Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

(1)

PENGARUH SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KOMPOSISI RANTAI PANJANG POLYISOPRENOID SEMAI

MANGOVE SEJATI MINOR BERJENIS SEKRESI

Xylocarpus

gr

anatum

Koenig.

SKRIPSI

Oleh:

NURFALAH SIREGAR 111201124

PROGAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig.

Nama : Nurfalah Siregar NIM : 111201124

Menyetujui Komisi Pembimbing

Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Dr. Budi Utomo., SP., MP

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

ABSTRACT

NURFALAH SIREGAR : Effect of salinity on the growth and composition of long chain polyisoprenoid in true mangrove of minor secretor Xylocarpus granatum Koenig seedlings. By MOHAMMAD BASYUNI and BUDI UTOMO.

Effect of salinity on the growth and composition of long chain polyisoprenoid in true mangrove of minor secretor Xylocarpus granatum Koenig seedlings. Studied in the greenhouse, Faculty of Agriculture and laboratory of forest ecology, University of Sumatera Utara. Research started from July to November 2014. This study used five levels of salinity, namely 0%; 0.5%; 1.5%; 2% and 3% where seedlings were grown for 3 months. The best result was obtained 0.5% salinity, seedling height at 0.5% salinity, diameter seedlings in salinity 0%, number of leaves at 2% salinity, Leaf area at 2% salinity, wet weight of sample 0.5%, wet weight shoot at a salinity of 0.5%, wet weight of the stem at a salinity of 0.5%, root dry weight in salinity 0%, shoot dry weight at 2% salinity, stem dry weight at 0.5% salinity, and sample dry weight at 0.5% salinity. Chramotogram showed contained of X.granatum plants are doilichol with standard 1-3 on leaf. and dolichol standard 7-9 on the leaves at the same salinity level is 0%.

Keywords: Mangrove, Xylocarpus granatum Koenig, salinity, morphology, polyisoprenoid.


(4)

ABSTRAK

NURFALAH SIREGAR : Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi X. granatum. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan BUDI UTOMO.

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan komposisi rantai panjang polyisoprenoid semai mangrove sejati minor berjenis sekresi Xylocarpus granatum koenig. diteliti di rumah kaca, fakultas pertanian dan di laboratorium ekologi hutan, universitas sumatera utara mulai bulan juli 2014 sampai november 2014. penelitian ini menggunakan lima tingkat salinitas yaitu 0 %, 0,5 %, 1,5 %, 2 %, dan 3 % dimana semai ditanam selam 3 bulan. hasil terbaik yang diperoleh terdapat pada tingkat salinitas 0,5 %. pertumbuhan tinggi semai pada konsentrasi 0,5 %, diameter semai 0 %, jumlah daun 2 %, luas daun 2 %, berat basah bonggol 0,5 %, berat basah tajuk 0,5 %, berat basah batang 0,5 %, berat kering akar 0 %, berat kering tajuk 2 %, berat kering batang 0,5 %. Terjemahan TLC dari tanaman X.granatum terdapat doilikol dengan standart 1-3 pada daun dan dan standart dolicol 7-9 pada daun pada tingkat salinitas yang sama yaitu 0%.

Kata kunci: Mangrove, Xylocarpus granatum Koenig, salinitas, morfologi, polyisoprenoid.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Rantauprapat pada tanggal 1 Agustus 1992 dari pasangan bapak Drs. H. Makmur TB Siregar dan Ibu Almh. Megawati Dongoran Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dalam keluarga.

Penulis menjalani pendidikan formal di MIN Urung Kompas Rantauprapat dan lulus pada tahun 2005, lalu melanjutkan keMTSN Rantauprapat dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 3 Rantau Utara. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB-SPMB.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi, yaitu sebagai ketua bidang keputrian Badan Kenaziran Mushollah Kehutanan USU tahun 2013-2014, dan Anggota Himpunan Mahasiswa Sylva tahun 2011-2012. Penulis juga menjadi asisten Praktikum Silvika dan asisten Praktikum Inventarisai Hutan tahun, Praktikum Ekologi Hutan dan asisten Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) 2013-2014.

Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan Gunung Barus, Kabupaten Karo pada tahun 2013. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perawang Sukses Perkasa Industri Distrik Lipat Kain dari tanggal 28 Januari-4 Maret 2015.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig”.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP. MP., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Bapak Drs. H. Makmur TB Siregar dan Ibunda Almh. Megawati

Dongoran, dan Ibu kedua saya Ibu Nur Ainun yang senantiasa memberikan kasih sayang sepanjang masa, dan dukungan berupa moril maupun materil kepada penulis. Serta seluruh keluarga besar khususnya kepada Bapak Hasian Siregar dan Ibu Hj. Fatimah serta keluarga.

2. Teristimewa kepada keluarga saya, kakak saudara perempuan saya Khoirotun Najihah Siregar, S. KM.,, Abang saudara laki-laki saya Abdul Fikri Wisudawan Siregar, S.Sos., dan Adik saudrara perempuan saya Pina Siti Siannapa Siregar yang selalu memberikan saya kekuatan, dan semangat juang dalam mendukung saya menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh masyarakat Desa Pulau Kampai Bapak Burhan selaku kepala desa beserta keluarga besar dan masyarakat Desa Pulau Kampai.

4. Rekan tim peneliti (Latifah Nur Siregar,Epifani N Gultom, dan Apriliyani Sinaga, Evan Kharogi, Hamsyah R Harahap, Nofrizal Amri dan Heru Prayogi) yang telah memberikan semangat dan kerjasama saat melakukan penelitian, serta teman-teman angkatan 2011 di Fakultas Kehutanan, khususnya di Budidaya Hutan 2011.

5. Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan


(7)

penulis. Terimakasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga ALLAH SWT. senantiasa melimpahkan Karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... ... 1

Tujuan Penelitian... ... 2

Manfaat Penelitian... ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Mangrove secara Umum ... 4

Taksonomi dan Morfologi Xylocarpus granatum Koenig... ... 6

Adaptasi Tumbuhan Mangrove Terhadap Garam dan Mekanisme- nya... ... 7

Peranan Metabolism Sekunder Terhadap Cekaman Garam... ... 11

Biologi Terpenoid pada Mangrove... ... 12

Senyawa Bio Aktif di Mangrove termasuk Polyisoprenoid (Polyprenol dan Dolicol) ... 14


(9)

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

Alat dan Bahan Penelitian ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 17

1. Seleksi dan Penanganan Benih ... 17

2. Penyimpanan Benih Sementara ... 18

3. Penyiapan Media Semai ... 18

Pengamatan Parameter... 18

1. Pertambahan Tinggi Semai (cm)... 18

2. Pertambahan Diameter Semai (mm) ... 19

3. Pertambahan Jumlah Daun ... 19

4. Luas Daun (cm2) ... 19

5. Berat Basah Akar (g) ... 19

6. Berat Basah Tajuk (g) ... 19

7. Berat Basah Batang (g) ... 20

8. Berat Kering Akar (g) ... 20

9. Berat Kering Tajuk (g) ... 20

10. Berat Kering Batang (g) ... 20

11. Rasio Tajuk dan Akar ... 20

12. Rasio Batang dan Akar ... 21

Analisis Data ... 21

Metode Ekstraksi Polyisoprenoid ... 22

1. Pengumpulan Sample (Sample collection) ... 22

2. Analisis Lipid yang Tidak Tersabunkan (Analysis of non-saponilable lipid (NSL)) ... 22

3. Analisis Polyisoprenoid ... 22


(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan Semai X. granatum ... 25

Pengaruh Salinitas terhadap Biomassa Semai X. granatum ... 27

Rasio Tajuk/Akar dan Rasio Batang/Akar ... 34

Analisis Lipid Tidak Tersabunkan dan Analisis Thin-Layer Chromatography TLC ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Koefisien Kolerasi Semua Parameter Pengukuran ... 36

2. Ringkasan Pertumbuhan Terbaik Parameter Penelitian di Berbagai

Salinitas... . ... 38


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tinggi semai (a) dan diameter semai (B) ... 26 2. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan jumlah daun (A), korelasi antara

jumlah daun dengan kontrol (B), luas daun (C) dan korelasi luas daun dengan kontrol (D) ... 27 3. Pengaruh salinitas terhadap semai X.granatum yaitu pada berat basah tajuk (A),

korelasi berat basah tajuk dengan kontrol (B), berat basah batang (C), dan korelasi berat basah batang dengan kontrol (D)... 29

4. Pengaruh salinitas terhadap berat basah bonggol (A), korelasi antara berat basah bonggol dengan kontrol (B) berat basah akar (C) dan korelasi berat basah akar dengan perlakuan kontrol (D). ... 29 5. Pengaruh salinitas terhadap berat kering semai X.granatum yaitu pada berat

kering tajuk (A), korelasi antara berat kering tajuk dengan semua perlakuan (B) .... 31 6. Berat kering batang (C), dan korelasi berat kering batang terhadap semua

perlakuan (D) ... 32 7. Pengaruh salinitas terhadap berat kering semai X.granatum yaitu pada berat

Berat kering bonggol (A), korelasi berat kering bonggol terhadap semua perlakuan (B),berat kering akar (C), dan korelasi anatara berat kering akar dengan semua perlakuan (D) ... 33 8. Rasio Tajuk dan Akar (A), korelasi antara rasio tajuk dan akar dengan kontrol

(B), Rasio Batang dan Akar (C) dan korelasi antara rasio batang dan akar dengan kontrol (D). ... 36 9. Polyisoprenoid pada pembacaan TLC ... 39


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji Dunnets semai X.granatum Koenig. pada bernagai tingkat salinitas... 46 2. Dokumentasi penelitian ... 73


(14)

ABSTRACT

NURFALAH SIREGAR : Effect of salinity on the growth and composition of long chain polyisoprenoid in true mangrove of minor secretor Xylocarpus granatum Koenig seedlings. By MOHAMMAD BASYUNI and BUDI UTOMO.

Effect of salinity on the growth and composition of long chain polyisoprenoid in true mangrove of minor secretor Xylocarpus granatum Koenig seedlings. Studied in the greenhouse, Faculty of Agriculture and laboratory of forest ecology, University of Sumatera Utara. Research started from July to November 2014. This study used five levels of salinity, namely 0%; 0.5%; 1.5%; 2% and 3% where seedlings were grown for 3 months. The best result was obtained 0.5% salinity, seedling height at 0.5% salinity, diameter seedlings in salinity 0%, number of leaves at 2% salinity, Leaf area at 2% salinity, wet weight of sample 0.5%, wet weight shoot at a salinity of 0.5%, wet weight of the stem at a salinity of 0.5%, root dry weight in salinity 0%, shoot dry weight at 2% salinity, stem dry weight at 0.5% salinity, and sample dry weight at 0.5% salinity. Chramotogram showed contained of X.granatum plants are doilichol with standard 1-3 on leaf. and dolichol standard 7-9 on the leaves at the same salinity level is 0%.

Keywords: Mangrove, Xylocarpus granatum Koenig, salinity, morphology, polyisoprenoid.


(15)

ABSTRAK

NURFALAH SIREGAR : Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi X. granatum. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan BUDI UTOMO.

