Status Stok Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus Russelli) Di Perairan Selat Sunda

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus russelli)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

FAJRINA SALIS DESTHA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Status Stok
Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus russelli) di Perairan Selat Sunda
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, Mei 2015

Fajrina Salis Destha
C24110027

ABSTRAK
FAJRINA SALIS DESTHA. Status Stok Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus
russelli) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan
NURLISA A BUTET.
Ikan layang (Decapterus russelli) adalah salah satu ikan pelagis ekonomis
penting di Perairan Selat Sunda. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status
stok ikan layang di Perairan Selat Sunda yang dilakukan mulai bulan Mei-Oktober
2014. Analisis data terdiri atas: sebaran frekuensi panjang, rasio kelamin,
hubungan panjang bobot, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang
gonad, identifikasi kelompok umur, pendugaan parameter pertumbuhan,
mortalitas dan laju eksploitasi, serta model produksi surplus. Ikan layang betina,
jantan, dan total memiliki nilai
berturut-turut sebesar 192,15; 197,4; dan 197,4
mm dengan K sebesar 0,64; 0,44; dan 0,34. Pola pertumbuhannya adalah

allometrik positif. Nilai
untuk ikan layang betina, jantan, dan total masingmasing adalah 147,15; 171,71; dan 166,69 mm. Tangkapan dan upaya aktual
terhadap ikan layang di tahun 2012 telah melebihi nilai MSY dan
. Laju
eksploitasi ikan layang juga telah melebihi laju eksploitasi optimum (0,5) di tahun
yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa stok ikan layang di Perairan Selat
Sunda telah mengalami tangkap lebih dan eksploitasi berlebih.
Kata kunci: ikan layang (Decapterus russelli), pola pertumbuhan, Selat Sunda,
tingkat eksploitasi.
ABSTRACT
FAJRINA SALIS DESTHA. Stock Status of Scad Fish (Decapterus russelli) in
Sunda Strait. Guided by MENNOFATRIA BOER and NURLISA A BUTET.
Scad fish (Decapterus russelli) is one of the economically important
pelagic fish in the Sunda Strait. The purpose of this study was to assess the status
of fish stocks in the Sunda Strait and it was conducted from May-October 2014.
The data analysis consists of: length frequency distribution, sex ratio, length
weight relationship, gonad maturity level, the size of the first ripe gonads, age
group identification, estimation parameters of growth, mortality and the rate of
exploitation, and surplus production model. The results showed that females,
males, and total has a positive allometric growth pattern. Females, males, and

total has
values are 192,15; 197,4; and 197,4 mm with K values are 0,64; 0,44;
and 0,34 respectively.
values for female, male, and total are 147,15; 171,71;
and 166,69 mm respectively. The actual value of the catch and effort in 2012 has
exceeded the MSY and
and so the exploitation rate has exceeded the
optimum exploitation rate (0,5), so its indicating that the status of Scad fish in the
Sunda Strait has been overfishing and overexploited.
Keywords: Scad fish (Decapterus russelli), growth pattern, Sunda Strait,
exploitation rate.

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus russelli)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

FAJRINA SALIS DESTHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan

pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Status Stok Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus russelli) di Perairan
Selat Sunda. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh
studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
2. Beasiswa ANTAM yang telah memberikan bantuan dana selama perkuliahan.
3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri
(BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun
Ajaran 2014, kode Mak: 2014. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian,
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian
kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi
Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat
Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer
DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi (sebagai anggota
peneliti).
4. Ir Agustinus Samosir, M.Phil. selaku pembimbing akademik yang telah
memberi saran selama perkuliahan.
5. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA dan Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam
penyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku Komisi
Pendidikan Program S1 yang telah memberikan arahan dan masukan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Bapak
Suminta, Bapak Una, Staf DKP Kabupaten Pandeglang.
8. Bapak, Mamah, dan Nurfath yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan

dukungannya selama ini.
9. Tim penelitian Labuan, seluruh Asisten MOSI, seluruh MSP 48, sahabat
tercinta (Ira, Tyas, Rizka, Nesya, Santi, Irma, Oky) dan Resga Adithia atas
semangat, doa, bantuan dan dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015

Fajrina Salis Destha

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitan

Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
2
3
3

3
4
11
11
19
23
24
27
39

DAFTAR TABEL
Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)
Proporsi kelamin ikan layang (Decapterus russelli)
Proporsi kelamin ikan layang (Decapterus russelli) matang gonad
Parameter pertumbuhan ikan layang (Decapterus russelli)
Mortalitas dan laju eksploitasi ikan layang (Decapterus russelli)
Hasil tangkapan (ton) dan upaya penagkapan (trip) ikan layang
(Decapterus russelli)
7. Parameter pertumbuhan ikan layang (Decapterus russelli) dari
berbagai penelitian

1.
2.
3.
4.
5.
6.

6
13
13
15
15
18
22

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.


Perumusan masalah
Peta lokasi penelitian
Ikan layang (Decapterus russelli)
Komposisi tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang (DKP
Pandeglang 2013)
5. Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli)
betina
6. Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli)
jantan
7. Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli) total
8. Tingkat kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli) betina
9. Tingkat kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli) jantan
10. Tingkat kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli) total
11. Sebaran frekuensi panjang ikan layang (Decapterus russelli)
12. Identifikasi kelompok umur dan kurva von Bertalanffy ikan layang
(Decapterus russelli) betina (2014)
13. Identifikasi kelompok umur dan kurva von Bertalanffy ikan layang
(Decapterus russelli) jantan (2014)
14. Identifikasi kelompok umur dan kurva von Bertalanffy ikan layang

(Decapterus russelli) total (2014)
15. Model produksi surplus (model Fox) ikan layang (Decapterus
russelli)

2
3
11
12
13
14
14
16
16
16
17
17
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Proses penentuan laju mortalitas total (Z)
Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli)
Tingkat kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli)
Ukuran ikan layang (Decapterus russelli) pertama kali matang gonad
Sebaran frekuensi ikan layang (Decapterus russelli)
Pendugaan pertumbuhan ikan layang (Decapterus russelli)
Pendugaan mortalitas ikan layang (Decapterus russelli)
Standarisasi alat tangkap
Model produksi surplus

