Pengaruh Pembengkokan Gigi Garuk terhadap Hasil Tangkapan Kerang

PENGARUH PEMBENGKOKAN GIGI GARUK TERHADAP
HASIL TANGKAPAN KERANG

MUTH MAINNAH

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Pembengkokan
Gigi Garuk Terhadap Hasil Tangkapan Kerang” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun.kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Mei 2014

Muth Mainnah
NIM C44100052

ABSTRAK

MUTH MAINNAH. Pengaruh Pembengkokan Gigi Garuk Terhadap Hasil Tangkapan
Kerang. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan RETNO MUNINGGAR.
Garuk merupakan alat pengumpul kerang yang banyak digunakan oleh nelayan Desa
Rawameneng. Prinsip kerjanya dengan cara ditarik menyapu dasar perairan. Deretan gigigiginya yang berada pada bagian depan bawah mulut garuk akan menggaruk dan melontarkan
kerang masuk ke dalam kantong jaring. Ketepatan arah lontaran kerang kedalam kantong
akan sangat dipengaruhi oleh sudut pembengkokan gigi garuk. Pada penelitian ini dilakukan
dua kajian, yaitu penentuan arah lontar menggunakan gigi garuk yang dilakukan di
laboratorium dan uji garuk yang dilaksanakan di lapang. Penentuan arah lontar α
menggunakan gigi garuk yang dibengkokkan β=0o, β=15o, β=30o, dan β=45o. Hasil uji
menunjukkan bahwa gigi garuk β=30o memberikan sudut lontar α = 35,95o, atau lebih tinggi
dibandingkan dengan β=0o (α = 9,85o), β=15o (α = 19,65o) dan β=45o (α = 19,65o). Dengan
demikian, sudut pembengkokan gigi garuk ditetapkan β=30o karena arah lontarannya lebih
mengarah ke kantong garuk. Pengujian garuk di lapang membuktikan bahwa garuk dengan

kontruksi gigi β=30o menghasilkan jumlah tangkapan 5.785 kerang yang terdiri atas 4.228
kerang darah dan 321 kerang bulu. Jumlah ini 1,7 kali lebih besar dari β=0o sebanyak 3.360
kerang (1.454 kerang darah dan136 kerang bulu).

Kata kuci : Garuk, gigi garuk, kerang darah, kerang bulu dan arah lontaran.
ABSTRACT

MUTH MAINNAH. The Bent Dredge Theeth Effect to Catching Result of Cockle.
Supervised by GONDO PUSPITO and RETNO MUNINGGAR.
Dredge is cockle colector which mostly used by Rawameneng’s fishermen. Its
working principle by pulled over to rake off sea floor. The row of theeth that placed in front
of below dredge mouth will rake and throw cockles in to the net bag. The accuration of
throwing direction will be depended by bent angle of the dredge teeth. This research done by
two studies, determination for throwing direction uses dredge theeth that was working in
laboratory and dredge test that was working in field. Determination of α throwing direction
used dredge theeth which is bent β=0o, β=15o, β=30o, and β=45o. Test result shows that
dredge theeth β=30o give throwing angle α = 35,95o, or higher than β=0o (α = 9,85o), β=15o
(α = 19,65o) and β=45o (α = 19,65o). By those reasons bent angle sets β=30o because it has
much better accuracy in throwing into net bag. Dredge test in the field proved that dredge
with β=30o theeth contruction caught 5.785 cockles, they are 4.228 Anadara granosa and 321

Anadara antiquata. This result showed amount that 1,7 times bigger than β=0o, they are 3.360
cockles (1.454 Anadara granosa and 136 Anadara antiquata).
Key words : dredge, dredge teeth, Anadara granosa, Anadara antiquata and throwing direction.

PENGARUH PEMBENGKOKAN GIGI GARUK TERHADAP
HASIL TANGKAPAN KERANG

MUTH MAINNAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014


Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NRP
Program Studi

: Pengaruh Pembengkokan Gigi Garuk terhadap Hasil
Tangkapan Kerang
: Muth Mainnah
: C44100052
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr. Ir. Gondo Puspito, MSc
Pembimbing I

Retno Muninggar, S.Pi, ME
Pembimbing II

Diketahui oleh

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

ii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 berjudul Pengaruh
Pembengkokan Gigi Garuk terhadap Hasil Tangkapan Kerang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Gondo Puspito, MSc
dan Ibu Retno Muninggar, S.Pi, ME selaku pembimbing yang telah banyak
membantu.. Terima kasih kepada ayah, ibu, seluruh keluarga dan teman-teman
yang ikut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi informasi ilmiah bagi
pihak yang memerlukannya.


