Potensi ekstrak daun anting-anting (acalypha indica) sebagai antibakteri streptococcus mutans dan degradator biofilm pada gigi

POTENSI EKSTRAK DAUN ANTING-ANTING (Acalypha
indica L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans DAN
DEGRADATOR BIOFILM PADA GIGI

IMAM FIRDAUS

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Ekstrak Daun
anting-anting (Acalypha Indica L) sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan
Degradator Boifilm pada Gigi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Imam Firdaus
NIM G44100034

ABSTRAK
IMAM FIRDAUS. Potensi Ekstrak Daun Anting-anting (Acalypha indica)
sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan Degradator Biofilm pada Gigi.
Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan WULAN TRI WAHYUNI.
Tanaman anting-anting (Acalypha indica) biasa digunakan untuk mengobati
disentri dan diare. Penelitian bertujuan menentukan potensi daun anting-anting
sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans dan degradator biofilm pada
gigi. Ekstrak diperoleh dengan teknik maserasi menggunakan metanol, kloroform,
dan n-heksana. Uji antibakteri dan degradasi biofilm dilakukan menggunakan
teknik mikrodilusi dengan 96 well. Ekstrak n-heksana daun anting-anting
memiliki potensi antibakteri paling baik dengan nilai konsentrasi hambat
minimum dan konsentrasi bunuh minimum sebesar 500 µg/mL dan aktivitas
degradasi biofilm yang cukup baik walau nilai IC50 belum dapat ditentukan hingga
konsentrasi 200 µg/mL. Fraksi F3 hasil fraksinasi ekstrak n-heksana dengan

kromatografi kolom merupakan degradator biofilm yang baik dengan nilai IC50
56.8 µg/mL. Alkaloid diduga sebagai senyawa aktif antibakteri dan degradator
biofilm yang terdapat pada fraksi aktif.
Kata kunci: alkaloid, antibakteri, anting-anting, degradator biofilm, Streptococcus
mutans

ABSTRACT
IMAM FIRDAUS. Potency of Anting-anting (Acalypha indica) Leaves Extract as
Antibacterial toward Streptococcus mutans and Biofilm Degradator on Teeth.
Supervised by IRMANIDA BATUBARA and WULAN TRI WAHYUNI.
Anting-anting (Acalypha indica) plants is commonly used to treat dysentery
and diarrhea. This research aims to determine potency of anting-anting as
antibacterial toward Streptococcus mutans and biofilm degradator on teeth.
Extracts was obtained by maseration technique using methanol, chloroform, and
n-hexane. Antibacterial and biofilm degradation assays were performed using
microdilution technique with 96 well. n-Hexane extracts of anting-anting leaves
gave the best antibacterial potency with minimum inhibitory concentration and
minimum bactericidal concentration value of 500 µg/mL and good biofilm
degradation activity although the IC50 value could not be determined until 200
µg/mL. Fraction of F3 obtained from fractionation of n-hexane’s extract with

column chromatography was good biofilm degradator with IC50 value of 56.82
µg/mL. Alkaloid was suggested as antibacterial and biofilm degradator in the
active fraction.
Keywords:

alkaloid, antibacterial,
Streptococcus mutans

anting-anting,

biofilm

degradator,

POTENSI EKSTRAK DAUN ANTING-ANTING (Acalypha
indica L) SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans DAN
DEGRADATOR BIOFILM PADA GIGI

IMAM FIRDAUS


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Potensi Ekstrak Daun Anting-anting (Acalypha Indica L.) sebagai
Antibakteri Streptococcus mutans dan Degradator Biofilm pada
Gigi
Nama
: Imam Firdaus
NIM
: G44100034


Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MS
Pembimbing I

Wulan Tri Wahyuni, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Potensi Ekstrak Daun Anting-anting (Acalypha Indica L.) sebagai
Antibakteri Streptococcus mutans dan Degradator Biofilm pada Gigi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Fatrial Munaf, Ibu Minarni,
dan keluarga lainnya yang telah menjadi penyemangat bagi penulis dalam
menyelesaikan tulisan ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Dr Irmanida Batubara selaku pembimbing I dan Wulan Tri Wahyuni selaku
pembimbing II atas saran, ilmu, dan arahannya selama penelitian ini berlangsung.
Tak lupa penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eman,
Bapak Dede, Bapak Kosasih, Ibu Nunung, Ibu Nunuk atas bantuannya selama
penulis melakukan kegiatan penelitian di laboratorium. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Devi, Fahmi, Cempaka, Icha atas semangat dan
kerjasamanya.
Penulis menyadari akan kekurangan yang terdapat dalam tulisan ilmiah ini.
Saran dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke
depannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Imam Firdaus

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat
Prosedur
Pengeringan sampel daun anting-anting
Ekstraksi serbuk daun anting-anting
Uji fitokimia, kadar total fenolik, dan tanin
Penentuan eluen terbaik
Fraksionasi dengan kromatografi kolom
Pemisahan ekstrak dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP)
Uji antibakteri
Uji kemampuan degradasi biofilm
Uji inhibisi GTase fraksi KLTP daun anting-anting
Identifikasi senyawa menggunakan FTIR
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air dan kadar abu daun anting-anting
Aktivitas ekstrak daun anting-anting
Uji kuantitatif kadar fenolik total dan tanin ekstrak metanol, kloroform,

dan n-heksana
Pemisahan komponen aktif
Aktivitas antibakteri dan degradasi biofilm ekstrak kasar (metanol,
kloroform, n-heksana), fraksi kolom, dan fraksi KLTP daun anting-anting
Uji kemampuan inhibisi fraksi ke-3 KLTP daun anting-anting
terhadap aktivitas enzim GTase
Karakterisasi gugus fungsi menggunakan FTIR
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
2
2

3
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
5
6
6
6
8
8
10
10
11

12
12
12
12
14
25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kadar air dan kadar abu tanaman anting-anting
Kandungan fitokimia dan rendemen daun anting-anting
Kadar total fenolik dan tanin ekstrak daun anting-anting
Rendemen fraksionasi, KHM dan KBM uji aktivitas antibakteri serta
IC50 degradasi biofilm daun anting-anting

6

7
8
9

DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman anting-anting (Acalypha indica L.)
2 Reaksi dugaan flavonoid dengan HCl dan serbuk Mg
3 Kromatogram penentuan eluen terbaik dengan KLT di bawah sinar
putih (A) dan dengan UV 254 nm (B)
4 Spektrum FTIR F3.3

