Biomass estimation equation of Nyirih tree (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) in Batu Alam natural forest, Kalimantan Barat

(1)

PERSAMAAN PENDUGA BIOMASSA

POHON JENIS NYIRIH (

Xylocarpus granatum

Koenig. 1784)

DALAM TEGAKAN MANGROVE HUTAN ALAM

DI BATU AMPAR, KALIMANTAN BARAT

MARLIN ARIANCE TALAN

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

PERSAMAAN PENDUGA BIOMASSA

POHON JENIS NYIRIH (

Xylocarpus granatum

Koenig. 1784)

DALAM TEGAKAN MANGROVE HUTAN ALAM

DI BATU AMPAR, KALIMANTAN BARAT

MARLIN ARIANCE TALAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(3)

RINGKASAN

Marlin Ariance Talan (E34103006), Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar- Kalimantan Barat, dibawah bimbingan Ir. Nyoto santoso, MS. dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.

Salah satu fungsi hutan berkaitan dengan isu pemanasan global adalah sebagai penyerap CO2dari udara melalui proses fotosintesis (sink) dan menyimpannya sebagai biomassa hutan

(reservoir). Hutan mangrove dengan tingkat produktivitas dua kali lebih besar dari hutan primer daratan diduga memiliki fungsi sebagai biomass sink dan biomass reservoir yang baik. Untuk menduga jumlah biomassa di dalam hutan, dapat digunakan pendekatan secara tidak langsung yaitu melalui model alometrik dan metode Biomass Expansion Factor (BEF).

Tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah persamaan alometrik penduga biomassa jenis Nyirih. Persamaan dibuat berdasarkan hipotesis adanya hubungan yang erat antara parameter pohon dengan biomassa tiap bagian pohon.

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka ditetapkan sebanyak 30 pohon contoh yang secara acak dipilih berdasarkan keterwakilan diameter, yang selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa dengan menggunakan destructive sampling. Dalam penelitian ini biomassa batang juga dihitung dengan menggunakan pendekatan volume sedangkan biomassa bagian lainnya dihitung dengan penimbangan langsung. Penelitian dilaksanakan di tegakan mangrove desa Nipah Panjang, Batu Ampar–Kalimantan Barat.

Pengumpulan data dilakukan saat pohon masih berdiri (diameter setinggi dada, tinggi total dan tinggi bebas cabang). Setelah rebah, setiap bagian pohon dipisahkan dan kemudian ditimbang secara keseluruhan untuk mendapatkan berat basahnya. Untuk mendapatkan data kadar air, diambil sampel uji sebanyak 11 ulangan untuk setiap bagian pohon.

Model pendugaan biomassa dihasilkan dengan menganalisa hubungan antara nilai biomassa dengan dimensi pohon. Hubungan erat yang ditunjukkan oleh setiap peubah terhadap peubah yang lain menyatakan bahwa peubah-peubah tersebut mampu menjelaskan biomassa secara konsisten. Korelasi positif biomassa tiap bagian pohon lebih besar terjadi dalam hubungannya dengan diameter dibandingkan dengan tinggi totalnya. Hubungan antara peubah– peubah ini dinyatakan dalam persamaan regresi. Persamaan terbaik diperoleh dengan uji coba terhadap empat persamaan regresi linier maupun non linier dengan satu dan dua peubah bebas. Persamaan yang baik adalah persamaan yang memiliki simpangan (s) terkecil, koefisien determinasi (R2) dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) terbesar. Selain itu persamaan juga harus memiliki nilai dugaan yang tidak berbeda jauh dengan nilai biomassa aktual, dapat memenuhi pertimbangan keefisienan pengambilan data di lapangan, memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan keaditifan model.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yakni mencapai 52,5% dari biomassa keseluruhan pohon di atas permukaan tanah, kemudian diikuti oleh biomassa cabang (26%), ranting (15,5%) dan daun (6%). Dibandingkan dengan penelitian terhadap pohon Mahoni (Adinugroho 2002) besar persentase biomassa batang 73% dari biomassa totalnya. Berdasarkan perbandingan nilai ini dapat disimpulkan bahwa Nyirih memiliki struktur pohon dengan percabangan yang banyak.

Dari beberapa persamaan regresi yang diujicobakan, persamaan alometrik terbaik yang dihasilkan untuk menduga biomassa pada setiap bagian pohon Nyirih antara lain :

ƒ Biomassa batang : Bbtg = 0,0813D2,28

ƒ Biomassa cabang : Bcbg = 0,0063D2,78

ƒ Biomassa ranting : Brtg = 0,1D1,79

ƒ Biomassa daun : Bdaun = 0,1076D1,51

ƒ Biomassa pohon : Btotal = 0,1832D2,21

Nilai BEF pohon Nyirih yang dihasilkan adalah adalah 1,806 untuk pendugaan biomassa total berdasarkan data penimbangan langsung dan senilai 1,737 dari data volume pohon.. Peningkatan ukuran diameter pohon menyebabkan nilai BEF menjadi semakin kecil. Dari nilai BEF yang cukup besar ini dapat disimpulkan bahwa struktur pohon Nyirih ini memiliki percabangan yang banyak.


(4)

SUMMARY

Marlin Ariance Talan (E34103006), Biomass estimation equation of Nyirih tree (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) in Batu Alam natural forest, Kalimantan Barat. Advisor by Ir. Nyoto santoso, MS. dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.

In relation to global warming issues, forests function as CO2 absorber from the

atmosphere and as biomass reservoir. Mangrove has twice productivity compared to primary forest and is estimated to have a good biomass sink and biomass reservoir ability. To estimate biomass amount in a forest, a non direct approach can be applied using allometric model and BEF method. The objective of this research is to build an allometric equation to estimate Nyirih biomass.

This research was conducted in Nipah Panjang village, Batu Ampar for two weeks. The equation is made based a hypothesis that there is a strong correlation between tree parameters and biomass value of each tree sections. To meet the objective of this research, 30 tree samples were randomly chosen based on diameter representative. Afterwards, biomass was measured using destructive sampling method. Trunk section was measured using volume approach while other sections were measured using direct weighing method.

Tree data collected in standing position included breast height diameter, total height and average height. Afterwards each tree section was separated and weigh. Water content data were obtained by taking samples from each section and tested for 11 repetitions.

Biomass estimation model were built by analyzing the correlation of each biomass value with tree dimensions. A strong correlation among variables implies that these variables can consistently represent the tree biomass. Positive correlation between tree sections with its diameter was higher than with its total height. Correlations are then explained in regression equation. The best equation was obtained by testing four linier and non-linier regression equations. The best equation is that which has the lowest deviation (s) value, the highest determination coefficient (R2) value and the highest corrected determination coefficient (R2) value. Moreover, the equation had to have an estimation value that resembles actual biomass the most; fulfill remnant normality assumption and model additives.

The result of the research showed that the highest value of biomass was found in trunk section which reached 52,5% of total tree biomass above land surface. Then it was followed by branch (26%), twig (15,5%) and leaf (6%). Research on Mahoni species by Adinugroho (2002) showed that trunk section reached 73% of total biomass. Thus, it can be concluded that Nyirih has a great amount of branching

Based on the tested regression equations, the best alometric equation to estimate biomass value of each tree section were as follows:

ƒ Trunk Biomass : Btrunk = 0,0813D2,28

ƒ Branch Biomass: Bbranch = 0,0063D2,78

ƒ Twig Biomass : Btwig = 0,1D1,79

ƒ Leaf Biomass : Bleaf = 0,1076D1,51

ƒ Total Biomass : Btotal = 0,1832D2,21

The BEF value of Nyirih was 1,806 for total biomass estimation based on direct measuring and 1,737 based on tree volume data. The increase of diameter size caused BEF value to decrease. Based on its high BEF value, it can be concluded that Nyirih has a great amount of branching.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar, Kalimantan Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing den belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalm teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2008

Marlin Ariance Talan NRP E34103006


(6)

Judul Skripsi : Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar, Kalimantan Barat Nama Mahasiswa : Marlin Ariance Talan

NIM : E34103006

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ir. Nyoto Santoso, MS Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS NIP. 131 634 382 NIP. 131 760 840

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan-Nya selama penulis menulis skripsi yang berjudul “Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1874) dalam Tegakan Hutan Alam di Batu Ampar, Kalimantan Barat” hingga pada akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan masukan yang bertujuan untuk memperbaiki skripsi ini sangat diharapkan penulis.

Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga karya yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang membutuhkan khususnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan kehutanan di Indonesia.

Bogor, Juli 2008


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 25 Maret 1985 sebagai anak terakhir dari enam bersaudara pasangan Johanis Talan dan Dientje Talan-Manafe. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kupang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan sebagai pilihan pertama.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi yakni sebagai ketua tim PA PMK IPB tahun 2005-2006 dan panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) tahun 2004.

Penulis melakukan praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Banyumas Barat dan Banyumas Timur kemudian di BKPH Getas KPH Ngawi Perhutani Unit II Jawa Timur Tahun 2006 bekerjasama dengan Uneversitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Bengkulu (UNIB). Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur pada tahun 2007.

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih

(Xylocarpus granatum Koenig. 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di

Batu Ampar, Kalimantan Barat di bawah bimbingan Ir. Nyoto Santoso, MS. dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menyelesaikan tugas akhir berjudul “Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar, Kalimantan Barat” tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk dukungan moril maupun materiil.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan dan dukungan semua pihak, di antaranya :

1. Bapak Ir. Nyoto Santoso, MS selaku pembimbing pertama sekaligus pemberi semangat dan motivasi. Terima kasih untuk segala bentuk dukungan dan kepercayaan yang telah diberikan.

2. Bapak Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku pembimbing kedua. Banyak hal yang saya pelajari selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas semua bantuan, masukan, dan kritikan.Those teach me a lot.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.Si selaku penguji wakil dari Departemen Silvikultur dan Bapak Effendi Tri Bahtiar S.Hut. M.Si. selaku penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan. Terima kasih atas segala masukan, kritik dalam penyempurnaan skripsi.

4. Orang tua dan kakak-kakakku (Yun, Ince, Shelly, Ona dan Jimmy) Kakak Nahor sekeluarga, Ryan, Bp Ya’ & Susan, thanks for everything. Uncountable…

K’ Hanny..the grace of my life. Your support means a lot, thank u very much.

5. LPP Mangrove crews esp. Pak Faizal, Mas Sobar, dan Mba Yanti terima kasih untuk segala bantuan selama pengambilan data di lapangan.

6. Kepala desa Sukamaju-Nipah Panjang, Pa Pung sekeluarga dan teamwork di lapangan (Pa Ucu, Alm. Pa Solihin, Pa Mochtar, Pa Sahat, Pa Jafar dan Pa Puji) terima kasih untuk kerja keras membantu proses pengambilan data di lapangan.

7. Teman-teman KSH ’40 Arie dan Ve (thanks for the honest support) Elsi, Ruri, Yuyun, Reren, Goen, Anes, Bilal, Nanank (tim Meru Betiri Upil, Topo dan Joko), dll. Terima kasih untuk segala bantuannya.

8. Ririn n Itin my sizta, PW’ers (Anna, Phiet, Thi, Vinoy, Loli, Mba Ria, Liza dan Vivi), Da JeePools (Dewi, Indah, Vika, Mba Krisan, Windi dan Dinda) makasih atas dukungan selama ini.

