Penapisan Ekstrak Daun Zingiberaceae Sebagai Antibakteri Streptococcus Mutans Dan Pendegradasi Biofilm Pada Gigi

PENAPISAN EKSTRAK DAUN ZINGIBERACEAE
SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans DAN
PENDEGRADASI BIOFILM PADA GIGI

RIESTA OCTAREZA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penapisan Ekstrak
Daun Zingiberaceae sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan Pendegradasi
Biofilm pada Gigi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Riesta Octareza
NIM G44110057

ABSTRAK
RIESTA OCTAREZA. Penapisan Ekstrak Daun Zingiberaceae sebagai
Antibakteri Streptococcus mutans dan Pendegradasi Biofilm pada Gigi.
Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan WULAN TRI WAHYUNI.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kandungan fitokimia dari
ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol dari daun 10 spesies dalam famili
Zingiberaceae, baik secara kualitatif dan kuantitatif. Aktivitas antibakteri
Streptococcus mutans dan pendegradasi biofilm dari setiap ekstrak dievaluasi
menggunakan metode mikrodilusi. Ekstrak diperoleh dari daun kering
menggunakan maserasi bertingkat. Rendemen tertinggi diperoleh dari ekstrak
metanol daun kapulaga (10.14%). Berdasarkan uji kualitatif, ekstrak etil asetat dan
metanol untuk semua daun positif mengandung golongan flavonoid dan
triterpenoid. Sementara itu, uji kuantitatif menunjukkan ekstrak etil asetat daun
kapulaga memiliki kandungan flavonoid tertinggi dan ekstrak metanol daun

temulawak memiliki kandungan total fenol tertinggi. Ekstrak metanol daun
temulawak memiliki potensi antibakteri yang baik dengan nilai KHM dan KBM
sebesar 15.63 µg/mL dan ekstrak etil asetat temu putih dengan nilai KHM=15.63
dan KBM=125 µg/mL. Aktivitas pendegradasi biofilm yang paling baik diperoleh
dari nilai IC50 pada ekstrak metanol daun kapulaga sebesar 95.61 µg/mL.
Kata kunci: antibakteri, biofilm, fitokimia, Streptococcus mutans, Zingiberaceae.

ABSTRACT
RIESTA OCTAREZA. Screening on Extract of Zingiberaceae Leaves as
Antibacterial of Streptococcus mutans and Biofilm Degradator on Teeth.
Supervised by IRMANIDA BATUBARA and WULAN TRI WAHYUNI.
This study aims to determine the content of phytochemicals in n-hexane,
ethyl acetate, and methanol extracts derived from leaves of 10 species belong to
Zingiberaceae, both qualitatively and quantitatively. Antibacterial activity against
Streptococcus mutans and biofilm degradation activity of each extracts were
evaluated by microdilution method. The extracts were obtained using gradient
maceration of the dry leaves. The highest yield was obtained from kapulaga
leaves (10.14% b/b). Based on the qualitative test, ethyl acetate and methanol
extracts of all species positively contained flavonoids and triterpenoids.
Meanwhile, quantitative analysis showed that ethyl acetate extracts of kapulaga

leaves gave the highest level of flavonoids. Meanwhile the methanol extract of
temulawak leaves indicated the highest concentration of phenolics. Methanol
extract of temulawak had the best antibacterial activity with the value of MIC and
MBC of 15.63 µg/mL and ethyl acetate of temu putih with MIC=15.63 and
MBC=125 µg/mL. The best biofilm degradation activity was obtained from the
methanol extract of kapulaga IC50 of 95.61 µg/mL.
Keywords:

antibacterial, biofilm,
Zingiberaceae

phytochemical,

Streptococcus

mutans,

PENAPISAN EKSTRAK DAUN ZINGIBERACEAE
SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans DAN
PENDEGRADASI BIOFILM PADA GIGI


RIESTA OCTAREZA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi : Penapisan Ekstrak Daun Zingiberaceae sebagai Antibakteri
Streptococcus mutans dan Pendegradasi Biofilm pada Gigi
Nama
: Riesta Octareza
NIM

: G44110057

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MSi
Pembimbing I

Dr Wulan Tri Wahyuni, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah,
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ilmiah

berjudul Penapisan Ekstrak Daun Zingiberaceae sebagai Antibakteri
Streptococcus mutans dan Pendegradasi Biofilm pada Gigi. Penelitian ini
dilakukan sejak Februari 2015 hingga September 2015. Bertempat di Laboratoium
Kimia Analitik dan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Petanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MSi
selaku pembimbing I dan Dr Wulan Tri Wahyuni, MSi selaku pembimbing II
yang senantiasa memberikan masukan, bimbingan, kritik dan saran kepada penulis
selama melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada keluarga saya Bapak Budi Riyanto, Ibu Miji Rudiyanti (Alm), Elnanda ,
Meta serta Ibu Murni atas dukungan doa dan dana selama penulis kuliah dan
penelitian. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan saya
seperjuangan Vanny, Rahma, Ratna, Fredy, Yuni untuk masukannya, Pak Eman,
Pak Dede, Bu Nunung, dan Bu Nunuk selaku staff Laboratorium Mikrobiologi
Pusat Studi Biofarmaka serta para karyawan staff yang lain, atas bantuan serta
masukan selama penelitian berlangsung.
Penulis menyadari banyak kekurangan tulisan ilmiah ini. Berharap semoga
tulisan ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2016


Riesta Octareza
G44110057

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
METODE
Bahan
Alat
Lingkup Kerja Penelitian
Metode Penelitian
Kadar air dan Kadar Abu
Persiapan ekstrak
Uji Fitokimia Kualitatif dan Kuantitatif
Uji Aktivitas Antibakteri
Uji Aktivitas Degradasi Biofilm
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Ekstraks Daun Zingiberaceae
Kandungan Fitokimia
Kandungan Total Fenol
Kandungan Flavonoid
Uji Aktivitas Antibakteri dan Pendegradasi Biofilm
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran

1
2
2
3
3
3
3
4
4
4
5
5
6
6
7
8
12

13
13
13
14
14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
Kadar air dan kadar abu sampel daun Zingiberaceae

Rendemen ekstrak pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol
Kandungan alkaloid ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol
Kandungan flavonoid, triterpenoid, steroid, saponin dan tanin dalam
ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol
5. KHM dan KBM ekstrak daun Zingiberaceae terhadap bakteri S. mutans
6. Nilai IC50 sampel n-heksana, etil asetat, dan metanol sebagai degradator
biofilm

1.
2.
3.
4.

6
7
8
8
12
13

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

Kadar total fenol sampel tiap ekstrak
Kadar total flavonoid sampel tiap ekstrak
Struktur senyawa kloramfenikol

10
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
7.
8.
9.

