konsentrasi cemaran serta meningkatkan kualitas air. Pemantauan kualitas air diantaranya untuk mengetahui gambaran kualitas air pada suatu tempat secara umum parameter fisika, kimia dan biologi selanjutnya menilai kelayakan untuk kepentingan budidaya perikanan (Effendi, 2003). Kualitas air yang tepat dan dalam kisaran layak untuk kegiatan budidaya, sangat berkaitan dengan sintasan dan pertumbuhan ikan (Effendi, 2002).


(15)

Amonia (NH3) merupakan sisa proses metabolisme organisme budidaya. Amonium

(NH4+) bersifat non toksik, sedangkan yang berbentuk tak terionisasi (NH3) bersifat

sangat toksik (Kordi dan Tancung, 2007). Konsentrasi NH3 dipengaruhi atau

ditentukan oleh pH dan suhu. Kandungan NH3 tertinggi dijumpai pada siang hari

dimana CO2 rendah dan pH tinggi. Pada konsentrasi tinggi, amonia bebas beracun bagi

udang dan ikan.

Kedua bentuk amonia tersebut sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu perairan. Melalui proses nitrifikasi, amonia akan dioksidasi oleh bakteri menjadi nitrit (NO2-) dan nitrat

(NO3-). Sebaliknya melalui proses denitrifikasi nitrat akan direduksi oleh bakteri

menjadi nitrit dan dari nitrit menjadi amonia atau N2 (Affandi dan Usman, 2002).

Berikut reaksi nitritasi dan nitratasi menurut Wahyu, dkk., 2010 :

Reaksi nitrifikasi :

2NH3 + 3O2 2NO2- + 2 H+ + 2H2O

Reaksi denitrifikasi :

2NO2- + O2 2NO3

-Masalah ekskresi amonia pada ikan adalah dalam pergerakan amonia dari insang ke air diluar tubuh ikan. Jika konsentrasi amonia dan pH air rendah daripada cairan dalam tubuh ikan, NH3 akan terdifusi dengan cepat dari insang ke air. Sekali NH3 melewati

membran insang ke dalam air, berubah menjadi NH4+ , laju kecepatannya tergantung

kepada pH air (Affandi dan Usman, 2002). Pada saat pH air meningkat, konsentrasi NH3 hubungannya dengan NH4+ akan meningkat, dan membuat pergerakan NH3 dari


(16)

epithelium insang sulit. Jika kandungan N tinggi bakteri nitrifikasi terhambat aktifitasnya dalam merombak amonia menjadi nitrat, sehingga terjadi penimbunan amonia (Tuwo, 2011).Selain dipengaruhi oleh pH dan suhu berdasarkan penelitian yang ada, amonia juga dipengaruhi oleh konsumsi pakan.

Siklus nitrogen tejadi dalam dua kondisi yaitu kondisi aerob dan kondisi anaerob. Pada kondisi aerob, selama nitrit terbentuk cepat, nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh

bakteri nitrobacter. Pada kondisi anaerob, nitrat dapat berkurang menjadi nitrit yang selanjutnya hasil pengurangan tersebut dilepaskan sebagai gas nitrogen (Tuwo, 2011).

2.3 Fungsi Tanaman Kangkung untuk Mengurangi Konsentrasi Amonia

Tanaman kangkung merupakan jenis tanaman hijau yang memiliki akar, batang, daun bunga, buah dan biji. Kangkung memiliki perakaran tunggang dengan banyak akar samping. Akar tunggang tumbuh dari batangnya yang berongga dan berbuku-buku. Daun kangkung berbentuk daun tunggal dengan ujung runcing maupun tumpul mirip dengan bentuk jantung hati, warnanya hijau kelam atau berwarna hijau keputih-putihan dengan semburat ungu dibagian tengah. Bunganya berbentuk seperti terompet berwarna putih ada juga yang putih keungu-unguan. Buah kangkung berbentuk seperti telur dalam bentuk mini warnanya coklat kehitaman, tiap-tiap buah terdapat atau memiliki tiga butir biji. Umumnya banyak dimanfaatkan sebagai bibit tanaman. Jenis dari kangkung ini terdiri dari dua jenis yaitu kangkung air dan kangkung darat, namun jenis tanaman yang paling umum dibudidayakan oleh masyarakat kita yaitu tanaman kangkung darat atau yang biasanya dikenal baik dengan sebutan kangkung cabut.