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan komposisi rantai panjang polyisoprenoid semai mangrove sejati minor berjenis sekresi Xylocarpus granatum koenig. diteliti di rumah kaca, fakultas pertanian dan di laboratorium ekologi hutan, universitas sumatera utara mulai bulan juli 2014 sampai november 2014. penelitian ini menggunakan lima tingkat salinitas yaitu 0 %, 0,5 %, 1,5 %, 2 %, dan 3 % dimana semai ditanam selam 3 bulan. hasil terbaik yang diperoleh terdapat pada tingkat salinitas 0,5 %. pertumbuhan tinggi semai pada konsentrasi 0,5 %, diameter semai 0 %, jumlah daun 2 %, luas daun 2 %, berat basah bonggol 0,5 %, berat basah tajuk 0,5 %, berat basah batang 0,5 %, berat kering akar 0 %, berat kering tajuk 2 %, berat kering batang 0,5 %. Terjemahan TLC dari tanaman X.granatum terdapat doilikol dengan standart 1-3 pada daun dan dan standart dolicol 7-9 pada daun pada tingkat salinitas yang sama yaitu 0%.

Kata kunci: Mangrove, Xylocarpus granatum Koenig, salinitas, morfologi, polyisoprenoid.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman Mangove adalah halophyte yang tumbuh dan berkembang di pasang surut zona iklim tropis dan subtropis. Salah satu fitur mencolok dari tanaman mangove adalah kemampuan mereka untuk tumbuh dalam berbagai tingkat salinitas, mulai dari air tawar ke lingkungan hypersaline. Selain bertoleransi terhadap garam, mangove dapat bertahan pada genangan air atau lamanya genangan pasang surut dizona pasang surut. Akar mangove mampu menghadapi kenaikan dan penurunan paparan salinitas di bawah kondisi pertumbuhan alami (Tomlinson, 1986).

Tanaman mangove didistribusikan di atas setengah bagian dari zona pasang surut di daerah tropis dan subtropik daerah. Mangove juga sumber yang kaya terpenoid pentasiklik dan phytosterols (isoprenoid

garam, bakau tanaman jatuh ke dalam dua kelompok besar kelenjar baik garam atau garam rambut untuk menghilangkan kelebihan garam. Yang kedua adalah non-mensekresi spesies yang tidak memiliki morfologi seperti gical fitur untuk ekskresi kelebihan garam. Mekanisme sel tumbuhan untuk mengatasi stres garam dan strategi molekul tidak baik dipahami


(17)

tampaknya kompleks dan bervariasi, beberapa baris mekanisme telah didalilkan

penyesuaian tekanan

Hutan mangove terkenal kaya sebagai sumber metabolit sekunder. Penelitian ini difokuskan untuk mempelajari aspek fisiologi senyawa rantai panjang polyisoprenoid dengan menganalisis pengaruh cekaman salinitas terhadap konsentrasi famili polyisoprenoid di semai mangove di Sumatera Utaradengan pendekatan dimensi plate sederhana thin layer Cromatogpy (Analisis Thin-Layer Chromatogaphy (TLC)) yang bisa memisahkan antara famili dolikol dan famili polyprenol.

Lebih lanjut telah ditemukan bahwa proporsi terbesar dari triterpenoid terdistribusi di bagian luar akar daripada di bagian dalamnya, hasil ini mengindikasikan peranan protektif dari triterpenoid di hutan mangove (Basyuni et al. 2007). Pada konteks ini, polyisoprenoid diduga memainkan peran yang penting adaptasi mangove terhadap cekaman lingkungan. Penelitian ini diarahkan pada pengaruh variasi cekaman salinitas terhadap konten senyawa rantai panjang polyisoprenoid di mangove sejati minor berjenis sekreasi Xylocarpus granatum asal Sumatera Utara. Pada studi ini diharapkan diperoleh mekenisme baru adaptasi tanaman mangove terhadap cekaman garam.

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh konsentrasi salinitas terhadap pertumbuhan dan biomassa semai mangove sejati bersekresi X. granatum.

2. Melihat pengaruh konsentrasi salinitas terhadap perubahan konten rantai panjang polyisoprenoid di semai mangove sejati bersekresi X. granatum.


(18)

Hipotesis Penelitian

Terjadinya perbedaan respon pertumbuhan dan konsentrasi rantai panjang polyisoprenoid terhadap cekaman salinitas.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah pemanfaatan hasil penelitian berciri khas daerah (dalam hal mangove di Sumatera Utara) yang dapat dipergunakan untuk progam rehabilitasi mangove dengan jenis X. granatum. Selain itu, fungsi fisiologi senyawa rantai panjang polyisoprenoid dari jenis X.granatum di bawah cekaman garam dapat diketahui.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Mangove Secara Umum

Hutan mangove adalah suatu tipe hutan yang dapat tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusmana et al., 2005).

Menurut Nybakken (1993), hutan mangove merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa sepesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili yang ter-diri dari atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizo-phora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Languncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conoccarpus (Bengen, 2000).

Mangove berkembang di habitat dengan ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Bengen (2001), sebagai berikut : 1. Tumbuh pada daerah intertidal yang tanahnya berlumpur atau berpasir.2. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air, atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara, dan lumpur. 3. Terkena gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air payau dengan salinitas 2-22 ppm atau asin dengan salinitasmencapai 33 ppm.

Lingkungan salin terutama menyebabkan dua bentuk cekaman (stress) pada tumbuhan, yaitu cekaman osmotik (osmotic stress) dan cekaman keracunan (toxicity stress), (Jacoby, 1999). Poljakoff-Mayber dan Lerner (1999) menyatakan


(20)

bahwa selainmenyebabkan kedua hal di atas, juga akan mengalami cekaman sedikit oksigen (low oxygen pressure strees). Cekaman oksigen yang dialami akar tumbuhan mangove terjadi karena tanahnya secara periodik digenangi oleh pasang air laut. Selain kondisi lingkungan tersebut, sebagian besar hutan mangove tumbuh baik di daerah tropis yang memiliki radiasi sinar matahari dan suhu yang umumnya tinggi. Sehingga tumbuhan mangove juga mengalami cekaman radiasi sinar matahari dan suhuyang tinggi.

Pada dasarnya berbagai kondisi lingkungan ekstrim yang meliputi lingkungan salin, tanah jenuh air, kurangnya oksigen, dan radiasi sinar matahari serta suhu yang tinggi akan menyebabkan terganggunya metabolisme tumbuhan, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya produktivitasatau laju pertumbuhan tumbuhan mangove. Namun, hutan mangove dapat tumbuh baik pada kondisi tersebut karena mampu beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar bentuk-bentuk adaptasi

Pada umumnya vegetasi yang tumbuh di kawasan mangove mempunyai variasi yang seragam yakni hanya terdiri atas satu strata yang berupa pohon-pohon yang berbatang lurus dengan tinggi pohon mencapai 20-30 meter. Jika tumbuh di pantai berpasir atau terumbu karang, tanaman akan tumbuh kerdil, rendah, dan batang tanaman sering sekali bengkok. Berdasarkan tempat tumbuhnya mangove dikelompokkan menjadi beberapa zonasi, yaitu (Arief, 2007):

1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan zona paling luar dari hutan mangove. Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dan berkadar garam tinggi. Jenis


(21)

Avicennia banyak ditemui berasosiasi dengan Sonnetaria spp. karena tumbuh dibibir laut, jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan air laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pionir karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkraman perakaran dari jenis tumbuhan ini.

2. Zona Rhizophora, yang terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman terendam selama terjadinya pasang air laut.

3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora. Pada zona ini tanah berlumpur agak keras dan perakaran hanya terendam pasang dua kali sebulan. 4. Zona Nipah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini

sebenarnya tidak harus ada kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir dari sungai ke laut.

Taksonomi dan Morfologi Xylocarpus granatum

Nyirih adalah nama sekelompok tumbuhan marga Meliaceae, sebuah pohon 3-8 m untuk 20 m tinggi. Kulit buah halus, kemerahan kecoklatan atau oranye. Daun majemuk yang terdiri dari 2-4 pasang leaflet (3,5-12 cm panjang) oval atau lonjong (ujung bulat daripada tajam), tebal dan kasar. Daun majemuk disusun dalam spiral dan layu ke merah oranye.Menurut Tomlinson (1986) bunga memiliki aroma yang kuat. Buah besar berdiameter 10-25 cm seperti bowling -bola, biasanya ada 8-10 biji dalam buah tunggal. Buah berkembang dengan cepat, biasanya hanya satu buah per perbungaan. Berat buah yang matang memiliki berat 2-3 kg, ketika matang, buah merekah pecah terbuka. Klasifikasi Xylocarpus granatum dapat diuraikan sebagai berikut:


(22)

Kingdom : Plantae

Divisi :Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Family : Meliaceae Genus : Xylocarpus

Spesies : Xylocarpus granatum Koenig.

Adaptasi Tumbuhan Mangove Terhadap Garam Dan Mekanismenya

Proses evolusi menyebabkan spesies mangove memiliki beberapa sifat biologi yang khas sebagai bentuk adaptasi, yang terutama ditujukan untuk mengatasi salinitas yang fluktuatif, kondisi lumpur yang anaerob dan tidak stabil, serta untuk reproduksi.

Salinitas

Kebanyakan tumbuhan memiliki toleransi sangat rendah terhadap salinitas, sehingga tidak mampu tumbuh di dalam atau di dekat air laut. Hal ini terjadi karena kebanyakan jaringan makhluk hidup lebih cair daripada air laut, akibatnya air dari dalam jaringan tumbuhan dapat keluar akibat proses osmosis, sehingga tumbuhan kekeringan, menjadi layu, dan mati. Lingkungan yang keras ini menyebabkan diversitas hutan mangove cenderung lebih rendah daripada umumnya hutan hujan tropis (Efendi, 1999).

Tumbuhan mangove tumbuh paling baik pada lingkungan air tawar dan air laut dengan perbandingan seimbang (1:1). Salinitas yang tinggi pada dasarnya bukan prasyarat untuk tumbuhnya mangove, terbukti beberapa spesies mangove dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan air tawar. Di Pulau Christmas,


(23)

Bruguiera cylindrica tumbuh selama ribuan tahun pada danau air tawar, sedangkan di Kebun Raya Bogor B. sexangula tumbuh selama ratusan tahun pada lingkungan air tawar. Terhentinya penyebaran mangove ke lingkungan perairan tawar tampaknya disebabkan ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan spesies lain, sehingga mengembangkan adaptasi untuk tumbuh di air asin, dimana tumbuhan lain tidak mampu bertahan (Gosalam, 2000).

Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar ekskresi untuk membuang kelebih garam dari dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah masuknya garam ke dalam jaringan. Tumbuhan mangove dapat mencegah lebih dari 90% masuknya garam dengan proses filtrasi pada akar. Garam yang terserap dengan cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun atau disimpan dalam kulit kayu dan daun tua yang hampir gugur. Beberapa tumbuhan mangove seperti Avicennia, Acanthus dan Aegiceras memiliki alat sekresi garam. Konsentrasi garam dalam cairan biasanya tinggi, sekitar 10% dari air laut. Sebagian garam dikeluarkan melalui kelenjar garam dan selanjutnya diuapkan angin atau hujan. Hal ini bisa dirasakan dengan mengecap daun tumbuhan mangove atau bagian lainnya (Nybakken, 1993).