2
7
8
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bagan alir penelitian
Hasil identifikasi bakteri Streptococcus mutans
Hasil determinasi tanaman anting-anting
Kadar air dan kadar abu sampel daun anting- anting
Rendemen ekstrak kasar sampel daun anting-anting
Total fenolik ekstrak kasar metanol, kloroform, dan n-heksana daun
anting-anting
Kadar tanin dalam ekstrak metanol, kloroform, dan n-heksana daun
anting-anting
Kromatogram fraksi KLTP ke-3 (F3.3) pada panjang gelombang 254
nm (A) dan 366 nm (B)
Penentuan aktivitas degradasi biofilm F3, F3.1, dan F3.3
Absorbans dan persen inhibisi enzim GTase oleh fraksi kolom ke-3

14
15
16
17
18
19
20
22
22
24

PENDAHULUAN
Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih perlu mendapatkan
perhatian serius terutama dari tenaga kesehatan dan pangan. Pada gigi yang jarang
dibersihkan, saliva dan sisa makanan akan membentuk padatan keras pada
permukaan gigi (Machfoedz 2005). Padatan keras pada gigi ini biasa disebut
sebagai plak. Plak merupakan lapisan keras yang menempel pada gigi dan
mengandung kumpulan bakteri. Bakteri yang paling umum berperan dalam
pembentukan plak adalah Streptococcus mutans. Plak ini awalnya berwujud agar
cair yang lama kelamaan menjadi padatan keras. Plak harus dihilangkan karena
plak merupakan awal timbulnya kerusakan gigi (Tarigan 1990). Gigi yang sehat
dapat meningkatkan kepercayaan diri kita terutama dalam hal berpenampilan.
Secara umum mikrob membentuk plak pada gigi melalui tiga tahap, yaitu
proses penempelan bakteri pada permukaan padatan, pembentukan mikro koloni
pada permukaan padatan, dan pembentukan padatan yang matang yaitu plak atau
biofilm. Jika jumlah bakteri dalam mulut kurang dari kadar normal maka gigi dan
mulut kita akan sehat. Namun jika jumlah bakteri terlalu banyak di dalam mulut,
maka pembentukan biofilm pada gigi akan terjadi sehingga biofilm tersebut akan
terakumulasi dan mengeras membentuk plak. Biofilm bertindak melindungi dan
meningkatkan nutrisi bakteri yang tinggal di dalamnya, matriks dari biofilm juga
melindungi bakteri dari efek antibiotik dan antiseptik. Diperlukan senyawasenyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dan degradator biofilm sehingga
biofilm pun akan hancur dan plak tidak akan terbentuk. Banyak bahan antibakteri
yang umum digunakan bersifat tidak aman bagi kesehatan. Salah satu metode uji
aktivitas antibakteri yang biasa digunakan adalah metode difusi agar (Rasyid
2012).
S. mutans merupakan bakteri dominan yang menyebabkan karies pada gigi.
Umumnya terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan oleh suatu senyawa
sehingga dapat dikatakan memiliki aktivitas antibakteri dan degradator biofilm.
Cara pertama, senyawa dari sampel langsung menghancurkan dinding sel dari
bakteri (S. mutans) sehingga bakteri yang terdapat di dalam mulut tidak dapat
berkembang. Cara kedua adalah senyawa dapat menghambat pembentukan glukan
oleh enzim glukosiltransferase (GTase) yang dihasilkan oleh bakteri S. mutans
yang terdapat didalam mulut. Diperlukan senyawa yang dapat menghambat
aktivitas dari enzim GTase tersebut (inhibitor GTase) untuk menghambat
terbentuknya glukan. Dengan penghambatan pembentukan glukan pada gigi
tersebut, maka S. mutans tidak dapat memproduksi asam yang terakumulasi
dengan sisa-sisa makanan pada permukaan gigi sehingga pembentukan plak pun
dapat dihindari (Murata et al. 1995).
Tanaman anting-anting (Acalypha indica L.) dikenal sebagai salah satu
tanaman obat yang tumbuh di pinggir jalan dan kebun. Sejak dulu masyarakat
sering menggunakan tanaman ini untuk mengobati penyakit disentri basiler dan
disentri amuba, diare, malnutrisi, mimisan, muntah darah, buang air besar
berdarah, buang air berdarah, malaria (Arisandi et al. 2008). Walau ekstrak etil
asetat anting-anting berpotensi sebagai antibakteri (Govindarajan 2008), namun
potensinya sebagai antibakteri serta antibiofilm pada gigi belum pernah
dilaporkan. Kandungan kimia dari tanaman anting-anting yang telah dilaporkan

2
yaitu glikosida inositol metileneter, triacetomamine, dan minyak atsiri (Azmahani
et al. 2002). Sementara daun tanaman anting-anting (A.indca L.) mengandung
saponin, tanin, flavonoid, dan minyak atsiri. Berdasarkan latar belakang di atas,
penelitian ini bertujuan mengetahui potensi ekstrak daun tanaman anting-anting
sebagai antibakteri S. mutans dan degradator biofilm pada gigi, serta menduga
golongan senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tersebut.

Gambar 1 Tanaman anting-anting (Acalypha indica L.)

METODE
Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap penting
(Lampiran 1). Tahapan dimulai dengan preparasi sampel lalu ekstraksi, uji
fitokimia, fraksionasi, uji antimikrob, uji degradasi biofilm, serta identifikasi
komponen, preparasi sampel dilakukan dengan mengeringkan sampel daun yang
masih basah lalu digiling agar diperoleh sampel bubuk. Sampel bubuk kemudian
diuji kadar air, kadar abu, dan diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut nheksana, kloroform, dan etanol. Ekstrak dari ketiga pelarut diuji fitokimia dan
ditentukan kadar tanin serta total fenoliknya secara kuantitatif. Penentuan eluen
terbaik dilakukan dengan menggunakan KLT G60 F254. Fraksionasi dilakukan
menggunakan teknik kromatografi kolom yang dilanjutkan dengan pemisahan
KLT preparatif. Fraksi-fraksi aktif yang diperoleh dari proses fraksionasi ini diuji
inhibisi enzim GTase, uji kemampuan antibakteri dan degradasi biofilmnya.
Identifikasi senyawa menggunakan teknik spektrofotometer inframerah
transformasi fourier (FTIR) yang dilakukan pada fraksi teraktif.

Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun anting-anting yang diperoleh dari kebun
Biofarmaka IPB Bogor, akuades, n-heksana, kloroform, metanol, diklorometana,
aseton, silika gel, typtic soy broth (TSB), typtic soy agar (TSA), asam galat,
Na2CO3 7.5%, reagen Folin-Ciocalteau, larutan indigokarmin, KMnO4 0.1M,

3
kristal asam oksalat, FeCl3 1%, serbuk Mg, amil alkohol, alkohol klorhidrat,
NH4OH, H2SO4 2M, reagen Mayer, reagen Wagner, reagen Dragendorff, obat
kumur ‘X’, K2HPO4, KH2PO4, kristal violet (heksametil pararosanilina klorida)
1%, glukosa 3%, DMSO 20%, dan saliva sintetis (larutan Mc Dougall), tetrasiklin,
dan suspensi bakteri Streptococcus mutans (63301) yang diperoleh dari FKG-UI
(Lampiran 2).

Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik, cawan
porselen, eksikator, bunsen, oven, penguap putar, chamber eluen, corong pisah,
penguap vakum, autoclave, kolom silika, lampu UV 254 dan 365nm, lemari
laminar flow, FTIR Shimadzu IR prestige 21, mikropelat polistirena 96-sumur
steril, microplate reader, dan alat-alat kaca lainnya.

Prosedur
Pengeringan Sampel Daun Anting-anting
Sampel daun yang telah diperoleh dicuci bersih, setelah itu sampel yang
sudah dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40‒ 50 °C,
selama 1‒ 2 hari. Sampel kering digiling dan diayak dengan ukuran 60 mesh
sehingga dihasilkan sampel berbentuk bubuk. Penentuan kadar air dan kadar abu
sesuai dengan metode AOAC (2007).

Ekstraksi Serbuk Daun Anting-anting
Sampel daun anting-anting diekstraksi dengan teknik maserasi bertingkat.
Serbuk anting-anting ditimbang sebanyak 100 g dan kemudian direndam ke dalam
n-heksana. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah 24 jam, ampas hasil
penyaringan direndam lagi selama 24 jam sampai 3 kali penyaringan. Ampas
serbuk terakhir hasil perendaman dengan n-heksana dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan dalam suhu ruang. Ampas direndam dalam pelarut berikutnya
(kloroform dan terakhir metanol) dengan teknik yang sama. Filtrat masing-masing
pelarut yang diperoleh diuapkan dengan penguap putar untuk mendapatkan
ekstrak kasar dari daun anting-anting. Persen rendemen ekstrak dihitung
berdasarkan bobot kering.

Uji Fitokimia, Kadar Total Fenolik, dan Tanin
Uji kandungan saponin, flavonoid, alkaloid, dan tanin dilakukan mengikuti
prosedur standar dari Harborne (1987), sedangkan ekstrak n-heksana, kloroform,
dan metanol ditentukan kadar total fenolik dan taninnya.

4
Penentuan Eluen Terbaik
Penentuan eluen terbaik dengan KLT dilakukan pada fraksi ekstrak daun
anting-anting. Ekstrak sampel ditotolkan pada pelat KLT, setelah kering pelat
dielusi dalam chamber berisi pelarut yang telah dijenuhkan sebelumnya. Pelarut
yang digunakan adalah pelarut tunggal yaitu n-heksana, dietil eter, n-butanol,
metanol, asam asetat, diklorometana, etil asetat, aseton, toluena, dan kloroform.
Setelah proses elusi telah sampai garis finish, pelat dikeluarkan dan
dikeringudarakan. Pelat yang telah kering diamati di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 dan 365 nm untuk mengetahui jumlah spot yang
terbentuk di setiap pelat dengan pelarut yang berbeda. Eluen terbaik dilihat dari
banyaknya jumlah spot yang terpisah dengan nilai Rf yang berbeda cukup
signifikan.

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom
Fraksionasi dilakukan untuk pemisahan 0.5 g ekstrak teraktif dengan
pengemasan kolom yang berdiameter 1 cm dan tinggi 20 cm. Ekstrak dilarutkan
dalam eluen terbaik yang telah diperoleh, setelah itu komponen-komponennya
dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan elusi step gradient
(peningkatan kepolaran). Eluat ditampung dalam vial setiap 5 mL dengan laju
eluen 1 mL/menit dan eluat yang memiliki warna sama kemudian dikumpulkan
dalam satu fraksi. Setiap fraksi yang dihasilkan kemudian diperiksa polanya pada
KLT. Noda yang diperoleh dideteksi di bawah lampu UV pada panjang
gelombang 254 dan 366 nm, kemudian diuji aktivitas antibakteri dan degradasi
biofilmnya. Fraksi teraktif dipisahkan dengan menggunakan KLT preparatif untuk
memperoleh senyawa murni dari ekstrak sampel. Fraksi dikerok, dilarutkan ke
dalam pelarut, kemudian dipekatkan dan diuji fitokimia serta aktivitas inhibisinya.

Pemisahan Ekstrak Dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Pemisahan dilanjutkan dengan teknik KLTP, yang bertujuan untuk
mendapatkan isolat senyawa yang diduga aktif pada uji sebelumnya. Pemisahan
dilakukan menggunakan pelat GF254 dengan ukuran 10x20 cm. Sampel yang telah
ditotolkan dielusi di dalam chamber. Noda-noda yang diperoleh dikerok dan
dilarutkan dengan pelarut ekstrak awal. Silika gel dipisahkan dari filtrat
menggunakan teknik sentrifugasi. Filtrat dalam botol diuapkan dalam desikator
untuk mendapatkan isolat padat.

Uji Antibakteri (Batubara et al. 2009)
Uji antibakteri yang digunakan menggunakan metode mikrodilusi 96 well
plate dan dengan media TSB. Inokulan bakteri S. mutans (63301) dibuat dalam
media TSB (100µL dalam 10 mL TSB). Inokulan yang tepat untuk uji antibakteri
ditentukan optical density nya. Uji antibakteri dilakukan dengan menggunakan
mikroplate 96 sumur steril yang terbuat dari polistirena. Ekstrak atau fraksi
sampel diencerkan dalam DMSO hingga diperoleh stok konsentrasi 10000 µg/mL.
Stok sampel dibuat ke dalam beberapa variasi konsentrasi (15.63-2000 µg/mL).
Masing-masing sumur ditambahkan medium TSB dan larutan inokulan bakteri.