Bogor, Mei 2014

Muth Mainnah

iiiiv

DAFTAR ISI

PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat

Alat dan Bahan
Penelitian laboratorium
Penelitian lapang
Metode Penelitian
Pengujin laboratorium
Penelitian lapang
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kontruksi Gigi Garuk terhadap Besar Sudut Lontaran
Komposisi Seluruh Hasil Tangkapan Garuk
Komposisi Jumlah Tangkapan berdasarkan Kontruksi Gigi Garuk
Panjang Optimal Tali Penarik Garuk
Garuk sebagai Pembersih Sampah
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii

iii
iv
iv
iv
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
5
5
6
7
9
9

9
12
14
15
15
15
16
16
19

v

iv

DAFTAR TABEL
1
2

Spesifikasi alat tangkap garuk
Pembanding Kolmogorov-Smirnov


4
7

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kontruksi model gigi garuk dan susunan model gigi garuk
Alat tangkap garuk
Rangkaian perlengkapan pelontar
Posisi garuk di atas dasar perairan
Sudut lontaran kerang terhadap kontruksi gigi garuk
Komposisi jumlah tangkapan garuk per jenis kerang
Jumlah seluruh kerang hasil tangkapan garuk berdasarkan kelompok

tangkapan utama dan sampingan
8 Jumlah tangkapan garuk β=0o dan garuk β=30o berdasarkan jenis
tangkapan
9 Ilustrasi tampilan garuk tampak samping ketika melontarkan kerang
pada kedalaman 3 m
10 Ilustrasi saat pengoperasian garuk di dasar perairan

3
4
5
6
9
11
12
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Peta lokasi penelitian
Alat dan bahan penelitian
Hasil taapan garuk
Data uji besar sudut lontaran
Data jumlah tangkapan berdasarkan jenis kerang
Hasil perhitungan Uji Two-Sample Kolmogorov-Smirnov
Hasil perhitungan Paired Sample t-Test

20
21
22
23
24
26
27

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara antiquata)
merupakan 2 jenis kerang yang sangat digemari oleh masyarakat. Masyarakat
sangat menyukai kedua jenis kerang ini karena rasanya gurih dan bergizi.
Kandungan protein yang ada dalam daging kerang darah segar berkisar antara
6,79-11,92% (Arnanda et. al. 2005) dan kerang bulu 19,48% (Nurjanah et. al
2005). Keunggulan lain dari kedua kerang ini adalah harganya yang relatif murah.
Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara nelayan di Desa Rawameneng
bahwa harga kerang darah dan kerang bulu mencapai Rp. 9.000,00 per kilogram.
Ketersediaan kerang darah dan bulu di pasar selalu terjaga, karena
penangkapannya tidak mengenal musim dan sumberdayanya tersebar di banyak
tempat. Beberapa wilayah yang menjadi penyumbang kerang berasal dari hampir
seluruh perairan di Indonesia, antara lain Sumatera Barat, Lampung, Sulawesi
Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bengkulu, Pulau Jawa, Nusa
Tenggara Timur, Irian Jaya dan Maluku. Meskipun demikian, data tersebut belum
tercatat di Badan Pusat Statistik Dinas Perikanan dan Kelautan (Prasetiyo 2012).
Seluruh kerang yang dikonsumsi oleh masyarakat diperoleh dari hasil
penangkapan di alam. Jenis alat tangkap yang digunakan terdiri atas garuk, ladung,
dan tango atau gogo. Dari ketiganya, garuk merupakan jenis alat yang paling
banyak digunakan oleh nelayan. Garuk lebih banyak mengumpulkan kerang
dalam satu kali pengoperasian.
Garuk yang dipakai nelayan terdiri atas 2 macam, yaitu garuk tetap dan
garuk aktif. Perbedaannya terletak pada kontruksi giginya. Garuk tetap memiliki
gigi yang tidak bergerak dan hanya berfungsi sebagai penggaruk. Adapun garuk
aktif memiliki gigi yang dapat bergerak naik-turun untuk menggaruk dan
melontarkan kerang. Dari kedua jenis garuk tersebut, nelayan lebih suka
menggunakan garuk aktif, karena jumlah kerang yang diperoleh lebih banyak.
Upaya untuk meningkatkan produksi garuk sudah dilakukan oleh Puspito
dan Prasetiyo (2013). Keduanya mencoba membengkokkan ujung gigi garuk
sepanjang 2 cm yang diukur dari ujungnya. Hasilnya, jumlah kerang dan sampah
yang terkumpul pada kantong garuk menjadi lebih banyak. Ini berarti garuk juga
dapat berfungsi sebagai pengumpul sampah. Dalam penelitian ini, bagian gigi
garuk yang dibengkokkan diperpanjang menjadi 4 cm. Penambahan panjang ini
dimaksudkan agar jumlah kerang yang terkumpul pada garuk semakin meningkat.
Panjang 4 cm merupakan panjang yang paling maksimal untuk sudut
pembengkokan gigi garuk. Penelitian difokuskan pada jenis tangkapan kerang
darah dan kerang bulu. Ini dikarenakan kedua jenis kerang memiliki nilai
ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis kerang lainnya. Hal
tersebut dijelaskan oleh Suwignyo et al. (2005) bahwa jenis-jenis kerang yang
sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang darah (Anadara granosa) dan
kerang bulu (Anadara antiquata). Kedua kerang ini banyak dikonsumsi karena
mengandung asam amino yang tinggi sehingga mampu mengobati berbagi macam
penyakit (Kamiya et al. 2002).

