Aktivitas Mikrob Tanah Sebagai Parameter Kesuburan Tanah Pada Pertanian Organik Dan Konvensional

AKTIVITAS MIKROB TANAH SEBAGAI PARAMETER
KESUBURAN TANAH PADA PERTANIAN ORGANIK DAN
KONVENSONAL

MUHAMMAD ABDUL AZIZ

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Mikrob
Tanah sebagai Parameter Kesuburan Tanah pada Pertanian Organik dan
Konvensional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Muhammad Abdul Aziz
NIM A14110041

ABSTRAK
Muhammad Abdul Aziz. Aktivitas Mikrob Tanah sebagai Parameter Kesuburan
Tanah pada Pertanian Organik dan Konvensional. Dibimbing oleh FAHRIZAL
HAZRA dan SELLY SALMA.
Aktivitas enzim tanah sebagai salah satu sifat biologi tanah berperan
sebagai indikator kesuburan tanah atau berfungsi sebagai pengendali beragam
sifat kimia tanah. Percobaan laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui
aktivitas mikrob tanah melalui aktivitas enzim-enzim tanah dan hubungannnya
dengan jumlah populasi mikrob dan kandungan C-mik serta karakteristik tanah
pada pertanian organik dan konvensional telah dilaksanakan di Laboratorium
Biologi Tanah, Balittanah Bogor pada bulan Febuari – Juli 2015. Percobaan
menggunakan contoh tanah komposit yang diambil pada beberapa komoditas
pertanian kedalaman 0-10 cm di Kabupaten Bogor dan Tasikmalaya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar C-org, N-total, P-potensial, P-tersedia, Kpotensial, K-tersedia, KTK, dan pH tanah pada pertanian organik lebih tinggi

dibandingkan pertanian konvensional. Demikian pula residu pestisida tanah pada
pertanian organik lebih baik (trace) daripada pertanian konvensional. Aktivitas
enzim dehidrogenase dan selulase pada pertanian organik lebih tinggi
dibandingkan dengan pertanian konvensional. Namun aktivitas enzim urease pada
pertanian organik lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Aktivitas enzim-enzim tanah berkorelasi positif nyata sampai sangat nyata dengan
jumlah populasi mikrob, kadar C-mik, dan karakteristik tanah, antara lain: C-org,
N-total, P-potensial, P-tersedia, K-potensial, K-tersedia, KTK, dan pH tanah,
sedangkan dengan kadar liat tanah berkorelasi negatif sangat nyata.
Kata kunci: aktivitas mikrob tanah, aktivitas enzim tanah, parameter kesuburan
tanah, pertanian konvensional, pertanian organik

ABSTRACT
Muhammad Abdul Aziz. Soil Microbial Activity as Parameter of Soil Fertility in
Organic and Conventional Farming. Supervised by FAHRIZAL HAZRA and
SALLY SALMA.
Soil enzyme activity as one of soil biological properties serves as an
indicator of soil fertility or to function as a controller of soil chemical properties
reaction. Laboratory experiment aimed to determine activity of soil microbes via
activity of soil enzymes and it’s relation with a population of soil microbes and

C-mic with soil characteristics at organic and conventional farms were carried out
in Laboratory of Soil Biology, Indonesian Soil Research Institute, Bogor on
February - July 2015. The experiments used composite soil samples taken at
several agricultural commodities with depth of 0-10 cm from Bogor and
Tasikmalaya District. The results showed that content of soil org-C, total-N,
potential and available-P, potential and available-K, CEC, and pH of soil at the
organic farms were higher than those of conventional farms. Similarly, soil
pesticide residues of organic farms were better (trace) than those of conventional
farms. Dehydrogenase and cellulase enzyme activites of organic farms was higher
as compared to conventional farms. But the urease enzyme activity of organic
farms was lower than those of conventional farms. The activity of soil enzymes
were significantly (p0.05-0.01) positively correlated with number of soil microbial
populations, levels of C-mic, and soil characteristics, among others: soil org-C,
total-N, potential and available-P, potential and available-K, CEC, and pH, while
with the soil clay content was significantly (p0.01) negatively correlated.
Keywords: soil microbial activity, soil enzimes activity, quality of soil, organic
and conventional farming

AKTIVITAS MIKROB TANAH SEBAGAI PARAMETER
KESUBURAN TANAH PADA PERTANIAN ORGANIK DAN

KONVENSONAL

MUHAMMAD ABDUL AZIZ

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Aktivitas Mikrob Tanah sebagai Parameter Kesuburan Tanah pada
Pertanian Organik dan Konvensional
Nama


: Muhammad Abdul Aziz

NIM

: Al4110041

Disetujui oleh

.... ,

Ir Fahriza

azra, MSc

Pembimbing I

Tanggal Lulus:

} 2 SEP 2015


Ora

II

Salma MSi

Pembimbing II

PRAKATA
Penulis mengucapkan puji syukur ke hadlirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi
ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam untuk
memperoleh gelar sarjana pertanian program studi Manajemen Sumberdaya
Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Sejak perkuliahan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga
penulisan skripsi, penulis mendapatkan bimbingan, arahan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Ir Fahrizal Hazra, MSc selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan penuh
kesabaran selama masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian maupun saat
penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dra Selly Salma, MSi sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan arahan, bimbingan, izin belajar, membantu dana, dan
memberi berbagai fasilitas untuk kelancaran penelitian.
3. Bapak Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS sebagai Dosen penguji atas
koreksi, saran dan nasihat yang sangat konstruktif bagi penyempurnaan
skripsi dan karier penulis di masa depan.
4. Kedua orang tua, Papah dan Mamah tercinta, serta adikku yang telah
memberikan segala doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang
melimpah.
5. Ka. BB Litbang Sumberdaya Lahan pertanian Dr Dedi Nursyamsi, MAgr,
Ka. Balittanah Dr Wiratno, Kepala seksi pelayanan jasa penelitian
Balittanah Ir Joko Purnomo, MSi, dan Manajer teknis laboratorium tanah
Balittanah Ir Kasno MSi yang telah memberikan izin, kritik, dan saran
dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
6. Kampret sekalian (Deni, Bertus, Marita, Vanisa, Bang ijal, Mirna, dan
Firman) yang memberi dukungan, semangat, dan doa.
7. Seluruh saudara Soiler 48.