(17)

Kerajaan : Plantae Divisi :Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Solanales

Famili : Convolvulaceae Genus :Ipomoea

Spesies :Ipomea aquatic

Tanaman yang bisa dimanfaatkan pada sistem akuaponik sebaiknya mempunyai nilai ekonomis, misalnya bayam hijau, bayam merah, kangkung, tomat, sawi, mentimun dan selada. Fungsi penggunaan tanaman pada sistem akuaponik ialah mengurangi limbah buangan hasil kegiatan budidaya melalui penyerapan oleh akar tanaman (Setijaningsih, 2009).

Banyak tanaman yang telah digunakan dalam penelitian pada sistem akuaponik, antara lain kangkung, mentimun dan tomat. Salah satu tanaman yang umumnya digunakan pada sistem akuaponik yaitu tanaman kangkung, karena harga jual dan permintaan yang cukup tinggi. Kangkung merupakan tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat dan dalam pemeliharaanya memerlukan air secara terus-menerus (Nugroho dan Sutrisno, 2008).

Kelebihan tanaman kangkung juga mudah dibudidayakan dengan waktu panen yang cukup singkat. Kangkung yang ditanam di daerah tercemar akan menyerap zat-zat beracun yang terdapat di lingkungan. Menurut Setijaningsih (2009), penggunaan


(18)

kangkung dalam sistem akuaponik mampu mengurangi limbah nitrogen budidaya hingga 58%.

2.4 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.4.1 Klasifikasi

Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1985. Klasifikasi ikan lele dumbo (C. gariepinus) menurut Saanin (1989) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysoidei Subordo : Silaroidae Famili : Claridae Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

2.4.2 Morfologi

Lele dumbo memiliki kepala yang panjang hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Tanda yang khas dari lele dumbo adalah tumbuhnya empat pasang sungut seperti kumis di dekat mulutnya. Sungut tersebut berfungsi sebagai alat penciuman serta alat peraba saat mencari makan (Najiyati, 2003)


(19)

Lele dumbo memiliki kulit yang licin, berlendir, dan sama sekali tidak memiliki sisik. Warnanya hitam keunguan atau kemerahan dengan bintik-bintik yang tidak beraturan. Warna kulit tersebut akan berubah menjadi mozaik hitam putih jika lele sedang dalam kondisi stress dan akan menjadi pucat jika terkena sinar matahari langsung (Arifin, 2009).

2.4.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup

Habitat atau tempat hidup ikan lele dumbo adalah air tawar. Air yang paling baik untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air tanah dan mata air, namun lele dumbo juga dapat hidup dalam kondisi air yang rendah O2 seperti dalam

lumpur atau air yang memiliki kadar oksigen yang rendah. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena lele dumbo memiliki alat pernapasan tambahan yaitu arborescent. Alat tersebut memungkinkan lele mengambil O2 langsung dari udara

sehingga dapat hidup di tempat beroksigen rendah. Alat tersebut juga memungkinkan lele dumbo hidup di darat asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembaban yang cukup (Nugroho, 2007).

Salah satu sifat dari lele dumbo adalah suka meloncat ke darat, terutama pada saat malam hari. Hal tesebut terjadi karena lele dumbo termasuk ikan nocturnal, yaitu hewan yang lebih aktif beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Sifat tersebut juga yang menyebabkan lele dumbo lebih menyenangi tempat yang terlindung dari cahaya (Khairuman, 2010).