Akar merupakan organ yang kontak secara langsung dengan lingkungan salin, oleh karena itu akar merupakan struktur dan berfungsi mengatur pengambilan dan transpor ion. Akar merupakan barrier utama terhadap pergerakan larutan ke dalam tumbuhan dan sebagian hasilnya konsentrasi ion yang diantarkan ke tunas sangat berbeda dari konsentrasi ion pada medium eksternal (Shannon et al.,1994).


(24)

Tumbuhan mangove seperti Bruguiera, Lumnitzera, Rhizophora, dan Sonneratia tidak memiliki alat ekskresi garam. Untuk itu membran sel di permukaan akar mampu mencegah masuknya sebagian besar garam dan secara selektif menyerap ion-ion tertentu melalui proses ultrafiltrasi. Namun hal ini tidak selalu berlangsung sempurna, kelebihan garam yang terserap dibuang melalui transpirasi lewat stomata atau disimpan dalam daun, batang dan akar, sehingga seringkali daun tumbuhan mangove memiliki kadar garam sangat tinggi

(Nontji, 1993).

Tumbuhan mangove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di tanah yang lembut, asin dan kekurangan oksigen, dimana kebanyakan tumbuhan tidak mampu. Suplai oksigen ke akar sangat penting bagi pertumbuhan dan penyerapan nutrien. Karena tanah mangove seringkali anaerob, maka beberapa tumbuhan mangove membentuk struktur khususpneumatofora (akar napas). Akar yang menjulang di atas tanah ini dipenuhi dengan jaringan parenkim spons (aerenkim) dan memiliki banyak pori-pori pecil di kulit kayu sehingga oksigen dapat masuk dan diangkut ke sistem akar di bawah tanah. Akar ini juga berfungsi sebagai struktur penyokong pohon di tanah lumpur yang lembut. Tumbuhan mangove memiliki bentuk akar napas yang berbeda-beda (Sikong, 1987). Akar horizontal yang menyebar luas, dimana pneumatofora tumbuh vertikal ke atas merupakanjangkar untuk mengait pada lumpur.

Terdapat empat tipe pneumatofora, yaitu akar penyangga (stilt, prop), akar pasak (snorkel, peg, pencil), akar lutut (knee, knop), dan akar papan (ribbon, plank). Tipe akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat berkombinasi dengan


(25)

akar tunjang pada pangkal pohon. Sedangkan akar penyangga akan mengangkat pangkal batang ke atas tanah (Sikong, 1987).

Akar penyangga (sangga).

Pada Rhizophora akar panjang dan bercabang-cabang muncul dari pangkal batang. Akar ini dikenal sebagai prop root dan pada akhirnya akan menjadi stilt root apabila batang yang disangganya terangkat hingga tidak lagi menyentuh tanah. Akar penyangga membantu tegaknya pohon karena memiliki pangkal yang luas untuk mendukung di lumpur yang lembut dan tidak stabil. Juga membantu aerasi ketika terekspos pada saat laut surut (Kartawinata, 1979).

Akar pasak, pensil atau pneumatofora.

Pada Avicennia dan Sonneratia, pneumatofora merupakan cabang tegak dari akar horizontal yang tumbuh di bawah tanah. Pada Avicennia bentuknya seperti pensil atau pasak dan umumnya 20 dengan tinggi maksimal 30 cm, sedangkan pada Sonneratia tumbuh lebih lambat namun dapat membentuk massa kayu dengantinggi 3 m, kebanyakan setinggi 50 cm. Di teluk Botany, Sidney dapat dijumpai Avicennia marina dengan pneumatofora dengan tinggi lebih dari 28 m, meskipun kebanyakan tingginya hanya sekitar 4 m (Harianto, 1999).

Akar lutut.

Pada Bruguiera dan Ceriops akar horizontal tumbuh sedikit di bawah permukaan tanah, dan secara teratur dan berulang-ulang tumbuh vertikal ke atas kemudian kembali ke bawah, sehingga berbentuk seperti lutut yang ditekuk. Bagian di atas tanah (lutut) membantu aerasi dan menjadi tempat bertahan di lumpur yang tidak stabil. Lumnitzera membentuk akar lutut kecil yang bentuknya merupakan kombinasi akar lutut dan akar pasak (Kartawinata, 1979).


(26)

Akar papan.

Pada Xylocarpus ganatum akar horizontal tumbuh melebar secara vertikal ke atas, sehingga akar berbentuk pipih menyerupai papan. Struktur ini terbentuk mulai dari pangkal batang. Akar ini juga melekuk-lekuk seperti ular yang sedang bergerak dan bergelombang. Terpaparnya bagian vertikal memudahkan aerasi dan tersebarnya akar secara luas membantu berpijak di lumpur yang tidak stabil (Widodo, 1987).

Peranan Metabolism Sekunder Terhadap Cekaman Garam

Mekanisme sel tanaman untuk beradaptasi terhadap cekaman garam dan caranya belum banyak dipahami (Yeo, 1998; Munns, 2005). Meskipun mekanisme toleransi garam pada tanaman tampak kompleks dan bervariasi, beberapa mekanisme telah dilaporkan seperti penyesuaian tekanan osmotik oleh akumulasi molekul kecil seperti osmolytes, glisin-betain atau alkohol gula (Popp, 1984; Sakamoto and Murata, 2000), ekstrusi garam melewati membran plasma menggunakan ion transporter (Allen et al., 1995), akumulasi garam dalam vakuola menggunakan tonoplst transporter (Blumwald and Poole, 1987; Mimura et al., 2003).

Dalam kondisi cekaman garam, tanaman dapat mengubah tingkat metabolit sekunder seperti triterpenoid atau senyawa fenolik untuk meningkatkan sistem pertahanan mereka terhadap stress oksidatif (Kim et al., 2008). Membran plasma telah memainkan peran penting dalam toleransi tanaman untuk cekaman garam. Komposisi lipid yang terdapat pada membran mengontrol membran permeabilitas (Mansour et al., 1994, Kim et al., 2008). Pengamatan ini juga


(27)

sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa cekaman garam meningkatkan konsentrasi triterpenoid di akar dan daun tanaman mangove serta berkontribusi terhadap toleransi garam di hutan mangove (Oku et al., 2003; Basyuni et al., 2007, 2009).

Mangove adalah salah satu jenis halophyte, namun semainya sensitif terhadap stress garam (Tomlinson, 1986; Lin 1997), substrat yang bergaram mempengaruhi banyak aspek seperti aspek pertumbuhan dan fisiologinya (Ball dan Farquhar 1984; Wang dan Lin 1999; Clough 1984; Downton, 1982). Banyak penelitian yang telah menemukan bahwa semai tumbuh paling baik di salinitas rendah (25% air laut atau 0,5% konsentrasi garam), di salinitas tinggi (50%-75% dari air laut atau 1,5%-2% konsentrasi garam) atau pada keadaan kekurangan garam (salinitas 0% atau air tawar) adalah efek dari pertumbuhan (Downton, 1982; Clough, 1984; Wang dan Lin, 1999). Pertumbuhan yang lambat di air tawar sering dianggap berasal dari ketidakmampuan halophyte untuk mengakumulasi bahan ion anorganik dalam jumlah yang cukup untuk osmoregulasi ketika substrat kekurangan garam (sodium chloride) (Clough, 1984; Jenning, 1976; Geenway dan Munns, 1980; Yeo dan Flower, 1980). Beberapa peneliti mempertimbangkan peristiwa tersebut menjadi ekspresi dari ciri fisiologi mangove yang membutuhkan garam (Wang dan Lin, 1999), tetapi beberapa peneliti telah berusaha menjelaskan mekanisme tersebut.

Biologi Terpenoid Pada Mangove

Tanaman mangove telah diketahui sebagai sumber bahan phytokimia atau bahan biologi aktif (Bandaranayake, 2002). Tanaman menghasilkan beragam


(28)

metabolit sekunder, yang mana digunakan dalam interaksi dengan lingkungan, perkembangan terakhir resisten terhadap berbagai macam stress lingkungan maupun serangan dari luar. Faktor biotik dan abiotik meningkatkan hasil metabolit sekunder (Sudha dan Ravishankar, 2002). Metabolit sekunder merupakan bahan kimia yang tidak dibutuhkan atau tidak secara langsung dibutuhkan untuk pertumbuhan atau reproduksi dari tanaman (Bukingham, 2001).

Metabolit sekunder tanaman juga menunjukkan sumberdaya secara luas seperti nilai molekul kompleks dan diambil untuk obat-obatan dan lainnya.Triterpenoid pentasiklik dan phytosterol tersebar luas di tanaman mangove (Wannigama et al., 1981; Hogg dan Gillan, 1984; Ghosh et al., 1985; Koch et al., 2003; Basyuni et al., 2007). Karena jarak aktivitas biologi mereka lebar, isoprenoid merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk bahan obat-obatan (Sparg et al., 2004) dan telah lama tanaman mangove digunakan sebagai obat tradisional untuk membunuh penyakit (Bandaranayake, 1998). Karena lipid terdiri dari bagian penting karbon hasil keluaran dari mangove (Wannigama et al., 1981; Hogg and Gillan, 1984), pengetahuan tentang komposisi lipid di mangove diharapkan dapat berkontribusi terhadap estimasi dan dasar akumulasi dari sedimentasi bahan organik.

Nonsaponifiable lipids (NSLs) pada dasarnya menunjukkan fraksi lipid sederhana kecuali asam lemak (saponifiable lipids) setelah dihidrolisi dengan alkalin baru didapatkan total lipidnya, dan berisi sterol, cincin alkohol yang panjang dan alkana. Pada umumnya NSL menunjukkan fraksi lipid yang lebih stabil dibandingkan dengan fraksi lipid saponifikasi, dan mereka lebih tahan terhadap degadasi mikroba benar-benar telah dipertimbangkan menjadi faktor


(29)

penting yang relatif untuk mengontrol penanda diagenetik (Killops dan Frewin, 1994; Koch et al., 2005). Triterpenoid adalah senyawa kimia yang biasa di jumpai pada tanaman tingkat tinggi terdiri dari NSL sebagai proporsi utama dan telah diidentifikasi dari lapisan kutikula tanaman mangove dan jenis tanaman lainnya (Beaton et al., 1955; Wannigama et al., 1981; Ghosh et al., 1985; Koch et al., 2003). Beberapa penelitian sebelumnya telah menggunakan terpenoid pentasiklik yang cocok untuk pengusutan pertama bahan karbon dari tanaman mangove, mereka lebih stabil selama proses sedimentasi dan diagenesis (Killops dan Frewin, 1994; Versteegh et al., 2004; Koch et al., 2005). Demikian analisis terpenoid adalah prasyarat untuk interpretasi sinyal penanda pada inti sedimen mangove.