2
Pustaka yang membahas perbaikan konstruksi gigi garuk untuk
meningkatkan hasil tangkapan kerang baru dilakukan oleh Puspito dan Prasetiyo
(2013). Penelitian lain terhadap garuk umumnya diarahkan pada selektivitas gigi
garuk. Murdiyanto (2006) dan Nashimoto et al. (1995) mencoba mengukur
selektivitas garuk dengan menyesuaikan jarak antar kisi gigi garuk dengan ukuran
cangkang kerang yang layak tangkap. Ketiga pustaka dijadikan sebagai masukan
dalam membahas hasil penelitian ini.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah melihat adanya
pengaruh pembengkokan gigi garuk sepanjang 4 cm dari ujungnya terhadap
peningkatkan jumlah tangkapan kerang darah dan kerang bulu.

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembengkokan gigi garuk akan
meningkatkan jumlah tangkapan kerang.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi
kepada nelayan mengenai cara melakukan perbaikan garuk dalam upaya
meningkatkan hasil tangkapan kerang.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan antara bulan Juli sampai Desember 2013 pada dua
lokasi penelitian berbeda. Pengujian pengaruh pembengkokan terhadap arah
lentingan cangkang kerang dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat
Penangkapan Ikan (TAP), Program Studi Teknologi dan Manajmen Perikanan
Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Sementara uji lapang dilaksanakan di
Desa Rawameneng, Kecamatan Belanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Peta
lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

3
Alat dan Bahan

Penelitian laboratorium
Alat utama yang digunakan untuk penelitian berupa model gigi garuk,
pelontar dan bak pasir. Ketiganya dibuat dengan menggunakan peralatan
pertukangan, seperti gergaji, palu, paku, penyiku dan mesin bor (Lampiran 2).
Beberapa alat tambahan lain yang dipakai selama penelitian adalah alat tulis,
jangka sorong digital, gunting, penggaris, spidol dan busur derajat.
Tiga model gigi garuk berupa jeruji besi dengan panjang 12 cm dan
diameter 0,34 mm yang ditancapkan pada batang kayu berukuran 49×3×2 (p×l×t)
(cm). Masing-masing model memiliki konstruksi yang berbeda, yaitu gigi garuk
dengan sudut 0o, 15o, 30o dan 45o (Gambar 1). Batang kayu berukuran 64×3×2
(p×l×t) (cm) dijadikan sebagai penahan batang kayu pelontar. Bak pasir – sebagai
media pelontaran – berukuran 160×55×20 (p×l×t) (cm). Triplek pemantul – alat
pemantul kerang – berukuran 54,2×59,6 (p×l) (cm) -- pasir dengan volume
156×50×6,3 (p×l×t) (cm) (Gambar 3). Uji laboratorium menggunakan masing –
masing 2 cangkang kosong kerang darah dan kerang bulu yang telah dikatupkan
kembali menggunakan lem power glue.
(a)

(b)

Gambar 1 Konstruksi model gigi garuk (a); dan Susunan model gigi garuk (b)

Penelitian lapang
Pengujian lapang menggunakan 1 unit perahu dan 2 unit alat tangkap
garuk. Perahu memiliki panjang (L) 10 m, lebar (B) 3 m dan dalam (D) 1 m.
Konstruksi alat tangkap garuk dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan
spesifikasinya disajikan pada Tabel 1. Sementara peralatan tambahannya adalah
alat tulis untuk mencatat waktu operasi penangkapan, kantong plastik dan kamera.

4

Gambar 2 Alat tangkap garuk
Keterangan
A
B
C
D
E

:
:
:
:
:
:

tali penarik;
bingkai segitiga tempat mengikat tali penarik;
badan jaring;
bantalan kayu tempat menempelnya gigi garuk; dan
gigi garuk untuk melontarkan kerang.

Tabel 1 Spesifikasi alat tangkap garuk
No. Komponen alat tangkap
1
Jaring kantong
a.Bahan
b.Mesh size
c.Panjang
d.Lebar
2
Gigi garuk
a.Bahan
b.Diameter
c.Panjang
d.Jumlah
e.Jarak antar gigi
3
Bukaan mulut
a.Panjang
b.Lebar
4
Bantalan gigi garuk
a.Bahan
b.Panjang
c.Lebar
d.Tinggi
5
Tali penarik
a.Bahan
b.Panjang
c.Diameter
6
Kerangka garuk
a.Bahan
b.Panjang
c.Diameter
7
Tali karet
a.Bahan

Spesifikasi
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Polyethylene
1,20 inci
2,5 m
2,5 m
Besi baja
12 cm
0,15 cm
56
2 cm
1m
0,15 m
Kayu
1m
3 cm
2,5 cm
Polyethylene
14 m
1 cm
Besi
1, 1 m
1 cm
Tali ban

5
Metode Penelitian
Penelitian laboratorium dan lapang menggunakan metode percobaan.
Tujuan percobaan laboratorium adalah untuk mendapatkan konstruksi gigi garuk
yang dapat melontarkan cangkang ke arah kantong. Adapun percobaan lapang
dimaksudkan untuk membuktikan bahwa pembengkokan gigi garuk dapat
meningkatkan jumlah tangkapan kerang.

