Identitas Morfologik Dan Genetik (Penanda Dna Mitokondria Cyt-B) Empat Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, Dan Kapas).
IDENTITAS MORFOLOGIK DAN GENETIK
(PENANDA DNA MITOKONDRIA Cyt-b) EMPAT STRAIN IKAN
GURAMI INDONESIA (PARIS, BATU, BLUSAFIR, DAN KAPAS)
YULI SHOFIYATI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identitas Morfologik
dan Genetik (Penanda DNA Mitokondria Cyt-b) Empat Strain Ikan Gurami
Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, dan Kapas) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Pebruari 2015
Yuli Shofiyati
NIM G34100089
ABSTRAK
YULI SHOFIYATI. Identitas Morfologik dan Genetik (Penanda DNA
Mitokondria Cyt-b) Empat Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir,
dan Kapas). Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan NURLISA A
BUTET.
Osphronemus gouramy terdiri dari delapan strain, empat diantaranya strain
blusafir, paris, kapas, dan batu. Bibit gurami yang berumur tiga bulan, tidak dapat
dibedakan secara jelas anata strain berdasarkan karakter morfologi, oleh karena
itu diperlukan alat identifikasi yang lebih akurat. Penelitian ini bertujuan
menganalisis karakter morfologi dan sekuen gen cyt-b pada empat strain ikan
gurami (paris, batu, blusafir, dan kapas). Analisis pengelompokkan berdasarkan
analysis discriminant dan analysis hierarchical cluster menunjukan kedekatan
antara strain kapas, paris, dan blusafir, sedangkan strain batu terpisah. Penanda
molekuler yang digunakan adalah DNA mitokondria dari gen cyt-b dengan
panjang sekuen 1126 nukleotida. Analisis pohon filogenetik menggunakan pdistance menghasilkan tiga kelompok yaitu pertama kelompok BS-10 dan PS-12,
kedua kelompok BT-21, dan ketiga kelompok KPS-22. Sementara menggunakan
metode Kimura 2 parameter, keempat strain terpisah. Rata-rata jarak genetik antar
keempat strain gurami ialah 0.0013, sedangkan jarak genetik antara BS-10 dan
PS-12 ialah 0.0009. Perbandingan rata-rata jarak genetik antara strain gurami
Spanyol diperoleh dari GeneBank dengan strain gurami Indonesia ialah 0.0061.
Kata kunci: Barcoding DNA, Cyt-b, jarak genetik, morfologik, Osphronemus
gouramy
ABSTRACT
YULI SHOFIYATI. Morphological and Genetic identity (DNA mitochondrial
marker of Cyt-b gene) Four Strains of Indonesian gouramy (Paris, Batu, Blusafir,
and Kapas). Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and NURLISA A
BUTET.
Osphronemus gouramy consist of eight strains, four of which are blusafir,
paris,kapas, and batu. The three months old of gouramy germ indistinguishable
clearly from each strains based on morphological characteristic. Therefore more
accurate identification method is required. Identification with DNA barcoding
technique is one of the high accurate identification method. This study was aimed
to analyze morphological characters and cyt-b gene sequence on four strains of
gouramy (paris, batu, blusafir, kapas). Discriminant and hierarchical cluster
analyses based on morphological characters showed high relationship among
kapas, paris, and blusafir, whereas batu is separated from those three strains.
Phylogenetic tree analysis using p-distance based on 1126 sequence of cyt-b gene
resulted in three groups i.e: first group was BS-10 and PS-12, the second was BT21, and the third was KPS-22. While using Kimura 2 parameters, all four strains
were separated. The average genetic distance among the four strains of gouramy
was 0.0013, while the genetic distance between BS-10 and PS-12 was 0.0009. The
average genetic distance between the Spain gouramy sequence obtained from
GeneBank and Indonesian gouramy sequnce was 0.0061.
Keyword: DNA Barcoding, Cyt-b, Genetic distance, Morphologic, Osphronemus
gouramy
IDENTITAS MORFOLOGIK DAN GENETIK
(PENANDA DNA MITOKONDRIA Cyt-b) EMPAT STRAIN IKAN
GURAMI INDONESIA (PARIS, BATU, BLUSAFIR, DAN KAPAS)
YULI SHOFIYATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Identitas Morfologik dan Genetik (Penanda DNA Mitokondria Cyt-b) Empat
Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, dan Kapas). Penelitian ini
dilakukan pada bulan Pebruari hingga Nopember 2014 di Laboratorium Biologi
Molekuler Pusat Penelitian Studi Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB),
serta Laboratorium Biologi Terpadu Departemen Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Dedy Duryadi Solihin,
DEA dan Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc selaku pembimbing, dan Dr Ir Miftahudin,
Msi selaku penguji yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dukungan
selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terimakasih penelitian ini telah didanai
dari dana BOPTN Penelitian Unggulan Institusi atas nama Dr Ir Dedy Duryadi
Solihin, DEA. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga
tercinta, terutama kedua orang tua (Alm. H. Abdul Rohim & Hj. N. Susilawati), A
Dadan, Teh Nunun, De Fifin yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan
limpahan kasih sayang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Herry yang telah memberi bantuan teknis, terima kasih kepada rekan-rekan
laboratorium biologi molekuler PPSHB serta laboratorium biologi molekuler
departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas kerjasama, dukungan selama
penelitian berlangsung. Tidak lupa penulis juga menyampaikan ucapan terima
kasih kepada teman-teman Biologi 47, khususnya Dela, Febrina, Arezza, Ismi,
Syifa, Rastya, Suri, Ledy, Feni, Siti, dan Rizky atas dukungan dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita
semua.
Bogor, Pebruari 2015
Yuli Shofiyati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur penelitian
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Analisis Morfologi
6
Analisis Molekuler
8
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
18
DAFTAR TABEL
1 Karakter morfometrik yang diukur
2 Karakter meristik untuk identifikasi Osphronemus gouramy
3 Pengukuran berdasarkan identifikasi meristik
4 Hasil kemurnian dan kuantitas DNA dengan uji Nanodrop
5 Matriks berpasangan jarak genetik fragmen gen cyt-b pada strain
Osphronemus gouramy berdasarkan metode p-distance sepanjang 1126
nukleotida
3
4
7
8
10
DAFTAR GAMBAR
1 Skema pengukuran teradap ikan gurami
2 Fungsi diskriminan karakter Osphronemus gouramy strain paris, blusafir,
batu, dan kapas
3 Dendogram hubungan kekerabatn strain Osphronemus gouramy
berdasarkan analisis morfometri 20 ukuran tubuh relatif
4 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126
nukleotida Cyt-b menggunakan p-distance
5 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126
nukleotida Cyt-b menggunakan Kimura 2 parameter
4
6
7
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Struktur matrix
2 Nilai koefisien liniear diskriminan morfometrik
3 Strain ikan gurami ditinjau dari berbagai sisi: a) menghadap ke kiri; b)
menghadap ke kanan; c) menghadap ke atas; d) menghadap ke bawah
15
15
16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi, baik yang
berasal dari tumbuhan maupun hewan. Ikan merupakan salah satu sumber daya
hewan yang jumlah dan jenisnya melimpah, baik yang berasal dari ekosistem
perairan laut maupun perairan tawar. Ikan gurami merupakan salah satu ikan air
tawar yang mengandung protein tinggi dan cita rasa yang lezat, sehingga ikan ini
memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi primadona diantara spesies ikan air
tawar lainnya (Sitio 2008). Pertumbuhan ikan gurami lebih lambat dibandingkan
dengan pertumbuhan ikan air tawar lainnya, untuk membesarkan benih ukuran 2-3
cm sampai siap konsumsi diperlukan waktu sekitar 1.5 tahun (Sitanggang dan
Sarwono 2007). Permintaan terhadap ikan gurami di Indonesia dari tahun ke tahun
meningkat. Berdasarkan data KKP (2013) produksi ikan gurami pada tahun 2009
sampai 2013 dengan nilai berturut-turut sebesar 30.670 ton, 36.351 ton, 42.646
ton, 54.275 ton, dan 57.835 ton.
Gurami yang umum dikenal di Indonesia berasal dari satu spesies yakni
Osphronemus gouramy yang terdiri atas delapan strain, yaitu gurami soang
(angsa), jepun, blusafir, paris, batu, bastar, kapas, dan porselen (Rachmawati
1999). Pada penelitian ini menggunakan empat strain gurami yaitu paris, blusafir,
kapas, dan batu untuk dianalisis secara morfologik dan genetik. Karakteristik
umum strain gurami paris menyerupai strain blusafir, perbedaannya terdapat pada
warna sisik. Strain paris berwarna abu-abu, sedangkan strain blusafir berwarna
kebiruan (Nugroho 2011). Strain batu memiliki sisik yang berwarna hitam merata
pada seluruh tubuh, sedangkan sisik strain kapas berwarna putih keperakan
(Sitanggang dan Sarwono 2007).
Karakteristik morfologi keempat strain gurami tersebut pada stadia
dewasa memiliki perbedaan yang cukup jelas, sedangkan karakteristik morfologi
pada stadia yang lebih muda yaitu stadia bibit sulit dibedakan. Identifiksi dengan
akurasi tinggi diperlukan untuk membedakan strain-strain tersebut secara jelas.
Berdasarkan perkembangan ilmu biologi molekuler, identifikasi dapat dilakukan
dengan teknik DNA barcoding (Hubert et al. 2008). DNA barcoding merupakan
metode identifikasi berbasis DNA dengan teknik PCR yang dikembangkan untuk
penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati (Hajibabei et al. 2007). Metode
DNA barcoding ini menggunakan penanda DNA mitokondria yang merupakan
molekul kecil dan sederhana. DNA mitokondria bersifat khusus yaitu diturunkan
melalui induk betina tanpa mengalami rekombinasi. Adanya sifat tersebut dapat
digunakan untuk rekonstruksi filogenetik (Solihin 1994). Gen cytochrome b (cytb) merupakan salah satu penanda DNA mitokondria, sering digunakan untuk
pembeda intraspesies (subspesies maupun asal-usul populasi yang berbeda) dan
untuk studi filogenetik (Irwin et al. 1991).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis karakter morfologi dan sekuen gen
Cyt-b pada empat strain ikan gurami (paris, batu, blusafir, dan kapas). Hasil
karakterisasi dan perbandingan dari keempat strain tersebut dapat digunakan
untuk menganalisis jarak kekerabatan dan keaslian pengelompokkan strain
gurami.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari hingga Nopember 2014 di
Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) serta Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah ikan gurami strain paris, batu,
blusafir, dan kapas (masing-masing berumur tiga bulan). Lokasi pengambilan
sampel di UPT Ciseeng-Bogor dan Cirebon Jawa Barat. Bahan pendukung yang
digunakan adalah DNA extraction kit (Qiagen), ethanol absolut, PCR kit, primer
ogoCB-F dan ogoCB-R, gel agarosa, buffer TBE 1x, loading dye, ladder, dan
ethidium bromide (EtBr). Alat yang digunakan yaitu water bath, sentrifuse, vortex,
perangkat elektroforesis, gel doc UV lumination, mesin PCR, tabung 1.5 µL,
tabung mikro efendorf, penggaris, gunting, pinset, jangka sorong.
Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Pebruari 2014 dan bulan
September 2014. Sampel yang diambil 25 ekor untuk strain paris, blusafir, dan
kapas, sedangkan strain batu 16 ekor. Strain paris, blusafir, dan kapas diambil
dari kelompok tani yang berada di bawah naungan UPT Ciseeng-Bogor,
sedangkan strain batu diambil dari kelompok tani Cirebon-Jawa Barat. Sampel
diawetkan dengan alkohol absolut.