Bogor, September 2015
Muhammad Abdul Aziz

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim Tanah
Dehidrogenase
Urease
Selulase
Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tanah
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Bahan

Alat
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah
Residu Pestisida di dalam Tanah
Aktivitas Enzim Dehidrogenase Tanah
Aktivitas Enzim Urease Tanah
Aktivitas Enzim Selulase
Jumlah Populasi Mikrob dan Kandungan C-mik.
Hubungan Aktivitas Enzim Dehidrogenase, Urease, dan Selulase dengan
Jumlah Populasi Bakteri dan Kandungan C-mik, serta Karakteristik Tanah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi

1
1
2
2
2
3
3
4
4
6
6
8
8
8
12
12
16
17
19
20

21
21
23
23
23
23
32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7

Lokasi Pengambilan Sampel
Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Kontribusi Hara dari Pupuk Kandang, Pupuk Hijau dan Kompos pada
Pertanian Organik.
Kontribusi Hara dari Pupuk Urea dan NPK pada pertanian
Konvensional.
Residu Pestisida Tanah Komoditas Tomat dan Padi pada Pertanian
Organik dan Konvensional.
Korelasi antara Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA), Urease (UR)
dan Selulase (CMCase) dengan Jumlah Populasi Bakteri dan
Kandungan C-mik
Korelasi antara Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA), Urease (UR)
dan Selulase (CMCase) dengan Karakteristik Tanah.

6
8
15
15
16

22
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Bogor
Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Tasikmalaya
Kadar C-organik dan N-total Tanah Beberapa Komoditas Tanaman
pada Pertanian Organik dan Konvensional.
KTK dan pH Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian
Organik dan Konvensional.
Kadar P-potensial dan P-tersedia Tanah Beberapa Komoditas
Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.
Kadar K-potensial dan K-tersedia Tanah Beberapa Komoditas
Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.
Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA) Tanah Beberapa Komoditas
Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.

7
7
13
13
14
14
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kurva Standar DHA, UR, dan CMCase.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Brokoli Organik.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Tomat Organik.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Wortel Organik.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Jagung Organik.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Brokoli Konvensional.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Tomat Konvensional.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Wortel Konvensional.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Jagung Konvensional.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Padi Organik.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Konvensional IP 3.
Lokasi Pengambilan Sample Tanah Padi Konvensional IP 2.

30
30
30
30
30
30
30
31
31
31
31
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah merupakan sumberdaya alam yang memiliki suatu morfologi yang
unik sebagai akibat kombinasi pengaruh iklim, organisme, bahan induk, topografi,
dan umur tanah. Sifat tanah yang ada merupakan hasil evolusi yang berubah
sepanjang waktu. Tanah berperan sebagai media tumbuh bagi sebagian besar
tanaman, dimana tanah sebagai matrik tempat hidup tanaman dan sebagai
penyedia unsur hara bagi tanaman. Dalam pertanian, kualitas tanah yang baik
adalah tanah tersebut memiliki ketersediaan unsur-unsur hara yang cukup dan
seimbang untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hardjowigeno 1995).
Habitat tanah didefinisikan sebagai keseluruhan organisme hidup yang
mendiami tanah, termasuk tanaman, hewan, dan mikroorganisme serta lingkungan
abiotik mereka (Voroney 2007). Tanah adalah komponen penting dari ekosistem
darat yang juga termasuk udara, air, tanaman, dan organisme lainnya. Tanah yang
sehat penting untuk integritas ekosistem darat agar tetap utuh atau pulih dari
gangguan seperti kekeringan, perubahan iklim, serangan hama, polusi, dan
eksploitasi manusia termasuk pertanian (Ellert et al. 1997). Kualitas tanah
dipengaruhi oleh sejumlah sifat fisik, kimia, biologi, mikrobiologi, dan biokimia.
Sifat mikrobiologi dan biokimia merupakan sifat yang paling sensitif terhadap
perubahan kondisi tanah. Kegiatan mikrobiologi tanah langsung mempengaruhi
stabilitas ekosistem dan kesuburan tanah (Dick dan Tabatabai 1992; Bouma
2002).
Pertanian konvensional berperanan penting dalam meningkatkan
kebutuhan pangan, tetapi sebagian besar pada proses pengelolaannya bergantung
pada pupuk kimia dan pestisida (Tu et al. 2006). Penggunaan bahan agrokimia
(pupuk dan pestisida) telah berhasil meningkatkan produksi berbagai komoditas
pertanian. Namun demikian, penggunaan bahan agrokimia tersebut dapat
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan (tanah, air, dan udara). Disisi
lain, pertanian organik menghindari penggunaan pupuk kimia dan pestisida
namun menekankan pada input organik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan
proses biologis untuk pengelolaan hama.
Dinamika Biomassa mikrob tanah memiliki hubungan langsung dengan
vegetasi diatasnya dan membentuk sistem ekofisiologis yang berkaitan dengan
status metabolisme mikrob (Anderson 2003). Keanekaragaman tumbuhan ini juga
mempengaruhi bahan organik dan anorganik dalam tanah. Keanekaragaman bahan
organik akan berdampak pada keanekaragaman aktivitas mikrob dalam tanah
karena aktivitas mikrob sangat spesifik tergantung bahan organik yang tersedia
dalam tanah (Mondal et al. 2014). Oleh sebab itu, dinamika mikrob tanah menjadi
penting bagi pertumbuhan tanaman. Dalam aplikasinya mikrob tanah
menghasilkan enzim yang mampu merombak bahan-bahan organik di luar sel.
Aktivitas mikrob tanah dapat berguna bagi pertumbuhan tanaman dan
mempengaruhi kesuburan tanah, karena mampu memperlancar siklus unsur hara
dan menyuplai horman serta enzim yang dibutuhkan oleh tanaman (Agus 1997).
Enzim tanah yang dihasilkan oleh mikrob berkaitan dengan siklus nutrisi,
aktivitas mikrobiologi tanah, dan erat kaitannya dengan praktek budidaya
tanaman. Enzim yang dihasilkan oleh mikrob memiliki peranan penting dalam
penyediaan unsur hara tanaman karena enzim terlibat dalam siklus unsur hara di

2
dalam sistem tanah tanaman. Terjadinya siklus dapat dilihat melalui aktivitas
mikrob yang tercermin pada aktivitas enzim yang terdapat dalam tanah (Pascual et
al. 2000; Gil-Stores et al. 2005; Trasar-Cepeda et al. 2008; Giacometti et al.
2013; Mao et al. 2013).
Enzim sebagai katalis dalam reaksi biokimia dalam tanah. Enzim tersebut
dapat bersifat intraselular di dalam sel hidup atau organisme mati dan ada pula
yang bersifat ekstraselular. Enzim tanah terbagi dalam tiga kelompok besar yakni
kelompok oksidoreduktase, kelompok transferase, dan kelompok hidrolase. Enzim
adalah suatu katalis, suatu substrat yang mempercepat reaksi, spesifik untuk reaksi
kimia tertentu. Tanaman dan mikrob memperoleh keperluan hidupnya dengan
menggunakan hasil hidrolisis yang sederhana seperti ammonium, asam amino,
dan gula dari reaksi-reaksi enzimatik. Aktivitas enzimatik dalam tanah sangat erat
hubungannya dengan aktivitas mikrob tanah. Perubahan faktor iklim, agronomi,
dan faktor lingkungan akan mempengaruhi aktivitas mikrob tanah yang
selanjutnya mempengaruhi reaksi enzimatik. Aktivitas enzim tanah dapat berperan
sebagai indikator kesuburan tanah atau pengendali beragam pengaruh akibat
perbedaan pengelolaan tanah.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui karakteristik kimia dan residu pestisida tanah beberapa
komoditas tanaman pada pertanian organik dan konvensional.
2. Mengetahui aktivitas mikrob tanah melalui aktivitas enzim-enzim tanah,
yaitu dehidrogenase, urease, dan selulase tanah beberapa komoditas
tanaman pada pertanian organik dan konvensional.
3. Mengetahui hubungan antara jumlah populasi bakteri dan kandungan Cmikrob (C-mik) tanah dengan aktivitas enzim-enzim tanah.
4. Mengetahui hubungan aktivitas enzim tanah dengan karakteristik kimia
dan residu pestisida tanah.