Senyawa Bio Aktif di Mangove Termasuk Polyisoprenoid (Polyprenol Dan Dolichol)

Senyawa polyisoprenoid terdiri dari dua famili yakni dolicol dan polyprenol.Terpenoid (syn., Isoprenoidnya), dibiosintesis dari isopentenil pirofosfat adalah kelompok terbesar dari senyawa alami. Jumlah struktur yang dikenal, dua kali lipat setiap dekade, bisa segera mencapai 105. Di antara mereka, polyisoprenoids yaitu uncyclized = polimer linear dari unit C5 telah sangat sering ditemukan dalam jaringan diperiksa.

Terjadinya rantai panjang policisprenols terakumulasi di daun di sebagian besar spesies tanaman ratusan dianalisis telah didokumentasikan dengan baik (Swiezewska et al., 1994; Jankowski et al., 1994). Banyak spesies Spermatophyta milik: Asetraceae, Euphorbiaceae, Laureaceae, Magnoliaceae, Moraceae, Pinaceae, Rosaceae, Sapindaceae dan Tiliaceae terakumulasi dalam daun


(30)

keluarga (ies) dari polyprenols, panjang rantai C35-500, dalam jumlah mendekati approx.i 5% dari berat kering. Namun, dalam organ tanaman lain jumlah polyprenols yang ditemukan agak rendah, dengan pengecualian kayu Betula verrucosa (Lindgen, 1965), dan tampaknya hanya pada jaringan fotosintesis akumulasi berbeda polyprenols dan mungkin biosintesis mereka berlangsung. Isolasi Terbaru struktur polyisoprenoid baru yang berbeda dari yang diketahui sebelumnya dalam jumlah menunjukkan heterogenitas yang cukup dari lipid, jelas dalam ekstrak dari daun tanaman yang mengandung mereka dalam jumlah moderat (Suga et al., 1989). Seperti ditunjukkan dalam kasus Eucommia ulmoides berbagai organ tanaman all-trans-penghasil karet (daun, akar, kulit biji) menunjukkan keragaman struktural polyprenoids (Bamba et al., 2001), menunjukkan keragaman struktural polyprenoids (Bamba et al., 2001), yaitu baik poli-poli cisand-trans-prenols panjang rantai yang berbeda diamati.

Peran phoshopolyisoprenoids sebagai koenzim universal dan pembawa residu gula untuk glikosilasi dalam berbagai reaksi biosintesis didokumentasikan dengan baik (Hemming, 1992). Namun, baru-baru ini peran polyisoprenols bebas mendominasi dan ester karboksilat sebagai komponen mesin antioksidan yang terletak di membran sel telah ditemukan (Bergamini et al., 2004).

Peran pelindung polyisoprenoids terhadap oksigen dan nitrogen spesies reaktif telah diinduksi kepentingan industri farmasi dengan lipid ini. Oleh karena itu, menemukan sumber mudah didapat polyisoprenoids kemurnian tinggi harus dari kedua kepentingan ilmiah dan ekonomi. Ravi et al. (1984) telah menunjukkan untuk sejumlah spesies dikotil yang mengandung biji jumlah rendah dihydropolyprenols (dolichols), dan campuran dari jumlah yang sama dari


(31)

polyprenols dan dolichols ditemukan di biji monokotil. Untuk memperpanjang data tersebut kami membandingkan isi dan jenis polyisoprenoids dalam biji spesies mudah tersedia lainnya dari jarak evolusi besar, yang dikenal untuk mengumpulkan polyprenols daun. Spektrum dari polyprenoids dari biji dan jarum dari gymnosperma ditemukan untuk menjadi serupa sedangkan campuran kompleks polyisoprenoids ditemukan dalam biji angiospermae. Campuran terdiri dari keluarga polyprenols menyerupai kecil, subfamili tambahan polyprenols ditemukan pada daun dan keluarga dolichols. Kisaran panjang rantai tersebut polyprenols dan dolichols mirip.


(32)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Progam Studi Kehutanan Laboratorium Ekologi Hutan dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 – November 2014.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu Hand Refractometer (Atago Refractormeter), timbangan (Camry; Model: EK3820), kamera digital, image J, ember, cutter, gunting, jangka sorong, seng, cangkul, alat tulis, perangkat komputer yang dilengkapipaket progam SPSS 22,0, dan progam perangkat lunak vertikal (SAS Institute Inc Cary,NC, USA).

Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu buah X.ganatumsehat dan matang, label nama, pasir dari sungai (tidak memiliki salinitas), bubuk garam komersial (Marine salt), botol plastik 1,5 liter, tap water, alkohol, garam dengan kadar salinitas 0%; 0,5%; 1,5%; 2%; 3%.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi: Persiapan, kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta menganalisis data sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut:

1. Seleksi dan Penanganan Benih

Mengacu kepada SNI 7513-2008 seleksi dan penanganan benih dilakukan dengan tahap sebagai berikut:


(33)

a) Direndam buah masak yang sehatdan belum retak kulitnya dalam air sampai pecah kulitnya, dan bijinya terapung di permukaan air.

b) dipilih benih dengan berat benih per butir > 30 g.

2. Penyimpanan Benih Sementara

Mengacu kepada SNI 7513-2008 penyimpanan benih sementara dilakukan dengan tahap sebagai berikut:

a) direndam benih dalam ember berisi air sampai benih terendam;

b) diletakkan pada tempat yang teduh dengan lama penyimpanan maksimum 10 hari.

3. Penyiapan Media Semai

Mengacu kepada SNI 7513-2008 penyiapan media semai dilakukan dengan tahap sebagi berikut:

a) dilakukan penyiraman media semai hingga kapasitas lapang;

b) disemaikan benih masing-masing satu buah dalam wadah dengan ditekan sedikit kedalam dengan posisi radikula di bawah.

c) diletakkan bagian benih dengan bagian yang cembung di bawah (radikula) kemudian tekan;

d) dipindahkan bibit yang sudah berakar ke media baru botol aqua 1,5 L ke Rumah Kaca selama 2 bulan sampai 3 bulan.

Pengamatan Parameter

Pengamatan dilakukan 3 bulan setelah tanam dan parameter yang diamati adalah:


(34)

Pengambilan data tinggi pertama semai dilakukan setelah 2 minggu penanaman propagul dan pengambilan data tinggi terakhir setelah 3 bulan tanam dengan menggunakan penggaris, pada setiap satuan percobaan. Tinggi semai diukur mulai dari bagian plumula sampai titik tumbuh tertinggi.

2. Pertambahan Diameter Semai (mm)

Pengukuran diameter semai dilakukan pada tanda awal dengan menggunakan jangka sorong. Pengambilan data diameter dilakukan bersamaan dengan pengambilan data tinggi semai.

3. Pertambahan Jumlah Daun

Penghitungan jumlah daun dilakukan pada awal munculnya daun mulai dari pucuk. Pengambilan data dilakukan bersamaan dengan pengambilan data tinggi semai.

4. Luas Daun (cm2)

Pengukuran luas daun dilakukan pada akhir pengamatan data. Perhitungan luas daun menggunakan progam komputer. Untuk melakukan perhitungan terlebih dahulu daun digambar di kertas millimeter blok yang selanjutnya dilakukan scanning pada gambar tersebut. Setelah di scanning maka gambar tersebut dihitung dengan progam image J (NIH).

5. Berat Basah Akar (g)

Untuk mendapatkan berat basah akar, bagian akar yang baru dipanen dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Ditimbang berat awal akar X.granatum.


(35)

6. Berat Basah Tajuk (g)

Untuk mendapatkan berat basah tajuk, bagian tajuk yang baru dipanen dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Ditimbang berat awal tajuk X. granatum.

7. Berat Basah Batang (g)

Untuk mendapatkan berat basah batang, bagian batang yang baru dipanen dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Ditimbang berat awal batang X. granatum.

8. Berat Kering Akar (g)

Untuk mendapatkan berat kering akar, bagian akar dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Kemudian akar X. granatum dioven pada suhu 75ºC sampai berat kering konstan (2-3 hari), lalu ditimbang berat kering akar X. granatum.

9. Berat Kering Tajuk (g)

Untuk mendapatkan berat kering tajuk, bagian tajuk dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Kemudian tajuk X. ganatum dioven pada temperatur 75ºC sampai berat kering konstan (2-3 hari), lalu ditimbang berat kering tajuk X. granatum.

10.Berat Kering Batang (g)

Untuk mendapatkan berat kering batang, bagian batang dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Kemudian batang X.granatum dioven pada temperatur 75ºC sampai berat kering konstan (2-3 hari), lalu ditimbang berat kering batang X. granatum.


(36)

11. Rasio Tajuk dan Akar

Perhitungan rasio tajuk dan akar dilakukan pada akhir pengamatan. Perhitungan rasio tajuk dan akar dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rasio =

akar kering Berat

tajuk kering Berat

12. Rasio Batang dan Akar

Perhitungan rasio batang dan akar dilakukan pada akhir pengamatan. Perhitungan rasio batang dan akar dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rasio =

akar kering Berat

batang kering

Berat

Analisis Data

Penelitian ini adalah metode analisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 perlakuan konsentrasi garam (salinitas) berdasarkan tingkat salinitas yang ada di lapangan dengan masing-masing 10 ulangan:

a. Salinitas 0 % b. Salinitas 0,5 % c. Salinitas 1,5 % d. Salinitas 2 % e. Salinitas 3 %

Model linier RAL non faktorial Yij= μ + τi + εij

Keterangan : Yij=hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j


(37)

τi= pengaruh faktor perlakuan ke-i

εij= pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j i= 1, 2, 3, 4, 5

j= 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

Data dianalisis dengan analisis ANOVA satu arah menggunakan uji Dunnet untuk perbandingan seluruh perlakuan terhadap kontrol, nilai P<0,05 dan P< 0,01 dipakai sebagai batas untuk menunjukkan pengaruh perlakuan. Seluruh analisis statistik yang dilakukan menggunakan SAS 9.1 statistik yang progam perangkat lunak vertikal (SAS Institute Inc Cary, NC, USA).

Metode Ekstraksi Polyisoprenoid

1. Pengumpulan Sample (Sample collection)

Daun dan akar X. granatum dengan perlakuan garam dan control diambil dari hasil panen penanaman mangove di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Progam Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

2. Analisis NSL (Non-saponifieble Lipids)

Ekstrak lipid di dalam chloroform (yang telah diketahui berat total lipidanya) dikeringkan kemudian ditambahkan 2 ml KOH 20% dalam ethanol 50% di refluxed selama 10 menit dengan suhu 90º C, ditambahkan 2 ml hexane (NSL) kemudian diaduk. Lapisan hexane dipindahkan kedalam tube yang telah diketahui beratnya, kemudian cairan di keringkan dengan gas nitrogen, dan dikeringkan di bawah vakum selama 10 menit, selanjutnya ditimbang berat NSLnya. sehingga dapat diketahui kandungan NSL/jaringan (mg/g jaringan) dan kandungan NSL/total lipid (mg/mg total lipida).


