Uji Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Herba Anting - anting (Acalypha indica linn.) Pada Tikus Jantan
(2)
(3)
Lampiran 3. Tanaman anting-anting
(4)
Lampiran 5. Simplisia tanaman anting-anting
(5)
Lampiran 7. Bagan alur Penelitian
Herba anting-anting
Simplisia
Serbuk
Karakterisasi simplisia Skrining fitokimia
- Pemeriksaan makroskopik - Pemeriksaan mikroskopik - Penetapan kadar air - Penetapan kadar sari larut
dalam air
- Penetapan kadar sari larut dalam etanol
- Penetapan kadar abu total - Penetapan kadar abu tidak
larut dalam asam
Pemeriksaan : - Alkaloid - Flavonoida - Saponin - Tanin
- Steroid/triterpenoid Dicuci dari pengotor hingga bersih Ditiriskan
Ditimbang
Dikeringkan di lemari pengering
(6)
Lampiran 7. (Lanjutan)
Serbuk simplisia (400 gram)
Ampas Maserat 1
Dimaserasi dengan 75 bagian etanol 96 %
Ekstrak etanol kental 106.8 gram
Diuapkan menggunakan rotary evaporator Depekatkan di atas penangas air
Maserat 2
Diremaserasi dengan etanol 96% hingga diperoleh 100 bagian
Maserat
Karakterisasi
Penetapan: - Kadar air
- Kadar sari larut dalam air
- Kadar sari larut dalam etanol
- Kadar abu total - Kadar abu tidak larut
dalam asam
Pengujian aktivitas antihiperurisemia
Pengukuran kadar asam urat
Skrining fitokimia
Pemeriksaan : - Alkaloida - Flavonoida - Saponin - Tanin
(7)
Lampiran 8. Perhitungan Hasil Karakterisasi Herba Anting-anting 1. Perhitungan penetapan kadar air Simplis
% Kadar Air = Volumeair
BeratSampelx 100%
1. % Kadar Air = 0,2
5,5
x100% = 4,0 %
2. % Kadar Air = 0,25,1
x100% = 3,9 %
3. % Kadar Air = 0,25,0
x100% = 4,0 %
% Kadar Air Rata-Rata = 4,0+3,9+4,0
3
= 3,97 %
No Berat Sampel (g) Volume Air (ml) 1.
2. 3.
5,0 5,1 5,0
0,2 0,2 0,2
(8)
2. Perhitungan penetapan Kadar Sari larut dalam air No Berat Sampel (g) Berat Sari (g)
1 2 3
5,012 5,019 5,011
0,184 0,189 0,182
%Kadar Sari larut dalam air =
1. %Kadar Sari larut air =
= 18,36 %
2. %Kadar Sari larut air =
= 18,82 %
3. %Kadar Sari larut air =
= 18,16 %
%Kadar Sari larut air rata-rata = 18,36% + 18,82% + 18,16%
(9)
3. Kadar Sari larut dalam Etanol
No Berat Sampel (g) Berat Sari (g) 1
2 3
5,015 5,020 5,012
0,077 0,082 0,086
%Kadar Sari larut dalam air =
1. %Kadar Sari larut air = = 7,67 %
2. %Kadar Sari larut air = = 8,16 %
3. %Kadar Sari larut air = = 8,57 %
%Kadar Sari larut air air rata-rata = 7,67% + 8,16% + 8,57% 3
(10)
4. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total No Berat Sampel (g) Berat Abu (g)
1 2 3
2,0004 2,0002 2,0005
0,0747 0,0745 0,0765
%Kadar Abu Total =
1. %Kadar Abu Total = = 3,73 %
2. %Kadar Abu Total = = 3,72 %
3. %Kadar Abu Total = = 3,82 % % Kadar abu rata-rata = 3,73% + 3,72% + 3,82%
3
= 3,76%
(11)
5. Perhitungan Kadar Abu tidak larut dalam asam No Berat Sampel (g) Berat Abu (g)
1 2 3
2,0004 2,0002 2,0005
0,0024 0,0032 0,0031
%Kadar Abu =
1. %Kadar Abu = = 0,12 %
2. %Kadar Abu = = 0,15 %
3. %Kadar Abu = = 0,15 %
%Kadar abu rata-rata = 0,12% + 0,15% + 0,15% 3
= 0,14%
(12)
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Dosis
Contoh perhitungan volume larutan suspensi Allopurinol yang diambil untuk diberikan secara per oral (po) pada hewan uji tikus
- Dosis Allopurinol adalah 10 mg/kg BB.
- Konsentrasi larutan suspensi Allopurinol yang dibuat = 10 mg/10 ml - Berat Bahan aktif allopurinol dalam 20 tablet adalah = 20 x 100 mg
= 2000 mg - Bobot 20 tablet Allopurinol= 2125 mg.
- Maka serbuk yang ditimbang = 10mg
2000mg= x 2125mg
= 10,625 mg
- Jadi dalam serbuk 10,625 mg mengandung 10 mg Allopurinol .
- Dibuat suspensi dengan cara menimbang serbuk Allopurinol sebanyak 10,625 mg kemudian ditambahkan sedikit CMC Na 1% digerus sampai homogen. Dituang kedalam labu tentukur 10 ml, ditambah CMC Na 1% sampai batas tanda.
Berapa volume larutan Allopurinol yang akan diinduksi? Misal : BB tikus = 200 gr
a. Jumlah allopurinol yang diberikan = 10 mg/kg BB x BB tikus
= 10 mg/kg BB x 200 gr
= 10mg
1000gr x 200 gr
= 2 mg
b. Volume pemberian untuk tikus 200 g = 2mg
(13)
Lampiran 9. (lanjutan) Perhitungan volume pemberian ekstrak etanol herba anting-anting dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb
Dosis ekstrak etanol herba anting-anting yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100, 150 dan 200 mg/kg bb
A. EEHA dosis 100 mg/kg bb Berat badan tikus = 199 g Dosis pemberian = 199�100
1000 = 19,9 mg Konsentrasi ekstrak = 100 mg/10 ml Volume pemberian = 19,9
100 x10 ml = 1,9 ml B. EEHA dosis 150 mg/kg bb
Berat badan tikus = 196 g Dosis pemberian = 196�150
1000 = 29,4 mg Konsentrasi ekstrak = 150 mg/10 ml Volume pemberian = 29,4
150 x10 ml = 1,96 ml C. EEHA dosis 200 mg/kg bb
Berat badan tikus = 198,2 g Dosis pemberian = 198,2�200
1000 = 39,64 mg Konsentrasi ekstrak = 200 mg/10 ml Volume pemberian = 39,64
(14)
Lampiran 9. (Lanjutan)
Contoh perhitungan dosis Kafein yang akan diberikan pada tikus secara per oral (p.o.)
- Dosis induksi kafein untuk tikus = 135 mg/kg bb
- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji tikus (200 g) secara oral adalah 5.0 ml
- Konsetrasi larutan induksi suspensi kafein yang dibuat = 135 mg / 10 ml
Berapa volume larutan induksi kafein yang akan diinduksikan ? Mis : BB Tikus = 200 g
a. Jumlah obat yang diberikan = 135 mg/kg bb x bb
= 135�200
1000 = 27 mg b. Volume larutan yang diberi = 27 mg
135mg
x 10 ml = 2ml
(15)
Lampiran 10. Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Perlakuan Berat
Badan (g) Kadar asam urat puasa (mg/dL) Hari ke-0 Kadar asam urat setelah induksi (Hari ke-6)
Kadar asam urat (mg/dL)
Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15 Suspensi CMC (kontrol negatif)
198 2,2 5,0 6,1 6,5 7,1
197 2,3 4,9 5,5 5,8 6,2
199 2,4 4,7 5,2 6,6 7,5
193 2,2 4,6 5,8 6,5 6,9
189 2,3 5,1 6,2 6,8 7,0
Rata-rata 194,4 2,28 4,86 5,76 6,44 6,94 Suspensi
Allopurinol (kontrol
positif)
195 2,2 5,1 3,9 2,5 2,2
193 2,3 4,8 3,3 2,5 2,4
194 2,3 4,7 3,4 2,7 2,3
195 2,2 5,2 3,3 2,6 2,3
195 2,2 4,7 4,1 2,5 2,4
Rata-rata 194,4 2,22 4,90 3,60 2,56 2,32 Suspensi
EEHA 100mg/kgbb
192 2,4 5,2 4,6 4,0 3,6
195 2,2 4,8 3,8 3,5 2,6
193 2,2 4,5 4,1 3,1 2,6
199 2,3 4,9 4,6 3,5 3,5
194 2,4 5,1 3,6 3,6 3,3
Rata-rata 194,6 2,30 4,86 4,14 3,54 3,12 Suspensi
EEHA 150 mg/kgbb
196 2,4 4,9 3,8 2,6 2,5
199 2,2 4,5 3,7 2,8 2,5
194 2,3 5,1 3,7 2,9 2,3
197 2,3 4,9 3,9 2,4 2,2
197 2,1 5,3 4,3 3,0 2,4
Rata-rata 196,6 2,26 4,94 4,1 2,74 2,38 Suspensi
EEHA 200 mg/kgbb
198 2,1 5,1 3,7 2,7 2,4
192 2,2 4,6 3,6 2,5 2,3
196 2,1 4,7 4,1 2,5 2,2
193 2,2 4,8 3,2 2,6 2,5
195 2,3 5,2 4,4 3,1 2,3
(16)
Lampiran 11. Tabel Standart Deviasi Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Kelompok Uji KAU puasa sebelum diinduksi kafein dan jus hati ayam (mg/ dL) KAU puasa sesudah diinduksi kafein dan jus hati ayam (mg/ dL)
KAU SD setelah perlakuan (mg/ dL)
Hari ke-0 Hari ke-6 Hari ke-9 Hari Ke-12 Hari ke-15 Kontrol CMC 1% bb 2,28 ± 0,08 4,86 ± 0,21 5,76 ± 0,42 6,44 ± 0,38 6,94 ± 0,47 Suspensi allopurinol 10 mg/kg bb 2,22 ± 0,05 4,90 ± 0,23 3,60 ± 0,37 2,56 ± 0,09 2,32 ± 0,08 Suspensi EEHA 100 mg/kg bb 2,30 ± 0,10 4,86 ± 0,27 4,14 ± 0,46 3,54 ± 0,32 3,12 ± 0,49 Suspensi EEHA 150 mg/kg bb 2,26 ± 0,11 4,94 ± 0,30 4,1 ± 0,25 2,74 ± 11,76 2,38 ± 0,13 Suspensi EEHA 200 mg/kg bb 2,18 ± 0,08 4,88 ± 0,26 3,80 ± 0,46 2,68 ± 0,25 2,34 ± 8,78