Diagram alir penelitian
Hasil determinasi tanaman Zingiberaceae
Hasil determinasi bakteri S. mutans
Perhitungan kadar air, kadar abu, dan rendemen sampel Temu Putih
Perhitungan kadar total fenol ekstrak dalam sampel
Perhitungan kadar flavonoid ekstrak dalam sampel
Perhitungan kadar zat aktif kloramfenikol
Perhitungan IC50 ekstrak metanol sampel Kapulaga

17
18
20
21
21
22
23
23

PENDAHULUAN
Kesehatan mulut tak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga
dapat berkaitan dengan masalah kesehatan yang serius. Salah satu penyakit pada
mulut adalah plak gigi yang muncul akibat massa bakteri bentuk padat (biofilm)
yang melekat kuat pada permukaan gigi. Pelekatan bakteri pada gigi dimediasi
oleh reseptor yang dilindungi lapisan tipis saliva pada gigi. Pada plak terdapat
berbagai macam bakteri dan hasil metabolismenya. Bakteri yang memiliki
kemampuan menimbulkan plak gigi adalah Streptococcus mutans. Bakteri ini
merupakan organisme paling karsiogenik di rongga mulut karena kemampuan
bertahan dalam lingkungan yang sangat asam dan mampu memproduksi asam
organik yang tinggi dari karbohidrat (Majidah et al. 2014).
Pengendalian bakteri yang dapat menyebabkan plak gigi penting dilakukan.
Salah satu agen antibakteri yang sering digunakan adalah klorheksidin yang
merupakan senyawa antibakteri sintetis yang menjadi komponen aktif dalam
produk obat kumur komersial. Salah satu faktor yang mempengaruhi degradasi
ikatan resin komposit dentin adalah enzim proteolitik matriks metalloproteinase
(MMP). Klorheksidin juga terbukti dapat menginhibisi enzim proteolitik matriks
metalloproteinase (MMP) dengan konsentrasi rendah (Risanti 2012). Salah satu
kelemahan dari agen antibakteri sintetis ialah jika digunakan secara berlebihan
akan membahayakan kesehatan tubuh dan memiliki efek samping. Efek samping
yang ditimbulkan di antaranya noda hitam di gigi dan terganggunya ekologi
rongga mulut (Mutma et al. 2010). Di samping itu, penggunaan dalam jangka
panjang dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibakteri tersebut.
Produk antibakteri ini memiliki aktivitas bakterisidal selama berada dalam fase
cair yang mampu menembus dentin.
Saat ini para peneliti banyak melakukan penelitian pada tanaman obat herbal
sebagai alternatif antibakteri yang aman digunakan dalam jangka waktu lama.
Tanaman yang berpotensi sebagai antibakteri antara lain adalah kunyit dan
temulawak yang termasuk famili Zingiberaceae. Menurut Sari et al. (2013)
ekstrak jahe-jahean mampu menghambat pertumbuhan koloni bakteri
Staphylococcus. Metabolit sekunder yang terkandung antara lain saponin,
alkaloid, kumatekin, xanton, flavonoid, asam lemak, senyawa fenol, terpen,
minyak atsiri, lektin, dan polipeptida yang memiliki kemampuan antibakteri
(Rukayadi dan Hwang 2006). Senyawa antibakteri memiliki kemampuan untuk
merusak protein sel sehingga membran sel akan terganggu dan menginaktivasi
enzim. Contohnya gugus senyawa fenolik pada tumbuhan yang dapat membentuk
kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen. Senyawa ini sangat reaktif
dengan membuat enzim bakteri menjadi tidak aktif. Secara umum pertumbuhan
mikroorganisme dimediasi oleh enzim glukosiltransferase. Aktivitas enzim
glukosiltransferase (GTase) yang ada pada S. mutans terhambat sehingga lebih
sedikit mensintesis sukrosa dalam media menjadi glukan (Mutma et al. 2010).
Selain kunyit dan temulawak, tanaman Zingiberaceae lainnya juga
dilaporkan memiliki khasiat sebagai obat tradisional. Bagian tanaman
Zingiberaceae yang umum dimanfaatkan ialah rimpangnya. Selain rimpang, daun
tanaman Zingiberaceae juga dapat dimanfaatkan. Contoh daun kunyit dan
temulawak berpotensi besar dalam bidang farmakologi, yaitu antiinflamasi,

2
antiimuno defisiensi, antivirus, antibakteri, antijasmur, antioksidan, dan
antikarsiogenik (Prasasti dan Hertiani 2010). Selain itu, sebagai obat alami
kecantikan terhadap aktivitas sel secara natural (Murdianti 1998), sedangkan daun
kencur untuk rempah dapur dan kesehatan tubuh. Berdasarkan pemanfaatan daun
ini diduga aktif sebagai antibakteri.
Menurut penelitian Kartika (2015) Beberapa ekstrak daun spesies
Zingiberaceae, diantaranya ekstrak metanol daun temulawak berpotensi sebagai
antioksidan, sementara ekstrak etil asetat daun temu putih dan bangle hantu
terbukti dapat menginhibisi tirosinase pada konsentrasi 250 μg/mL. Selain itu,
penelitian yang serupa mengenai aktivitas metabolit sekunder pada minyak atsiri
daun lengkuas (A. galanga), temu hitam (C. aeruginosa), kapulaga (E.
cardamomum), dan bangle hantu (Z. purpureum) berhasil menghambat S. mutans
dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) 2000 μg/mL (Susanto 2015).
Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas antibakteri dan pendegradasi biofilm
ekstrak daun Zingiberaceae serta menentukan kadar total fenol dan total flavonoid
pada tiap ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai November 2015 di
Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB,
Bogor.

METODOLOGI
Bahan
Bahan uji yang digunakan adalah 10 daun famili Zingiberaceae yaitu daun
jahe merah (Zingiber officinale varietas rubrum), daun kunyit (Curcuma
domestica Val.), daun temu putih (Curcuma zedoaria Rosc), daun temu hitam
(Curcuma aeruginosa Roxb.), daun temu kunci (Boesenbergia panduratum
Roxb), lengkuas (Alpinia galanga L), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.),
lempuyang (Zingiber montanum), kapulaga (Elettaria cardamomum L), bangle
hantu (Zingiber purpureum Roscoe) yang diperoleh dari dari kebun Pusat Studi
Biofarmaka IPB. Bahan lainnya adalah metanol, n-heksana, etil asetat, akuades,
FeCl3 10%, CHCl3, serbuk Mg, Na2CO3 7%, amil alkohol, H2SO4 2M, reagen
Mayer, Wagner, Dragendorff diperoleh dari Merck (Darmsadt, Germany). Reagen
Folin-Ciocalteau, asam galat, standar kuersetin diperoleh dari Sigma Aldrich,
Steinheim, Jerman. Kultur bakteri, media bakteri typtic soy broth (TSB), typtic
soy agar (TSA), obat kumur ‘X’, kristal violet 1%, glukosa 3%, DMSO 20%,
saliva sintetis (larutan Mc Dougall: NaHCO3, NaHPO4.7H2O, KCl, NaCl,
MgSO4.7H2O, CaCl2, dan H2O), klorheksidin, dan suspensi bakteri Streptococcus
mutans (63301).

3
Alat
Alat yang digunakan adalah cawan petri, desikator, neraca analitik, tanur
listrik, perangkat ekstraksi maserasi, spektrofotometer, mikropipet, autoclave,
laminar flow, oven, dan 96 well plate steril, ELISA.
Lingkup Kerja
Metode penelitian ini mengikuti diagram alir (Lampiran 1), yaitu preparasi
sampel untuk mendapatkan ekstrak pekat, penentuan kadar air, kadar abu dan
rendemen, uji fitokimia secara kualitatif dan kuantitatif, serta uji aktivitas
antibakteri dan degradator biofilm.
Metode Penelitian
Penentuan Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven pada suhu 105−110 °C selama
15 menit, kemudian diletakkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
hingga diperoleh bobot konstan. Sebanyak 2 g sampel ditimbang dan diletakkan
ke dalam cawan yang telah dikeringkan tesebut. Cawan yang berisi sampel
dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 °C selama 4 jam, lalu didinginkan di
dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang. Tahap ini diulangi hingga
diperoleh bobot konstan. Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kada ai
Keterangan:

100

A: bobot sampel (g)
B: bobot sampel yang telah dikeringkan (g)