Identifikasi morfologi
Identifikasi morfologi terdiri dari identifikasi karakter meristik dan
morfometrik. Karakter meristik yang diukur 6 karakter dan karakter morfometrik
21 karakter.
3
1. Identifikasi karakter morfometrik
Sampel dikelompokkan berdasarkan strain. Jumlah ikan gurami strain
blusafir, paris, kapas masing-masing berjumlah 25 ekor, dan strain batu berjumlah
16 ekor. Selanjutnya diidentifikasi dengan 21 karakter (Tabel 1). Skema
pengukuran terhadap sampel dapat dilihat pada Gambar 1 dengan mengacu pada
Kottelat et al. (1993).
Tabel 1 Karakter morfometrik yang diukur
No
1
Karakter
Panjang total (PT)
2
Panjang baku (PB)
3
Panjang sirip dorsal (PSD)
4
Panjang sebelum sirip dorsal
(PSSD)
Panjang sebelum sirip ventral
(PSSV)
Panjang sebelum sirip anal
(PSSA)
Panjang kepala (PK)
5
6
7
8
9
Lebar badan (LB)
Tinggi badan sebelum sirip dorsal
(TBSAD)
10
11
Tinggi badan setelah sirip dorsal
(TBE)
Panjang dasar sirip ekor (PSE)
12
Panjang dasar sirip dorsal (PDSD)
13
Panjang dasar sirip anal (PDSA)
14
Panjang sirip ventral (PSV)
15
Panjang sirip pektoral (PSP)
16
17
18
Tinggi kepala (TK)
Lebar kepala (LK)
Panjang moncong (PM)
19
20
21
Diameter mata (DM)
Lebar mata orbital (LAM)
Panjang rahang (PRH)
Keterangan
Jarak yang diukur mulai dari moncong
terdepan hingga pangkal sirip ekor
Jarak antara moncong terdepan hingga pangkal
sirip ekor
Jarak antara sirip dorsal pertama hingga sirip
dorsal terpanjang
Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum
sirip dorsal
Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum
sirip ventral
Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum
sirip anal
Jarak antara moncong terdepan hingga bagian
paling belakang operkulum
Jarak paling lebar sebelum sirip dorsal
Jarak tertinggi antara bagian pangkal awal sirip
dorsal dengan bagian perut pangkal awal sirip
anal
Jarak tertinggi antara bagian akhir sirip dorsal
dengan bagian perut akhir sirip anal
Jarak antara pangkal sirip ekor hingga ujung
jari-jari
Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip
jari-jari terakhir pada sirip dorsal
Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip
jari-jari terakhir pada sirip anal
Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip
jari-jari terakhir pada sirip ventral
Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip
jari-jari terakhir pada sirip pectoral
Jarak tertinggi sepanjang operkulum
Jarak paling lebar antara kedua operkulum
Jarak antara moncong terdepan hingga bagian
sisi terdepan diameter mata
Jarak diameter bola mata
Jarak paling lebar antara kedua mata
Jarak antara ujung moncong hingga rahang
4
Gambar 1 Skema pengukuran terhadap ikan gurami
2. Identifikasi karakter meristik
Seluruh sampel dikelompokan berdasarkan strain dan diidentifikasi dengan
6 karakter meristik (Tabel 2) dengan mengacu pada Saanin (1968).
Tabel 2 Karakter meristik untuk identifikasi Osphronemus gouramy
No
Karakter
Keterangan
1
Jumlah jari-jari sirip dorsal (JSD)
Banyaknya sirip pada bagian sirip dorsal
2
Jumlah jari-jari sirip ventral (JSV)
Banyaknya sirip pada bagian sirip ventral
3
4
Jumlah jari-jari sirip anal (JSA)
Jumlah jari-jari sirip pektoral (JSP)
Banyaknya sirip pada bagian sirip anal
Banyaknya sirip pada bagian sirip pektoral
5
Jumlah sisik lineal lateralis (LL)
Banyaknya sisik sepanjang garis lineal lateralis
6
Warna sisik
Warna sisik pada tubuh ikan
Identifikasi molekuler
1. Ekstraksi dan isolasi DNA
Sampel diambil dari jaringan otot sebanyak 0.3 mg. Kemudian dicuci
menggunakan Tris EDTA untuk menghilangkan alkohol dan dilakukan
pencacahan menggunakan pisau. Selanjutnya DNA diekstraksi menggunakan kit
ekstraksi DNeasy Blood and Tissue Qiagen. Prosedur pengerjaan ekstraksi DNA
modifikasi dari protokol kit ekstraksi. Pertama sampel diberi 180 µL ATL (Tissue
Lysis Buffer) kemudian dicacah menggunakan silet dan diberi 20 µL Proteinase K
kemudian vortex, swing. Inkubasi dilakukan pada suhu 56ºC selama 2 jam.
Setelah sel terlisis ditambahkan 200 µL AL (Lysis Buffer), vortex, swing, dan
inkubasi dengan suhu 56ºC selama 10 menit. Kemudian ke dalam tabung sampel
ditambahkan 200 µL etanol absolut dan di freezer suhu -20ºC selama 1 jam,
setelah itu di vortex selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke spin kolom,
disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, larutan penampung
yang di bawah dibuang. Kemudian ditambahkan 500 µL AW1 (Wash Buffer),
5
disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, dan larutan
penampung dibuang. Selanjutnya ditambahkan 500 µL AW2 (Wash Buffer),
disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm selama 3 menit, larutan penampung
dibuang, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm selama 1 menit.
Selanjutnya kolom dipindahkan ke tube baru 1.5 ml, dan ditambahkan 50 µL AE
(Elution Buffer) ke dalam spin kolom berisi pellet DNA (dilakukan dua kali elusi).
Inkubasi dengan suhu ruang selama 15 menit, sampel disentrifugasi kembali
dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. DNA disimpan dalam freezer suhu 20ºC hingga akan digunakan.
2. Uji Kualitas DNA
Uji kualitas DNA menggunakan teknik visualisasi dengan elektroforesis.
Sampel DNA sebanyak 3.0 µL dicampur dengan larutan pewarna (loading dye)
bromofenol biru 0.1 µL dan dimigrasikan ke dalam gel agarosa 1.2% terdiri atas
gel agarosa sebanyak 0.3 mg, TBE 1x 25mL, dan EtBr 1.25 µL pada alat
electrophoretic chamber dengan voltase 85 selama 30 menit. Hasil elektroforesis
divisualisasi pada UV-gel doc illumination. Selain dilakukan uji kualitas melalui
gel elektroforesis dilakukan juga uji kuantitas DNA menggunakan uji NanoDrop
untuk mengetahui nilai kemurnian DNA tersebut.
3. Amplifikasi dan Visualisasi DNA
Amplifikasi DNA fragement gen cyt-b dengan metode PCR menggunakan
primer ogoCB-F (5’-AACCACCGTTGTTATTCAACTACAA-3’), ogoCB-R (5’ACCTTCGACGTCCGGTTTACAAGACCG-3’), koleksi Dr Ir Dedy Duryadi
Solihin, DEA yang menghasilkan 1126 nukleotida. Total volume untuk pereaksi
PCR yaitu 25 µL, mengandung 7.8 µL ddH2O; 4 µL 5x buffer Q5; 5 µL 5x
enhancer Q5; 1 µL dNTPs mix; 1 µL ogoCBF; 1 µL ogo CBR; 5 µL cetakan
DNA; dan 0,2 µL Taq polimerase. PCR dilakukan sebanyak 35 siklus. Pradenaturasi pada suhu 94ºC selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94ºC selama 1
menit, annealing pada suhu 59ºC selama 30 detik, elongasi pada suhu 72ºC
selama 1 menit, post elongasi dengan suhu 72ºC selama 5 menit, serta cooling
15ºC 20 menit. Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektoforesis
dan dimigrasikan menggunakan gel agarosa 1.2% terdiri atas gel agarosa 0.6 mg,
TBE 1x 50mL, dan EtBr 2.5 µL pada alat electrophoretic chamber dengan
voltase 85 selama 60 menit. Program PCR disesuaikan suhu lebur primer yang
digunakan pada proses annealing dan lama waktu ekstensi.
4. DNA Sequencing
Produk PCR yang didapatkan kemudian disekuen untuk melihat runutan
susunan basa-basa nukleotida. Sekuensi dilakukan di perusahaan Integrated DNA
Technology (IDT) Singapura melalui perusahaan jasa pelayanan sekuensi di
Indonesia yaitu PT. Genetika Science, Jakarta.
Analisis data morfologi
Data pengukuran yang diperoleh dianalisis menggunakan program
Statistic Product and Service Solution (SPSS) version 15.0. Analisis yang
digunakan, yaitu analysis discriminant untuk melihat pengelompokkan (cluster)
karakter dari empat strain ikan gurami dan analysis hierarchical cluster untuk
mengetahui kekerabatan antar strain.
6
Analisis data molekuler
Runutan nukleotida yang diperoleh diedit berdasarkan hasil kromatogram
menggunakan software BioEdit Sequence Alignment Editor 6.32 dan MEGA
(Molecular Evolutionary Genetic Analysis) version 5. Runutan nukleotida hasil
sekuensing dijadikan input dalam BLAST (Basic Local Alignment Search Tool)
yang terdapat dalam GeneBank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk mengecek
kemiripan dengan data yang ada di GeneBank. Runutan-runutan nukleotida yang
telah diedit saling disejajarkan menggunakan program Clustal X dan disejajarkan
dengan runutan nukleotida referensi dari GeneBank, yaitu AY76376.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Morfologi
1. Identifikasi morfometrik
Hasil identifikasi morfometrik berdasarkan 21 karakter Osphronemus
gouramy dari strain paris, batu, blusafir, dan kapas, dikonversi ke dalam rasio
dengan cara membagi nilai karakter dengan panjang baku. Selanjutnya dianalisis
menggunakan software SPSS versi 15.0. Analisis pengelompokkan berdasarkan
analysis discriminant dan analysis hierarchical cluster. Analysis discriminant
merupakan pengelompokkan karakter dari setiap karakter individu yang dihitung
membentuk kelompok berdasarkan strain (Johnson and Wichern 1988). Hasil
pengelompokkan dari analisis ini menunjukan strain blusafir, paris, dan kapas
berada dalam satu kelompok, sedangkan strain batu mengelompok terpisah
(Gambar 2). Karakter yang berbeda dapat dilihat dari nilai liniar koefisien
diskriminan dan struktur matrix tersaji pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Karakter
yang berbeda yaitu karakter lebar kepala dengan nilai 0.790 pada fungsi
diskriminan pertama, karakter panjang rahang pada fungsi diskriminan kedua
dengan nilai 0.911, dan karakter panjang sebelum sirip dorsal dengan nilai 1.226
pada fungsi diskriminan ketiga.
C
a
Gambar 2 Fungsi diskriminan karakter Osphronemus gouramy
strain Blusafir, Batu, Paris, Kapas, dan centroid
7
Analysis hierarchical cluster menunjukan adanya dua pengelompokkan ikan
gurami. Kelompok pertama terdiri atas strain kapas (KPS), strain paris (PS), dan
strain blusafir (BS), sedangkan kelompok kedua hanya terdiri dari satu strain
yaitu strain batu (Gambar 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Nugroho (2011) yang menyatakan bahwa ikan gurami strain Paris, dan strain
Blusafir memiliki corak yang hampir serupa, hanya dibedakan dari warna sisiknya.