(17)
Lampiran 12. Hasil pengukuran persen penurunan kadar asam urat Perlakuan Berat
Badan (g) Kadar asam urat puasa (mg/dL) Hari ke-0 Kadar asam urat setelah induksi (Hari ke-6)
Kadar asam urat (mg/dL)
Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15 Suspensi CMC (kontrol negatif)
198 2,2 5,0 -22,00 -30,00 -42,00
197 2,3 4,9 -60,00 -18,36 -56,53
199 2,4 4,7 -50,00 -40,42 -59,57
193 2,2 4,6 -26,08 -41,30 -50,00
189 2,3 5,1 -21,56 -33,33 -37,25
Rata-rata 194,4 2,28 4,86 -16,12 -32,68 -49,07 Suspensi
Allopurinol (kontrol
positif)
195 2,2 5,1 23,52 50,98 56,86
193 2,3 4,8 31,25 47,91 50,00
194 2,3 4,7 27,65 42,55 51,06
195 2,2 5,2 36,53 50,00 55,76
195 2,2 4,7 12,76 46,80 48,93
Rata-rata 194,4 2,22 4,90 26,34 47,64 52,52 Suspensi
EEHA 100mg/kgbb
192 2,4 5,2 11,53 23,07 30,76
195 2,2 4,8 20,83 27,08 45,83
193 2,2 4,5 8,88 31,11 42,22
199 2,3 4,9 6,12 28,57 28,57
194 2,4 5,1 29,41 29,41 35,29
Rata-rata 194,6 2,30 4,86 15,35 27,84 36,53 Suspensi
EEHA 150 mg/kgbb
196 2,4 4,9 22,44 46,93 48,97
199 2,2 4,5 17,77 37,77 44,44
194 2,3 5,1 27,45 43,13 54,90
197 2,3 4,9 20,40 51,02 55,10
197 2,1 5,3 18,86 43,39 54,71
Rata-rata 196,6 2,26 4,94 21,38 44,44 51,62 Suspensi
EEHA 200 mg/kgbb
198 2,1 5,1 27,45 47,05 52,94
192 2,2 4,6 21,73 45,65 50,00
196 2,1 4,7 12,76 46,80 53,19
193 2,2 4,8 33,33 45,83 47,91
195 2,3 5,2 15,38 40,38 55,76
(18)
Lampiran 13. Tabel Standar Deviasi % Penurunan Kadar Asam Urat
Kelompok Uji
KAU SD % Penurunan kadar asam urat (mg/dL)
Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke- 15 Allopurinol 10 mg/kg BB 26,34 ± 8,97 47,64 ± 3,29 52,52 ± 3,59 EEHA 100 mg/kg BB 15,35 ± 9,61 27,84 ± 3,04 36,53 ± 7,37 EEHA 150 mg/kg BB 21,38 ± 3,82 44,44 ± 4,92 51,62 ± 4,77 EEHA 200 mg/kg BB 22,13 ± 8,47 45,14 ± 2,73 51,96 ± 3,07
(19)
Lampiran 14. Gambar Alat Easy Touch®
Keterangan : 1. Wadah penyimpanan strip
2. Strip
3. Memori strip 4. AlatEasy Touch
1 2
4 3
(20)
Lampiran 15. Gambar Hewan Percobaan (Tikus putih jantan)
(21)
Lampiran 16. Paired T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 sebelum diet 2.25 25 .092 .018
sesudah diet 4.90 25 .235 .047
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 sebelum diet & sesudah diet 25 .126 .549
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig.
(2-tailed) Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper
(22)
Lampiran 17. Hasil Perhitungan KAU Dengan SPSS
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound
Upper Bound
H_0 CMC
(kontrol negativ)
5 2.2400 .05477 .02449 2.1720 2.3080 2.20 2.30
Allopurinol (kontrol positiv)
5 2.1600 .11402 .05099 2.0184 2.3016 2.00 2.30
EEHA 100 mg/kg BB
5 2.2000 .07071 .03162 2.1122 2.2878 2.10 2.30
EEHA 150 mg/kg BB
5 2.1600 .08944 .04000 2.0489 2.2711 2.10 2.30
EEHA 200 mg/kg BB
5 2.1800 .08367 .03742 2.0761 2.2839 2.10 2.30
Total 25 2.1880 .08327 .01665 2.1536 2.2224 2.00 2.30
H_6 CMC
(kontrol negativ)
5 4.7600 .18166 .08124 4.5344 4.9856 4.60 5.00
Allopurinol (kontrol positiv)
5 4.8200 .23875 .10677 4.5236 5.1164 4.50 5.10
EEHA 100 mg/kg BB
5 4.7800 .25884 .11576 4.4586 5.1014 4.50 5.20
EEHA 150 mg/kg BB
5 4.7800 .25884 .11576 4.4586 5.1014 4.50 5.10
EEHA 200 mg/kg BB
5 4.7600 .28810 .12884 4.4023 5.1177 4.40 5.10
Total 25 4.7800 .22730 .04546 4.6862 4.8738 4.40 5.20
H_9 CMC
(kontrol negativ)
(23)
Allopurinol (kontrol positiv)
5 29.4540 2.78569 1.24580 25.9951 32.9129 26.66 34.04
EEHA 100 mg/kg BB
5 17.9380 3.67671 1.64427 13.3728 22.5032 12.76 22.91
EEHA 150 mg/kg BB
5 27.8480 6.66510 2.98072 19.5722 36.1238 20.00 34.00
EEHA 200 mg/kg BB
5 28.1680 2.72781 1.21992 24.7810 31.5550 24.00 31.37
Total 25 18.3392 16.35873 3.27175 11.5866 25.0918 -16.00 34.04 H_1
2
CMC (kontrol negativ)
5 -26.8840 8.94258 3.99924 -37.9877 -15.7803 -40.42 -18.36
Allopurinol (kontrol positiv)
5 48.3220 5.66877 2.53515 41.2833 55.3607 40.00 54.90
EEHA 100 mg/kg BB
5 30.2940 8.55620 3.82645 19.6701 40.9179 23.07 44.68
EEHA 150 mg/kg BB
5 45.8500 5.03675 2.25251 39.5960 52.1040 37.77 50.98
EEHA 200 mg/kg BB
5 46.8580 4.33749 1.93978 41.4723 52.2437 40.90 52.94
Total 25 28.8880 29.87613 5.97523 16.5557 41.2203 -40.42 54.90 H_1
5
CMC (kontrol negativ)
5 -40.3140 5.52155 2.46931 -47.1699 -33.4581 -48.93 -34.78
Allopurinol (kontrol positiv)
5 53.0220 2.45353 1.09725 49.9755 56.0685 51.06 56.86
EEHA 100 mg/kg BB
5 39.0540 9.72445 4.34891 26.9795 51.1285 25.53 49.00
EEHA 150 mg/kg BB
5 49.6180 5.06847 2.26669 43.3247 55.9113 42.22 54.90
EEHA 200 mg/kg BB
5 51.0920 3.74739 1.67588 46.4390 55.7450 47.72 56.86
(24)
Lampiran 18. ANOVA
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
H_0 Between Groups .022 4 .006 .778 .553
Within Groups .144 20 .007
Total .166 24
H_6 Between Groups .012 4 .003 .049 .995
Within Groups 1.228 20 .061
Total 1.240 24
H_9 Between Groups 6068.985 4 1517.246 85.815 .000
Within Groups 353.608 20 17.680
Total 6422.593 24
H_12 Between Groups 20504.018 4 5126.004 111.680 .000
Within Groups 917.984 20 45.899
Total 21422.001 24
H_15 Between Groups 31922.811 4 7980.703 233.621 .000
Within Groups 683.218 20 34.161
(25)
Lampiran 19. Hasil uji Tukey HSD kadar asam urat
Tukey HSD
Dependent Variable
(I)
Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
H_0 CMC
(kontrol negativ)
Allopurinol (kontrol positiv) .08000 .05367 .580 -.0806 .2406 EEHA 100 mg/kg BB .04000 .05367 .943 -.1206 .2006 EEHA 150 mg/kg BB .08000 .05367 .580 -.0806 .2406 EEHA 200 mg/kg BB .06000 .05367 .795 -.1006 .2206 Allopurino
l (kontrol positiv)
CMC (kontrol negativ) -.08000 .05367 .580 -.2406 .0806 EEHA 100 mg/kg BB -.04000 .05367 .943 -.2006 .1206 EEHA 150 mg/kg BB .00000 .05367 1.000 -.1606 .1606 EEHA 200 mg/kg BB -.02000 .05367 .996 -.1806 .1406 EEHA 100
mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) -.04000 .05367 .943 -.2006 .1206 Allopurinol (kontrol positiv) .04000 .05367 .943 -.1206 .2006 EEHA 150 mg/kg BB .04000 .05367 .943 -.1206 .2006 EEHA 200 mg/kg BB .02000 .05367 .996 -.1406 .1806 EEHA 150
mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) -.08000 .05367 .580 -.2406 .0806 Allopurinol (kontrol positiv) .00000 .05367 1.000 -.1606 .1606 EEHA 100 mg/kg BB -.04000 .05367 .943 -.2006 .1206 EEHA 200 mg/kg BB -.02000 .05367 .996 -.1806 .1406 EEHA 200
mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) -.06000 .05367 .795 -.2206 .1006 Allopurinol (kontrol positiv) .02000 .05367 .996 -.1406 .1806 EEHA 100 mg/kg BB -.02000 .05367 .996 -.1806 .1406 EEHA 150 mg/kg BB .02000 .05367 .996 -.1406 .1806
H_6 CMC
(kontrol negativ)
Allopurinol (kontrol positiv) -.06000 .15672 .995 -.5290 .4090 EEHA 100 mg/kg BB -.02000 .15672 1.000 -.4890 .4490 EEHA 150 mg/kg BB -.02000 .15672 1.000 -.4890 .4490 EEHA 200 mg/kg BB .00000 .15672 1.000 -.4690 .4690 Allopurino
l (kontrol positiv)
CMC (kontrol negativ) .06000 .15672 .995 -.4090 .5290 EEHA 100 mg/kg BB .04000 .15672 .999 -.4290 .5090 EEHA 150 mg/kg BB .04000 .15672 .999 -.4290 .5090 EEHA 200 mg/kg BB .06000 .15672 .995 -.4090 .5290 EEHA 100 CMC (kontrol negativ) .02000 .15672 1.000 -.4490 .4890
(26)
mg/kg BB Allopurinol (kontrol positiv) -.04000 .15672 .999 -.5090 .4290 EEHA 150 mg/kg BB .00000 .15672 1.000 -.4690 .4690 EEHA 200 mg/kg BB .02000 .15672 1.000 -.4490 .4890 EEHA 150
mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) .02000 .15672 1.000 -.4490 .4890 Allopurinol (kontrol positiv) -.04000 .15672 .999 -.5090 .4290 EEHA 100 mg/kg BB .00000 .15672 1.000 -.4690 .4690 EEHA 200 mg/kg BB .02000 .15672 1.000 -.4490 .4890 EEHA 200
mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) .00000 .15672 1.000 -.4690 .4690 Allopurinol (kontrol positiv) -.06000 .15672 .995 -.5290 .4090 EEHA 100 mg/kg BB -.02000 .15672 1.000 -.4890 .4490 EEHA 150 mg/kg BB -.02000 .15672 1.000 -.4890 .4490
H_9 CMC
(kontrol negativ)
Allopurinol (kontrol positiv) -41.16600* 2.6593 5
.000 -49.1238 -33.2082
EEHA 100 mg/kg BB -29.65000* 2.6593 5
.000 -37.6078 -21.6922
EEHA 150 mg/kg BB -39.56000* 2.6593 5
.000 -47.5178 -31.6022
EEHA 200 mg/kg BB -39.88000* 2.6593 5
.000 -47.8378 -31.9222
Allopurino l (kontrol positiv)
CMC (kontrol negativ) 41.16600* 2.6593 5
.000 33.2082 49.1238
EEHA 100 mg/kg BB 11.51600* 2.6593 5
.003 3.5582 19.4738
EEHA 150 mg/kg BB 1.60600 2.6593 5
.973 -6.3518 9.5638
EEHA 200 mg/kg BB 1.28600 2.6593 5
.988 -6.6718 9.2438
EEHA 100 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 29.65000* 2.6593 5
.000 21.6922 37.6078
Allopurinol (kontrol positiv) -11.51600* 2.6593 5
.003 -19.4738 -3.5582
EEHA 150 mg/kg BB -9.91000* 2.6593 5
.010 -17.8678 -1.9522
EEHA 200 mg/kg BB -10.23000* 2.6593 5
(27)
EEHA 150 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 39.56000* 2.6593 5
.000 31.6022 47.5178
Allopurinol (kontrol positiv) -1.60600 2.6593 5
.973 -9.5638 6.3518
EEHA 100 mg/kg BB 9.91000* 2.6593 5
.010 1.9522 17.8678
EEHA 200 mg/kg BB -.32000 2.6593 5
1.000 -8.2778 7.6378
EEHA 200 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 39.88000* 2.6593 5
.000 31.9222 47.8378
Allopurinol (kontrol positiv) -1.28600 2.6593 5
.988 -9.2438 6.6718
EEHA 100 mg/kg BB 10.23000* 2.6593 5
.008 2.2722 18.1878
EEHA 150 mg/kg BB .32000 2.6593 5
1.000 -7.6378 8.2778
H_12 CMC
(kontrol negativ)
Allopurinol (kontrol positiv) -75.20600* 4.2848 2
.000 -88.0278 -62.3842
EEHA 100 mg/kg BB -57.17800* 4.2848 2
.000 -69.9998 -44.3562
EEHA 150 mg/kg BB -72.73400* 4.2848 2
.000 -85.5558 -59.9122
EEHA 200 mg/kg BB -73.74200* 4.2848 2
.000 -86.5638 -60.9202
Allopurino l (kontrol positiv)
CMC (kontrol negativ) 75.20600* 4.2848 2
.000 62.3842 88.0278
EEHA 100 mg/kg BB 18.02800* 4.2848 2
.004 5.2062 30.8498
EEHA 150 mg/kg BB 2.47200 4.2848 2
.977 -10.3498 15.2938
EEHA 200 mg/kg BB 1.46400 4.2848 2
.997 -11.3578 14.2858
EEHA 100 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 57.17800* 4.2848 2
.000 44.3562 69.9998
Allopurinol (kontrol positiv) -18.02800* 4.2848 2
(28)
EEHA 150 mg/kg BB -15.55600* 4.2848 2
.013 -28.3778 -2.7342
EEHA 200 mg/kg BB -16.56400* 4.2848 2
.008 -29.3858 -3.7422
EEHA 150 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 72.73400* 4.2848 2
.000 59.9122 85.5558
Allopurinol (kontrol positiv) -2.47200 4.2848 2
.977 -15.2938 10.3498
EEHA 100 mg/kg BB 15.55600* 4.2848 2
.013 2.7342 28.3778
EEHA 200 mg/kg BB -1.00800 4.2848 2
.999 -13.8298 11.8138
EEHA 200 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 73.74200* 4.2848 2
.000 60.9202 86.5638
Allopurinol (kontrol positiv) -1.46400 4.2848 2
.997 -14.2858 11.3578
EEHA 100 mg/kg BB 16.56400* 4.2848 2
.008 3.7422 29.3858
EEHA 150 mg/kg BB 1.00800 4.2848 2
.999 -11.8138 13.8298
H_15 CMC
(kontrol negativ)
Allopurinol (kontrol positiv) -93.33600* 3.6965 3
.000 -104.3974 -82.2746
EEHA 100 mg/kg BB -79.36800* 3.6965 3
.000 -90.4294 -68.3066
EEHA 150 mg/kg BB -89.93200* 3.6965 3
.000 -100.9934 -78.8706
EEHA 200 mg/kg BB -91.40600* 3.6965 3
.000 -102.4674 -80.3446
Allopurino l (kontrol positiv)
CMC (kontrol negativ) 93.33600* 3.6965 3
.000 82.2746 104.3974
EEHA 100 mg/kg BB 13.96800* 3.6965 3
.009 2.9066 25.0294
EEHA 150 mg/kg BB 3.40400 3.6965 3
.885 -7.6574 14.4654
EEHA 200 mg/kg BB 1.93000 3.6965 3
(29)
EEHA 100 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 79.36800* 3.6965 3
.000 68.3066 90.4294
Allopurinol (kontrol positiv) -13.96800* 3.6965 3
.009 -25.0294 -2.9066
EEHA 150 mg/kg BB -10.56400 3.6965 3
.066 -21.6254 .4974
EEHA 200 mg/kg BB -12.03800* 3.6965 3
.029 -23.0994 -.9766
EEHA 150 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 89.93200* 3.6965 3
.000 78.8706 100.9934
Allopurinol (kontrol positiv) -3.40400 3.6965 3
.885 -14.4654 7.6574
EEHA 100 mg/kg BB 10.56400 3.6965 3
.066 -.4974 21.6254
EEHA 200 mg/kg BB -1.47400 3.6965 3
.994 -12.5354 9.5874
EEHA 200 mg/kg BB
CMC (kontrol negativ) 91.40600* 3.6965 3
.000 80.3446 102.4674
Allopurinol (kontrol positiv) -1.93000 3.6965 3
.984 -12.9914 9.1314
EEHA 100 mg/kg BB 12.03800* 3.6965 3
.029 .9766 23.0994
EEHA 150 mg/kg BB 1.47400 3.6965 3
.994 -9.5874 12.5354
(30)
H_0
Tukey HSDa
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05 1
Allopurinol (kontrol positiv) 5 2.1600
EEHA 150 mg/kg BB 5 2.1600
EEHA 200 mg/kg BB 5 2.1800
EEHA 100 mg/kg BB 5 2.2000
CMC (kontrol negativ) 5 2.2400
Sig. .580
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
H_6
Tukey HSDa
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05 1
CMC (kontrol negativ) 5 4.7600
EEHA 200 mg/kg BB 5 4.7600
EEHA 100 mg/kg BB 5 4.7800
EEHA 150 mg/kg BB 5 4.7800
Allopurinol (kontrol positiv) 5 4.8200
Sig. .995
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
(31)
H_9
Tukey HSDa
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
CMC (kontrol negativ) 5 -11.7120
EEHA 100 mg/kg BB 5 17.9380
EEHA 150 mg/kg BB 5 27.8480
EEHA 200 mg/kg BB 5 28.1680
Allopurinol (kontrol positiv) 5 29.4540
Sig. 1.000 1.000 .973
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
H_12
Tukey HSDa
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
CMC (kontrol negativ) 5 -26.8840
EEHA 100 mg/kg BB 5 30.2940
EEHA 150 mg/kg BB 5 45.8500
EEHA 200 mg/kg BB 5 46.8580
Allopurinol (kontrol positiv) 5 48.3220
Sig. 1.000 1.000 .977
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
(32)
H_15
Tukey HSDa
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
CMC (kontrol negativ) 5 -40.3140
EEHA 100 mg/kg BB 5 39.0540
EEHA 150 mg/kg BB 5 49.6180 49.6180
EEHA 200 mg/kg BB 5 51.0920
Allopurinol (kontrol positiv) 5 53.0220
Sig. 1.000 .066 .885
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
(33)
DAFTAR PUSTAKA
Azizahwatiai..et.al. (2005). Efek Penurunan kadar asam urat dalam darah tikus
putih jantan dari rebusan akar tanaman akar kucing (Acalypha indica L).
Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI. Halaman 213-217.
Bourne, R.H., dan Zastrow, V.M. (2011). Reseptor dan Farmakodinamika Obat.
Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika.
Halaman 30-31
Dalimartha. S. (2011). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid II. Jakarta: Trubus Agriwidya. Halaman 123-125
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 321, 325, 333, 334, 336, 337.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI. Halaman 254 .
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33.
Elok. K.H. (2012). Identivikasi Senyawa dan Aktivitas Antimalaria In Vivo Ekstrak
Etil Asetat Tanaman Anting-Anting (Acalypha indica L.). Malang: Jurusan
Kimia UIN. Halaman 1-8.