5
Plate diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Digunakan DMSO 20% sebagai
kontrol negatif dan tertrasiklin serta obat kumur ‘X’ sebagai kontrol positif.
Setelah inkubasi selama 24 jam, ditentukan konsentrasi hambat minimum (KHM)
dari sampel dengan cara melihat sumur yang jernih dengan konsentrasi terendah
sebagai nilai KHM. Nilai konsentrasi bunuh minimum (KBM) dari sampel KHM
sebelumnya ditentukan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC. Sumur
yang masih jernih dengan konsentrasi terendah dipilih sebagai nilai KBM.
Uji Kemampuan Degradasi Biofilm (O’Toole et al. 1998)
Metode uji yang digunakan adalah metode mikrodilusi. Biofilm dibentuk
dengan cara saliva sintetis dimasukkan ke dalam 96 well plate. Medium TSB
dengan glukosa 3% dan inokulan bakteri ditambahkan ke dalam saliva. Plate
diinkubasi 24 jam pada suhu 37 ºC. Setelah biofilm terbentuk, sisa medium
dibuang. Ekstrak atau fraksi ditambahkan dengan konsentrasi 15.625-2000 µg/mL
kemudian diinkubasi 24 jam pada suhu 37 ºC. Biofilm yang menempel pada
dinding sumur dicuci dengan menggunakan buffer fosfat sebanyak 2 kali bilasan.
Kristal violet 1% ditambahkan ke dalam sumur dan dibiarkan selama 15 menit.
Well dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali ditambahakan etanol 95%.
Suspensi diinkubasi selama 45 menit dan larutan yang telah diinkubasi
dipindahkan ke microplate baru. Absorbans suspensi dari masing-masing sumur
diukur menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 595 nm untuk
menentukan % degradasi. Produk obat kumur‘X’ serta klorheksidin digunakan
sebagai kontrol positif dan DMSO 20% sebagai kontrol negatif.

Keterangan :
A sampel = Absorbans (sampel + suspensi bakteri)
A blanko = Absorbans (DMSO 20% + suspensi bakteri)

Uji Inhibisi GTase Fraksi KLTP Daun Anting-anting (Murata et al. 1995)
Sebanyak 10 mg fraksi KLTP daun anting-anting yang diperoleh dibuat
konsentrasinya menjadi 10,000 ppm dengan melarutkannya ke dalam 1 mL
DMSO 30%. Larutan sampel diencerkan konsentrasinya dari 2000 hingga 31.25
ppm. Sebanyak 50 µL sampel dengan konsentrasi 2000-31.25 ppm, 50 µL larutan
RL (1.2500 g sukrosa + 0.1250 g dekstran T10 + 25 mL larutan buffer fosfat pH
6), 100 µL air steril, dan 50 µL enzim GTase dimasukkan ke dalam sumur
microplate. Plate diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 4 jam, kemudian diukur
absorbansnya menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 595 nm.

Identifikasi Senyawa Menggunakan FTIR
Pelat KBr dibersihkan lalu dimasukkan ke dalam kompartemen sampel dan
proses scanning dilakukan dengan menggunakan FTIR sebagai background.
Setelah itu pelat KBr dioleskan fraksi pekat dan diuji kembali dengan FTIR,

6
kemudian spektrum hasil scanning dibandingkan dengan library atau database
untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu Daun Anting-anting
Tanaman anting-anting yang diperoleh berasal dari kebun biofarmaka IPB
Bogor. Sampel daun anting-anting yang digunakan dideterminasi terlebih dahulu
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong (Lampiran 3). Kadar
air dan kadar abu daun anting-anting yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1
dan Lampiran 4. Setiap jenis tanaman memiliki kandungan air yang berbeda-beda
sesuai dengan morfologi tanaman tersebut. Bagian tanaman seperti daun, akar,
rimpang, batang, bunga, dan buah juga memiliki kandungan air yang berbeda satu
sama lain. Penentuan kadar air biasa dilakukan sebagai koreksi dalam perhitungan
rendemen ekstrak kasar. Apabila kadar air suatu sampel semakin rendah, maka
stabilitas bahan akan semakin tinggi dan kemudahan bahan untuk rusak menjadi
semakin rendah (Kunle et al. 2012). Kadar abu dari suatu sampel yang sama juga
dapat berbeda-beda sesuai dengan mineral yang terkandung dalam tempat tumbuh
tanaman. Semakin besar nilai kadar abu dari suatu sampel menunjukkan semakin
banyak kandungan mineral yang terdapat dalam tempat tumbuh tanaman tersebut.
Tabel 1 Kadar air dan kadar abu tanaman anting-anting
Analisis proksimat
(% b/b)
Kadar air
Kadar abu

11.64
20.96

Aktivitas Ekstrak Daun Anting-anting
Teknik ekstraksi yang digunakan adalah maserasi bertingkat, dengan prinsip
pemisahan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya. Senyawa yang bersifat
polar akan terbawa bersama pelarut yang juga bersifat polar, sebaliknya senyawa
yang bersifat nonpolar akan terbawa dengan pelarut yang juga bersifat nonpolar
(like dissolve like). Pelarut yang digunakan pertama adalah pelarut yang paling
bersifat nonpolar (n-heksana), diikuti dengan yang bersifat semipolar (kloroform),
dan diakhiri dengan pelarut yang bersifat polar (metanol). Hal ini dilakukan agar
senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar dapat terbawa terlebih dahulu sehingga
tidak bercampur dengan senyawa-senyawa lain yang bersifat polar. Rendemen
ekstraksi (Lampiran 5) menunjukkan bahwa daun anting-anting memiliki
kandungan senyawa polar lebih banyak dibandingkan dengan senyawa yang
bersifat semipolar dan nonpolar (Tabel 2).

7
Tabel 2 Kandungan fitokimia dan rendemen daun anting-anting
Uji Fitokimia
Warna
Rendemen
Pelarut
Ekstrak
(%b/b)
Tanin Saponin Flavonoid Alkaloid
kuning
n-heksana
+
+
1.54
kehijauan
Kloroform
+
+
hijau tua
2.44
hijau
Metanol
+
+
+
4.67
kehitaman
Keterangan : (+) terdapat golongan senyawa yang diuji pada sampel
(-) tidak terdapat golongan senyawa yang diuji pada sampel
Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk melihat keberadaan dari suatu
senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel. Uji fitokimia yang
dilakukan adalah uji saponin, flavonoid, tanin, dan alkaloid pada ketiga ekstrak
kasar (n-heksana, kloroform, dan metanol) daun anting-anting.
Hasil positif tanin ditunjukkan dengan munculnya busa atau buih setelah
proses pengocokkan. Busa tersebut muncul dikarenakan adanya kombinasi dari
struktur penyusun golongan saponin, yaitu kombinasi antara rantai sapogenin non
polar dengan rantai sapogenin polar yang larut di dalam air (Zahro & Rudiana
2013). Berdasarkan uji yang dilakukan, tidak satu pun ekstrak yang memiliki
kandungan saponin (Tabel 2). Pada uji tanin, diperoleh hasil positif keberadaan
tanin pada ekstrak metanol saja yang ditunjukkan dengan munculnya warna hijau
kehitaman setelah penambahan FeCl31% ke dalam filtrat. Uji kualitatif tanin
dilanjutkan dengan uji kuantitatif.
Flavonoid merupakan senyawa yang biasanya ditemukan dalam bentuk
glikosida (flavonoid O-glikosida) yang merupakan kombinasi antara alkohol
dengan gula dan berikatan melalui ikatan glikosida (Markham 1988), artinya
flavonoid tersebut tidak selalu ditemukan dalam bentuk glikosida. Dari uji yang
dilakukan diperoleh hasil positif flavonoid untuk ketiga ekstrak. Jadi
kemungkinan besar flavonoid yang teridentifikasi pada ketiga ekstrak adalah
senyawa dalam bentuk glikosida, namun ada juga kemungkinan bahwa senyawa
yang ditemukan bukan dalam bentuk glikosida. Flavonoid ini akan tereduksi oleh
HCl pekat dan serbuk Mg pada uji kualitatif yang menghasilkan kompleks
berwarna kuning atau jingga pada lapisan asam (Gambar 2).