Penentuan Kadar Abu (AOAC 2007)
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama 30 menit pada suhu
105 °C, kemudian dimasukkan ke dalam tanur selama 30 menit dan didinginkan
di dalam desikator. Cawan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan, sebanyak 2
g sampel diletakan ke dalam cawan yang telah dikeringkan tesebut dan ditimbang,
lalu dibakar menggunakan pembakar bunsen hingga tidak berasap. Kemudian
diabukan di dalam tanur pada suhu 600 °C hingga sempurna. Setelah itu,
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
Kada abu
Keterangan:

A: bobot sampel (g)
B: bobot abu (g)

100

4

Persiapan Ekstrak ( DEPKES RI 2009)
Sebanyak 10 jenis daun dari famili Zingiberaceae (Lampiran 2) dikeringkan
pada suhu 40-45 °C, sampel kering digiling dan diayak dengan ukuran 60 mesh.
Serbuk daun kering ditimbang sebanyak 50 g dan kemudian direndam dalam nheksana dengan nisbah 1:5. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah itu,
ampas hasil penyaringan direndam lagi sampai 3 kali. Ampas direndam dalam
pelarut berikutnya (etil asetat dan terakhir metanol) dengan teknik yang sama.
Filtrat masing-masing pelarut yang diperoleh diuapkan dengan rotavapor pada
suhu 60 °C. Persen rendemen ekstrak dihitung berdasarkan bobot kering.
endemen e st a

be at e st a pe at
x100
be at sampe awa x (1 Kada ai )

Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Alkaloid. Sebanyak 10 mg ekstrak diambil, ditambahkan 5 mL CHCl3.Larutan
tersebut disaring dan filtratnya ditambahkan 10 tetes H2SO4 2 M lalu dikocok.
Lapisan asam diambil, lalu dibagi menjadi 3 dan masing-masing ditambahkan
dengan pereaksi Mayer (positif jika terbentuk endapan putih), pereaksi Wagner
(positif jika terbentuk endapan coklat), pereaksi Dragendorf (positif jika terbentuk
endapan merah jingga).
Uji Saponin dan Tanin. Sebanyak 10 mg ekstrak ditambahkan 10 mL akuades,
kemudian dipanaskan selama 5 menit lalu disaring dan filtrat dibagi ke dalam 2
tabung reaksi. Bagian pertama, uji saponin, filtrat didiamkan sampai agak dingin
dan kocok kuat sampai terbentuk busa. Bila busa stabil dalam waktu 10 menit,
maka ekstrak positif mengandung saponin. Bagian kedua, uji tanin, filtrat
ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%, bila dihasilkan warna hijau, biru, atau hitam maka
filtrat positif mengandung tanin.
Uji Flavonoid. Sebanyak 10 mg ekstrak ditambahkan 10 mL akuades, kemudian
dipanaskan selama 5 menit lalu disaring dan filtrat ditambahkan dengan serbuk Mg,
lalu larutan HCl : Etanol (1:1) dan amil alkohol bila dihasilkan warna merah jingga
dilapisan amil alkohol, maka ekstrak positif mengandung flavonoid.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 10 mg ekstrak dilarutkan ke dalam
etanol panas, kemudian disaring dan filtrat dipanaskan hingga kering. Lalu filtrat
ditambahkan dengan 1 mL dietil eter lalu divorteks hingga homogen. Kemudian
larutan ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat dan 1 tetes CH3COOH anhidrat. Bila
dihasilkan warna hijau atau biru positif mengandung steroid sedangkan warna
merah atau jingga positif mengandung triterpenoid.
Penentuan Kadar Total Fenol (Bhaskar et al. 2011)
Kandungan fenol total diukur dengan uji Folin-Ciocalteau. Sebanyak 300
µL larutan ekstrak dicampurkan dengan 2 mL akuades, ditambahkan 0.25 mL
reagen Folin-Ciocalteu lalu diaduk. Setelah 3 menit, larutan campuran
ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 7%. Kemudian larutan diinkubasi pada suhu

5
ruang selama 45 menit, campuran tersebut diambil sebanyak 300 µ L dimasukkan
ke dalam sumur (96 plate well), dan absorbans larutan diukur pada panjang
gelombang 756.5 nm. Asam galat digunakan sebagai standar. Konsentrasi total
fenol digambarkan sebagai jumlah asam galat dalam ekstrak (%b/b (g asam
galat/g ekstrak)).
Penentuan Kadar Total Flavonoid (Chan et al. 2002)
Sebanya 125 μL a utan e st a dicampu an dengan 375 μL etano , 25 μL
AlCl3 10 , 25 μL CH3COONa 1 M, dan 700 μL a uades. Kemudian campu an
diaduk dan diin ubasi pada suhu uang se ama 30 menit. Sebanya 250 μL
campuran dimasukkan ke dalam sumur (96-plate well) dan absorbans diukur pada
panjang gelombang 415 nm. Kuersetin digunakan sebagai standar. Kadar
flavonoid dilaporkan dalam satuan (%b/b (g kuersetin/g ekstrak)).
Uji Antibakteri (Batubara et al. 2009)
Uji antibakteri yang digunakan menggunakan metode mikrodilusi 96 well
plate. Media yang digunakan ialah Trytipcase Soy Broth. Inokulan bakteri S.
mutans (Lampiran 3) dibuat dalam media TSB (100 μL dalam 10 mL TSB).
Ekstrak dilarutkan dalam DMSO 20% hingga diperoleh stok konsentrasi awal
10000 µg/mL. Stok sampel dibuat ke dalam beberapa variasi konsentrasi (15.632000 μg/mL). Masing-masing sumu ditambah an medium TS 100 μL dan 20
μL larutan inokulan bakteri S. mutans (jumlah koloni 6x108 CFU/mL)
ditempatkan dalam 96 well plate. Plate diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam.
DMSO 20% digunakan sebagai kontrol negatif, sedangkan kloramfenikol dan
obat kumur komersial digunakan sebagai kontrol positif. Setelah diinkubasi,
konsentrasi hambat minimum (KHM) dari sampel ditentukan dengan cara melihat
sumur yang jernih dengan konsentrasi terendah. Nilai konsentrasi bunuh
minimum (KBM) ditentukan dengan cara 100 μL sampe KHM sebe umnya
diinokulasikan ditambahkan dengan media TSB sebanyak 100 μL lalu diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37 ºC. Sumur yang masih jernih dengan konsentrasi
terendah dipilih sebagai nilai KBM.
Pembuatan Saliva Sintetik (Terry dan Tilley 1963)
Saliva buatan dibuat dengan pencampuran bahan-bahan (0.98 g NaHCO3,
0.7 g Na2HPO4.7H2O, 0.057 g KCL, 0.047 g NaCl, 0.012 g MgSO4.7H2O, 0.004 g
CaCl2) dilarutkan dalam 100 mL akuades pada suhu 37 oC. Pencampuran
dilakukan dengan mengaduk menggunakan magnetic stirer. Selama pencampuran
larutan diusahakan ditutup dengan karet berventilasi, terakhir dialirkan gas CO2
dan pH dicek menjadi 6.5 sampai 6.9.
Uji Kemampuan Degradasi Biofilm (O’Toole et al. 1998)
Metode uji yang digunakan adalah metode mikrodilusi. Biofilm dibentuk
dengan cara saliva sintetis dimasukkan ke dalam 96 well plate. Sebanyak 100 μL
medium TSB dengan glukosa 3% dan 20 μL inokulan bakteri S. mutans (jumlah
koloni 15x108 CFU/mL) ditambahkan bersama saliva ke dalam plate. Plate
diinkubasi 24 jam pada suhu 37 ºC. Setelah biofilm terbentuk, sisa medium
dibuang. Ekstrak atau fraksi ditambahkan dengan konsentrasi 15.625-2000 µg/mL
kemudian diinkubasi 24 jam pada suhu 37 ºC. Biofilm yang menempel pada