Ernst, M.E., dan Clark, E.Z., dan Hawkins, D.W. (2008). Gout and Hyperuricemia.In
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.7th Edition. Editor: Joseph T. Dipiro. United States: The Mc Graw-Hill Companies. Halaman1539, 1543-1545.
Farnsworth, N.R. (1966). Biologycal and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciense. Volume 55. Pages 262-264.
Fitrya, dan Muharni. (2014). Efek Hiperurisemia Ekstrak Etanol Akar Tumbuhan
Tunjuk Langit ( Helmynthostachys zaylanica L.) Terhadap Mencit Jantan Galur Swiss. Departemen Farmasi UNSRI. Palembang. Hal. 16
Gnanapragasama, A., Yogeeta, S., Subhashini, R., Ebenezar, K.K., Sathish, V., dan Devaki, T. (2007). Adriamycin induced myocardial failure in rats: Protective role of Centella asiatica, Molecular and Cellular Biochemistry, 294: 55-63. Haidari, F., Seid, K. A., Majid, M. S., Soltan, A. M. dan Mohammad, R. R. (2011).
Effect of Parsley (Petroselinum crispum) and Its Flavonol Constituents, Kaempferol and Quercetion, on Serum Uric Acid Level, Biomarkers of Oxidative Stress and Liver Xantine Oxidoreductase Activity in
(34)
Oxonate-Inducated Hyperuricemic Rats. Iranian journal of pharmaceutical research. 10(4): 811-819.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerjemah : Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi
Ketiga. Bandung: ITB Press. Halaman 152.
Hawkins, D.W., dan Daniel, W.R (2005). Pharmacoteraphy; Pathophysiological
Approach. 3rd Edition. London: Black Well Scientific Publication. Halaman 1755-1760.
Hidayat, R. (2009). Gout dan Hiperurisemia. Scientific Journal Of Pharmaceutical
Development and Medical Application. 22(1): 47-50.
Katzung, B.G. (2002). Farmakologi: Dasar dan Klinik. Jilid 3. Diterjemahkan oleh: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNAIR. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 492-493.
Kristiani, R.D., Rahayu, D. dan Subarnas, A. (2013). Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Akar Pakis Tangkur (Polypodium feei) Pada Mencit Jantan.
Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. ISSN 1411-0903. 15(3):
174-177.
Laurance, B., Keith, P., Donald, B., dan Lain, B. (2008). Goodman and Gildman’s
Manual of Farmacology and Therapeutics. Boston: McGraw Hill. Halaman
30-31.
Li, H., Gong, X., Zhang, L., Zhang, Z., Lu, F., Zhou, Q., Chen, J., dan Wan, J. (2009). Madecassoside attenuate inflammatory response on collagen-induced arthritis in DBA/1mice, Phytomed. 16: 538-546.
Lin, C.M., Chen, C.S., Chen, C.T., Liang, Y.C., dan Lin, J.K. (2002). Molecular Modeling Of Flavonoids that Inhibits Xanthine Oxidase. Biochemical and
Biophysical Research Communications. 294(2002): 167-172
Murray, K.R., Granner, K.D., dan Rodwell, W.V. (2003). Biokimia Harper. edisi 27. Jakarta: EGC. Halaman 311-319.
Ocktarini , R. (2010). Pengaruh Ekstrak Herba Anting-Anting (Acalypha indica L.)
Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit BaIb/C Induksi Streptozotocin.
Surakarta: Fakultas Kedokteran USM. Halaman 1-10.
Price, S.A., dan Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi. Konsep klinis Vol 2 Ed 6;
Terjemahan Dari Phatophysiology. Clinical Concepts Of Desease Processes.
(35)
Shamley, D. (2005). Pathophysiology an Essential Text for the Allied Health
Professions, Elsevier Limited,USA. Halaman 221.
Simarmata, V.B.C., Saragih, A., dan Bahri, S. (2012). Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat Dari Ekstrak Etanol Daun Sidaguri (Sida rhombifolia l.) Pada Mencit Jantan. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology. 1 (1): 21-28 Sutomo. (2003). Penurunan Asam Urat Darah Ayam Hiperurisemia oleh Fraksi
Metanol Daun kepel (Stelechocarpus buranol (bl) hookf dan th). Tesis fakultas farmasi. Cetakan kedua Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Halaman 11-12, 14-15.
Umameswari, M. (2013). Virtual Screening Analysis and In-vitro Xanthine Oxidase Inhibitory Activity of Some Commercially Available Flavonoids. Iran J
Pharm Res. 12(3): 317–323
Wahyuningsih, H.K. (2010). Pengaruh Pemberian Ekstrak Herba Meniran
(Phyllanthus niruri L.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Tikus Putih Jantan Hiperurisemia. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret. Halaman 41.
Wilman, P.F. (2007). Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-inflamasi Nonsteroid dan
Obat Pirai. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Editor: Sulistia Gan Gunawan.
Edisi Keempat. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI. Halaman 243, 244. World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant
(36)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan secara eksperimental di laboratorium dengan desain rancangan acak lengkap (RAL) yang meliputi identifikasi tumbuhan, pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan, pembuatan ekstrak dan pengujian efek penurunan kadar asam urat dalam darah terhadap tikus putih jantan. Data dianalisis secara ANAVA (Analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Tukey HSD menggunakan program SPSS (Statistical Products and Service
Solution).
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, lemari pengering, oven listrik (Memmert®), tanur (Naberttherm®), timbangan digital (Mettler Tolledo®), neraca listrik (Chyo JP2-6000), alat destilasi penetapan kadar air, desikator, stopwatch, mortir dan stamfer, kaca objek, kaca penutup, rotary evaporator (Heidolph vv-2000), freeze dryer (Modulyo, Edwards serial no: 3985), neraca hewan (Presica), spuit 5ml (Terumo), oral sonde, mikroskop
(model L-301) dan alat pengukur kadar asam urat (Easy Touch®). 3.3 Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah herba anting-anting (Acalypha australis L. ). Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis yaitu etanol 96% (teknis), toluen, allopurinol, air suling, jus hati ayam, kafein, NaCl, dan CMC - Na (teknis), kloralhidrat, asam
(37)
klorida, raksa (II) klorida, kloroform, besi (III) klorida, natrium hidroksida, timbal (II) asetat (p.a), asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat (p.a), natrium klorida, kalium
iodida, iodium, α-naftol, isopropanol, serbuk seng, serbuk magnesium, metanol. 3.4 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi tumbuhan dan pengolahan simplisia.
3.4.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba anting-anting yang diperoleh dari Pasar Baru Padang Bulan Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.4.2 Identifikasi Sampel
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi, Bogor.
3.4.3 Pengolahan sampel
Herba anting-anting yang masih segar dibersihkan dari kotoran atau bahan asing lainnya kemudian dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan dan ditimbang sebagai berat basah. Lalu batang tanaman anting-anting dirajang dengan ketebalan ± 2 cm sementara untuk bagian daun, batang daun dan bunga tidak perlu dilakukan proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Bagian-bagian tanaman anting-anting tersebut dikeringkan dilemari pengering pada suhu 40°C. Setelah kering, sampel disortir dan ditimbang sebagai berat kering. Herba anting-anting kering
(38)
diblender hingga menjadi serbuk dan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia. Lalu disimpan dalam wadah plastik. diberi etiket dan disimpan ditempat kering.
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut dalam air, dan penetapan kadar sari larut dalam etanol (Depkes, RI., 1995).
Pemeriksaan karakterisasi ekstrak meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam.
3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, ukuran dan tekstur dari simplisia.
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik pada daun segar dilakukan dengan cara mengiris melintang/membujur daun segar tanaman herba anting-anting, lalu diletakkan pada kaca objek, kemudian ditetesi kloralhidrat dan difiksasi dengan api spiritus, kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop.
(39)
3.5.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima. Cara penetapannya, yaitu:
Pada labu bulat dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, Kemudian ke dalam labu yang berisis toluen jenuh tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik hingga sebagian air tersuling. Kemudian kecepatan dinaikkan hingga 4 tetes per detik. Kemudian setelah semua air tersuling, destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).
3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Sebanyak 5,0 serbuk dengan 100 ml air kloroform P, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes R.I, 1995).
(40)
3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol
Sebanyak 5,0 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimasersi selama 24 jam dalam 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol (95%), uapkan 50 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050
hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara(Depkes R.I, 1995).
3.5.6 Penetapan Kadar Abu Total
Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama masukkan ke dalam kurs platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, ratakan. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes R.I, 1995).
3.5.7 Penetapan Abu Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring dengan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes R.I, 1995).
3.6 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol herba anting-anting meliputi: pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavanoid, glikosida, tanin,
(41)
3.6.1 Pemeriksaan Flavanoid
Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 ml sediaan berbentuk cairan, dengan 10 ml methanol P, menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit.saring panas melalui kertas saring kecil berlipat, encerkan filtrate dengan 10 ml air. Setelah dingin tambahkan 5 ml eter minyak tanah P, kocok hati-hati, diamkan. Ambil lapisan methanol, uapkan pada suhu 400 dibawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, saring. Filtratnya digunakan untuk uji flavonoid dengan cara berikut :
a. uapkan hingga kering 1ml larutan percobaan,sisa dilarutkan dalam 1 ml sampai 2 ml etanol (95%) P; tambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 ml asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 tetes asam klorida pekat P, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonoid).
b. uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml etanol (95%) P; tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P dan 10 tetes asam klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu, menunjukkan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron. c. uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, basahkan sisa dengan aseton P, tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P, panaskan hati-hati diatas tangas air dan hindari pemanasan yang berlebihan. Campur sisa yang diperoleh dengan 10 ml eter P. Amati dengan sinar ultra violet 366 nm; larutan berfluoresensi kuning insentif, menunjukkan adanya flavonoid (Depkes, RI., 1995).
(42)
3.6.2 Pemeriksaan Alkaloid
Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml, panaskan diatas tangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes Bouchardat LP. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid. Jika dengan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam methanol P dan dengan Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid. Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrate dengan 3 ml amnia pekat P dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter P dan 1 bagian volume kloroform P. ambil fase organik, tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring. Uapkan filtrat diatas penangas air, larutkan sisa dalam dalam sedikit asam klorida 2 N. Lakukan percobaan dengan keempat golongan laruratn percobaan, serbuk mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan (Depkes, RI., 1995).
3.6.3 Pemeriksaan Saponin
Masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik. (jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, encerkan 1 ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air dan kocok kuat-kuat selama 10 menit); terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (Depkes, RI., 1995).