Gambar 2 Reaksi dugaan flavonoid dengan HCl dan serbuk Mg (Pietta 2000)
Kandungan alkaloid terdapat dalam ketiga ekstrak. Namun dalam hasil ini
belum dapat ditentukan apakah ada beda jenis alkaloid pada ketiga ekstrak karena
sifat uji yang masih kualitatif.

8
Uji Kuantitatif Kadar Fenolik Total dan Tanin Ekstrak Metanol, Kloroform,
dan n-heksana
Senyawa fenolik pada umumnya memiliki kemampuan antibakteri yang
baik. Gugus fenol pada senyawa ini dapat menghentikan pertumbuhan bakteri.
Penetapan kadar fenolik total dilakukan pada ketiga ekstrak kasar menggunakan
reagen Folin-Ciocalteu. Reagen ini digunakan karena folin dapat bereaksi dengan
senyawa fenolik dalam ekstrak membentuk larutan kompleks berwarna biru yang
dapat diukur absorbansnya pada panjang gelombang 765 nm, sehingga
konsentrasi fenolik totalnya pun dapat ditentukan. Senyawa fenolik hanya dapat
bereaksi dengan folin dalam suasana basa agar terjadi disosiasi proton pada
senyawa fenolik menjadi ion fenolat, sehingga perlu ditambahkan larutan Na2CO3
7.5%. Kadar fenolik sampel ditentukan dengan membuat kurva standar asam galat
(Lampiran 6). Rerata kadar total fenolik dan tanin dalam ekstrak daun antinganting dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar total fenolik dan tanin terbanyak terdapat
pada ekstrak metanol. Hasil uji fitokimia tanin secara kualitatif menunjukkan
bahwa pada ekstrak n-heksana dan kloroform tidak mengandung senyawa
metabolit sekunder tanin, namun setelah dilakukan uji kuantitatif kadar tanin
diperoleh hasil bahwa di dalam ekstrak n-heksana dan kloroform terdapat
kandungan tanin walaupun jumlahnya sangat kecil (Tabel 3).
Tabel 3 Kadar total fenolik dan tanin ekstrak daun anting-anting
Pelarut
Total fenolik (%b/b)
Total tanin (%b/b)
n-heksana
0.50
1.06
Kloroform
1.34
0.88
Metanol
1.35
2.21

Pemisahan Komponen Aktif
Pemisahan komponen aktif dilakukan dengan sebelumnya menentukan
eluen terbaik dalam memisahkan komponen. Eluen terbaik yang diperoleh untuk
fraksionasi ekstrak n-heksana adalah diklorometana : kloroform (3:7) dengan
jumlah spot paling banyak (7 spot) dan terpisah dengan baik (Gambar 3).

A
B
Gambar 3 Kromatogram penentuan eluen terbaik dengan KLT di bawah sinar
putih (A) dan dengan UV 254 nm (B)
Keterangan : a (9:1), b (7:3), c (6:4), d (5:5), e (4:6), f (3:7), g
(1:9), h (0:10), i (10:0) (diklorometana : kloroform)

9
Ekstrak kasar n-heksana difraksionasi dengan kromatografi kolom
menggunakan eluen diklorometana:kloroform secara step gradient. Sebanyak 13
fraksi diperoleh dengan rendemen terbesar terdapat pada fraksi ke-2, yaitu 14.02%
(Tabel 4). Masing-masing dari fraksi ini kemudian diuji aktivitas antibakteri dan
degradasi biofilmnya. Fraksi ke-2 (F2) dan ke-3 (F3) memiliki aktivitas
antibakteri paling tinggi (Tabel 4). Fraksi ke-3 dari fraksi kolom dipilih untuk
difraksionasi lanjut menggunakan teknik pemisahan Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif (KLTP). Proses elusi dilakukan menggunakan eluen diklorometana :
kloroform (3:7). Sebanyak tiga fraksi KLTP diperoleh dengan rendemen terbesar
terdapat pada fraksi F3.3, yaitu sebesar 16.64% (Tabel 4).
Tabel 4 Rendemen fraksionasi, KHM dan KBM uji aktivitas antibakteri, serta
IC50 degradasi biofilm daun anting-anting
Rendemen Aktivitas antibakteri Degradasi biofilm
Sampel
KHM
KBM
(%)
IC50 (µg/mL)
(µg/mL) (µg/mL)
Ekstrak Metanol
500.0
4.67
214.6
Ekstrak Kloroform
2.44
149.8
Ekstrak n-heksana
500.0
500.0
1.54
196.9
F1
250.0
5.35*
202.5
*
F2
250.0
2000.0
14.02
156.3
*
F3
250.0
2000.0
13.60
56.8
*
F4
10.55
76.7
*
F5
9.78
225.5
*
F6
3.53
141.5
*
F7
3.24
F8
7.31*
*
F9
5.24
*
F10
8.48
*
F11
2.76
*
F12
0.78
*
F13
1.94
**
500.0
2000.0
F3.1
1.37
139.2
**
500.0
1000.0
F3.2
9.89
180.7
500.0
1000.0
F3.3
16.64**
138.7
Tetrasiklin
15.6
15.6
Klorheksidin
2.58
Keterangan: (-) konsentrasi >2000.00 µg/mL
( ) Tidak diuji
(*) rendemen terhadap bobot ekstrak kasar n-heksana
(**) rendemen terhadap bobot fraksi kolom F3

