Potensi Limbah Kulit Buah Xylocarpus granatum Koenig. sebagai Inhibitor Tirosinase

POTENSI LIMBAH KULIT BUAH
Xylocarpus granatum Koenig. SEBAGAI
INHIBITOR TIROSINASE

MOHAMAD GAZALI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Limbah Kulit Buah
Xylocarpus granatum sebagai Inhibitor Tirosinase adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2014

Mohamad Gazali
NIM C551120021

RINGKASAN
MOHAMAD GAZALI. Potensi Limbah Kulit Buah Xylocarpus granatum Koenig.
sebagai Inhibitor Tirosinase Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI dan IRMANIDA
BATUBARA.
Xylocarpus granatum merupakan salah satu tumbuhan mangrove yang tumbuh di
wilayah pesisir. X. granatum sudah dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai obat
tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit termasuk mencegah
hiperpigmentasi kulit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daya inhibisi
tirosinase ekstrak kulit buah X. granatum dan korelasi linear antara kandungan total
fenol dan aktivitas inhibisi tirosinase pada ekstrak kulit buah X. granatum. Buah
X. granatum diambil dan dikeringkan dioven setelah itu digiling dan dilakukan
penentuan kadar air dan kadar abu. Simplisia diekstraksi secara bertingkat dengan
metode maserasi dimulai dengan pelarut non-polar (n-heksana) kemudian diekstraksi
kembali dengan pelarut semi-polar (kloroform). Selanjutnya, diekstraksi kembali

dengan pelarut polar (metanol). Selanjutnya, dilakukan uji aktivitas inhibitor tirosinase
dengan menggunakan multi-well plate reader (ELISA) dan Penentuan kandungan total
fenol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Hasil kadar air sampel kulit buah X. granatum diperoleh nilai sebesar 8.40%.
Nilai ini menunjukkan bahwa sampel kulit buah X. granatum berupa simplisia (serbuk)
tahan lama untuk disimpan dalam jangka panjang. Hasil ekstraksi 3 pelarut yakni
n-heksana, kloroform dan metanol menggambarkan bahwa rendemen tertinggi diperoleh
dari ekstrak metanol sebesar 21.48%. Rendemen terendah diperoleh pada ekstrak
kloroform sebesar 1.87%.
Kandungan fitokimia ekstrak kasar kulit buah X. granatum yang terdiri atas
3 ekstrak yaitu ekstrak metanol, kloroform dan n-heksana. Ekstrak kasar n-heksana
mengandung komponen alkaloid non-polar. Sementara, ekstrak kasar kloroform
mengandung senyawa triterpenoid dan steroid semi-polar dan ekstrak kasar metanol
mengandung komponen flavonoid, saponin dan tanin. Intensitas endapan uji flavonoid
dan saponin ekstrak metanol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak lain
komponen-komponen polar karena komponen-komponen polar dari sampel banyak
terlarut dalam metanol. Senyawa flavonoid dan tanin pada sampel mengindikasikan
aktivitas sampel (ekstrak) sebagai inhibitor tirosinase.
Aktivitas inhibisi tirosinase menghasilkan nilai IC50 ekstrak metanol kulit buah
X. granatum sebesar 784.87 μg mL-1 (monofenolase) dan 1176.66 μg mL-1 (difenolase)

pada konsentrasi maksimum 2000 μg mL-1 sehingga ekstrak tersebut berpotensi sebagai
inhibitor tirosinase. Nilai IC50 asam kojat sebagai positif kontrol sebesar 46.64 μg mL-1
pada jalur monofenolase dan 204.08 μg mL-1 pada jalur difenolase. Sementara,
ekstrak n-heksana dan kloroform tidak mencapai inhibisi sebesar 50% pada
konsentrasi maksimum 2000 μg mL-1 sehingga tidak aktif sebagai inhibitor
tirosinase.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kandungan fenolik total memiliki
hubungan yang sangat kuat terhadap aktivitas inhibisi tirosinase (monofenolase dan
difenolase). Hubungan antara kandungan fenolik total (x) dan IC50 ekstrak kulit buah
X. granatum mempunyai koefisien korelasi R2 = 0.97 (y =-277.83x + 6668.8) pada
aktivitas monofenolase dan nilai koefisien korelasi R2 = 0.96 (y = -53.42x + 2319.2)
pada aktivitas difenolase. Hasil ini menunjukkan bahwa 97% pada aktivitas

monofenolase dan 96% pada aktivitas difenolase merupakan hasil kontribusi kelompok
senyawa fenolik seperti flavonoid, tanin dan saponin. Sisanya sebesar 3 atau 4%
ditentukan oleh variabel lain yang tidak diketahui

Kata kunci: fenolik, inhibisi, tirosinase, Xylocarpus granatum

SUMMARY

MOHAMAD GAZALI. the potential waste Xylocarpus granatum Koenig. as
Tyrosinase Inhibitor. Supervised by NEVIATY P. ZAMANI and IRMANIDA
BATUBARA.
Xylocarpus granatum is one of the mangrove trees that grow in the coastal area.
X. granatum has been already used by coastal community as a traditional medicine for
treating and preventing various diseases such as hyperpigmentation. The objectives of
this study were (1) to analyse tyrosinase inhibitory activity strength of X. granatum fruit
peel extract and (2) to determine linear correlation between total phenolic content and
tyrosinase inhibitory activities. X. granatum fruit was taken and dried using oven then
grinded and undertaken for the determination of ash and water contents. These simplicia
were extracted using maceration method that began with non-polar solvent (n-hexane),
chloroform (semi-polar) and methanol (polar). Moreover, tyrosinase inhibitory activity
was performed by using multi-well plate reader (ELISA) and the total phenolic content
was determined by using spectrophotometer UV-Vis.
The measurement of water content of X. granatum fruit peel gave a result of
8.40%. This value indicates that X. granatum fruit peel in form of simplicia (powder)
was preserved for long-term storage. The results of 3 solvents extraction of n-hexane,
chloroform and methanol illustrated that the highest yield afforded was from the
methanol extract (21.48%) while the lowest yield was obtained from the chloroform
extract (1.87%).