(43)
3.6.4 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
3.6.5 Pemeriksaan Glikosida
Sari 3 g serbuk simplisia dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol (95%) P dan 3 bagian volume air pada alat pendingin alir balik selama 10 menit, dinginkan, saring. Pada 20 ml filtrate tambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, kocok, diamkan selama 5 menit, saring. Sari filtrat 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanol P. Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring, dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 500. Larutkan sisa dengan 2 ml methanol P. 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, Larutkan sisa dalam 5 ml asam asetat anhidrat P. Tambahkan 10 tetes asam sulfat P; terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (Depkes, RI., 1995).
3.6.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 1 g simplisia herba anting-anting dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan beberapa tetes pereaaksi Liebermann-Burchard. Timbul warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukan adanya triterpenoida. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol herba anting-anting (Harborne, 1987).
(44)
3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Herba Anting-anting (EEHA)
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode maserasi, sesuai dengan yang tertera dalam Farmakope Indonesia (1979). Prosedurnya adalah sebagai berikut :
Sebanyak 400 gram serbuk herba anting-anting dimaserasi dengan 75 bagian etanol 96% dalam wadah tertutup rapat. Selanjutnya dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, serkai, peras, kemudian disaring dan ampas dimaserasi kembali dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental. Kemudian diuapkan dengan freeze dryer sampai diperoleh ekstrak kental.
3.8 Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat Per Oral
Pengujian efek penurunan kadar asam urat per oral meliputi penyiapan hewan percobaan, penetapan dosis bahan uji, pembuatan CMC 1%, pembuatan suspensi allopurinol, pembuatan bahan uji, pembuatan penginduksi asam urat dan pengujian efek penurunan kadar asam urat.
3.8.1 Pembuatan Suspensi CMC-Na 1%
Pembuatan suspensi CMC-Na 1 % dilakukan dengan cara berikut : sebanyak 1 gram CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml, didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air suling, kemudian dituang ke
(45)
3.8.2 Pembuatan Suspensi Allopurinol Dosis 10 mg/kg bb
Ditimbang 10 mg serbuk allopurinol kemudian digerus dengan penambahan suspensi CMC-Na 1% sampai homogen, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan sampai garis tanda dengan suspensi CMC-Na 1%.
3.8.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Herba Anting-Anting (EEHA) Dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb
Ditimbang 100 mg, 150 mg dan 200 mg ekstrak etanol herba anting-anting kemudian digerus dengan penambahan suspensi CMC-Na 1% sampai homogen, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml,dicukupkan sampai garis tanda dengan suspensi CMC-Na 1%.
3.8.4 Pembuatan suspensi kafein 135 mg/kg bb
Ditimbang secara seksama kafein 135 mg dimasukkan kedalam lumpang, kemudian ditambahkan sedikit CMC-Na 1 % digerus sampai homogen. Dituang kedalam labu tentukur 10 ml, ditambah CMC-Na 1 % sampai batas tanda. kemudian diberikan secara peroral kepada hewan uji sesuai dengan berat badan.
3.8.5 Pembuatan Jus Hati ayam 100 gr/ 100 ml
Sebanyak 100 gram hati ayam dicuci hingga bersih, kemudian di haluskan dengan blender menggunakan air hingga 100 ml (Wahyuningsih, 2010).
3.8.6 Penyiapan hewan percobaan
Hewan yang digunakan adalah tikus putih jantan dengan berat 180 - 200 gram, jumlah 25 ekor. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok uji yang terdiri dari 3 dosis (100 mg/kg bb, 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb ) dan setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus.
(46)
Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua tikus dipelihara terlebih dahulu selama kurang lebih dua minggu untuk penyesuaian lingkungan, kemudian dipuasakan selama 18 jam sebelum digunakan. Masing-masing kelompok diukur kadar asam urat puasa. Sebelum diberi perlakuan, tikus dibuat hiperurisemia dengan cara diberi suspensi kafein dengan dosis 135 mg/kg bb dan jus hati ayam masing - masing 2 ml sebagai penginduksi selama percobaan, kemudian diukur kadar asam urat setelah enam hari pemberian kafein dan jus hati ayam untuk melihat peningkatannya. Selanjutnya masing-masing kelompok tikus diberi perlakuan setiap hari selama sembilan hari. Pengambilan darah dilakukan setiap tiga hari sekali, melalui orbital sinus (ekor). Dicatat hasil pengukuran masing-masing kelompok perlakuan. Selanjutnya dihitung persen penurunan kadar asam urat (KUA) dengan rumus sebagai berikut.
% penurunan kadar asam urat = �−�
� ���� % Keterangan : a = kadar asam urat terinduksi
b= kadar asam urat pada waktu pengamatan jam ke-n 3.9 Analisis data
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis variasi (ANAVA) pada tingkat kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS versi 17.
(47)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong menyebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah herba anting-anting (Acalipha indica Linn.) family Euphorbiaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.2. Karakteristik Simplisia dan Ekstrak
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia herba anting-anting diperoleh batang tegak dengan tinggi 30-50 cm, bercabang dengan garis memanjang kasar, berambut halus. Selain itu tanaman ini memiliki daun tunggal, bertangkai panjang, dan letaknya tersebar. Helaian daunnya berbentuk bulat telur, tipis, ujung dan pangkal runcing, memiliki bunga majemuk yang keluar dari ketiak daun, buahnya bulat dan hitam. Hasil karakterisasi serbuk simplisia herba anting-anting dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Serbuk Herba anting-anting
No Karakteristik serbuk simplisia
Simplisia
Kadar (%) Persyaratan (%)
1 Kadar air 3,97 < 10
2 Kadar sari larut dalam air 8,13 -
3 Kadar sari larut dalam etanol 18,44 -
4 Kadar abu total 3,76 -
(48)
Monografi dari simplisia tanaman anting-anting ini tidak ditemukan di buku Materia Medika Indonesia (MMI), sehingga tidak ada acuan untuk menentukan parameter simplisia tersebut. Hasil perhitungan pemeriksaan karakteristik simplisia dapat dilihat pada Lampiran 9.
Herba anting-anting yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 1,50 kg. yang selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ± 40°C sampai herba tersebut kering dan diperoleh berat simplisia sebesar 498,4 g. Hasil penyarian 400 g serbuk simplisia herba anting-anting dengan pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak kental yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator dan kemudian dikeringkan diperoleh 106,8 g ekstrak dengan rendeman .
Skrining serbuk simplisia dan ekstrak etanol herba anting-anting dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat pada simplisia tersebut. Hasil skrining fitokimia dari serbuk herba anting-anting dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak Etanol Herba Anting-anting
No Golongan Senyawa Hasil
Simplisia Ekstrak
1 Alkaloid + +
2 Flavonoid + +
3 Tanin + +
4 Steroid/Triterpenoid + +
5 Saponin - -
6 Glikosida + +
Keterangan: (+) : Positif (-) : Negatif
Berdasarkan hasil skrining fitokimia di atas, dapat dilihat bahwa pemeriksaan alkaloid, flavonoid, tanin dan steroid/triterpenoid menunjukkan hasil yang positif pada simplisia dan ekstrak, sedangkan pemeriksaan saponin
(49)
menunjukkan hasil negatif pada simplisia dan ekstrak. Hasil ini sesuai dengan hasil karakterisasi penelitian (Elok Kamilah, 2012).
4.3 Pengujian efek antihiperurisemia
4.3.1 Uji efek penurunan kadar asam urat ekstrak
Pada penelitian ini digunakan 5 kelompok besar perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif menggunakan CMC-Na 1 % bb, kontrol positif menggunakan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb, kelompok uji terdiri dari tiga dosis perlakuan ekstrak (suspensi EEHA dosis 100 mg/kg bb, suspensi EEHA dosis 150 mg/kg bb, dan suspensi EEHA 200 mg/kg bb). Ketiga dosis EEHA tersebut dipilih karena sebelumnya telah dilakukan orientasi dosis EEHA dengan variasi dosis 25 mg/kg bb, 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 150 mg/kg bb, tetapi karena dosis 25 mg/kg bb dan 50 mg/kg bb menunjukkan hasil penurunan yang sangat kecil, maka dipilihlah dosis 100 mg/kg bb, 150 mg/kg BB dan 200 mg/kg bb.
Uji efek antihiperurisemia ekstrak etanol herba anting-anting per oral dilakukan dengan cara menginduksi tikus agar hiperurisemia dengan suspensi kafein dan jus hati ayam dimana pengukuran kadar asam urat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat Easy Touch®..
Digunakan kafein sebagai zat penginduksi asam urat karena kafein adalah komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga dapat meningkatkan kadar asam urat didalam tubuh (Azizahwati, 2005). Jus hati ayam digunakan juga sebagai penginduksi asam urat, dimana hati ayam tersebut mengandung senyawa purin (xantin), yang tinggi nomor 2 setelah otak, setiap 100 gram hati ayam mengandung sampai 1000 mg purin, adanya purin yang cukup tinggi didalam darah
(50)
akan memicu terjadinya hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat didalam serum yang melewati ambang batasnya sehingga menyebabkan tikus mengalami hiperurisemia, cara mendapatkannya mudah, harga murah dan tidak toksik (Kristiani, 2013).
Penurunan kadar asam urat dapat dilihat dengan menggunakan pembanding. Allopurinol dipilih sebagai pembanding karena merupakan obat sintetik yang umum digunakan untuk menurunkan asam urat pada penderita gout. Allopurinol dapat menurunkan kadar asam urat melalui mekanisme kerja urikostatik yaitu menghambat pembentukan asam urat, sehingga produksi asam urat yang dihasilkan berkurang.
Hasil rata-rata kadar asam urat yang diperoleh dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Grafik 4.2.