10
Aktivitas Antibakteri dan Degradasi biofilm Ekstrak Kasar (metanol,
kloroform, n-heksana), Fraksi Kolom, dan Fraksi KLTP Daun Anting-anting
Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), yaitu konsentrasi minimum
yang dibutuhkan sampel untuk menghambat pertumbuhan bakteri ditentukan pada
uji aktivitas antibakteri. Selain itu juga dicari nilai Konsentrasi Bunuh Minimum
(KBM), yaitu konsentrasi minimum yang dibutuhkan sampel untuk membunuh
inokulan dari bakteri S. mutans (Tabel 4). Ekstrak daun anting-anting yang
berpotensi sebagai antibakteri S. mutans adalah ekstrak n-heksana dengan nilai
KHM sama dengan nilai KBM sebesar 500 µg/mL. Fraksi dengan aktivitas
antibakteri terbaik untuk fraksi kolom adalah fraksi ke-2 (F2) dan ke-3 (F3)
dengan nilai KHM sebesar 250 µg/mL dan nilai KBM sebesar 2000 µg/mL
sedangkan fraksi ke-2 (F3.2) dan fraksi ke-3 (F3.3) merupakan fraksi paling aktif
hasil pemisahan lanjut dengan KLT preparatif.
Penentuan persen degradasi biofilm dilakukan dengan mengukur absorbans
dari etanol yang telah mendesorpsi kristal violet yang terjerap dalam biofilm.
Berkurangnya absorbans yang terukur menunjukkan kemampuan degradasi
biofilm dari sampel (Lampiran 9). Berdasarkan nilai absorbans uji degradasi
biofilm dari sampel, diperoleh nilai persen degradasi dari masing-masing sampel.
Nilai IC50 dari masing-masing sampel ditentukan berdasarkan nilai % degradasi
biofilm tersebut (Tabel 4). Ekstrak yang memiliki aktivitas degradasi biofilm yang
paling baik adalah ekstrak kloroform sedangkan fraksi kolom yang terbaik adalah
fraksi ke-3 dari n-heksana (F3) dan fraksi KLTP terbaik adalah F3.3. Hal ini
dicirikan dengan nilai IC50 yang rendah. Namun nilai IC50 dari semua sampel yang
diuji memiliki nilai yang masih di atas nilai IC50 dari kontrol positif klorheksidin
yang umum digunakan di pasaran.

Uji Kemampuan Inhibisi Fraksi ke-3 KLTP Daun Anting-anting terhadap
Aktivitas Enzim Gtase
Nilai persen inhibisi GTase menunjukkan kemampuan senyawa untuk
menghambat kerja enzim GTase yang dihasilkan bakteri. Senyawa akan
menghambat pembentukan glukan oleh enzim glukosiltransferase (GTase) yang
dihasilkan oleh bakteri S. mutans yang terdapat di dalam mulut. Terjadinya
penghambatan pembentukan glukan pada gigi menyebabkan S. mutans tidak dapat
memproduksi asam yang terakumulasi dengan sisa-sisa makanan pada permukaan
gigi sehingga pembentukan biofilm dan plak pun dapat dihindari (Murata et al.
1995). Nilai % inhibisi terbesar terdapat pada konsentrasi 1000 ppm, yaitu sebesar
25.87%. Nilai IC50 tidak dapat ditentukan karena % inhibisi yang dihasilkan dari
tiap konsentrasi yang diukur berada pada nilai di bawah 50% (Lampiran 10). Uji
fitokimia secara kualitatif dilakukan pada fraksi F3.3 menyatakan bahwa di dalam
fraksi tersebut terdapat kandungan alkaloid. Dapat diduga golongan senyawa aktif
yang terdapat dalam fraksi F3.3 daun anting-anting yang memiliki aktivitas
menghambat kerja enzim GTase adalah alkaloid.

11
Karakterisasi Gugus Fungsi Menggunakan FTIR
Identifikasi gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR)
dilakukan pada fraksi KLTP ke-3 karena memiliki aktivitas antibakteri dan nilai
IC50 dalam kemampuan degradasi biofilm paling tinggi. Berdasarkan hasil
spektrum yang diperoleh (Gambar 4), terdapat puncak serapan pada bilangan
gelombang 3448.72 cmˉ¹ ulur amina NH2, 3008.95 cmˉ¹ ulur C-H, 2924.09 cmˉ¹
ulur C-H (CH3 alkana asimetrik), 2850.79 cmˉ¹ ulur C-H (CH3 alkana simetrik),
1739.79 cmˉ¹ ulur C=O (ester), 1512.19 cmˉ¹ tekuk NH2 (amina skunder),
1462.04 cmˉ¹ tekuk CH2, 1377.17 cmˉ¹ tekuk CH3, 1242.16 cmˉ¹ C-N (amina),
1168.86 cmˉ¹ C-O (ester). Gugus karbonil yang diduga adalah ester, hal ini
dikarenakan tidak terlihat puncak serapan untuk gugus OH pada spektrum. Selain
itu terdapatnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1168.86 cmˉ¹ (ikatan CO) memperkuat dugaan adanya gugus ester pada fraksi. Munculnya serapan gugus
amina pada struktur mengindikasikan bahwa adanya golongan alkaloid pada
sampel. Halimah (2010) melakukan uji fitokimia terhadap tanaman anting-anting
dengan uji reagen dan menghasilkan uji positif untuk senyawa alkaloid dan
flavonoid. Feng et al. (1994) menyatakan bahwa pada tanaman anting-anting
memiliki senyawa alkaloid, amida, glukosida, dan sterol. Berdasarkan data-data
dan informasi tersebut, golongan senyawa yang diduga terkandung dalam fraksi
KLTP ke-3 adalah alkaloid dan memiliki aktivitas sebagai antibakteri S. mutans.
Informasi lain yang mendukung bahwa kemungkinan senyawa yang terkandung
dalam fraksi ke-3 KLTP (F3.3) merupakan golongan alkaloid adalah ketika fraksi
F3 dan F3.3 dilakukan uji fitokimia, diperoleh hasil positif akan keberadaan
alkaloid.

%T

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 4 Spektrum FTIR F3.3

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak daun anting-anting yang berpotensi sebagai antibakteri adalah
ekstrak dari n-heksana dengan nilai KHM dan KBM sebesar 500 µg/mL. Fraksi
kolom dan KLTP dari ekstrak n-heksana ini memiliki nilai KBM yang lebih besar
dari pada ekstrak kasarnya. Aktivitas degradasi biofilm terbesar dari daun antinganting terdapat pada fraksi kolom ke-3 (F3) dari ekstrak n-heksana dengan nilai
IC50 sebesar 56.8 µg/mL, namun nilai ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan
klorheksidin yang umum digunakan di pasaran. Golongan senyawa yang diduga
terkandung dalam fraksi KLTP n-heksana dan diduga memiliki aktivitas
antibakteri dan degradator biofilm adalah golongan senyawa alkaloid.

Saran
Pemurnian lebih lanjut dari fraksi F3.3 perlu dilakukan seperti pemisahan
menggunakan teknik kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) preparatif. Analisis
lanjut terhadap senyawa apa dalam fraksi F3.3 yang berperan dalam aktivitas
antibakteri dan degradator biofilm perlu dilakukan menggunakan resonansi
magnetik inti (NMR) dan spektrometer massa (MS).