27
29
29
30
33
33
34
36
38

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan yang berlokasi di Desa Teluk,
Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang, Banten. PPP Labuan Banten
merupakan salah satu PPP yang mempunyai potensi perikanan yang cukup besar
di Indonesia dan berkembang cukup baik. PPP Labuan, Banten memiliki tiga
tempat pelelangan ikan yaitu TPI 1 sebagai pendaratan ikan demersal, TPI 2
sebagai pendaratan ikan pelagis, dan TPI 3 sebagai pendaratan ikan dan pasar.
Ikan tangkapan utama dari Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan
Banten adalah ikan-ikan pelagis dan demersal yang merupakan ikan-ikan bernilai
ekonomis penting dengan tingkat permintaan yang tinggi. Permintaan ikan yang
tinggi merupakan suatu peluang usaha penangkapan untuk dapat meningkatkan
produksinya.
Salah satu ikan dengan tingkat permintaan yang tinggi adalah ikan layang
(Decapterus russelli). Ikan layang merupakan ikan pelagis kecil yang memiliki
nilai ekonomis penting yang banyak diminati masyarakat. Harga ikan layang di
PPP Labuan, Banten mencapai Rp 3.500 per kg. Ikan layang memiliki rasa yang
enak dengan kandungan protein yang tinggi, dan banyak dikonsumsi dalam
bentuk segar maupun olahan. Ikan layang merupakan ikan hasil tangkapan
sampingan dan banyak ditangkap dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine).
Peningkatan kebutuhan terhadap ikan layang akan meningkatkan
permintaan yang menyebabkan meningkatnya laju eksploitasi. Hal ini akan
berdampak pada keberadaan ikan layang dan juga dapat mengubah status stok
ikan layang khususnya di daerah Perairan Selat Sunda. Hingga saat ini status stok
ikan layang di Perairan Selat Sunda masih sangat terbatas, sehingga pengkajian
stok ikan layang di Perairan Selat Sunda sangat diperlukan. Informasi ini
diharapkan berguna untuk menunjang pengelolaan sumberdaya ikan layang agar
terwujud upaya penangkapan yang tepat dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Ikan layang merupakan ikan ekonomis penting yang cukup banyak diminati
konsumen. Banyaknya permintaan terhadap ikan layang akan meningkatkan hasil
tangkapan setiap tahun . Hal tersebut dapat mengakibatkan upaya tangkap lebih
yang akan berdampak pada penurunan stok ikan layang khususnya di Perairan
Selat Sunda. Hingga saat ini, penelitian mengenai stok sumberdaya ikan layang di
Perairan Selat Sunda masih sangat terbatas sehingga perlu dilakukan suatu studi
kajian stok ikan layang di Perairan Selat Sunda, berdasarkan data yang didaratkan
di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Informasi yang diperlukan untuk
studi stok ikan layang ini di antaranya sebaran kelompok umur, pola pertumbuhan,
tingkat kematangan gonad (TKG), tangkapan maksimum lestari (MSY), laju

2
mortalitas alami dan tangkapan, serta upaya optimum dari kegiatan penangkapan
sumberdaya ikan layang di Perairan Selat Sunda sehingga dapat ditentukan jumlah
tangkapan yang lestari dan berkelanjutan. Upaya pengelolaan untuk dapat
menjamin kesejahteraan nelayan dan kelestarian sumberdaya ikan layang dapat
digambarkan dalam bagan yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Perumusan masalah

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status stok ikan layang
(Decapterus russelli) di Perairan Selat Sunda berdasarkan aspek reproduksi yang
meliputi kajian rasio kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG), juga meliputi
dinamika populasi yang meliputi kajian pertumbuhan, mortalitas, dan laju
eksploitasi untuk menjaga kelestariannya.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang status
stok sumberdaya ikan layang (Decapterus russelli) yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan di Perairan Selat Sunda.

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitan

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan mulai dari bulan Mei hingga
bulan Oktober 2014 di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten
dengan selang waktu 30 hari. Ikan contoh didapatkan dari nelayan yang
mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan, Banten. Analisis ikan contoh
dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer terdiri dari panjang total (mm), bobot basah
(gr), dan jenis kelamin ikan layang. Metode pengambilan ikan contoh yang
digunakan untuk ikan layang yang memiliki fishing ground dan tertangkap di
sekitar perairan Selat Sunda serta didaratkan di PPP Labuan, Banten adalah
Penarikan Contoh Acak Sederhana (PCAS). Kegiatan pengambilan data primer
terdiri dari dua macam, yaitu kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium.
Pada kegiatan lapang, panjang ikan contoh diukur menggunakan penggaris
dengan ketelitian 0,5 mm, dan bobot basah diukur menggunakan timbangan
dengan ketelitian 0,5 gram. Ikan contoh kemudian dimasukkan kedalam cool box

4
untuk dianalisis jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG) sebanyak 60120 ekor di Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumberdaya
Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Jenis kelamin ditentukan setelah
melakukan pembedahan menggunakan alat bedah, sedangkan penentuan tingkat
kematangan gonad (TKG) dilakukan berdasarkan metode Cassie (Effendie 2002)
melalui ciri-ciri morfologi kematangan gonad ikan. Data frekuensi panjang ikan
contoh digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan dengan metode
ELEFAN I pada software FISAT II (Sparre dan Venema 1999).
Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Pandeglang, Labuan Banten, yang meliputi hasil tangkapan ikan layang di PPP
Labuan. Informasi lain yang terkait penelitian ini seperti daerah tangkapan,
operasi penangkapan, dan biaya operasi penangkapan, diperoleh dari hasil
wawancara terhadap nelayan dan pihak PPP Labuan, Banten. Pengambilan data
sekunder dilakukan sejalan dengan kegiatan penelitian, yaitu dari bulan Mei
hingga Oktober 2014. Data sekunder yang digunakan berupa hasil tangkapan dan
upaya tangkapan dari ikan layang yang didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten tahun 2003-2012. Informasi lainnya diperoleh
dengan melakukan wawancara terhadap nelayan sekitar yang kesehariannya
menangkap ikan layang di Perairan Selat Sunda.