6
dinding sumur dicuci dengan menggunakan buffer fosfat sebanyak 2 kali bilasan.
Kristal violet 1% ditambahkan ke dalam sumur dan dibiarkan selama 30 menit.
Plate dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali ditambahkan etanol 95%.
Suspensi diinkubasi selama 45 menit dan larutan yang telah diinkubasi
dipindahkan ke dalam 96-well plate baru. Absorbansi suspensi dari masingmasing sumur diukur menggunakan microplate reader pada panjang gelombang
595 nm untuk menentukan persen degradasi. Produk obat kumur „X‟ se ta
klorheksidin digunakan sebagai kontrol positif dan DMSO 20% sebagai kontrol
negatif.
( sampe te o e si)

deg adasi [1- (

b an o te o e si)

] x100

Keterangan :
A sampel = Absorbans (sampel atau kontrol positif + suspensi bakteri)
A blanko = Absorbans (DMSO 20% + suspensi bakteri)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Penentuan persentase kadar air dari sampel daun Zingiberaceae dilakukan
untuk mengetahui masa simpan apakah sampel tersebut tahan lama atau tidak.
Menurut DEPKES RI (2009) sampel obat tradisional yang baik memiliki kadar air
tidak lebih dari 10% dan kadar abu total sebesar 13.1%. Kadar air yang relatif
rendah menunjukkan sampel dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan
mempengaruhi peningkatan kestabilitasan bahan. Kadar air yang diperoleh dari
penelitian ini untuk semua daun famili Zingiberaceae berada pada kisaran 4.86
sampai 10.41% b/b (Tabel 1 dan Lampiran 4). Nilai ini digunakan untuk
menunjukkan koreksi perhitungan kadar abu dan rendemen ekstrak kasar.
Kenaikan kadar air untuk daun bangle hantu melebihi batas maksimum
dikarenakan faktor dari luar. Diantaranya pengaruh waktu simpan yang relatif
lebih lama, pencemaran akibat mikroorganisme dan kelembapan suatu sampel
(Winarno 1995). Penetapan kadar air nilai batas merupakan indikator bahwa
simplisia akan mudah ditumbuhi jamur. Penetapan kadar air dilakukan dengan
pemanasan pada suhu maksimum 105 °C berfungsi untuk menghilangkan
kandungan air yang terikat secara fisik di dalam sampel.
Kadar abu dari simplisia daun ditentukan untuk mengetahui kandungan
mineral yang terdapat dalam tempat tumbuh tanaman. Penetapan kadar abu
dilakukan pada suhu 600 °C berfungsi untuk pengabuan sempurna. Kadar abu
yang diperoleh dari tiap tanaman berada pada kisaran 8.63 sampai 14.39% b/b
(Tabel 1 dan Lampiran 4). Kadar abu tertinggi ditemukan pada daun jahe merah
(Zingiber officinale) yang memiliki kandungan mineral paling tinggi sebesar
14.39 %. Nilai kadar abu seharusnya mempunyai nilai yang lebih kecil karena
parameter ini menunjukkan adanya pencemaran logam yang tidak mudah hilang
pada suhu tinggi.

7
Tabel 1 Kadar air dan kadar abu simplisia daun Zingiberaceae
Daun

Kadar Air (%)

Temu Hitam
Temu Putih
Temu Lawak
Kapulaga
Lempuyang
Jahe Merah
Kunyit
Temu Kunci
Bangle Hantu
Lengkuas

8.82
5.59
9.22
6.36
6.80
4.86
8.82
7.60
10.41
7.44

Kadar Abu (%)
10.67
11.62
8.63
10.92
10.02
14.39
13.16
10.55
11.23
9.64

Ekstrak Daun Zingiberaceae
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi bertingkat bertujuan menarik
senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada 10 simplisia daun dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Faktor penentu untuk pencapaian tujuan dan
sasaran ekstraksi komponen adalah pemilihan pelarut organik dan cara
mengekstraksi komponen bioaktif dengan maserasi. Urutan dari pelarut yang
digunakan mulai dari nonpolar sampai dengan polar, yaitu n-heksana, etil asetat,
dan metanol. Tiap-tiap sampel dimaserasi 3 kali ulangan dengan pelarut yang
sama, lalu ampas ekstraksi disaring dan dimaserasi kembali dengan pelarut
selanjutnya. Hal ini dilakukan agar senyawa yang bersifat nonpolar dapat terbawa
terlebih dahulu sehingga tidak bercampur dengan senyawa-senyawa lain yang
bersifat polar. Rendemen ekstraksi (Tabel 2 dan Lampiran 4) menunjukkan bahwa
daun Zingiberaceae memiliki kandungan mayoritas senyawa polar. Ekstraksi
dengan menggunakan pelarut metanol memberikan rendemen lebih tinggi
dibandingkan dengan menggunakan pelarut etil asetat dan n-heksana. Rendemen
tertinggi terdapat pada ekstrak metanol daun kapulaga sebesar 10.14% b/b diikuti
daun temu hitam.
Tabel 2 Rendemen ekstrak pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol
Daun
Temu Hitam
Temu Putih
Temu Lawak
Kapulaga
Lempuyang
Jahe Merah
Kunyit
Temu Kunci
Bangle Hantu
Lengkuas

n-heksana
3.16
2.33
3.92
4.82
2.42
3.72
3.22
2.20
2.07
2.13

Rendemen (% b/b)
Etil asetat
2.78
2.38
2.92
3.40
2.03
3.34
1.89
1.36
1.71
1.92

Metanol
9.72
8.78
8.49
10.14
5.12
4.50
5.61
5.86
3.81
4.23

8

Kandungan Fitokimia
Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan
golongan senyawa bioaktif yang terkandung dalam sampel. Uji fitokimia yang
dilakukan meliputi uji saponin, flavonoid, tanin, alkaloid, steroid dan triterpenoid
pada ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol dari 10 jenis daun Zingiberaceae.
Hasil uji fitokimia dirangkum pada Tabel 3 untuk golongan alkaloid dan Tabel 4
untuk golongan senyawa lainnya. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan
etil asetat untuk semua jenis daun tanaman Zingiberaceae mengandung alkaloid,
flavonoid, triterpenoid, steroid dan tanin yang lebih dominan dibandingkan
dengan ekstrak n-heksana. Sedangkan ekstrak n-heksana daun temulawak
memiliki golongan flavonoid, triterpenoid, dan steroid yang diduga sebagai
antibakteri.
Tabel 3 Kandungan alkaloid ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol daun
Zingiberaceae
Sampel Daun
Temu hitam
Temu putih
Temulawak
Kapulaga
Lempuyang
Jahe merah
Kunyit
Temu Kunci
Bangle Hantu
Lengkuas