(38)

3. Analisis Polyisoprenoid

Daun dan akar semai X.granatum yang telah berumur 3 bulan dengan berat basah masing-masing 5 g, dikeringkan selama 1-2 hari pada suhu 60oC – 76oC. Jaringan yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan menjadi bubuk. Bubuk dengan berat 5 g kemudian direndam ke dalam 20 ml CHCl3:CH3OH (2:1) selama satu hari. Kedua jenis larutan kemudian diinkubasi pada suhu 40oC selama 2 jam. Kemudian secara terpisah masing-masing larutan difilter dan dihasilkan filtrate. Hasil filtrate disebut juga ekstrak lipid.

Ekstrak lipid dari daun, disaponifikasi pada suhu 65oC – 70oC selama 2 jam dalam 2 ml metanol 50% yang mengandung 2 M KOH. Ekstrak lipid dari akar disaponifikasi pada suhu 55oC selama 3 jam dalam 20 ml ethanol 95% yang mengandung 15 % (w/v) KOH. Saponin yang tak tersabunkan dari lipid mentah dari masing-masing jaringan diekstraksi dengan hexane dan pelarut organik yang telah di evaporasikan. Sisa dari masing-masing sampel dilarutkan dalam methanol dan diterapkan ke dalam sebuah kolom RP-18 Sep-Pak dengan methanol dan lipid non-polar yang mengandung alkohol polyisoprenoid dengan hexane.

4. Analisis Thin-Layer Chromatogaphy (TLC)

Silika gel 60 normal phase dilarutkan dengan toluene : etil asetat (19:1). Polyisoprenoid alkohol dipisahkan dan diteliti dengan TLC yang telah diidentifikasi dan divisualisasikan dengan iodine vapour. Selanjutnya gambar chromatogapy dihasilkan dan dicatat dengan scanner.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan Semai X.granatum

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan semai mangove sejati minor berjenis sekresi X. granatum berdasarkan tinggi semai dan diameter semai dapat dilihat pada gambar 1A dan B.

A B

B C

Gambar 1. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan Tinggi semai (A) dan Diameter Semai (B). Data merupakan rata-rata pengukuran ± SE (n= 2-5). Tanda (*) mengindikasikan secara statistik signifikan dari kontrol (0%) pada P<0,05dengan Uji Dunnet.

* 0 10 20 30 40 50 60 70 80

0% 0,5% 1,5% 2%

T in g g i s em a i ( cm )

Tingkat Salinitas (%)

y = -410,4x + 61,96 r = 0,363

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0% 1% 2% 3%

T in g g i s e m a i ( c m )

Tingkat Salinitas (%)

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

0% 0,5% 1,5% 2%

D ia m et er S em a i ( m m )

Tingkat Salinitas (%)

y = -2,066x + 0,465 r = 0,195

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

0% 2% 4%

D ia m et er s em a i (m m )

Tingkat salinitas (%)


(40)

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa konsentrasi salinitas berpengaruh terhadap pertumbuhan X. granatum. Semai tertinggi diperoleh pada pemberian salinitas 0,5% yaitu 64,82 cm. Tanda bintang menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik dari 0% pada P<0,05 dengan uji Dunnett itu. Berdasarkan uji Dunnet pada P<0,05 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai X. granatum pada salinitas 0,5%; 1,5%; 2% dan 3 % dibandingkan terhadap kontrol. Pertumbuhan tinggi semai pada konsentrasi 0,5% menunjukkan kenaikan secara signifikan kemudian turun pada 1,5% dengan pertambahan salinitas seperti yang terlihat pada gambar 1 A. Korelasi pertumbuhan tinggi semai pada perlakuan kontrol adalah sebesar 0,363. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi salinitas terhadap pertumbuhan tinggi memiliki korelasi yang bernilai kecil dan menurunkan pertumbuhan tinggi. Penurunan tinggi tanaman juga diakibatkan terbatasnya persediaan air. Salisburry dan Ross (1995) menyatakan bahwa adanya air akan meningkatkan tegangan turgor dinding sel yang mengakibatkan dinding sel mengalami peregangan sehingga ikatan antara dinding sel melemah. Hal ini mendorong dinding dan membran sel bertambah besar, sehingga minimnya ketersediaan air akan menghambat pertumbuhan tanaman.

Pertumbuhan diameter batang semai X. granatum tertinggi terdapat pada pemberian salinitas 0% yaitu 0,5 mm dan terendah pada salinitas 1,5% sebesar 0,4 mm dan nilai korelasi yang diperoleh adalah sebesar 0,195. Pertumbuhan diameter di atas tumbuh baik pada salinitas yang rendah konteks tersebut menyatakan bahwa diameter dapat bertambah dalam keadaan salinitas yang rendah dan mengandung cadangan makanan yang cukup. Konteks di atas sesuai dengan


(41)

pernyataan Gosalam (2000) yang menyatakan bahwa Tumbuhan mangove tumbuh paling baik pada lingkungan air tawar dan air laut dengan perbandingan seimbang (1:1). Salinitas yang tinggi pada dasarnya bukan prasyarat untuk tumbuhnya mangove, terbukti beberapa spesies mangove dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan air tawar dapat dilihat pada Gambar 1 B dan C.

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan semai mangove sejati minor berjenis sekresi X. granatum berdasarkan jumlah daun semai semai dan luas daun semai dapat dilihat pada gambar 2A dan C.

A B

C D

Gambar 2. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan jumlah daun (A), korelasi antara jumlah daun dengan kontrol (B), luas daun (C) dan korelasi luas daun dengan kontrol (D). Data merupakan rata-rata pengukuran± SE (n= 1-9).

0 2 4 6 8 10

0% 0,5% 1,5% 2%

J

um

la

h da

un

Tingkat salinitas (%)

y = -2,537x + 5,383 r = -0,079

0 2 4 6 8 10 12

0% 1% 2% 3%

J um la h da un ( he la i)

Tingkat salinitas (%)

0 10 20 30 40 50 60

0% 0,5% 1,5% 2%

L ua s da un ( c m 2)

Tingkat salinitas (%)

y = 477,4x + 22,79 r = 0,295

0 10 20 30 40 50 60

0% 1% 2% 3%

L ua s da un ( c m 2)


(42)

Berdasarkan hasil penelitian di atas mengenai jumlah daun diperoleh hasil bahwa jumlah daun terbanyak terdapat pada tingkat salinitas 0,5% dan 2 % yaitu berjumlah 6 helai dan jumlah daun terendah terdapat pada salinitas 1,5% yaitu berjumlah 5 helai. Jumlah daun menunjukkan kemampuan suatu tanaman untuk melalukan proses fotosintesis semakin banyak jumlah daun maka tumbuhan X.granatum dapat melakukan fotosintesis dengan baik.

Berdasarkan gambar di atas dapat kita lihat luas daun yang tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 2 % yaitu 30, 827 cm2 dan nilai terendah terdapat pada tingkat salinitas 0% yaitu 21,679 cm2. Analisis ragam menunjukkan tidak adanya penaguh nyata antara jumlah dan luas daun. Semakin luas daun maka kemampuan tanaman X.granatum semakin banyak cahaya yang diperoleh tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Fahrudin fuat (2009) menyatakan bahwa semakin luas daun tanaman maka penerimaan cahaya matahari akan juga lebih besar, dimana cahaya sebagai sumber energi matahari berfungsi dalam pembentukan fotosintat. Hal ini menunjukkan laju pertumbuhan daun dan luas daun tidak sejalan dengan kenaikan salinitas. Hasil penelitian yang diperoleh sama dengan yang dinyatakan oleh Hardjadi dan Yahya (1988) menyatakan bahwa pengaruh salinitas menyebabkan perubahan struktur tanaman. Sehingga pada penelitian ini diperoleh jumlah daun yang fluktuasi pada salinitas tinggi dapat dilihat pada Gambar 2A dan C.

Pengaruh Salinitas terhadap Biomassa Semai X.granatum

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan semai mangove sejati minor berjenis sekresi X. granatum berdasarkan berat basah tajuk dan berat basah batang


(43)

dapat dilihat pada gambar 3 A dan C. Biomassa pada umumnya menunjukkan adanya pertambahan pertumbuhan suatu tanaman.

A B

C D

Gambar 3. Pengaruh salinitas terhadap semai X.granatum yaitu pada berat basah tajuk (A), korelasi berat basah tajuk dengan kontrol (B), berat basah batang (C), dan korelasi berat basah batang dengan kontrol (D). Data merupakan rata-rata pengukuran± SE (n = 0-3).

Berat basah tajuk tertinggi pada salinitas 0,5% yaitu 11,82 g dan terendah pada salinitas 0% yaitu 9,17 g. Berdasarkan analisis ragam diperoleh hasil tidak berpengaruh nyata antara berat basah tajuk terhadap kontrol. Nilai korelasi antara berat basah tajuk dengan semua perlakuan adalah linier positif dengan r = 0,074 dapat dilihat pada Gambar 3 A dan B.

Berat basah batang tertinggi pada tingkat salinitas 0,5 % yaitu 7,15 g dan terendah pada tingkat salinitas 0% yaitu 4,64 g. Pada analisis ragam berat basah

0 5 10 15 20 25

0% 0,5% 1,5% 2%

B er at b as ah t aj u k ( g )

Tingkat Salinitas (%)

y = 50,88x + 9,604 r = 0,251

0 5 10 15 20 25

0% 1% 2% 3%

B e r at b as ah t aj u k ( g)

Tingkat salinitas (%)

y = -54,05x + 5,975 r = 0,161

0 2 4 6 8 10 12 14

0% 1% 2% 3%

B er at b as ah b at an g ( g )

Tingkat salinitas (%)

0 2 4 6 8 10 12 14

0% 0,5% 1,5% 2%

B er at b as ah b at an g ( g )


(44)

batang batang tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol. Nilai korelasi antara berat basah batang dengan semua perlakuan adalah linier positif dengan nilai r = 0,161 dapat dilihat pada gambar 3C dan D.

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan semai mangove sejati minor berjenissekresi X. granatum berdasarkan berat basah batang dan berat basah tajuk dapat dilihat pada gambar 4 A dan C.

A B

C D

Gambar 4. Pengaruh salinitas terhadap berat basah bonggol (A), korelasi antara berat basah bonggol dengan kontrol (B) berat basah akar (C) dan korelasi berat basah akar dengan perlakuan kontrol (D). Data merupakan rata-rata pengukuran ± SE (n= 0-4). Tanda (**) mengindikasikan secara statistik signifikan dari kontrol (0%) pada P<0,01dengan Uji Dunnet.

0 10 20 30 40 50 60 70

0% 0,5% 1,5% 2% 3%

B er at b as ah b on g g ol ( g )

Tingkat Salinitas (%)

y = 30,82x + 44,23 r = 0

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0% 2% 4%

B e ra t b a sa h b o n g g o l ( g )

Tingkat salinitas (%)

** 0 1 2 3 4 5 6

0% 0,5% 1,5% 2% 3%

B er at b as ah ak ar ( g )

Tingkat Salinitas (%)

y = -58,86x + 3,574 R² = 0,358

0 2 4 6 8 10

0% 2% 4%

B e r at b as ah ak ar ( g)


(45)

Berat basah bonggol tertinggi pada tingkat salinitas 0,5% yaitu 50,22 g dan terendah pada tingkat salinitas 0% yaitu 38, 25%. Berdasarkan analisis ragam diperoleh hasil tidak berpengaruh nyata antara berat basah bonggol dengan kontrol. Nilai korelasi antara berat basah bonggol dengan semua perlakuan adalah linier positif dengan nilai r = 0 dapat dilihat pada gambar 4A dan B.