Analisis Data

Rasio kelamin
Rasio kelamin ikan digunakan untuk dapat melihat perbandingan antar jenis
kelamin ikan yang ada di suatu perairan. Menurut Walpole (1993), konsep rasio
merupakan proporsi populasi tertentu terhadap total populasi.
(1)
merupakan proporsi kelamin (jantan atau betina), merupakan jumlah jenis
ikan jantan atau betina, dan merupakan jumlah individu ikan jantan dan betina
total. Keseimbangan hubungan antara populasi betina dengan populasi jantan
dalam suatu populasi diuji melalui uji Chi-square:


( - )

(2)

merupakan nilai statistik Chi-square untuk peubah acak yang sebaran penarikan
contohnya mengikuti sebaran Chi-square, adalah frekuensi ikan jantan dan
betina yang diamati, dan adalah frekuensi harapan ikan jantan dan betina.

5
Hubungan panjang bobot
Hubungan panjang bobot ikan layang dapat dinyatakan sebagai berikut
(Effendie, 1979):
(3)
adalah bobot (gram), adalah panjang (mm),
dan
adalah koefisien
pertumbuhan panjang-bobot. Nilai dan diduga dari bentuk linier persamaan
(3), yaitu:
(4)
Untuk mendapatkan parameter, dan
sederhana dengan
sebagai y dan
persamaan regresi:

digunakan analisis regresi linier
sebagai x, sehingga didapatkan

(5)
sebagai model observasi, dan
(6)
sebagai model dugaan. Konstanta a diduga dengan 10b0 dan konstanta
dengan . Sedangkan dan masing-masing dihitung dengan:


- ∑



- (∑

dan
̅- ̅



)

diduga

(7)

(8)

Pola hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta
(sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) yaitu melalui
hipotesis:
1.
H0 : = 3, dikatakan hubungan isometrik (pola pertumbuhan
panjang sebanding dengan pola pertumbuhan bobot)
2.
H1 : ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan allometrik positif ( > 3;
pertumbuhan bobot lebih dominan dibanding panjang) atau
allometrik negatif ( ≠ 3; pertumbuhan panjang lebih dominan
dibanding bobot).
Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik uji sebagai
berikut:
-

| |

(9)

6
adalah galat baku dugaan



- (∑

yang diduga dengan:
(10)

)

Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang
kepercayaan 95% sedemikian sehingga kaidah keputusan yang akan diambil
adalah tolak (H0) jika thitung > ttabel dan gagal tolak H0 jika thitung < ttabel (Walpole
1993), H0 adalah hipotesis yang menyatakan bahwa = 0.

Tingkat kematangan gonad
Menurut Effendie (2002), jenis kelamin ikan dapat diduga berdasarkan
pengamatan gonad ikan contoh. Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu
perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat
kematangan gonad pada ikan ada dua macam yaitu secara morfologis dan
histologis. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan layang ditentukan secara
morfologi menggunakan klasifikasi dari modifikasi Cassie pada Tabel 1. Tingkat
kematangan gonad yang ditentukan secara morfologi didasarkan pada bentuk,
warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Data yang
dibutuhkan dalam tingkat kematangan gonad adalah ukuran gonad dan bentuk
morfologi gonad. Tahap-tahap perkembangan gonad ikan ditentukan secara
morfologi yang merupakan modifikasi dari Cassie (Tabel 1).

Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 2002)
TKG
I

II

III

IV

V

Betina
Ovari seperti benang, panjangnya sampai
ke
depan
rongga
tubuh,
serta
permukaannya licin

Jantan
Testes seperti benang,warna jernih, dan
ujungnya terlihat di rongga tubuh

Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari
kekuning-kuningan, dan telur belum
terlihat jelas

Ukuran testes lebih besar pewarnaan
seperti susu

Ovari berwarna kuning dan
morfologi telur mulai terlihat

secara

Permukaan testes tampak bergerigi, warna
makin putih dan ukuran makin besar

Ovari makin besar, telur berwarna kuning,
mudah dipisahkan. Butir minyak tidak
tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawet mudah putus,
testes semakin pejal

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur
sisa terdapat didekat pelepasan

Testes bagian belakang kempis dan
dibagian dekat pelepasan masih berisi

Sebaran frekuensi panjang dan identifikasi kelompok umur
Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok umur
ikan. Data panjang total ikan layang dikelompokkan ke dalam beberapa kelas
panjang sehingga kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Kelompok umur

7
diduga dengan analisis frekuensi panjang ikan menggunakan metode ELEFAN 1
dalam software FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool) untuk
menentukan sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi
ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, …, N), µj adalah rata-rata panjang
kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan
pi adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2, …, G), maka fungsi
objektif yang digunakan untuk menduga { ̂ ̂ ̂ } adalah fungsi kemungkinan
maksimum (maximum likelihood function):





-

-

(11)

yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai



tengah µ j dan simpangan baku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi
objektif ditentukan dengan cara mencari turunan pertama masing-masing
terhadap µ j, σj, pj sehingga diperoleh dugaan ̂ ̂ dan ̂ yang akan digunakan
untuk menduga parameter pertumbuhan.
Ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
Ikan yang telah mencapai panjang pertama kali matang gonad diduga telah
memijah minimal satu kali. Metode untuk menduga ukuran rata-rata ikan layang
pertama kali matang gonad diduga dengan metode Spearman-Karber yang
menyatakan bahwa logaritma ukuran rata-rata pertama kali mencapai matang
gonad adalah (Udupa 1986):
- ∑

sehingga

(12)

= antilog

(13)

dengan selang kepercayaan 95% bagi log

(



-

)

dibatasi sebagai:
(14)

adalah nilai log panjang ikan layang pada kematangan gonad pertama,
adalah log nilai tengah kelas panjang terakhir ikan layang telah matang gonad,
adalah nilai log pertambahan panjang pada nilai tengah, adalah proporsi ikan
layang matang gonad pada kelas panjang ke-i, adalah jumlah ikan pada kelas
panjang ke-i, merupakan 1 – , dan
adalah panjang ikan layang rata-rata
mencapai matang gonad.

8
Pendugaan parameter pertumbuhan
Pertumbuhan panjang ikan layang mengikuti model pertumbuhan von
Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999):
-

- (- )

(15)

Pendugaan koefisien pertumbuhan (
) dan
dilakukan dengan
menggunakan metode Ford Wallford yang diturunkan dari model von Bertalanffy.
Untuk sama dengan
, persamaan (15) menjadi:
-

- (

- )

(16)

adalah panjang ikan pada saat umur (satuan waktu),
adalah panjang
maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), adalah koefisien pertumbuhan
(per satuan waktu), dan adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama
dengan nol. Kemudian kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh
persamaan:
- . [
.
1( - )[1-

-

+

.