9. Semua pihak yang banyak memberikan motivasi dan bantuan. K’ Erych, Bang John, Mba Esthi (Lab. Kayu Solid), Pa Kadiman (Lab. Penggergajian), dan all the crew of KPP PMK IPB.Terima kasih kepada semua pihak yang memiliki kontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini namun tak dapat disebutkan satu per satu.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa ... 4

2.2 Studi Mengenai Alometrik Biomassa ... 6

2.3 Tinjauan Mengenai Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dan Ekosistemnya ... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2 Alat dan Bahan... 10

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian... 11

3.3.2 Pengumpulan Data ... 12

3.3.3 Pengolahan Data ... 14

3.3.4 Analisis Data ... 15

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Letak... 20

4.2 Topografi dan Tanah ... 20


(11)

4.4 Keanekaragaman Jenis ... 21

4.5 Satwaliar... 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Data... 22

5.1.1 Penyebaran Pohon Contoh Menurut Diameter Pohon ... 22

5.1.2 Kadar Air... 23

5.1.3 Kerapatan Kayu... 24

5.1.4 Biomassa Pohon–pohon Contoh ... 25

5.1.4.1 Perbandingan Hasil Perhitungan Biomassa Batang ... 27

5.1.4.2 Biomassa Menurut Bagian–bagian Pohon ... 28

5.1.4.3 Hubungan Antar Peubah Dimensi Pohon Nyirih (diameter, tinggi total dan tinggi bebas cabang) dengan Biomassa ... 31

5.2 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Pohon ... 33

5.2.1 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Batang ... 34

5.2.2 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Cabang ... 37

5.2.3 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Ranting ... 39

5.2.4 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Daun ... 41

5.2.5 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Total Pohon ... 44

5.3Biomass Expansion Factor (BEF) ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 50

6.2 Saran... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Biomassa (berat kering ton/ha) beberapa tipe hutan ... 5

2. Nilai BEF pada beberapa hutan dengan tipe hutan dan tipe tebangan berbeda ... 6

3. Model alometrik penduga biomassa pohon menurut perbedaan curah hujan lokasi ... 7

4. Persamaan alometrik berbagai jenis vegetasi hutan... 8

5. Rumus Penduga biomassa beberapa kelompok jenis mangrove di Kalimantan Timur ... 9

6. Sebaran data pohon contoh nyirih menurut diameter dan tinggi total ... 22

7. Kadar air nyirih pada 11 pohon contoh... 23

8. Kerapatan kayu pohon nyirih 11 pohon contoh ... 24

9. Biomassa rata-rata pohon contoh menurut kelas diameter ... 26

10. Perbandingan nilai biomassa batang dengan pendekatan volume dan penimbangan langsung... 27

11. Matrik korelasi sederhana antar peubah pohon nyirih ... 31

12. Persamaan alometrik penduga biomassa batang pohon nyirih ... 34

13. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa batang ... 34

14. Hasil uji validasi persamaan penduga biomassa batang pohon nyirih... 35

15. Persamaan alometrik penduga biomassa cabang pohon nyirih... 37

16. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa cabang ... 37

17. Hasil uji validasi persamaan penduga biomassa batang pohon nyirih... 38

18. Persamaan alometrik penduga biomassa ranting pohon nyirih... 39

19. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa ranting ... 40

20. Hasil uji validasi persamaan penduga biomassa ranting pohon nyirih ... 40

21. Persamaan alometrik penduga biomassa daun pohon nyirih ... 42

22. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa daun... 42

23. Hasil uji validasi persamaan alometrik penduga biomassa daun pohon nyirih ... 43

24. Persamaan alometrik penduga biomassa total pohon nyirih ... 44

25. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa total ... 45

26. Hasil uji validasi persamaan alometrik penduga biomassa total Pohon nyirih ... 45


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel di Lapangan ... 10

2. Diagram alir tahapan kerja penelitian persamaan penduga biomasa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat... 12

3. Diagram area biomassa pohon nyirih tiap bagian menurut kelas diameter... 26

4. Grafik distribusi biomassa pohon nyirih menurut bagian-bagiannya dan pada berbagai kelas diameter ... 29

5. Plot hubungan biomassa tiap bagian pohon nyirih dengan diameter... 32

6a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa batang terbaik ... 36

6b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa batang terbaik... 36

7a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa cabang terbaik ... 39

7b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa cabang terbaik ... 39

8a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa ranting terbaik ... 41

8b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa ranting terbaik ... 41

9a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa daun terbaik ... 44

9b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa daun terbaik... 44

10a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa total pohon terbaik... 47

10b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa pohon terbaik ... 47


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Uji sampel kerapatan kayu ... 56 2. Perhitungan biomassa dengan pendekatan volume... 56 3. Uji sampel kadar air ... 57 4. Data dimensi pohon contoh dan nilai biomassa bagian-bagian pohon

contoh... 58 5. Hasil analisis regresi model penduga biomassa terbaik setiap bagian


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu rumusan pengelolaan hutan yang tepat guna memerlukan gambaran mengenai hubungan keterkaitan antara parameter penyusun tegakan hutan yang bersangkutan. Dari gambaran tersebut dapat diketahui pengaruh parameter penyusun terhadap output yang diharapkan dari kegiatan pengelolaan. Salah satu parameter penyusun tegakan hutan yang penting untuk diketahui nilainya secara pasti adalah informasi mengenai besarnya kandungan biomassa yang tersimpan dalam suatu tegakan hutan. Informasi besarnya biomassa pohon di atas dan di dalam tanah sangat diperlukan untuk mempelajari cadangan C (karbon) dan hara lainnya dalam suatu ekosistem.

Dalam hubungannya dengan penyerapan karbon, diketahui bahwa pada ekosistem terestrial, kandungan karbon terbesar tersimpan dalam komponen vegetasi. Dalam hal ini, hutan tentu memiliki porsi terbesar karena komponen penyusun hutan yang dominan adalah komponen vegetasi. Ini berarti dalam sebuah tegakan hutan tersimpan stok karbon dalam jumlah yang besar. Menurut Soemarwoto (2001), hutan tropik basah mampu menyerap rata-rata 250-300 ton C/ha/tahun jika tidak mengalami kerusakan yang berarti.

Informasi tentang karbon yang dihasilkan oleh suatu vegetasi/tegakan hutan dapat diperoleh dengan mengetahui informasi mengenai biomassa vegetasi tersebut. Biomassa hutan semakin penting ketika konsumsi bahan bakar fosil diyakini dapat menyebabkan peningkatan emisi yang akhirnya menimbulkan terjadinya pemanasan global. Fenomena ini mendorong para ahli untuk mencari substitusi energi terbarukan yang dapat meminimalisir emisi dan pencermaran. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa pemanfaatan biomassa menjadi energi dapat mengurangi emisi CO2 baik dari

respirasi akibat dekomposisi maupun dari kemungkinan kebakaran (Heriansyah 2005). Bahkan penggunaan energi biomassa ini pun dapat mendorong percepatan rehabilitasi lahan terdegradasi dan perlindungan tata air dan berperan dalam konservasi keanekaragaman hayati.


(16)

Dalam menentukan biomassa pohon, harus diketahui berat basah dan berat kering kayu atau bagian lain dari pohon tersebut. Namun mustahil apabila dalam setiap kegiatan inventarisasi hutan dilakukan kegiatan penebangan, penimbangan dan pengeringan semua komponen pohon tersebut. Untuk itu diperlukan suatu metode yang lebih efisien, tepat, dan akurat serta cepat dalam memperkirakan biomassa pohon. Kandungan biomassa pada berbagai tipe vegetasi/hutan akan beragam, maka metode praktis tersebut dibutuhkan pada masing-masing tipe vegetasi/hutan.

Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang khas dan unik karena mampu beradaptasi pada lingkungan dengan salinitas tinggi, kondisi tanah tanpa udara dan sekali–sekali tergenang air. Kayu dari jenis mangrove sering digunakan sebagai sumber kayu bakar karena memiliki nilai kalor yang tinggi. Besarnya kandungan karbon dipengaruhi oleh kemampuan pohon tersebut dalam menyerap karbon melalui proses fotosintesis yang disebut dengan sequestration.

Kandungan karbon pohon jenis mangrove diduga berkorelasi positif dan nyata dengan besarnya ukuran pohon tersebut dan meningkat dengan bertambahnya umur pohon tersebut (Porte et al. 2002). Potensi bahan organik ini dipengaruhi dimensi pohon seperti diameter dan tinggi pohon sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menduga besarnya bahan organik dan biomassa pohon tersebut (hubungan alometrik).

Sampai saat ini model penduga karbon untuk jenis Xylocarpus granatum

masih belum ada. Sehubungan dengan pentingnya metode praktis dalam menduga besarnya stok karbon suatu tegakan hutan, dalam penelitian ini akan dibangun suatu model/persamaan penduga karbon jenis Xylocarpus granatum dari hutan mangrove yang ada di Batu Ampar Kalimantan barat. Persamaan ini dibangun melalui beberapa tahapan melalui pengukuran secara langsung (penimbangan dan pengeringan) bagian-bagian pohon.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu persamaan atau model (hubungan alometrik) penduga kandungan biomassa dari vegetasi mangrove jenis Nyirih (Xylocarpus granatum).


(17)

1.3 Manfaat

Dalam bidang akademis diharapkan hasil penelitian berupa persamaan penduga biomassa jenis Xylocarpus granatum ini dapat melengkapi khasanah pengembangan ilmu pengetahuan tentang potensi karbon pada vegetasi mangrove. Bagi kegiatan pengelolaan hutan, diharapkan dapat menjadi dasar bagi kegiatan pendugaan stok biomassa pada hutan mangrove khususnya untuk jenis Xylocarpus

granatum, yang akhirnya juga dapat berguna sebagai bahan pertimbangan

keputusan pemanfaatan hasil hutan mangrove dan pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang lestari dan berkelanjutan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa

Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah permukaan tanah dan dinyatakan dalam ton per unit area. Komponen biomassa hutan sendiri terdiri dari biomassa hidup di atas dan di bawah permukaan tanah antara lain berupa pohon, semak belukar, semai, akar, epifit dan tumbuhan menjalar lainnya. Biomassa juga dapat berasal dari tanaman yang sudah mati seperti serasah kayu. Stok biomassa yang terdapat dalam tiap pohon atau tegakan hutan dapat berubah-ubah. Perubahan stok biomassa dapat dipengaruhi oleh waktu dan gangguan terhadap hutan baik secara alami maupun akibat kegiatan manusia.

Dalam Supratman 1994, Kusmana (1992) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya stok biomassa dalam hutan, antara lain perbedaan iklim, umur, kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan juga kualitas tempat tumbuh. Khusus untuk hutan mangrove, Eong et al. (1983) yang dikutip dalam Hilmi (2003) menambahkan bahwa biomassa dan produktivitasnya dipengaruhi oleh salinitas, akumulasi kandungan sulfat dan kandungan toksik serta kondisi redoks tanah dan keterbatasan hara.