Pengujian laboratorium
Penelitian laboratorium terdiri atas pembuatan model gigi garuk dan uji
pelontaran. Prosedur percobaannya mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Penyiapan sampel. Sampel yang digunakan terdiri atas 10 cangkang kosong
kerang darah dan 10 cangkang kosong kerang bulu. Setiap cangkang kosong
terdiri atas 2 keping cangkang yang dikatupkan kembali dengan menggunakan
lem power glue;
2. Pembuatan konstruksi model gigi garuk. Gigi garuk berupa batang besi
sepanjang 12 cm dengan diameter 0,34 mm yang dibengkokkan 0o, 15o, 30o
dan 45o diukur 4 cm dari salah satu ujungnya. Selanjutnya, sebanyak 8 model
gigi garuk ditancapkan pada batang kayu. Jarak antar model gigi garuk disusun
sejauh 2 cm. Pada Gambar 1a diilustrasikan model gigi garuk sebelum dan
setelah dibengkokkan;
3. Pembuatan perlengkapan pelontar dan bak pasir. Alat pelontar terbuat dari
papan kayu berukuran 48,6×2,5×1,5 (p×l×t) (cm) yang berisi pasir dengan
volume 156×50×6,3 (p×l×t) (cm). Pada pertengahan sisi balok kayu
ditambahkan papan kecil sebagai tempat untuk menempelkan model gigi garuk
yang akan digunakan. Pada sisi depan bak ditaruh papan triplek untuk menahan
kerang yang terlontar. Rangkaian alat pelontar dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 3 Rangkaian perlengkapan pelontar
4. Percobaan pelontaran kerang dilakukan denganlangkah – langkah sebagai
berikut:
1. Cangkang kerang diletakkan di depan model gigi garuk;
2. Pengait batang kayu pelontar dilepas, sehingga cangkang terlontar ke arah
papan triplek penahan;

6
3. Bekas benturan cangkang pada papan triplek diberi tanda dan sudut lontaran
yang terbentuk diukur menggunakan busur derajat; dan
4. Uji yang sama dilakukan pada semua model ujung gigi garuk, baik yang
lurus maupun yang dibengkokkan, sebanyak 20 ulangan.

Penelitian lapang
Penelitian lapang merupakan kelanjutan dari pengujian laboratorium. Pada
penelitian lapang ini dilakukan uji konstruksi modifikasi gigi garuk terhadap hasil
tangkapan. Garuk yang akan dibandingkan, yaitu garuk dengan konstruksi gigi
yang dibengkokkan dan garuk standar yang biasa digunakan nelayan. Sudut
pembengkokan gigi garuk disesuaikan dengan hasil penelitian laboratorium.
Tahapannya mengikuti langkah-langkahberikut:
1. Persiapan awal sebelum melakukan operasi penangkapan berupa pengecekan
bahan bakar untuk perahu motor yang akan digunakan. Dua garuk yang akan
dioperasikan dinaikkan ke atas perahu. Garuk dengan gigi yang dibengkokkan
diposisikan pada bagian depan perahu, sedangkan garuk standar milik nelayan
di bagian belakang. Perahu dijalankan dengan posisi miring agar dasar perairan
yang tergaruk dapat diasumsikan berada di daerah penangkapan yang benarbenar sama;
2. Pencarian daerah penangkapan kerang yang berlokasi tidak jauh dari pantai;
3. Penurunan garuk yang dimulai dengan menurunkan bingkai mulut jaring lebih
dahulu diikuti dengan bagian badan jaring. Penurunan kedua garuk dilakukan
secara bersamaan masing-masing oleh 1 nelayan. Posisi kedua garuk di atas
dasar perairan ditunjukkan pada Gambar 4;
4. Penarikan garuk dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan rata – rata 3 knot;

Gambar 4 Posisi garuk di atas dasar perairan
5. Pengangkatan garuk dilakukan satu persatu ke atas perahu. Kerang hasil
tangkapan ditumpahkan ke atas dek perahu, selanjutnya dimasukkan ke dalam
kantong plastik. Pengukuran dimensi dan berat kerang dikerjakan di darat; dan
6. Pengoperasian garuk dilakukan 20 kali ulangan.