Phytochemical content of the crude extract of X. granatum fruit peel consists of
3 extracts (compounds), namely methanol, chloroform and n-hexane. Crude n-hexane
extract contains alkaloids non-polar compounds. Meanwhile, crude chloroform extract
contains triterpenoids and steroidal semi-polar compounds and crude methanol extract
contains flavonoids, saponins and tannins compounds. The intensity of the test residue
extract flavonoids and saponins from methanol extract was higher than the other polar
compounds because most of the polar compounds samples were dissolved in methanol.
Flavonoids and tannins compounds in the sample indicate the sample activity (extract)
as an inhibitor of tyrosinase. In determining the tyrosinase inhibitory activity, the IC50
value from methanol extract of X. granatum fruit peel was 784.87 μg mL-1
(monophenolase) and 1176.66 μg mL-1 (diphenolase). The results hence demonstrate
that the extracts have a potential as a tyrosinase inhibitor.
The results showed a strong relationship between total phenolic content and
tyrosinase inhibitory activity (monophenolase and diphenolase). The relationship
between total phenolic content (x) and IC50 extracts of X. granatum fruit peel have a
correlation coefficient equal to R2 = 0.97 (y =-277.83x + 6668.8) in monophenolase
activity and R2 = 0.96 (y = -53.42x + 2319.2) in diphenolase activity. These results
indicate that the monophenolase activity (97%) and diphenolase activity (96%) were the
result of group contribution of phenolic compounds namely flavonoids, tannins and
saponins. Remaining 3 and 4% respectively is determined by other unknown variables.

Keywords : Phenolic, inhibition, tyrosinase, Xylocarpus granatum

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI LIMBAH KULIT BUAH
Xylocarpus granatum Koenig. SEBAGAI INHIBITOR
TIROSINASE

MOHAMAD GAZALI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS

Judul Tesis

: Potensi Limbah Kulit Buah Xylocarpus granatum Koenig.
sebagai Inhibitor Tirosinase

Nama
NIM

: Mohamad Gazali
: C551120021


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc
Ketua

Dr Irmanida Batubara, SSi, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc

Tanggal Ujian : 21 Agustus 2014

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala taufik dan karunia-Nya yang tidak terhingga, sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan dengan judul Kajian Limbah Kulit Buah Xylocarpus
granatum Koenig. sebagai Inhibitor Tirosinase.
Seiring dengan selesainya penulisan tesis ini, dengan tulus penulis
menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya dan penghargaan yang
mendalam, kepada :
1. Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc dan Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si atas
bimbingan dan motivasi selama penulisan tesis dan jurnal.
2. Ketua Program Studi Ilmu Kelautan, Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc.
3. Bakrie Center Foundation yang memberikan dukungan beasiswa pascasarjana
4. Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB yang memberikan kesempatan kepada
penulis praktek langsung metode kimia organik.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui penelitian Unggulan

sesuai Mandat Pusat dengan No. 2013.089.521219 yang memberikan
dukungan finansial dalam melakukan pengambilan sampel di Kepulauan
Togean Kabupaten Tojo Una-una Propinsi Sulawesi Tengah.
6. Drs. Edy Djauhari Purwakusumah, M.Si yang memberikan motivasi dan
dukungan kepada penulis dalam menghadapi penelitian yang cukup
menantang ini.
7. Kepada staf Pusat Studi Biofarmaka, Nunuk, Salina, Laela, Wiwi dan Endi
yang ikhlas membagi ilmu yang bermanfaat.
8. Bogor Science Club Pascasarjana merupakan wadah sharing keilmuan yang
banyak memberikan manfaat bagi penulis dalam meningkatkan soft skill.
9. Kedua orang tua tercinta Irma Djamal dan Yakin Abd Hamid atas kasih
sayang dan doa yang tulus sehingga penulis mampu menyelesaikan
pendidikan di IPB dan juga adik-adikku yang juga berjuang untuk selalu
bersemangat dalam meraih masa depan yang cerah.
10. Teman-Teman se-angkatan tahun 2012, Berto, Bujana, I Wayan Eka
Darmawan, Asep, Mas Edwin Jefri, Hendra Hasim dan teman lain yang tidak
disebutkan satu persatu yang sama-sama berjuang menuntut ilmu di IPB.
11. H. E Sardi Supriadi beserta keluarga besar di Bogor yang sangat baik hati
yang ikhlas menerima dan membantu penulis pada saat menghadapi
kesusahan dan kesulitan hidup.

.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Mohamad Gazali

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian

1
3
5
5
5

2 METODE
Waktu dan Lokasi
Alat dan Bahan
Prosedur
Preparasi dan Ekstraksi Sampel
Penentuan Kadar Air
Uji Fitokimia
Uji Aktivitas Inhibisi Tirosinase
Penentuan Kandungan Total Fenol
Analsis Data

5
6
7
8
8
9
10
10
10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Mangrove X. granatum
Hasil Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu
Ekstraksi Sampel
Hasil Uji Fitokimia
Aktivitas Inhibisi Tirosinase
Korelasi Linier antara Total Fenol dan Aktivitas Inhibitor Tirosinase

12
14
15
16
17
19

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Rendemen ekstrak kasar
2 Hasil uji fitokimia 3 pelarut
3 Nilai IC50 inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase)

15
16
17

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran potensi limbah kulit buah X. granatum sebagai
inhibitor tirosinase
2 Lokasi sampling mangrove X. granatum
3 Prosedur Penelitian
4 Habibat spesies X. granatum
5 Buah dan Biji X. granatum
6 Kulit pohon dan daun X. granatum
7 Hasil identifikasi kandungan flavonoid, tanin dan saponin
8 Hubungan antara % inhibisi dan konsentrasi (μg mL-1) pada jalur
monofenolase
9 Hubungan antara % inhibisi dan konsentrasi (μg mL-1) pada jalur
difenolase
10 Korelasi linier antara kandungan total fenol dan nilai IC50 untuk
monofenolase
11 Korelasi linier antara kandungan total fenol dan nilai IC50 untuk
difenolase

4
6
8
13
13
14
17
18
18
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1. Perhitungan kadar air dan kadar abu
2. Perhitungan persentase rendemen
3. Perhitungan IC50 inhibitor tirosinase baik monofenolase maupun
difenolase ekstrak metanol kulit buah X. granatum
4. Korelasi linear antara kandungan total fenol dan IC50 (monofenolase
dan difenolase)