Penelitian mengenai kandungan biomassa sudah banyak dilakukan di berbagai negara dengan kondisi iklim yang bervariasi. Brown dan Lugo (1982, 1984) dalam Brown (1997) telah melakukan dua pendekatan pendugaan biomassa total, baik untuk yang di atas maupun di bawah permukaan tanah. Penelitian dilakukan di hutan tropik dari dua sumber data yang berbeda. Cara pertama data dikumpulkan dari literatur total biomassa di hutan tropik yang ditentukan dengan pengukuran langsung pada sebuah plot (dengan pemanenan langsung atau dengan menggunakan persamaan regresi yang dihasilkan dari metode pemanenan langsung). Dihasilkan berat rata-rata total biomassa bagian atas untuk hutan tertutup 282 ton/ha (144-513 ton/ha) dan untuk hutan terbuka 55 ton/ha (28-82 ton/ha). Untuk analisis yang kedua digunakan data yang dilaporkan oleh tiap negara untuk setiap tipe hutan utama. Dihasilkan rata-rata total biomassa di atas


(19)

permukaan tanah (TAGB) sebesar 150 ton/ha untuk hutan tanpa gangguan dan 50 ton/ha untuk hutan terbuka. Pendugaan ini dihitung menggunakan konversi volume komersial kayu ke TAGB dengan rata-rata kerapatan kayu dan nilai

Biomass Expansion Factor (BEF). Pendugaan biomassa yang didasarkan pada

data inventarisasi volume hutan dapat dikembangkan ke pendugaan TAGB sebab data volume dari inventarisasi hutan lebih banyak tersedia dan secara umum telah dikumpulkan pada suatu luasan contoh area yang luas dengan menggunakan metode sampling yang telah direncanakan untuk menggambarkan populasi yang terbaik.

Biomassa dari hutan memiliki variasi yang sangat besar. Dalam Tabel 1 dapat diamati perbedaan kandungan biomassa antara komponen-komponen pohon menurut penelitian Whitmore (1985) yang dikutip dari Adinugroho (2002).

Tabel 1 Biomassa (berat kering ton/ha) beberapa tipe hutan hutan Biomassa (ton/ha)

Hutan dan Lokasinya batang daun akar Sumber Riverine (Panama) 1163 11,3 12 Golley et al. (1975)

Hutan Banco (Ivory Coast) 504 9 49 Huttel dan Bernhard Reversat (1975) Hutan Pasoh (malaysia) 467 8,2 - Kato et al (1978)

Hutan Hujan (Brazil) 370 10 - Klinge (1972) Tropika lembab (Panama) 355 11,3 40 Golley et al. (1975) Mangrove (Panama) 259 3,5 10 Golley et al. (1975) Tropika Hujan (Thailand) 323 7,8 190 Kira et al (1964) Hutan Hujan san Carlos (Venezuela) 317 8,2 31 Jordan (1980) Musim selalu Hijau (Kamboja) 314 8,4 56 Hozumi et al (1969) Hutan Hujan (Columbia) 314 9 32 Las Salas (1978) Pegunungan rendah (Puerto Rico) 269 8,1 - Odum et al (1970) Premontane Basah (Panama) 258 10,5 71 Golley et al. (1975) Hutan Panas (Kamboja) 145 7,7 13 Hozumi et al (1969) Hutan Kering Gugur Daun (India) 73 5 19 Singh dan Misra (1978) Hutan Rawa (Kamboja) 11 2,1 21 Hozumi et al (1969) Sumber : Whitmore (1985) dikutip dalam Adinugroho (2002)

Dalam penelitian ini, biomassa diukur menggunakan metode pemanenan individu tanaman yang kemudian digunakan untuk membangun sebuah persamaan untuk menduga biomassa secara tidak langsung. Metode pendugaan tidak langsung yang dimaksud adalah berdasarkan hubungan alometrik. Metode ini merupakan metode yang ditetapkan untuk menduga biomassa hutan dalam Kyoto Protokol (IPCC 2003).

Untuk menduga besarnya stok biomassa suatu pohon ataupun tegakan dapat digunakan berbagai macam metode baik secara langsung maupun tidak langsung.


(20)

Salah satu metode pendugaan secara tidak langsung adalah melalui pendekatan data volume (data potensi hutan). Untuk mengestimasi besarnya biomassa dalam suatu tegakan hutan jika diketahui data volumenya dapat dicari melalui nilai

Biomass Expansion Factor (BEF). Brown (1997) mendefinisikan Biomass

expansion factor sebagai perbandingan antara total berat kering tanur setiap

bagian pohon (di atas permukaan tanah) terhadap berat kering tanur bagian batang saja.

Hubungan antara biomassa tebangan dan biomassa total pohon bervariasi dan bergantung pada tipe hutan, umur tegakan, dan cara pemanenan. (tebang pilih dan tebang habis atau tebang jalur) juga pemasaran hasil hutan (khususnya pemasaran kayu pulp/sisa log). Perbandingan TAGB terhadap biomass komersialnya yang dihasilkan dari beberapa penelitian berkisar antara 1,3-1,5 untuk hutan dengan umur masak tebang. Namun nilai perbandingan ini biasanya lebih kecil daripada faktor ekspansi (expansion factors) yang seharusnya digunakan untuk hutan yang ditebang (Snowdon et al. 2000). Dalam Tabel 2 dapat diamati beberapa nilai BEF yang dibedakan menurut tipe hutan dan sistem tebang.

Tabel 2 Nilai BEF pada beberapa hutan dengan tipe hutan dan tipe tebangan yang berbeda

BEF

Tipe hutan Tipe tebangan kayu pulp bukan kayu pulp tebang pilih 1,3 1,8 Hutan dengan kelembaban tinggi tebang jalur 1,7 2,9 tebang pilih 1,3 2,2 Hutan dengan kelembaban rendah tebang jalur 2,0 5,0 Sumber : Snowdon et al. (2000)

2.2 Studi Mengenai Alometrik Biomassa

Penyusunan model persamaan penaksiran biomassa dengan menggunakan teknik regresi dimaksudkan untuk mencari hubungan antar biomassa dengan peubah penaksiran yang diperoleh pada pengukuran biomassa sejumlah pohon. Jumlah pohon contoh untuk pembuatan model alometrik bervariasi. Belum ada pedoman yang pasti untuk menentukan jumlah pohon contoh yang memadai. Wiant et al (1977) seperti yang dikutip dalam Mikaelian dan Korzukhin (1997) dalam studinya menggunakan ukuran sampel masing-masing antara 19–22 pohon


(21)

untuk semua semua spesies. Dalam MacDicken (1997) menyebutkan bahwa tabel biomassa dapat disusun minimal menggunakan 30 pohon contoh terpilih untuk tiap spesies, bahkan untuk tujuan tertentu 12 pohon saja sudah memadai.

Persamaan Alometrik dapat digunakan untuk mengestimasi stok biomassa pada vegetasi dengan jenis yang sama. Sekurang-kurangnya terdapat dua alasan yang membedakan persamaan-persamaan alometrik antara lain :

1. perbedaan struktur pohon

2. perbedaan ukuran pohon dengan kelas diameter pohon yang dikembangkan dalam persamaan alometriknya.

Persamaan alometrik spesifik digunakan untuk pohon dengan jenis yang sama, memiliki kisaran ukuran yang tercakup dalam kelas ukuran persamaan tersebut dikembangkan dan spesifik pada lokasi tempat tumbuhnya. Persamaan alometrik tidak akurat digunakan apabila syarat di atas tidak terpenuhi (Snowdownet al. 2000).

Penelitian mengenai persamaan alometrik penduga biomassa telah banyak dikembangkan oleh para ahli. Umumnya persamaan yang telah disusun tersebut adalah persamaan yang ditujukan untuk pohon-pohon hutan primer di daratan. Brown (1997) mengembangkan model persamaan penduga biomassa yang dikelompokan berdasarkan curah hujan. Persamaan yang dikembangkan ini menggunakan parameter diameter setinggi dada (1,3 m) dan tinggi total. Persamaan-persamaan ini dapat diamati dalam Tabel 3.

Tabel 3 Model alometrik penduga biomassa pohon menurut perbedaan curah hujan lokasi

Tempat tumbuh (curah

hujan,mm/tahun) Persamaan Alometrik

Selang diameter pohon contoh

(cm)

Jumlah pohon contoh R2

Kering (<1500 mm) Y=0,139D2,32 5-40 28 0,89

Y=42,69-12,8D+1,242D2 5-148 170 0,84

Y=0,118D2,53 5-148 170 0,97

Lembab (1500-4000mm) Y=0,092D2,60 5-148 170

-Y21,3-6,95D+0,74D2 4-112 169 0,92 Basah (>4000 mm) Y=0,037D1,89H 4-112 169 0,9 Sumber : Brown (1997)

Keterangan :

Y = biomassa pohon (kg/pohon) D = diameter setinggi dada/1,3 m (cm) H = tinggi (m)


(22)

Model alometrik biomassa pohon telah dikembangkan juga oleh Ogawa et al (1965) yang menghasilkan persamaan Bbatang = 0,0369(D2H)0,9326 yang dapat

digunakan untuk biomassa batang pada semua tipe hutan. Menurut Ogawa et al.

(1965), penduga biomassa daun dapat menghasilkan kesalahan paling besar. Tersedia lebih dari 200 persamaan alometrik yang dapat digunakan untuk menduga besarnya biomassa setiap komponen yang tersebar di seluruh dunia. Hanya saja distribusi spasial dan cakupan spesiesnya masih sangat terbatas. Khusus di Indonesia persamaan penduga biomassa masih sangat terbatas. Pada Tabel 4 dapat diamati beberapa persamaan alometrik penduga biomassa yang disusun berdasarkan biomassa pohon-pohon di Indonesia.

Tabel 4 Persamaan alometrik berbagai jenis vegetasi hutan

No. Jenis Pohon Persamaaan Alometrik Sumber 1 Pohon bercabang B = 0.11ȡ D2.62 Ketterings, 2001 2 Pohon tak bercabang B = (ʌ/40) ȡ H D2 Hairiah, 2002 3 Nekromas B = (ʌ/40) ȡ H D2 Hairiah, 2002

5 Pisang B = 0.030 D2.13 Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002 6 Sengon B = 0.0272 D2.831 Sugiarto ; Van Noordwijk, 2002 7 Palm B = BA* H*ȡ Hairiah, 2000

8 Bambu B = 0.1312 D2.278 Arifin, 2001 9 Mahoni B = 0,048D2,68 Adinugroho, 2002 Sumber : Rahayu et al. (2004).

Keterangan :

B = Biomassa (kg pohon-1) H = tinggi tanaman (cm)

ȇ = kerapatan kayu (Mg m-3, kg dm-3 atau g cm-3) D = diameter (cm) setinggi dada (1.3 m)

BA = Basal Area (cm-2)

Model penduga biomassa untuk jenis-jenis pohon yang hidup di hutan mangrove di Indonesia telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Jenis vegetasi mangrove yang telah tersedia persamaan penduga biomassa antara lain dari kelompok Rhizophora spp., Bruguiera spp. dan Avicennia spp. Rumus penduga ini dikembangkan oleh Kusmana (1996) dengan mengambil lokasi penelitian di Kalimantan Timur. Rumus penduga pada beberapa kelompok vegetasi mangrove ini dapat diamati dalam Tabel 5.


(23)

Tabel 5 Rumus penduga biomassa beberapa kelompok jenis mangrove di Kalimantan Timur

Rumus biomassa Bagian

tumbuhan Rhizophora spp. Bruguiera spp. Avicennia spp.