Strain paris memiliki warna sisik keabu-abuan sedangkan blusafir memiliki warna
sisik biru. Hasil Analysis hierarchical cluster pada penelitian ini menunjukkan
bahwa strain Blusafir berdekatan dengan strain Paris dan Kapas. Strain batu
merupakan strain langka yang jarang ditemukan di lokasi budidaya. Karena strain
ini pertumbuhannya lambat dibandingkan dengan strain lainnya dan strain gurami
ini hanya mencapai 0.5 kg/ekor selama 13 bulan pemeliharaan terhitung sejak
telur menetas (Sitanggang dan Sarwono 2007). Strain batu diambil dari daerah
Cirebon-Jawa Barat, sedangkan sampel strain blusafir, paris, dan kapas diambil
dari daerah Ciseeng-Jawa Barat banyak ditemukan di hampir semua daerah yang
membudidayakan gurami. Nilai jarak kesamaan morfometrik dari kedua
kelompok sebesar 58.88%.
Gambar 3 Dendogram hubungan kekerabatan strain Osphronemus gouramy
berdasarkan analisis morfometrik 20 ukuran tubuh relatif
2. Identifikasi meristik
Meristik menekankan pada penghitungan jumlah sirip, jumlah sisik, jumlah
sisik pada lineal lateralis dan warna sisik. Identifikasi meristik mengacu pada
Kottelat et al. (1993) (Tabel 3).
Tabel 3 Pengukuran berdasarkan identifikasi meristik
Karakter
Jumlah jari-jari sirip dorsal (JSD)
Jumlah jari-jari sirip anal (JSA)
Jumlah jari-jari sirip ventral (JSV)
Jumlah jari-jari sirip pektoral (JSP)
Jumlah sisik lineal lateralis (LL)
Warna sisik
Blusafir
DXIII, 11
AX, 21
V1,5
11
37
Biru
Batu
DXIII, 11
AX, 21
V1,5
11
35
Hitam
Kapas
DXIII, 11
AXI, 21
V1,5
11
35
Keperakan
Paris
DXII, 11
AX, 21
V1,5
11
34
Abu-abu
Berdasarkan identifikasi meristik dari keempat strain dengan perhitungan
karakter meliputi jumlah jari-jari sirip dorsal, jari-jari sirip anal, jari-jari sirip
ventral, jari-jari sirip pektoral. Hal ini menunjukan bahwa dari karakter-karakter
tersebut tidak dapat membedakan keempat strain ikan gurami. Karakter lineal
lateralis dan warna sisik yang dapat membedakan antar keempat strain tersebut.
Menurut Saanin (1968) ikan gurami memiliki sirip keras dan sirip lemah, gurat
sisik pada lineal lateralis tidak terputus, sirip caudal (ekor) berbentuk bundar.
Pada sirip dorsal dan sirip anal jari-jari sirip keras dan lemah bersatu. Jumlah sirip
dorsal DXII-XIII (sirip kasar), 11-13 (sirip halus), jumlah sirip anal AIX-XI, 19-
a
8
21, jumlah sirip pektoral P13-14, jumlah sirip ventral V1,5 dan sisik pada lineal
lateralis 30-33 sisik.
Ikan gurami memiliki tubuh pipih, kepala dan badan dipisahkan oleh
operkulum, mata berukuran sedang masing-masing satu pada setiap sisi kepala.
Ikan gurami tidak memiliki sungut. Mulut terletak pada ujung kepala (tipe
terminal) (Rahardjo dan Muniarti 1984). Strain gurami paris dan blusafir yang
berukuran tiga bulan memiliki kemiripan hanya dibedakan oleh warna sisik dan
tanda hitam sebelum sirip caudal. Ikan gurami strain blusafir berwarna kebiruan,
pada sirip sebelum sirip caudal terdapat bulatan berwarna hitam, sedangkan pada
strain paris tidak terdapat tanda hitam dan strain paris memiliki warna sisik hitam
keabu-abuan. Pola sisik strain blusafir dari setelah operkulum sampai sebelum
sirip caudal berwarna hitam kebiruan dan berselang seling dengan warna abu-abu.
Pola sisik strain paris hampir serupa dengan strain blusafir. Strain gurami kapas
berukuran tiga jari berwarna putih keperakan. Sisik dari ujung moncong sampai
pangkal sirip dorsal berwarna sedikit jingga dan terdapat bercak berwarna hitam.
Pada sirip dorsal, pektoral, anal, ventral, caudal berwarna keperakan campur
dengan warna hitam. Gurami batu berukuran 3 jari memiliki warna sisik hitam
(Sitanggang dan Sarwono 2007). Gambar gurami tersaji pada Lampiran 3.
Analisis Molekuler
Kualitas DNA secara visual dapat dilihat pada gel agarosa 1.2%
menggunanakan UV-Trans Iluminator. Selanjutnya kuantitas dan kemurnian DNA
total dapat diukur menggunakan uji NanoDrop pada serapan panjang gelombang
( ) 260/280 nm (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil kemurnian dan kuantitas DNA dengan uji NanoDrop
Rasio Absorban pada
ng/μL
260/280
KPS11
1.979
662
PS11
1.944
680
BT6
1.517
22.0
BS1
1.757
549
Keterangan: BS=Blusafir; BT=Batu; KPS=Kapas; PS=Paris
Kode Sampel
C
Menurut Muladno (2002) DNA dikatakan murni apabila nilainya berkisar
antara 1.8-2.0%. Hasil kemurnian dengan uji NanoDrop dari keempat sampel
didapatkan rata-rata kemurnian sebesar 1.799%. Hasil tersebut dapat dikatakan
murni karena nilainya mendekati dari kisaran ketetapannya. Konsentrasi yang
didapatkan berkisar 22.0-680 ng/ L. Hasil tersebut sudah cukup untuk
mengamplikasi gen target.
Hasil dari uji kualitas DNA total, selanjutnya diamplifikasi menggunakan
penanda gen cyt-b DNA mitokondria. Primer yang digunakan yaitu ogo-CBF dan
ogo-CBR. Suhu optimum untuk penempelan (annealing) adalah 59ºC. Total target
gen cyt-b yang dihasilkan sepanjang 1200 nukleotida. Ukuran nukleotida dapat
dilihat dengan membandingkan ukuran pada ladder. Selanjutnya hasil PCR
dimigrasikan pada electrophoretic chamber dengan voltase 85 selama 60 menit
menggunakan gel agarosa 1.2% hasil elektroforesis dapat divisualisasikan pada
gel doc UV lumination. Kemudian disekuen dan hasil sekuen dianalisis
menggunakan program MEGA version 5.0. Runutan nukleotida disejajarkan dan
diperoleh sekuen target sepanjang 1126 nukleotida.
9
Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) merupakan unit terkecil di dalam sel
yang berisi sifat keturunan suatu mahluk hidup dan dapat ditemukan pada nukleus
(DNA inti) dan organel-organel dalam sitoplasma (DNA mitokondria) (Schwagele
2005). DNA diperlukan untuk menentukan spesies dalam pengkajian keragaman
genetik baik menggunakan DNA pada inti dan DNA mitokondria (mtDNA). Hal
tersebut dapat mengungkapkan perbedaan intra dan interspesies yang menyangkut
tentang struktur, komposisi, dan organisasi genom pada tingkat DNA (Solihin
1994). Penanda genetik yang digunakan yaitu cyt-b. Gen cyt-b mtDNA banyak
digunakan untuk mempelajari flogenetik, salah satunya telah dilakukan
identifikasi pada kekerabatan ikan (Farias et al. 2001). Keberhasilan amplifikasi
gen cyt-b ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kemurnian DNA template
hasil purifikasi, komposisi bahan pereaksi, dan suhu penempelan (annealing).
Suhu optimasi pada amplifikasi perlu dilakukan agar dapat mengetahui
suhu optimum untuk penempelan (annealing) primer. Kondisi ini dapat
disesuaikan tergantung primer yang digunakan. Secara teoritis dapat diketahui
dari nilai Tm (melting point) pada primer. Cara mengetahui nilai Tm dapat
dihitung dari basa nukleotida (AGTC) primer tersebut, dengan cara yaitu Tm =
4(G+C) + 2(A+T), dimana G adalah Guanine; C adalah Cytosine; A adalah
Adenine; dan T adalah Thymine. Semakin banyak basa GC, maka nilai Tm
semakin tinggi. Hal ini dikarenakan ikatan yang terdapat pada basa GC sebanyak
3 ikatan hidrogen, sedangkan pada basa AT hanya terdapat 2 ikatan hidrogen
(Yuryev 2007). Namun penghitungan nilai Tm tidak mutlak dapat dijadikan
patokan untuk mendapatkan kondisi penempelan yang optimum (Hadi 2011).
Untuk mendapatkan suhu optimum harus dilakukan pada beberapa suhu yang
berbeda. Penelitian ini mendapatkan rentang suhu optimum untuk penempelan
primer yaitu pada suhu 59-63ºC. Pada rentang suhu tersebut memungkinkan
primer forward dan reverse akan menempel secara spesifik pada ujung DNA
template.
Jarak genetik menentukan jarak kekerabatan intraspesies menggunakan
model p-distance. Mengitung jarak genetik dengan cara mensejajarkan basa
nukleotida (Tamura et al. 2007). Nilai jarak genetik dapat dilihat pada matriks
berikut (Tabel 5). Jarak genetik fragmen gen cyt-b intraspesies dari strain
Osphronemus gouramy, yaitu berkisar antara 0.0009-0.0063. Rata-rata jarak
genetik antara strain gurami GeneBank yang berasal dari Spanyol dengan strain
gurami Indonesia adalah 0.0061 atau 0.61%. Hal ini menunjukan bahwa strain
GeneBank memiliki hubungan kekerabatan yang jauh. Semakin besar jarak
genetik, maka semakin besar perbedaan susunan basa nukleotida (Nei dan Kumar
2000).
Analisis keragaman basa-basa nukleotida daerah cyt-b pada strain BS, PS,
BT, dan KPS (ingroup) menghasilkan 1126 nukleotida. Kemudian disejajarkan
dengan basa nukleotida dari GeneBank (outgroup) AY76376 yang merupakan
database dari NCBI. Berdasarkan analisis blast kemiripan empat strain ikan
gurami yang diteliti dengan ikan gurami Spanyol dari GeneBank identitas bernilai
99%. Outgroup berfungsi sebagai faktor koreksi dalam penentuan karakter di
antara ingroup (Maddison 1984). Hasil dari pensejajaran basa-basa nukleotida
tersebut menunjukan adanya beberapa situs yang mengalami insersi, delesi,
maupun substitusi.