25
26
26
28

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palu pada tanggal 5 Desember 1985
sebagai anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan
Ayahanda Yakin Abd Hamid dan Ibunda Irma Djamal.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Agribisnis
Perikanan, Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat di
Palu, Sulawesi Tengah. Lulus dengan predikat
Cum Laude dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan
(S.Pi) pada tahun 2010.
Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Penyuluh Perikanan dibidang Perikanan
Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah dan
Dosen Kontrak di Universitas Alkhairaat Palu dengan mengampu 2 mata kuliah
yaitu Statistika Dasar dan Statistika Sosial-Ekonomi selama ± 2 tahun.
Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti program S2,
penulis terlibat aktif dalam Organisasi Ilmiah Pascasarjana IPB yaitu sebagai
Pengurus di Bidang Penalaran dan Kajian Bogor Science Club (BSC)
Pascasarjana IPB Bogor selama dua Periode 2012-2013 dan 2013-2014.
Pada tahun 2013, penulis diutus oleh IPB untuk mengikuti Program International
di Universitas Hokkaido, Jepang dengan melakukan penelitian kolaborasi
dibidang Kelautan di 2 stasiun kelautan yaitu Muroran Marine Station
(algal research) dan Akkeshi Marine Station (marine biology) dengan
mengbuahkan artikel yang berjudul “the Relationship between Macrophyte
Species Distribution and Environmental Factors in the Denshin Hama Beach,
Muroran. Japan” dan “the Community Structure of Seagrasses Meadow in
Denshin Hama Beach, Muroran. Japan”. Berbagai pelatihan, workshop, seminar,
scientific presentation baik skala Nasional maupun International sudah dilakukan
penulis selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.
Selain itu, penulis aktif sebagai asisten peneliti dibidang Kelautan IPB
dengan melakukan penelitian di beberapa daerah. Beberapa karya ilmiah yang
dihasilkan penulis pada jurnal yang berjudul Indigenous Knowlegde Plasma
Nutfah Tanaman Mangrove sebagai Tanaman Obat Masyarakat Kepulauan
Togean Sulawesi Tengah (4th author), jurnal terindeks scopus
(potency of tyrosinase inhibitor and antioxidant agent from Xylocarpus granatum
fruit peel) dan Jurnal terakreditasi DIKTI (Potensi kulit buah Xylocarpus
granatum sebagai inhibitor tyrosinase baru). Selain itu, Artikel ilmiah yang sudah
dipublikasi di Media Cetak yang berjudul Indigenous Knowlegde yang Bernilai
Tambah dari Kepulauan Togean.
Ditengah kesibukan di Kampus IPB, penulis juga aktif dalam melakukan
kajian Dakwah Islam di Mushala Al-Amanah Kompleks Perum-IPB dan Mesjid
Al-Hurriyah IPB bersama para santri dan mahasiswa IPB.

11

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508
pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km. Negara ini memiliki potensi
sumberdaya pesisir dan laut yang sangat besar (Bengen 2002). Salah satu potensi
sumberdaya pesisir dan laut adalah hutan mangrove. Hutan mangrove di
Indonesia sangat besar yaitu hampir 25% hutan mangrove di dunia tersebar
± 3.6 juta ha di Kepulauan Indonesia baik di pulau besar maupun pulau kecil
(Kemenhut 2012). Luasan hutan mangrove sekitar 75% berada di Kawasan Asia
Tenggara yang tumbuh di Indonesia dengan kelimpahan yang tinggi baik dari segi
kuantitas area (± 42.550 km2) maupun jumlah spesies (± 45 spesies)
(Spalding et al. 1997). Luasan hutan mangrove terbesar berada di Propinsi Papua
(FAO 2007).
Kawasan Wallacea merupakan salah satu kawasan penting dalam
penyebaran keanekaragaman hayati. Menurut Hsuan (1978), kawasan ini menjadi
tempat transisi penyebaran flora dan fauna antara wilayah Asia, Indo-Malaya dan
Australia. Kawasan Wallacea yang memiliki garis batas di sekitar Pulau Sulawesi
memiliki mangrove yang cukup tinggi. Noor et al. (1999) melaporkan sekitar
135 spesies mangrove termasuk mangrove sejati dan mangrove ikutan berada di
Pulau Sulawesi. Tomlinson (1986) juga melaporkan sebanyak 32 jenis mangrove
sejati berada di Sulawesi. Salah satu kawasan sumber hutan mangrove yaitu
Kepulauan Togean yang berada di Teluk Tomini.
Mangrove mengandung beberapa senyawa bioaktif. Kandungan metabolit
sekunder yang terdapat di dalam tumbuhan mangrove meliputi alkaloid, fenolik
dan steroid (Kokpol et al. 1990; Bandaranayake 2002). Penemuan inhibitor
tirosinase berasal dari tumbuhan mangrove masih terus diselidiki oleh para
ilmuwan. Hal ini dapat memberikan kontribusi besar dalam bisnis kosmetik untuk
menciptakan produk alami (natural product) guna melindungi kulit dari efek
negatif melanogenesis (hiperpigmentasi) yang disebabkan oleh paparan radiasi
ultraviolet secara berlebihan.
Melanogenesis merupakan suatu proses produksi melanin oleh melanosit di
dalam kulit dan folikel-folikel rambut (Spritz dan Hearing 1994). Proses ini
menghasilkan sintesis pigmen-pigmen melanin yang memainkan peranan protektif
dalam melawan fotokarsinogenesis kulit (Biessert 2002) dan spesi oksigen reaktif
(reactive oxygen species) (Kim dan Uyama 2005). Namun demikian, manusia
menyadari warna kulitnya akibat dari pewarnaan yang tidak diinginkan atau
hiperpigmentasi (Slominski et al. 2004). Hiperpigmentasi ini tidak hanya menjadi
masalah estetika namun juga masalah dermatologi (Lin et al. 2008). Stimulus
psikologis melanogenesis adalah radiasi ultraviolet cahaya matahari yang
bertindak secara langsung di dalam melanosit dan secara tidak langsung melalui
pelepasan faktor-faktor yang berasal dari keratinosit seperti MSH (α-melanocyte
stimulating hormone) (Friedmann dan Gilcrest 1987; Libow et al. 1988;
Hunt et al. 1994). Salah satu agen penyebab terbesar hiperpigmentasi adalah
cahaya ultraviolet (Gilchrest et al. 1996). Sebenarnya, radiasi ultraviolet
(100-290 nm) dapat diserap oleh lapisan ozon dan tidak berpengaruh pada kulit.