Dragendorf
H
+
+
-

EA
++
++
+
+++
++

M
+++
+
+
++
++
+
+
+
-

Mayer
H
-

EA
+
++
+
+++
++

Wagner
M
+
+
++
+
+
+
+

H
+
+
-

EA
+
+
+
+
+
+
+
++

M
+
++
++
++
+
++
+
++
+
+

Keterangan: H= n-heksana ; EA= Etil asetat ; M= Metanol
(+) Hasil uji positif (-) Hasil uji negatif
Tabel 4 Kandungan flavonoid, triterpenoid, steroid, saponin dan tanin dalam
ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol daun Zingiberaceae
Sampel
Flavonoid
Triterpenoid
Steroid
Daun
H EA M H EA M H EA
Temu hitam
+
+
- ++ ++ - ++
Temu putih
- ++ +
+ ++ - ++
Temulawak
+ + ++ ++ +
+ ++ +
Kapulaga
- ++ +
- ++ +
+
Lempuyang
+
+
- ++ ++ +
Jahe merah
+
+
+ ++ +
Kunyit
+
+
- ++ +
+
Temukunci
+
+ ++ +
+
+
+
BangleHantu - ++ ++ ++ + ++ +
+
Lengkuas
+
+
- ++ +
+

Saponin
Tanin
M H EA M H EA M
+ - +
+
+ - +
+
+ - +
+
+ - - ++ +
+ - +
+
- - +
+
+ - +
+
+ - +
+
+ - +
+
+ - +
+

Keterangan: H= n-heksana ; EA= Etil asetat ; M= Metanol
(+) Hasil uji positif (-) Hasil uji negatif

9
Berdasarkan penelitian sebelumnya, senyawa yang dilaporkan aktif sebagai
antibakteri pada ekstrak daun kunyit dan daun salam antara lain, terpenoid, steroid,
alkaloid, dan flavonoid (Dani et al. 2015). Kandungan metabolit sekunder pada
tanaman dapat bervariasi tergantung kesensitifan setiap pereaksi. Flavonoid
bekerja dengan senyawa kompleks membentuk glikosida yang dapat mengganggu
transpeptidase peptidoglikan pada bakteri sehingga pembentukan dinding sel
terganggu dan menyebabkan lisis sel. Selain itu, alkaloid bekerja pada atom
nitrogen yang memiliki pasangan elektron bebas dapat menggantikan ion iodo
dalam pereaksi-pereaksi tersebut sedangkan senyawa tanin dapat mengkelat ion
logam membentuk ikatan hidrogen antara tanin dan protein sehingga terjadi
denaturasi protein (Sangi et al. 2008).
Kandungan Total Fenol
Total fenol menunjukkan keberadaan senyawa fenolik secara keseluruhan.
Gugus fenol pada senyawa ini berperan aktif dalam aktivitas antibakteri. Dari tiap
ekstrak 10 jenis daun tersebut ditentukan kandungan total fenol menggunakan
reagen Folin-Ciocalteu. Reagen ini digunakan karena folin dapat bereaksi dengan
senyawa fenolik dalam ekstrak kasar membentuk larutan kompleks berwarna biru.
Senyawa fenol bereaksi dengan folin dalam suasana basa membentuk ion fenolat
dengan penambahan larutan Na2CO3 7%. Absorbans yang digunakan pada
panjang gelombang 765 nm sehingga konsentrasi total fenol dapat ditentukan.
Sebagian besar tanaman memiliki senyawa polifenol yang dapat berperan sebagai
antibakteri. Semakin besar konsentrasi senyawa fenolik, semaqkin banyak ion
fenolat yang akan mereduksi asam fosfomolibdat-fosfotungstat menjadi kompleks
molibdenum-tungsten yang berwarna biru.
Kandungan total fenol seluruh ekstrak terangkum pada Gambar 1. Analisis
ini menggunakan kurva standar yang dipersiapkan dengan menggunakan asam
galat (Lampiran 5). Kadar total fenol tertinggi terdapat pada ekstrak metanol daun
temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb) sebesar 1.15% b/b diikuti daun temu
hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebesar 1.08% b/b ekivalen asam
galam/bobot kering. Menurut Batari (2007), senyawa fenol dan derivatnya dapat
mendenaturasi protein sehingga dapat berfungsi sebagai antibakteri.Mekanisme
kerja polifenol, meliputi pencegahan pertumbuhan bakteri, mengganggu membran
sel, mengganggu proses metabolisme mikroba, mengatur transduksi sinyal atau
gen.
Kandungan Total Flavonoid
Salah satu kelompok fenolik adalah flavonoid. Kandungan total flavonoid
diukur berdasarkan penambahan pereaksi AlCl 3 yang akan membentuk senyawa
kompleks dengan gugus hidroksil dari senyawa flavonoid. Kandungan total
flavonoid diukur berdasarkan keberadaan kuersetin di dalam ekstrak. Persamaan
regresi kurva standar kuersetin (Lampiran 6) yang diperoleh yaitu y= 0.004x +
0.038 dengan R² = 0.989. Kuersetin memiliki kemampuan dalam membentuk
senyawa kompleks dengan logam alumunium sebagai ion pusat yang berlangsung
cepat (Malesev dan Kuntic 2007).

10

Konsentrasi (%b/b)

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa ekstrak etil asetat memiliki
kandungan flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak metanol dan nheksana. Hal ini sesuai dengan uji secara kualitatif terhadap flavonoid (Tabel 4)
bahwa pada ekstrak etil asetat daun kapulaga dan temu putih memiliki senyawa
flavonoid yang paling tingi intensitasnya dibandingkan jenis daun lain. Kadar
flavonoid tertinggi ada dalam ekstrak etil asetat dari daun kapulaga sebesar 1.67%
diikuti ekstrak etil asetat temu putih sebesar 1.47% b/b ekivalen kuersetin/bobot
kering. Dengan kadar flavonoid tersebut, diduga bahwa ekstrak etil asetat dari
semua daun dapat berpotensi sebagai antibakteri dan aktif sebagai degradator
biofilm.
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
THT

TPT

TLK

n-heksana

KPL

LPY

JMR KYT

etil asetat

TKC

BHT LGK

metanol

Kandungan flavonoid %b/b

Gambar 1 Kadar total fenol dalam sampel, THT (temu hitam), TPT (temu putih),
TLK (temulawak), KPL (kapulaga), LPY (lempuyang), JMR (jahe
merah), KYT (kunyit), TKC (temu kunci), BHT (bangle hantu), LGK
(lengkuas),
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
THT

TPT

TLK KPL LPY JMR KYT TKC
n-heksana etil asetat metanol

BHT

LGK

Gambar 2 Kadar flavonoid dalam ekstrak sampel, THT (temu hitam), TPT (temu
putih), TLK (temulawak), KPL (kapulaga), LPY (lempuyang), JMR
(jahe merah), KYT (kunyit), TKC (temu kunci), BHT (bangle hantu),
LGK (lengkuas)
Menurut Jaipetch et al. (1983), flavonoid yang telah ditentukan pada
ekstrak temukunci adalah flavon, flavonoid dan total tanin dimana senyawa ini
berperan membentuk kompleks dengan polisakarida yang menghambat aktivitas
sel. Selain itu, mekanisme lain flavonoid dapat mencegah gyrase DNA oleh