Dilihat dari makanannya, lele dumbo termasuk hewan karnivora atau pemakan daging. Pakan alami lele dumbo adalah cacing, kutu air, dan bangkai binatang. Lele dumbo


(20)

sangat agresif dalam memangsa makanan, karena apapun yang diberikan pasti

dilahapnya. Hal tersebut yang menyebabkan lele dumbo sangat cepat pertumbuhannya (Ridwan, 2002).

2.5 Parameter Kualitas Air 2.5.1 DO (Dissolved Oksigen)

Mnurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Dilaut oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / DO) berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2 dan H2O.

Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam air.

Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang terkandung pada metabolisme ikan (Kordi dan Andi, 2009).

2.5.2 Suhu

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran


(21)

Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (drastis) (Kordi dan Andi, 2009).

2.5.3 pH

Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri dari ion H+ dan OH- dalam jumlah berimbang hingga pH air murni biasa 7. Makin banyak ion OH -dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak H+ makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat masam. pH antara 7-9 sangat memadai kehidupan bagi air tambak. Namun, pada keadaan tertantu, dimana air dasar tambak memiliki potensi keasaman, pH air dapat turun hingga mencapai 4. Perairan yang asam akan kurang produktif, justru dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5-9,0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5-8,7 (Kordi dan Andi,2009).


(22)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan terlampir terdapat pada Tabel 1 seperti berikut :

Tabel 1. Alat yang Digunakan Selama Penelitian

No. Alat Fungsi

1. Terpal Untuk membuat kolam pemeliharaan ikan

2. Bambu Untuk menyangga terpal

3. Paku Untuk menyatukan bambu

4. Tali Rafia Untuk memperkuat bambu yang telah dipaku

5. Pipa Paralon Untuk saluran air

6. Pipa PVC Untuk membuat saluran inlet dan outlet

7. Aerator Untuk menambah oksigen di kolam pemeliharaan

8. Pompa Air

Untuk memompa air agar masuk ke kolam pemeliharaan

9. Penggaris Untuk mengukur pertambahan panjang tubuh ikan

10. Timbangan Digital Untuk mengukur pertambahan berat tubuh ikan

11. Spektrofotometer Untuk analisis amonia

12. Thermometer Untuk mengukur suhu air

13. DO meter Untuk mengukur DO air

14. pH meter Untuk mengukur pH air

15. Plastik Bening Untuk melindungi kolam dari sampah

16. Pipet Tetes Untuk mengambil air

17. Pipet Volum Untuk mengukur volum sampel

18. Gelas Ukur Untuk mengukur volum sampel

19. Tabung Erlenmeyer Untuk wadah sampel


(23)

Bahan yang Digunakan Selama Penelitian

No. Bahan Fungsi

1. Air tawar Sebagai media hidup ikan

2. Pakan (pellet) Sebagai sumber makanan ikan

3. Benih ikan lele Sebagai hewan uji

4. Tanaman Kangkung Sebagai tanaman dalam sistem akuaponik

5. Larutan Fenol Sebagai larutan analisis

6. Larutan Natrium Nitropusida Sebagai larutan analisis

7. Larutan Natrium Hipoklotrit Sebagai larutan analisis

8. Larutan Alkalin Sitrat Sebagai larutan analisis

9. Larutan Pengoksidasi Sebagai larutan analisis

10. Larutan Standar Induk Amonia Sebagai larutan analisis

11. Larutan Standar Baku Amonia Sebagai larutan analisis

3.3 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan ialah menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Rancangan acak lengkap merupakan rancangan paling sederhana, dilakukan pada percobaan dengan jumlah perlakuan yang tidak terlalu banyak dan satuan percobaan harus homogen serta faktor luar yang dapat mempengaruhi percobaan harus dapat dikontrol (Mattjik, 2006).

Penelitian disusun dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model linear yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002).