2

2

Namun, radiasi ultraviolet (290-320 nm) mempengaruhi lapisan superfisial kulit
(epidermis) dan menyebabkan kulit terbakar (Pandel et al. 2013). Enzim kunci
yang berperan dalam biosintesis melanin adalah tirosinase yang diketahui sensitif
terhadap radiasi cahaya ultraviolet dengan keberadaan oksigen (Ha et al. 2007).
Tirosinase merupakan enzim yang mengandung tembaga mengatalisasi dua reaksi
yang berbeda dengan menggunakan oksigen molekuler, orto hidroksilasi
tirosinase (mono-fenol 3,4-dihidroksifenilalanina atau DOPA (o-difenol) yang
ditetapkan sebagai aktivitas monofenolase dan oksidasi DOPA menjadi
dopakuinon (o-kuinon) ditetapkan sebagai aktivitas difenolase (Sanchez-Ferrer
et al. 1995; Solano et al. 2006), selanjutnya o-kuinon berinteraksi dengan
molekul-molekul lain pada polimerasi non-enzimatik membentuk pigmen-pigmen
cokelat dan hitam (Martinez dan Whitaker 1995). Pada mamalia termasuk
manusia, tirosinase bertanggung jawab di dalam proses melanogenesis
(hiperpigmentasi) (Chang 2009). Inhibisi aktivitas tirosinase baik monofenolase
maupun difenolase akan mengurangi sintesis melanin (Dubey et al. 2006).
Dewasa ini, inhibitor tirosinase menarik banyak perhatian karena dapat
mencegah hiperpigmentasi pada kulit manusia. Banyak inhibitor tirosinase
digunakan sebagai agen kosmetik (Alena et al. 1990) untuk memutihkan kulit
seperti asam askorbat dan derivatifnya (Kojima et al. 1995), asam azelaic
(Schallreuter 1990), asam retinoid (Gilchrest 1998), hidrokuinon (Lin et al. 2008),
benzaldehida-O-alkil-oksima (Ley dan Bertram 2001), kortikosteroid (Takiwaki et
al. 1994), arbutin (Chakraborty et al. 1998) dan asam kojat (Kahn et al. 1997;
Lim 1999 ; Shiino et al. 2003). Namun demikian, senyawa tersebut mempunyai
efek samping berbahaya terkait karsinogenesis dan mutagenesitas
(Lin et al. 2008) seperti asam kojat yang memiliki efek inhibisi dan kestabilan
yang paling besar dalam mencegah hiperpigmentasi. Menurut Fujimoto et al.
(1998) bahwa asam kojat bersifat karsinogenik. Pemakaian asam kojat pada
konsentrasi yang tinggi menyebabkan iritasi kulit dan dermatitis kontak alergi
(Nakagawa et al. 1995 ; Serra-Baldrich et al. 1998). Oleh karena itu, penyelidikan
dan penemuan inhibitor tirosinase yang aman, sumber bahan baku yang berlimpah
dan aktivitas inhibisi yang tinggi sangat dituntut oleh industri kosmetik .
Sejauh ini, sejumlah senyawa yang berasal dari sumber alami maupun
sintetik sudah diuji dapat menghambat aktivitas tirosinase yang mengarah pada
overproduksi melanin pada lapisan epidermis kulit (Cabanes et al. 2001). Namun
demikian, hanya sedikit dari senyawa tersebut diterapkan di dalam bahan
kosmetik sebagai aditif karena aktivitas inhibisi tirosinase yang masih rendah,
keterbatasan sumber bahan baku dan pertimbangan keamanan. Fokus penelitian
ini adalah penyelidikan senyawa bioaktif potensial sebagai inhibitor tirosinase
yang berasal dari sumber-sumber alami seperti tumbuhan mangrove.
Beberapa penemuan inhibitor tirosinase yang berasal dari mangrove sudah
banyak dilaporkan. Batubara et al. (2010) melaporkan bahwa ekstrak metanol dari
kayu Rhizophora sp. memiliki kemampuan inhibisi yang cukup baik terhadap
aktivitas enzim tirosinase dengan nilai IC50 monofenolase sebesar 108.2 μg mL-1
dan nilai IC50 difenolase sebesar 124 μg mL-1. Selain itu, Abdullah (2011) juga
melaporkan bahwa ekstrak kasar metanol kulit batang Rhizophora apiculata
memiliki potensi sebagai inhibitor tirosinase dengan nilai IC50 monofenolase
sebesar 78.79 μg mL-1 dan IC50 difenolase sebesar 1116.65 μg mL-1.

3

Penelitian ini fokus pada tumbuhan Xylocarpus granatum sebagai inhibitor
tirosinase. Tumbuhan X. granatum tersebut berasal dari Kepulauan Togean
Propinsi Sulawesi Tengah. Hutan mengrove merupakan salah satu potensi sumber
daya pesisir di Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT) yang masih perlu
dikelola secara optimal guna memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan
masyarakat pesisir di kawasan tersebut. Menurut data BKSDA dan BAPEDDA
Poso tahun 2001, luas hutan mangrove kepulauan Togean diperkirakan sekitar
4.800 ha tersebar di beberapa pulau-pulau besar seperti Talatakoh, Togean,
Batudaka dan sebagian pulau Walea Bahi, sedangkan berdasarkan hasil survey
yang dilakukan oleh CII dan Yayasan Pijak pada tahun 2001 menyebutkan
terdapat 33 spesies mangrove di Kepulauan Togean terdiri dari 19 spesies
mangrove sejati (true mangrove) dan 14 mangrove ikutan (associate mangrove).
Ke-33 spesies mangrove tersebut dikelompokkan dalam 26 genus dan 21 familia.
Keberadaan hutan mangrove di Kepulauan Togean selain menjaga keutuhan garis
pantai, penyokong potensi perikanan dan ekosistem terumbu karang juga
berpotensi sebagai bahan baku biofarmaka bagi masyarakat pesisir yang sudah
dimanfaatkan dari turun-temurun dalam hal pengobatan tradisional.
Riani et al. (2013) melaporkan bahwa biji buah X. granatum (biji Kantau)
dimanfaatkan oleh wanita pesisir Pulau Togean sebagai bedak tradisional untuk
perawatan kulit. Berdasarkan penelitian Batubara et al. (2010) menyebutkan
bahwa dari 35 spesies tumbuhan Indonesia yang disaring, spesies X. granatum
merupakan salah satu spesies tumbuhan yang berpotensi sebagai inhibitor
tirosinase.

Rumusan Masalah
Beberapa komponen fitokimia sudah dilaporkan oleh Darusman et al.
(2011) yang terkandung dalam kulit pohon dan batang X. granatum terdiri atas
alkaloid, flavonoid dan tanin. Berdasarkan penyelidikan komponen penanda
(biomarker) inhibitor tirosinase menunjukkan bahwa batang X. granatum lebih
berpotensi dibandingkan kulit pohon dengan senyawa aktif yaitu kelompok
flavonol. Saragih (2002) dan Zamani et al (2014) melaporkan bahwa komponen
fitokimia yang terdapat pada biji buah X. granatum terdiri atas flavonoid, tanin,
saponin, steroid dan triterpenoid.
Masyarakat pesisir hanya memanfaatkan biji buah X. granatum dengan
mengupas kulit buah kemudian sisanya dibuang begitu saja menjadi limbah.
Mereka tidak memikirkan aspek ilmiah dengan pembuktian secara ilmiah. Jika
penggunaan biji buah X. granatum sebagai salah satu bahan kosmestik yang akan
dikomersialkan dalam skala besar, maka akan dihasilkan limbah kulit buah
X. granatum dalam jumlah yang besar pula. Oleh karena itu, dilakukan upaya
lebih lanjut untuk menjadikan limbah kulit X. granatum sebagai bahan yang
bermanfaat dan bernilai ekonomis. Berdasarkan analisis fitokimia simplisia kulit
buah X. granatum mengindikasikan bahwa kulit buah X. granatum mengandung
flavonoid, tanin, saponin, hidrokuinon dan steroid.