Daun

5 253

,

1 1,610 10

1174 , 3 1 1 x D

w w = 565,657(e0,135D-1) w = 0,00818(D2H)0,8067

Batang

4 697

,

2 2,901 10

76 , 0 1 1 x D

w w = 13,2359(e131D-1) w = 0,2563(D2H)0,8534

Cabang

4 258

,

3 3,833 10

0047 , 0 1 1 x D

w w = 1,697(e0,179D-1)

Akar tunjang

3 667

,

3 2,657 10

00129 , 0 1 1 x D w Ground root 3 668 ,

2 1,034 10

0634 , 0 1 1 x D

w w = 0,061D2,619

Keterangan : w = Biomassa (kg), D = Diameter (cm), H = Tinggi total pohon (m)

2.3 Tinjauan Mengenai Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dan Ekosistemnya

Pohon Nyirih atau disebut dengan Nyuru atapun Siri memiliki tinggi yang mencapai lebih dari 20 meter bahkan lebih. Daunnya berwarna hijau gelap, berbentuk elips dengan pangkal daun yang menyatu dengan batang. Bunga berukuran kecil dan berwarna putih susu hingga putih kehijauan. Buahnya berbentuk bulat dengan ukuran yang sangat besar yaitu diameter berkisar antara 15–20 cm, berwarna coklat kekuningan.

Kulit batang pohon Nyirih berwarna merah–coklat dengan permukaan yang licin. Beradaptasi terhadap substrat tempat tumbuh dengan akar papan yang berbentuk seperti pita yang memanjang dan menopang batang pohon (Bengen 2002).

Jenis nyirih tidak termasuk dalam kelompok mangrove sejati (true mangrove). Jenis ini termasuk dalam flora mangrove minor yang tidak mampu membentuk tegakan murni sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam steuktur komunitas. Nyirih memiliki distribusi yang cukup besar dari Afrika Timur sampai ke Asia Tenggara. Nyirih banyak ditemukan pada daerah sungai dengan arah menuju ke daratan. Jika dibedakan menurut zonasinya, jenis nyirih terdapat pada zona B di belakang jenis Bakau (Rhizophora spp), Api-api

(Avicennia spp.) dan tumu (Bruguiera spp.) yang tumbuh paling dekat dengan laut.

Zona tempat tumbuh Nyirih adalah mulai dari bagian tengah sampai zona yang dekat dengan sungai. Meskipun demikian di beberapa negara seperti Srilanka dan Kenya, jenis ini ditemukan tumbuh dengan arah menuju ke arah laut.


(24)

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari – Februari 2008, pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kayu Solid Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan–Institut Pertanian Bogor selama bulan Maret 2008. Pengolahan data dan analisis data dilaksanakan April–Mei 2008. Titik–titik lokasi pengambilan sampel di lapangan secara detail dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Untuk menduga besarnya biomassa yang terkandung dalam tegakan mangrove digunakan alat berupa GPS, chain saw, phi band, timbangan kasar


(25)

(kapasitas 100 kg), gergaji tangan, golok, kampak, alat pemangkas daun, kalkulator, plastik berukuran 0,25 kg, 0,5 kg, 1 kg, dan 2 kg, tali tambang dan rafia.

Pengujian sampel uji untuk mendapatkan nilai kadar air yang dilakukan di laboratorium menggunakan alat-alat seperti kertas koran, timbangan analitik, oven, gergaji kayu, plastik, alat tulis dan tally sheet.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian

Biomassa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah biomassa yang berada di atas permukaan tanah (above ground biomass) yaitu biomasa yang terdiri dari :

a. Biomassa batang+kulit : total berat kering batang utama keseluruhan dan kulit

b. Biomassa cabang : total berat kering bagian cabang keseluruhan c. Biomassa ranting : total berat kering bagian ranting keseluruhan d. Biomassa daun : total berat kering bagian daun keseluruhan

Secara garis besar, penelitian yang dilakukan meliputi kegiatan pengumpulan data dan sampel di lapangan, pengujian sampel di laboratorium, pengolahan data dan analisis data menggunakan program analisis statistika Minitab 14. Tahapan kerja secara umum dapat diamati dalam diagram alir pada Gambar 2.


(26)

Batang Cabang, Ranting, Daun

Biomassa Berdasarkan Bagian-bagian Pohon dan

Biomass Expansion Factor

Ya Tidak

R2, R2 adj, s MAE, SR, SA

Uji Nilai t Mulai

Persamaan Terbaik, Kriteria Uji statistik

Pemilihan pohon contoh

Pengukuran Dimensi Pohon Berdiri (DBH,

H, Hbc)

Penebangan Pohon

Pemisahan bagian-bagian pohon (btang, cabang, ranting, daun

Pertimbangan Kepraktisan dan Efisiensi Pemodelan Biomassa

B = f (Diameter dan Tinggi) Pengukuran diameter

dan penimbangan berat basah

Persamaan penduga Biomassa Terpilih Penentuan Kadar Air

dan Kerapatan kayu

Penimbangan berat basah

Penentuan Kadar Air

Gambar 2 Diagram alir tahapan kerja penelitian persamaan penduga biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu ampar, Kalimantan Barat.

3.3.2 Pengumpulan Data 1. Pemilihan pohon contoh

Memilih pohon contoh yang akan ditebang dilakukan dengan memperhatikan beberapa syarat dan kritera pohon yang baik. Secara fisik, pohon


(27)

harus tumbuh sehat, tidak berlubang atau terkena penyakit. Jumlah pohon yang ditebang sebanyak 30 pohon contoh. Pohon dipilih dari berbagai ukuran kelas yang telah ditetapkan dengan distribusinya yaitu kelas diameter 5-10 cm (8 pohon); kelas diameter 11–20 cm (12 pohon); 21-30 cm (7 pohon); kelas diameter 31-40 cm (1 pohon) dan kelas diameter > 41 cm (2 pohon).

2. Pengukuran di lapangan

a. Sebelum pohon ditebang, pada saat pohon masih berdiri dilakukan pengukuran terhadap diameter pada ketinggian 1,30 m (setingggi dada) dan tinggi bebas cabang menggunakan pita ukur.

b. Menebang pohon dengan batas terdekat dari permukaan air atau permukaan tanah (tempat tumpuan batang pada sistem perakaran).

c. Memisahkan tiap bagian pohon dari batang utamanya, yaitu bagian cabang, ranting dan daun.

d. Membagi batang dan cabang-cabang menjadi sortimen-sortimen berukuran ± 1 m.

e. Mengukur dimensi diameter dan panjang sortimen (khusus untuk batang dan cabang), berat basah setiap bagian pohon secara keseluruhan.

f. Mengambil sampel uji kadar air. Untuk batang dan cabang diambil masing-masing 1 buah potongan kayu berbentuk piringan (disc) setebal ± 3 cm pada bagian pangkal, tengah dan ujung batang masing-masing 1 buah. Untuk sampel uji ranting dan daun, dari tiap pohon diambil contoh sebanyak ± 300 gram. Pengambilan sampel ini hanya dilakukan pada 11 pohon contoh.

g. Setiap contoh uji dikemas dalam plastik transparan untuk mencegah pembusukan dan kerusakan pada sampel.

3. Pengukuran di Laboratorium

a. Dari setiap piringan yang telah diambil, contoh uji dibuat berbentuk kubus dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm. Dari masing-masing piringan, diambil contoh uji sebanyak 6 buah

b. Setiap contoh uji ditimbang berat basah menggunakan timbangan analitik c. Pengeringan dilakukan dengan memasukkan contoh uji ke dalam oven. Untuk

pengujian KA daun suhu yang diguanakan sebesar ± 800 C sampai berat mencapai konstan.


(28)

d. Khusus untuk contoh uji kayu (batang, cabang dan ranting), contoh ujinya dikering tanurkan pada suhu 102 ± 30 C sampai sampel uji mencapai berat konstan.

e. Menimbang berat kering contoh setelah diuji menggunakan timbangan analitik. 3.3.3 Pengolahan Data

a. Perhitungan Kadar Air

Penentuan Kadar Air (KA) dilakukan dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

% KA = u100

BKc BKc BBc

Dimana :

% KA = persen kadar air (%) BBc = berat basah contoh (gram) BKc = berat kering contoh (gram)

b. Perhitungan Biomassa Bagian-Bagian Pohon Berdasarkan Data Kadar Air

Dari perolehan data Kadar Air (KA), penentuan biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

BK =

¿ ¾ ½ ¯ ® ­

100 %

1 KA

BB

Dimana :

BK = berat kering (kg) BB = berat basah (kg) % KA = persen kadar air (%)

c. Perhitungan Nilai BEF (Biomass Expansion Factor)

Nilai BEF (Biomass Expansion Factor) dihitung dengan rumus (Brown 1997) : BEF =

Bbtg Btotal

Dimana :

BBtotal : Biomassa total (kg) BBbtg : Biomassa batang (kg)


(29)

Pendugaan biomassa secara tidak langsung dapat didekati dari nilai volumenya menggunakan nilai Biomass Expansion Factor. Adapun nilai volume sampel kayu yang diuji dihitung menurut dimensinya menggunkan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

v = p x l x t Dimana :

v = volume (cm3) p = panjang (cm) l = lebar (cm)

t = tinggi (cm)

Penentuan besarnya volume batang utama dihitung menggunakan rumus Smallian :

xL g g

v l s

2 )

(

Dengan rumus luas bidang dasar adalah :

f t d

g . ..

4 1S 2

Dimana :

v = volume (m3)

gl = luas permukaan pangkal log (m2)

gs = luas permukaan ujung log (m2)

L = panjang log (m)

e. Perhitungan Kerapatan Kayu

Khusus untuk bagian batang, selain kadar air kerapatan kayu contoh uji kayu juga perlu diketahui untuk perhitungan biomassa bagian batang utama melalui pendekatan olume kayu. Perhitungan kerapatan kayu dilakukan dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

v m R

Menghitung biomassa dengan menggunakan data volume pohon : B = V x R

Dimana :

B = biomassa (kg)

R = kerapatan contoh uji (kg/m3) V = volume pohon (m3)

m = massa contoh uji kayu (kg) v = volume contoh uji (m3)


(30)

1. Penyusunan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa

Biomassa di atas tanah sebuah pohon dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi biomassa daun, biomassa ranting, biomassa cabang, dan biomassa batang utama+kulit. Untuk tujuan pendugaan biomassanya maka dilakukan penyusunan model penduga biomassa yang terdiri dari : model penduga biomassa daun, model penduga biomassa ranting, model penduga biomassa cabang, model penduga biomassa batang utama+kulit serta model penduga biomassa total sebuah pohon

(Total Above Ground Biomass/TAGB). Model yang diujicobakan terdiri dari

empat model dengan menggunakan satu dan dua peubah bebas dalam bentuk linear dan non linear. Peubah bebas yang digunakan yaitu : diameter, diameter dan tinggi total, diameter dan tinggi bebas cabang, diameter dan diameter kuadrat. Model umum tersebut yaitu :

1. Model dengan satu peubah bebas

a. B = aDb (Brown 1997 )

b. B = a + bD + cD2(Brownet al. 1989)

2. Model dengan dua peubah bebas

a. B = aDbHtotc (Ogawa et al. 1965)

b. B = a + bD2Htot (Brown et al. 1989)

Penyusunan model menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan koefisien regresi dengan menggunakan metode OLS (ordinary Least Squares) atau metode kuadrat terkecil. Metode ini merupakan metode untuk memilih garis regresi yang membuat jumlah kuadrat jarak vertikal dari titik y pengamatan ke garis regresi sekecil mungkin. Metode kuadrat terkecil ini dapat digunakan jika asumsi-asumsi regresi terpenuhi, yaitu tiap nilai variabel bebas independen terhadap variabel bebas lainnya., nilai sisaan bersifat acak serta distribusi normal dengan rata-rata nol dan variasinya konstan (Draper & Smith 1992).