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of
AOAC International. Revisi ke-2. Volume ke-1. Maryland: AOAC
International.
Arisandi Y, Andriani. 2008. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta (ID): Pustaka Buku
Murah.
Azmahani A, Somchti MN, Rosyilah AR. 2002. In Vitro Anti Bakterial and Anti
Fungal Properties of Acalypha Indica (Kucing Galak). Proceedings of The
Regiona Symposium on Environment and Natural Resources. Department of
Biomedical Sciences, Faculty Medicine and Health Sciences, University
Putra Malaysia, 43400 UPM Serdang, Selangor Darul Ehsan. Malaysia.
Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009. Screening antiacne potency of
Indonesian medicinal plants; antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant
activities. J Wood Sci 55: 230-235.
Feng DW, L. Zhong-Wen, and S. Han-Dong. 1994. A New Compound from
Acalypha australis. Acta Bot Yunnanica. 16(4):413-416.
Govindarajan M, Jabanesan A, Reetha D, Amsath R, Pushpanathan T, dan
Samidurai K. 2008. Antibacterial Activity of Acalypha indica L. Eur Rev
Med Pharmacol Sci. 12:299-302.
Halimah N. 2010. Uji Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Tanaman Antinganting (Acalypha indica Linn) Terhadap Larva Udang (Artemia salina

13
Leach). Skripsi. Malang: Jurusan Kimia Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Ed ke-2. Padmawinata K, Soedira L,
penerjemah; Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical
Method.
Kunle OF, Egharevba HO, Ahmadu PO. 2012. Standardization of herbal medicine
–a review. International Journal of Biodiversity and Conservation.
4(3):101-112.
Machfoedz I. 2005. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak - Anak dan Ibu
Hamil. Yogyakarta (ID): Fitrimaya.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Kosasih P, penerjemah.
Bandung (ID): ITB.
Murata M, Yukako N, Seiichi H. 1995. Inhibition of cariogenic glucan synthesis
by dark beer. Lebensm Wiss Technol. 28: 201-207.
O’Toole G, Kolter R. 1998. Initiation of biofilm formation in pseudomonas
fluorescens wcs365 proceeds via multiple, convergent signaling pathways: a
genetic analysis. Mol Microbiol. 28(3): 449-461.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to
Spectroscopy 4th Ed. Belmont (US): BrooksCole.
Pietta PG. 2000. Flavonoids as antioxidants. J Nat Prod. 63(7): 1035-1042.
Rasyid A. 2012. Identifikasi senyawa metabolit sekunder serta uji aktivitas
antibakteri dan antioksidan ekstrak metanol teripang Stichopus hermanii.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(2):360-368.
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta (ID): Liberty.
Tarigan R. 1990. Karies Gigi. Jakarta (ID): Hipokrates.p.17, 41-46.
Zahro L, Rudiana A. 2013. Antibacterial effectivity test of saponins crude extract
from white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) against Staphylococcus
aureus and Escherichia coli. J Chem. 2(3):120-129.

14
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Sampel segar
Dikeringkan
Sampel serbuk
Ekstraksi bertingkat dengan n-heksana
(1), kloroform (2) dan metanol (3)
Ekstrak

Ekstrak 2

Kadar air dan abu

Ekstrak 3

Uji fitokimia, Uji kuantitatif total fenolik dan kadar tanin, uji aktivitas antibakteri,
dan degradasi biofilm
Ekstrak teraktif (n-heksana)
Penentuan eluen terbaik
menggunakan KLT
Fraksinasi dengan kolom

Eluen terbaik (diklorometana:
kloroform) 3:7
Fraksi
1

Fraksi 2

Fraksi 3

…......Fraksi ke13

Uji aktivitas
Fraksi terbaik
Fraksinasi dengan KLT preparatif
Fraksi 3.1

… Fraksi 3.3

Fraksi 3.2

Uji aktivitas
Fraksi terbaik
Identifikasi dengan FTIR
Spektrum
Golongan senyawa dugaan
Alkaloid

15
Lampiran 2 Hasil identifikasi bakteri Streptococcus mutans

16
Lampiran 3 Hasil determinasi tanaman anting-anting

17
Lampiran 4 Kadar air dan kadar abu sampel daun Anting- anting
Kadar air sampel daun anting-anting
Sampel
daun antinganting

ulangan

bobot sampel
basah (g)

bobot sampel
kering (g)

kadar air (%)

1

1.0008

0.8846

11.61

2

1.0004

0.8839

11.64

3

1.0013

0.8842

11.69

Contoh perhitungan

Keterangan:
A = Bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
B = Bobot contoh setelah dikeringkan (g)

(%b/b)

= 11.64%
Kadar abu sampel daun anting-anting
Sampel

ulangan

bobot sampel
(g)

bobot abu
(g)

kadar abu
(%)

daun anting-anting

1

1.0019

39.8338

20.98

2

1.0026

38.4801

21.01

3

1.0020

32.3223

20.89

18
Contoh perhitungan

Keterangan:
A = bobot abu (g)
B = bobot contoh awal (g)

= 20.98% (%b/b)
Rerata kadar abu

= 20.96% (%b/b)
Lampiran 5 Rendemen ekstrak kasar sampel daun anting-anting
Pelarut

Ulangan

1
Metanol
2
3
1
Kloroform
2
3
1
n-heksana
2
3
Contoh perhitungan

bobot
sampel (g)
5.0052
5.0077
5.0047
5.0052
5.0077
5.0047
5.0052
5.0077
5.0047

bobot
ekstrak (g)
0.2107
0.2042
0.2050
0.1086
0.1062
0.1096
0.0689
0.0621
0.0738

rendemen
(%)
4.76
4.61
4.63
2.45
2.40
2.47
1.55
1.40
1.67

= 4.76% (%b/b)

= 4.67% (%b/b)

rerata
rendemen (%)
4.76

2.44

1.54

19
Lampiran 6 Kadar total fenolik ekstrak kasar metanol, kloroform, dan n-heksana
daun anting-anting

Absorbans

0,001

y = 0,0074x + 0,0372
R² = 0,9905

0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0

10

20

30

40

50

60

konsentrasi (ppm)
Kurva standar asam galat ekstrak metanol

Absorbans

0,001

y = 0.0198x + 0.0101
R² = 0.9819

0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0

5

10

15

20

25

konsentrasi (ppm)
Kurva standar asam galat ekstrak kloroform dan n-heksana

Contoh perhitungan
y = 0.0074x + 0.0372
keterangan :
x = kadar total fenolik dalam asam galat (ppm)
y = absorbans
kadar total fenolik dalam bentuk asam galat pada ekstrak metanol
0.139 = 0.0074x + 0.0372
X = 13.67 ppm = 13.67 mg/L
% total fenolik dalam bentuk asam galat pada ekstrak metanol