4

4

Berkaitan dengan upaya pemanfaatan buah X. granatum sebagai bahan
baku kosmetik secara berkelanjutan (sustainability) maka diperlukan program
konservasi berbasis masyarakat yang melibatkan masyarakat lokal di kawasan
hutan mangrove spesies X. granatum. Tujuan konservasi berbasis masyarakat agar
masyarakat menyadari sepenuhnya manfaat ekonomi dari sumberdaya mangrove
dan ketersediaan bahan baku kosmetik tetap terjaga dengan baik.
Informasi pendahuluan di atas mengindikasikan bahwa kandungan senyawa
bioaktif yang terdapat pada kulit buah X. granatum memiliki multikomponen
senyawa bioaktif yang cukup tinggi. Kemungkinan kulit buah X. granatum
memiliki potensi sebagai inhibitor tirosinase sehingga menarik untuk diselidiki
lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental guna
mencari potensi inhibitor tirosinase. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini
dapat disajikan pada Gambar 1.

Buah
X. granatum

Kulit Buah

kemungkinan
potensi lain

Tidak

Limbah

Potensi dalam
kosmestik

Aktivitas inhibisi
tirosinase
Agen Pemutih
Kulit

Ya
Uji

korelasi

Kandungan
senyawa bioaktif

Gambar 1 Kerangka pemikiran potensi limbah kulit buah X. granatum sebagai
inhibitor tirosinase.
Berdasarkan pemaparan di atas maka fokus masalah yang ingin dikaji di
dalam penelitian ini adalah :
1. Seberapa besarkah daya inhibisi tirosinase pada ekstrak kulit buah
X. granatum ?
2. Bagaimanakah korelasi linear antara kandungan total fenol dan aktivitas
inhibisi tirosinase pada ekstrak kulit buah X. granatum ?

5

Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan menganalisis potensi kulit buah
X. granatum yang berasal dari Kepulauan Togean Sulawesi Tengah sebagai
inhibitor tirosinase. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka akan dilakukan kajian
khusus terhadap beberapa hal dalam penelitian ini :
1. Menganalisis daya inhibisi tirosinase ekstrak kulit buah X. granatum.
2. Menganalisis korelasi linear antara kandungan total fenol dan aktivitas inhibisi
tirosinase pada ekstrak kulit buah X. granatum.

Hipotesis
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Ekstrak metanol kulit buah X. granatum berpotensi sebagai inhibitor
tirosinase.
2. Adanya korelasi positif antara kandungan total fenol dan aktivitas inhibisi
tirosinase pada ekstrak metanol kulit buah X. granatum.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sumber pengetahuan baru bagi masyarakat pesisir tentang potensi limbah kulit
buah X. granatum sebagai agen pemutih kulit guna pemanfaatan limbah
kulit buah .
2. Informasi menarik bagi industri kosmetik dalam menciptakan produk
alternatif yang alami dan aman untuk mencegah hiperpigmentasi.
3. Sumber informasi potensi sumberdaya mangrove bagi stakeholder dalam
melaksanakan program konservasi berbasis masyarakat guna mewujudkan
pengelolaan sumberdaya mangrove secara berkelanjutan agar ketersediaan
bahan baku biofarmaka tetap terjaga dengan baik.
4. Referensi bagi peneliti, inovator dan mahasiswa yang tertarik dalam
melakukan penelitian lanjutan mengenai potensi limbah kulit X. granatum
sebagai agen pemutih kulit.

2 METODE

Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi
pengambilan sampel X. granatum adalah Pulau Togean Kabupaten Tojo Una-Una
Propinsi Sulawesi Tengah. Selanjutnya dilakukan penelitian ekperimental yang

6

6

dilaksanakan di Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Gambar 2 Lokasi sampling mangrove X. granatum
Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan adalah kulit buah X. granatum. Bahan kimia yang
digunakan yaitu metanol p.a, etanol p.a, kloroform p.a, NH3, H2SO4 2M, H2SO4
pekat, pelarut dragendorf, mayer, wagner, serbuk Mg. HCl, amil alkohol, FeCl3
10%, NaOH 10%, CH3COOH anhidrat, dietil eter, folin ciolcetau 50 %, asam
galat, Na2CO3 5%, n-heksana, DMSO (dimetil sulfoksida), akuades, akuabides,
buffer fosfat pH 6.5, L-tirosin, L-DOPA, enzim tirosinase (Sigma 333 unit/ml
dalam buffer fosfat).

7

Instrumen yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis, multiplate well
reader (ELISA), multiwell plates, eppendorf microcentrifuge tube, oven, tanur
listrik, vorteks, sonikator, inkubator, eksikator, corong buchner, hot plate, nyala
bunsen, neraca analitik (Sartorius), rotavapor putar, tabung reaksi, gelas
erlenmeyer, gelas piala, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet dot, penjepit kayu,
cawan petri, cawan porselin, kertas saring, corong, sudip, labu takar dan
rak tabung reaksi.

Prosedur
Prosedur penelitian dimulai dari pengambilan sampel buah X. granatum,
sampel kemudian diidentifikasi di Herbarium Bogoriensis bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong
Jawa Barat dan Bagian buah tersebut dipisahkan menjadi tiga bagian yaitu kulit
buah, kulit biji dan biji buah. Setelah itu, kulit buah X. granatum diambil dan
dikeringkan di oven setelah itu digiling untuk dijadikan simplisia (serbuk) dan
dilakukan penentuan kadar air dan kadar abu. Sebelumnya semua simplisia diuji
fitokimia, kemudian simplisia (serbuk) diekstraksi secara bertingkat dengan
metode maserasi dimulai dengan pelarut non polar (n-heksana) kemudian
diekstraksi kembali dengan pelarut semi-polar (kloroform). Selanjutnya,
diekstraksi kembali dengan pelarut polar (metanol). Setelah itu, dilakukan uji
aktivitas inhibitor tirosinase dengan menggunakan multi-well plate reader
(ELISA). Penentuan kandungan total fenol dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dan kemudian dibuat korelasi linear antara kandungan
total fenol dan prosentase inhibisi tirosinase. Secara skematik prosedur penelitian
dapat disajikan pada Gambar 3.

8

8

Sampling
1.
2.

Identifikasi /Determinasi di LIPI Cibinong
Penyortiran sampel di Plant Pilot PSB

Kulit buah
Pengeringan dan penggilingan
1. Penentuan kadar air dan abu
2. Uji fitokimia (data awal)

Simplisia
Metode Maserasi

Dimaserasi dengan 3 pelarut teknis selama 24 jam
Diuapkan dengan rotary evaporator

Ekstrak
n-heksana

Ekstrak
Kloroform

Ekstrak
Metanol

Uji
Fitokimia
(data kualitatif)

Kandungan Total Fenol
(data kuantitatif)

Aktivitas Inbibisi
Tirosinase (Uji IC50)

Gambar 3 Prosedur Penelitian

Preparasi dan Ekstraksi Sampel
Preparasi sampel ekstrak kulit buah X. granatum dilakukan dengan cara
mengeringkan di oven dan selanjutnya digiling menjadi simplisia (serbuk).
Sampel kering berupa serbuk kemudian ditentukan kadar air dan kadar abu, lalu
dilakukan ekstraksi secara bertingkat dengan metode maserasi dimulai dengan
pelarut non polar (n-heksana), semi-polar (kloroform) dan polar (metanol).
Ekstrak tersebut diperoleh dengan menyaring simplisia sampel dengan
menggunakan kertas saring biasa dan selanjutnya dipekatkan dengan penguap
putar (rotary evaporator) pada suhu 300C kemudian rendemen tiap ekstrak
dihitung (Batubara et al. 2010).

