Strategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo

DRAFT
STRATEGI PENCAPAIAN PENGELOLAAN MANDIRI
TAMAN NASIONAL KOMODO

JADDA MUTHIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pencapaian
Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, April 2015

Jadda Muthiah
NIM E352110021

RINGKASAN
JADDA MUTHIAH. Strategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman
Nasional Komodo. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan DODIK RIDHO
NURROCHMAT.
Nilai Penting kawasan konservasi sebagai penyangga kehidupan serta
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan
mengusung pentingnya pemanfaatan secara lestari sudah menjadi pemahaman
global. Kawasan konservasi dengan segala nilai pentingnya ini menghadapi
berbagai permasalahan dalam pengelolaan, dimana salah satu penyebab adalah
keterbatasan pendanaan. Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai salah satu
kawasan konservasi yang masuk dalam penggolongan taman nasional evektif oleh
Kementerian Kehutanan juga menghadapi berbagai permasalahan. Untuk
mengubah paradigma kawasan konservasi yang selama ini merupakan cost center
menjadi pilot pembangunan berbasis sumberdaya alam, mulai berkembang wacana

kemandirian finansial kawasan konservasi. Kemandirian ini diartikan sebagai
kemampuan dari suatu kawasan konservasi untuk mencukupi biaya pengelolaannya
sendiri melalui penerimaannya.
TNK didanai sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Rata-rata pendanaan
kawasan konservasi Indonesia sebesar USD 33,95/Km2/tahun, TNK yang pada
tahun 2013 didanai sebesar USD 907,62/Km2 termasuk salah satu taman nasional
dengan pendanaan tertinggi di Indonesia maupun Asia Tenggara yang memiliki
rata-rata pendanaan USD 502/Km2. Meskipun pendanaan TNK tergolong tinggi,
TNK masih belum mandiri dan menghadapi berbagai permasalahan pengelolaan
dalam pencapaian tujuannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pencapaian kemandirian
dan kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo. Strategi ini dikhususkan
menjadi tiga yakni strategi kelola kawasan, kelola bisnis, dan kelola kelembagaan.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kajian pustaka, dan pengamatan
partisipatif. Data dianalisis dengan metode tabulasi silang serta deskriptif untuk
menggambarkan kondisi dari setiap kriteria kemandirian dan kelestarian TNK.
Analisis dilakukan untuk mendapatkan gambaran kesenjangan antara kondisi ideal
dan kondisi riil serta skenario untuk menutupi gap tersebut.
Pemasukan TNK yang berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
berasal dari pungutan ijin masuk kawasan dari kegiatan wisata alam. PNBP ini

memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan terjadinya
peningkatan trend kunjungan wisatawan yang selama 12 tahun terakhir rata-rata
mengalami pertumbuhan sebesar 6,73% untuk wisatawan mancanegara dan 15,70%
untuk wisatawan nusantara.
PNBP TNK tahun 2013 sebesar 4,4 M menutup 23,45% belanja TNK saat
ini yang mencapai angka 18,8 M atau menutup 31,34% jika perhitungan tidak
memasukkan belanja pengawai. Setiap tahunnya, TNK rata-rata membutuhkan
dana 6 M untuk belanja rutin, 9,5 M untuk belanja kegiatan dan 4 M untuk investasi.
PNBP TNK jauh dari mencukupi jumlah ini. Jika organisasi pengelola diasumsikan
tetap seperti sekarang dengan pendanaan penuh dari pemerintah pusat, maka dana
yang dibutuhkan adalah dana investasi sebesar 4 M yang pada tahun 2013 telah
terpenuhi dari PNBP. Dengan model pengelolaan organisasi parastatal yang semi

otonom, belanja yang ditanggung oleh pemeritah pusat adalah belanja rutin
sedangkan belanja kegiatan dan investasi sebesar 13,5 M harus dipenuhi sendiri
(terpenuhi 32,59% dari PNBP). Jika TNK diharapkan berjalan otonom memenuhi
seluruh kebutuhannya sendiri, dana yang harus dicukupi sebesar 19,5 M (terpenuhi
22,56% dari PNBP).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kemandirian TNK memungkinkan untuk
dicapai. Namun, jika manajemen TNK tetap dilaksanakan seperti sekarang,