11
kuersetin, sebagai pencegahan fungsi membran sitoplasma oleh katekin, dan
mencegah metabolisme energi oleh kalkon (Pancharoen et al. 1987).
Uji Aktivitas Antimikroba dan Pendegradasi Biofilm
Penyebab penghambatan bakteri adalah karena masuknya senyawa
antibakteri ke dalam sel yang kemudian merusak proses-proses intraseluler.
Streptococcus mutans adalah bakteri yang bersifat asidogenik yaitu menghasilkan
asam, dan mampu berkembang biak pada lingkungan asam, serta menghasilkan
suatu polisakarida. Penelitian ini menggunakan sediaan bakteri yang berasal dari
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Antibakteri ditentukan berdasarkan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM)
maupun konsentrasi bunuh minimum (KBM). Semakin kecil nilai KHM maupun
KBM maka semakin baik aktivitas antibakterinya. Pengujian aktivitas antibakteri
diawali dengan proses uji kekeruhan untuk menentukan nilai optical density (OD).
Nilai OD digunakan untuk menentukan populasi inokulan bakteri (Baehni dan
Guggenheim 1996).
Berdasarkan uji aktivitas antibakteri yang dilakukan, ekstrak daun
Zingiberaceae mampu menghambat S.mutans dengan nilai KHM pada kisaran
15.63 sampai 2000 μg/mL. Nilai KHM beberapa sampel temulawak (n-heksana,
etil asetat, metanol), bangle hantu (etil asetat, metanol), temu putih (etil asetat,
metanol), lempuyang dan temu hitam (metanol) menunjukkan KHM yang sangat
baik. Akan tetapi, ekstrak sampel lainnya masih menunjukkan nilai yang setara
dengan KHM obat kumur komersial, yaitu sebesar 1000-2000 μg/mL. Nilai KHM
pada 2000 μg/mL menunjukkan aktivitas antibakteri yang rendah. Ekstrak nheksana, etil asetat, dan metanol sampel temulawak memiliki aktivitas antibakteri
lebih baik dengan nilai KHM sebesar 15.63-500 μg/mL (Tabel 5).
Konsentrasi bunuh minimum atau KBM merupakan konsentrasi terendah
yang dapat membunuh bakteri uji. Nilai KBM untuk semua sampel daun berada
pada kisaran konsentrasi 15.63 sampai 2000 μg/mL. Sampel dengan nilai KBM
melebihi konsentrasi da i 2000 μg/mL, artinya daun tidak berperan dalam
membunuh bakteri. Hal serupa ditunjukkan oleh obat kumur komersial, dengan
konsentrasi uji yang digunakan telah mengalami pengenceran sehingga aktivitas
penghambatan lemah dan tidak aktif membunuh bakteri S. mutans. Kontrol positif
yang memiliki nilai KBM sama dengan KHM sebesar 15.63 μg/mL. Penggunaan
kloramfenikol sebagai kontrol positif berperan aktif dalam aktivitas antibakteri.
Zat aktif ini memiliki rumus kimia, yaitu 1-(para-nitrofenil)- 2-dikloroasetamido1,3-propandiol (Gambar 3).

Gambar 3 Struktur kloramfenikol (Susanti et al. 2009)

12
Tabel 5 KHM dan KBM ekstrak daun Zingiberaceae terhadap bakteri S. mutans

Sampel daun
Temu hitam
Temu putih
Temulawak
Kapulaga
Lempuyang
Jahe merah
Kunyit
Temu kunci
Bangle hantu
Lengkuas
Kloramfenikol
Obat kumur

KHM (μg/mL)
Etil
n- heksana
Asetat
2000
15.63
500
250
2000
1000
1000
62.5
15.63
2000

Uji Antibakteri
KBM (μg/mL)
Etil
Metanol n- heksana
Asetat
500
500
125
15.63
1000
500
250
500
1000
2000
2000
2000
500
500
1000
15.63
-

Metanol
1000
15.63
2000
1000
2000
1000
2000

Keterangan : (-) : Konsentrasi lebih dari 2000 μg/mL

Aktivitas antibakteri dari ekstrak tanaman sering dihubungkan dengan
adanya kandungan senyawa fenolik dan senyawa flavonoid yang
bertanggungjawab menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan data pengamatan, bahwa hubungan kandungan total fenol ekstrak
metanol daun temulawak sebesar 1.15% b/b dapat menghambat dan membunuh
koloni bakteri S. mutans pada konsentrasi minimum sebesar 15.63 μg/mL.
Sedangkan ektrak metanol daun temu putih memiliki KHM dan KBM sebesar 125
µg/mL. Ekstrak metanol dan etil asetat mempunyai aktivitas kuat dapat
menghambat maupun membunuh koloni S. mutans karena kandungan kimia yang
bersifat polar akan mudah larut.
Selain aktivitas antibakteri, penentuan degradasi biofilm penting dilakukan
untuk pencegahan terjadinya plak gigi akibat massa bakteri. Penentuan persen
degradasi biofilm dilakukan dengan mengukur absorbans dari larutan etanol yang
telah mendesorpsi kristal violet yang terjerap dalam biofilm. Berkurangnya
absorbans yang terukur menunjukkan kemampuan degradasi biofilm dari sampel.
Bila aktif sebagai degradator biofilm, maka berdasarkan visualitas kristal violet
yang terjerap akan semakin sedikit dan intensitas warna violet akan semakin
berkurang. Dilihat dari nilai absorbans uji degradasi biofilm terhadap konsentasi
sampel (15.625 sampai 500 µg/mL), diketahui persentase degradasi dari masingmasing sampel menunjukkan nilai IC50 bervariasi (Tabel 6 dan Lampiran 8).
Ekstrak yang memiliki aktivitas degradasi biofilm yang baik memiliki nilai
IC50 terkecil. Meskipun sampel daun kapulaga tidak berperan sebagai antibakteri
kemungkinan besar sampel ini sangat aktif dalam mendegradasi biofilm. Aktivitas
degradasi biofilm terbaik dimiliki oleh ekstrak metanol daun kapulaga sebesar
95.61 µg/mL diikuti ekstrak etil asetat temu putih. Klorheksidin digunakan
sebagai kontrol positif yang memiliki aktivitas biofilm yang sangat baik dengan
nilai IC50 sebesar 12.61 µg/mL. Nilai IC50 dari beberapa sampel yang diuji
memiliki nilai yang masih di atas nilai IC 50 dari kontrol positif. Nilai tersebut
menunjukkan konsentrasi 50% dapat bekerja aktif sebagai inhibisi biofilm.

13
Tabel 6 Nilai IC50 ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol sebagai degradator
biofilm
IC50 (µg/mL)
No Daun
n-heksana Etil asetat Metanol
1
Temu hitam
368.36
152.67
246.05
2
Temu putih
754.85
99.14
843.28
3
Temulawak
417. 10
1533.6
265.37
4
Kapulaga
441.49
217.93
95.61
5
Lempuyang
280.56
342.28
234.31
6
Jahe Merah
398.69
1138.3
824,00
7
Kunyit
557.26
269.50
1117.9
8
Temu Kunci
415.24
254.35
233.93
9
Bangle Hantu 366.97
537.49
362.32
10 Lengkuas
354.89
288. 86
323.71
11 Klorheksidin
12.61