Berat basah akar tertinggi pada tingkat salinitas 2 % yaitu 3,36 g dan terendah pada tingkat salinitas 3% yaitu 1,06 g. Pada analisis ragam berat basah batang batang berpengaruh nyata terhadap kontrol. Berat basah akar berdasarkan uji Dunnet pada P<0,05 dan P<0,01 berpengaruh nyata pada salinitas 3 % yaitu dengan lower bound -4,101 dan upper bound -0,459 serta lower bound -2,280 dan upper bound -4,557 dibandingkan pada tingkat salinitas 0% . Nilai korelasi anatar berat basah akar dengan semua perlakuan adalah linier negatif dengan r = 0,358 dapat dilihat pada Gambar 4 C dan D.

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan semai mangove sejati minor berjenissekresi X.granatum berdasarkan berat kering tajuk dan berat kering batang dapat dilihat pada gambar 5 A.

A B

Gambar 5. Pengaruh salinitas terhadap berat kering semai X.granatum yaitu pada berat kering tajuk (A), korelasi antara berat kering tajuk dengan semua perlakuan (B), Data merupakan rata-rata pengukuran SE ± (n = 0,43-0,86).

0 1 2 3 4 5 6

0% 0,5% 1,5% 2%

B era t K eri n g T a ju k ( g r )

Tingkat Salinitas (%)

y = 5,915x + 2,930 r = 0

0 1 2 3 4 5 6 7

0% 2% 4%

B er at b as ah t aj u k ( g r)


(46)

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan semai mangove sejati minor berjenissekresi X.granatum berdasarkan berat basah batang dapat dilihat pada gambar 6 A.

A B

Gambar 6. Pengaruh salinitas terhadap berat kering semai X.granatum yaitu pada berat Berat kering batang (A), dan korelasi berat kering batang terhadap semua perlakuan (B). Data merupakan rata-rata pengukuran SE ± (n = 0,43-0,57).

Berat kering tajuk tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 2% yaitu 3,37 g dan yang terendah pada tingkat salinitas 1,5% yaitu 2,62 g. Berdasarkan analisis ragam diperoleh hasil tidak berpengaruh nyata. Nilai korelsi antara berat kering tajuk denga semua korelasi adalah linier positif dengan r = 0,57 dapat dilihat pada Gambar 5 A dan B.

Berat kering batang tertinggi pada salinitas 0,5% yaitu 2,3 g dan yang terendah pada salinitas 1,5% yaitu 1,9 g. Pada analisis ragam berat kering batang tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol. Nilai korelasi antara berat kering batang terhadap semua kontrol adalah linier positif dengan nilai r = 0 dapat dilihat pada Gambar 6 A dan B.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

0% 0,5% 1,5% 2%

B era t k eri n g b a ta n g ( g )

Tingkat salinitas (%)

y = -0,983x + 2,098 r = 0,57

0 1 2 3 4 5 6

0% 1% 2% 3%

B e ra t k e ri n g b a ta n g ( g )


(47)

Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan semai mangove sejati minor berjenis sekresi X. granatum berdasarkan berat kering bonggol dan berat kering akar dapat dilihat pada gambar 6 A dan C.

A B

C D

Gambar 7. Pengaruh salinitas terhadap berat kering semai X.granatum yaitu pada berat Berat kering bonggol (A), korelasi berat kering bonggol terhadap semua perlakuan (B),berat kering akar (C), dan korelasi anatara berat kering akar dengan semua perlakuan (D). Data merupakan rata-rata ± SE (n= 0,1-0,86). Tanda (*) mengindikasikan secara statistik signifikan dari kontrol (0%) pada P<0,05 dengan Uji Dunnet.

Berat kering bonggol tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 0,5% yaitu 31,58 g dan terendah pada tingkat salinitas 0% yaitu 21,35%. Berdasarkan uji Dunnet pada berat kering bonggol berpengaruh nyata pada P>0,01 yaitu dengan

* * 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0% 0,5% 1,5% 2% 3%

B era t k eri n g b o n g g o l (g r)

Tingkat Salinitas (%)

y = 100,4x + 26,07 r = 0,118

0 10 20 30 40 50

0% 2% 4%

B e r at k e r in g b on ggol ( gr )

Tingkat salinitas (%)

* 0 0,5 1 1,5 2 2,5

0% 0,5% 1,5% 2% 3%

B era t k eri n g a k a r (g )

Tingkat Salinitas (%)

y = -24,42x + 1,237 r = 0,626

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

0% 1% 2% 3% 4%

B era t k eri n g a k a r (g )


(48)

tingkat salinitas 0,5% dan 2%, pada tingkat salinitas 0,5% lower bound 0,662 dan upper boun 19,789. Sedangkan pada tingkat salinitas 2% lower bound 0,312 dan upper bound 19,448 nilai korelasi antara berat kering bonggol terhadap semua perlakuan adalah linier positif dengan r = 0,118 dapat dilihat pada Gambar 7 A dan B.

Berat kering akar berdasarkan uji Dunnet pada P<0,05 dan P<0,01 berpengaruh nyata pada salinitas 3 % yaitu dengan lower bound -1,689 dan upper bound -0,311 serta lower bound -1,861 dan upper bound -0,139 dibandingkan pada tingkat salinitas 0%. Nilai korelasi antara berat kering akar dengan semua perlakuan adalah linier negatif dengan r = 0,392 dapat dilihat pada Gambar 7 C dan D.

Biomasa menunjukkan adanya pertambahan pertumbuhan yang diekspresikan oleh tanaman dari hasil fotosintat yang ada pada tanaman. Biomassa tajuk menunjukkan perpaduan antara pertumbuhan yang ada pada batang dan daun semakin banyak jumlah daun serta diameter yang dihasilkan maka penyerapan dan penyluran nutrisi sampai kebatang dan daun. Biomassa akar yang dilihat pada gambar menghasilkan analisis ragam yang berpengaruh nyata. Dimana tanaman yang diberikan salinitas tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman dikarenakan perakaran mengalami cekaman garam yang sudah jenuh sehingga pertumbuhan dari tanaman tersebut terhambat.

Pertumbuhan tanamaan membutuhkan unsur hara untuk kerlangsungan tanaman tersebut dan berfungsi untuk produksi berat kering suatu tanaman, hal ini diperkuat oleh pernyataan Jumin (2002) menyatakan bahwa pesatnya pertumbuhan vegetatif tanaman tidak terlepas dari ketersediaan unsur hara di


(49)

dalam tanah. Ketersediaan unsur hara akan menentukan produksi berat kering tanaman yang merupakan hasil dari tiga proses yaitu proses penumpukan asimilat melalui proses fotosintesis, respirasi dan akumulasi senyawa orgnik. Berat kering merupakan akumulasi senyawa organik yang dihasilkan oleh sintesis senyawa organik terutama air dan karbohidrat yang tergantung pada laju fotosintesis tanaman tersebut, sedangkan fotosintesis dipengaruhui oleh kecepatan penyerapan unsur hara di dalam tanaman melalui akar.

Pengaruh perumbuhan semai X. granatum terhadap perlakuan salinitas pada berat basah akar, batang, dan tajuk menurun dengan bertambahnya salinitas hal itu juga seiring dengan pengaruh pertumbuhan X. granatum berat kering ikut juga menurun dengan meningkatnya tingkat salinitas. Penurunan berat basah dan berat kering semai disebabkan jumlah air yang masuk ke akar tanaman akan berkurang karena makin tingginya konsentrasi garam. Hal ini didukung oleh Pangaribuan (2001) yang menyatakan bahwa adanya garam mengakibatkan peningkatan transpirasi. Peningkatan laju transpirasi akan menurunkan jumlah air tanaman sehingga tanaman menjadi layu. Hal inilah yang menyebabkan berat basah dan berat kering semai X. granatum menurun.


(50)

Rasio Tajuk/Akar dan Rasio Batang/Akar

Rasio tajuk/akar dan rasio batang/akar terhadap pertumbuhan semai mangove sejati minor berjenis sekresi X.granatum dapat dilihat pada gambar 3 A, B, C dan D.

A B

C D

Gambar 8. Rasio Tajuk dan Akar (A), korelasi antara rasio tajuk dan akar dengan kontrol (B), Rasio Batang dan Akar (C) dan korelasi antara rasio batang dan akar dengan kontrol (D). Data merupakan rata-rata pengukuran SE ± (n= 0-3).

Rasio tajuk akar paling tinggi yaitu 4,64 pada tingkat salinitas 1,5 %. Nilai korelasi rasio tajuk dan akar berlinier positif dengan r = 0,155. Rasio tajuk dan akar menunjukkan perbandingan antara tajuk dengan akar yang menunjukkan adanya pengaruh yang sejalan yaitu pertumbuhan tajuk diiukuti oleh pertumbuhan

-5 0 5 10 15

0% 0,5% 1,5% 2%

R as io taj u k d an ak ar

Tingkat Salinitas (%)

y = 61,21x + 2,224 r = 0, 394

0 5 10 15 20

0% 1% 2% 3%

R as io taj u k d an ak ar

Tingkat salinitas (%)

-4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14

0,5% 1,5% 2% 3%

R as io B at an g d an A k ar

Tingkat Salinitas (%)

y = 70,38x + 1,750 r = 0,404

0 5 10 15 20

0% 1% 2% 3%

R as io b at an g d an ak ar

Tingkat salinitas (%) Rasio Batang dan akar


(51)

organ tumbuhan lainnya, hal ini sesuai dengan pernyataan Gardener dkk., (1991) yang menyatakan perbandingan tajuk akar mempunyai pengertian bahwa pertumbuhan suatu tanaman diikuti dengan pertumbuhan bagian tanman lainya, dimana tajuk akan meningkat secara ratio tajuk akar mengikuti peningkatan berat akar.

Rasio batang dan akar menunjukkan ciri-ciri dari bentuk pertumbuhan tanaman dalam kemampuannya untuk menyerap unsur hara yang tergantung pada kondisi media tanam tersebut, dimana rasio tersebut menunjukkan rata-rata berat kering akar yang lebih besar dari pada batang hal ini diperkuat dengan penelitian Prayunita (2012) yang menyatakan bahwa produksi bahan kering pada vegetasi menggambarkan keragaman tekanan lingkungan, terutama berhubungan dengan penyedian energi matahari, air dan mineral/nutrien. Spesies tumbuhan yang sama secara genotip dapat menunjukkan perbedaan tanggapan terhadap bentuk-bentuk stres dan masing-masing terlatih menghadapi bermacam-macam stres yang berbeda-beda.