kemandirian masih sangat lama sebelum dapat tercapai. Perubahan tarif kegiatan
wisata dari implementasi PP No. 12 tahun 2014 tentang PNBP memang berarti
banyak namun perlu peningkatan kegiatan yang mendatangkan revenue, khususnya
pada bisnis wisata dan bisnis konservasi, baik dilaksanakan sendiri oleh BTNK,
kolaborasi dengan masyarakat, maupun penyelenggaraan oleh swasta.
Hubungan antar aktor dalam manajemen TNK tergolong baik dan
menghormati otoritas masing-masing. Sektor bisnis berkembang seiring
perkembangan wisata TNK namun belum ada kerjasama resmi dengan TNK.
Masyarakat di dalam kawasan memiliki kapasitas sosial yang tinggi namun belum
termasuk kepedulian terhadap lingkungan sehingga pelibatannya dalam strategi
kelola kawasan membutuhkan prasyarat peningkatan kesadaran dan kepedulian
lingkungan.
Strategi pencapaian kemandirian terpilih adalah strategi kelola usaha
skenario optimis tingkat II dengan model pengelola semi otonom dalam manajemen
berbasis masyarakat. Skenario optimis tingkat II yaitu skenario usaha yang
mengoptimalkan potensi saat ini melalui perawatan fasilitas dan peningkatan
kinerja. Tidak ada klausul kebijakan pemerintah yang menghalangi pelaksanaan
strategi ini.
Kata kunci: Taman Nasional Komodo, kemandirian pendanaan, kelestarian
manajemen, strategi pencapaian


SUMMARY
JADDA MUTHIAH. A Strategy for the Attainment of Self-Financing by
Komodo National Park. Supervised by RINEKSO SOEKMADI and DODIK
RIDHO NURROCHMAT.
The importance of conservation areas as supporting human, as well as
animal and plant life, and the need for sustainable preservation of ecosystems, are
now universally accepted. Even the most valuable conservation areas, however,
encounter many management problems. One of the biggest problems is lack of
funding. Komodo National Park (KNP), one of the most effective management of
conservation areas in Indonesia, faces just such problems. To switch the
conservation paradigm from cost center to becoming a leading center and base for
the development of natural resources, the debate about self-financing management
models is starting to attract attention. Self-financing is defined as the ability of a
conservation area to cover its own running cost by generating its own income.
Currently, central government fully funds KNP’s running costs. The
average running cost of conservation areas in Indonesia is around USD 34/km2
yearly (Soekmadi 2002), but in 2013, KNP’s declared cost was just over USD
900/km2. KNP is one of the most heavily-funded national parks in Indonesia; even
for Southeast Asia as a region, the average is around USD 500/km2 yearly. Such

funding needs cannot be covered by its own income yet.
This research investigated possible sustainable strategies for self-financing
by KNP; the research used gap analysis of the difference between real and ‘ideal’
scenarios for KNP’s self-financing and sustainability criteria. This strategy is
divided into: area management strategy, business strategy and institutional strategy.
Research data was collected by interview, literature review, and participatory
observation. Cross-tabulation and descriptive methods were used to analyze the
data, to explain the real and ideal situations of self-financing and sustainability, in
order to derive a strategy for closing the gap.
KNP revenue, which is classified as non-tax government income, is earned
through nature tourism ‘activity fees’ (including entrance fees). This income has
increased every year in line with the growth of tourist numbers. In the last 12 years,
the number of foreign tourist has grown by an average 6,73% yearly, while the
number of local tourist has grown by an average15,70% yearly.
KNP’s revenue in 2013 was over IDR 4,4 billion, covering almost a quarter
of actual running costs, which reached nearly IDR 19 billion (funding allocation
from central government to KNP is IDR 19,5 billion). If the calculation excluded
human resource costs, which are assumed as central government’s responsibility,
KNP’s own income covered closer to a third of running costs. From the central
government, KNP has annual fixed costs of around IDR 6 billion, with IDR 9,5

