REKONSEPTUAL PRAPERADILAN DALAM KONTEKS

REKONSEPTUAL PRAPERADILAN DALAM KONTEKS HUKUM POSITIF
Oleh: Irvin Sihombing

Pasal 1 angka 10 dan pasal 77-83 KUHAP mengatur tentang praperadilan.
Lembaga praperadilan merupakan lembaga yang melakukan pemeriksaan sebelum
masuk ke pokok perkara. Berdasarkan pasal 77 KUHAP, objek praperadilan
diantaranya (i) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan dan (ii) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi
seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Dalam penegakan hukum, terdapat tiga hal penting, yakni penemuan hukum,
pembentukan hukum, dan evaluasi. Penemuan hukum memang hal penting dalam
penegakan hukum, tetapi apabila dikaitkan dengan penegakan hukum formil, perlu
kehati-hatian, sebab hukum formil (KUHAP) bersifat prosedural, bukan materiil.
Mengingat pasal 3 KUHAP, proses peradilan dilakukan berdasarkan undang-undang
ini (KUHAP) dan ini dapat ditafsirkan sebagai asas legalitas bagi KUHAP. Artinya,
pasal 77 telah jelas dan tegas materinya bahwa penetapan tersangka bukan merupakan
objek praperadilan. Oleh karena itu tidak perlu dipertanyakan lagi keabsahannya dan
tidak perlu perluasan objek.
KUHAP hanya menyangkut kepada prosedur (process recht) tidak menyangkut
kepada materi pokok perkara. Harus terdapat pembedaan antara prosedur dan
substansi. Apabila melihat kepada Undang-undang Kehakiman, apabila tidak ada

hukumnya, hakim wajib menggali nilai-nilai di masyarakat. Akan tetapi, dalam hal ini,
lembaga praperadilan tidak termasuk ke dalam konteks penemuan hukum, sebab ia
bersifat prosedural, bukan materiil dan perlu dipisahkan antara prosedur dan pokok
perkara ini.
Oleh karena itu, pengertian materi praperadilan tidak perlu diperluas dan jangan
sampai dperluas dengan sewenang-wenang karena akan menimbulkan pasal karet yang
multitafsir.
Lembaga praperadilan harusnya dievaluasi, harusnya terdapat perbaikan terkait
dengan pelaksanaan praperadilan. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan

praperadilan yang terdapat dalam HIR praperadilan di KUHAP sudah lebih maju,
mengingat sistem inquisitoir, dimana sangat mungkin terjadi kesewenang-wenangan
oleh Negara, misalnya mencari keterangan dengan penyiksaan.
Dalam melakukan penemuan hukum, hakim harus memberi batasan–batasan
kepada dirinya. Hakim harus memperhatikan bahwa penemuan hukum harus dalam
satu koridor dengan asas legalitas, sebab Indonesia menganut sistem hukum civil law.
Penemuan hukum juga harus memiliki kepastian hukum, kepatutan (etika, moralitas),
dan keadilan serta kemanfaatan.