7
Analisis Data
Semua perhitungan statistik parametrik harus memiliki asumsi normalitas
sebaran. Teori probabilitas selalu menggunakan distribusi normal sebagai model
dari distribusi kontinyu dalam sebuah data. Penerapan distribusi normal ini
diterapkan dalam berbagai masalah, sehingga untuk mengetahui data populasi
kerang harus dilakukan uji normalitas. Teori sebaran normal yang akan digunakan
adalah uji normalitas Kolmogorov-Smirnov.
Uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan data dasar berupa data yang
belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Luasan kurva normal dapat
dihitung melalui nilai Z sebagai probabilitas kumulatif normal, sehingga data
terlebih dahulu perlu ditransformasikan dalam nilai Z. Probabilitas normal yang
diperoleh tersebut dicari nilai bedanya dengan probabilitas komulatif empiris.
Beda terbesar dibanding dengan tabel pembanding Kolmogorov-Smirnov. Tabel
pembanding Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut (Cahyono 2006).
Tabel 2 Pembanding Kolmogorov-Smirnov
Xi

No.

FT

| FT – Fs |

Fs

1.
2.
3.
4.
5.
Dst.
Keterangan
Xi
Z
Fr
FT

:
:
:
:
:

FS :

Data jumlah tangkapan;
Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal;
Probabilitas komulatif normal;
Kumulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi,
dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan
titik Z; dan
Probabilitas komulatif empiris yang dapat dicari dengan persamaan
berikut:

.
Berdasarkan Tabel pembanding Kolmogorov-Smirnov di atas diketahui
bahwa nilai Xi merupakan data kerang hasil tangkapan yang akan diubah ke dalam
nilai standar Z berdasarkan rumus pada tabel. Penarikan kesimpulan dilihat dari
nilai terbesar hasil hitung | FT – Fs | dibandingkan dengan nilai tabel KolmogorovSmirnov. Nilai ini dapat dihitung manual menggunakan rumus
; dimana

n=banyaknya data. Selanjutnya, penarikan kesimpulan dilihat jika | FT – Fs | <

8
nilai tabel maka data berdistribusi normal dan sebaliknya, jika | FT – Fs | > nilai
tabel maka data tidak terdistribusi secara normal.
Uji homogenitas menggunakan Uji Harley dengan cara membandingkan
variansi terbesar dengan variansi terkecil yang dilambangkan dengan rumus di
bawah ini (Irianto 2004).
F (max) =
.
Kriteria penguijiannya sebagai berikut :
1. Terima Ho jika F (max) hitung F (max) tabel; dan
2. Tolak Ho jika F (max) hitung > F (max) tabel.
Uji 2 sampel berpasangan (paired sample t-test) dikerjakan apabila data
hasil tangkapan garuk dengan beberapa jenis kerang berbeda telah terbukti
populasinya menyebar normal dan bersifat homogen. Syarat penggunaan uji t
paired adalah:
1. Distribusi data normal;
2. Data bersifat homogen; dan
3. Variansi ragam tidak diketahui.
Uji analisis 2 sampel tergolong uji perbandingan atu dikenal dengan uji
komparatif. Tujuannya adalah untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan rata-rata
antara kedua sampel, yaitu garuk dengan kontruksi gigi dibengkokkan β=0o dan
β=30o. Nilai korelasi yang diperoleh menunjukkan besar pengaruh antara kedua
sampel sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.
Analisis yang diperlukan pada uji 2 sampel berpasangan (paired sample ttest) terdiri atas dua hipotesis (Riduwan 2011), yaitu:
1. H0: µ 1 = µ 2 = µ 3 = µ 4 …….= µn; artinya tidak ada pengaruh pembengkokan
ujung gigi garuk terhadap jumlah tangkapan kerang; dan
2. H1 : µ 1 ≠ µ2 ≠ µ3 ≠ µ4 ……. ≠ µn atau sekurang - kurangnya ada satu n dimana μ
≠ 0 (n = 1, 2, 3, ......,20); artinya minimal ada satu perlakuan pembengkokan
ujung gigi garuk yang mempengaruhi jumlah tangkapan kerang.
Kesimpulan hasil percobaan dapat diketahui dari nilai Fhit dengan Ftab. Jika Fhit
> Ftab. maka tolak Ho dan jika Fhit. ≤ Ftab. maka terima Ho.
Pengujian statistik uji 2 sampel berpasangan dilakukan dengan
menggunakan program statistik. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah
pengolahan data. Output yang dihasilkan berupa dua tabel, yaitu paired sample
statistics dan paired samples tests. Analisis tabel pertama berisikan tentang rataan
variabel, sedangkan pada tabel kedua analisisnya berupa analisis probabilitas yang
akan dibandingkan dengan nilai selang kepercayaan (nilai α). Berdasarkan tabel
kedua inilah yang nantinya diperoleh kesimpulan tolak atau terima Ho.
Pengambilan keputusan sebagai berikut:
a. Jika probabilitas > 0,05, makaHoditerima;
b. Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak; dan
3. Keputusannya, nilai t hitung untuk variabel yang digunakan adalah nilai
probabilitas. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak atau kedua variabel
memiliki rata-rata yang benar-benar berbeda.