2. Pemilihan Model Terbaik

Untuk memilih atau membandingkan persamaan regresi terbaik dari model-model hipotetik di atas (regresi linear) harus memperhatikan standar kriteria perbandingan model, yaitu: koefisien determinasi (R2), nilai sisaan/simpangan baku (s) dan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adjusted). Dari 3 kriteria di atas model yang terbaik adalah model yang memiliki R2 dan R2


(31)

kenormalan sisaan dan keaditifan model. Selain kriteria di atas, pertimbangan kepraktisan penggunaan model juga perlu diperhatikan.

a. Perhitungan Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi R2 adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total yang terkoreksi dan biasanya R2 dinyatakan dalam persen (%). Nilai R2ini mencerminkan seberapa besar keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah bebas X. nilai R2 berkisar antar 0% sampai 100%. Makin besar R2 akan makin besar total keragaman yang dapat diterangkan oleh regresinya (semakin tinggi keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh peubah bebas X), berarti bahwa regresi yang diperoleh makin baik. Perhitungan besarnya nilai R2 dapat dilakukan dengan rumus (Walpole 1993) :

R2=

JKtotal JKregresi

dengan JK total terkoreksi untuk rataan Ӻ

Perhitungan nilai R2 adalah untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antara peubah bebas dan tidak bebas.

b. Perhitungan Koefisien Determinasi Terkoreksi (R2adjusted)

Koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) adalah koefisien determinasi yang

telah dikoreksi oleh derajat bebas dari JKS dan JKTT nya. Perhitungan koefisien determinasi terkoreksi ini dapat dilakukan dengan rumus (Walpole 1993) :

Radj2= 1-

% 100 1

u

n JKTT

p n JKS

Dimana :

JKS = Jumlah Kuadrat Sisa

JKTT = Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi (n-p) = dbs = derajat bebas sisaan (n-1) = dbt = derajat bebas total

Semakin tinggi R2 adjusted semakin tinggi pula keeratan hubungan antara peubah tak bebas Y dan peubah bebas X.

c. Perhitungan Simpangan Baku (s)


(32)

s =

n p

Y Ya i

¦

2

Dimana :

s = simpangan baku

Ya = nilai biomassa sesungguhnya

Yi = nilai biomassa dugaan

(n-p) = derajat bebas sisa.

Simpangan baku adalah ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan terhadap nilai sebenarnya. Semakin kecil nilai s semakin mendekati aktual atau nilai yang sebenarnya.

Selain kriteria nilai statistik, dilakukan juga uji validasi persamaan untuk menentukan persamaan alometrik yang terbaik. Kriteria yang diperhitungkan adalah nilai ketepatan dari suatu persamaan dalam menduga nilai yang sebenarnya. Semakin kecil nilai simpangan, maka penduga tersebut akan semakin tinggi ketepatannya. Semakin sempit sebaran simpangan maka akan semakin tinggi ketelitiannya dan semakin kecil kesalahan sistematiknya, maka penduga tersebut semakin tidak bias (Muhdin 1999).

d. Uji nilai t

Untuk menguji besar pengaruh penambahan peubah bebas secara statistik terhadap peningkatan ketelitian sebuah persamaan jika di dalam persamaan telah terdapat peubah X1dalam hal ini adalah diameter, digunakan uji nilai t. Untuk

mendapatkan nilai t hitung dapat digunakan rumus (Walpole 1993) : thitung =

e x

s b n

s 1( E0)

Hipotesis yang digunakan : H0 : ȕ1 = 0

H1 : ȕ1 0

Apabila thitung > ttabel atau nilai p < 0,05 pada taraf nyata 5 % maka tolak

H0 yang berarti penambahan peubah tinggi tidak signifikan terhadap peningkatan ketelitian persamaan. Artinya bahwa persamaan tersebut dapat menduga kurang lebih sama tepatnya dengan walaupun hanya menggunakan satu peubah bebas. e. Perhitungan ketepatan dugaan biomassa


(33)

Istilah ketepatan berkaitan dengan besarnya simpangan suatu nilai dugaan terhadap nilai yang sebenarnya. Ketepatan adalah kombinasi antara bias dan ketelitian di dalam menggambarkan jauh dekatnya nilai-nilai hasil pengamatan terhadap nilai yang sebenarnya. Untuk membandingkan ketepatan dugaan biomassa antar persamaan, rata-rata bias (error) absolut (MAEj) dari dugaan biomassa pada setiap persamaan dihitung dengan menggunakan rumus (Muhdin 1999) :

MAEj =

¦

eij

/nj

ti i a ij

e 8 8

Dimana :

MAEj = Mean Average Error (rata-rata bias absolut) persamaan ke-j (kg/pohon) eij = simpangan biomassa pohon ke-i dan pada persamaan ke-j

Yai = biomassa aktual (kg)

Yti = biomassa dugaan (kg)

nj = jumlah data rumus ke-j

Bi = nilai biomassa pohon ke-i

Persamaan yang memiliki nilai MAE yang lebih kecil (jika dibandingkan dengan persamaan lain), menunjukkan bahwa dugaa biomassa dengan persamaan tersebut lebih tepat.

f. Perhitungan simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat (SA)

Kriteria simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat dalam penelitian ini tidak digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan persamaan penduga biomassa terbaik. Untuk pengujian validasi lebih diutamakan dengan melihat nilai MAE persamaan tersebut. Kriteria SA dan SR disertakan hanya sebagai pembanding untuk melihat nilai simpangan persamaan baik rata-ratanya maupun secara agregat. Persamaan yang baik sebaiknya mempunyai SA tidak lebih dari 1% dan nilai SR < 10% (Chapman dan Meyer 1949 diacu dalam Imanuddin dan Wahjono 2002). SR dan SA ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

SR =

>

@

N x B B

Bai ti ti 100%

¦

% 100 x B

B B

SA

ti ai ti

¦

¦

¦

Dimana :

BBai = biomassa aktual ke-i (kg) BBti = biomassa dugaan ke-i (kg) N = jumlah data


(34)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Letak

Secara administrasi pemerintahan, lokasi penelitian berada di wilayah kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Propinsi Kalimantan Barat. Sedangkan menurut wilayah administrasi Kehutanan, lokasi termasuk wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Batu Ampar, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Batu Ampar.

Lokasi berbatasan dengan selat Karimata di sebelah Barat, Kabupaten Sanggau di sebelah Timur, Kabupaten Ketapang di sebelah Selatan dan di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sungai Kakap. Keberadaan lokasi penelitian terdapat di Kecamatan Batu Ampar tepatnya di Pulau Padang Tikar (Wilayah Koperasi Panter) dengan status hutan berupa hutan produksi seluas ± 6.291 ha yang secara geografis terletak pada 0045’–1010’ LS dan 1090 10’–1090 45’ BT (LPP Mangrove 2000).

4.2 Topografi dan Tanah

Sebagian besar wilayah hutan mangrove merupakan wilayah dengan jenis tanah Aluvial Hidromorf kelabu dengan bahan dari bahan endapan liat, debu serta fisiografi berupa daratan pasang surut pantai/pesisir. Kandungan bahan organik tertinggi terdapat di wilayah Bunbun (7,78%). Rasio kandungan karbon yang lebih besar dari 12 terjadi di Muara Dabong yang menunjukkan bahwa proses humifikasi bahan organik kurang lancar dan membentuk humus masam.

4.3 Hidrooseanografi dan Kualitas air 4.3.1 Pasang surut

Amplitudo pasang surut air laut di lokasi studi mencapai 2–3 meter sehingga pertukaran massa air relatif besar dan berlangsung sangat cepat.

4.3.2 Salinitas

Hasil pengukuran terhadap kadar garam di perairan mangrove di lokasi studi menunjukkan nilai salinitas antara 7,6 sampai 22,0 ‰ yang merupakan indikasi daerah payau sampai asin.


(35)

4.3.3 Kualitas air

Kekeruhan air berkisar antara 4,2–395 mg/l. Nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi tertinggi tercatat di perairan sungai Sruwet yaitu masing-masing 28,6 NTU dan 395 mg/l, dimana padatan tersuspensinya sudah melewati ambang batas yang ditetapkan yaitu < 80 mg/l. Hal ini disebabkan oleh pelumpuran akibat kegiatan pembukaan wilayah hutan di atasnya.

Nilai pH terukur menunjukkan kualitas air masih dalam kondisi alami, yaitu berada pada kisaran 7,4–7,9. sedangkan baku mutu untuk perairan air laut berkisar 6–9.

Kandungan oksigen terlarut berkisar antara 3,92–5,76. Kelarutan oksigen dalam air laut maksimum adalah sebesar 7,0 mg/l pada suhu 270C. Secara umum telah diketahui bahwa kandungan oksigen < 4 mg/l dapat mengganggu kehidupan biota air. Nilai BOD hasil pengamatan menunjukkan nilai yang relatif rendah (0,78–2,3 mg/l), hal ini disebabkan pertukaran masa air relatif cukup besar dan berlangsung cepat mengingat amplitudo pasang surut air laut di daerah ini mencapai 2-3 meter.

4.4 Keanekaragaman Jenis

Vegetasi hutan primer di Batu Ampar ditemukan 4 jenis pohon yaitu : Tumu (Bruguiera gymnorrhiza), Bakau (Rhizophora apiculata), Blukap

(Rhizophora mucronata), dan Nyirih (Xylocarpus granatum). Secara umum

vegetasi didominasi jenis Rhizophora apiculata.

4.5 Satwaliar

Terdapat 33 jenis burung dari 17 famili, 12 diantaranya dilindungi Undang-Undang. Jenis khas hutan mangrove yang ada di hutan Batu Ampar antara lain raja udang, kuntul, kowak, blekok, bambangan, gajahan, pecuk ular dan 2 jenis elang.

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan jenis mamalia yang paling sering dijumpai langsung di pinggir sungai hutan mangrove secara berkelompok antara 2-6 ekor. Sedangkan bekantan (Nasalis larvatus) yang merupakan jenis mamalia khas Kalimantan masih banyak terdapat di lokasi studi.


(36)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Data

5.1.1. Penyebaran Pohon Contoh Menurut Diameter Pohon

Pohon contoh dipilih berdasarkan keterwakilan kelas diameter yang ada di lokasi penelitian. Pohon Nyirih didominasi oleh pohon-pohon dengan diameter antara 11-30 cm. Penyebaran data pohon contoh berdasarkan kelas diameter dan tinggi totalnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran data pohon contoh nyirih menurut diameter dan tinggi total Tinggi Total (m)

Diameter

(cm) 4,0 - 9,9 10,0 - 14,9 15,0 - 19,9 20,0 - 24,9 Jumlah

5 - 10 6 1 - - 7

11 - 20 6 5 1 - 12

21 - 30 - 6 1 1 8

31 – 40 - - 1 - 1

> 41 - - 2 2

Jumlah 12 12 3 3 30

5.1.2 Kadar Air

Penentuan biomasa pada bagian pohon dilakukan dengan melakukan penimbangan langsung, untuk diketahui kadar air dari bagian pohon tersebut dan selanjutnya dihitung berat kering berdasarkan data kadar air. Kadar air merupakan persen berat kayu bebas air yang nilainya menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam bagian pohon yang dimaksud. Kadar air mempengaruhi sifat fisis kayu seperti kerapatan atau berat jenisnya. Secara umum besar kadar air akan berbanding terbalik dengan besar kerapatannya. Ada variasi nilai kadar air baik secara horizontal maupun vertikal. Hasil pengamatan terhadap kadar air setiap bagian pohon dilakukan sebanyak 11 kali ulangan untuk setiap bagiannya yang hasilnya dapat diamati pada Tabel 7.