-

-

(17)

-

atau:
-

-

-

(18)

Berdasarkan persamaan (18), dan
dapat diduga dengan persamaan
regresi linier
, jika sebagai absis (x) diplotkan terhadap
sebagai
ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan
dan titik
potong dengan absis sama dengan
- Nilai
dan
diperoleh dengan
cara:
-

(19)

dan
(20)

-

Sedangkan dugaan (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan
nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999):
(- )

-

-

(21)

9
Mortalitas dan laju eksploitasi
Menurut Sparre dan Venema (1999), laju mortalitas total ( ) diduga dengan
kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang sedemikian
sehingga diperoleh hubungan:
-

(22)

Persamaan di atas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana
dengan

=

sebagai ordinat,

=

sebagai absis, dan

=

(Lampiran 1).
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris
Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
-

-

(23)

merupakan nilai mortalitas alami,
merupakan panjang asimtotik pada
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (mm),
adalah nilai koefisien
pertumbuhan pada persamaan von Bertalanffy, t0 merupakan umur ikan pada saat
panjang nol, sedangkan T merupakan nilai rata-rata suhu permukaan air (oC).
Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk
memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan
dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti
ikan layang nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:
-

-

(24)

Laju mortalitas penangkapan ( ) ditentukan dengan:
-

(25)

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas
penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):
(26)
M adalah nilai laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas penangkapan, dan Z
adalah nilai mortalitas total.

Standarisasi alat tangkap
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan layang cukup beragam,
seperti pukat cincin, jaring insang hanyut, payang, dan dogol. Di antara alat
tangkap tersebut terdapat alat tangkap dominan, yaitu alat tangkap yang banyak
digunakan untuk menangkap ikan layang. Alat tangkap standar adalah alat

10
tangkap dominan dan memiliki nilai Fishing Power Index (FPI) sama dengan satu.
Nilai FPI dari masing-masing alat tangkap lainnya dapat dihitung dengan
membagi laju penangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan standar.
Nilai FPI dihitung melalui (Spare dan Venema 1999):
CPUEi =

(27)

FPI =

(28)

CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i, adalah
jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i, adalah jumlah upaya penangkapan
adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat
jenis alat tangkap ke-i,
tangkap yang dijadikan standar, dan FPI adalah faktor upaya tangkap pada jenis
alat tangkap ke-i.

Model produksi surplus
Potensi ikan layang dapat diduga dengan model produksi surplus
berdasarkan data hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model
ini dikembangkan oleh Fox. Model produksi surplus dapat diterapkan apabila
diketahui dengan baik hasil tangkapan per unit upaya tangkap (CPUE) dan upaya
penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami
perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre dan Venema 1999).
Menurut Boer dan Aziz (1995) tingkat upaya penangkapan optimun (fmsy)
dan tangkapan maksimum lestari (MSY) dapat diketahui melalui persamaan:
-

(29)

diperoleh dugaan

:
(30)

dan MSY adalah :
-

(31)

Penetapan Total Allowable Catch (TAC) didasari oleh sikap hati-hati
terhadap kelangsungan dan kelestarian sumberdaya yang sedang diamati untuk
menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat timbul dari aktivitas
penangkapan yang berlebih juga sebagai antisipasi beberapa faktor biologi,
ekologi, dan ekonomi (FAO 1995 in Syamsiyah 2010; Prihartini 2006).
TAC = 80% x MSY

(32)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Identifikasi dan tata nama ikan
Ikan layang (Decapterus russelli) merupakan ikan pelagis kecil yang
memiliki ciri-ciri bentuk badan yang memanjang dan agak gepeng. Memiliki sirip
dada berbentuk falcate yang selalu berubah sesuai umur dengan ujung siripnya
mencapai awal sirip punggung kedua. Ikan layang memiliki bintik hitam pada
tepian insang, bagian atas tubuhnya berwana biru kehijauan dan bagian bawah
keperakan serta sirip-siripnya yang berwarna kekuningan atau kecoklatan.
Terdapat 9 jari-jari keras pada sirip punggung pertama, 1 jari-jari keras dengan
30-32 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, 24-26 jari-jari lemah pada sirip
dubur (Saanin 1984).
Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984) sebagai berikut:
Kelas
Sub kelas
Ordo
Sub ordo
Divisi
Sub divisi
Famili
Sub famili
Genus
Spesies
Nama lokal

: Pisces
: Teleostei
: Percomorphi
: Percoidea
: Perciformes
: Carangi
: Carangidae
: Caranginae
: Decapterus
: Decapterus russelli
: Ikan layang

Gambar 3 Ikan layang (Decapterus russelli)

12
Komposisi hasil tangkapan ikan
Ikan hasil tangkapan dari Perairan Selat Sunda cukup banyak dan beragam
jenis termasuk salah satunya ikan layang (Decapterus russelli). Jenis-jenis ikan
lainnya yang didaratkan di PPP Labuan Banten, yaitu ikan tembang, ikan lemuru,
ikan kembung lelaki, ikan kembung perempuan, ikan swanggi, ikan selar kuning,
ikan tongkol, ikan tetengkek, ikan kuniran, ikan peperek, dan ikan tenggiri. Ikanikan hasil tangkapan di PPP Labuan Banten ditangkap menggunakan alat-alat
tangkap yang berbeda seperti payang, pukat cincin, dan jaring rampus. Komposisi
jenis-jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan Banten disajikan pada Gambar 4
berikut ini.

5%
1%
3%
5%
5%
6%
50%
7%
9%

ikan lainnya
Tongkol abu-abu
Tembang
Kembung
Tenggiri
Kurisi
Peperek
Layang
Cumi-cumi
udang

9%

Gambar 4 Komposisi tangkapan per jenis ikan di Kabupaten Pandeglang (DKP
Pandeglang 2013)

Rasio kelamin
Rasio kelamin ikan layang pada setiap pengambilan contoh disajikan pada
Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada setiap pengambilan
contoh jumlah ikan layang jantan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan layang
betina. Jumlah ikan layang jantan yang diamati sebanyak 211 ekor dan ikan
layang betina sebanyak 114 ekor. Perbandingan antara ikan betina dengan jantan
yaitu 1:1,9. Proporsi ikan layang yang telah matang gonad disajikan pada Table 3
dengan rasio ikan betina dengan jantan 1:0,7.