TINJAUAN PUSTAKA
Enzim Tanah
Enzim adalah biokatalis yang diproduksi oleh jaringan hidup. Enzim dapat
meningkatkan laju reaksi, karena itu enzim berfungsi sebagai biokatalisator dalam
sel dan sifatnya sangat khas. Enzim dikatakan bersifat khas karena bekerja pada
substrat tertentu dengan bentuk reaksi tertentu (Girindra 1993). Setiap bahan
organik dan mineral di dalam tanah dapat mempengaruhi aktivitas enzim secara
khusus. Enzim yang dapat diperoleh dari tanah terdiri dari kelompok enzim
oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase dan ligase. Sebagian
besar enzim yang diperoleh dari tanah berasal dari bakteri dan jamur. Hanya
sebagian kecil yang dihasilkan oleh tanaman dan hewan. Enzim memiliki
beberapa fungsi penting, diantaranya terlibat dalam siklus nutrisi, mempengaruhi
kesuburan secara efisien, merangsang aktivitas degradasi bahan organik dan
bertindak sebagai indikator perubahan tanah (Dick et al. 2000).

3
Dehidrogenase
Aktivitas dehidrogenase merupakan salah satu indikator metabolism
oksidatif mikrob yang berlangsung secara intraselular pada sel-sel hidup (viabel).
Di dalam tanah, dehidrogenase menjadi bagian integral dari sel-sel utuh dan tidak
berakumulasi secara ektraselular. Aktivitas dehidrogenase menunjukkan aktivitas
rata-rata populasi mikrob aktif. Pada lintasan katabolisme, reaksi biologis
berlangsung oksidatif dan eksergonik (menghasilkan energi). Berbagai
dehidrogenase spesifik mengkatalisis reaksi dehidrogenasi, yaitu memotong
hidrogen dari substrat bahan organik. Keseluruhan proses dehidrogenasi
dipresentasikan sebagai berikut:

dimana XH2 adalah senyawa organik (donor hidrogen dan elektron), A
adalah penerima hidrogen dan elektron, E adalah dehidrogenase, X adalah
senyawa hasil oksidasi dan AH2 adalah pereduksi. Enzim reaksi dehidrogenasi (E,
dehidrogenase) adalah suatu flavoprotein (protein yang mengandung gugus flavin)
yaitu dehidrogenase yang berikatan dengan koenzim NAD+ atau NADP+ dan
dehidrogenase yang berikatan dengan gugus flavin (suksinat dehidrogenase dan
acyl-CoA dehidrogenase). Ion H+ dan elektron yang lepas ditransfer ke salah satu
penerima (A) pyridin nukleotida, NAD+ atau NADP+ (tergantung kekuatan
potensial oksidasi-reduksi substrat). Koenzim FAD (flavin adenine dinukleotide)
berperan sebagai penerima hidrogen apabila pereduksi terlalu lemah untuk NAD
karena potensial oksidasi-reduksinya lebih positif dari NAD/NADH2. Melalui
koenzim NAD atau NADP, hidrogen mengalir ke rantai respirasi yang
bergandengan dengan fosforilasi oksidatif, yaitu reaksi pembentukan energi ATP
(Adenosine-5’- triphosphate).
Urease
Urease merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam hidrolisis
urea. Evaluasi daya hidrolisis urease pada berbagai macam tanah sangat penting
terutama pada tanah dengan kandungan C organik yang rendah dan pH yang
tinggi, pada tanah daerah tropis (Lehninger 1990). Urea dihidrolisis secara
enzimatik oleh urease, membentuk amonia dan karbon dioksida. Amonia dapat
terhidrolisis lebih lanjut menjadi amonium, dengan reaksi sebagai berikut:

Tingginya tingkat hidrolisis urea dapat mengakibatkan berkurangnya
amonia karena penguapan. Dalam konsentrasi yang tinggi, amonia dan nitrat
dapat meracuni tanaman. Dilain pihak, rendahnya tingkat hidrolisis urea dapat
meningkatkan pelepasan urea yang lembab, sesuai dengan sifat kelarutannya yang
tinggi dalam tanah. Hidrolisis urea berlangsung pada pH antara 7 sampai 8
(Schinner 1996). Aktivitas urease yang ditentukan pada satu periode inkubasi
dapat membantu dalam membandingkan aktivitas urease tanah dan mengevaluasi
inhibitor urease (Beri et al. 1978). Aktivitas enzim urease dapat ditentukan dengan

4
mengukur amonium yang dihasilkan. Untuk menetapkan jumlah amonium yang
dihasilkan dapat digunakan pereaksi Nessler (Vogel 1990). Setiap gugus amonium
hasil aktivitas urease diikat olah larutan merkuri iodida yang diindikasikan dengan
adanya perubahan intensitas warna. Perubahan intensitas warna tersebut dapat
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Alexander
1977). Untuk menentukan standar digunakan larutan amonium klorida. Reaksi
antara amonium yang dibebaskan oleh enzim urease dengan pereaksi Nessler
adalah sebagai berikut:

Selulase
Selulase adalah kelompok enzim yang menguraikan selulosa menjadi
glukosa. Enzim selulase merupakan enzim larut air, namun mampu
menghidrolisis molekul yang tidak larut air seperti selulosa. Enzim selulase terdiri
dari tiga faktor pemecah, pertama faktor C1, yaitu diperlukan untuk
menghancurkan selulosa dalam bentuk kristal dengan tingkat polimerase tinggi.
Faktor kedua β-glukase, yang terbagi dalam dua jenis yaitu endo-1,4 β -glukonase
(Cx-selulase atau karboksimetilselulase) yaitu enzim yang memutuskan ikatan β 1,4- glikosidik secara acak dan ekso-1,4 β-glukose, yaitu enzim yang memecah
rantai selulosa pada bagian ujung luar. Faktor ketiga -glikosidase yang memiliki
afinitas tinggi terhadap molekul kecil (Winarno 1995).
Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut air, dan ditemukan
didalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, terdiri dari
10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β1-4 glukosida.
Rantai D-glukosa pada selulosa membentuk konformasi yang melebar dan
mengalami pengelompokan antar sisi menjadi serat yang tidak larut air (Lehninger
1997). Enzim selulase diekskresikan dari berbagai jenis bakteri secara
ekstraselular. Contoh mikrob yang menghasilkan selulase antara lain Myrothecium
verrucaria, Penicillium pusilum, Chaetomium sp, Fisarium sp, Trichoderma
viridae, T. Reesei, Aspergilus oryzae, A dan Clostridium (Suhartono 1989).
Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tanah
Gianfreda dan Bollag (1996) secara garis besar mengelompokkan
faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas enzim menjadi dua faktor, yaitu faktor
alam (musim dan fisiokimia) dan faktor anthropogenik.
1. Faktor Alam
1.1. Faktor Musim
Perubahan musim akan mempengaruhi aktivitas dan populasi mikrob
tanah yang selanjutnya mempengaruhi reaksi enzimatik. Aktivitas enzim
cenderung meningkat pada saat musim panas atau musim semi, dan
terendah aktivitasnya pada musim dingin karena pada suhu yang lebih
rendah dari 2 ºC enzim menjadi tidak aktif. Iklim juga mempengaruhi

5
pelepasan N tersedia dari bahan organik (Tisdale et al. 1985; Gianfreda
dan Bollag 1996; Sardans 2005).
1.2. Faktor Fisiokimia
a. C-organik dan N-total
Aktivitas enzim tanah sering berkorelasi langsung dengan kandungan
C-org dan N-total yang mencerminkan kandungan bahan organik tanah.
Beberapa enzim berasosiasi dengan bahan organik tanah. Aktivitas mikrob
dan enzim dalam tanah dapat dirangsang, serta karakteristik fisik tanah dapat
ditingkatkan akibat perombakan bahan organik. Seiring dengan penurunan
kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi kedalaman tanah maka
aktivitas mikrob dan enzim makin rendah. Aktivitas enzim tanah dapat
meningkat dengan penambahan bahan organik maupun inorganik dalam tanah
(Anas, 1988; Gianfreda dan Bollag 1996; Siallagan 2004).
b. pH
Derajat kemasaman dan kebasaan tanah merupakan faktor penting
terhadap pergerakan aktivitas enzim dalan tanah. Perubahan konsentrasi H+
mempengaruhi enzim, substrat dan kofaktor melalui derajat ionisasi dan
larutan. Umumnya terdapat pH optimum agar suatu enzim dapat berfungsi
maksimum, dan aktivitas enzim akan menurun pada pH yang lebih tinggi atau
lebih rendah (Lakitan 1993; Gianfreda dan Bollag 1996).
c. Temperatur
Reaksi enzimatik sama halnya dengan reaksi kimia yang lain yaitu
apabila temperatur meningkat maka kecepatan reaksi meningkat. Enzim
merupakan protein yang pada temperatur tinggi akan mengalami denaturasi
(alterasi struktur molekul enzim), maka enzim memiliki temperatur yang
apabila melebihi temperatur tertentu akan rusak, pada umumnya >60 ºC (Anas
1988). Sedangkan pada suhu rendah (mendekati titik beku) biasanya enzim
menjadi tidak aktif namun tidak rusak. Sama halnya dengan pH, enzim
memiliki suhu optimum agar dapat berfungsi maksimum (Lakitan 1993).
d. Populasi mikrob, respirasi dan kandungan C-biomassa tanah
Aktivitas enzim tanah meningkat seiring dengan meningkatnya
populasi mikrob dan respirasi tanah. Aktivitas enzim ini tertinggi berada
dalam zona rhizosfer di mana aktivitas dan populasi mikrobnya tinggi, dan
terakumulasi dari akar tanaman (Tisdale et al. 1985). Berdasarkan penelitian
Tabatabai dan Klose (1999), serta Siallagan (2004) kandungan C-mik
memberikan pengaruh positif terhadap aktivitas enzim tanah. Selain itu,
sumber utama enzim sekaligus indeks aktivitas mikrob terbaik sebagai
cerminan tingkat kesuburan tanah. Pengkayaan tanah dengan beberapa sumber
energi akan mempengaruhi mekanisme produksi dan aktivitas enzim
(Gianfreda dan Bollag 1996).
2. Faktor Anthropogenik
a. Substrat enzim
Nilai reaksi-reaksi enzim dibatasi oleh banyak sedikitnya enzim
dan substrat jika faktor lingkungan lainnya dianggap konstan. Perlu
diketahui bahwa ketersediaan substrat dalam tanah mempengaruhi induksi
enzim spesifik oleh organisme tertentu atau meningkatkan pertumbuhan

6
mikrob, di mana kesemuanya mempengaruhi tingkat aktivitas enzim
(Lakitan 1993; Gianfreda dan Bollag 1996).
b. Pemupukan dan pestisida
Pengaruh pupuk (organik maupun inorganik) pada aktivitas enzim
tanah dipengaruhi oleh jenis tanah, jenis enzim dan waktu aplikasi pupuk.
Dampak tersebut dapat disebabkan oleh perubahan karakteristik tanah
seperti kelembaban tanah dan konsentrasi, serta ketersediaan nutrisi berupa
bahan organik atau inorganik. Seperti halnya penambahan pupuk N yang
mempengaruhi aktivitas beberapa enzim karena pengaruhnya terhadap
kandungan C. Meskipun pestisida memiliki manfaat dalam memberantas
hama dan penyakit tanaman, namun ada anggapan tentang dampak
kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Pemakaiannya dalam tanah
dapat mempengaruhi proses biokimia maupun mikrob tanah. Secara umum
dampak penggunaan pestisida terhadap aktivitas enzim tanah tergantung
beberapa faktor seperti bahan kimia alami dan dosis pestisida, jenis enzim
dan tanah, serta skala penggunaannya (Gianfreda dan Bollag 1996).
Siallagan (2004) mengemukakan bahwa tanah yang menerima pupuk dan
pestisida secara intensif memiliki aktivitas enzim lebih rendah
dibandingkan dengan kurang intensif.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian berlangsung dari Febuari 2015 hingga Juli 2015. Lokasi
pengambilan sampel dilakukan di lima Kecamatan yang berbeda yakni di
Kecamatan Megamendung dan Cisarua Kabupaten Bogor (Gambar 1) serta
Kecamatan Rajapolah, Manonjaya, dan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya
(Gambar 2). Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lahan dengan 5 komoditas
yang berbeda, yakni: brokoli, tomat, jagung, wortel, dan padi seperti yang
disajikan pada Tabel 1.
Table 1. Lokasi Pengambilan Sampel
Pemilik/penggarap