Tabel 7 Kadar air nyirih pada 11 pohon contoh


(37)

Diameter Pohon (cm) Batang Cabang Ranting Daun 5 -10 8 2 5 5,892 8,376 10,573 1 2 3 117,59 134,37 118,60 133,58 79,17 111,80 36,23 71,26 71,51 241,49 115,08 200,81 11-20 3 11 4 12,102 15,287 19,745 1 2 3 123,84 103,72 121,63 112,64 155,81 110,67 118,52 90,69 95,81 253,98 127,45 132,59

31-40 14 32,166 1 87,81 67,07 66,26 156,96

> 41 13 49,363 2 83,70 95,43 41,34 196,44

Total 1190,87 1172,67 724,01 1814,72

Rata - rata 108,26 89,12 65,82 164,97 Dari Tabel 7 dapat diamati bahwa nilai kadar air rata-rata tertinggi terdapat pada bagian daun, sedangkan nilai kadar air terendah terdapat pada bagian ranting. Daun memiliki nilai kadar yang paling besar disebabkan karena pada bagian ini, kandungan bahan penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin rendah sehingga pada rongga sel yang kosong banyak terisi air. Meskipun komponen kimia penyusun kayu seperti klorofil a dan klorofil b memiliki berat molekul yang cukup besar, namun secara satuan luas jumlah rongga yang diisi air cenderung lebih banyak (Hilmi 2003). Penyebab lainnya adalah daun memiliki jumlah stomata yang lebih banyak daripada lenti sel yang terdapat pada batang yang menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang diserap oleh daun sehingga rongga yang ada pada daun akan banyak terisi air (Hilmi 2003). Nilai kadar air pada bagian-bagian pohon contoh ini dapat mencapai nilai lebih dari 100 % disebabkan karena nilai tersebut merupakan presentasi terhadap berat kayu kering tanur, dimana kadar air merupakan persentasi kandungan air yang terdapat dalam obyek pada keadaan basah. Hal ini akan berbeda jika selisih antara berat basah dan berat kering tanurnya ini dibandingkan dengan berta total kayu. Berat ini dipakai sebagai dasar perhitungan kadar air karena berat ini merupakan petunjuk banyaknya zat padat kayu.

Jika dicermati, ada kecenderungan nilai kadar air pohon nyirih menurun seiring dengan pertambahan ukuran diameter pohon. Namun kecenderungan ini hanya terlihat pada bagian batang dari kayu nyirih. Hal ini disebabkan karena pada pohon yang memiliki ukuran yang lebih kecil (kemungkinan disebabkan oleh umurnya yang relatif yang lebih muda) persentasi kayu juvenilnya lebih


(38)

besar daripada kayu teras sehingga zat-zat penyusun kayu lebih kecil atau sedikit dengan rongga sel yang lebih besar.

5.1.3 Kerapatan kayu

Kerapatan kayu dalam penelitian ini hanya ditentukan untuk bagian batang saja. Hasil perhitungan kerapatan kayu pohon Nyirih dapat diamati pada Tabel 8. Tabel 8 Kerapatan kayu pohon nyirih 11 pohon contoh

Kelas Diameter (cm) No. Pohon Diameter (cm) Ulangan Kerapatan Kayu (gr/cm3)

8 5,892 1 0,378

2 8,376 2 0,564

5 -10

5 10,573 3 0,436

3 12,102 1 0,463

11 15,287 2 0,489

11-20

4 19,745 3 0,548

12 21,656 1 0,539

1 25,000 2 0,494

21-30

24 30,127 3 0,666

31-40 14 32,166 1 0,591

>41 13 49,363 2 0,600

Total 5,769

Rata - rata 0,524

Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa dari jenis-jenis pohon terpilih ini terdapat variasi nilai kerapatan kayu yang cukup nyata. Kerapatan kayu rata–rata khususnya pada bagian batang pohon sebesar 0,524 g/cm3. Kerapatan kayu pohon nyirih ini cenderung kecil pada kelas diameter 5–10 cm dan terus meningkat seiring dengan peningkatan ukuran diameter pohon. Hal ini disebabkan karena semakin besar dimensi diameter pohon, diduga akan memiliki zat-zat penyusun kayu dalam jumlah dan ukuran yang lebih besar pula. Dengan kondisi ini, menunjukkan adanya variasi horizontal dari setiap pohon berbeda.

Nilai kerapatan kayu nyirih dapat dikatakan lebih kecil jika dibandingkan dengan kerapatan kayu (batang) sesama jenis mangrove lainnya yaitu pada jenis bakau (Rhizophoraspp. dan Bruguieraspp.). Berdasarkan penelitian Hilmi (2003) di Indragiri Hilir, Riau untuk jenis Rhizophora apiculata nilai berat jenis kayu berkisar antara 0,75–0,84 g/m3. Jenis Rhizophora mucronata juga memiliki nilai berat jenis yang hampir sama dengan jenis Rhizophora apiculata yaitu dengan nilai berat jenis kayu sebesar 0,76–0, 89 g/m3. Untuk jenis Bruguiera spp. Berat jenis kayu memiliki kisaran 0,72–0,78 g/m3.


(39)

Pada dasarnya, nilai kerapatan kayu memiliki beberapa macam variasi nilai, baik variasi bagian–bagian dalam satu pohon, variasi antar pohon dalam satu jenis dan variasi antar jenis pohon. Dalam pohon yang sama terjadi variasi vertikal yaitu semakin ke atas nilai kerapatannya menurun secara uniform. Hal ini disebabkan karena makin ke atas kandungan ekstraktif akan semakin rendah. Di lain pihak, proporsi kayu juvenil dan kayu gubal semakin besar sedangkan proporsi kayu terasnya semakin rendah.

Berdasarkan variasi vertikal yang ditunjukkan, makin ke arah atas maka pada pohon akan terjadi pengurangan nilai kerapatannya. Pengurangan ini disebabkan karena faktor mekanis dan biologis. Pada dasarnya tekanan besar dapat menyebabkan kayu memiliki tingkat kerapatan yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan kerapatannya lebih tinggi dibandingkan batang pohon yang lebih atas. Hal ini disebabkan karena makin ke pangkal maka kandungan zat penyusun kayu yang mengisi dinding sel akan semakin banyak. Makin ke atas kehadiran juvenil di sekitar empulur akan semakin besar, terutama pada bagian atas atau puncak pohon. Sehingga kerapatan kayu akan semakin randah (Hilmi 2003).

Variasi di antara setiap jenis pohon dalam satu jenis dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuh (iklim, tanah, salinitas, lama genangan, jarak pohon), faktor genetik dan arah tumbuh pohon. Menurut arah tumbuhnya, semakin ke Selatan dan Barat, nilai kerapatan kayu akan semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh curah hujan dan sifat tanah.

5.1.4 Biomassa Pohon–pohon Contoh

Nilai biomassa pohon contoh disajikan pada Tabel 9. Nilai biomassa ini merupakan nilai biomassa aktual yang besarnya diperoleh dari hasil penimbangan langsung yaitu melalui data Kadar Air (KA).

Tabel 9 Biomassa rata-rata pohon contoh menurut kelas diameter Biomassa (kg) Kelas

Diameter (cm)

No. Pohon

Diameter

(cm) Daun Ranting Cabang Batang Total


(40)

2 8,38 4,91 3,92 5,98 18,13 32,94

5 10,57 6,60 10,43 7,66 19,93 44,62

3 12,10 10,76 8,74 6,46 28,09 54,05

11 15,29 8,68 25,33 27,04 34,09 95,14

11-20

4 19,75 16,23 26,23 25,13 53,02 120,61

12 21,66 7,36 19,90 34,22 80,67 142,15

1 25,00 12,27 22,62 67,73 216,58 319,19 21-30

24 30,13 17,74 57,29 117,74 181,09 373,86 31-40 14 32,17 22,45 44,02 118,22 260,37 445,07

>41 13 49,36 56,42 271,98 526,26 528,02 1382,68

Total 164,36 492,28 937,16 1424,07 3017,87

Rata - rata 14,94 44,75 85,20 129,46 274,35 Persentase rata rata biomassa tiap bagian pohon contoh Nyirih berbeda-beda tiap bagiannya. Batang memiliki proporsi terbesar karena merupakan bagian berkayu tempat penyimpanan cadangan makanan hasil fotosintesis. Presentase rata–rata biomassa juga disajikan dalam bentuk grafik dan dapat diamati pada Gambar 3.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

5 -10 cm

11-2 0 cm

21-30 cm

31-40 cm

Ke las Diam e te r (cm )

B

io

m

assa (

kg

)

Biomassa Daun Biomassa Rant ing Biomassa Cabang Biomassa Bat ang

Gambar 3 Diagram area biomassa pohon nyirih tiap bagian menurut kelas diameter.

Tabel 9 menunjukkan kecenderungan nilai biomassa yang meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran diameter pohon. Peningkatan nilai biomassa ini terjadi untuk setiap bagian pohon. Karena ketika pohon ukuran pohon semakin besar tentunya akan diikuti dengan dengan bertambah banyak jumlah dan besarnya ukuran daun, ranting dan cabang. Sehingga biomassa total meningkat seiring dengan pertambahan ukuran diameter batang. Pengecualian terjadi pada jenis-jenis pohon yang menggugurkan ranting atau daunnya pada musim kemarau atau untuk alasan tertentu.


(41)

Pohon mangrove pada kelas diameter 10–40 cm merupakan pohon yang masih mengalami proses pertumbuhan yang tinggi. Laju pertumbuhan pohon akan memacu produksi hasil-hasil fotosintesis yang berupa kandungan selulosa dan zat-zat penyusun kayu lainnya. Peningkatan ini akan menyebabkan nilai biomassa menjadi semakin besar.

5.1.4.1 Perbandingan Hasil Perhitungan Biomassa Batang

Saat pengambilan data di lapangan, pada bagian batang juga dilakukan pengambilan data volume menurut dimensinya, sehingga dalam penentuan biomassa batang, selain dengan menggunakan metode penimbangan langsung, juga didekati menurut volume batangnya (melalui data kerapatan kayu).

Perbandingan hasil perhitungan dengan pendekatan yang berbeda ini dapat diamati pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan nilai biomassa batang dengan pendekatan volume dan penimbangan langsung

Biomassa (Kg) Kelas Diameter

(cm) No. Pohon Diameter (cm)

Dihitung dengan data volume

Dihitung dengan data berat basah

(KA)

2 5,89 31,83 35,22

5 8,38 44,48 44,62

5 -10

8 10,57 8,43 7,55

3 12,10 56,18 54,05

4 15,29 107,64 124,01

11-20

11 19,75 106,33 95,14

1 21,66 350,57 307,88

12 25,00 151,97 142,15

21-30

24 30,13 394,65 354,11

31-40 14 32,17 448,85 419,50

> 41 13 49,36 1394,21 1320,42

Total 3095,14 2904,66

Rata - rata 281,38 264,06

Tabel 10 menunjukkan terdapat perbedaan hasil perhitungan rata-rata biomassa batang per pohon yang dihitung menurut data berat basah (kadar air) dan melalui pendekatan volume batang. Adapun penghitungan dengan menggunakan volume pohon cenderung menghasilkan nilai dugaan biomassa


(42)

yang lebih tinggi karena pada penentuan kerapatan kayu, volume contoh uji yang digunakan di sini adalah berdasarkan dimensinya, jadi ada kemungkinan terjadi kekurang akuratan data yang dihasilkan. Estimasi terhadap kerapatan kayu cenderung menghasilkan nilai yang underestimate terhadap nilai sebenarnya. Namun dalam penetuan volume pohon secara total diduga terjadi overestimate, sehingga pada penetuan biomassanya memberikan nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan perhitungan langsung menggunakan data berat basah.