billion of program costs and IDR 4 M for investment costs. There are 3 management
option, stay full funded by central government as now where many lack and
restriction occurred, change to semi-autonomous form where there is more
flexibility of financial management, and change to autonomous form where there is
liberation of financial management.
If management form stay at the current
funding model, KNP needs only to find the investment costs, which were covered
in 2013 by it’s own revenue. With the change to a semi-autonomous operating

model, only fixed costs would be covered by government, with KNP needing to
find IDR 13,5 billion; in 2013, KNP revenue covered about a third of this. If KNP
wished to adopt a fully-self-financing model (autonomous form), it would need to
find IDR 19,5 billion, and 2013 KNP’s revenue would have covered around 23%.
The results of this research have shown that KNP could attain complete
financial self-sufficiency. The problem is it would take too long to achieve this, if
KNP continues with ‘business as usual’. Changes of tourism ‘fares’, as a result of
PP No. 12 2014, which concerns non-tax government income implementation
issues, will have a very significant impact but KNP still needs more innovation in
respect of its tourism and conservation businesses, to attain total self-financing.
The relationship between KNP stakeholders is good in terms of respect for

each other’s positions, but not yet in terms of collaboration. The tourism business
sector is developing but there is no contractual cooperation with the national park.
Social capital of communities lived inside KNP area is high but their awareness
about conservation is lacking. Local community involvement in conservation area
management can be done with conservation awareness increases as a precondition.
Selected strategy of attainment of self-financing by Komodo National Park
is the ‘optimist II scenario’ of business strategy with ‘semi-autonomous form’ in
‘community based’ area management. This scenario optimizes actual resources in
terms of facility maintenance and optimizing management performance. There is
no legal prohibition against implementing this.
Keyword: Komodo National Park, conservation fund, social capital, self-financing,
tourism business.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI PENCAPAIAN PENGELOLAAN MANDIRI
TAMAN NASIONAL KOMODO

JADDA MUTHIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tesis:


Dr Ir Aceng Hidayat, MT

Judul Tesis : Strategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo
Nama
: Jadda Muthiah
NIM
: E352110021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF
Ketua

Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MScF
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Manajemen Ekowisata dan
Jasa Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
(18 Februari 2015)

Tanggal Lulus:
(

)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah kemandirian kawasan konservasi, dengan judul
Strategi Pencapaian Pengelelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo.
Ungkapan Terima kasih yang tiada terkira penulis sampaikan kepada Bapak
Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF dan Bapak Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MScF
selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan dukungan.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, MScF
selaku Ketua Program Studi MEJ dan Bapak Dr Ir Aceng Hidayat, MT selaku
penguji luar komisi atas segala arahannya. Rasa terimakasih juga penulis sampaikan
kepada Bapak Ir Haryanto, MS yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian pendahuluan di lokasi penelitian dan Ibu Prof Dr E.K.S.
Harini Muntasib, MS atas segala bimbingan dan pertolongannya. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Balai Taman Nasional Komodo
yang telah sangat membantu penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih tak
lupa penulis sampaikan kepada keluarga besar MEJ dan teman-teman terkasih yang
senantiasa membantu dan meluangkan waktunya yang berharga. Tak terkecuali,
ungkapan penuh kasih penulis sampaikan kepada Ayah, Mama, keempat adik
penulis serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015
Jadda Muthiah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan dan Pendekatan Masalah
Tujuan

1
3
5

2 METODE PENELITIAN
Sasaran Penelitian
Alat dan Obyek Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kerangka Pikir Penelitian
Jenis Data yang Dikumpulkan
Metode Pengumpulan Data
Analisis dan Sintesis

5
5
6
6
8
9
15

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemandirian Taman Nasional Komodo
1. Elemen pendanaan Taman Nasional Komodo saat ini
2. SDM TNK dalam pencapaian kemandirian
3. Institusi TNK dalam keberlanjutan pendanaan