9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kontruksi Gigi Garuk terhadap Besar Sudut Lontaran
Pengujian lontaran kerang menunjukkan bahwa sudut kelengkungan gigi
garuk yang berbeda menghasilkan besaran sudut lontar yang berbeda. Konstruksi
gigi lurus (β=0o) menghasilkan sudut lontar sebesar 9,85o. Adapun konstruksi gigi
garuk 15o, 30o dan 45o menghasilkan sudut lontar masing-masing 27,85o, 27,85o
dan 19,65o. Ini sesuai dengan hasil penelitian Prasetyo (2012) yang mendapatkan
bahwa modifikasi gigi garuk berpengaruh terhadap perubahan arah dan besar
sudut lontaran. Sudut lontar kerang berdasarkan sudut kelengkungan gigi garuk
dapat dilihat pada Gambar 5.

Sudut lontaran kerang (O)

40
35.95
30

20
19.65

19.65

10
9.85
0
0

15

30

45

Sudut lengkungan gigi garuk (O)

Gambar 5 Sudut lontaran kerang terhadap kontruksi gigi garuk
Berdasarkan Gambar 5, gigi garuk lurus menghasilkan sudut lontaran yang
paling kecil dibandingkan dengan keempat sudut lengkung gigi garuk lainnya.
Arah lontarannya selalu ke depan dengan sudut yang kecil. Ini berbeda dengan
gigi garuk bersudut lengkung 15o dan 45o. Lontaran kerang oleh kedua gigi garuk
ini mengarah ke depan dengan sudut yang besar. Dengan demikian, peningkatan
sudut kelengkungan gigi garuk akan meningkatkan sudut lontar kerang.
Garuk yang baik digunakan untuk operasi penangkapan memiliki gigi yang
menghasilkan arah lontaran mendekati mulut masuk garuk. Pada penelitian ini,
sudut kelengkungan gigi garuk yang menghasilkan sudut lontar terbaik adalah
β=30o dengan sudut lontar kerang sebesar 35,95o. Oleh karena itu, konstruksi
garuk sebaiknya dibengkokkan sebesar 30o agar lontaran mengarah atas dan dapat
tersapu oleh garuk.
Komposisi Seluruh Hasil Tangkapan Garuk
Pengoperasian garuk selama 20 kali ulangan menghasilkan 2 jenis kerang
tangkapan, yaitu kerang tangkapan utama dan sampingan. Kerang tangkapan

10
utama terdiri atas 2 jenis, yaitu kerang darah (anadara granosa) dan kerang bulu
(Anadara antiquata). Adapun kerang tangkapan sampingan sebanyak 5 jenis,
yaitu kerang batik (Paphia textile), kerang gelatik (Anadara pilula), kerang kiser
(Meritrix meritrix), kerang simping (Amusium plueronectes) dan kerang gundul
(Anadara cornea). Organisma kerang merupakan jenis makrozoobenthos yang
cenderung menetap (Farmalia 2007). Selain itu, kerang membenamkan diri ke
dalam pasir atau lumpur selama hidupnya (Kasigwa and Mahika 1991; dan Nurdin
et. al 2006 diacu dalam Puspito 2013). Oleh karena itu, cara kerja garuk yang
menggaruk dasar perairan akan menghasilkan hampir seluruh jenis tangkapannya
berupa kerang (Ayodhyoa 1989).
Jumlah seluruh kerang tangkapan mencapai 9.145 individu yang terbagi atas
4.549 kerang tangkapan utama dan 4.596 kerang tangkapan sampingan.
Komposisi jumlah kerang tangkapan utama berdasarkan jenisnya adalah kerang
darah 4.228 individu atau 93% dari seluruh kerang tangkapan utama dan kerang
bulu 321 individu (7%). Adapun komposisi jumlah kerang tangkapan sampingan
berupa kerang batik sebanyak 1.981 individu atau 43% dari seluruh kerang
tangkapan sampingan, kerang gelatik 656 individu (14%), kerang kiser 623
individu (7%), kerang simping 1221 individu (27%), dan kerang gundul 115
individu (2%). Perbandingan hasil tangkapan garuk per jenis kerang dijelaskan
pada Gambar 9.
Jumlah kerang hasil tangkapan utama dan kerang hasil tangkapan
sampingan tidak terlalu berbeda. Selisihnya sebanyak 50 individu. Hal tersebut
berkaitan dengan habitat kerang itu sendiri. Garuk dioperasikan di perairan
estuaria yang dikelilingi oleh sungai-sungai. Kedalaman perairannya berkisar
antara 3-4 m. Daerah pengoperasian garuk seperti ini, menurut Ismail (1972),
merupakan habitat kerang yang umumnya berada pada perairan estuaria dengan
kedalaman 0-4 m yang ditandai dengan banyaknya muara sungai di sekitarnya.
Jumlah kerang hasil tangkapan utama garuk didominasi oleh kerang darah.
Selisihnya mencapai 3.907 individu. Penyebabnya adalah Perairan Rawameneng
termasuk kedalam perairan payau dengan struktur tanah berlumpur dan ditumbuhi
oleh banyak tanaman bakau. Jenis perairan seperti ini, menurut Broom (1985),
merupakan habitat kerang darah. Pathansali (1966) menambahkan A. granosa juga
ditemukan pada perairan dengan substrat dasar lumpur berpasir, tetapi jumlah dan
ukurannya tidak sebaik di perairan payau dengan substrat dasar perairan berupa
lumpur halus. Berbeda halnya dengan kerang bulu yang menyukai dasar perairan
dengan komposisi pasir lebih banyak (Ginting 1999). Selain itu, pengambilan data
yang dilakukan pada awal bulan Juli merupakan puncak kelimpahan kerang darah
di Perairan Rawameneng. Ini diperkuat oleh pendapat Wahyuni (2010) yang
menyebutkan bahwa musim penangkapan kerang darah dilakukan pada akhir
musim barat yaitu dari bulan Maret-September. Sementara puncak pemijahan
kerang bulu berlangsung antara bulan Agustus-September (Hidayat 2011). Hal ini
yang menjadi penyebab kenapa jumlah tangkapan kerang bulu jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan kerang darah.
Jumlah kerang darah dan kerang bulu yang tertangkap pada masing –
masing garuk milik nelayan β=0o dan garuk yang giginya dibengkokkan β=30o
berbeda nyata. Hasil uji analisis statistik menggunakan uji-t paired terhadap
masing-masing hasil tangkapan kerang darah dan kerang bulu. Keduanya
menghasilkan kesimpulan yang sama. Tabel yang diperoleh dapat dilihat pada