5.1.4.2 Biomassa Menurut Bagian–bagian Pohon

Proporsi nilai biomassa setiap bagian pohon berbeda-beda. Pada Gambar 4 disajikan hasil perhitungan distribusi nilai biomassa tiap bagian pohon. Perhitungan ini merupakan perhitungan nilai total biomassa dari 30 pohon contoh. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa bagian batang pohon menyumbang setengah dari biomassa total pohon, yaitu senilai 52,5 %. Rata-rata kandungan biomassa ini hampir sama persentasinya dengan kandungan biomassa untuk jenis

Rhizophora spp pada penelitian Hilmi (2003) yang mencapai 57–61% pada bagian

batang. Sedangkan untuk jenis Bruguiera spp berkisar 43-53%. Kandungan biomassa pada batang ini berkaitan erat dengan hasil produksi pohon yang didapat melalui fotosintesis yang umumnya disimpan pada batang. Segmen batang pertama yang diukur dari pangkal batang memiliki zat penyusun kayu yang paling banyak dibandingkan pada ujung batang yang lebih didominasi oleh kayu juvenil.

Besar proporsi nilai biomassa batang terhadap biomassa total berbeda dengan distribusi biomassa menurut bagian-bagiannya pada pohon lain non mangrove. Dapat dibandingkan dengan penelitian Adinugroho (2002) yang menyimpulkan bahwa batang Mahoni memiliki biomassa sebesar 73 % dari total biomassa dan 80 % dari biomassa total merupakan biomassa batang pada penelitian Wicaksono (2004) untuk pohon Mangium. Pada pohon Nyirih bagian batang hanya menyumbang setengah dari biomassa total. Perbedaan besar proporsi ini dipengaruhi oleh model/bentuk dan ukuran percabangan serta susunan ukuran cabang yang besar dan kecil dalam kanopinya (Nordwijk & Hairiah 2004). Secara morfologi, jenis Xylocarpus granatum memiliki cabang, ranting dan daun yang relatif banyak sehingga, persentasi biomassa batang tidak sebesar pohon pohon dengan arsitektur, batang lurus dan sedikit memiliki cabang.


(43)

ambar 4 Grafik distribusi biomassa

(a); (b-f) Grafik distribusi biomassa pohon nyirih tiap bagian pada eter: (b) kelas diameter 5-10 cm; (c) kelas

iameter 21-30 cm; (e) kelas diameter eter > 41 cm.

bahwa untuk setiap kelas umur, bagian batang

pohon meru ada pada k persen

G pohon nyirih menurut bagian-bagiannya

berbagai kelas diam

diameter 11-20 cm; (d) kelas d 31-40 cm dan (f) kelas diam Dari Gambar 4 terlihat

memiliki distribusi nilai biomassa terbesar, yaitu setengah dari biomassa total satu pakan biomassa dari bagian batang pohon. Biomassa batang terbesar elas diameter 21-30 cm. Pada pohon dengan diameter > 41 cm tase biomassa batang berkurang karena pada pohon-pohon ini, bagian cabang tumbuh membesar dengan ukuran yang sangat besar (hampir menyamai

biomassa batang : 52,5 %

biomassa cabang : 26% Biomassa ranting : 15,5 % biomassa daun : 6 % biomassa batang 49 %

biomassa cabang 15 %

biomassa ranting 23 % biomassa

daun 13%

(a) (b)

Biomassa

daun; 5% Biomassa ranting; 10% Biomassa daun; 27% Biomassa batang 58% (e) ranting; 20% biomassa biomassa cabang; 16% biomassa batang 54% biomassa daun 10% (c) Biomassa ranting 15%

daun; 4% Biomassa daun; 15% Biomassa daun; 35% Biomassa daun; 46% (f) biomassa

daun 6% biomassa

biomassa batang 57%

biomassa cabang 22%


(44)

ukuran batang utama) dan dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini mengakibatkan persentase biomassa cabang juga meningkat bahkan dengan pola yang lebih teratur.

Berbeda dengan bagian batang dan cabang, pada bagian ranting pohon nilai biomassa menurun seiring dengan bertambahnya ukuran diameter. Hal ini diakibatkan karena dengan bertambahnya ukuran pohon, ukuran ranting juga meningkat bahkan pada bagian tersebut tumbuh lagi ranting-ranting yang lain sehing

rtambahnya ukuran diameter. Pada kelas diameter 5-10 cm,

, tinggi pohon (total dan bebas cabang), biomassa daun, biomassa ranting, biomassa cabang, biomassa batang dan ga ukuran ranting tersebut lebih tepat diklasifikasikan sebagai cabang. Dapat diamati bahwa pada kelas diameter terkecil 5-10 cm, ranting pohon memberikan kontribusi sebesar 23 % untuk biomassa total pohon, kemudian menjadi 20 % pada pohon dengan kelas diameter 11-20 cm. Distribusi biomassa ranting menjadi 15 %, 10 % dan 15 % berturut-turut untuk kelas diameter 21-30 cm, 31–40 cm dan > 41 cm.

Daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat dan kurang berat. Sama halnya dengan bagian ranting, perubahan distribusi nilai biomassa dari bagian daun juga mengalami penurunan seiring dengan be

biomassa daun satu pohon bernilai 13 %, kemudian 10 % untuk kelas diameter 11-20 cm; 6 % untuk pohon dengan kelas diameter 21-30 % dan semakin kecil sampai 4 % untuk kelas diameter > 31 cm. Dalam penelitian Hilmi (2003) biomassa daun pada umumnya memiliki kisaran 3–6 %. Menurut White (1991) yang diacu dalam Hilmi (2003), kisaran bahan organik dari daun adalah sekitar 6%. Pada dasarnya daun mangrove memiliki dinding epidermis yang tebal, memiliki sukule atau tempat penyimpanan air dalam jaringan, dan lapisan kutikula tebal yang bertujuan untuk memperlambat laju hilangnya air evaporasi, sehingga laju transpirasinya lebih rendah dibandingkan tanaman non salin (Hutching & Saenger 1987 diacu dalam Hilmi 2003).

5.1.4.3 Hubungan Antar Peubah Dimensi Pohon Nyirih (diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang) dengan Biomassa

Peubah yang digunakan dalam penyusunan persamaan alometrik penduga biomassa adalah diameter pada ketinggian 1,30 m


(45)

biomassa total. Hubungan keeratan antar peubah–peubah ini dapat dilihat kan nilai korelasi pearson yang dapat diamati pad

berdasar a Tabel 11.

Tabel 11 Matrik korelasi sederhana antar peubah pohon mahoni

Peubah D H Hbc BBdaun BrantingB BBcabang BbatangB

H 0,805* - - - -

Hbc -0,005tn -0,021tn - - -

BBdaun 0,861* 0,665* -0,228 - - - -

Branting

tn

B 0,744* 0,569* -0,230

-tn 0,942* - -

BBcabang 0,831* 0,650* -0,075 0,931* 0,950* - -tn

BBbatang 0,941* 0,838* 0,096 0,826* 0,740* 0,879* -

0, * 0, * -0,039tn

tn

BBtotal 904 749 0,935* 0,913* 0,984* 47* 0,9

K * eda nya Į = 5 %) tn be ta (Į = 5 %)

H i to

Hb i be g

eca m a b agian pohon berkorelasi positif de an

diam b si en g

diartikan bahwa dengan meningkatnya tal po on akan diikuti dengan peningkatan bobot kering (biomassa) setiap bagian pohon tersebut. Korelasi positif ini berkaitan erat denga

ggi bebas cabang tidak mampu memberikan petunjuk yang konsisten untuk

et : = berb k

t (a = tida

= ting

rbeda nya tal g

c = tingg bas caban

S ra umu biomass agian–b ng

eter dan tinggi total pohon nyirih dan erkorela lemah d gan tin gi bebas cabangnya. Korelasi positif ini dapat

dimensi nggi diameter dan ti to h

n hasil fotosinesis yang disimpan oleh tumbuhan sebagai cadangan makanan yang juga digunakan untuk pertumbuhannya yaitu penambahan ukuran diameter dan tinggi totalnya. Sedangkan korelasi positif yang dipelihatkan oleh biomassa masing–masing bagian pohon menunjukkan bahwa semakin besar nilai biomassa suatu baian pohon akan diikuti dengan penambahan biomassa bagian pohon yang lainnya.

Dari Tabel 11 juga dapat diamati bahwa ada beberapa hubungan antar peubah yang tidak logis. Hubungan tersebut terdapat pada hubungan tinggi bebas cabang (Hbc) dengan peubah-peubah yang lainnya. Ketidaklogisan ini

diperlihatkan dengan nilai korelasi pearson yang bertanda negatif. Dapat diartikan bahwa tin

menerangkan hubungan dengan diameter pohon dan juga hubungannya dengan tinggi total pohon. Oleh karena ketidaklogisan hubungan ini, maka peubah tinggi bebas cabang tidak disertakan sebagai peubah bebas dalam penyusunan model penduga alometrik karena secara otomatis akan menghasilkan ketidaklogisan pada model yang dibentuk.


(1)

Lampiran 3 Uji Sampel Kadar Air

Berat Basah (gram) Berat Kering (Kg) Kadar Air (%) Ulangan

daun ranting cabang batang daun ranting cabang batang daun ranting cabang batang 1 300 300 323,4 8,63 105,57 476,45 180,5 4,38 184,17 34,67 79,17 97,38 2 300 300 140 8,14 139,48 392,23 66,1 3,49 115,08 71,26 111,807 134,36 3 300 300 160 6,67 84,75 362,8 68,5 3,02 253,98 118,52 133,58 123,84 4 300 300 350 8,13 128,98 271,8 164,6 3,70 132,59 95,81 112,64 121,63 5 300 300 150 9,56 99,73 492,25 71,2 4,39 200,81 71,51 110,67 118,60 6 300 300 55 8,71 87,85 442,43 21,5 3,91 241,49 36,23 155,81 117,59 7 300 300 170 8,05 131,9 340,4 80,9 3,95 127,45 90,69 110,14 103,72 8 300 300 230 9,22 178,19 280,7 115,3 4,31 68,36 53,33 99,48 116,69 9 300 300 3050 9,75 101,2 434,13 1560,665 5,33 196,44 41,34 95,43 83,70 10 300 300 760 8,84 116,75 486,75 454,9 4,80 156,96 66,26 67,07 87,81 11 300 300 2340 8,80 126,38 499,1 1188,519 4,73 137,38 44,40 96,88 85,54


(2)

Lampiran 4 Data dimensi pohon contoh dan nilai biomassa bagian-bagian pohon contoh

Biomassa (Kg) BEF

No.