Lokasi

Pertanian Diana

Megamendung

Budidaya
Pertanian
Organik

Megamendung

Konvensional

Cisarua

Organik

Cisarua

Konvensional

Cisayong

Organik

Rajapolah

Konvensional IP
3
Konvensional IP
2

Permata Hati

Pa Kribo

Manonjaya

Komoditas

Koordinat

Brokoli dan
Tomat
Brokoli dan
Tomat
Jagung dan
Wortel
Jagung dan
Wortel
Padi

-6,7027 LS
106,9206 BT
-6,7083 LS
106,9228 BT
-6,6875 LS
106,9580 BT
-6,6875 LS
106,9239 BT
-7,2491 LS
108,1911 BT
-7,2343 LS
108,1824 BT
-7,4166 LS
108,2925 BT

Padi
Padi

7

Gambar 1 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Bogor
s

Gambar 2 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Tasikmalaya

8
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: sampel tanah yang
sudah dipisahkan dari kerikil dan akar, Buffer Tris-HCl 0,1 M (pH 7,8; pH 7,6;
pH 7,4), larutan Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC) 3%, larutan standar
Triphenyl Formazen (TPF) 500 ppm, metanol, larutan substrat Urea 10%,
pereaksi Nessler, larutan KCl 1 M, larutan standar ammonium (100 μg NH4+N/mL), Buffer Sitrat 0,05 M (pH 4,8), Carboxil Methyl Cellulose (CMC) 1% ,
Pereaksi Dinitrosalisic acid (DNS), larutan standar glukosa (10 mg/mL),
Chloroform murni, batu didih, vaselin, alkohol 95%, indikator fenolftalein (PP),
indikator Methyl Orange (MO), akuades, KOH 0,5 N, Nutrient Agar (NA), dan
Larutan Fisiologis (LF).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berbagai macam
peralatan gelas (cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas vial, gelas ukur,
labu takar), shaker, incubator, spectrophotometer, pH meter, centrifuge, tabung
sentrifius, laminar air flow, pipet mikro, oven, desikator bervakum, stirrer, dan
ruang asam.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit pada kedalaman 0-10
cm, (dekat dengan perakaran) karena pada kedalaman 0-10 cm populasi dan
aktivitas mikrob tinggi, serta pengaruh penggunaan dan pengolahan lahannya
lebih nyata. Tanah kemudian diayak dengan ayakan ukuran 9 mess (2 mm) dan
disimpan dalam plastik klip, serta diletakkan dalam ruang dingin (16 ºC) sebelum
dilakukan analisis agar sifat biologi tanahnya tidak berubah.
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah, Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Bogor. Adapun analisis
sifat fisik tanah meliputi tekstur tanah, sedangkan sifat kimia tanah meliputi: Corganik, N-total, P-potensial, P-tersedia, K-potensial, K-tersedia, KTK, dan pH
tanah (Tabel 1).
Table 2. Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Parameter
Tekstur
C-organik
N-total
P-potensial
P-tersedia
K-potensial
K-tersedia
KTK
pH

Metode Analisis
Pipet
Walkey and Black
Kjeldahl
Ekstrak HCl 25%
Olsen
Ekstrak HCl 25%
Morgan
NH4OAc 1 N pH 7
pH meter

9
Analisis Residu Pestisida Tanah
Analisis residu pestisida tanah dilakukan di Laboratorium Residu Bahan
Agrokimia Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Bogor. Adapun analisis residu
pestisida tanah dilakukan terhadap kadar organoklorin tanah (lindan, aldrin,
heptaklor, dieldrin, DDT, endosulfan); organofosfat (diazinon, fenitrotin,
metidation, paration, profenofos); dan karbamat (karbofuran, MIPC, BPMC). Gas
kromatografi digunakan sebagai metode dalam analisis residu pestisida tanah.
Analisis Biologi Tanah
Analisis biologi tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah,
Balittanah Bogor. Adapun parameter yang dianalisis meliputi enzim
dehidrogenase, enzim urease, enzim selulase, kandungan C-mik, dan jumlah
populasi mikrob tanah.
Enzim Dehidrogenase Tanah
Sampel tanah ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukan ke dalam gelas vial,
kemudian ditambahkan 2 mL TTC dan 2 mL Buffer Tris HCl (untuk blanko
ditambahkan 4 mL Buffer Tris HCl). Kemudian dihomogenkan menggunakan
vortex dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Setelah 24 jam, 20 mL
methanol ditambahkan ke dalam masing-masing glass vial dan dikocok selama 2
jam dengan shaker linier 125 rpm. Suspensi tanah disaring dengan kertas saring
whatman no 5 yang telah dibasahi dengan metanol. Filtrat ditampung dalam labu
volumetrik 50 mL, kemudian dibilas 2 kali dengan metanol. Volume filtrat dalam
labu volumetrik ditera dengan metanol. Setelah itu, optical density (absorbansi)
filtrat diukur pada panjang gelombang 485 nm. Pengukuran harus dilakukan di
ruangan dengan cahaya minimum (tanpa nyala lampu), karena TTC dan TPF
sangat peka terhadap cahaya.
Larutan standar TPF dipipet 0.00, 0.05, 0.10, 0.15, 0.20, dan 0.25 mL dalam
labu takar 25 ml dan volumenya ditera 25 ml dengan metanol untuk mendapatkan
konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm. Kemudian larutan
standar diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 485 nm. Kurva
standar adalah hubungan antara nilai absorbansi (Y) dengan konsentrasi TPF (X).
Perhitungan
 Persamaan linier kurva standar ditentukan sebagai berikut:
dimana Y adalah absorbansi, X adalah konsentrasi
2
TPF, dan R adalah koefisien determinan.
 Konsentrasi TPF ditentukan dengan persamaan tersebut.
 Nilai aktivitas dehidrogenase (DHA) dihitung dengan persamaan berikut:
(

)

Enzim Urease
Pengukuran aktivitas enzim urease menggunakan metode Schinner et al.
(1996). Sampel tanah ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukan ke dalam botol,
kemudian 2.5 mL substrat urea ditambahkan ke dalam sampel dan 2.5 mL
akuades ke dalam kontrol. Botol ditutup dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 2
jam. Setelah itu 2.5 mL akuades ditambahkan ke dalam sampel dan 2.5 mL

10
substrat ke dalam kontrol, kemudian 50 mL larutan KCl ditambahkan, dikocok
selama 30 menit dan disaring. Filtrat dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung
reaksi, kemudian 0.2 mL pereksi Nessler dan 9 mL akuades ditambahkan ke
dalam tabung reaksi dan dihomogenkan. Setelah didiamkan selama 10 menit,
absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.
Larutan standar amonium dipipet masing-masing 0.00, 0.50, 0.75, 1.00,
1.25, 1.50, dan 2,5 mL ke dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan akuades.
Setiap deret konsentrasi larutan standar amonium dipipet masing-masing 1 mL ke
dalam tabung reaksi, kemudian 9 mL akuades dan 0.2 mL pereaksi Nessler
ditambahkan ke dalam tabung reaksi, larutan standar dihomogenkan. Setelah
didiamkan selama 10 menit, absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 420 nm.
Pengukuran aktivitas enzim urease dinyatakan sebagai unit/gram tanah,
dihitung berdasarkan rumus:

Keterangan :
S
C
10
A
B
%dm
a
b

= konsentrasi sample (µg NH4+)
= konsentrasi kontrol (µg NH4+)
= faktor pengenceran
= volume Ekstrak (mL)
= bobot Tanah (g)
= factor untuk bobot kering tanah
= bobot molekul NH4+ (g/mol)
= waktu inkubasi

Enzim Selulase
Aktivitas enzim selulase dengan metode Hope and Burns (1987). Sampel
tanah ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukan ke dalam tabung sentrifus,
kemudian 0,5 mL substrat CMC dan 5 mL buffer sitrat ditambahkan ke dalam
sampel. Botol ditutup dan diinkubasi pada suhu 40°C selama 16 jam di shaking
waterbath incubator (untuk kontrol dilakukan tanpa inkubasi 16 jam). Setelah 16
jam inkubasi, sampel dan kontrol disentrifus selama 10 menit pada 2500 gravity.
Filtrat 1 mL dimasukan ke tabung reaksi kemudian 1 mL DNS dan 2 mL akuades
ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Semua tabung reaksi dipanaskan di dalam
air mendidih 100ºC selama 15 menit agar terjadi reaksi antara glukosa dan DNS.
Tabung reaksi didinginkan dan ditambah akuadest hingga volumenya 10 mL
kemudian dikocok agar homogen. Absorbansi tiap larutan diukur pada 540 nm.
Kurva standar diukur dengan membuat larutan standar glukosa 10 mg/mL.
Satu mililiter akuades dimasukan ke dalam tabung reaksi kosong dan lima tabung
reaksi lainnya diisi dengan 1 mL larutan standar glukosa (0,5 - 2 mg/mL). 1 mL
DNS dan 2 mL akuades ditambahkan tiap tabung reaksi. Semua tabung reaksi
dipanaskan di dalam air mendidih 100ºC selama 15 menit agar terjadi reaksi
antara glukosa dan DNS. Tabung reaksi didinginkan dan ditambah akuadest
hingga volumenya 10 mL kemudian dikocok agar homogen. Absorbansi tiap
larutan diukur pada 540 nm.

11
Pengukuran aktivitas enzim selulase dinyatakan sebagai unit/g tanah,
dihitung berdasarkan rumus
dimana Y adalah absorbansi dan X adalah konsentrasi glukosa.

Kandungan C-mik
Pengukuran Kandungan C-mik dilakukan dengan metode fumigasi-inkubasi
(Kuhnert dan Finkemagel 1995) sampel diuji dengan cara sebagai berikut:
Proses Fumigasi :
Sampel tanah ditimbang 50 gram, dimasukan dalam beker glass 50 mL.
Chloroform murni dimasukan dalam beker glass. Batu didih dimasukan ke dalam
beker glass berisi chloroform murni. Sampel tanah dan choloroform murni
dimasukan ke dalam desikator yang telah terhubung dengan alat vacum. Tissue
dibasahkan dengan air lalu dimasukan ke dalam desikator (ditempatkan pada sela
sela sampel tanah). Alat vacuum dinyalakan hingga choloroform terlihat mendidih
selama 15 menit. Setelah itu alat vacuum dimatikan. Desikator ditutup dengan
kain hitam atau disimpan dalam ruangan gelap selama 24 jam. Tissue dan sampel
dikeluarkan dan desikator dibersihkan dari uap choloroform. Sampel tanah
dimasukan kembali ke dalam desikator kemudian divacum selama 30 menit.
Sampel dikeluarkan dan dipindahkan ke dalam kolom PVC kemudian
ditambahkan 1 gram sampel tanah yang tidak difumigasi ke masing-masing
sampel, aduk rata. Sampel tanah 50 gram yang tidak difumigasi dimasukan ke
dalam kolom PVC sebagai kontrol.
Proses Inkubasi :
Sampel tanah dalam kolom PVC dimasukan ke toples inkubasi. KOH 0,5
N dan akuades masing-masing 10 mL dalam gelas beker dimasukan ke dalam
toples inkubasi. Toples ditutup rapat dan diinkubasi selama 10 hari dalam ruangan
gelap pada suhu ruang. Pada hari ke10, gelas beker yang berisi KOH dikeluarkan
lalu ditambahkan tiga tetes indikator PP kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N
sampai warna larutan hilang. Volume HCl 1 dicatat. Kemudian tambahkan 3 tetes
indikator MO dan dititrasi kembali dengan HCl 0,5 N sampai warna berubah
menjadi pink. Volume HCl 2 dicatat.
(untuk kontrol dilakukan hal yang sama tanpa memasukan sampel tanah ke dalam
toples)
Perhitungan kandungan C-mik dinyatakan dengan dihitung dengan persamaan :

perhitungan baik fumigasi dan non fumigasi menggunakan rumus respirasi tanah
sebagai berikut :
Keterangan : a
b
t
6

: mL HCl sampel tanah
: mL HCl Kontrol (toples tanpa tanah)
: Normalitas HCl
: Faktor koreksi mg C-CO2

12
Jumlah Populasi Bakteri
Penetapan jumlah populasi bakteri menggunakan metode cawan hitung
dengan menggunakan media Nutrient Agar inkubasi 1 hari.
Analisis Data
Dilakukan uji korelasi untuk melihat hubungan sifat-sifat kimia tanah
dengan aktivitas enzim-enzim tanah dengan menggunakan Microsoft Exel pada
taraf 5% dan 1%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Budidaya pertanian di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pertanian
organik dan konvensional. Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian
yang mengandalakan bahan-bahan alami seperti kompos, pupuk kandang, dan
pupuk hijau tanpa menggunakan bahan sintetis (agrokimia), sementara pertanian
konvensional adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan input bahan
kimia terutama pupuk kimia dan pestisida. Pertanian konvensioanal meliputi
indeks pertanaman 100% (IP 1), indeks pertanaman 200% (IP 2), dan Indeks
pertanaman 300% (IP 3). Perbedaan indeks pertanaman ini berkaitan dengan
intensitas pertanaman dalam satu tahun. Indeks pertanaman 100% diartikan
sebagai pertanaman satu kali dalam satu tahun, indeks pertanaman 200% diartikan
sebagai pertanaman dua kali dalam satu tahun sementara indeks pertanaman 300%
diartikan sebagai pertanaman tiga kali dalam satu tahun.
Lokasi pengambilan sampel tanah berada di Kabupaten Tasikmalaya
mencakup dua indeks pertanaman pada pertanian konvensional, yaitu IP 2 dan IP
3 sementara pertanian organik hanya mencakup IP 3. Intensitas pemupukan
berkaitan pula dengan indeks pertanaman. Setiap musim tanam, petani biasanya
memberikan pupuk untuk padi konvensional berkisar 100 Kg/ha urea dan 250
Kg/ha NPK, sementara pada pertanian padi organik memberikan input berupa
bahan organik yakni pupuk kandang 7 ton/ha dan kompos 7 ton/ha. Produktivitas
lahan padi konvensional berkisar 5-6 ton/ha, sementara padi organik berkisar 7-8
ton/ha. Lokasi pengambilan sampel tanah di Kabupaten Bogor hanya mencakup
IP 3 baik pertanian organik dan konvensional. Pupuk yang diberikan pada
pertanian konvensional berupa NPK dan urea sementara pada pertanian organik
berupa pupuk kandang, kompos, dan pupuk hijau.
Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah
Data kadar karbon organik (C-org) dan total nitrogen (N-total) disajikan
pada Gambar 3; kapasitas tukar kation (KTK) dan pH tanah disajikan pada
Gambar 4; fosfor potensial (P-HCl 25%) dan fosfor tersedia (P-tersedia) disajikan
pada Gambar 5; dan kalium potensial (K-HCl 25%) dan kalium tersedia (Ktersedia) disajikan pada Gambar 6.