Tabel 1. Koefisien korelasi semua parameter pengukuran

Salinitas Tinggi Diameter Jd Ld Bbb Bba Bbt Bbtg Bka Bkt Bkb Bkbg Rta Rtb Salinitas 1,00

Tinggi -0,36 1,00

Diameter -0,20 0,60 1,00

Jd -0,01 0,55 0,35 1,00

Ld 0,30 -0,30 0,02 -0,08 1,00

Bbb 0,03 0,35 0,31 0,39 -0,14 1,00

Bba -0,36 0,06 0,21 0,39 0,27 0,16 1,00

Bbt 0,08 0,42 0,41 0,74 0,53 0,18 0,49 1,00 Bbtg -0,16 0,59 0,60 0,72 0,33 0,24 0,49 0,89 1,00 Bka -0,39 0,15 0,24 0,43 0,36 0,00 0,90 0,60 0,57 1,00

Bkt 0,03 0,31 0,36 0,63 0,56 0,12 0,54 0,92 0,84 0,70 1,00 Bkb -0,01 0,38 0,40 0,63 0,48 0,20 0,45 0,86 0,86 0,59 0,96 1,00 Bkbg 0,12 0,32 0,29 0,39 -0,08 0,96 0,11 0,21 0,24 -0,05 0,16 0,24 1,00 Rta 0,16 -0,02 0,00 0,14 0,22 0,11 -0,38 0,13 0,08 -0,33 0,20 0,36 0,16 1,00


(52)

Rtb 0,20 -0,05 -0,04 0,10 0,20 0,18 -0,38 0,07 0,04 -0,35 0,15 0,33 0,24 0,99 1,00

Keterrangan: Jd : Jumlah daun; Ld: Luas daun; Bbb: berat basah bonggol; Bba: Berat basah akar; Bbt; Berat basah batang; Bka: Berat kering akar; Bkt: Berat kering tajuk; Bkb: Berat kering batang; Bkbg: Berat kering bonggol; Rta: Rasio tajuk akar; Rtb: Rasio tajuk batang.

Korelasi menunjukkan adanya hubungan antara parameter terhadap perlakuan yang bertujuan untuk mengukur derajat hubungan yang diberikan antara hubungan dengan variabel. Berdasarkan data Tabel 1. diatas menunjukkan adanya hubungan yang positif rendah antara jumlah daun, luas daun, berat basah bonggol, berat basah tajuk, berat basah batang, berat kerng tajuk, berat kering batang, rasio tajuk dan akar, serta rasio tajuk dan batang terhadap salinitas yaitu ditandai dengan nilai r = 0,10; 0,20; 0,18; 0,07; 0,04; 0,15; 0,33; 0,24; dan 0,99.

Pada Tabel 1 juga menunjukkan adanya korelasi negatif yang rendah anatar salinitas dengan parameter pengukuran dapat dilihat pada parameter pengukuran tinggi, diameter, berat basah bonggol, berat kering akar dengan masing-masing nilai korelasinya adalah -0,05; -0,04; -0,38; dan -0,35. Nilai korelasi (r = 0) menununjukkan nilai antara salinitas dan parameter pengukuran tidak ada hubungan. Nilai korelasi (r = +1) menunjukkan hubungan positif yang sempurna anatara salinitas dengan parameter pengukuran dimana jika variabel satu naik maka nilai lainnya naik sedangkan nilai korelasi (r = -1) menunjukkan hubungan negatif antara salinitas dengan parameter pengamatan dimana jika variabel satu naik maka variebel lainnya turun. dimana r dan negatif ditunjukkan dengan korelasi yang rendah antara satu variabel dengan variabel lainnya. Konteks tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat salinitas memberikan penurunan struktur morfologi maupun fisiologi seperti tinggi hingga ke biomassa tanaman X.granatum.


(53)

Tabel 2. Ringkasan pertumbuhan terbaik parameter penelitian di berbagai salinitas.

Parameter Pengukuran semai Salinitas

Tinggi 0,5%

Diameter 0%

Jumlah daun 2%

Luas daun 2%

Berat basah bonggol 0,5%

Berat basah akar 2%

Berat basah tajuk 0,5%

Berat basah batang 0,5%

Berat kering akar 0%

Berat kering tajuk 2%

Berat kering batang 0,5%

Berat kering bonggol 0,5%

Ratio batang dan akar 2%

Ratio tajuk dan akar 1,5%

Berdasarkan pengamatan parameter tinggi, diameter dan biomassa diatasdapat dilihat bahwa X.granatum dapat tumbuh baik di salinitas 0,5%. Tanaman yang tumbuh pada zonasi tancang yaitu tanaman yang toleran terhadap salinitas tetapi tidak membutuhkan salinitas. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hutahaean et al., (1999) menyatakan bahwa pada umumnya respon pertumbuhan tinggi yang baik diperoleh pada salinitas yang rendah. Hal ini terjadi karena tumbuhan mangove bukan merupakan tumbuhan yang membutuhkan garam (salt demand) tetapi tumbuhan yang toleransi terhadap garam (salt tolerance).

Analisis lipid yang tidak tersabunkan (Analysis of non-saponilable lipid (NSL) dan Analisis Thin-Layer Chromatogaphy (TLC)

Analisis lipid yang tidak tersabunkan dari daun dan akar mangove jenis sekresi X.granatum dapat dilihat pada Tabel 3.


(54)

Tabel 3. Analisis lipid yang tidak tersabunkan

Jenis Salinitas Jaringan Berat Sampel NSL Polyisoprenoid

(g) (mg) (mg/g)

X.granatum 0% Daun 2,777 263333 94,826

0% Akar 3,416 40000 11,706

2% Daun 1,737 456667 262,906

2% Akar 2,717 210000 77,291

3% Akar 1,197 73333 61,315

Tabel 3. Menunjukkan kandungan NSL dari daun dan akar jenis X.ganatum. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan jaringan di daun sebesar 0,475 mg/jaringan dan di akar sebesar 0,04 mg/jaringan. Kandungan NSL yang terbesar terdapat pada daun dari pada akar disebabkan sample pada daun lebih banyak.

Nilai NSL di daun berbeda dengan nilai NSL yang ada di akar yaitu 456667 mg dan 210000 mg. Konteks tersebut dapat disimpulkan kandungan NSL yang terdapat di akar tidak sama dengan kandungan yang ada di daun.

Polyisoprenoid yang dihasilkan dari X.ganatum. pada standart dolicol dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 9. Polyisoprenoid pada pembacaan TLC.

Dolikol yang terbaca pada TLC terlihat jelas pada standart 1-3 pada daun dengan tingkat salinitas 0%, dan standart 7-9 pada akar dengan tingkat salinitas 0


(55)

%. Berdasarkan konteks di atas bahwa dolicol cukup mendapatkan energi pada saat keadaan tawar yaitu 0% konteks tersebut menandakan bahwa X. granatum adalah jenis yang toleran terhadap garam tetapi tidak seuka garam sehingga pertumbuhan dan dolicol yang terbaikterdapat pada salinitas rendah. Dolikol yang terdapat pada X. granatum. pada jaringan akar dan daun semai X.granatum pada perlakuan yang sama terdapat perbedaan konsentrasi dolikol hal ini diduga karena perbedaan umur jaringan dan perbedaan gen dari X.granatum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tateyama et al (1999) yang menyatakan distribusi rantai panjang polyprenols belum tentu sama dengan rantai panjang dolichol di jaringan yang sama, hal ini didukung pernyataan Suga et al.(1989) yang menyatakan konsentrasi polyisoprenoid pada tanaman mengalami perubahan yang disebabkan oleh perbedaan umur dan musim.

Kontekas di atas dapat diterjemahkan dikarenakan faktor lingkungan abiotik di lokasi penelitian mendukung pertumbuhan dari X. granatum tersebut sehingga tanaman ini dapat bekerja sesuai dengan perannya yaitu sebagai kofaktor glikolisasi protein. Jenis ini bisa menghasilkan dolikol karena cahaya matahari, protein, glukasa yang dibutuhkannya sebagai energi bagi dolikol tersebut dapat dimaksimalkan untuk pertumbuhannya sehingga dapat diterjemahkan dalam tanaman X. granatum.


(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pertumbuhan terbaik X. granatum pada salinitas 0,5 % terbukti bahwa jenis ini merupakan jenis yang toleran tetapi tidak membutuhkan salinitas.

2. Pertumbuhan terbaik X.granatum memiliki nilai korelasi kecil antara semua parameter pengukuran dengan semua perlakuan salinitas.

3. Terjemahan TLC dari tanaman X.granatum terdapat doilikol dengan standart 1-3 pada daun dan 7-9 pada akar dengan tingkat salinitas yang sama yaitu 0%.

Saran

Tanaman X.granatum Koenig. memiliki keunggulan yang baik sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai fungsi polyisoprenoid.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.J., Wyn-Joens, R.G., Leigh, R.A. 1995. Sodium transport measured in plasma membrane vesicles isolated from wheat genotypes with differing K+/Na+ determination traits. Plant Cell Environ. 18, 105-115.

Arief, Arifin. (2007). Hutan Mangove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta : Kanisius.

Bamba T, Fukusaki E, Kajiyama S, Ute K,Kitayama T, Kobayashi A. (2001) The occurrenceof geometric polyprenol isomers in the rubber-producing plant, Eucomia ulmoides Oliver. Lipids.; 7: 727–32.

Ball MC, Farquhar GD. 1984. Photosynthetic and stomatal responses of two mangove species, Aegiceras corniculatum and Avicennia marina, to Long.

Basyuni, M., Oku, H., Tsujimoto, E., Kinjo, K., Baba, S., Takara, K. 2007. Triterpene synthases fromthe Okinawan mangove tribe, Rhizophoraceae. FEBS J. 274, 5028-5042.

Basyuni, M., Baba, S., Inafuku, M., Iwasaki, H., Kinjo, K., Oku, H. 2009. Expression of terpenoid synthase mRNA and terpenoid content in salt stressed mangove. J. Plant Physiol. 166, 1786-1800.

Beaton, J.M., Spring, F.S., Stevenson R., Steward, J.L. 1955. Triterpenoids XXXVII. The constitution of taraxerol. J. Chem. Soc. 2131-2137.

Bengen, D. G. 2000. Teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisiksumberdaya pesisir. PKSPL-IPB. Bogor.

Bengen, D.G., 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bergamini E, Bizzari R, Cavallini G, Cerbai B,Chiellini E, Donati A, Gori Z, Manfrini A, Parentini I, Signori F, Tamburini I. (2004)Aging and oxidative stress: a role fordolichol in the antioxidant machinery of cellmembranes? J Alzheimer’s Dis.; 6: 129–35.

Blumwald, E., Poole, R.J. 1987. Salt tolerance in suspension cultures of sugar beet: induction of Na+/H+ antiport activity at the tonoplast by gowth in salt. Plant Physiol. 83, 884-887.


(58)

Buckingham, J. 2001. Dictionary of Natural Products on CD-ROM. Chapman & Hall, London. 210 pp.

Clough BF. 1984. Gowth and salt balance of the mangove Avicennia marina (Forsk.) Vierh and RhizoPhora stylosa Giff. In relation to salinity. Aust J Plant Physiol 11:419-430. Universitas.

Downton, W.J. S. 1982. Gowth and Osmotic Relation of Avicennia marina as Influenced by Salinity. Australian J. Physiol., 9 (5) : 519-528.