Hubungan panjang bobot
Hubungan panjang dan bobot digunakan untuk dapat mengetahui pola
pertumbuhan suatu organisme. Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot
ikan layang betina diperoleh persamaan W = 0,000000002L4,6744 dengan koefisien
determinasi 70,52%. Berdasarkan hubungan panjang dengan bobot ikan layang

13
jantan diperoleh persamaan W = 0,0000003L3,6915 dengan koefisien determinasi
71%, sedangkan persamaan hubungan panjang dan bobot ikan layang total adalah
W = 0,00000008L3,9143 dengan koefisien determinasi 70,1%. Pola pertumbuhan
ikan layang jantan, betina, dan total adalah allometrik positif (Lampiran 2).
Hubungan panjang bobot ikan layang betina, jantan, dan total disajikan pada
Gambar 5, 6, dan 7.

Tabel 2 Proporsi kelamin ikan layang (Decapterus russelli)
Jumlah

Tanggal

Betina

Rasio (%)
Jantan

Betina

N

Jantan

30 Mei 2014

26

68

28

72

94

27 Juni 2014

10

19

34

66

29

-

-

-

-

-

24 Agustus 2014

23 Juli 2014

27

54

33

67

81

23 September 2014

14

30

32

68

44

24 Oktober 2014

37

40

48

52

77

Jumlah

114

211

35

65

325

Tabel 3 Proporsi kelamin ikan layang (Decapterus russelli) matang gonad
Tanggal
30-Mei-14
27-Jun-14
23-Jul-14
24-Agust-14
23-Sep-14
24-Okt-14
Jumlah

Betina
(TKG)
III
IV
16
4
1
1
4
15
4
0
7
0
32
20

Proporsi TKG
(%)
III
IV
100,00 100,00
100,00 100,00
13,33
83,33
40,00
0,00
87,50
0,00
49,00
87,00

Jantan
(TKG)
III
IV
0
0
0
0
26
3
6
0
1
0
33
3

Proporsi TKG
(%)
III
IV
0,00
0,00
0,00
0,00
86,67 16,67
60,00
0,00
12,50
0,00
51,00 13,00

n
TKG
III
16
1
30
10
8
65

N
TKG
IV
4
1
18
0
0
23

180

190

80
70

W = 0,000000002L4,6744
R² = 70,52%
n = 114

60
bobot

50
40
30
20
10
0
100

110

120

130

140
150
panjang

160

170

Gambar 5 Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli) betina

14
80
70
W = 0,0000003L3,6915
R² = 71%
n = 211

60
bobot

50
40
30
20
10
0
100

110

120

130

140
150
panjang

160

170

180

190

Gambar 6 Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli) jantan
80
70

W = 0,00000008L3,9143
R² = 70,1%
n = 325

60
bobot

50
40
30
20
10
0
100

110

120

130

140
150
panjang

160

170

180

190

Gambar 7 Hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus russelli) total

Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad ikan layang betina, jantan, dan total pada setiap
pengambilan contoh disajikan pada Gambar 8, 9, dan 10. Berdasarkan Gambar 8
dan 9, ikan layang betina paling banyak tertangkap pada TKG I dan II, dan ikan
layang jantan paling banyak ditemukan pada TKG II dan III. TKG IV pada ikan
betina dan jantan tidak di temukan di pengambilan contoh ke 5 dan 6.

Sebaran frekuensi panjang dan identifikasi kelompok umur
Ikan layang yang diamati selama penelitian mencapai 325 ekor dengan 114
ekor ikan betina dan 211 ekor ikan jantan. Grafik sebaran frekuensi panjang dan
ukuran pertama kali matang gonad ikan layang disajikan pada Gambar 11.
Analisis frekuensi panjang digunakan untuk menduga kelompok umur ikan
layang betina, jantan, dan total. Analisis kelompok umur dilakukan dengan

15
menggunakan metode ELEFAN 1 melalui software FISAT II (Sparre dan venema
1999). Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran disajikan pada Gambar 11, 12,
dan 13. Berdasarkan gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwa pergeseran
modus bergerak ke kanan menunjukkan pertumbuhan ikan layang betina, jantan,
maupun ikan total.

Parameter pertumbuhan
Hasil analisis parameter pertumbuhan meliputi panjang asimtotik ( ),
koefisien pertumbuhan (K), dan umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan
nol ( ). Parameter pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Parameter pertumbuhan ikan layang (Decapterus russelli)
Parameter Pertumbuhan

Betina

K

Jantan
0,64

L∞
t0

Total
0,44

0,34

192,15

197,40

197,40

-0,1515

-0,2219

-0,2900

Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy untuk ikan layang betina, jantan,
dan total masing-masing adalah Lt=192,15(1-e-0,64(t+0,15154)); Lt=197,4(1-e0,44(t+0,22193)
); dan Lt=197,4(1-e-0,34(t+0,29003)).

Mortalitas dan laju eksploitasi
Mortalitas total (Z) merupakan penjumlahan mortalitas alami (M) dan
mortalitas penangkapan (F). Pendugaan nilai mortalitas dan laju eksploitasi ikan
layang betina, jantan, dan total disajikan pada Tabel 5. Mortalitas penangkapan
ikan layang betina dan jantan lebih besar dibandingkan mortalitas alaminya. Laju
eksploitasi ikan layang betina, jantan, dan total masing-masing adalah 0,67; 0,69;
dan 0,67.