16
17
27
30

Kelestarian Taman Nasional Komodo
1. Kelestarian ekologi TNK
2. Kelestarian sosial ekonomi budaya TNK
3. Kelestarian kelembagaan TNK

34
34
36
43

Strategi Pencapaian Kemandirian dan Kelestarian TNK
1. Strategi kelola kawasan
2. Strategi kelola usaha
3. strategi kelola kelembagaan

55
55
62
67

Implementasi Strategi Pencapaian Kemandirian dan Kelestarian

71

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

73
74

DAFTAR PUSTAKA

74

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ii

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data
PNBP TNK
Anggaran dan belanja TNK
Pagu dan realisasi anggaran TNK 2008 – 2013
Jenis, tarif dan persentase PNBP terbesar TNK
Proyeksi persentase perubahan PNBP TNK
Frekuensi kapal wisata memasuki TNK
Rincian PNBP dan jumlah pengunjung TNK tahun 2013
Dana rata-rata pengelolaan taman nasional dan kawasan konservasi
menurut IUCN
10. Rencana dan alokasi pendanaan serta pendapatan TNK
11. Kebutuhan dana TNK selama lima tahun
12. Tenaga kerja rata-rata pengelolaan taman nasional dan kawasan
konservasi menurut IUCN
13. Sasaran strategis terkait kelestarian ekologi
14. Pembinaan masyarakat
15. Pungutan PNBP baru terkait masyarakat
16. Rekapitulasi luas perubahan zonasi TN Komodo tahun 2011
17. Pencapaian kinerja BTNK
18. Kerangka kerja IUCN-WCPA untuk mengukur efektifitas manajemen
dari kawasan konservasi dan sistem kawasan konservasi
19. Perbandingan RPJMD Kabupaten Manggarai Barat dan Renstra TNK
20. Kriteria modal sosial masyarakat
21. Modal sosial masyarakat dalam kawasan TNK
22. Kriteria kapasitas pengelolaan kawasan konservasi
23. Kapasitas pegelola TNK
24. Kriteria kepedulian masyarakat terhadap lingkungan
25. Kepedulian lingkungan masyarakat TNK
26. Proyeksi PNBP TNK 10 tahun mendatang
27. Strategi Kelola Usaha TNK
28. Proyeksi PNBP TNK terhadap perubahan tarif
29. Proyeksi PNBP TNK skenario optimis
30. Proyeksi PNBP TNK skenario moderat
31. Proyeksi PNBP TNK skenario pesimis
32. Implikasi kelembagaan dari strategi pencapaian kemandirian dan
kelestarian
33. Kriteria pemilihan strategi
34. Pemilihan strategi kelola usaha

12
17
17
20
21
22
24
24
25
26
26
29
35
42
43
43
48
48
52
55
56
57
58
59
60
62
63
64
65
66
67
68
71
71

iii

DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi penelitian
2. Kerangka pikir penelitian
3. Perkembangan kunjungan wisatawan TNK
4. Kapal-kapal wisata di Labuan Bajo
5. Sebaran usia pegawai
6. Tingkat pendidikan pegawai
7. Jumlah tenaga kerja TNK sepuluh tahun terakhir
8. Bagan di Desa Papagarang sebagai alat penangkapan ikan utama
9. Beberapa jenis hasil laut TNK
10. Pekerjaan terkait wisata di Desa Komodo
11. Tokoh yang dianggap berpengaruh di masyarakat
12. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan konservasi
13. Perubahan zonasi Taman Nasional Komodo
14. Fasilitas pos lapang TNK
15. Alternatif pengelolaan kawasan
16. Proyeksi jumlah kunjungan TNK

6
7
18
23
27
28
30
36
37
37
37
40
44
50
61
62

DAFTAR LAMPIRAN
1. Jumlah pengunjung TNK per tahun
2. Pungutan wisata di TN berdasar aturan PNBP lama dan baru
3. Rincian perhitungan perkiraan penerimaan TNK skenario optimis
tingkat 1
4. Rincian perhitungan perkiraan penerimaan TNK skenario optimis
tingkat 2
5. Rincian perhitungan perkiraan penerimaan TNK skenario optimis
tingkat 3