Pohon Dbh (cm)

Kelas Diameter

(cm) H (m) Hbc (m) daun ranting cabang batang total H Hbc

1 25 21-30 21,9 2 12,265 22,615 68,488 205,271 308,639 1,504 3,485

2 8,38 5- 10 9,5 1,76 4,906 3,920 6,050 20,407 35,283 1,729 3,467

3 12,10 11-20 10,4 1,6 10,756 8,744 6,534 28,090 54,124 1,927 3,253

4 19,75 11-20 9,07 2,2 16,228 26,233 25,411 56,420 124,292 2,203 2,618

5 10,57 5-10 10,9 2 6,604 10,433 7,744 19,927 44,709 2,244 5,676

6 7,64 5-10 4,9 2 2,264 4,825 1,839 6,242 15,170 2,430 2,953

7 9,27 5-10 9,6 2,1 3,019 3,618 1,452 12,964 21,054 1,624 2,345

8 5,89 5-1 7,7 3,1 0,943 1,809 0,726 4,081 7,560 1,852 2,033

9 12,10 11-20 10,9 2,3 7,925 14,474 10,890 30,971 64,260 2,075 3,854

10 7,29 5-10 8,8 3 0,943 3,618 1,210 6,242 12,014 1,925 2,411

11 15,29 11-20 14,5 1,6 8,680 25,329 27,347 34,092 95,447 2,800 6,298

12 21,66 21-30 10,78 2 7,359 19,901 34,607 80,668 142,535 1,767 3,416

13 49,36 > 41 21,6 1,5 56,420 271,983 532,172 465,761 1326,337 2,848 9,279

14 32,17 31-40 15,1 2 22,455 44,024 119,551 234,801 420,831 1,792 3,259

15 41,40 > 41 22,1 3,8 17,171 32,264 188,582 438,392 676,409 1,548 2,238 16 26,12 21-30 15,4 1,5 19,285 43,964 43,368 126,764 233,380 1,841 3,908

17 16,24 11-20 9,8 1,85 2,076 3,015 7,744 62,902 75,737 1,204 1,540

18 16,24 11-20 13,8 2,3 5,661 11,458 10,890 53,779 81,788 1,521 6,585

19 22,61 21-30 11,9 2 7,208 13,931 18,635 72,505 112,279 1,549 2,490

20 10,19 5-10 6,4 2,1 3,057 9,649 5,566 14,021 32,293 2,303 4,269

21 24,20 21-30 14,8 2 13,020 28,887 26,282 119,081 187,270 1,573 2,660

22 21,02 21-30 12,1 2,2 11,133 19,901 11,858 55,699 98,592 1,770 2,599

23 11,15 11-20 9,0 1,5 5,661 8,141 6,534 23,528 43,865 1,864 2,256

24 30,13 21-30 14,4 2,3 17,738 57,291 119,067 161,336 355,432 2,203 3,911 25 23,25 21-30 10,9 1,6 13,586 41,009 51,789 102,515 208,900 2,038 4,175

26 14,65 11-20 10,5 1,8 6,038 5,729 9,680 47,536 68,984 1,451 2,665

27 12,10 11-20 7,0 2 5,284 10,252 4,356 16,806 36,698 2,184 3,077

28 16,08 11-20 7,1 3,5 7,548 10,855 6,050 28,330 52,783 1,863 2,248

29 17,20 11-20 16,9 2,25 9,812 47,039 19,845 88,831 165,527 1,863 3,450


(3)

Lampiran

5 Hasil Analisis Regresi Model Penduga Biomassa Terbaik

Setiap Bagian Pohon

A. Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Batang

Regression Analysis: Log B Btg versus Log D

The regression equation is

Log B Btg = - 1,09 + 2,28 Log D

Predictor Coef SE Coef T P Constant -1,0919 0,1230 -8,88 0,000 Log D 2,2822 0,1000 22,82 0,000

S = 0,121162 R-Sq = 94,9% R-Sq(adj) = 94,7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 7,6445 7,6445 520,74 0,000 Residual Error 28 0,4110 0,0147

Total 29 8,0556

Unusual Observations

Obs Log D Log B Btg Fit SE Fit Residual St Resid 1 1,40 2,3356 2,0985 0,0291 0,2371 2,02R 2 0,92 1,2585 1,0147 0,0362 0,2438 2,11R R denotes an observation with a large standardized residual.

B. Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Cabang

Regression Analysis: Log BCbg versus Log D

The regression equation is

Log BCbg = - 2,20 + 2,78 Log D

Predictor Coef SE Coef T P Constant -2,2015 0,2157 -10,21 0,000 Log D 2,7773 0,1754 15,83 0,000

S = 0,212533 R-Sq = 90,0% R-Sq(adj) = 89,6%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 11,322 11,322 250,64 0,000 Residual Error 28 1,265 0,045

Total 29 12,586


(4)

Obs Log D Log BCbg Fit SE Fit Residual St Resid 2 0,92 0,7818 0,3621 0,0635 0,4196 2,07R R denotes an observation with a large standardized residual.

C. Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Ranting

Regression Analysis: Log BRtg versus Log D

The regression equation is

Log BRtg = - 1,00 + 1,79 Log D

Predictor Coef SE Coef T P Constant -1,0041 0,2403 -4,18 0,000 Log D 1,7876 0,1955 9,15 0,000

S = 0,236792 R-Sq = 74,9% R-Sq(adj) = 74,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 4,6901 4,6901 83,65 0,000 Residual Error 28 1,5700 0,0561

Total 29 6,2601

Unusual Observations

Obs Log D Log BRtg Fit SE Fit Residual St Resid 17 1,21 0,4793 1,1600 0,0432 -0,6807 -2,92R 29 1,24 1,6725 1,2043 0,0435 0,4681 2,01R R denotes an observation with a large standardized residual.

D. Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Daun

Regression Analysis: Log B Daun versus Log D

The regression equation is

Log B Daun = - 0,968 + 1,51 Log D

Predictor Coef SE Coef T P Constant -0,9684 0,2025 -4,78 0,000 Log D 1,5078 0,1647 9,15 0,000

S = 0,199536 R-Sq = 75,0% R-Sq(adj) = 74,1%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 3,3367 3,3367 83,81 0,000 Residual Error 28 1,1148 0,0398


(5)

Unusual Observations

Obs Log D Log B Daun Fit SE Fit Residual St Resid 17 1,21 0,3172 0,8570 0,0364 -0,5397 -2,75R R denotes an observation with a large standardized residual.

E. Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Total Pohon Nyirih

Regression Analysis: Log B Tot versus Log D

The regression equation is Log B Tot = - 0,763 + 2,23 Log D

Predictor Coef SE Coef T P Constant -0,7628 0,1164 -6,55 0,000 Log D 2,23411 0,09466 23,60 0,000

S = 0,114676 R-Sq = 95,2% R-Sq(adj) = 95,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 7,3258 7,3258 557,07 0,000 Residual Error 28 0,3682 0,0132


(6)

RINGKASAN

Marlin Ariance Talan (E34103006), Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih

(Xylocarpus granatum Koenig 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar-

Kalimantan Barat, dibawah bimbingan Ir. Nyoto santoso, MS. dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.

Salah satu fungsi hutan berkaitan dengan isu pemanasan global adalah sebagai penyerap CO2dari udara melalui proses fotosintesis (sink) dan menyimpannya sebagai biomassa hutan (reservoir). Hutan mangrove dengan tingkat produktivitas dua kali lebih besar dari hutan primer daratan diduga memiliki fungsi sebagai biomass sink dan biomass reservoir yang baik. Untuk menduga jumlah biomassa di dalam hutan, dapat digunakan pendekatan secara tidak langsung yaitu melalui model alometrik dan metode Biomass Expansion Factor (BEF).

Tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah persamaan alometrik penduga biomassa jenis Nyirih. Persamaan dibuat berdasarkan hipotesis adanya hubungan yang erat antara parameter pohon dengan biomassa tiap bagian pohon.

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka ditetapkan sebanyak 30 pohon contoh yang secara acak dipilih berdasarkan keterwakilan diameter, yang selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa dengan menggunakan destructive sampling. Dalam penelitian ini biomassa batang juga dihitung dengan menggunakan pendekatan volume sedangkan biomassa bagian lainnya dihitung dengan penimbangan langsung. Penelitian dilaksanakan di tegakan mangrove desa Nipah Panjang, Batu Ampar–Kalimantan Barat.

Pengumpulan data dilakukan saat pohon masih berdiri (diameter setinggi dada, tinggi total dan tinggi bebas cabang). Setelah rebah, setiap bagian pohon dipisahkan dan kemudian ditimbang secara keseluruhan untuk mendapatkan berat basahnya. Untuk mendapatkan data kadar air, diambil sampel uji sebanyak 11 ulangan untuk setiap bagian pohon.

Model pendugaan biomassa dihasilkan dengan menganalisa hubungan antara nilai biomassa dengan dimensi pohon. Hubungan erat yang ditunjukkan oleh setiap peubah terhadap peubah yang lain menyatakan bahwa peubah-peubah tersebut mampu menjelaskan biomassa secara konsisten. Korelasi positif biomassa tiap bagian pohon lebih besar terjadi dalam hubungannya dengan diameter dibandingkan dengan tinggi totalnya. Hubungan antara peubah– peubah ini dinyatakan dalam persamaan regresi. Persamaan terbaik diperoleh dengan uji coba terhadap empat persamaan regresi linier maupun non linier dengan satu dan dua peubah bebas. Persamaan yang baik adalah persamaan yang memiliki simpangan (s) terkecil, koefisien determinasi (R2) dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) terbesar. Selain itu persamaan juga harus memiliki nilai dugaan yang tidak berbeda jauh dengan nilai biomassa aktual, dapat memenuhi pertimbangan keefisienan pengambilan data di lapangan, memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan keaditifan model.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yakni mencapai 52,5% dari biomassa keseluruhan pohon di atas permukaan tanah, kemudian diikuti oleh biomassa cabang (26%), ranting (15,5%) dan daun (6%). Dibandingkan dengan penelitian terhadap pohon Mahoni (Adinugroho 2002) besar persentase biomassa batang 73% dari biomassa totalnya. Berdasarkan perbandingan nilai ini dapat disimpulkan bahwa Nyirih memiliki struktur pohon dengan percabangan yang banyak.

Dari beberapa persamaan regresi yang diujicobakan, persamaan alometrik terbaik yang dihasilkan untuk menduga biomassa pada setiap bagian pohon Nyirih antara lain :

ƒ Biomassa batang : Bbtg = 0,0813D2,28 ƒ Biomassa cabang : Bcbg = 0,0063D2,78 ƒ Biomassa ranting : Brtg = 0,1D1,79 ƒ Biomassa daun : Bdaun = 0,1076D1,51 ƒ Biomassa pohon : Btotal = 0,1832D2,21

Nilai BEF pohon Nyirih yang dihasilkan adalah adalah 1,806 untuk pendugaan biomassa total berdasarkan data penimbangan langsung dan senilai 1,737 dari data volume pohon.. Peningkatan ukuran diameter pohon menyebabkan nilai BEF menjadi semakin kecil. Dari nilai BEF yang cukup besar ini dapat disimpulkan bahwa struktur pohon Nyirih ini memiliki percabangan yang banyak.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 50 63

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

2 75 89

Potensi Limbah Kulit Buah Xylocarpus granatum Koenig. sebagai Inhibitor Tirosinase

1 17 43

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 11

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 1 10

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 10

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 29

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 13

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 13

Estimation of aboveground tree biomass Toona sureni and Coffea arabica in agroforestry system of Simalungun, North Sumatra, Indonesia

0 0 6