Yij : + i + ij Keterangan :

Yij :Pengaruh tanaman kangkung pada sistem akuaponik ke-i dan ulangan ke-j µ : Nilai tengah data

i : Pengaruh dari tanaman kangkung pada sistem akuaponik ke-i

Εij : Galat perlakuan dari tanaman kangkung pada sistem akuaponik ke-i dan ulangan ke-j


(24)

i :Jumlah kepadatan tanaman yang digunakan (10, 20, 30 batang/rumpun)

j :Ulangan (1, 2, dan 3)

Asumsi yang digunakan ialah : (1) Pengaruh perlakuan bersifat tetap.

(2) Galat percobaan bebas dengan nilai tengah nol dan ragam σ2.

Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dan pada masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah:

(1) Perlakuan A : Kontrol, tanpa menggunakan tanaman kangkung

(2) Perlakuan B : Menggunakan tanaman kangkung dengan jumlah 10 rumpun (3) Perlakuan C : Menggunakan tanaman kangkung dengan jumlah 20 rumpun (4) Perlakuan D : Menggunakan tanaman kangkung dengan jumlah 30 rumpun

Apabila hasil uji antar perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut Duncan dengan selang kepercayaan 95%. Desain kolam akuaponik dan kolam wadah

pemeliharaan tanaman dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3, sedangkan untuk desain tata letak kolam penelitian terlampir pada Lampiran 1.

Kolam budidaya

Pompa air


(25)

3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 8 minggu, dengan perincian sebagai berikut :

3.4.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan

Wadah pemeliharan yang digunakan berupa kolam terpal berukuran 1x2 m2.lalu kolam diisi air setinggi 50 cm dari dasar kolam, sedangkan wadah tanaman berupa bak papan ukurannya persegi panjang yang disesuaikan dengan luas kolam ikan. Wadah

tanaman dilengkapi dengan pipa PVC berdiameter 1 inchi sebagai saluran inlet dari kolam dan outlet yang dialirkan kembali ke kolam pemeliharaan ikan. Bagian ujung pipa yang berada dalam kolam disambungkan dengan pompa untuk menyedot air naik ke wadah tanaman kangkung, air dialirkan dengan prinsip resirkulasi.

Saluran Inlet Wadah Pemeliharaan

Tanaman Pompa

Saluran Outlet Kolam

Gambar 3. Desain Wadah Pemeliharaan Tanaman


(26)

3.4.2 Persiapan Hewan Uji

Persiapan bahan meliputi persiapan ikan. Ikan yang digunakan adalah ikan lele dumbo dengan bobot sekitar 4-5 gram/ekor dengan kepadatan 200 ekor/m2. Ikan tersebut diaklimatisasi terlebih dahulu dalam kolam pemeliharaan selama 1 minggu sebelum diintegrasikan dengan tanaman kangkung.

3.4.3 Persiapan Tanaman Kangkung

Kangkung disemai terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum ditanam dalam sistem akuaponik. Setelah berukuran 7-10 cm, kangkung ditanam di tempat yang telah disediakan dengan kepadatan yang berbeda, yaitu 10, 20, 30 batang per rumpun dengan jarak tanam 20 cm. Sebagai penyangga rumpun, digunakan botol air mineral bekas yang telah dipotong bagian atas dan bawahnya. Botol tersebut diberi kawat sebagai pengikat botol dengan wadah tanaman.Tidak ada penanganan khusus selama masa pemeliharaan tanaman kangkung, hanya dilakukan pengawasan rutin agar tanaman kangkung terhindar dari hama dan predator. Tanaman kangkung dipanen setiap 2 minggu sekali. Cara pemanenannya yaitu dengan memangkas pada pangkal batang berjarak 5 cm dari akar. Kondisi kangkung selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.


(27)

Gambar 4. Kondisi Kangkung Selama Penelitian

3.4.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan ikan lele dilakukan selama 60 hari dengan pemberian pakan dua kali sehari pada pukul 07.00 WIB dan 17.00 WIB.