10
Tabel 5 Matriks berpasangan jarak genetik fragmen gen Cyt-b pada strain
Osphronemus gouramy berdasarkan metode p-distance sepanjang 1126
nukleotida
Strain
Cyt-b
Completed
AY76376
Cyt-b
BS-10
Cyt-b
BT-21
Cyt-b
KPS-22
Cyt-b
PS-12
Cyt-b Completed AY76376
Cyt-b BS-10
0.0054
Cyt-b BT-21
0.0063
0.0009
Cyt-b KPS-22
0.0063
0.0009
0.0018
Cyt-b PS-12
0.0063
0.0009
0.0018
0.0018
Keterangan: BS=Blusafir; BT=Batu; KPS=Kapas; PS=Paris; AY76376=strain gurami GeneBank
Hasil rekontruksi pohon filogeni menggunakan metode neighbour joining
berdasarkan p-distance dapat dilihat pada Gambar 4. Empat strain dari sampel
Osphronemus gouramy Indonesia (BS-10, BT-21, KPS-22, dan PS-12) terpisah
dari strain GeneBank. Pengelompokkan inter-strain Indonesia menghasilkan tiga
kelompok, yaitu pertama kelompok BT-21, kedua kelompok KPS-22, dan ketiga
gabungan kelompok BS-10 dan PS-12. Jarak genetik dari ketiga kelompok
tersebut adalah 0.0013 atau 0.13 %. Jarak genetik antara BS-10 dan PS-12 lebih
rendah, yaitu 0.0009 atau 0.09%. Hal ini menunjukan antara strain BS-10 dengan
PS-12 relatif lebih dekat. Semakin banyak urutan basa nukleotida yang sama,
maka nilai similaritasnya akan semakin tinggi, sehingga posisinya di dalam
percabangan pohon filogenetik akan semakin berdekatan (Rahmad 2013).
Bootstrap merupakan alat bantu umum yang digunakan untuk mengukur
keakuratan suatu set data statistik, dengan kata lain nilai bootstrap bertujuan
mengetahui dan menguji set data yang baik untuk digunakan. Nilai bootstrap
ditunjukan oleh angka yang berada pada cabang pohon filogeni (Soltis dan Soltis
2003). Nilai bootstrap antara BS-10 dan PS-12 sebesar 19. Hal ini menunjukan
bahwa dari 1000 kali pengulangan pengujian set data genetik terdapat 19
pengulangan yang konsisten. Selain itu nilai tersebut menunjukan adanya
kemungkinan urutan set data berubah.
Cyt-b BS-10
19
Cyt-b PS-12
Cyt-b BT-21
Cyt-b KPS-22
Cyt-b completed AY76376
0.0030
0.0025
0.0020
0.0015
0.0010
0.0005
0.0000
Gambar 4 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126
nukleotida Cyt-b menggunakan p-distance
Strain blusafir dan paris memiliki banyak kesamaan urutan nukleotida,
sehingga jarak pada pohon filogenetik berdekatan, hal ini menyatakan bahwa
kedua strain tersebut menggambarkan kedekatan kekerabatan. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian Soewardi (1995) menggunakan analisis morfometrik dan
biokimia menyatakan bahwa ikan gurami strain blusafir memiliki kesamaan
11
struktur genetik dengan ikan gurami strain paris. Hasil ini sesuai juga dengan
penelitian Nugroho (2011) menggunakan marker RAPD (Random Amplified
Polymorphism DNA) menyatakan bahwa strain blusafir memiliki kekerabatan
yang lebih dekat dengan strain paris. Kemungkinan terjadi kawin silang antar
kedua strain tersebut lebih mudah karena kedekatan keduanya.
Strain batu dan strain kapas membentuk cabang filogenetik yang terpisah,
namun masih berada dalam satu kelompok besar. Strain batu dari hasil identifikasi
morfometrik dan molekuler membentuk kelompok yang terpisah dengan
kelompok strain yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa strain batu bersifat
spesifik. Strain batu sulit ditemukan pada daerah budidaya karena strain ini
memiliki pertumbuhan yang sangat lambat dibandingkan dengan strain yang
lainnya, maka dari itu pembudidaya tidak memakai strain ini untuk
dibudidayakan, sehingga perlu kajian lebih lanjut mengenai strain ini.
Hasil identifikasi molekuler strain kapas menunujukan terpisah dari strain
blusafir dan paris, namun pada identifikasi morfometrik strain kapas memiliki
kekerabatan yang dekat dengan strain paris dan blusafir. Hal ini menunjukan
secara morfologi belum dapat dibedakan secara nyata, sehingga identifikasi
molekuler lebih akurat.
Berdasarkan metode Kimura dua parameter menghasilkan pohon filogeni
dapat dilihat pada Gambar 5. Ikan gurami asal Indonesia (KPS-22, PS-12, BT-21,
dan BS-10) terpisah dari ikan gurami dari GeneBank (AY76376).
Pengelompokkan inter-strain menghasilkan empat kelompok, yaitu pertama
kelompok KPS-22, kedua kelompok PS-12, ketiga kelompok BT-21, dan keempat
kelompok BS-10. Jarak genetik antara ikan gurami Indonesia dengan ikan gurami
dari GeneBank adalah 0.0061 atau 0.61% dan jarak genetik antar keempat strain
yaitu 0.0013 atau 0.13%. Hasil ini berbeda dengan hasil menggunakan metode pdistance. Pada p-distance strain BS-10 dan PS-12 bergabung, sedangkan pada
Kimura dua parameter kedua kelompok ini terpisah.
Cyt-b KPS-22
Cyt-b PS-12
Cyt-b BT-21
Cyt-b BS-10
Cyt-b completed AY76376
0.0030 0.0025 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005 0.0000
Gambar 5 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126
nukleotida Cyt-b menggunakan Kimura dua parameter
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakter morfologi hanya mampu membedakan dengan jelas strain batu
dengan yang lainnya. Marka molekuler mampu membedakan berbagai strain
walaupun dalam stadia bibit, baik itu antara strain dari luar (Spanyol-GeneBank)
dengan keempat strain Indonesia. Analisis pohon filogenetik menggunakan pdistance menghasilkan tiga kelompok yaitu pertama kelompok BS-10 dan PS-12,
kedua kelompok BT-21, dan ketiga kelompok KPS-22. Sementara menggunakan
metode Kimura 2 parameter, keempat strain terpisah.
Saran
Penambahan strain yang digunakan agar hasil identifikasi lebih akurat.
Eksplorasi marka genetik lainnya untuk menambah keakuratan identifikasi
genetik strain-strain ikan gurami.
DAFTAR PUSTAKA
Farias IP, Guillermo O, Iracilda S, Horacio S. 2001. The cytochrome b gene as a
phylogenetic marker: the limits of resolution for analyzing relationships
among cichlid fishes. J Mol Evol 53: 89-103.
Hadi FR. 2011. Auntetikasi aneka produk Tuna (Thunnus sp.) dengan metode
DNA Barcoding [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Hajibabei M, Singer G, Elizabeth C, Paul D. 2007. Design and applicability of
DNA barcodes in biodiversity monitoring. J BMC Biol. 5: 1-5.
Hubert N, Hanner R, Holm E, Nicholas E, Taylor E, Burridge W, Watkinson D,
Dumon P, Curry A, Bentzen P, Zhang J, April J, Bernatchez L. 2008.
Identifying canadian fresh water fishes through DNA barcode. J Plos One
3: 174-180.
Irwin DM, Kocher TD, Wilson AC. 1991. Evolution of the cytochrome b gene of
mammals. J Mol Evol 32: 128-144.
Johnson R, Wichern DW. 1988. Applied Multivariate Statistical Analysis. New
York [US]: Prentice Hall.
KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja
Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2013. Jakarta
Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freswater fishes
of Western Indonesian and Sulawesi. Singapore (SG): Periplus Edition.
291pp+84plates
Maddison WP, Donoghue MJ, Maddison DR. 1984. Outgroup analysis and
parsimony. System of Zoology. 33: 83-103.
13
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor (ID): Pustaka
Wirausaha Muda.
Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York (US):
Oxford University Pr.
Nugroho E. 2011. Evaluasi genetic ras-ras ikan gurame dengan marker DNA. J.
Fish (2): 86-90.
Rachmawati R. 1999. Karakter fenotipik dan potensi tumbuh ikan gurame
(Osphronemus gouramy, Lacepede) [tesis]. Bogor (ID): Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo MF, Murniarti. 1984. Anatomi Beberapa Ikan Ekonomis Penting di
Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Rahmad. 2013. Taksonomi molekuler “DNA Barcoding‟ dan analisis filogenetik
ikan hiu di pelabuhan Perikanan Palabuhanratu berdasarkan marka
mitokondria [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung (ID): Binacipta
Schwagele F. 2005. Traceability from a European perspective. Meat Science
71(1): 164-173.
Sitio Swardi. 2008. Pengaruh medan listrik pada media pemeliharaan bersalinitas
3 ppt terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan gurame
(Osphronemus gouramy Lac.) [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi
Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sitanggang M, Sarwono B. 1987. Budidaya Gurami. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya
Soewardi K. 1995. Karakterisasi popuasi ikan gurame Osphorenemus gouramy
lac dengan metode biokimia. Jurnal Ilmu Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia 3(2): 23-31.
Solihin DD. 1994. Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman
genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati. 1(1): 1-4.
Soltis PS, Soltis DE. 2003. Applying the Bootstrap in Phylogeny Reconstruction.
Statistical science. 18(2): 256-257
Tamura K, Dudley J, Nei M dan Kumar S (2007) MEGA4: Molecular
evolutionary genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Molecular
Biology and Evolution 24: 1596-1599.
Yuryev A. 2007. Methods in Molecular Biology: PCR Primer Design. Totowa :
Humana Press.
14
LAMPIRAN
15
Lampiran1Struktur Matrix
Karakter
N6(a)
N17
N8(a)
N13(a)
N10(a)
N16(a)
N21
N1
N15
N11
N20
N2(a)
N7(a)
N5(a)
N19(a)
N14(a)
N9(a)
N12(a)
N4
N18(a)
N3(a)
Fungsi 1
0.213(*)
0.183(*)
0.172(*)
0.171(*)
0.139(*)
0.106(*)
0.033
-0.219
0.159
0.153
0.228
-0.213
0.066
0.004
-0.036
0.125
0.132
0.049
0.098
-0.041
0.065
Lampiran 2 Nilai koefisien liniear diskriminan morfometrik
Karakter
N1
N4
N11
N15
N17
N20
N21
FD1
-2.174
0.156
0.765
0.430
0.790
0.758
0.175
FD2
0.297
-0.963
0.242
0.561
-0.391
0.325
0.911
FD3
-0.181
1.226
-0.217
0.106
-1.217
0.295
0.387
16
16
Lampiran 3 Strain ikan gurami ditinjau dari berbagai sisi: a) menghadap ke kiri;
b) menghadap ke kanan; c) menghadap ke atas; d)menghadap ke
bawah
Strain Paris
Strain Blusafir
17
Strain Kapas
Strain Batu
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 09 Juli 1991 dari ayah Alm.
H. Abdul Rohim dan ibu Hj. N. Susilawati. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka. Pada
tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi dalam masa studi
seperti menjadi anggota UKM Lingkungan seni sunda Gentra Kaheman (20102011), pengurus UKM Lingkungan seni sunda Gentra Kaheman departemen
fasilitas dan properti (2011-2013), pengurus Himpunan Mahasiswa Biologi
departemen pengembangan sumberdaya mahasiswa (2012-2013). Penulis juga
menjadi anggota divisi sponsorship dalam acara Pesta Sains Nasional IPB tahun
2012, sekertaris divisi sponsorship dalam acara Internasional Scholarship
Education and Expo (ISEE) tahun 2013, serta beberapa kepanitiaan lainnya.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biologi Dasar (2014). Tanggal 3-5 Juli 2012 penulis melaksanakan Studi Lapang
di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) dengan judul Kelimpahan
dan Persebaran Paku Sayur di Kawasan TNGGP. Setelah itu, pada bulan Juni
hingga Juli 2013, penulis melaksanakan Praktik Lapangan dengan topik
Pembibitan, Pola Makan, dan Nutrisi Sapi Potong di Dinas Kehutanan,
Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Majalengka.