(51)
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Perlakuan Berat
Badan (g) Kadar asam urat puasa (mg/dL) Hari ke-0 Kadar asam urat setelah induksi (Hari ke-6)
Kadar asam urat (mg/dL)
Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15 Suspensi CMC (kontrol negatif)
198 2,2 5,0 6,1 6,5 7,1
197 2,3 4,9 5,5 5,8 6,2
199 2,4 4,7 5,2 6,6 7,5
193 2,2 4,6 5,8 6,5 6,9
189 2,3 5,1 6,2 6,8 7,0
Rata-rata 194,4 2,28 4,86 5,76 6,44 6,94 Suspensi
Allopurinol (kontrol
positif)
195 2,2 5,1 3,9 2,5 2,2
193 2,3 4,8 3,3 2,5 2,4
194 2,3 4,7 3,4 2,7 2,3
195 2,2 5,2 3,3 2,6 2,3
195 2,2 4,7 4,1 2,5 2,4
Rata-rata 194,4 2,22 4,90 3,60 2,56 2,32 Suspensi
EEHA 100mg/kgbb
192 2,4 5,2 4,6 4,0 3,6
195 2,2 4,8 3,8 3,5 2,6
193 2,2 4,5 4,1 3,1 2,6
199 2,3 4,9 4,6 3,5 3,5
194 2,4 5,1 3,6 3,6 3,3
Rata-rata 194,6 2,30 4,86 4,14 3,54 3,12 Suspensi
EEHA 150 mg/kgbb
196 2,4 4,9 3,8 2,6 2,5
199 2,2 4,5 3,7 2,8 2,5
194 2,3 5,1 3,7 2,9 2,3
197 2,3 4,9 3,9 2,4 2,2
197 2,1 5,3 4,3 3,0 2,4
Rata-rata 196,6 2,26 4,94 4,1 2,74 2,38 Suspensi
EEHA 200 mg/kgbb
198 2,1 5,1 3,7 2,7 2,4
192 2,2 4,6 3,6 2,5 2,3
196 2,1 4,7 4,1 2,5 2,2
193 2,2 4,8 3,2 2,6 2,5
195 2,3 5,2 4,4 3,1 2,3
(52)
Gambar 4.1 Grafik Kadar Asam Urat (KAU) Versus Waktu
Grafik di atas menunjukkan bahwa kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak memiliki efek antihiperurisemia pada tikus jantan, hal ini dapat dilihat dengan membandingkannya dengan kelompok perlakuan yang diberikan CMC-Na dosis 1 % bb, dimana pada pemberian CMC-Na dosis 1 % bb, kadar asam urat tikus terus meningkat, sedangkan pada pemberian sediaan uji (ekstrak) menunjukkan adanya penurunan kadar asam urat pada tikus.
Pada Hari ke-6, kelompok perlakuan yang diberikan CMC-Na 1 % bb, suspensi allopurinol 10 mg/kg bb, suspensi EEHA 100 mg/kg bb, suspensi EEHA 150 mg/kg bb dan suspensi EEHA 200 mg/kg bb, kadar asam urat tikus mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan kafein dan jus hati ayam meningkatkan purin sehingga kadar asam urat di dalam darah tikus meningkat ..
Pada hari ke-9, ke-12, dan ke-15 kelompok yang diberikan suspensi
H0 H6 H9 H12 H15
K
ad
ar
as
am
u
rat
m
g/
d
l
Waktu (hari)
Suspensi allopurinol 10 mg/kg bb Suspensi EEHA 100 mg/kg bb Suspensi EEHA 150 mg/kg bb Suspensi EEHA 200 mg/kg bb Suspensi CMC Na (kontrol negatif)
(53)
bb dan suspensi EEHA 200 mg/kg bb, memberikan efek penurunan kadar asam urat, sedangkan kelompok yang diberikan CMC-Na 1 % tidak memberikan efek penurunan kadar asam urat (kadar asam urat tetap meningkat). CMC-Na tidak menunjukkan efek penurunan terhadap kadar asam urat pada tikus diduga karena CMC-Na tidak mengandung zat aktif yang berkhasiat sebagai antihiperurisemia. Selanjutnya untuk menentukan kekuatan efek antihiperurisemia semua kelompok perlakuan pada hari ke-9, ke-12 dan ke-15 dihitunglah persen (%) penurunan kadar asam urat tikus. Hasil perhitungan % penurunan kadar asam urat tikus dan diagram persen penurunan kadar asam urat rata-rata pada tikus selama 9 hari pengamatan dapat dilihat pada Grafik dan Tabel dibawah ini:
(54)
Tabel 4.4 Hasil pengukuran persen penurunan kadar asam urat Perlakuan Berat
Badan (g) Kadar asam urat puasa (mg/dL) Hari ke-0 Kadar asam urat setelah induksi (Hari ke-6)
Kadar asam urat (mg/dL)
Hari ke-9 Hari ke-12 Hari ke-15 Suspensi CMC (kontrol negatif)
198 2,2 5,0 -22,00 -30,00 -42,00
197 2,3 4,9 -60,00 -18,36 -56,53
199 2,4 4,7 -50,00 -40,42 -59,57
193 2,2 4,6 -26,08 -41,30 -50,00
189 2,3 5,1 -21,56 -33,33 -37,25
Rata-rata 194,4 2,28 4,86 -16,12 -32,68 -49,07 Suspensi
Allopurinol (kontrol
positif)
195 2,2 5,1 23,52 50,98 56,86
193 2,3 4,8 31,25 47,91 50,00
194 2,3 4,7 27,65 42,55 51,06
195 2,2 5,2 36,53 50,00 55,76
195 2,2 4,7 12,76 46,80 48,93
Rata-rata 194,4 2,22 4,90 26,34 47,64 52,52 Suspensi
EEHA 100mg/kgbb
192 2,4 5,2 11,53 23,07 30,76
195 2,2 4,8 20,83 27,08 45,83
193 2,2 4,5 8,88 31,11 42,22
199 2,3 4,9 6,12 28,57 28,57
194 2,4 5,1 29,41 29,41 35,29
Rata-rata 194,6 2,30 4,86 15,35 27,84 36,53 Suspensi
EEHA 150 mg/kgbb
196 2,4 4,9 22,44 46,93 48,97
199 2,2 4,5 17,77 37,77 44,44
194 2,3 5,1 27,45 43,13 54,90
197 2,3 4,9 20,40 51,02 55,10
197 2,1 5,3 18,86 43,39 54,71
Rata-rata 196,6 2,26 4,94 21,38 44,44 51,62 Suspensi
EEHA 200 mg/kgbb
198 2,1 5,1 27,45 47,05 52,94
192 2,2 4,6 21,73 45,65 50,00
196 2,1 4,7 12,76 46,80 53,19
193 2,2 4,8 33,33 45,83 47,91
195 2,3 5,2 15,38 40,38 55,76
(55)
Gambar 4.2 Diagram rata-rata persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari setiap kelompok perlakuan.
Diagram di atas menggambarkan diagram batang kelompok perlakuan CMC-Na terbalik (berada di bawah), hal itu disebabkan oleh nilai persen penurunan kadar asam urat tikus pada kelompok tersebut bernilai negatif (tidak menunjukkan efek penurunan kadar asam urat pada tikus), sedangkan diagram batang kelompok perlakuan lainnya berada di atas (bernilai positif), hal tersebut karena kelompok perlakuan lainnya memiliki efek penurunan kadar asam urat pada tikus. Selain itu diagram tersebut juga menunjukkan kekuatan semua kelompok perlakuan dalam menurunkan kadar asam urat, dimana urutan kekuatan efek penurunan kadar asam urat tiap tiga hari sekali pengamatan mulai dari yang tertinggi yaitu suspensi allopurinol 10 mg/kg bb, suspensi EEHA 200 mg/kg bb, suspensi EEHA 150 mg/kg bb dan yang paling lemah adalah suspensi EEHA 100 mg/kg bb.
-60 -40 -20 0 20 40 60 80
H - 9 H - 12 H - 15
% P e n u ru n a n K a d a r A sa m U ra t Waktu (hari)
Suspensi allopurinol 10 mg/kgBB Suspensi EEHA 100 mg/kgBB Suspensi EEHA 150 mg/kg BB Suspensi EEHA 200 mg/kgBB Suspensi CMC (kontrol negatif)
(56)
Untuk melihat kekuatan ekstrak etanol herba anting-anting dan allopurinol dalam menurunkan kadar asam urat, maka dihitung persen penurunan kadar asam urat. Data persen penurunan kadar asam urat dianalisa secara statistik dengan metode ANAVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk semua kelompok perlakuan dari hari ke-9 sampai dengan hari ke-15 dan dilakukan perhitungan persen penurunan kadar asam urat rata-rata setiap kelompok perlakuan setelah pemberian suspensi allopurinol dan suspensi ekstrak etanol herba anting-anting.
4.3.2 Uji perbedaan efek antihiperurisemia
Data hasil pengukuran kadar asam urat yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan SPSS untuk melihat perbedaan efek antihiperurisemia antar kelompok perlakuan. Dari hasil uji Paired T-Test anatara kadar asam urat puasa dan kadar asam urat setelah induksi selama 6 hari diperoleh data yang berbeda secara signifikan dengan nilai signifikansi (p<0,05) dari data yang di peroleh, maka data tersebut dapat di lanjutkan ke analisis Tukey. Dari hasil analisis Tukey, diperoleh dari H-9 sampai H-15, kelompok perlakuan yang diberikan CMC-Na menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kelompok perlakuan lain (suspensi allopurinol 10 mg/kg bb, EEHA 100 mg/kg bb , suspensi EEHA 150 mg/kg bb dan suspensi EEHA 200 mg/kg BB) dengan nilai signifikan pada H-9 (p<0,05), dan kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEHA 100 mg/kg bb juga berbeda signifikan dengan kelompok yang diberikan suspensi EEHA 150 mg/kg, suspensi EEHA 200 mg/kg bb dan suspensi allopurinol 10 mg/kg bb dengan nilai signifikan (p<0,05) sementara kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEHA 150 mg/kg bb dan suspensi EEHA 200 mg/kg bb tidak berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan yang
(57)
Jadi dapat disimpulkan bahwa dosis yang paling efektif pada penurunan kadar asam urat tikus adalah dosis 150 mg/kg bb pada hari ke-9.
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Bourne dan Zastrow (2011), yang menyatakan bahwa peningkatan dosis obat harusnya akan meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan, namun dengan peningkatan dosis, peningkatan respon akhirnya akan menurun, karena sudah tercapai dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol herba anting-anting cukup efektif menurunan kadar asam urat. Hal ini memberikan gambaran atas potensi herba anting-anting sebagai antihiperurisemia. Senyawa aktif yang diduga berperan dalam menurunkan kadar asam urat darah adalah flavonoid. Flavonoid dilaporkan dapat menghambat kerja enzim xantin oxidase. Dimana xantin oksidase merupakan enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat (Umamaheswari, 2013; Lin, dkk., 2002).