3.4.5 Pengelolaan Kualitas Air

Selama pemeliharaan ikan lele, parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH, dan kadar oksigen terlarut (DO). Analisa kualitas air dilakukan setiap hari pagi dan sore hari pada pukul 07.00 WIB untuk pagi hari dan pukul 17.00 WIB untuk sore hari. 3.5 Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati berupa parameter primer dan parameter sekunder. Parameter primer terdiri dari perhitungan konsentrasi amonia pada saluran outlet dan inlet wadah


(28)

tanaman kangkung. Parameter sekunder mengamati tingkat kelangsungan hidup ikan serta kualitas air meliputi suhu, pH, dan DO.

Pengambilan air sampel di tempat penelitian lalu dilakukan pengujian sampel di laboratorium BBPBL Lampung. Air sampel diambil per kolam lalu dimasukkan ke dalam plastik. Selama menunggu proses analisis di laboratorium, bahan-bahan tersebut dibekukan di dalam lemari pendingin.

3.6 Analisis Sampel

Pengurangan amonia dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan :

N : PenguranganAmonia

No: Konsentrasi Amonia pada Saluran Inlet Nt: Konsentrasi Amonia pada Saluran Outlet

Prosedur pengujian amonia terlampir pada Lampiran 3.

3.7 Analisis Data

Pengaruh perlakuan tanaman terhadap pengurangan amonia, dianalisis dengan menggunakan analisis ragam atau Analysis Of Variant (ANOVA). Program tersebut digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap

pengurangan konsentrasi amonia, apabila hasil uji antar perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% (Steel dan Torrie, 2001).


(29)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian pengaruh jumlah batang per rumpun kangkung dapat disimpulkan bahwa :

(1) Penggunaan tanaman kangkung bermanfaat terhadap pengurangan konsentrasi amonia pada sistem akuaponik.

(2) Perlakuan dengan jumlah tanaman 30 batang kangkung per rumpun memberikan hasil pengurangan konsentrasi amonia terbesar dibandingkan perlakuan lain pada sistem akuaponik.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh sistem akuaponik terhadap pertumbuhan ikan dengan tanaman yang berbeda serta ikan yang berbeda pula agar sistem akuaponik dapat menjadi pemecahan masalah dalam kegiatan budidaya ikan serta penerapan sistem akuaponik secara langsung kepada masyarakat.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., dan Usman. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Pekanbaru, Riau, Indonesia.217 hal.

Andayani, S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Universitas Brawijaya : Malang.

Arifin, O.Z., Huwoyon, G.H., dan Gustiano, R. 2009. Keragaan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo Dalam Pemeliharaan Terpisah di Kolam. Prosiding Seminar Nasional 2009. Universitas Gajah Mada. Jogjakarta

Boyd, C.E. 1981. Water Quality in Warm Water Fish Ponds.Auburn University.Agricultural Experiments Station. Alabama. Hal. 66 – 85.

Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds.Fourth Print-ing.Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA.359 hal.

Darmawan dan Sutikno, E. 2010.Aplikasi Frekuensi Pemberian Pakan Buatan Secara Optimal Pada Ikan Lele Dumbo. www.ikanleledumbo-bbbap.com Diakses Tanggal 20 Januari 2014.

Diver S. 2006.Aquaponic-integration hydroponic with aquaculture.National Centre of Appropriate Technology. Department of Agriculture’s Rural Bussines

Cooperative Service. Hal.28.

Effendi, H. 2003.Telaah kualitas air bagi pengelola sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius 258 hal.

Effendi, H. 2002.Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya 188 hal.

G. Sara. 2006. A Meta-Analysis on The Ecological Effects of Aquaculture on The Water Column: Dissolved Nutrients. Marine Environmental Research.33 hal. Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective.John Wiley and Sons,

Chichester, UK.253 hal.