(PENANDA DNA MITOKONDRIA Cyt-b) EMPAT STRAIN IKAN
GURAMI INDONESIA (PARIS, BATU, BLUSAFIR, DAN KAPAS)
YULI SHOFIYATI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identitas Morfologik
dan Genetik (Penanda DNA Mitokondria Cyt-b) Empat Strain Ikan Gurami
Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, dan Kapas) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Pebruari 2015
Yuli Shofiyati
NIM G34100089
ABSTRAK
YULI SHOFIYATI. Identitas Morfologik dan Genetik (Penanda DNA
Mitokondria Cyt-b) Empat Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir,
dan Kapas). Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan NURLISA A
BUTET.
Osphronemus gouramy terdiri dari delapan strain, empat diantaranya strain
blusafir, paris, kapas, dan batu. Bibit gurami yang berumur tiga bulan, tidak dapat
dibedakan secara jelas anata strain berdasarkan karakter morfologi, oleh karena
itu diperlukan alat identifikasi yang lebih akurat. Penelitian ini bertujuan
menganalisis karakter morfologi dan sekuen gen cyt-b pada empat strain ikan
gurami (paris, batu, blusafir, dan kapas). Analisis pengelompokkan berdasarkan
analysis discriminant dan analysis hierarchical cluster menunjukan kedekatan
antara strain kapas, paris, dan blusafir, sedangkan strain batu terpisah. Penanda
molekuler yang digunakan adalah DNA mitokondria dari gen cyt-b dengan
panjang sekuen 1126 nukleotida. Analisis pohon filogenetik menggunakan pdistance menghasilkan tiga kelompok yaitu pertama kelompok BS-10 dan PS-12,
kedua kelompok BT-21, dan ketiga kelompok KPS-22. Sementara menggunakan
metode Kimura 2 parameter, keempat strain terpisah. Rata-rata jarak genetik antar
keempat strain gurami ialah 0.0013, sedangkan jarak genetik antara BS-10 dan
PS-12 ialah 0.0009. Perbandingan rata-rata jarak genetik antara strain gurami
Spanyol diperoleh dari GeneBank dengan strain gurami Indonesia ialah 0.0061.
Kata kunci: Barcoding DNA, Cyt-b, jarak genetik, morfologik, Osphronemus
gouramy
ABSTRACT
YULI SHOFIYATI. Morphological and Genetic identity (DNA mitochondrial
marker of Cyt-b gene) Four Strains of Indonesian gouramy (Paris, Batu, Blusafir,
and Kapas). Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and NURLISA A
BUTET.
Osphronemus gouramy consist of eight strains, four of which are blusafir,
paris,kapas, and batu. The three months old of gouramy germ indistinguishable
clearly from each strains based on morphological characteristic. Therefore more
accurate identification method is required. Identification with DNA barcoding
technique is one of the high accurate identification method. This study was aimed
to analyze morphological characters and cyt-b gene sequence on four strains of
gouramy (paris, batu, blusafir, kapas). Discriminant and hierarchical cluster
analyses based on morphological characters showed high relationship among
kapas, paris, and blusafir, whereas batu is separated from those three strains.
Phylogenetic tree analysis using p-distance based on 1126 sequence of cyt-b gene
resulted in three groups i.e: first group was BS-10 and PS-12, the second was BT21, and the third was KPS-22. While using Kimura 2 parameters, all four strains
were separated. The average genetic distance among the four strains of gouramy
was 0.0013, while the genetic distance between BS-10 and PS-12 was 0.0009. The
average genetic distance between the Spain gouramy sequence obtained from
GeneBank and Indonesian gouramy sequnce was 0.0061.
Keyword: DNA Barcoding, Cyt-b, Genetic distance, Morphologic, Osphronemus
gouramy
IDENTITAS MORFOLOGIK DAN GENETIK
(PENANDA DNA MITOKONDRIA Cyt-b) EMPAT STRAIN IKAN
GURAMI INDONESIA (PARIS, BATU, BLUSAFIR, DAN KAPAS)
YULI SHOFIYATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Identitas Morfologik dan Genetik (Penanda DNA Mitokondria Cyt-b) Empat
Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, dan Kapas). Penelitian ini
dilakukan pada bulan Pebruari hingga Nopember 2014 di Laboratorium Biologi
Molekuler Pusat Penelitian Studi Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB),
serta Laboratorium Biologi Terpadu Departemen Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Dedy Duryadi Solihin,
DEA dan Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc selaku pembimbing, dan Dr Ir Miftahudin,
Msi selaku penguji yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dukungan
selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terimakasih penelitian ini telah didanai
dari dana BOPTN Penelitian Unggulan Institusi atas nama Dr Ir Dedy Duryadi
Solihin, DEA. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga
tercinta, terutama kedua orang tua (Alm. H. Abdul Rohim & Hj. N. Susilawati), A
Dadan, Teh Nunun, De Fifin yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan
limpahan kasih sayang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Herry yang telah memberi bantuan teknis, terima kasih kepada rekan-rekan
laboratorium biologi molekuler PPSHB serta laboratorium biologi molekuler
departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas kerjasama, dukungan selama
penelitian berlangsung. Tidak lupa penulis juga menyampaikan ucapan terima
kasih kepada teman-teman Biologi 47, khususnya Dela, Febrina, Arezza, Ismi,
Syifa, Rastya, Suri, Ledy, Feni, Siti, dan Rizky atas dukungan dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita
semua.
Bogor, Pebruari 2015
Yuli Shofiyati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur penelitian
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Analisis Morfologi
6
Analisis Molekuler
8
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
18
DAFTAR TABEL
1 Karakter morfometrik yang diukur
2 Karakter meristik untuk identifikasi Osphronemus gouramy
3 Pengukuran berdasarkan identifikasi meristik
4 Hasil kemurnian dan kuantitas DNA dengan uji Nanodrop
5 Matriks berpasangan jarak genetik fragmen gen cyt-b pada strain
Osphronemus gouramy berdasarkan metode p-distance sepanjang 1126
nukleotida
3
4
7
8
10
DAFTAR GAMBAR
1 Skema pengukuran teradap ikan gurami
2 Fungsi diskriminan karakter Osphronemus gouramy strain paris, blusafir,
batu, dan kapas
3 Dendogram hubungan kekerabatn strain Osphronemus gouramy
berdasarkan analisis morfometri 20 ukuran tubuh relatif
4 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126
nukleotida Cyt-b menggunakan p-distance
5 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126
nukleotida Cyt-b menggunakan Kimura 2 parameter
4
6
7
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Struktur matrix
2 Nilai koefisien liniear diskriminan morfometrik
3 Strain ikan gurami ditinjau dari berbagai sisi: a) menghadap ke kiri; b)
menghadap ke kanan; c) menghadap ke atas; d) menghadap ke bawah
15
15
16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi, baik yang
berasal dari tumbuhan maupun hewan. Ikan merupakan salah satu sumber daya
hewan yang jumlah dan jenisnya melimpah, baik yang berasal dari ekosistem
perairan laut maupun perairan tawar. Ikan gurami merupakan salah satu ikan air
tawar yang mengandung protein tinggi dan cita rasa yang lezat, sehingga ikan ini
memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi primadona diantara spesies ikan air
tawar lainnya (Sitio 2008). Pertumbuhan ikan gurami lebih lambat dibandingkan
dengan pertumbuhan ikan air tawar lainnya, untuk membesarkan benih ukuran 2-3
cm sampai siap konsumsi diperlukan waktu sekitar 1.5 tahun (Sitanggang dan
Sarwono 2007). Permintaan terhadap ikan gurami di Indonesia dari tahun ke tahun
meningkat. Berdasarkan data KKP (2013) produksi ikan gurami pada tahun 2009
sampai 2013 dengan nilai berturut-turut sebesar 30.670 ton, 36.351 ton, 42.646
ton, 54.275 ton, dan 57.835 ton.
Gurami yang umum dikenal di Indonesia berasal dari satu spesies yakni
Osphronemus gouramy yang terdiri atas delapan strain, yaitu gurami soang
(angsa), jepun, blusafir, paris, batu, bastar, kapas, dan porselen (Rachmawati
1999). Pada penelitian ini menggunakan empat strain gurami yaitu paris, blusafir,
kapas, dan batu untuk dianalisis secara morfologik dan genetik. Karakteristik
umum strain gurami paris menyerupai strain blusafir, perbedaannya terdapat pada
warna sisik. Strain paris berwarna abu-abu, sedangkan strain blusafir berwarna
kebiruan (Nugroho 2011). Strain batu memiliki sisik yang berwarna hitam merata
pada seluruh tubuh, sedangkan sisik strain kapas berwarna putih keperakan
(Sitanggang dan Sarwono 2007).
Karakteristik morfologi keempat strain gurami tersebut pada stadia
dewasa memiliki perbedaan yang cukup jelas, sedangkan karakteristik morfologi
pada stadia yang lebih muda yaitu stadia bibit sulit dibedakan. Identifiksi dengan
akurasi tinggi diperlukan untuk membedakan strain-strain tersebut secara jelas.
Berdasarkan perkembangan ilmu biologi molekuler, identifikasi dapat dilakukan
dengan teknik DNA barcoding (Hubert et al. 2008). DNA barcoding merupakan
metode identifikasi berbasis DNA dengan teknik PCR yang dikembangkan untuk
penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati (Hajibabei et al. 2007). Metode
DNA barcoding ini menggunakan penanda DNA mitokondria yang merupakan
molekul kecil dan sederhana. DNA mitokondria bersifat khusus yaitu diturunkan
melalui induk betina tanpa mengalami rekombinasi. Adanya sifat tersebut dapat
digunakan untuk rekonstruksi filogenetik (Solihin 1994). Gen cytochrome b (cytb) merupakan salah satu penanda DNA mitokondria, sering digunakan untuk
pembeda intraspesies (subspesies maupun asal-usul populasi yang berbeda) dan
untuk studi filogenetik (Irwin et al. 1991).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis karakter morfologi dan sekuen gen
Cyt-b pada empat strain ikan gurami (paris, batu, blusafir, dan kapas). Hasil
karakterisasi dan perbandingan dari keempat strain tersebut dapat digunakan
untuk menganalisis jarak kekerabatan dan keaslian pengelompokkan strain
gurami.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari hingga Nopember 2014 di
Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) serta Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah ikan gurami strain paris, batu,
blusafir, dan kapas (masing-masing berumur tiga bulan). Lokasi pengambilan
sampel di UPT Ciseeng-Bogor dan Cirebon Jawa Barat. Bahan pendukung yang
digunakan adalah DNA extraction kit (Qiagen), ethanol absolut, PCR kit, primer
ogoCB-F dan ogoCB-R, gel agarosa, buffer TBE 1x, loading dye, ladder, dan
ethidium bromide (EtBr). Alat yang digunakan yaitu water bath, sentrifuse, vortex,
perangkat elektroforesis, gel doc UV lumination, mesin PCR, tabung 1.5 µL,
tabung mikro efendorf, penggaris, gunting, pinset, jangka sorong.
Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Pebruari 2014 dan bulan
September 2014. Sampel yang diambil 25 ekor untuk strain paris, blusafir, dan
kapas, sedangkan strain batu 16 ekor. Strain paris, blusafir, dan kapas diambil
dari kelompok tani yang berada di bawah naungan UPT Ciseeng-Bogor,
sedangkan strain batu diambil dari kelompok tani Cirebon-Jawa Barat. Sampel
diawetkan dengan alkohol absolut.