Penentuan Kadar Air
Metode penentuan kadar air mengacu pada metode AOAC (1995). Prinsip
penentuan kadar air ialah untuk mengetahui kandungan kadar air dalam suatu
bahan. Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 30
menit, lalu cawan didinginkan di dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang

9

bobot kosongnya. Sampel ditimbang sekitar 3 g dan dimasukkan ke cawan
porselin. Sampel beserta cawannya dipanaskan pada suhu 1050C selama 3 jam di
dalam oven. Setelah didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, cawan beserta
isinya ditimbang. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo).
Kadar Air (%) :
Dengan :

�−�


� 100 %

A adalah bobot sampel basah (g)
B adalah bobot sampel kering (g)

Penentuan Kadar Abu
Metode penentuan kadar abu mengacu pada metode AOAC (1995). Cawan
porselen dikeringkan pada temperatur 600 0C selama 30 menit dan didinginkan di
dalam eksikator kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g sampel ditimbang dan
dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan dan isinya dipanaskan dengan
nyala Bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam
tanur listrik dengan temperatur 600 0C sampai contoh menjadi abu sama sekali
(kira-kira 30 menit). Setelah didinginkan dalam eksikator kemudian cawan
ditimbang. Pekerjaan dilakukan secara triplo.
Kadar Abu (%) :

�−�


� 100 %

Dengan :
X adalah bobot kosong cawan porselen (g)
Y adalah bobot sampel (g)
Z adalah bobot cawan dan bahan setelah diabukan (g)

Uji Fitokimia
Uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui kandungan
senyawa spesifik seperti alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid,
hidrokuinon dan tanin secara kualitatif (Harborne 1984).
Uji Alkaloid
Ekstrak kulit buah X. granatum dengan bobot tertentu dilarutkan dengan ml
kloroform dan beberapa tetes NH4OH kemudian disaring ke dalam tabung reaksi
bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO4
2M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan asam ini
diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi mayer, wagner dan
dragendorf yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturut-turut putih,
coklat dan merah jingga.

10
10

Uji Saponin dan Flavonoid
Ekstrak kulit buah X granatum dengan bobot tertentu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 6 ml akuades dan dipanaskan selama 5
menit, setelah itu disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin
dilakukan dengan pengocokan 2 ml filtrat dalam tabung reaksi tertutup selama
10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit, adanya saponin ditunjukkan
dengan terbentuknya buih stabil. Sebanyak 10 ml filtrat yang lain ditambahkan
0,5 g serbuk magnesium, 2 ml alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan EtOH
95 % dengan volume yang sama) dan 3 tetes amil alkohol kemudian dikocok
kuat-kuat, terbentuknya warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil akohol
menunjukkan adanya flavonoid.
Uji Terpenoid dan Steroid
Ekstrak kulit buah X. granatum dilarutkan dengan 25 ml EtOH panas (500C)
kemudian disaring dalam tabung reaksi dan diuapkan sampai kering. Residu
ditambahkan dietil eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng, lalu
ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat
(uji Lieberman-Burchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya
triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.
Uji Tanin
Ekstrak kulit buah X. granatum ditambah 100 ml akuades dipanaskan selama
5 menit dan disaring. Lalu ke dalam sebagian filtrat ditambahkan larutan FeCl3,
bila terjadi warna hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.

Uji Aktivitas Inhibisi Tirosinase
Uji ini ditunjukkan dengan menggunakan metode-metode seperti yang
dijelaskan dahulu (Curto et al. 1999 ; Nerya et al. 2003). Ekstrak kulit buah
X. granatum dilarutkan di dalam DMSO (dimetil sulfoksida) pada konsentrasi
akhir 20 μg ml-1. Larutan ekstrak tersebut kemudian didilusi pada 600 μg ml-1 di
dalam 50 mM buffer fosfat (pH 6.5). Ekstrak tersebut diuji pada tingkat
konsentrasi dari 31.25 menjadi 2000 μg ml-1. Asam kojat sebagai kontrol positif
yang juga diuji pada konsentrasi 7.8125 menjadi 500 μg ml-1. Di dalam pelat tetes
96 sumur. Sebanyak 70 μl dari masing-masing ekstrak pengenceran ini
ditambahkan dengan 30 μl enzim tirosinase (Sigma 333 unit/ml dalam buffer
fosfat pH 6.5), setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu kamar selama 5 menit.
Kemudian ditambahkan 110 μl substrat (2 mM L-tirosin atau 12 mM L-DOPA)
dalam sumur multi-well plate yang sudah ditentukan, larutan tersebut diinkubasi
selama 30 menit pada suhu kamar. Larutan tersebut diukur dengan menggunakan
multi-well plate reader (ELISA) dengan panjang gelombang 492 nm, hal ini
bertujuan untuk menentukan persen inhibisi dan nilai konsentrasi hambatan 50%
(IC50).

11

Penentuan Kandungan Total Fenol
Pengukuran kandungan fenolik total dilakukan berdasarkan metode
Andarwulan et al. (1999) yang sedikit dimodifikasi. Pembuatan standar asam
galat dilakukan dengan melarutkan 5 mg asam galat ke dalam akuades
menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian dari larutan tersebut, dibuat standar
dengan konsentrasi 0.5, 1, 5, 10, 15, dan 25 ppm. Pengujian kandungan fenolik
total dilakukan dengan melarutkan 20 mg ekstrak air atau ekstrak etanol dengan
aquades dalam labu takar 25 ml dan dihomogenisasi dengan shaker. Kemudian
diambil 0,5 mL dari larutan tersebut dan ditambahkan dengan pereaksi Folin
Ciocalteu 50% sebanyak 1 ml, dan didiamkan 5 menit. Setelah itu ditambahkan
1 ml Na2CO3 5% dan dihomogenisasi dalam gelap selama 1 jam. Lalu nilai
absorbansnya diukur pada panjang gelombang 725 nm menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis.