11
Lampiran 4. Kerang darah menghasilkan nilai mean sebesar 8,280 dengan nilai
probabilitas yang sangat kecil yaitu 0,000. Sama halnya kerang bulu yang
menghasilkan nilai mean sebesar 0,958 dengan nilai probabilitas yaitu 0,000.
Hasil kedua uji analisis menunjukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil dari
α=0,05 (Pvalue< α) maka, tolak Ho atau kedua varian benar-benar berbeda. Garuk
bersudut 30o menangkap kerang hampir 1,7 kali lebih banyak dari garuk milik
nelayan.
5000
Jumlah (individu)

4228
4000
3000
1981

2000

1221
1000

656

623

321

115

0
Kerang
darah

Kerang
bulu

Kerang
gelatik

Kerang
batik

Kerang
kiser

Kerang
gundul

Kerang
simping

Jenis organisme

Gambar 6 Komposisi jumlah tangkapan garuk per jenis kerang
Hasil tangkapan sampingan garuk berjumlah 4.596 individu yang
didominasi oleh kerang batik dengan persentase mencapai 43%. Posisi kedua
ditempati oleh kerang simping 27%, berikutnya kerang gelatik 14%, kerang kiser
7%, dan kerang gundul 2%. Perbandingan jumlah tangkapan dari kedua kelompok
tangkapan utama dan tangkapan sampingan dapat dilihat pada Gambar 7.
Perbedaan jumlah tangkapan berdasarkan jenis kerang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya adalah musim penangkapan, daerah penangkapan, dan
kelimpahan sumberdaya kerang .
Dua jenis kerang yang tertangkap dalam jumlah banyak masing-masing
adalah kerang batik dan simping. Kerang batik hidup di dalam liang dasar perairan
sedalam 10 cm dengan substrat berlumpur (Barash & Danin 1992; Naguit et. al.
2002). Gigi garuk yang memiliki panjang 12 cm akan menggaruk dasar perairan
hingga kedalaman lebih dari 10 cm. Dengan demikian, peluang kerang batik
tertangkap dalam jumlah besar sangat tinggi. Sementara itu, sebagian besar hidup
kerang simping juga berada di dasar laut. Organisma ini merupakan hasil
tangkapan sampingan dari para nelayan (Swennen 2001). Berdasarkan penelitian
dari Ayunita (2010), simping hidup dan tersebar di hampir seluruh perairan laut di
dunia sehingga dijuluki sebagai kerang kosmopolitan. Tingkat adaptasinya
terhadap lingkungan dan kelimpahannya di suatu perairan cukup tinggi, sehingga
peluang simping ikut tergaruk oleh garuk sangat besar.
Tiga jenis kerang hasil tangkapan sampingan lainnya yang tertangkap dalam
jumlah sedikit, yaitu kerang gelatik, kiser dan gundul. Menurut OBIS (2006),
kerang gelatik menyukai daerah yang memiliki struktur tanah berpasir dengan
kedalaman intertidal atau berada di dasar perairan. Kerang ini hidup secara
berkelompok dan sangat sensitif terhadap salinitas perairan tempat mereka berada.
Daerah pengoperasian garuk pada perairan bersubstrat lumpur tidak dapat