Identifikasi morfologi
Identifikasi morfologi terdiri dari identifikasi karakter meristik dan
morfometrik. Karakter meristik yang diukur 6 karakter dan karakter morfometrik
21 karakter.
3
1. Identifikasi karakter morfometrik
Sampel dikelompokkan berdasarkan strain. Jumlah ikan gurami strain
blusafir, paris, kapas masing-masing berjumlah 25 ekor, dan strain batu berjumlah
16 ekor. Selanjutnya diidentifikasi dengan 21 karakter (Tabel 1). Skema
pengukuran terhadap sampel dapat dilihat pada Gambar 1 dengan mengacu pada
Kottelat et al. (1993).
Tabel 1 Karakter morfometrik yang diukur
No
1
Karakter
Panjang total (PT)
2
Panjang baku (PB)
3
Panjang sirip dorsal (PSD)
4
Panjang sebelum sirip dorsal
(PSSD)
Panjang sebelum sirip ventral
(PSSV)
Panjang sebelum sirip anal
(PSSA)
Panjang kepala (PK)
5
6
7
8
9
Lebar badan (LB)
Tinggi badan sebelum sirip dorsal
(TBSAD)
10
11
Tinggi badan setelah sirip dorsal
(TBE)
Panjang dasar sirip ekor (PSE)
12
Panjang dasar sirip dorsal (PDSD)
13
Panjang dasar sirip anal (PDSA)
14
Panjang sirip ventral (PSV)
15
Panjang sirip pektoral (PSP)
16
17
18
Tinggi kepala (TK)
Lebar kepala (LK)
Panjang moncong (PM)
19
20
21
Diameter mata (DM)
Lebar mata orbital (LAM)
Panjang rahang (PRH)
Keterangan
Jarak yang diukur mulai dari moncong
terdepan hingga pangkal sirip ekor
Jarak antara moncong terdepan hingga pangkal
sirip ekor
Jarak antara sirip dorsal pertama hingga sirip
dorsal terpanjang
Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum
sirip dorsal
Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum
sirip ventral
Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum
sirip anal
Jarak antara moncong terdepan hingga bagian
paling belakang operkulum
Jarak paling lebar sebelum sirip dorsal
Jarak tertinggi antara bagian pangkal awal sirip
dorsal dengan bagian perut pangkal awal sirip
anal
Jarak tertinggi antara bagian akhir sirip dorsal
dengan bagian perut akhir sirip anal
Jarak antara pangkal sirip ekor hingga ujung
jari-jari
Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip
jari-jari terakhir pada sirip dorsal
Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip
jari-jari terakhir pada sirip anal
Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip
jari-jari terakhir pada sirip ventral
Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip
jari-jari terakhir pada sirip pectoral
Jarak tertinggi sepanjang operkulum
Jarak paling lebar antara kedua operkulum
Jarak antara moncong terdepan hingga bagian
sisi terdepan diameter mata
Jarak diameter bola mata
Jarak paling lebar antara kedua mata
Jarak antara ujung moncong hingga rahang
4
Gambar 1 Skema pengukuran terhadap ikan gurami
2. Identifikasi karakter meristik
Seluruh sampel dikelompokan berdasarkan strain dan diidentifikasi dengan
6 karakter meristik (Tabel 2) dengan mengacu pada Saanin (1968).
Tabel 2 Karakter meristik untuk identifikasi Osphronemus gouramy
No
Karakter
Keterangan
1
Jumlah jari-jari sirip dorsal (JSD)
Banyaknya sirip pada bagian sirip dorsal
2
Jumlah jari-jari sirip ventral (JSV)
Banyaknya sirip pada bagian sirip ventral
3
4
Jumlah jari-jari sirip anal (JSA)
Jumlah jari-jari sirip pektoral (JSP)
Banyaknya sirip pada bagian sirip anal
Banyaknya sirip pada bagian sirip pektoral
5
Jumlah sisik lineal lateralis (LL)
Banyaknya sisik sepanjang garis lineal lateralis
6
Warna sisik
Warna sisik pada tubuh ikan
Identifikasi molekuler
1. Ekstraksi dan isolasi DNA
Sampel diambil dari jaringan otot sebanyak 0.3 mg. Kemudian dicuci
menggunakan Tris EDTA untuk menghilangkan alkohol dan dilakukan
pencacahan menggunakan pisau. Selanjutnya DNA diekstraksi menggunakan kit
ekstraksi DNeasy Blood and Tissue Qiagen. Prosedur pengerjaan ekstraksi DNA
modifikasi dari protokol kit ekstraksi. Pertama sampel diberi 180 µL ATL (Tissue
Lysis Buffer) kemudian dicacah menggunakan silet dan diberi 20 µL Proteinase K
kemudian vortex, swing. Inkubasi dilakukan pada suhu 56ºC selama 2 jam.
Setelah sel terlisis ditambahkan 200 µL AL (Lysis Buffer), vortex, swing, dan
inkubasi dengan suhu 56ºC selama 10 menit. Kemudian ke dalam tabung sampel
ditambahkan 200 µL etanol absolut dan di freezer suhu -20ºC selama 1 jam,
setelah itu di vortex selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke spin kolom,
disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, larutan penampung
yang di bawah dibuang. Kemudian ditambahkan 500 µL AW1 (Wash Buffer),
5
disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, dan larutan
penampung dibuang. Selanjutnya ditambahkan 500 µL AW2 (Wash Buffer),
disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm selama 3 menit, larutan penampung
dibuang, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm selama 1 menit.
Selanjutnya kolom dipindahkan ke tube baru 1.5 ml, dan ditambahkan 50 µL AE
(Elution Buffer) ke dalam spin kolom berisi pellet DNA (dilakukan dua kali elusi).
Inkubasi dengan suhu ruang selama 15 menit, sampel disentrifugasi kembali
dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. DNA disimpan dalam freezer suhu 20ºC hingga akan digunakan.
2. Uji Kualitas DNA
Uji kualitas DNA menggunakan teknik visualisasi dengan elektroforesis.
Sampel DNA sebanyak 3.0 µL dicampur dengan larutan pewarna (loading dye)
bromofenol biru 0.1 µL dan dimigrasikan ke dalam gel agarosa 1.2% terdiri atas
gel agarosa sebanyak 0.3 mg, TBE 1x 25mL, dan EtBr 1.25 µL pada alat
electrophoretic chamber dengan voltase 85 selama 30 menit. Hasil elektroforesis
divisualisasi pada UV-gel doc illumination. Selain dilakukan uji kualitas melalui
gel elektroforesis dilakukan juga uji kuantitas DNA menggunakan uji NanoDrop
untuk mengetahui nilai kemurnian DNA tersebut.
3. Amplifikasi dan Visualisasi DNA
Amplifikasi DNA fragement gen cyt-b dengan metode PCR menggunakan
primer ogoCB-F (5’-AACCACCGTTGTTATTCAACTACAA-3’), ogoCB-R (5’ACCTTCGACGTCCGGTTTACAAGACCG-3’), koleksi Dr Ir Dedy Duryadi
Solihin, DEA yang menghasilkan 1126 nukleotida. Total volume untuk pereaksi
PCR yaitu 25 µL, mengandung 7.8 µL ddH2O; 4 µL 5x buffer Q5; 5 µL 5x
enhancer Q5; 1 µL dNTPs mix; 1 µL ogoCBF; 1 µL ogo CBR; 5 µL cetakan
DNA; dan 0,2 µL Taq polimerase. PCR dilakukan sebanyak 35 siklus. Pradenaturasi pada suhu 94ºC selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94ºC selama 1
menit, annealing pada suhu 59ºC selama 30 detik, elongasi pada suhu 72ºC
selama 1 menit, post elongasi dengan suhu 72ºC selama 5 menit, serta cooling
15ºC 20 menit. Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektoforesis
dan dimigrasikan menggunakan gel agarosa 1.2% terdiri atas gel agarosa 0.6 mg,
TBE 1x 50mL, dan EtBr 2.5 µL pada alat electrophoretic chamber dengan
voltase 85 selama 60 menit. Program PCR disesuaikan suhu lebur primer yang
digunakan pada proses annealing dan lama waktu ekstensi.
4. DNA Sequencing
Produk PCR yang didapatkan kemudian disekuen untuk melihat runutan
susunan basa-basa nukleotida. Sekuensi dilakukan di perusahaan Integrated DNA
Technology (IDT) Singapura melalui perusahaan jasa pelayanan sekuensi di
Indonesia yaitu PT. Genetika Science, Jakarta.
Analisis data morfologi
Data pengukuran yang diperoleh dianalisis menggunakan program
Statistic Product and Service Solution (SPSS) version 15.0. Analisis yang
digunakan, yaitu analysis discriminant untuk melihat pengelompokkan (cluster)
karakter dari empat strain ikan gurami dan analysis hierarchical cluster untuk
mengetahui kekerabatan antar strain.
6
Analisis data molekuler
Runutan nukleotida yang diperoleh diedit berdasarkan hasil kromatogram
menggunakan software BioEdit Sequence Alignment Editor 6.32 dan MEGA
(Molecular Evolutionary Genetic Analysis) version 5. Runutan nukleotida hasil
sekuensing dijadikan input dalam BLAST (Basic Local Alignment Search Tool)
yang terdapat dalam GeneBank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk mengecek
kemiripan dengan data yang ada di GeneBank. Runutan-runutan nukleotida yang
telah diedit saling disejajarkan menggunakan program Clustal X dan disejajarkan
dengan runutan nukleotida referensi dari GeneBank, yaitu AY76376.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Morfologi
1. Identifikasi morfometrik
Hasil identifikasi morfometrik berdasarkan 21 karakter Osphronemus
gouramy dari strain paris, batu, blusafir, dan kapas, dikonversi ke dalam rasio
dengan cara membagi nilai karakter dengan panjang baku. Selanjutnya dianalisis
menggunakan software SPSS versi 15.0. Analisis pengelompokkan berdasarkan
analysis discriminant dan analysis hierarchical cluster. Analysis discriminant
merupakan pengelompokkan karakter dari setiap karakter individu yang dihitung
membentuk kelompok berdasarkan strain (Johnson and Wichern 1988). Hasil
pengelompokkan dari analisis ini menunjukan strain blusafir, paris, dan kapas
berada dalam satu kelompok, sedangkan strain batu mengelompok terpisah
(Gambar 2). Karakter yang berbeda dapat dilihat dari nilai liniar koefisien
diskriminan dan struktur matrix tersaji pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Karakter
yang berbeda yaitu karakter lebar kepala dengan nilai 0.790 pada fungsi
diskriminan pertama, karakter panjang rahang pada fungsi diskriminan kedua
dengan nilai 0.911, dan karakter panjang sebelum sirip dorsal dengan nilai 1.226
pada fungsi diskriminan ketiga.
C
a
Gambar 2 Fungsi diskriminan karakter Osphronemus gouramy
strain Blusafir, Batu, Paris, Kapas, dan centroid
7
Analysis hierarchical cluster menunjukan adanya dua pengelompokkan ikan
gurami. Kelompok pertama terdiri atas strain kapas (KPS), strain paris (PS), dan
strain blusafir (BS), sedangkan kelompok kedua hanya terdiri dari satu strain
yaitu strain batu (Gambar 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Nugroho (2011) yang menyatakan bahwa ikan gurami strain Paris, dan strain
Blusafir memiliki corak yang hampir serupa, hanya dibedakan dari warna sisiknya.