Imam, T. 2010.Uji Multi Lokasi Pada Budidaya Ikan Nila dengan Sistem Akuaponik. Laporan Hasil Penelitian. Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP).30 hal. Khairuman, dan Amri, K. 2008.Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi.PT. Agro


(31)

Kordi, K Ghufron dan Andi Baso Tancung.2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta

Mattjik, A.A., dan Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid 1 Edisi ke-2. IPB Press : Bogor. Hal 64.

Mattjik, A.A., dan Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan. Jilid 1 Edisi ke-2. IPB Press : Bogor. Hal 64.

Nuvotny, V. dan Olem, H. 1994.Water Quality, Preventin, Identification, and

Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York. 1054 hal. Nugroho E. dan Sutrisno.2008. Budidaya Ikan dan Sayuran dengan Sistem

Akuaponik.Jakarta: Penebar Swadaya.

Pillay T.V.R. 2004.Aquaculture and The Environment. Second Edition.UK : Blackwell Publishing.

Pramono T.B. 2009. Budidaya Ikan Di Lahan Dan Air Terbatas.Suara Merdeka. April. 2009.

R, Ruly.2011. Penentuan Waktu Retensi Sistem Akuaponik untuk Mereduksi Limbah Budidaya Ikan Nila Merah Cyprinus sp. Skripsi.Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.25 hal.

Ridwan. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Riau

Saanin H. 1989. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1.Binacipta. Jakarta Setijaningsih L. 2009. Peningkatan Produktivitas Kolam Melalui Perbedaan Jarak

Tanam Tanaman Akuaponik Pada Pemeliharaan Ikan Mas (Cyprinus carpio). Laporan Hasil Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor Tahun 2009.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Tebbutt, T.H.Y. 1992. Priciples of Water Quality Control. Fourth edition. Pergamon Press, Oxford. 251 hal.

Tuwo, Ambo. 2011. Siklus Biogeokimia. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan : Universitas Hasanuddin.

Wahyu, dkk.2010. Adsorpsi Amonia Fasa Cair. Jurnal Seminar Ilmiah FTUI. Depok, Desember 1997


(32)

(33)

Keterangan :

A1 = Kolam Kontrol Ulangan Pertama A2 = Kolam Kontrol Ulangan Kedua A3 = Kolam Kontrol Ulangan Ketiga

B1 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 10 batang/rumpun, ulangan pertama B2 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 10 batang/rumpun, ulangan kedua B3 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 10 batang/rumpun, ulangan ketiga C1 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 20 batang/rumpun, ulangan pertama C2 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 20 batang/rumpun, ulangan kedua C3 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 20 batang/rumpun, ulangan ketiga D1 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 30 batang/rumpun, ulangan pertama D2 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 30 batang/rumpun, ulangan kedua D3 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 30 batang/rumpun, ulangan ketiga


(34)

Pengambilan sampel 20

hari ke-

1 2 3 4

Perlakuan Inlet Outlet Inlet Outlet Inlet Outlet Inlet Outlet

A1 0 0 0 0 0 0 0 0

A2 0 0 0 0 0 0 0 0

A3 0 0 0 0 0 0 0 0

Rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0

B1 3,89 1,81 0,47 0,14 24,28 22,91 38,1 19,15

B2 8,26 5,02 0,38 0,08 25,08 24,85 30,55 14,8

B3 9,68 4,07 0,43 0,04 23,17 38,22 39,93 29,95

Rata-rata 7,276667 3,633333 0,426667 0,086667 24,17667 28,66 36,19333 21,3

C1 8,95 5,37 1,31 0,54 20,14 14,99 51,07 46,85

C2 6,81 4,04 1,11 0,39 14,77 13,45 38,97 15,25

C3 6,21 4,65 1,75 0,28 30,48 25,52 86,67 57,45

Rata-rata 7,323333 4,686667 1,39 0,403333 21,79667 17,98667 58,90333 39,85

D1 7,29 5,65 0,14 0,1 32,25 32,11 66,62 53,23

D2 8,09 5,43 0,41 0,21 21,43 17,72 72,37 59,85

D3 7,79 6,29 0,17 0,14 25,87 20,65 73,52 14,95


(35)