(58)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a. pemberian ekstrak etanol herba anting-anting (EEHA) memiliki efek antihiperurisemia, ditunjukkan dengan nilai signifikan ketiga dosis EEHA berbeda signifikan dengan kelompok yang diberikan CMC-Na (p<0,05). b. dosis yang paling efektif dari ekstrak etanol herba anting-anting (EEHA)
sebagai antihiperurisemia adalah 150 mg/kg bb pada hari ke-9. 5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan pengujian toksisitas akut dan kronis untuk menunjang tingkat keamanan penggunaan dari simplisia herba anting-anting.
(59)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Anting-anting (Acalipha indica Linn.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Tanaman Acalipha indica Linn dapat diklasifikasi sebagai berikut: Divisi : Magnoliophyta
Sub divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphobiaceae Marga : Acalypha
Jenis : Acalypha indica Linn.
Sinonim : Acalypha caroliniana Blanco.
(Rizky, 2010) 2.1.2 Nama Daerah
Anting-anting, rumput bolong-bolong, akar kucing-kucingan (jawa), lelatang (sunda), ceka mas (melayu).
2.1.3 Nama Asing
Tie xian (Cina), rumput lislis (Malasya), Bugos, maraotong, taptapingar (Filipina), Indian nettle, Indian copperleaf dan indian acalypha (Inggris).
2.1.4 Deskripsi Tanaman
Anting-anting ini merupakan suatu gulma yang umumnya tumbuh secara liar dipinggir jalan, lapangan rumput maupun di lereng bukit. Tanaman anting-anting ini
(60)
merupakan tanaman musim, tegak, tinggi 30-50 cm, bercabang dengan garis memanjang kasar, berambut halus. Daunnya merupakan daun tunggal, bertangkai silindris dengan panjang 3-4 cm, letak tersebar.
2.1.5 Khasiat
Acalypha indika (Linn.) digunakan secara tradisional untuk antiradang,
peluruh kencing (diuretik), pencahar, penghenti pendarahan (hemostatis). Selain itu, Tanaman anting-anting juga digunakan untuk pengobatan disentri amuba, diare, anak dengan berat badan rendah (malnutrisi), gangguan pencernaan makanan (dispepsi), perdarahan seperti mimisan (epistaksis), muntah darah (hematemesis), berak darah (melena), kencing darah (hematuria), malaria, susah buang air besar (sembelit), peluruh kencing (diuretik) dan penurun glukosa darah.
2.1.6 Kandungan Kimia
Kandungan kimia dari tanaman anting-anting baik dari daun, batang, dan akar adalah saponin dan tanin; batangnya mengandung flavonoid dan daunnya mengandung minyak atsiri, steroid, dan triterpenoid (Dalimartha, 2011), asam askorbat, β-sitosterol, Fiber, quercetin dan kaemferrol (Duke, 2010). Quercetin dan
kaempferol merupakan senyawa kimia yang dapat menghambat kerja enzim xantin oxidase yang merupakan salah satu enzim yang berfungsi dalam proses pembentukan asam urat (Haidari, dkk., 2011).
2.1.7 Aktivitas Farmakologi Hasil Penelitian
Tanaman anting-anting memiliki efek sebagai antidiabetes (Rizky Oktarini, 2010), memiliki efek antimalaria (Kamilah, 2012). Tanaman anting-anting mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan tannin (Dalimarta., 2011),
(61)
2.2 Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dibedakan menjadi:
a. Cara dingin
Metode ekstraksi cara dingin dibedakan menjadi: i. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan (kamar).
ii. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan.
b. Cara Panas
Metode dengan cara panas dibedakan menjadi: i. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik.
ii. Soxhletasi
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehinggan terjadi ekstraksi
(62)
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
iii. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetic (dengan pengadukan kontinu) temperature yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperature 40-50oC.
iv. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (90oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
v. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperature sampai titik didih air.
2.3 Patofisiologis terjadinya asam urat
Asam urat merupakan produk akhir katabolisme purin dalam tubuh (Katzung, dkk., 2009). Peningkatan asam urat dalam tubuh dapat disebabkan olehmeningkatnya produksi asam urat atau menurunnya pengeluaran asam urat. Peningkatan produksi asam urat dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan pangan yang mengandung purin. Terjadinya penurunan pengeluaran asam urat biasanya disebabkan adanya gangguan ginjal (Murray, dkk., 2003). Asam urat pada serum normal pada laki-laki adalah 5,1 ± 1.0 mg/dl dan pada perempuan adalah 4,0 ± 1.0 mg/dl. Nilai ini akan meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang yang dengan gout (Price dan Wilson, 2006). Kadar normal asam urat yang dimiliki tikus adalah 1,7-3,0
(63)
2.3.1 Mekanisme pembentukan asam urat
Nukleotida purin yang utama pada manusia adalah adenosine monofosfat (AMP) dan guanosin mono fosfat (GMP). Kedua nukleotida tersebut akan dipecah menjadi bentuk nukleotida oleh fosfomonoesterase menjadi adenosine dan guanosin. Adenosine akan mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosine deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosinat inosin dengan guanosin dikatalis oleh nukleotida purin fosforilase sehingga akan dilepas senyawa ribose-1-fosfat dan basa purin. Setelah itu, hipoxantin dan guanin membentuk xantin yang akan kembali dikatalisis oleh xantin oxidase menjadi asam urat (Murray, dkk., 2003). Berikut adalah Gambar 2.1 yang menjelaskan tentang metabolism purin menjadi asam urat.
(64)
2.3.2 Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah serta merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia adalah sebagai berikut: a. Peningkatan produksi asam urat (overproduction)
Hal ini dapat disebabkan karena penyebab primer yaitu karena aktivitas berlebih dari PRPP sintetase dan defisiensi HGPRT dan karena penyebab sekunder seperti asupan makanan kaya purin, terjadi peningkatan degradasi ATP.
I. Peningkatan aktivitas fosforibosilpirofosfat sintetase (PRPP synthetase) akan meningkat menyebabkan peningkatan fosforibosilpirofosfat yang merupakan kunci sintesa purin.
II. Defisiensi hipoxantin guanin fosforibosil transferase (HGPRT) akan meningkatkan metabolisme guanin dan hipoxantin menjadi xantin (Hawkins, dkk., 2005).
b. Penurunan eksresi asam urat (underproduction)
Hal ini dapat terjadi karena penyebab primer (idiopatik) dan penyebab sekunder yaitu berupa insufiensi ginjal, terjadi inhibisi pengeluaran asam urat (ketoasidosis, laktat asidosis).
c. Kombinasi antara kedua hal di atas
Hal ini dapat terjadi karena produksi dan penurunan ekskresi asam urat dapat terjadi pada kondisi insufiensi akibat konsumsi alkohol.
2.3.3 Gout
(65)
bersifat primer dan sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.
a. Hiperurisemia asimtomatik
Hiperurisemia asimtomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Hiperurisemia asimtomatik akan berkembang menjadi gout apabila penderita mengalami hiperurisemia asimtomatik dalam beberapa tahun.
b. Arthritis gout akut
Serangan gout akut terjadi ketika kristal urat mulai terbentuk pada cairan sinovial. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistem berupa demam, menggigil dan merasa lelah.
c. Stadium Interkritis
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progesif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.
(66)
d. Gout kronik
Pada tahap ini terjadi kerusakan persendian dan bahkan persendian mengalami kehancuran total oleh adanya deposit kristal monosodium urat, terjadi kerusakan yang ekstensif dan permanen.
2.4 Obat antihiperurisemia
Berikut ini adalah golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi hiperusemia:
a. Golongan urikosurik
Golongan urikosurik yaitu golongan obat yang dapat meningkatkan eksresi asam urat. Obat-obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi asam urat ditubulus ginjal sehingga peningkatan eksresi asam urat melalui ginjal. Oleh karena itu, fungsi ginjal yang baik, sangat mendukung mekanisme kerja obat golongan ini. Probenesid dan sulfinpirazon adalah contoh obat golongan urikosurik. Pasien yang menggunakan golongan obat ini memerlukan asupan cairan minimal 1500 ml/hari untuk meningkatkan eksresi asam urat (Katzung, dkk., 2002; Price dan Wilson, 2006; Wilmana dan Gunawan, 2007).
b. Golongan urikostatik
Golongan urikostatik yaitu golongan obat yang dapat menghambat pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja dengan menghambat pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja dengan menghambat aktivitas enzim xantin oksidase yang berperan dalam metabolism hipoxantin mejadi xantin menjadi asam urat. Berdasarkan mekanisme tersebut, produksi asam urat akan berkurang dengan peningkatan xantin dan hipoxantin yang
(67)
golongan urikostatik yang digunakan sampai saat ini (Katzung, dkk., 2002; Price dan Wilson, 2006; Wilmana dan Gunawan, 2007). Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol (Tjay dan Raharja, 2002)
2.5 Kafein
Kafein merupakan stimulan dari sistem saraf pusat. Pemerian kafein yaitu serbuk atau hablur bentuk jarum, putih, tidak berbau dan rasa pahit. Kafein mudah
larut dalam kloroform. Rumus senyawa kimia kafein C8H10N4O2 (Dijen POM 1979)
(68)
Kafein diabsorpsi secara cepat pada saluran cerna dan kadar puncak dalam darah dicapai selama 30 hingga 45 menit. Pada orang dewasa jangka waktu penyerapannya adalah 3-4 jam. Kafein diuraikan dalam hati oleh sistem enzim sitokhrom P 450 oksidasi kepada 3 dimethilxanthin metabolik, yaitu :
a. Paraxanthine (84%), mempunyai efek meningkatkan lipolisis, mendorong pengeluaran gliserol dan asam lemak bebas didalam plasma darah
b. Theobromine (12%), melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan volume urin. Theobromine merupakan alkaloida utama didalam kokoa (coklat)
c. Theophyline (4%), melonggarkan otot saluran pernafasan, digunakan pada pengobatan asma.
Hati merupakan tempat utama dalam proses metabolisme kafein. Masing masing dari hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan dikeluarkan melalui urin (Fitrya, 2014).