79
80
85
86
88

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan konservasi kerap dianggap sebagai benteng terakhir perlindungan
sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Kawasan konservasi berperan
dalam perlindungan sistem penyangga kehidupan serta pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan mengusung
pentingnya pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya (PP
No. 28 tahun 2011) serta memberi manfaat yang besar dalam budaya, ekologi,
spiritual dan pengetahuan bagi masyarakat (Janishevski et al. 2008). Namun,
kawasan konservasi, termasuk juga taman nasional dengan segala nilai pentingnya
ini sering dianggap sebagai beban karena biaya pengelolaannya yang besar dan
kecilnya pendapatan dari pengelolaannya.
Pendanaan dari dalam dan luar negeri membuka peluang untuk menutup
biaya pengelolaan kawasan konservasi. Secara global pada pertengahan 1990-an
diperkirakan USD 3 milyar per tahun digunakan untuk membiayai kawasan
konservasi dunia (Gutman dalam Emerton et al. 2006), dengan biaya rata-rata
USD 893/km2/tahun (James et al. dalam Emerton et al. 2006). Sepuluh tahun
setelahnya, terjadi peningkatan luar biasa dalam pendanaan kawasan konservasi
menjadi USD 6,5 milyar per tahun (James et al. dalam Emerton et al. 2006) yang
bersamaan dengan peningkatan 50% luas kawasan konservasi dunia (Chape et al.
2003) yang berarti rata-rata pendanaan persatuan luas relatif konstan. Di sisi lain,
peran pendanaan oleh swasta dan masyarakat cenderung meningkat beberapa
tahun belakangan (Emerton et al. 2006).
Taman nasional di Indonesia dikelola dengan dana yang sangat rendah.
Soekmadi (2002) menyatakan bahwa taman nasional di Indonesia dikelola dengan
dana rata-rata USD 33,95/km2/tahun. Dirjen PHKA menyatakan bahwa pada
tahun 2006 anggaran pengelolaan yang disediakan pemerintah untuk kawasan
konservasi Indonesia hanya sebesar USD 2,35/ha yang meningkat menjadi USD
4/ha pada tahun 2012 (Panda 2012). Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding
rekomendasi alokasi pendanaan dunia menurut James et al. dalam Emerton et al.
(2006) yakni USD 893/km2/tahun pada tahun 1990 an. Pendanaan yang rendah di
Indonesia ini juga berimbas kepada efektivitas pengelolaan taman nasional di
Indonesia dalam menjalankan fungsinya. Selain itu, fakta bahwa pendanaan
tersebut tidak memberikan umpan balik bagi pembangunan negara semakin
menyulitkan posisi tawar taman nasional.
Jenis pendanaan kawasan konservasi, termasuk taman nasional, saat ini
telah berkembang. Berbagai skema pendanaan tersedia, seperti pendanaan
internasional untuk perlindungan keanekaragaman hayati hingga Corporate Social
Responsibility (CSR) dari lembaga profit dalam negeri. Pendanaan internasional
untuk perlindungan biodiversitas yang dapat diakses oleh pemerintah Indonesia
antara lain debt-for-nature swaps yang menghapus utang luar negeri negara
berkembang dengan melaksanakan program perlindungan lingkungan, Global
Environmental Facility (GEF) yang dilaksanakan oleh United Nations
Development Programme (UNDP) dan United Nations Environment Programme
(UNEP) yang membantu kerjasama internasional dan pendanaan program