Kandungan bahan aktif pada sampel yang memiliki aktivitas sebagai
degradator biofilm harus mampu menghancurkan dan menghilangkan lapisan
eksopolisakarida pembentuk biofilm (Ardani et al. 2010). Contoh bahan alam lain
yang dilaporkan memiliki potensi sebagai degradator biofilm yang paling baik
ialah minyak atsiri daun jahe merah dengan nilai IC50 sebesar 218.0 μg/mL pada
konsentrasi 2000 μg/mL (Susanto 2015). Sedangkan, menurut penelitian Firdaus
(2014) bahwa ekstrak n-heksana daun anting-anting dari fraksi kolom diperoleh
nilai IC50 sebesar 56.8 µg/mL pada konsentrasi 15.62 sampai 250 μg/mL. Nilai
tersebut menunjukkan aktivitas yang cukup baik sebagai pendegradasi biofilm.
Senyawa aktif dapat berperan sebagai degradator biofilm dengan cara
menghambat pembentukan glukan pada gigi yang menyebabkan S. mutans tidak
dapat memproduksi asam yang terakumulasi dengan sisa-sisa makanan pada
permukaan gigi sehingga pembentukan plak dapat dihindari (Murata et al. 1995).
Dengan konsentrasi semakin bertambah maka kemampuan untuk mendegradasi
semakin baik.
Semua sampel daun Zingiberaceae umumnya aktif terhadap aktivitas
antibakteri dan aktif sebagai pendegradasi biofilm. Penggunaan klorheksidin
maupun kloramfenikol sebagai kontrol positif mempunyai senyawa aktif sebesar
0.0067 % dalam 200 mg (Lampiran 7). Berdasarkan data pengamatan, muncul
pendugaan adanya senyawa lain yang saling bersinergi atau bahkan sebaliknya
antara aktivitas antibakteri dan pendegradasi biofilm.
Pengaruh akibat rendahnya konsentrasi sampel dan rendemen dapat
menyebabkan konsentrasi senyawa aktif tersebut semakin rendah sehingga
aktivitasnya menurun. Senyawa aktif berperan dalam antibakteri dan degradator
biofilm bekerja berdasarkan kenaikan konsentrasi dengan menghambat
pembentukan glukan oleh enzim glukosiltransferase (GTase) oleh bakteri S.
mutans. Menurut penelitian DePaola dan Spolarich (2007) Senyawa aktif yang
terdapat dalam 1 mL obat kumur komersial mengandung beberapa zat aktif,
diantaranya 0.092% eukaliptol, 0.042% mentol, 0.064% timol, dan 0.060% metil

14
asetat. Senyawa aktif ini yang dapat menginhibisi biofilm pada konsentrasi
terkecil (15.625 μg/mL ).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari 10 jenis ekstrak daun yang berpotensi sebagai antibakteri adalah
ekstrak metanol temulawak dan ekstrak etil asetat temu putih dipilih dengan nilai
KHM sebesar 15.63 μg/mL dan KBM sebesar 15.63-125 μg/mL. Sementara itu
ekstrak yang aktif sebagai degradator biofilm ialah ekstrak metanol daun kapulaga
dan ekstrak etil asetat temu putih dengan nilai IC50 masing-masing sebesar 95.61
μg/mL dan 99.14 μg/mL. Kandungan total fenol ekstrak metanol temulawak
paling tinggi dengan kadar 1.15% b/b. Kandungan total flavonoid tertinggi
dimiliki oleh ekstrak etil asetat kapulaga sebesar 1.67% b/b.
Saran
Ekstrak etil asetat dan metanol perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut agar
senyawa aktifnya yang terbawa oleh pelarut dapat dikelompokkan menjadi fraksi
yang lebih murni dengan menggunakan metode Kromatografi kolom. Selain
pemurnian, juga dilakukan identifikasi gugus senyawa dengan metode
Kromatografi Cair Kinerja tinggi preparatif atau GC-MS. Serta perlu diuji
aktivitas penghambatan kerja enzim glukosiltransferase (GTase) terhadap bakteri
Streptococcus mutans berdasarkan variasi konsentrasi pada sampel daun
Zingiberaceae.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of
AOAC International. Maryland (US): AOAC International.
[DEPKES RI] Departemen Keshatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope
Herbal Indonesia. Ed ke-1. Jakarta (ID): Depkes RI.
Ardani M, Pratiwi SUT, Hertiani T. 2010. Efek campuran minyak atsiri daun
cengkeh dan kulit manis sebagai antiplak gigi. Majalah Farmasi Indonesia.
21(3): 191-201.
Batari R. 2007. Identifikasi senyawa flavonoid pada sayuran indigenous Jawa
Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009. Screening on antiacne potency of
Indonesian medicinal plants; antibacterial, lipase inhibition, and
antioxidant activities. J Wood Sci. 55: 230-235.
Bhaskar A, Nithya V, Vidhya VG. 2011. Phytochemical screening and in vitro
antioxidant activities of the ethanolic extract of Hibiscus rosa sinensis L.
Ann Biol Res. 2(5):653-661.

15
Baehni, PC dan B. Guggenheim. 1996. Pottensial of Diagnostic Microbiology For
Treatment and Prognosis of Dental Caries and Periodental Dieases. Crit Rev
in Oral Biol and Med. 7(3) : 262.
Chan EWC, YY Lim, SK Wong. 2011. Antioxidant properties of ginger leaves:
An overview. Free Rad and Antioxid E-journal. 1(1) : 6-16.
Dani IW, Kiki Nurtjahjah, dan Cut Fatimah Zahra. 2015. Penghambatan
Pertumbuhan Aspergillus flafus dan Fusarim moniliforme oleh ekstrak
salam (Eugenia polyantha) dan Kunyit (Curcuma domestica) [skripsi].
Sumatera (ID): Fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan alam jurusan
Biologi, Universitas Sumatera Utara..
DePaola LG dan Spolarich AE. 2007. Safety and effisiency of antimicrobial
moouthrinses in clinical practice. J of Dent Hyg. 81(5):1-16.
Firdaus, Imam. 2014. Potensi ekstrak daun ating-anting (Acalypha indica L.)
sebagai antibakteri S. mutans dan degradator biofilm pada gigi [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan alam jurusan kimia,
Institut Pertanian Bogor.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Ed ke-2. Padmawinata K, Soedira L,
penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochem
Method.
Jaipetch T, Reutrakul V, Tuntiwachwuttikul P, Santisuk T. 1983. Flavonoid in
black rhizomes of Boesenbergia Pandurata. Phytochem. 22: 625-626.
Kartika Y. 2015. Penapisan Ekstrak Daun Famili Zingiberaceae sebagai Inhibitor
Tirosinase dan Antioksidan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan
ilmu pengetahuan alam jurusan kimia, Institut Pertanian Bogor.
Majidah D, Fatmawati DW, Gunadi A. 2014. Daya Antibakteri Ekstrak Daun
Seledri (Apium graveolens L.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans
Sebagai Alternatif Obat Kumur. Artikel Penulisan Ilmiah Penelitian.
Universitas Jember (ID): Fakultas Kedokteran Gigi.
Malesev D, Kuntic V. 2007. Investigation of metal-flavonoid chelates and the
determination of flavonoids via metal-flavonoid complexing reaction. J Serb
Chem Soc. 72(10):921 939.
Murata M, Yukako N, Seiichi H. 1995. Inhibition of cariogenic glucan synthesis
by dark beer. Lebensm Wiss Technol. 28: 201-207.
Murdianti D. 1998. Mempelajari pengaruh ekstrak daun dan rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val.) terhadap aktivitas sitolitik sel Natural Killer
(NK) dalam melisis sel K-562 secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Mutma I, Novi A, Septika P. 2010. Potential use of Cinamomum burmanii
Essential Oil-based Chewing Gums as Oral Antibiofilm Agent. J Dent Indo.
Vol 17(3): 80-86
O‟Too e G, Ko te R. 1998. Initiation of biofi m fo mation in pseudomonas
fluorescens wcs365 proceeds via multiple, convergent signaling pathways: a
genetic analysis. Mol Microbiol. 28(3): 449-461.
Prasasti D dan Hertiani T. 2010. Potensi campuran Minyak atsiri Rimpang
Temulawak dan Daun Cengkeh Sebagai Inhibitor Plak Gigi. J Tumbuhan
Obat Indonesia. 3(2) : 118-127.
Pancharoen O, Kelvin P, Reutrakul V, Taylor WC, Tuntiwachwuttikul P. 1987.
Constituents of the Zingiberaceae. Aust J Chem. 40: 455-459.