12
menangkap kerang dalam jumlah banyak, karena subrat tersebut bukan
merupakan habitat kerang gelatik. Jumlah tangkapan kerang kiser tidak jauh
berbeda dengan kerang gelatik. Tingkat adaptasi jenis kerang ini rendah terhadap
lingkungan hidupnya. Salinitas yang terlalu tinggi dan perairan yang terlalu dalam
membuatnya tidak mampu bertahan hidup (Panda dan Misra 2007). Panda dan
Misra (2007) menambahkan bahwa habitat yang baik untuk kerang ini sama
dengan jenis kerang lainnya, yaitu daerah bersubstrat lumpur dengan kedalaman
perairan 1,5 m. Garuk dioperasikan pada kedalaman 3-4 m. Oleh karenanya,
jumlah tangkapan jenis kerang ini tidak terlalu banyak. Adapun penyebab kerang
gundul tertangkap dalam jumlah sedikit dikarenakan organisma ini memiliki
sebaran spasial yang sempit. Berdasarkan penelitian Ginting (1999), penyebab
kerang gundul tertangkap dalam jumlah sedikit adalah jenis kerang ini hidup pada
jenis substrat lempung liat yang berbeda dengan jenis kerang lainnya.

Jumlah (individu)

5000

4596
4228

4000
3000
2000
1000

321

0
Kerang darah

Kerang bulu

Kerang lain-lain

Gambar 7 Jumlah seluruh kerang tangkapan garuk berdasarkan kelompok
tangkapan utama dan sampingan
Komposisi Jumlah Tangkapan berdasarkan Konstruksi Gigi Garuk
Hasil tangkapan garuk terdiri atas hasil tangkapan utama dan sampingan.
Keduanya memiliki jenis organisma yang sama, yaitu kerang-kerangan. Jenis
tangkapan utama terdiri atas kerang darah dan kerang bulu, sedangkan tangkapan
sampingannya berupa kerang simping, batik, gelatik, kiser dan gundul. Ini sesuai
dengan pernyataan Ayodhyoa (1989) yang menjelaskan bahwa garuk adalah alat
pengumpul kerang dengan hasil tangkapan yang semuanya adalah jenis kerangkerangan. Subani dan Barus (1989) juga menambahkan bahwa pada umumnya
hasil tangkapan garuk (rake) adalah kerang darah (Anadara granosa) dan kerang
bulu (Anadara antiquata). Hasil tangkapan ini pada prinsipnya akan tertahan
dalam kantong jaring yang meloloskan air, pasir dan lumpur (Subani 1972).
Garuk yang dibengkokkan β=30o memperoleh jumlah tangkapan utama
2.959 individu atau 1,9 kali lebih banyak dibandingkan dengan garuk milik
nelayan β=0o, yaitu 1.590 individu. Selanjutnya, garuk β=30o memperoleh jumlah
tangkapan sampingan 2.826 individu atau 1,6 kali yang juga lebih banyak dari
garuk β=0o, yaitu 1.770 individu. Ini berarti jumlah tangkapan garuk β=30o, baik
hasil tangkapan utama maupun sampingan, lebih banyak dibandingkan dengan
garuk β=0o (Gambar 11). Hasil pengujian statistik terhadap jumlah tangkapan
total garuk berdasarkan perbedaan konstruksi gigi menggunakan uji-t paired dapat
dilihat pada Lampiran 10. Nilai korelasi yang diperoleh 0,190 dengan probabilitas

13
sebesar 0,001, dimana α=0,05 sehingga diketahui bahwa Ho ditolak (Pvalue < α).
Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat pengaruh jumlah hasil tangkapan
terhadap pembengkokan ujung gigi garuk. Garuk dengan konstruksi gigi yang
dibengkokkan β=30o menghasilkan jumlah tangkapan yang lebih banyak
dibandingkan dengan garuk milik nelayan β=0o.
β=0o;n=3.360
KTU=1.590

KTS=1.770

β=30o; n=5.785
KTU=2.959

KTS=2.829

Gambar 8 Jumlah tangkapan garuk β=0o dan garuk β=30o berdasarkan jenis
tangkapan
Perbedaan jumlah tangkapan dikarenakan garuk dengan kontruksi gigi lurus
β=0o memiliki sudut lontar yang terlalu kecil sehingga arah lontaran kerang tidak
tepat masuk ke dalam mulut garuk. Berdasarkan uji laboratorium, sudut lontaran
gigi garuk β=0o diperoleh sebesar 9,85o, sedangkan β=30osebesar 35,95o dan
(β=0o