13

Gambar 3. Kadar C-organik dan N-total Tanah Beberapa Komoditas Tanaman
pada Pertanian Organik dan Konvensional.
Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar C-org dan N-total pada pertanian
organik > pertanian konvensional. Hal ini disebabkan karena pada pertanian
organik petani menggunakan bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau kompos
dan lain-lain) dalam jumlah jauh lebih banyak dibandingkan pertanian
konvenisonal. Hasil wawancara langsung dengan petani menunjukkan bahwa
petani menggunakan bahan organik 7-20 ton/ha/musim, sedangkan pada pertanian
konvensional, petani hanya mengandalkan pupuk anorganik. Selain itu, ini juga
menunjukkan bahwa bahan organik yang digunakan pada pertanian organik
merupakan sumber C-org dan N-total tanah.

Gambar 4. KTK dan pH Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian
Organik dan Konvensional.
Kapasitas tukar kation tanah pada pertanian organik > pertanian
konvensional. Demikian pula pH tanah pada pertanian organik > pertanian
konvensional. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kadar C-org tanah pada
pertanian organik > pertanian konvensional (Gambar 3). Bahan Organik dapat
menyumbangkan nilai KTK tanah secara signifikan, sehingga semakin tinggi Corg tanah semakin tinggi pula KTK tanahnya.
Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar P-potensial dan P-tersedia tanah
pada pertanian organik > pertanian konvensional. Demikian pula Gambar 6
menunjukkan bahwa kadar K-potensial dan K-tersedia tanah pada pertanian
organik > pertanian konvensional. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kadar

14
C-org tanah pada pertanian organik > pertanian konvensional (Gambar 3). Bahan
organik tanah dapat mensuplai ketersediaan hara di dalam tanah.

Gambar 5. Kadar P-potensial dan P-tersedia Tanah Beberapa Komoditas Tanaman
pada Pertanian Organik dan Konvensional.

Gambar 6. Kadar K-potensial dan K-tersedia Tanah Beberapa Komoditas
Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.
Menurut Agus (2000), pupuk organik berbeda dengan pupuk kimia buatan,
dimana pupuk organik dapat menyediakan berbagai unsur hara baik makro
maupun mikro, sedangkan pupuk kimia buatan hanya menyediakan satu atau
beberapa hara tertentu saja. Wiwik dan Widowati (2006); Ruskandi dan Odih
(2003); dan Abdul (2009) juga mengemukakan bahwa pupuk organik memberikan
kontribusi hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan hara mikro (Cu, Mn, Zn, dan
Fe).
Tabel 3 menunjukkan bahwa kontribusi hara dari bahan organik pada
pertanian organik jauh lebih besar dibandingkan kontribusi hara dari pupuk
anorganik pada pertanian konvensional (Tabel 4). Bahan organik pada pertanian
organik memberikan kontribusi hara C, N, P, dan K berturut turut adalah 4978,
216, 49, dan 482 Kg/ha, sedangkan pupuk buatan memberikan kontribusi C, N, P,
dan K hanya 0, 83, 16, dan 31 Kg/ha. Selain itu, tingkat ketersediaan hara pada
pertanian organik itu perlahan-lahan (slow release) karena tingkat ketersediaan
hara tergantung dari tingkat dekomposisi bahan organik. Sementara itu
ketersediaan hara pada pertanian konvensional terutama N dan K dari pupuk urea
dan NPK mudah larut dalam air sehingga gampang tercuci.

15
Meskipun kadar hara yang dikandung pupuk organik relatif rendah, namun
karena pemberian bahan organik dalam jumlah sangat banyak maka kontribusi
haranyapun lebih besar. Selain itu, bahan organik berperan terhadap sifat kimia
tanah jauh melebihi pupuk kimia buatan. Peranan pupuk organik terhadap sifat
kimia tanah adalah sebagai: (a) penyedia hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan
mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), (b) meningkatkan Kapasitas Tukar
Kation (KTK) tanah, dan (c) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion
logam beracun seperti Al, Fe, dan Mn sehingga logam-logam ini tidak meracuni.
Duxbury, Smith dan Doran (1989) juga mengemukakan bahwa dekomposisi
bahan organik menghasilkan residu yang berupa humus dimana fraksi koloid
organik mampu menggabungkan mineral-mineral tanah menjadi agregat. Bahan
organik memiliki daya jerap kation yang lebih tinggi daripada koloid liat,
sehingga penambahan bahan organik pada tanah akan meningkatkan nilai
KTKnya.
Tanah pada pertanian organik memiliki pH rata-rata > pertanian
konvensional. Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan pH pada tanah
masam. Menurut Nursyamsi dan Suprihati (2005), pemberian pupuk organik
berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan pH tanah andisols. Bahan organik
yang terkandung di dalam kompos (pupuk kandang) dapat menghasilkan asamasam humat dan fluvat yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al3+ di
dalam larutan tanah yang menyebabkan Al di dalam tanah menjadi berkurang
sehinnga pH tanah meningkat.
Table 3. Kontribusi Hara dari Pupuk Kandang, Pupuk Hijau dan Kompos pada
Pertanian Organik.
Hara

Kadar Hara (%)
Pupuk
1)
Kandang
16
0.3
0.2
0.15

C
N
P
K

Pupuk
2)
Hijau
20
0.92
0.29
1.39

Kompos
35.11
1.86
0.21
5.35

Kadar Hara (Kg/ha)
3)

Pupuk
kandang
1120
21
14
10.5

pupuk
hijau
1400
64.4
20.3
97.3

Kompos

Jumlah
(Kg/ha)

2457.7
130.2
14.7
374.5

4978
216
49
482

Note: pupuk kandang = 7 ton/ha, pupuk hijau = 7 ton/ha, dan kompos = 7 ton/ha.
1) Wiwik dan Widowati (2006)
2) Ruskandi dan Odih (2003)
3) Abdul Munif (2009)
Table 4. Kontribusi Hara dari Pupuk Urea dan NPK pada pertanian Konvensional.
Hara

C
N
P
K

Kadar Hara (%)
Urea
45
-

Kadar Hara (Kg/ha)
NPK
15.0
6.5
12.5

Urea
45
-

Note : Urea = 100 Kg/ha dan NPK = 250 Kg/ha.