Analisis Data
Perhitungan Persentase Aktivitas Inhibisi Tirosinase
Perhitungan persentase inhibisi dihitung dengan cara membandingkan
absorbansi sampel tanpa penambahan ekstrak dan sampel dengan penambahan
ekstrak.). Pengukuran persentase aktivitas inhibisi dapat dirumuskan
(Chang et al. 2005) :
% inhibisi = [(A - B)/A] x 100 %
Keterangan :
A : absorbansi blanko (tanpa sampel)
B : absorbansi sampel (penambahan sampel)
Perhitungan Nilai IC50
Nilai IC50 diperoleh dari persamaan kurva regresi linear antara % inhibisi
(sumbu y) dan konsentrasi ekstrak (sumbu x). Persamaan regresi linear dapat
rumuskan sebagai berikut :
Y = a + bx
Keterangan :
Y =
X =
A =
b =

Variabel dependen
Variabel independen
Konstanta
Koefisien Regresi

12

12

Korelasi linier antara variabel kandungan total fenol dan aktivitas inhibisi
tirosinase (IC50)
Untuk melihat hubungan-hubungan variabel kandungan total fenol terhadap
aktivitas inhibisi tirosinase (IC50) dianalisis dengan menggunakan analisis regresi
linier seperti persamaan di atas. Korelasi bernilai 1 jika terdapat hubungan positif,
bernilai -1 jika terdapat hubungan yang bernilai negatif maka semakin dekat
dengan -1 atau +1 maka semakin kuat korelasi antara kedua variabel tersebut.
Adapun kaidah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Jika IC50 ekstrak metanol kulit buah X. granatum mencapai 50% maka
terbukti bahwa ekstrak tersebut berpotensi sebagai inhibitor tirosinase.
Dengan demikian, hipotesis alternatif (H1) diterima dan menolak
hipotesis nol (H0) atau sebaliknya.
2. Jika terdapat hubungan korelasi antara kandungan total fenol dan nilai IC50
bernilai +1 maka semakin kuat hubungan kedua variabel tersebut. Dengan
demikian, hipotesis alternatif (H1) diterima dan menolak hipotesis nol (H0)
atau sebaliknya.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Mangrove X. granatum
Tumbuhan X. granatum merupakan salah satu spesies mangrove yang
tumbuh di pesisir pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Tumbuhan
X. granatum termasuk ordo Geraniales pada famili Meliaceae (Sastri 1950 dalam
Laksmi dan Gupta 2007). Familia Meliaceae terdiri dari 50 genus yang meliputi
Xylocarpus dan 1400 spesies lainnya yang tersebar di seluruh dunia (Banerji dan
Nigam 1984 dalam Laksmi dan Gupta 2007). X. granatum (Famili Meliaceae)
merupakan tumbuhan mangrove yang tersebar luas di sepanjang pesisir Asia
Tenggara, Australia, Afrika Timur dan Polinesia (Wu et al. 2006).
Tumbuhan X. granatum merupakan salah satu tumbuhan pesisir jenis
pohon yang hidup di hutan mangrove yang biasanya dikenal dengan nama
cannon ball mangrove (AIMS 2002). X. granatum disebut juga kacang
monkey-puzzle memiliki beberapa nama daerah yaitu nyirih, nyireh dan niri batu.
Tumbuhan ini memiliki daun berwarna hijau (panjang 10 cm dan lebar 4 cm),
daun berbentuk oval dan menebal pada pangkal yang bertemu dengan cabang,
bunga berwarna putih dan berukuran kecil, serta buahnya memiliki ukuran seperti
jeruk besar yang terdiri dari 12-18 biji (Thomlinson 1986). Pohon X. granatum
dapat tumbuh hingga ketinggian 25 m, tergantung pada kondisi lingkungan
(Semesi dan Howell 1992). Riani et al. (2013) melaporkan bahwa masyarakat
Kepulauan Togean menyebut X. granatum sebagai kantau. Hasil observasi di
Desa Bangkagi Kepulauan Togean menunjukkan bahwa jenis tanaman mangrove
yang mendominasi wilayah kajian tersebut adalah Xylocarpus granatum yang
diperkirakan sekitar ± 1.5 Ha. Habitat dan bagian tanaman X. granatum yaitu buah
(biji dan daging buah), batang dan bunga seperti ditunjukkan pada Gambar 4-6.

13

Gambar 4 Habitat spesies X. granatum
Sumber : (Dokumentasi penelitian 2014)
The image part with relationship I D rI d11 was not found in the file.

The image part with relationship I D rI d11 was not found in the file.

Gambar 5 Buah dan biji buah X. granatum
Sumber : (Dokumentasi penelitian 2014)

14

14

The image part with relationship I D rI d11 was not found in the file.

The image part with relationship I D rI d11 was not found in the file.

Gambar 6 Kulit pohon dan daun X. granatum
Sumber : (Dokumentasi penelitian 2014)
Sistem perakaran X. granatum berada di atas tanah, pada tanaman muda
sering tidak terlihat. Kulit kayu lunak, padat dan ringan, berwarna coklat terang
hingga oranye yang disebabkan karena pengelupasan kulit kayu. Tumbuhan
X. granatum menyebar di perairan tropis dan tidak mengelompok pada daerah
tertentu (Thomlinson 1986). X. granatum memiliki akar yang menyangga pada
bagian dasar batang dan berbentuk pita, daun berbentuk oval dan tebal pada
bagian yang bertemu dengan ranting. Bunganya berukuran kecil dan berwarna
merah muda. X. granatum memiliki buah yang keras, terbungkus seperti kapsul
dengan jumlah biji berkisar antara 12 hingga 18 yang bersatu erat dan bila matang
berwarna coklat-keemasan. Kulit kayunya berwarna merah muda-oranye lembut
serta berbintik-bintik/burik (AIMS 2002)

Hasil Penentuan Kadar Air dan Abu
Penetapan kadar air berguna untuk mengetahui ketahanan suatu bahan agar
dapat diperkirakan cara penyimpanan terbaik bagi sampel untuk menghindari
pengaruh aktivitas jamur (mikroba). Penentuan kadar air pada kulit buah
X. granatum memperoleh hasil kadar air sebesar 8.40 %. Nilai ini menunjukkan
bahwa sampel kulit buah X. granatum berupa simplisia tahan lama untuk
disimpan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno
(1997) yaitu bila kadar air yang terkandung dalam suatu bahan kurang dari 10 %
maka kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikroba dapat
dikurangi.
Syarat baku dari Materia Medika Indonesia (1989) berlaku untuk simplisia
yang digunakan untuk keperluan pengobatan. Akan tetapi, tidak berlaku bagi
bahan yang digunakan untuk keperluan lain yang dijual dengan nama yang sama.
Dalam perdagangan tidak selalu mungkin untuk memperoleh simplisia tidak
sepenuhnya murni atau bahan asing yang tidak berbahaya dalam jumlah yang
sangat kecil yang terdapat dalam simplisia ataupun yang ditambahkan ataupun
dicampurkan, pada umumnya tidak merugi.