2.6 Hati Ayam
Berdasarkan dari kandungan purinnya, makanan dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu golongan A, B dan C. Bahan makanan golongan A mempunyai kandungan purin yang sangat tinggi yaitu antara 150-1000 mg dalam setiap 100 gram pangan, contohnya alokohol dan jeroan. Hati ayam merupakan bahan pangan sumber purin golongan A, dalam hati ayam mengandung purin 243 mg per 100 gram. Bahan makanan golongan B mempunyai kandungan purin sedang yaitu antara 50-150 mg dalam setiap 100 gram pangan, contohnya bayam dan kacang-kacangan. Bahan makanan golongan C mempunyai kandungan purin yang ringan yaitu antara 0-50 mg
(69)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic
acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari
asam urat merupakan hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan xantin oxidase (Shamley, 2005). Ada dua sumber utama purin, yaitu purin yang diproduksi sendiri oleh tubuh dan purin yang didapatkan dari asupan makanan dari sel hidup seperti tanaman (sayur, buah, dan kacang-kacangan) atau hewan (daging, jeroan, dan ikan sarden). Jika produksi asam urat meningkat (overproduction) dan ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat dengan cukup dari dalam tubuh (underexcretion), maka kadar asam urat dalam darah akan meningkat di atas normal, keadaan ini disebut dengan hiperurisemia. Hiperurisemia dikatakan apabila konsentrasi serum asam urat dalam darah untuk pria > 7 mg/dL dan untuk wanita > 6 mg/dL (Ernst, dkk., 2008).
Usaha untuk menurunkan kadar asam urat darah dapat dilakukan dengan mengurangi produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi asam urat oleh ginjal (Price and Wilson, 2006). Umumnya untuk mengatasi penyakit asam urat digunakan obat sintesis seperti allopurinol. Allopurinol merupakan obat yang bekerja menghambat pembentukan asam urat melalui penghambatan aktivitas enzim xantin oxidase, namun karena allopurinol mempunyai efek samping yang merugikan dan membahayakan seperti gangguan pada gastrointestinal, neuritis perifer, toksisitas hati
(70)
dan reaksi alergi pada kulit (Katzung, 2002), maka dikembangkan pengobatan alternatif menggunakan tumbuhan, salah satunya adalah herba anting-anting.
Anting-anting ini merupakan suatu gulma yang umumnya tumbuh secara liar dipinggir jalan, lapangan rumput maupun di lereng bukit. Tanaman anting-anting ini merupakan tanaman musim, tegak, tinggi 30-50 cm, bercabang dengan garis memanjang kasar, berambut halus. Daunnya merupakan daun tunggal, bertangkai silindris dengan panjang 3-4 cm, letak tersebar. Tanaman anting-anting memiliki khasiat antiradang, peluruh kencing (diuretik), pencahar, penghenti pendarahan (hemostatis). Selain itu, Tanaman anting-anting juga digunakan untuk pengobatan disentri amuba, diare, anak dengan berat badan rendah (malnutrisi), gangguan pencernaan makanan (dispepsi), perdarahan seperti mimisan (epistaksis), muntah darah (hematemesis), berak darah (melena), kencing darah (hematuria), malaria, susah buang air besar (sembelit), peluruh kencing (diuretik) dan penurun glukosa darah. Rizky Octarini Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta, menyatakan bahwa herba anting-anting dapat menurunkan kadar gula darah yang telah di induksi streptozocin. Menurut Elok Kamilah Hayati UIN Malang membuktikan bahwa ekstrak etil asetat dari tanaman anting-anting sebagai senyawa antimalaria dan aktivitasnya secara invivo pada sel parasit malaria.
Kandungan kimia dari anting-anting baik dari daun, batang, dan akar adalah saponin dan tanin; batangnya mengandung flavonoid dan daunnya mengandung minyak atsiri, steroid, dan triterpenoid (Dalimartha, 2011), asam askorbat, β -sitosterol, Fiber, quercetin dan kaemferrol (Duke, 2010). Quercetin dan kaempferol
(71)
(Haidari, dkk., 2011). Umameswari mengatakan pada jurnalnya yang berjudul
Virtual Screening Analysis and In-vitro Xanthine Oxidase Inhibitory Activity of Some Commercially Available Flavonoids bahwa flavonoid bisa menjadi obat yang
menjanjikan untuk pengobatan hiperurisemia dan gangguan inflamasi, karena flavonoid dapat menurunkan aktifitas dari enzim xantin oksidasi.
Berdasarkan pemanfaatan dari kandungan senyawa kimia dari herba anting-anting ini, maka dalam penelitian ini dilakukan uji efek antihiperurisemia ekstrak etanol herba anting-anting pada tikus putih jantan yang sebelumnya diinduksi dengan jus hati ayam dan suspensi kafein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek menurunkan kadar asam urat dari pemberian ekstrak herba anting-anting. Pada percobaan ini dilakukan variasi dosis yang bertujuan untuk mengetahui dosis terapi ekstrak etanol herba anting-anting yang menunjukkan efek maksimal dalam menurunkan kadar asam urat tikus putih jantan. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak tersebut dalam menurunkan kadar asam urat darah, maka dibandingkan denga allopurinol yang merupakan obat sintetik standar.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah:
a. apakah ekstrak etanol herba anting-anting mempunyai efek antihiperurisemia terhadap tikus jantan yang diinduksi kafein dan jus hati ayam?
b. berapakah dosis paling efektif ekstrak etanol herba anting-anting sebagai antihiperurisemia?
(72)
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
a. ekstrak etanol herba anting-anting mempunyai efek antihiperurisemia terhadap tikus jantan yang diinduksi kafein dan jus hati ayam.
b. ekstrak etanol herba anting-anting mempunyai efek antihiperurisemia paling efektif dari semua dosis yang diberikan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. efek antihiperurisemia ekstrak etanol herba anting-anting terhadap tikus jantan.
b. dosis paling efektif ekstrak herba anting-anting yang mempunyai efek antihiperurisemia.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kemampuan herba anting-anting sebagai antihiperurisemia.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap tikus putih jantan metode pengujian yaitu metode induksi kafein, dan pemberian jus hati ayam. Terdapat tiga variabel yaitu suspensi CMC-Na 1%, variasi dosis ekstrak etanol herba anting-anting dan obat pembanding yaitu allopurinol sebagai variabel bebas dan kadar asam urat tikus (mg/dL) sebagai variabel terikat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1
(73)
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1 Skema Kerangka Penelitia Herba
anting-anting
Skrining
Fitokimia 1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Glikosida 4. Saponin 5. Tanin
6. Triterpenoid/Steroid Ekstrak Etanol
Herba anting-anting
Karakterisasi 1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Pk air
4. Pk sari larut air 5. Pk sari larut etanol 6. Pk abu total
7. Pk abu tidak larut asam
Dosis :
EEHA100 mg/kg bb EEHA 150 mg/kg bb EEHA 200 mg/kg bb
Waktu Pengamatan H-9
H-12 H-15
Efek
antihiperurisemia
Kadar asam urat. Kontrol positif :
Allopurinol 10 mg/kg bb Kontrol negatif :
(1)
2.1.6 Khasiat ... 7
2.1.7 Kandungan Kimia ... 7
2.1.5 Aktivitas Farmakologi ... 7
2.2 Metode Ekstraksi ... 8
2.3 Patofisiologis terjadiya asam urat ... 9
2.3.1 Metabolisme asam Urat ... 9
2.3.2 Hiperurisemia ... 10
2.3.3 Gout ... 11
BAB III METODE PENELITIAN ... 15
3.1 Rancangan penelitian ... 15
3.2 Alat ... 15
3.3 Bahan ... 15
3.4 Penyiapan sampel ... 15
3.4.1 Pengambilan sampel ... 16
3.4.2 Identifikasi sampel ... 16
3.4.3 Pengolahan sampel ... 16
3.5 Pemeriksaan karakteristik simplisia ... 17
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 17
3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 17
3.5.3 Penetapan kadar air ... 17
3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 18
3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 18
3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 18
(2)
x
3.6 Skrining Fitokimia ... 20
3.6.1 Pemeriksaan flavanoid ... 20
3.6.2 Pemeriksaan alkaloid ... 20
3.6.3 Pemeriksaan saponin ... 20
3.6.4 Pemeriksaan tannin ... 21
3.6.5 Pemeriksaan glikosida ... 21
3.6.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 22
3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Herba anting-anting ... 23
3.8 Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat ... 23
3.8.1 Pembuatan suspensi CMC Na 1% ... 23
3.8.2 Pembuatan suspensi allopurinol 1% l ... 23
3.8.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol herba anting-anting (EEHA) dosis 100, 150, 200 mg/kg bb ... 24
3.8.4 Pembuatan suspensi kafein ... 24
3.8.5 Pembuatan jus hati ayam ... 24
3.8.6 Penyiapan hewan percobaan ... 25
3.9 Analisis Data ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 27
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 27
4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 28
4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 28
4.3 Pengujian Efek Antihiperurisemia ... 28
4.3.1 Uji efek penurunan kadar asam urat ekstrak ... 29
(3)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
(4)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Gambar metabolisme purin menjadi asam urat ... 32 2. 2 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol .... 35 4.1 Grafik rata-rata kadar asam urat ... 32 4.2 Diagram rata-rata persen penurunan kadar asam urat .... 35
(5)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia herba anting-anting 27 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak .... 28 4.3 Hasil rata-rata pengukuran kadar asam urat ... 31 4.4 Hasil rata-rata persen penurunan kadar asam urat ... 34
(6)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Ethical Clearanc ... 42
2 Hasil identifikasi tumbuhan herba anting-anting ... 43
3 Tanaman anting-anting ... 44
4 Bagiantanaman yang digunakan ... 44
5 Simplisia herba anting-anting ... 45
6 Serbuk simplisia tanaman anting-anting ... 45
7 Bagan alur penelitian ... 46
8 Perhitungan hasil karakterisasi herba anting-anting ... 47
9 Perhitungan dosis ... 48
10 Tabel hasil pengukuran kadar asam urat ... 56
11 Tabel standart deviasi hasil pengukuran kadar asam urat ... 57
12 Tabel pengukuran persen penurunan kadar asam urat .... 58
13 Tabel standart deviasi hasil pengukuran kadar asam urat ... 59
14 Gambaralat Easy Touch® ... 63
15 Gambar hewan percobaan ... 64
16 Paired T-Test SPSS ... 65
17 Hasil Perhitungan KAU Dengan SPSS ... 65
18 Hasil perhitungan persen KAU ANOVA ... 65