20

= 1.37% (%b/b)
total fenolik dalam asam galat pada ekstrak metanol

= 1.35% (%b/b)

Lampiran 7 Kadar tanin dalam ekstrak metanol, kloroform, dan n-heksana daun
anting-anting
Standardisasi KMnO4 dengan asam oksalat 0.1000 N
Ulangan
1
2
3
Reaksi :

Awal
0.00
0.00
11.00

V KMnO4 (mL)
Akhir
Terpakai
25.1
25.1
25.1
25.1
36.1
25.1

[KMnO4]
(N)
0.1000
0.1000
0.1000

2KMnO4 + 5H2C2O4 + 3H2SO4 → 2 MnSO4 + 10CO2 + K2SO4 + 8 H2O

KMnO4
Keterangan : W= bobot kristal asarn oklasat yang ditimbang (mg)
BM= Berat molekul kristal asam oksalat (126 g/mol)
V= volume titrasi
25/100= Faktor pengeceran
2= elektron valensi asam oksalat
KMnO4
= 0.1000 N

21
Kadar tanin ekstrak metanol dengan titrasi menggunakan KMnO4 0.1000 N
Ulangan

V KMnO4 0.1000 (mL)

Kadar tannin

Awal

Akhir

terpakai

(%)

A1

0.00

1.30

1.30

2.21

A2

1.30

2.60

1.30

2.21

A3

2.6

3.90

1.30

2.21

Blanko (B)

3.00

3.50

0.50

-

Kadar tanin ekstrak kloroform dan n-heksana dengan titrasi menggunakan KMnO4
0.1000 N
ulangan
awal
kloroform 1
0.00
kloroform 2
0.30
kloroform 3
0.60
n-heksana 1
1.00
n-heksana 2
1.30
n-heksana 3
1.60
Blanko (B)
0.00
Contoh perhitungan

V KMnO4 0.1000 (mL)
Akhir
Terpakai
0.30
0.30
0.60
0.30
0.90
0.30
1.30
0.30
1.60
0.30
1.90
0.30
0.20
0.20

kadar tanin
(%)
0.88
0.88
0.88
1.06
1.06
1.06

Keterangan: A= volume titrasi tanin (mL)
B= volume titrasi blanko (mL)
N= normalitas KMnO4 standar (N)
10= faktor pengeceran
1 mL KMnO4 0,1 N setara 0,00416 gram tanin (Sudarmadji et al.
1989)

= 2.21% (%b/b)

22
Lampiran 8 Kromatogram fraksi KLTP ke-3 (F3.3) pada panjang gelombang 254
nm (A) dan 366 nm (B)

A

B

Lampiran 9 Penentuan aktivitas degradasi biofilm F3, F3.1, dan F3.3

Absorbans dan % degradasi biofilm fraksi F3
Konsentrasi
(µg/mL)
15.625
31.25
62.5
125
250
DMSO
Etanol

Absorbans

% Degradasi
Ulangan

1
3.791
2.481
1.507
0.859
0.518
3.793
0.038

2
3.664
2.544
1.391
0.848
0.429

1
0.05
34.94
60.88
78.14
87.22

2
3.44
33.26
63.97
78.43
89.59

Rataan
%
Degradasi
1.74
34.10
62.42
78.28
88.40

23
Contoh perhitungan

Keterangan :
A sampel = Absorbans (sampel + suspensi bakteri)
A blanko = Absorbans (DMSO 20% + suspensi bakteri)

= 87.22%

120
% degradasi

100
080
060

y = 31.378ln(x) - 76.763
R² = 0.9526

040
020
000
.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

konsentrasi (µg/mL)

Kurva penentuan IC50 fraksi kolom ke-3 (F3)
Contoh perhitungan IC50 (F3)
y = 31.378 ln(x) – 76.763
y = % degradasi; x = konsentrasi (µg/mL)
50 = 31.378 ln(x) – 76.763
x = 56.8 µg/mL

300.00

24
Lampiran 10 Absorbans dan persen inhibisi enzim GTase oleh fraksi kolom ke-3
konsentrasi
(µg/mL)
U1
31.25
0.567
62.5
0.484
125
0.507
250
0.532
500
0.505
1000
0.364
2000
0.558
Contoh perhitungan

= 14.70%

Absorbans
U2
U3 tanpa enzim
0.490 0.504
0.002
0.515 0.517
0.004
0.519 0.540
0.005
0.548 0.512
0.009
0.488 0.537
0.010
0.476 0.488
0.029
0.510 0.571
0.082

U1
-1.25
13.98
10.04
6.27
11.29
39.96
14.70

% Inhibisi
U2
U3
12.54
10.04
8.42
8.06
7.89
4.12
3.41
9.86
14.34
5.56
19.89
17.74
23.30
12.37

rataan
7.11
10.16
7.35
6.51
10.39
25.87
16.79

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 17 Desember 1992.
Penulis merupakan putra ke-3 dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Fatrial
Munaf dan Ibu Minarni. Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak Kanak
Aisyiah Teluk Betung Selatan Bandar Lampung. Setelah itu dilanjutkan ke SD
Muhamadiyah II Teluk Betung Selatan Bandar Lampung. Penulis melanjutkan
sekolah menengah pertama di SMPN 3 Bandar Lampung dan SMAN 3 Bandar
Lampung. Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai salah satu mahasiswa
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui
jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif mengikuti kegiatan non
akademik seperti anggota tenor I dari PSM Agriaswara TA 2010/2011, anggota
PK2M dari himpro IMASIKA 2011/2012, ketua pelaksana dari kegiatan
keprofesian Pelatihan Kimia Aplikatif (PKA) tahun 2012. Penulis juga memiliki
pengalaman sebagai asisten praktikum Kimia TPB IPB pada tahun 2011 sampai
dengan 2014, asisten Kimia Dasar I TA 2013/2014 dan asisten Kimia Dasar II TA
2013/2014. Di Laboratorium Kimia Analitik, penulis juga aktif sebagai asisten
praktikum Azas Kimia Analitik TA 2013/2014 dan asisten praktikum Teknik
Pemisahan TA 2013/2014. Penulis juga aktif memberikan bimbingan belajar
kepada mahasiswa TPB IPB dalam bimbingan belajar AVOGADRO yang di
bawah naungan himpro IMASIKA IPB. Penulis memiliki pengalaman melakukan
praktik lapangan di BPBPI Bogor dan pernah menjadi asisten pembantu penelitian
Dr Irmanida Batubara, MS dalam penelitian kerjasama luar negeri tahun 2014 di
Gifu University, Japan.