16
Risanti I. 2012. Efek Klorheksidine terhadap pengurangan degradasi kekuatan ikat
geser resin komposit-dentin [Tesis]. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Indonesia.
Rukayadi Y, Hwang JK. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol isolated from
Curcuma xanthorrhiza Roxb. J Antimicrob Chemo. 57 (6):1231-4.
Sangi M, Max R. J. Runtuwene, Herny E. I. Simbala dan Veronica M. A.
Makang. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa
Utara. Chem Progress. 1(2):47-53.
Sari KIP, Periadnadi, Nasir N. 2013. Uji antimikroba ekstrak segar jahe-jahean
(Zingiberaceae) terhadap Staphylococcus aerus, Escherichia coli, dan
Candida albicans. J Bio Univ Andalas. 3(1): 20-24.
Socransky SS, Haffajee AD. 2002. Dental biofilms: difficult therapeutic targets.
Periodontology. 28:12-55.
Susanti M, Isnaeni, Sri Poedjiarti. 2009. Validasi metode bioautografi untuk
determinasi kloramfenikol. J doc Indones. 1(1): 15-24.
Susanto M. 2015. Potensi Minyak Atsiri Beberapa Daun Zingiberaceae sebagai
Antibakteri Streptococcus mutans dan Degradator Biofilm pada Gigi
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan alam
jurusan kimia, Institut Pertanian Bogor.
Tilley J M A & Terry R A. 1963. A two-stage technique for the in vitro digestion
of forage crops. J Brit Grassland Soc. 18:11-104.
Winarno. 1995. Kimia pangan dan gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
10 jenis daun Famili Zingiberaceae
Dicuci, dikeringkan, digiling
Serbuk daun (simplisia)
Kadar air dan kadar abu

10 Ekstrak
n- heksana

Maserasi bertingkat

10 Ekstrak
etil asetat

10
Ekstrak
metanol

Rendemen dan Uji Fitokimia
Ditentukan :
uji fitokimia
(Kuantitatif:
Kadar total fenol
Kadar flavonoid
dan (Kualitatif)
Penetapan golongan
senyawa

Pengujian aktivitas antibakteri
dan degradator biofilm

18

Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman Zingiberaceae

19

Lanjutan

20
Lampiran 3 Laporan identifikasi bakteri S.mutans

21
Lampiran 4 Contoh penghitungan kadar air, kadar abu, dan rendemen
Menggunakan data temu putih ulangan 1
2.0023 1.8979
100
2.0023
Kada ai 5.45
5.45 5.52 5.80
Rata ata
3
Rata ata 5.59
Kada ai

Contoh kadar abu :
obot e ing bobot sampe (bobot sampe
obot e ing 2.0010 (2.0010
obot e ing 1.8246
0.1951
Kada abu
100
1.8246
Kada abu 10.69

8.82
)
100

Contoh rendemen :
obot e ing bobot sampe

(bobot sampe

obot e ing 50.0442 (50.0442

8.82
)
100

ada ai
)
100

ada ai
)
100

obot e ing 45.6303
e st a pe at
Rendemen e ing
100
bobot e ing
1.5049
Rendemen e ing
100
45.6303
Rendemen e ing 3.31

Lampiran 5 Contoh perhitungan Kadar total fenol ekstrak dalam sampel

te o e si

0.368
0.296

Absorbans

te o e si

0.072
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

y = 0.004x + 0.038
R² = 0.989

0

50

100

150

Konsentrasi (ppm)

Hubungan antara absorbans dan konsentrasi larutan asam galat

22
Lanjutan Lampiran 5
Persamaan garis y 0.0043x 0.038
R2= 0.989
y abso bans
x onsent asi
0.296 0.0043x 0.038
mg
x onsent asi feno i
L
mg
L

onsent asi tanin

1g

1L

1000 mg

1000 mL

0.5mL

0.0120 g
(g/g)

0.26

100

Lampiran 6 Contoh penghitungan flavonoid ekstrak dalam sampel
te o e si
te o e si

0.523
0.464

0.059

2.5
y = 0.0043x + 0.0235
R² = 0.9994

Absorbans

2
1.5
1
0.5
0
0

100

200

300

400

500

600

Konsentrasi (mg/L)

Hubungan antara absorbans dan konsentrasi pada larutan kuersetin
y 0.0043x 0.0235
y abso bans,
x onsent asi
0.464 0.0043x 0.0235
mg
x 102.44
L
Kada f avonoid
onsent asi tanin

mg

1g

1L

L

1000 mg

1000 mL

bobot e st a

0.5mL

102.44 mg

1g

1L

L

1000 mg

1000 mL

100

0.5mL

0.0120 g
onsent asi tanin 0.43

100

(b/b (g/g))

23
Lampiran 7 Perhitungan zat aktif dalam 1 tablet kloramfenikol
Zat aktif kloramfenikol tiap 1 tablet = 200 mg
Bobot 1 tablet = 299.6 mg
Penimbangan 10.000 ppm
= = 0.01%
Bobot zat aktif =

= 0.0067%

Lampiran 8 contoh perhitugan IC50

%degradasi

80
60
40

y = 11.124ln(x) - 0.7114
R² = 0.9829

20
0
0.000

200.000

400.000

600.000

konsentrasi (µg/ml)

Gambar kurva ekstrak metanol daun kapulaga
Contoh perhitngan :
Menggunakan data ekstrak metanol kapulaga
% degradasi =
=

|

|

= 69.24%
Rerata

=

|

|

= 67.07%

Penentuan IC 50 daun kapulaga metanol
Persamaan garis y = 11.12 ln [x] 0.711
50 = 11.12 ln [x] 0.711
[x] = exp (4.56)
= 95.61 µg/mL

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 10 Oktober 1993.
Penulis merupakan putra ke-2 dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs Budi
Riyanto dan Ibu Miji Rudiyanti (Alm). Penulis memulai pendidikan dari TK
Rimbani, Siowayah Rembang. Setelah itu dilanjutkan ke SD Kutoharjo I
Rembang. Penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SMPN 2 Rembang
dan lulus angkatan tahun 2011 dari SMAN 1 Rembang. Penulis melanjutkan studi
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui
jalur Undangan

Dokumen yang terkait

DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynous (L). Merr. ) TERHADAP Streptococcus mutans

3 11 46

Potensi ekstrak daun anting-anting (acalypha indica) sebagai antibakteri streptococcus mutans dan degradator biofilm pada gigi

1 8 39

Minyak atsiri rimpang, batang, dan daun temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai antibakteri Streptococcus mutans dan pendegradasi biofilm pada gigi

0 3 40

Penapisan Ekstrak Daun Famili Zingiberaceae Sebagai Inhibitor Tirosinase Dan Antioksidan

6 17 41

Aktivitas Antioksidan, Antibakteri, dan Degradasi Biofilm Streptococcus mutans Ekstrak Biji Lada Hitam (Piper nigrum).

1 9 30

Minuman Fermentasi Daun Sirih sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan Analisis Kandungan Fluorinnya

0 2 4

PENGARUH DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L ) TERHADAP Streptococcus mutans

0 5 32

EKSTRAK ETANOL DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus. (L.) H.B.K) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus mutans DAN EKSTRAK ETANOL DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus (L.)H.B.K)SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus mutans DAN Staphylococcus epidermidis.

0 4 9

EKSTRAK ETANOL DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus (L.) H.B.K) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus mutans DAN EKSTRAK ETANOL DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus (L.)H.B.K)SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus mutans DAN Staphylococcus epidermidis.

8 14 12

FORMULASI SEDIAAN PASTA GIGI dari EKSTRAK ETANOL DAUN SELEDRI (Apium graveolens L) sebagai ANTIBAKTERI terhadap BAKTERI Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus

0 1 17