Tabel 5 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan layang (Decapterus russelli)
Parameter

Betina

Jantan

Total

Mortalitas total (Z)

2,00

1,63

1,30

Mortalitas alami (M)

0,66

0,51

0,43

Mortalitas tangkapan (F)

1,35

1,12

0,87

Laju eksploitasi (E)

0,67

0,69

0,67

Frekuensi relatif

16
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I

30/05/14

27/06/14
23/07/14
24/08/14
23/09/14
Waktu Pengambilan Contoh

24/10/14

Frekuensi Relatif

Gambar 8 Tingkat kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli) betina
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I

30/05/14

27/06/14
23/07/14
24/08/14
23/09/14
Waktu Pengambilan Contoh

24/10/14

Frekuensi Relatif

Gambar 9 Tingkat kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli) jantan
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I

30/05/14

27/06/14
23/07/14
24/08/14
23/09/14
Waktu Pengambilan Contoh

24/10/14

Gambar 10 Tingkat kematangan gonad ikan layang (Decapterus russelli) total

17
90
80

Lm Betina

Lm Jantan

Frekuensi (%)

70
60
50
40

betina

30

jantan

20
10
0

Selang Kelas (mm)

Gambar 11 Sebaran frekuensi panjang ikan layang (Decapterus russelli)

Gambar 12 Identifikasi kelompok umur dan kurva von Bertalanffy ikan layang
(Decapterus russelli) betina (2014)

Gambar 13 Identifikasi kelompok umur dan kurva von Bertalanffy ikan layang
(Decapterus russelli) jantan (2014)

18

Gambar 14 Identifikasi kelompok umur dan kurva von Bertalanffy ikan layang
(Decapterus russelli) total (2014)

Model produksi surplus
Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan layang di PPP Labuan,
Banten selama 10 tahun terakhir disajikan dalam Tabel 6. Model produksi surplus
yang digunakan adalah model Fox dengan nilai R2 sebesar 71%. Hasil tangkapan
tertinggi terjadi pada tahun 2012, sedangkan upaya tertinggi terjadi di tahun 2010.
Nilai tangkapan lestari dan upaya lestari ikan layang berdasarkan model Fox
sebesar 1025,24 ton dan 1712 trip. Nilai Total Allowable Catch (TAC) sebesar
820,19 ton. Analisis model produksi surplus berdasarkan model Fox dapat dilihat
pada Gambar 15.

Tabel 6 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penagkapan (trip) ikan layang
(Decapterus russelli)
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

tangkapan (ton)
987,40
994,80
1169,80
1012,30
905,50
987,60
985,70
739,40
903,60
1175,40

upaya (trip)
678,09
1385,61
1746,79
1839,60
1505,11
1680,75
1778,18
1440,35
1850,58
2565,80

CPUE
1,4562
0,7179
0,6697
0,5503
0,6016
0,5876
0,5543
0,5134
0,4883
0,4581

LN CPUE
0,3758
-0,3314
-0,4009
-0,5973
-0,5081
-0,5317
-0,5900
-0,6667
-0,7169
-0,7807

Tangkapan (ton)

19
1300
1200
1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

MSY (ton)
fmsy (trip)
tangkapan aktual
upaya aktual

0

1000

2000

3000 4000 5000
Upaya (trip)

6000

7000

8000

Gambar 15 Model produksi surplus (model Fox) ikan layang (Decapterus russelli)

Pembahasan

Rasio kelamin antara ikan layang betina dengan ikan layang jantan di
Perairan Selat Sunda disajikan pada Tabel 2 dengan perbandingan 1:1,9. Hal
tersebut menandakan bahwa ikan layang jantan di Perairan Selat Sunda lebih
banyak dibandingkan ikan betina. Berdasarkan uji Chi-square, kondisi proporsi
ikan layang di Perairan Selat Sunda tidak seimbang. Menurut Effendie (2002),
terdapat 3 faktor yang mempengaruhi rasio kelamin ikan, yaitu perbedaan pola
tingkah laku, perbedaan laju mortalitas, dan laju pertumbuhan antara ikan jantan
dan betina. Rasio kelamin ikan layang betina dan jantan yang telah matang gonad
(TKG III dan IV) disajikan pada Tabel 3 dengan perbandingan 1:0,7 dan jumlah
ikan terbanyak terdapat pada bulan Agustus. Menurut Effendie (2002), dalam
pemijahan setiap spesies didapatkan rasio kelamin ikan yang berbeda tetapi
mendekati 1:1, dan menurut Purwanto et al. (1986) in Sulistiono et al. (2001),
setidaknya jumlah ikan betina lebih banyak untuk mempertahankan kelestarian
populasi.
Ikan layang tidak diperoleh pada pengambilan contoh ke 3 di bulan Juli.
Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan di sekitar Perairan Selat Sunda,
sulit untuk mendapatkan ikan layang pada bulan Juli. Hal tersebut dapat diduga
karena ikan layang di Perairan Selat Sunda pada bulan Juli sedang bermigrasi ke
perairan lain. Menurut Nikolsky (1967) in Aprilianty (2000), faktor-faktor yang
mempengaruhi ikan bermigrasi adalah usaha untuk mencari daerah yang banyak
makanannya, usaha untuk mencari daerah tempat memijah (spawning), dan
adanya perubahan beberapa faktor lingkungannya seperti temperatur dan salinitas.
Daerah tujuan migrasi ikan layang di Perairan Selat Sunda diduga adalah Laut
Jawa, hal ini karena terdapatnya arus salinitas ke arah Laut Jawa. Menurut
Djamali (1995), ikan layang sangat menyukai perairan dengan kadar salinitas
sekitar 32-34 promil. Pada musim timur ikan layang bergerak mengikuti massa