Strain paris memiliki warna sisik keabu-abuan sedangkan blusafir memiliki warna
sisik biru. Hasil Analysis hierarchical cluster pada penelitian ini menunjukkan
bahwa strain Blusafir berdekatan dengan strain Paris dan Kapas. Strain batu
merupakan strain langka yang jarang ditemukan di lokasi budidaya. Karena strain
ini pertumbuhannya lambat dibandingkan dengan strain lainnya dan strain gurami
ini hanya mencapai 0.5 kg/ekor selama 13 bulan pemeliharaan terhitung sejak
telur menetas (Sitanggang dan Sarwono 2007). Strain batu diambil dari daerah
Cirebon-Jawa Barat, sedangkan sampel strain blusafir, paris, dan kapas diambil
dari daerah Ciseeng-Jawa Barat banyak ditemukan di hampir semua daerah yang
membudidayakan gurami. Nilai jarak kesamaan morfometrik dari kedua
kelompok sebesar 58.88%.
Gambar 3 Dendogram hubungan kekerabatan strain Osphronemus gouramy
berdasarkan analisis morfometrik 20 ukuran tubuh relatif
2. Identifikasi meristik
Meristik menekankan pada penghitungan jumlah sirip, jumlah sisik, jumlah
sisik pada lineal lateralis dan warna sisik. Identifikasi meristik mengacu pada
Kottelat et al. (1993) (Tabel 3).
Tabel 3 Pengukuran berdasarkan identifikasi meristik
Karakter
Jumlah jari-jari sirip dorsal (JSD)
Jumlah jari-jari sirip anal (JSA)
Jumlah jari-jari sirip ventral (JSV)
Jumlah jari-jari sirip pektoral (JSP)
Jumlah sisik lineal lateralis (LL)
Warna sisik
Blusafir
DXIII, 11
AX, 21
V1,5
11
37
Biru
Batu
DXIII, 11
AX, 21
V1,5
11
35
Hitam
Kapas
DXIII, 11
AXI, 21
V1,5
11
35
Keperakan
Paris
DXII, 11
AX, 21
V1,5
11
34
Abu-abu
Berdasarkan identifikasi meristik dari keempat strain dengan perhitungan
karakter meliputi jumlah jari-jari sirip dorsal, jari-jari sirip anal, jari-jari sirip
ventral, jari-jari sirip pektoral. Hal ini menunjukan bahwa dari karakter-karakter
tersebut tidak dapat membedakan keempat strain ikan gurami. Karakter lineal
lateralis dan warna sisik yang dapat membedakan antar keempat strain tersebut.
Menurut Saanin (1968) ikan gurami memiliki sirip keras dan sirip lemah, gurat
sisik pada lineal lateralis tidak terputus, sirip caudal (ekor) berbentuk bundar.
Pada sirip dorsal dan sirip anal jari-jari sirip keras dan lemah bersatu. Jumlah sirip
dorsal DXII-XIII (sirip kasar), 11-13 (sirip halus), jumlah sirip anal AIX-XI, 19-
a
8
21, jumlah sirip pektoral P13-14, jumlah sirip ventral V1,5 dan sisik pada lineal
lateralis 30-33 sisik.
Ikan gurami memiliki tubuh pipih, kepala dan badan dipisahkan oleh
operkulum, mata berukuran sedang masing-masing satu pada setiap sisi kepala.
Ikan gurami tidak memiliki sungut. Mulut terletak pada ujung kepala (tipe
terminal) (Rahardjo dan Muniarti 1984). Strain gurami paris dan blusafir yang
berukuran tiga bulan memiliki kemiripan hanya dibedakan oleh warna sisik dan
tanda hitam sebelum sirip caudal. Ikan gurami strain blusafir berwarna kebiruan,
pada sirip sebelum sirip caudal terdapat bulatan berwarna hitam, sedangkan pada
strain paris tidak terdapat tanda hitam dan strain paris memiliki warna sisik hitam
keabu-abuan. Pola sisik strain blusafir dari setelah operkulum sampai sebelum
sirip caudal berwarna hitam kebiruan dan berselang seling dengan warna abu-abu.
Pola sisik strain paris hampir serupa dengan strain blusafir. Strain gurami kapas
berukuran tiga jari berwarna putih keperakan. Sisik dari ujung moncong sampai
pangkal sirip dorsal berwarna sedikit jingga dan terdapat bercak berwarna hitam.
Pada sirip dorsal, pektoral, anal, ventral, caudal berwarna keperakan campur
dengan warna hitam. Gurami batu berukuran 3 jari memiliki warna sisik hitam
(Sitanggang dan Sarwono 2007). Gambar gurami tersaji pada Lampiran 3.
Analisis Molekuler
Kualitas DNA secara visual dapat dilihat pada gel agarosa 1.2%
menggunanakan UV-Trans Iluminator. Selanjutnya kuantitas dan kemurnian DNA
total dapat diukur menggunakan uji NanoDrop pada serapan panjang gelombang
( ) 260/280 nm (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil kemurnian dan kuantitas DNA dengan uji NanoDrop
Rasio Absorban pada
ng/μL
260/280
KPS11
1.979
662
PS11
1.944
680
BT6
1.517
22.0
BS1
1.757
549
Keterangan: BS=Blusafir; BT=Batu; KPS=Kapas; PS=Paris
Kode Sampel
C
Menurut Muladno (2002) DNA dikatakan murni apabila nilainya berkisar
antara 1.8-2.0%. Hasil kemurnian dengan uji NanoDrop dari keempat sampel
didapatkan rata-rata kemurnian sebesar 1.799%. Hasil tersebut dapat dikatakan
murni karena nilainya mendekati dari kisaran ketetapannya. Konsentrasi yang
didapatkan berkisar 22.0-680 ng/ L. Hasil tersebut sudah cukup untuk
mengamplikasi gen target.
Hasil dari uji kualitas DNA total, selanjutnya diamplifikasi menggunakan
penanda gen cyt-b DNA mitokondria. Primer yang digunakan yaitu ogo-CBF dan
ogo-CBR. Suhu optimum untuk penempelan (annealing) adalah 59ºC. Total target
gen cyt-b yang dihasilkan sepanjang 1200 nukleotida. Ukuran nukleotida dapat
dilihat dengan membandingkan ukuran pada ladder. Selanjutnya hasil PCR
dimigrasikan pada electrophoretic chamber dengan voltase 85 selama 60 menit
menggunakan gel agarosa 1.2% hasil elektroforesis dapat divisualisasikan pada
gel doc UV lumination. Kemudian disekuen dan hasil sekuen dianalisis
menggunakan program MEGA version 5.0. Runutan nukleotida disejajarkan dan
diperoleh sekuen target sepanjang 1126 nukleotida.
9
Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) merupakan unit terkecil di dalam sel
yang berisi sifat keturunan suatu mahluk hidup dan dapat ditemukan pada nukleus
(DNA inti) dan organel-organel dalam sitoplasma (DNA mitokondria) (Schwagele
2005). DNA diperlukan untuk menentukan spesies dalam pengkajian keragaman
genetik baik menggunakan DNA pada inti dan DNA mitokondria (mtDNA). Hal
tersebut dapat mengungkapkan perbedaan intra dan interspesies yang menyangkut
tentang struktur, komposisi, dan organisasi genom pada tingkat DNA (Solihin
1994). Penanda genetik yang digunakan yaitu cyt-b. Gen cyt-b mtDNA banyak
digunakan untuk mempelajari flogenetik, salah satunya telah dilakukan
identifikasi pada kekerabatan ikan (Farias et al. 2001). Keberhasilan amplifikasi
gen cyt-b ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kemurnian DNA template
hasil purifikasi, komposisi bahan pereaksi, dan suhu penempelan (annealing).
Suhu optimasi pada amplifikasi perlu dilakukan agar dapat mengetahui
suhu optimum untuk penempelan (annealing) primer. Kondisi ini dapat
disesuaikan tergantung primer yang digunakan. Secara teoritis dapat diketahui
dari nilai Tm (melting point) pada primer. Cara mengetahui nilai Tm dapat
dihitung dari basa nukleotida (AGTC) primer tersebut, dengan cara yaitu Tm =
4(G+C) + 2(A+T), dimana G adalah Guanine; C adalah Cytosine; A adalah
Adenine; dan T adalah Thymine. Semakin banyak basa GC, maka nilai Tm
semakin tinggi. Hal ini dikarenakan ikatan yang terdapat pada basa GC sebanyak
3 ikatan hidrogen, sedangkan pada basa AT hanya terdapat 2 ikatan hidrogen
(Yuryev 2007). Namun penghitungan nilai Tm tidak mutlak dapat dijadikan
patokan untuk mendapatkan kondisi penempelan yang optimum (Hadi 2011).
Untuk mendapatkan suhu optimum harus dilakukan pada beberapa suhu yang
berbeda. Penelitian ini mendapatkan rentang suhu optimum untuk penempelan
primer yaitu pada suhu 59-63ºC. Pada rentang suhu tersebut memungkinkan
primer forward dan reverse akan menempel secara spesifik pada ujung DNA
template.
Jarak genetik menentukan jarak kekerabatan intraspesies menggunakan
model p-distance. Mengitung jarak genetik dengan cara mensejajarkan basa
nukleotida (Tamura et al. 2007). Nilai jarak genetik dapat dilihat pada matriks
berikut (Tabel 5). Jarak genetik fragmen gen cyt-b intraspesies dari strain
Osphronemus gouramy, yaitu berkisar antara 0.0009-0.0063. Rata-rata jarak
genetik antara strain gurami GeneBank yang berasal dari Spanyol dengan strain
gurami Indonesia adalah 0.0061 atau 0.61%. Hal ini menunjukan bahwa strain
GeneBank memiliki hubungan kekerabatan yang jauh. Semakin besar jarak
genetik, maka semakin besar perbedaan susunan basa nukleotida (Nei dan Kumar
2000).
Analisis keragaman basa-basa nukleotida daerah cyt-b pada strain BS, PS,
BT, dan KPS (ingroup) menghasilkan 1126 nukleotida. Kemudian disejajarkan
dengan basa nukleotida dari GeneBank (outgroup) AY76376 yang merupakan
database dari NCBI. Berdasarkan analisis blast kemiripan empat strain ikan
gurami yang diteliti dengan ikan gurami Spanyol dari GeneBank identitas bernilai
99%. Outgroup berfungsi sebagai faktor koreksi dalam penentuan karakter di
antara ingroup (Maddison 1984). Hasil dari pensejajaran basa-basa nukleotida
tersebut menunjukan adanya beberapa situs yang mengalami insersi, delesi,
maupun substitusi.