15

Lebih lanjut bahwa simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen
hewan atau kotoran hewan, tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak
boleh mengandung lendir dan cendawan yang menunjukkan tanda-tanda
pengotoran lain serta tidak boleh mengandung bahan lain yang berbahaya atau
beracun. Jika dalam beberapa hal khusus ada sedikit penyimpangan dari beberapa
ketentuan mengenai morfologik dan mikroskopik yang tertera dalam MMI-V
sedangkan semua persyaratan lain dipenuhi maka simplisia masih dianggap masih
memenuhi persyaratan MMI-V.
Penentuan kadar abu merupakan salah satu cara untuk menentukan adanya
mineral/senyawa anorganik dalam suatu bahan. Mineral sebagai senyawa organik
yang tertinggal dalam bentuk abu yang digunakan dalam bentuk analisis kualitatif
dan kuantitatif. Adapun hasil kadar abu yang diperoleh dari simplisia kulit buah
X. granatum adalah 9.17 %. Data hasil perhitungan kadar air dan abu dapat
disajikan pada Lampiran 1

Ekstraksi Sampel
Ekstraksi merupakan proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari
suatu campuran dengan bantuan pelarut (Harborne 1984). Metode ekstraksi
bergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstraksi, prinsipnya adalah
like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut
non polar akan melarutkan senyawa non polar. Pemilihan pelarut yang digunakan
juga bergantung kepada sifat kelarutan zat tersebut. Suatu senyawa akan
menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda pula
(Khopkar 2007).
Metode maserasi yang ini digunakan pada penelitian ini praktis, efektif,
aman, dan ekonomis dalam penggunaannya juga bertujuan untuk menghindari
rusaknya senyawa aktif pada sampel yang tidak tahan panas. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam sampel dalam pelarut organik, kemudian ekstrak cair
dibebaskan dari pelarutnya dengan menggunakan rotavapor. Rendemen yang
diperoleh dari hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil rendemen ekstrak kasar
Pelarut
Rendemen (%)
n-heksana
1.97
Kloroform
1.87
Metanol
21.48
Dari hasil ekstraksi seperti ditunjukkan pada Tabel 1 menggambarkan
bahwa rendemen tertinggi diperoleh dari ekstrak metanol sebesar 21.48%. Hal ini
disebabkan karena metanol merupakan pelarut yang memiliki sifat polar yang
mampu mengekstraksi senyawa aktif yang larut dalam cairan ekstraseluler dan
intraseluler (Harborne 1984). Rendemen terendah diperoleh pada ekstrak
kloroform sebesar 1.87%.

16

16

Hasil Uji Fitokimia
Analisis fitokimia merupakan salah satu cara untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder pada suatu sampel (Harborne 1984). Analisis ini sangat
berguna untuk menentukan golongan utama senyawa aktif dari ekstrak kulit buah
X. granatum yang memiliki potensi sebagai inhibitor enzim tirosinase. Uji yang
dilakukan meliputi uji alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid,
dan tanin.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia 3 pelarut
Pelarut
Flavonoid Tanin Saponin Alkoloid Triterpenoid Steroid
n-heksana
+
kloroform
+
+
metanol
+
+
+
Keterangan : +: hasil uji positif lemah, ++: hasil uji positif, dan +++: hasil uji positif kuat.

Kandungan fitokimia ekstrak kasar kulit buah X. granatum seperti pada
Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak kasar n-heksana mengandung komponen
alkoloid non-polar. Ekstrak kloroform mengandung komponen triterpenoid dan
steroid semi polar. Sementara, ekstrak metanol mengandung komponen flavonoid,
saponin dan tanin. Intensitas endapan uji flavonoid dan saponin ekstrak metanol
lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak lain komponen-komponen polar karena
komponen-komponen polar dari sampel banyak terlarut dalam metanol. Senyawa
flavonoid dan tanin pada sampel mengindikasikan aktivitas sampel (ekstrak)
sebagai inhibitor tirosinase. Adanya kandungan flavonoid dan tanin diduga
memberikan efek inhibisi enzim tirosinase yang cukup besar, hal ini berdasarkan
penelitian Hardjito (2013) bahwa biji buah X. granatum mengandung flavonoid
dan tanin yang berkhasiat mencegah resiko kanker kulit akibat terpapar radiasi
ultraviolet dari sinar matahari. Sementara menurut Kim et al. (2004) bahwa
beberapa senyawa fenol dikenal berperan sebagai agen depigmentasi, karena
struktur kimia senyawa fenol memiliki kemiripan dengan tirosin yang merupakan
substrat dari reaksi tirosin-tirosinase.
Hal juga serupa dengan penelitian Chang (2009) bahwa kelompok senyawa
yang aktif sebagai inhibitor tirosinase adalah kelompok senyawa golongan
flavonoid dan polifenol seperti tanin. Selain itu, Zhang dan Zhou (2013)
menyatakan bahwa senyawa saponin juga memberikan inhibisi tirosinase
yang baik. Selanjutnya untuk menguji keberadaan kandungan flavonoid didalam
kulit buah X. granatum dilakukan uji identifikasi kandungan flavonoid dan tanin.
Hasil uji flavonoid menunjukkan terjadinya perubahan warna jingga pada lapisan
amil alkohol dan uji tanin bila terjadi perubahan warna menjadi hitam kehijauan
serta uji saponin bila terdapat buih stabil seperti ditunjukkan pada Gambar 7.

17

The image part with relationship I D rI d11 was not found in the file.

The image part with relationship I D rI d11 was not found in the file.

Gambar 7a Flavonoid

Gambar 7b Tanin

Gambar 7c Saponin

Gambar 7 Hasil identifikasi kandungan flavonoid (a), tanin (b) dan (c) saponin

Aktivitas Inhibisi Tirosinase
Uji aktivitas inhibitor tirosinase dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
daya inhibisi senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar metanol,
kloroform, dan n-heksana pada kulit buah tumbuhan X. granatum. Aktivitas
inhibisi tirosinase ditunjukkan dengan nilai IC50 yaitu konsentrasi yang dapat
menghambat 50% enzim tirosinase.
Tabel 3 Nilai IC50 inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase)
Aktivitas Inhibisi Tirosinase
Ekstrak
Monofenolase (μg mL-1)
Difenolase (μg mL-1)
Metanol
784.87
1176.66
Kloroform
-*
-*
n-Heksana
-*
-*
Asam Kojat
46.64
204.08
Keterangan :

IC50: konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas enzim tirosinase
sebesar 50%; -* : tidak mencapai inhibisi 50% sampai konsentrasi maksimum
2000 μg mL-1.

Menurut Kim et al. (2004) nilai IC50 penting untuk mengetahui seberapa
besar potensi inhibitor dalam menginhibisi reaksi enzimatis. Ekstrak kasar
be