20
air bersalinitas tinggi antara 32-33,75 promil yang mengalir dari Laut Flores dan
Selat Makasar masuk ke Laut Jawa (Djamali 1971).
Hubungan panjang dan bobot digunakan untuk menduga pola pertumbuhan
ikan layang di Perairan Selat Sunda. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang
dan bobot ikan layang betina diperoleh persamaan W = 0,00000002L4,6744 dengan
koefisien determinasi 70,52%, untuk ikan layang jantan W = 0,000003L3,6915
dengan koefisien determinasi 71%, dan untuk ikan layang total diperoleh
persamaan W = 0,0000008L3,9143 dengan koefisien determinasi 70,1%. Nilai b
untuk ikan layang betina, jantan, dan total yang diperoleh dari analisis hubungan
panjang dan bobotnya yaitu 4,6744; 3,6915; dan 3,9143. Menurut penelitian
Widodo (1988) di Laut Jawa, didapatkan nilai b untuk ikan layang, yaitu 2,9973,023. Menurut Ricker (1975), perbedaan nilai b terjadi tidak saja antara populasi
yang berdeda dari spesies yang sama, tetapi juga antara populasi yang sama pada
tahun-tahun yang berbeda yang barangkali dapat diasosiasikan dengan kondisi
nutrisinya. Seiring keadaan lingkungan berubah dan atau kondisi ikannya berubah,
hubungan panjang-berat akan sedikit menyimpang dari hukum kubik (b≠3) (Merta
1993).
Kesimpulan yang diperoleh dari pendugaan pola pertumbuhan ikan layang
betina, jantan, maupun ikan layang total yang didukung dengan uji t (α=0,05)
adalah allometrik positif, yaitu pertambahan bobot lebih dominan daripada
pertambahan panjangnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Manik (2009) di Perairan sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara dan Panda
et al. (2011) di Perairan Mumbai India yang menyatakan bahwa pola
pertumbuhan ikan layang adalah allometrik positif.
Informasi mengenai kapan ikan akan memijah, mulai memijah, atau sudah
selesai memijah dapat diketahui dari tingkat kematangan gonadnya (Effendie
2002). Selama penelitian, ikan layang yang diperoleh dibagi menjadi empat
tingkat kematangan gonad atau TKG, yaitu TKG I, II, III, dan IV. TKG ikan
layang betina, jantan dan total disajikan pada Gambar 11, 12 dan 13. Ikan layang
betina, jantan dan total dengan TKG IV terdapat pada bulan Mei, Juni, dan
Agustus namun jumlah terbanyak terdapat pada bulan Agustus. Hal ini sesuai
dengan penelitian Aprilianty (2000) di Teluk Sibolga, Sumatera Utara, yaitu ikan
layang dengan TKG IV banyak terdapat di bulan Agustus sehingga dapat diduga
ikan memijah pada bulan Agustus. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan
Widodo (1988) bahwa puncak pemijahan ikan layang terdapat pada bulan April
dan Agustus.
Panjang maksimum ikan yang terukur adalah 186 mm dan panjang
minimum sebesar 115 mm. Menurut penelitan yang dilakukan oleh Panda et al.
(2012), ikan layang yang tertangkap di Perairan Mumbai, India bervariasi
ukurannya dari 120 hingga 230 mm. Panjang maksimum dan minimum ikan
layang di Perairan Mapur dalam penelitian Desmawanti et al. (2013) adalah 240
mm dan 150 mm. Menurut Oktaviyani (2013), perbedaan ukuran panjang ikan
yang tertangkap di suatu perairan tertangkap dapat disebabkan oleh adanya
perbedaan lokasi pengambilan contoh yang berhubungan dengan kemampuan
pertumbuhan ikan di perairan tersebut, waktu pengambilan contoh, dan jumlah
ikan contoh yang diambil selama pengambilan contoh. Berdasarkan Gambar 11,
dapat diketahui bahwa frekuensi ikan layang betina maupun jantan tertinggi dan
terendah terdapat pada kisaran panjang 155-162 dan 115-122 mm. Ikan layang

21
betina tidak ditemukan pada selang kelas 123-130 mm. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Aprilianty (2000) di Perairan Teluk Sibolga, ikan
jantan lebih banyak ditemukan di kisaran panjang 142-203 mm dan ikan betina di
kisaran panjang 155-225 mm. Boer (1996) menyatakan bahwa struktur data
panjang sangat bervariasi tergantung letaknya baik secara geografis, habitat,
maupun tingkah laku.
Panjang pertama kali matang gonad ( ) ikan layang betina, jantan, dan
total berturut-turut adalah pada ukuran 147,15; 171,72; dan 166,96 mm.
Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo (1988), diperoleh
bahwa ikan layang (Decapterus russelli) di Laut Jawa pertama kali matang gonad
pada ukuran 161 mm. Murty (1991) menyatakan bahwa di Perairan Kakinada
ukuran pertama kali matang gonad pada ukuran 150 mm, dan menurut penelitian
Manojkumar (2005) ukuran panjang pertama kali matang gonad untuk ikan layang
betina adalah 155 mm dan untuk jantan adalah 143 mm. Blay & Egeson (1980) in
Makmur & Prasetyo (2006) menyatakan bahwa perbedaan ukuran pertama kali
ikan matang gonad terjadi akibat perbedaan kondisi ekologis perairan.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa ikan layang betina memiliki koefisien
pertumbuhan lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan yang menandakan ikan
layang betina lebih cepat mencapai panjang asimtotiknya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa ikan betina lebih cepat mencapai umur tua dibandingkan
ikan jantan dan total. Menurut Sparre and Venema (1999), semakin rendah
koefisien pertumbuhan, waktu yang dibutuhkan spesies tersebut untuk mendekati
panjang asimtotik akan semakin lama atau sebaliknya, yaitu jika semakin tinggi
koefisien pertumbuhan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan spesies
tersebut mendekati panjang asimtotik.
Tabel 7 memperlihatkan nilai L , K, , dan laju eksploitasi ikan layang dari
berbagai perairan. Pada penelitian ini diketahui nilai L untuk ikan layang betina,
jantan dan total berturut-turut adalah 192,15; 197,4; dan 197,4 mm. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nilai L ikan layang di Perairan Selat Sunda lebih kecil jika
dibandingkan dengan nilai L di perairan lain. Menurut Widodo dan Suadi (2006),
perbedaan parameter pertumbuhan dapat disebabkan oleh perbedaan panjang
maksimum dari contoh yang diambil, dan perbedaan lokasi perairan.
Pertumbuhan ikan juga dipengaruhi faktor internal (keturunan, seks, umur, parasit,
dan penyakit) dan faktor eksternal (ketersediaan makanan dan kondisi perairan)
(Effendie 2002).
Laju mortalitas penangkapan ikan layang betina, jantan, dan total lebih
tinggi dibandingkan laju mortalitas alaminya. Hal ini mengartikan bahwa
kematian ikan yang disebabkan aktivitas penangkapan lebih tinggi dari faktor
kematian alaminya di alam. Nilai laju mortalitas total ikan layang betina, jantan,
dan total adalah 2; 1,63; dan 1,3. Menurut Gulland (1971) in Syam (2006), suatu
stok ikan mengalami kondisi penangkapan yang berlebihan apabila laju mortalitas
penangkapan sama dan lebih dari seperdua laju mortalitas total (Z) sehingga dapat
diindikasikan bahwa ikan layang jantan maupun betina di Perairan Selat Sunda
sudah mengalami tangkap lebih (overfishing). Nilai laju eksploitasi didapatkan
dari hasil pembagian antara mortalitas tangkapan dengan mortalitas total. Laju
eksploitasi ikan layang betina, jantan, dan total diketahui sebesar 0,67; 0,69; dan
0,67. Laju eksploitasi ikan layang telah melebihi 0,5 sehingga dapat diindikasikan
bahwa ikan layang di Perairan Selat Sunda selain mengalami tangkap lebih

22
(overfishing) juga mengalami eksploitasi berlebih (overexploitation). Lelono
(2007) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah,
mortalitas penangkapannya semakin besar.