10
Tabel 5 Matriks berpasangan jarak genetik fragmen gen Cyt-b pada strain
Osphronemus gouramy berdasarkan metode p-distance sepanjang 1126
nukleotida
Strain
Cyt-b
Completed
AY76376
Cyt-b
BS-10
Cyt-b
BT-21
Cyt-b
KPS-22
Cyt-b
PS-12
Cyt-b Completed AY76376
Cyt-b BS-10
0.0054
Cyt-b BT-21
0.0063
0.0009
Cyt-b KPS-22
0.0063
0.0009
0.0018
Cyt-b PS-12
0.0063
0.0009
0.0018
0.0018
Keterangan: BS=Blusafir; BT=Batu; KPS=Kapas; PS=Paris; AY76376=strain gurami GeneBank
Hasil rekontruksi pohon filogeni menggunakan metode neighbour joining
berdasarkan p-distance dapat dilihat pada Gambar 4. Empat strain dari sampel
Osphronemus gouramy Indonesia (BS-10, BT-21, KPS-22, dan PS-12) terpisah
dari strain GeneBank. Pengelompokkan inter-strain Indonesia menghasilkan tiga
kelompok, yaitu pertama kelompok BT-21, kedua kelompok KPS-22, dan ketiga
gabungan kelompok BS-10 dan PS-12. Jarak genetik dari ketiga kelompok
tersebut adalah 0.0013 atau 0.13 %. Jarak genetik antara BS-10 dan PS-12 lebih
rendah, yaitu 0.0009 atau 0.09%. Hal ini menunjukan antara strain BS-10 dengan
PS-12 relatif lebih dekat. Semakin banyak urutan basa nukleotida yang sama,
maka nilai similaritasnya akan semakin tinggi, sehingga posisinya di dalam
percabangan pohon filogenetik akan semakin berdekatan (Rahmad 2013).
Bootstrap merupakan alat bantu umum yang digunakan untuk mengukur
keakuratan suatu set data statistik, dengan kata lain nilai bootstrap bertujuan
mengetahui dan menguji set data yang baik untuk digunakan. Nilai bootstrap
ditunjukan oleh angka yang berada pada cabang pohon filogeni (Soltis dan Soltis
2003). Nilai bootstrap antara BS-10 dan PS-12 sebesar 19. Hal ini menunjukan
bahwa dari 1000 kali pengulangan pengujian set data genetik terdapat 19
pengulangan yang konsisten. Selain itu nilai tersebut menunjukan adanya
kemungkinan urutan set data berubah.
Cyt-b BS-10
19
Cyt-b PS-12
Cyt-b BT-21
Cyt-b KPS-22
Cyt-b completed AY76376
0.0030
0.0025
0.0020
0.0015
0.0010
0.0005
0.0000
Gambar 4 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126
nukleotida Cyt-b menggunakan p-distance
Strain blusafir dan paris memiliki banyak kesamaan urutan nukleotida,
sehingga jarak pada pohon filogenetik berdekatan, hal ini menyatakan bahwa
kedua strain tersebut menggambarkan kedekatan kekerabatan. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian Soewardi (1995) menggunakan analisis morfometrik dan
biokimia menyatakan bahwa ikan gurami strain blusafir memiliki kesamaan
11
struktur genetik dengan ikan gurami strain paris. Hasil ini sesuai juga dengan
penelitian Nugroho (2011) menggunakan marker RAPD (Random Amplified
Polymorphism DNA) menyatakan bahwa strain blusafir memiliki kekerabatan
yang lebih dekat dengan strain paris. Kemungkinan terjadi kawin silang antar
kedua strain tersebut lebih mudah karena kedekatan keduanya.
Strain batu dan strain kapas membentuk cabang filogenetik yang terpisah,
namun masih berada dalam satu kelompok besar. Strain batu dari hasil identifikasi
morfometrik dan molekuler membentuk kelompok yang terpisah dengan
kelompok strain yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa strain batu bersifat
spesifik. Strain batu sulit ditemukan pada daerah budidaya karena strain ini
memiliki pertumbuhan yang sangat lambat dibandingkan dengan strain yang
lainnya, maka dari itu pembudidaya tidak memakai strain ini untuk
dibudidayakan, sehingga perlu kajian lebih lanjut mengenai strain ini.
Hasil identifikasi molekuler strain kapas menunujukan terpisah dari strain
blusafir dan paris, namun pada identifikasi morfometrik strain kapas memiliki
kekerabatan yang dekat dengan strain paris dan blusafir. Hal ini menunjukan
secara morfologi belum dapat dibedakan secara nyata, sehingga identifikasi
molekuler lebih akurat.
Berdasarkan metode Kimura dua parameter menghasilkan pohon filogeni
dapat dilihat pada Gambar 5. Ikan gurami asal Indonesia (KPS-22, PS-12, BT-21,
dan BS-10) terpisah dari ikan gurami dari GeneBank (AY76376).
Pengelompokkan inter-strain menghasilkan empat kelompok, yaitu pertama
kelompok KPS-22, kedua kelompok PS-12, ketiga kelompok BT-21, dan keempat
kelompok BS-10. Jarak genetik antara ikan gurami Indonesia dengan ikan gurami
dari GeneBank adalah 0.0061 atau 0.61% dan jarak genetik antar keempat strain
yaitu 0.0013 atau 0.13%. Hasil ini berbeda dengan hasil menggunakan metode pdistance. Pada p-distance strain BS-10 dan PS-12 bergabung, sedangkan pada
Kimura dua parameter kedua kelompok ini terpisah.
Cyt-b KPS-22
Cyt-b PS-12
Cyt-b BT-21
Cyt-b BS-10
Cyt-b completed AY76376
0.0030 0.0025 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005 0.0000
Gambar 5 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126
nukleotida Cyt-b menggunakan Kimura dua parameter
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakter morfologi hanya mampu membedakan dengan jelas strain batu
dengan yang lainnya. Marka molekuler mampu membedakan berbagai strain
walaupun dalam stadia bibit, baik itu antara strain dari luar (Spanyol-GeneBank)
dengan keempat strain Indonesia. Analisis pohon filogenetik menggunakan pdistance menghasilkan tiga kelompok yaitu pertama kelompok BS-10 dan PS-12,
kedua kelompok BT-21, dan ketiga kelompok KPS-22. Sementara menggunakan
metode Kimura 2 parameter, keempat strain terpisah.
Saran
Penambahan strain yang digunakan agar hasil identifikasi lebih akurat.
Eksplorasi marka genetik lainnya untuk menambah keakuratan identifikasi
genetik strain-strain ikan gurami.
DAFTAR PUSTAKA
Farias IP, Guillermo O, Iracilda S, Horacio S. 2001. The cytochrome b gene as a
phylogenetic marker: the limits of resolution for analyzing relationships
among cichlid fishes. J Mol Evol 53: 89-103.
Hadi FR. 2011. Auntetikasi aneka produk Tuna (Thunnus sp.) dengan metode
DNA Barcoding [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Hajibabei M, Singer G, Elizabeth C, Paul D. 2007. Design and applicability of
DNA barcodes in biodiversity monitoring. J BMC Biol. 5: 1-5.
Hubert N, Hanner R, Holm E, Nicholas E, Taylor E, Burridge W, Watkinson D,
Dumon P, Curry A, Bentzen P, Zhang J, April J, Bernatchez L. 2008.
Identifying canadian fresh water fishes through DNA barcode. J Plos One
3: 174-180.
Irwin DM, Kocher TD, Wilson AC. 1991. Evolution of the cytochrome b gene of
mammals. J Mol Evol 32: 128-144.
Johnson R, Wichern DW. 1988. Applied Multivariate Statistical Analysis. New
York [US]: Prentice Hall.
KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja
Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2013. Jakarta
Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freswater fishes
of Western Indonesian and Sulawesi. Singapore (SG): Periplus Edition.
291pp+84plates
Maddison WP, Donoghue MJ, Maddison DR. 1984. Outgroup analysis and
parsimony. System of Zoology. 33: 83-103.
13
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor (ID): Pustaka
Wirausaha Muda.
Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York (US):
Oxford University Pr.
Nugroho E. 2011. Evaluasi genetic ras-ras ikan gurame dengan marker DNA. J.
Fish (2): 86-90.
Rachmawati R. 1999. Karakter fenotipik dan potensi tumbuh ikan gurame
(Osphronemus gouramy, Lacepede) [tesis]. Bogor (ID): Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo MF, Murniarti. 1984. Anatomi Beberapa Ikan Ekonomis Penting di
Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Rahmad. 2013. Taksonomi molekuler “DNA Barcoding‟ dan analisis filogenetik
ikan hiu di pelabuhan Perikanan Palabuhanratu berdasarkan marka
mitokondria [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung (ID): Binacipta
Schwagele F. 2005. Traceability from a European perspective. Meat Science
71(1): 164-173.
Sitio Swardi. 2008. Pengaruh medan listrik pada media pemeliharaan bersalinitas
3 ppt terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan gurame
(Osphronemus gouramy Lac.) [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi
Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sitanggang M, Sarwono B. 1987. Budidaya Gurami. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya
Soewardi K. 1995. Karakterisasi popuasi ikan gurame Osphorenemus gouramy
lac dengan metode biokimia. Jurnal Ilmu Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia 3(2): 23-31.
Solihin DD. 1994. Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman
genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati. 1(1): 1-4.
Soltis PS, Soltis DE. 2003. Applying the Bootstrap in Phylogeny Reconstruction.
Statistical science. 18(2): 256-257
Tamura K, Dudley J, Nei M dan Kumar S (2007) MEGA4: Molecular
evolutionary genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Molecular
Biology and Evolution 24: 1596-1599.
Yuryev A. 2007. Methods in Molecular Biology: PCR Primer Design. Totowa :
Humana Press.
14
LAMPIRAN
15
Lampiran1Struktur Matrix
Karakter
N6(a)
N17
N8(a)
N13(a)
N10(a)
N16(a)
N21
N1
N15
N11
N20
N2(a)
N7(a)
N5(a)
N19(a)
N14(a)
N9(a)
N12(a)
N4
N18(a)
N3(a)
Fungsi 1
0.213(*)
0.183(*)
0.172(*)
0.171(*)
0.139(*)
0.106(*)
0.033
-0.219
0.159
0.153
0.228
-0.213
0.066
0.004
-0.036
0.125
0.132
0.049
0.098
-0.041
0.065
Lampiran 2 Nilai koefisien liniear diskriminan morfometrik
Karakter
N1
N4
N11
N15
N17
N20
N21
FD1
-2.174
0.156
0.765
0.430
0.790
0.758
0.175
FD2
0.297
-0.963
0.242
0.561
-0.391
0.325
0.911
FD3
-0.181
1.226
-0.217
0.106
-1.217
0.295
0.387
16
16
Lampiran 3 Strain ikan gurami ditinjau dari berbagai sisi: a) menghadap ke kiri;
b) menghadap ke kanan; c) menghadap ke atas; d)menghadap ke
bawah
Strain Paris
Strain Blusafir
17
Strain Kapas
Strain Batu
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 09 Juli 1991 dari ayah Alm.
H. Abdul Rohim dan ibu Hj. N. Susilawati. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka. Pada
tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi dalam masa studi
seperti menjadi anggota UKM Lingkungan seni sunda Gentra Kaheman (20102011), pengurus UKM Lingkungan seni sunda Gentra Kaheman departemen
fasilitas dan properti (2011-2013), pengurus Himpunan Mahasiswa Biologi
departemen pengembangan sumberdaya mahasiswa (2012-2013). Penulis juga
menjadi anggota divisi sponsorship dalam acara Pesta Sains Nasional IPB tahun
2012, sekertaris divisi sponsorship dalam acara Internasional Scholarship
Education and Expo (ISEE) tahun 2013, serta beberapa kepanitiaan lainnya.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biologi Dasar (2014). Tanggal 3-5 Juli 2012 penulis melaksanakan Studi Lapang
di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) dengan judul Kelimpahan
dan Persebaran Paku Sayur di Kawasan TNGGP. Setelah itu, pada bulan Juni
hingga Juli 2013, penulis melaksanakan Praktik Lapangan dengan topik
Pembibitan, Pola Makan, dan Nutrisi Sapi Potong di Dinas Kehutanan,
Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Majalengka.