Ke dalam Erlenmeyer 100 ml dimasukkan sampel air yang sudah disaring dengan kertas saring berdiameter pori 0,45µm, sebanyak 25ml

Ditambahkan 1 ml larutan fenol, kocok. Kemudian tambahkan 1ml larutan natrium nitroprusid dan 2,5ml larutan oksidator, kocok dan ddidiamkan kira-kira 10 menit untuk membentuk reaksi komplek

Ukur dengan menggunakan spektrofotometer, dengan panjang

gelombang 640nm

Catat konsentrasi hasil pengukuran


(36)

Ulangan A B C D ∑Y

1 0 16,87 0,64 11,75 29,26

2 0 12,51 20,95 9,86 43,32

3 0 4,37 27,66 57,07 89,1

Total 0 33,75 49,25 78,68 161,68

Rata-rata 0 11,25 16,41 26,22

t

r

Y

FK

.

2

3

.

4

68

,

161

2

FK

2178,368 FK FK Y

JKT 12

r a 2178,368 -5156,848 JKT 2978,480 JKT FK r x JKP 2

368

,

2178

3

)

68

,

78

(

)

25

,

49

(

)

75

,

33

(

)

0

(

2 2 2 2

JKP

2525,599 JKP JKP JKT JKG 599 , 2525 480 , 2978 JKG 881 , 452 JKG


(37)

r KTG r Sr y S 2 3 7 , 11 y S

33

,

4

y

S

Nilai Rp berdasarkan tabel Duncan

P Rp(0,05)

2 3,26

3 3,39

4 3,47

P Rp=RpS

y

2 3,26.( 4,33) = 14,116

3 3,39.( 4,33) = 14,679

4 3,47.( 4,33) = 15,025

A B C D

(0) (10 batang/rumpun) (20 batang/rumpun) (30 batang/rumpun) 0 11,25 16,41 26,22

xa-R5 = 26,22 –15,025 = 11,195

Nyatakansemuanilaitengahperlakuan yang lebih besar dari 11,175 sebagaiberbedanyata

 Yang lebih besarB,C,D xb-R4 = 16,41- 14,679 = 1,731

Nyatakansemuanilaitengahperlakuan yang lebih besar dari 1,771 sebagaiberbedanyata

 Yang lebih besarB,C,D a => b – a

a => 11,25 – 0 = 11,25 R2 0


(1)

Widyastuti, Y.R. 2008.Peningkatan Produksi Air Tawar melalui Budidaya Ikan Sistem Akuaponik. Prosiding Seminar Nasional Limnologi IV, LIPI, Bogor : 62-73.


(2)

Lampiran 1. Desain Tata Letak Kolam

Keterangan :

A1 = Kolam Kontrol Ulangan Pertama A2 = Kolam Kontrol Ulangan Kedua A3 = Kolam Kontrol Ulangan Ketiga

B1 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 10 batang/rumpun, ulangan pertama B2 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 10 batang/rumpun, ulangan kedua B3 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 10 batang/rumpun, ulangan ketiga C1 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 20 batang/rumpun, ulangan pertama C2 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 20 batang/rumpun, ulangan kedua C3 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 20 batang/rumpun, ulangan ketiga D1 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 30 batang/rumpun, ulangan pertama D2 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 30 batang/rumpun, ulangan kedua D3 = Kolam dengan Tanaman Kangkung 30 batang/rumpun, ulangan ketiga


(3)