Efendi I. 1999. Pengantar mikrobiologi Laut. Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru. 118 hal.

Fahrudin Fuad. 2009. Budidaya Caisim (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstraks Teh dan Pupuk Kascing. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Gosalam, S., N. Juli dan Taufikurahman. 2000. Isolasi bakteri dari ekosistem mangove yang mampu mendegadasi residu minyak bumi. D113-122. Prosiding Konperensi Nasional II Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. Makasar.

Hardjadi, S. S. Dan Yahya. 1988. Fisiologi Stress Lingkungan. PAU – IPB. Bogor.

Harianto, S. P. 1999. Konservasi mangove dan potensi pencemaran Teluk Lampung. Jurnal Manajemen & Kualitas Lingkungan, 1 (1): 9-15.

Hutabean, E, E., C, Kusmana dan H, R. Dewi. 1999. Studi Kemampuan Tumbuh Anakan Mangove Jenis Rhizopora mucronata, Rhizopora gimnorrhiza dan Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas. Jurnal Manajemen Hutan Tropika V(1), 77-85.

Jacoby, B. 1999. Mechanism Involved in Salt Tolerance of Plants dalam Pessarakli, M. (Ed.). Handbook of Plant and Crop Stress. 2nd edition. Marcel Dekker Inc. New York. pp. 97-124.

Kartawinata, K. S. Adisoemarno, S. Soemodiharjo dan I.G.M. Tantan 1979.Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia inS. Soemodiharjo dkk.(eds) Prosiding Seminar III Ekosistem Mangove. Jakarta.

Kalesaran, P. 2011. Mangove. Universitas Negeri Manado. Manado.

Killops, S.D., Frewin, N.L. 1994. Triterpenoid diagenesis and cuticular preservation. Org. Geochem. 21, 1193-1209.


(59)

Koch, B.P., Harder, J., Lara, R.J., Kattner, G. 2005. The effect of selective microbial degadationon 111 the composition derived pentacyclic triterpenols in surface sediments. Org. Geochem. 36, 273-285.

Kusmana, C., Sri Wilarso, Iwan H., Prijanto P., Cahyo W., Tatang T., Adi T., Yusnafi dan Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Lindgen BO. (1965) Homologous aliphaticC30–C45terpenols in birch wood.Acta ChemScand.;19:1317–26.

Mimura, T., Kura-Hotta, M., Tsujimura, T., Ohnishi, M., Miura, M., Okazaki, Y., Mimura, M., Maeshima, M., Washitani-Nemoto, S. 2003. Rapid increase of vascular volume in response to salt stress. Planta 216, 397-402.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J. W. 1993. Biologi Laut : Suatu pendekatan ekologis (Terjemahanoleh : M. Eidman, Koessoebiono dan D. G. Bengen, M. Hutomo danSukristijono). Penerbit PT. Gamedia. Jakarta. Indonesia.

Oku, H., Baba, S., Koga, H., Takara, K., Iwasaki, H., 2003. Lipid composition of mangoves and its relevance to salt tolerance. J. Plant Res. 116, 37-45. Pangaribuan, N. 2001. Hardening dalam Upaya Mengatasi Efek Toksik pada

Tanaman Bayam (Amaranthus, sp.). hal: 25 – 29.

Prayunita, Basyuni, M., Putri L. A. P. 2012. Respon Pertumbuhan dan Biomassa semai Rhizopora apiculata BI Terhadap Salinitas dan Kandungan Lipidnya pada Tingkat Pohon. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Poljakoff-Mayber, A. Dan H.R.Lerner.1999. Plants in Salin Environment dalam Pessarakli, M. (Ed.). Handbook of Plant and Crop Stress. 2nd edition. Marcel Dekker Inc. New York. pp. 125-151.

Ravi K, Rip JW, Carrol KK. (1984) Differencesin polyisoprenoid alcohols of mono and dicotyledonous seeds. Lipids.; 19: 401–4.

Salissburry, F. B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB. Bandung. Hal : 67 – 72.

Shannon, M.C., C. M. Give, dan L. E. Francois. 1994. Whole plant response to salinity. In. Wikinson, R. E. (Ed). Plant environment intgeraction. Marcel Dracker, Inc., New York. Pp. 199–228.

Sikong M. 1978. Peranan Hutan Mangove sebagai tempat Asuhan berbagai jenis ikan dan Crustacea. Dalam prosiding seminar ekosistem mangove. Jakarta 27 februari – 1 Maret 1978. hal 108–108.


(60)

Suga, T., Ohta, S., Nakai, A., Munesada, K. 1989. Glycinoprenols: novel polyprenols possessing a phytyl residue from the leaves of soybean. The Journal of Organic Chemistry 54: 3390-3393.

Swiezewska E, Sasak W, Mañkowski T,Jankowski W, Vogtman T, Krajewska I,Hertel J,Skoczylas E, Chojnacki T. (1994) The search for plant polyprenols. Acta Biochim Polon.; 41: 221–60.

Tomlinson, P. B., 1986. The Botany of Mangoves, Cambridge University Press.

Wang WQ, Lin P. 1999. Influence of substrate salinity on the gowth of mangove species of Bruguiera gymnorrhiza seedling (in Chinese). J Xiamen Univ (Nat Sci) 38 (2): 237-279.

Wannigama, G.P., Volkman, J.K., Gillan, F.T., Nichols, P.D., Johns, R.B. 1981. A comparison of lipid components of the fresh and dead leaves and pneumatophores of the mangrove Avicenniamarina. Phytochemistry 20, 659-666.

Widodo, H. 1987. Mangove hilang ekosistem terancam. Suara Alam 49: 11-15.

Yeo, A. 1998. Molecular biology of salt tolerance in the context of whole-plant physiology. J. Exp. Bot. Vol. 49, 915–929.


(61)

Lampiran 1. Analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji Dunnet’s semai Xylocarpus

granatum Koenig. pada berbagai tingkat salinitas.

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji dunnett pertambahan tinggi semai

X.granatum pada berbagai konsentrasi salinitas.

ANOVA

Sumber Keragaman (SK)

Derajat Bebas (DB)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah

(KT) F. Hit F. Tabel

Perlakuan 3 653,766 217,922 3,36 0,0416

Galad 18 1.165,887 64,772

Total 21 1819,653

Multiple Comparisons

Tinggi

Uji Dunnett's (2-sided)

(I) Perlakuan (%) (I) Perlakuan (%)

Difference Between

Means Similatenous 95% Confidence Limits

Salinitas 0,5% salinitas 0% 3,625 -8,933 16,183

Salinitas 2% salinitas 0% -2,525 -15,083 10,033

Salinitas 1,5% salinitas 0% -11.960 -23.616 -0,304 ***

*. The mean difference at the 0,05 level


(62)

Multiple comparisons

Tinggi

Dunnet t (2-sided)

(I) Perlakuan (%) (I) Perlakuan (%)

Difference Between

Means Similatenous 99% Confidence Limits

Salinitas 0,5% salinitas 0% 3,625 -12,608 19,858

Salinitas 2% salinitas 0% -2,525 -18,758 13,708

Salinitas 1,5% salinitas 0% -11.960 -27 3,108

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji dunnett pertambahan diameter semai

X.granatum pada berbagai konsentrasi salinitas.

Sumber Keragaman (SK)

Derajat Bebas (DB)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah

(KT) F. Hit F. Tabel

Perlakuan 3 653,766 217,922 3,36 0,0416

Galad 18 1.165,887 64,772


(1)

Total 21 222,259

Uji Dunnett's t (2-sided)

Multiple comparisons

(I) Perlakuan

(%) (I) Perlakuan (%)

Difference Between

Means Similatenous 95% Confidence

Salinitas 1,5% salinitas 0% 2,797 -1,919 7,513

Salinitas 0,5% salinitas 0% 0,017 -5,063 5,098

Salinitas 2% salinitas 0% -0,220 -5,30 4,860

*. The mean difference at the 0,05 level

Anova dari Data Rasio Tajuk dan Akar Semai Sumber Keragaman

(SK) Derajat Bebas (DB) Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah

(KT) F. Hit F

Perlakuan 3 31,429 10,476 0,99

Galad 18 190,83 10,602

Total 21 222,259

Uji Dunnett's t (2-sided)


(2)

(I) Perlakuan (%) (I) Perlakuan (%)

Difference Between

Means Similatenous 99% Confidence Li

Salinitas 1,5% salinitas 0% 2,797 -3,299 8,893

Salinitas 0,5% salinitas 0% 0,017 -6,550 6,585

Salinitas 2% salinitas 0% -0,220 -6,79 6,347

*. The mean difference at the 0,01 level

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji dunnett rasio batang dan akar semai X.granatum pada berbagai konsentrasi salinitas.

Anova dari Data Rasio Batang dan Akar Semai Sumber Keragaman

(SK) Derajat Bebas (DB) Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah

(KT) F. Hit

Perlakuan 3 35,494 11,831 1,10

Galad 18 194,45 10,803

Total 21 229,948

Uji Dunnett's t (2-sided)


(3)

Salinitas 1,5% salinitas 0% 3,083 -1,678 7,843

Salinitas 0,5% salinitas 0% 0,570 -4,558 5,699

Salinitas 2% salinitas 0% -0,132 -5,26 4,996

*. The mean difference at the 0,05 level

Uji Dunnett's t (2-sided)

(I) Perlakuan (%) (I) Perlakuan (%) Difference Between Means Similatenous 99% Confidence Limits

Salinitas 1,5% salinitas 0% 3,083 -3,071 9,236

Salinitas 0,5% salinitas 0% 0,570 -6,059 7,20

Salinitas 2% salinitas 0% -0,132 -6,76 6,497

Anova dari Data Rasio Batang dan Akar Semai Sumber Keragaman

(SK) Derajat Bebas (DB) Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah

(KT) F. Hit F. T

Perlakuan 3 35,494 11,831 1,10

Galad 18 194,45 10,803


(4)

*. The mean difference at the 0,01 level

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

(A) (B)

Gambar 1. Bak tabur yang digunakan saat persemaian (A) dan Buah Xylocarpus granatum Koenig pada saat perendaman.


(5)

Gambar 3. Semai Xylocarpus granatum berumur 3 bulan di Rumah Kaca.

(A) (B) (C)

(D) (E)

Gambar 4. Semai Xylocarpus granatum Koenig. setelah panen. Perlakuan 0% (A) perlakuan 0,5 % (B) perlakuan 1,5 % (C) perlakuan 2 % (D) dan perlakuan 3 % (E).


(6)

(A) (B)

Gambar 5. Contoh pengukuran tinggi Xylocarpus granatum Koenig (A) dan contoh pengukuran diameter Xylocarpus granatum Koenig.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 50 63

Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan Konten Rantai Panjang Polyisoprenoid pada Mangrove Sejati Mayor Berjenis Sekresi Sonneratia caseolaris (L.)

0 85 49

Respon Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Avicennia officinalis.

1 48 67

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 11

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 1 10

Pengaruh Variasi Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 10

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 29

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 13

Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

0 0 13

RESPON SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KOMPOSISI RANTAI PANJANG POLYISOPRENOID SEMAI MANGROVE Avicennia officinalis

0 0 13