NPK
37.5
16.4
31.3

Jumlah (Kg/ha)

83
16
31

16
Residu Pestisida di dalam Tanah
Residu pestisida tanah komoditas tomat dan padi pada pertanian organik
dan konvensional disajikan pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa
residu pestisida terdapat di tanah pada komoditas tomat konvensional, padi
konvensional IP 2 dan padi konvensional IP 3. Hal tersebut berkaitan erat dengan
penggunaan pestisida (herbisida, fungisida, dan insektisida) yang tidak bijaksana
pada komoditas tersebut di pertanian konvensional.
Pertanian konvensional atau pertanian modern sering dikritik kurang
ramah lingkungan, mengurangi keragaman hayati, serta mengakibatkan sistem
produksi terlalu bergantung pada input anorganik dari luar ekosistem yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem produksi (Soemarno 2001). Dalam
penerapan dibidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran.
Kurang lebih hanya 20% pestisida mengenai sasaran sedangkan 80% lainnya jatuh
ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan
pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat racun bahan pestisida
dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Table 5. Residu Pestisida Tanah Komoditas Tomat dan Padi pada Pertanian
Organik dan Konvensional.
Konsentrasi Residu (ppm)
Tomat
Organik

Tomat
Konvensional

Padi
Organik

Padi
Konvensional
IP 2

Padi
Konvensional
IP 3

Lindan

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Aldrin

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Heptaklor

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Dieldrin

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

DDT

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Endrin

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Endosulfan

Trace

Trace

Trace

Trace

0,01

Diazinon

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Fenitrotin

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Metidation

Trace

0,034

Trace

0,01

0,018

Paration

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Profenofos

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Karbofuran

Trace

0,025

Trace

Trace

Trace

MIPC

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

BPMC

Trace

Trace

Trace

Trace

Trace

Analisa

ORGANOKLORIN

ORGANOFOSFAT

KARBAMAT

17
Hasil analisis residu pestisida menunjukkan bahwa pada komoditas tomat
dan padi baik IP 2 maupun 3 di pertanian konvensional terdeteksi senyawa residu
pestisida yakni dari kelompok organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Tanah
pada komoditas tomat konvensional terdeteksi 0,034 ppm metidation golongan
organofosfat dan 0,025 ppm karbofuran golongan karbamat, tanah pada padi
konvensional IP 2 terdeteksi 0,01 ppm metidation golongan organofosfat dan
tanah pada padi konvensional terdeteksi 0,01 ppm endosulfan golongan
organoklorin dan 0,019 ppm metidation golongan organofosfat. Budidaya
pertanian organik baik tanah komoditas padi maupun tomat tidak terdeteksi
senyawa residu pestisida dari ketiga golongan tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara petani, pada lokasi pertanian konvensional petani menggunakan`
herbisida dan insektisida ketika musim tanam berlangsung.
Aktivitas Enzim Dehidrogenase Tanah
Aktivitas dehidrogenase tanah (DHA) beberapa komoditas tanaman pada
pertanian organik dan konvensional disajikan pada Gambar 7. Gambar tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas enzim dehidrogenase tanah semua komoditas
tanaman pada pertanian organik lebih tinggi daripada pertanian konvensional.
Tanah pada komoditas padi konvensional IP 2 memiliki aktivitas enzim
dehidrogenase lebih tinggi daripada tanah komoditas padi konvensional IP 3.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada pertanian organik komoditas tomat,
wortel, jagung, brokoli, dan padi memilik DHA tanah berturut-turut 10,89, 7,78,
9,57, 15,71, dan 20,3 µg TPF/g sample kering/jam; sedangkan pada pertanian
konvensional komoditas tomat, wortel, jagung, brokoli, dan padi memiliki DHA
tanah berturut-turut hanya 4,29, 0,99, 1,88, 2,16, dan 1,46, 2,77 µg TPF/g sample
kering/jam.
Aktivitas enzim dehidrogenase tanah berkaitan erat dengan kadar bahan
organik tanah. Semakin tinggi kadar bahan organik tanah, semakin tinggi pula
aktivitas enzim dehidrogenase tanah. Pemberian bahan organik (pupuk kandang,
kompos, MOL, dan lain-lain) pada pertanian organik jauh lebih tinggi
dibandingkan pada pertanian konvensional (Gambar 3, Tabel 3, dan Tabel 4).
Hasil wawancara langsung dengan petani saat pengambilan contoh tanah
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos
masing-masing 7 ton/ha pada pertanian organik intensif diberikan sebelum tanam.
Aktivitas dehidrogenase merupakan salah satu indikator metabolisme
oksidatif mikrob yang berlangsung secara intraselular pada sel-sel hidup (viabel).
Di dalam tanah, dehidrogenase menjadi bagian integral dari sel-sel utuh dan tidak
berakumulasi secara ektraselular. Aktivitas dehidrogenase menunjukkan aktivitas
rata-rata populasi mikrob aktif. Salah satu indikator biologi tanah untuk melihat
kualitas kesuburan tanah adalah dengan melihat aktivitas enzim dehidrogenase
yang mengoksidasi bahan organik tanah dengan mentransfer proton dan elektron
dari substrat ke aseptor. Aktivitas enzim dehidrogenase adalah bagian dari jalur
siklus respirasi mikrob tanah yang memberikan indikasi potensi kesuburan biologi
tanah yang berhubungan dengan proses biokimia.

18

Gambar 7. Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA) Tanah Beberapa Komoditas
Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.
Praktek budidaya pertanian baik organik maupun konvensional pada
dasarnya mempengaruhi aktivitas enzimatik di dalam tanah (Garcia et al. 2010).
Rata-rata aktivitas enzim dehidrogenase yang diperoleh menunjukkan bahwa
aktivitas enzim dehidrogenase pada pertanian organik lebih tinggi dibandingkan
pertanian konvensional (Gambar 7). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan
kandungan C-organik di kedua cara budidaya pertanian tersebut. Lokasi Diana
budidaya pertanian organik pada tanah komoditas tomat dan brokoli memiliki
kandungan C-organik tanah komoditas tomat dan brokoli pada pertanian organik
di lokasi Diana (5,38%) > pertanian konvensional di lokasi Megamendung Atas
(4,50%). Kandungan C-organik ini dapat menggambarkan kandungan bahan
organik di dalam tanah.
Moeskops et al. (2010) menyatakan bahwa bahan organik dapat
meningkatkan aktivitas enzim dehidrogenase tanah. Hal ini terli