Lampiran 2. Konsentrasi Amonia Pada Inlet dan Outlet

Pengambilan sampel 20

hari ke-

1 2 3 4

Perlakuan Inlet Outlet Inlet Outlet Inlet Outlet Inlet Outlet

A1 0 0 0 0 0 0 0 0

A2 0 0 0 0 0 0 0 0

A3 0 0 0 0 0 0 0 0

Rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0

B1 3,89 1,81 0,47 0,14 24,28 22,91 38,1 19,15 B2 8,26 5,02 0,38 0,08 25,08 24,85 30,55 14,8 B3 9,68 4,07 0,43 0,04 23,17 38,22 39,93 29,95 Rata-rata 7,276667 3,633333 0,426667 0,086667 24,17667 28,66 36,19333 21,3

C1 8,95 5,37 1,31 0,54 20,14 14,99 51,07 46,85 C2 6,81 4,04 1,11 0,39 14,77 13,45 38,97 15,25 C3 6,21 4,65 1,75 0,28 30,48 25,52 86,67 57,45 Rata-rata 7,323333 4,686667 1,39 0,403333 21,79667 17,98667 58,90333 39,85 D1 7,29 5,65 0,14 0,1 32,25 32,11 66,62 53,23 D2 8,09 5,43 0,41 0,21 21,43 17,72 72,37 59,85 D3 7,79 6,29 0,17 0,14 25,87 20,65 73,52 14,95 Rata-rata 7,723333 5,79 0,24 0,15 26,51667 23,49333 70,83667 42,67667


(4)

Lampiran 3. Prosedur Pengujian Amonia (NH3)

Ke dalam Erlenmeyer 100 ml dimasukkan sampel air yang sudah disaring dengan kertas saring berdiameter pori 0,45µm, sebanyak 25ml

Ditambahkan 1 ml larutan fenol, kocok. Kemudian tambahkan 1ml larutan natrium nitroprusid dan 2,5ml larutan oksidator, kocok dan ddidiamkan kira-kira 10 menit untuk membentuk reaksi komplek

Ukur dengan menggunakan spektrofotometer, dengan panjang

gelombang 640nm

Catat konsentrasi hasil pengukuran


(5)

Lampiran 4. Perhitungan Uji Anova

Ulangan A B C D ∑Y

1 0 16,87 0,64 11,75 29,26

2 0 12,51 20,95 9,86 43,32

3 0 4,37 27,66 57,07 89,1

Total 0 33,75 49,25 78,68 161,68

Rata-rata 0 11,25 16,41 26,22

t

r

Y

FK

.

2

3

.

4

68

,

161

2

FK

2178,368 FK FK Y

JKT 12

r a 2178,368 -5156,848 JKT 2978,480 JKT FK r x JKP 2

368

,

2178

3

)

68

,

78

(

)

25

,

49

(

)

75

,

33

(

)

0

(

2 2 2 2

JKP

2525,599 JKP JKP JKT JKG 599 , 2525 480 , 2978 JKG 881 , 452 JKG


(6)

Lampiran 5. Perhitungan Uji Duncan

r KTG r

Sr y

S

2

3 7 , 11

y S

33

,

4

y

S

Nilai Rp berdasarkan tabel Duncan

P Rp(0,05)

2 3,26

3 3,39

4 3,47

P Rp=RpS

y

2 3,26.( 4,33) = 14,116

3 3,39.( 4,33) = 14,679

4 3,47.( 4,33) = 15,025

A B C D

(0) (10 batang/rumpun) (20 batang/rumpun) (30 batang/rumpun) 0 11,25 16,41 26,22

xa-R5 = 26,22 –15,025 = 11,195

Nyatakansemuanilaitengahperlakuan yang lebih besar dari 11,175 sebagaiberbedanyata

 Yang lebih besarB,C,D xb-R4 = 16,41- 14,679 = 1,731

Nyatakansemuanilaitengahperlakuan yang lebih besar dari 1,771 sebagaiberbedanyata

 Yang lebih besarB,C,D a => b – a

a => 11,25 – 0 = 11,25 R2 0