Tabel 7 Parameter pertumbuhan ikan layang (Decapterus russelli) dari berbagai
penelitian
Parameter Pertumbuhan

Penelitian

Lokasi

Jaiswar et al
(2001)

Perairan Mumbai,
India

240

1,42

-

0,66

PPN Pekalongan
(Barat Laut Jawa)

247,3

0,82

-

-

PPN Pekalongan
(Timur Laut Jawa)

257,3

0,63

-

-

271,2

1,22

-

0,49

277

1,237

-0,3443

0,6847

256

0,95

-0,00095

0,61

288

1,018

-0,509

0,878

192,15 (B)

0,64

-0,1515

0,67

197,4 (J)

0,44

-0,2219

0,69

197,4 (T)

0,34

-0,29

0,67

L (mm)

E

K

Prihartini
(2006)

Manojkumar
(2007)
Poojary et al
(2011)
Panda et al
(2012)
Desmawanti et
al (2013)
Penelitian ini
(2014)

Perairan Malabar,
India
Perairan Mumbai,
India
Perairan Mumbai,
India
Perairan Mapur

Perairan Selat Sunda

Keterangan : B = Betina
J = Jantan
T = Total

Berdasarkan Tabel 6 upaya penangkapan ikan layang di Perairan Selat
Sunda dari tahun 2006 sampai tahun 2012 telah melebihi nilai upaya lestari.
Tangkapan tertingi terdapat di tahun 2012, yaitu sebesar 1175,39 ton dan
tangkapan terkecil terdapat di tahun 2010 dengan nilai 739,4 ton. Pada penelitian
ini diketahui nilai MSY dan
dari perhitungan model Fox masing-masing
sebesar 1025,24 ton dan 1712 trip. Nilai tangkapan tahun 2012 lebih besar
dibandingkan dengan nilai tangkapan lestarinya (MSY). Hal tersebut menunjukan
bahwa telah terjadi tangkap lebih (overfishing) terhadap stok ikan layang di
Perairan Selat Sunda.
Menurut Widodo dan Suadi (2006), pengelolaan perikanan dimaksudkan
untuk mengatur intensitas penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang
optimal dari berbagai aspek. Pengelolaan yang dapat direkomendasikan untuk
ikan layang di Perairan Selat Sunda adalah dengan cara pendekatan MSY.

23
Pendekatan MSY, yaitu upaya penangkapan ikan layang tidak melebihi 1712 trip
per tahun dengan MSY 1025,24 ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan/Total Allowable Catch (TAC) maksimum sebesar 820,19 ton per
tahun.
Selama penelitian, ikan layang yang diamati dominan memiliki ukuran yang
kurang dari ukuran pertama kali matang gonad. Ikan yang tertangkap juga
didominasi oleh ikan dengan TKG I dan II. Tingkat pemanfaatan ikan layang di
Perairan Selat Sunda telah melebihi laju eksploitasi optimum. Berdasarkan hasil
tersebut diduga ikan layang yang ditangkap di Perairan Selat Sunda telah
mengalami growth overfishing atau ikan ditangkap sebelum ikan dapat tumbuh
dan berkembang. Kelestarian sumberdaya ikan layang dapat dilakukan dengan
memfokuskan penangkapan kepada ikan-ikan yang ukurannya melebihi ukuran
pertama kali matang gonadnya karena ikan diasumsikan telah bereproduksi
minimal 1 kali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengatur ukuran mata jaring
juga meningkatkan selektivitas alat tangkap sehingga ukuran ikan yang tertangkap
akan lebih dari nilai ukuran pertama kali matang gonadnya.

KESIMPULAN
Status stok sumberdaya ikan layang di Perairan Selat Sunda telah
mengalami tangkap lebih (overfishing) dan eksploitasi berlebih (overexploitation).

24

DAFTAR PUSTAKA

Aprilianty H. 2000. Beberapa aspek biologi ikan layang, Decapterus russelli
(Ruppel) di Perairan Teluk Sibolga, Sumatera Utara [skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, K, t0) berdasarkan data
frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
4(1): 75-84.
Boer M, Aziz KA. 2007. Rancangan pengambilan contoh upaya tangkapan dan
hasil tangkap untuk pengkajian stok ikan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia. 14 (1): 67-71
Desmawanti D, Efrizal T, Zulfikar. 2013. Kajian stok ikan layang (Decapterus
russelli) berbasis panjang berat dari Perairan Mapur yang didaratkan di
tempat pendaratan ikan Pelantar KUD Kota Tanjungpinang. Departemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Kelautan Raja Ali Haji.
Djamali A. 1971. Synopsis Ikan Layang (Decapterus spp.). Jakarta: Lembaga
Penelitian Perikanan Laut Departemen Pertanian. hlm. 3-27.
Djamali A. 1995. Sumberdaya ikan layang (Decapterus spp.) dan pengelolaannya
di perairan Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 12 hlm.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. 2013. Statistik
Perikanan Tangkap Kabupaten Pandeglang Tahun 2006-2013. (Draft tahun
2013).
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Dewi
Sri.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama.
Jaiswar AK, Chakraborty SK, Swamy RP. 2001. Studies on the age, growth and
mortality rates of Indian scad Decapterus russelli (Ruppel) from Mumbai
Waters. Fisheries Research. Vol. 53: 303-308.
Kusumawardani NM. Kajian stok sumberdaya ikan tongkol (Euthynnus affinis) di
Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Pandeglang, Banten
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Lelono TD. 2007. Dinamika populasi dan biologi ikan lemuru (Sardinella lemuru)
yang tertangkap dengan purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi
Trenggalek. Prosiding Seminar Nasional Tahunan IV Hasil Penelitian
Perikanan dan Kelautan 28 Juli 2007, Yogyakarta. Indonesia. Jurusan
Perikanan dan Kelautan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Indonesia.
Makmur S, Prasetyo D. 2006. Kebiasaan makan, tingkat kematangan gonad dan
fekunditas ikan haruan (Channa striata Bloch) di Suaka Perikanan Sungai
Sambujur DAS Barito Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia. 13