2

lingkungan skala besar di negara berkembang, dan trust funds for sustainable
financing of protected areas yang memberi pendanaan dalam cara yang beragam
dan dapat menciptakan arus pendapatan yang bertahan lebih lama dibanding
mekanisme pendanaan pembangunan tradisional atau proyek konservasi (Kramer
et al. 1997, WWF 2009). Selain itu, bisnis wisata alam juga sedang berkembang
pesat dan banyak kasus menunjukkan hal ini dapat secara langsung menunjang
konservasi (Bishop et al. 2008), tentu saja hal ini menjadi nilai penting bagi
negara berkembang seperti Indonesia (Ekayani dan Nuva 2013).
Secara umum saat ini taman nasional di Indonesia dipenuhi pendanaannya
oleh pemerintah pusat. Potensi nilai ekonomi taman nasional, yang sangat luas
yakni meliputi 60% kawasan konservasi Indonesia (Putro et al. 2012), sangat
tinggi namun keuntungan riil yang diperoleh dari taman nasional hanya setara
dengan pendapatan negara dari kebun raya. Hal ini menyebabkan taman nasional,
seperti juga kawasan konservasi lain, dianggap sebagai cost center. Berbagai
masalah juga masih terjadi yang menjadi indikasi dari kurang efektifnya
pengelolaan taman nasional saat ini. Pengefektifan pengelolaan ini semakin sulit
dengan fakta bahwa taman nasional masuk dalam rezim hak kepemilikan negara
dengan wilayah yang sangat luas dan pengelola yang terbatas serta akses yang
sulit yang menjadikannya open akses dan terkait dengan banyak stakeholder.
Kondisi dan berbagai kendala pendanaan kawasan konservasi memunculkan
konsep pengelolaan kawasan konservasi yang mandiri dan lestari. Konsep ini
merupakan perwujudan dari harapan untuk dapat mencapai pengelolaan kawasan
konservasi, terutama taman nasional, yang mampu mencukupi pengeluarannya
sendiri secara stabil dalam jangka waktu yang panjang guna melaksanakan tujuan
konservasinya. Namun, untuk mencapai pengelolaan kawasan konservasi yang
mandiri dan lestari, masih banyak upaya yang perlu dilakukan. Inefisiensi
kapasitas keuangan dan administrasi lembaga negara memperlemah upaya
pengawasan terhadap praktik ilegal yang terjadi pada hutan negara (Yustika 2000)
yang berperan pada gagalnya pencapaian pengelolaan kawasan.
Kelestarian pendanaan kawasan konservasi, termasuk taman nasional, dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk menstabilkan sumberdaya keuangan
secara memadai dalam jangka panjang dan mengalokasikan sumberdaya tersebut
pada waktu yang tepat dalam bentuk yang sesuai untuk menutupi biaya penuh dari
kawasan konservasi (baik biaya langsung maupun tidak langsung) serta
memastikan bahwa kawasan konservasi dikelola secara efektif dan efisien terkait
dengan konservasi dan tujuan lainnya. Hal ini berarti, keberlanjutan pendanaan
kawasan konservasi, termasuk taman nasional akan memerlukan perubahan besar
dalam hal cara dana kawasan dilindungi dirumuskan, dicapai, dan digunakan
(Emerton et al. 2006).
Pembangunan ekonomi taman nasional di Indonesia mengikuti skenario
moderat yakni tercapainya 19 TN klaster 1 dan 2 (31 TN klaster 3 dikelola secara
business as usual-BAU). Skenario ini membutuhkan investasi total sebesar Rp
27.167,96 milyar untuk mencapai kemandirian 17 TN efektif dalam kurun 20
tahun. TN Komodo dengan luas kawasan 173.300 ha perupakan satu dari lima
taman nasional yang diharapkan telah mencapai kemandirian pada Milestone I
dan untuk hal itu TN Komodo membutuhkan investasi sebesar Rp 115,26 milyar
(Kementerian Kehutanan 2011). TN Komodo merupakan taman nasional yang

3

efektif (Kementerian Kehutanan 2011) sehingga pencapaian kemandirian dan
kelestariannya dapat diupayakan dengan menerapkan strategi yang tepat.
Taman Nasional Komodo (TNK) mendapat perhatian publik nasional
maupun internasional setelah terpilih sebagai salah satu dari New 7 Wonders
kategori Nature. TNK menjadi tuan rumah sebuah perhelatan internasional,
Komodo Sail 2013. Terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alamnya, izin
prinsip Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) di taman nasional ini sudah
diterbitkan untuk PT Komodo Wildlife Ecotourism. TNK juga termasuk salah
satu taman nasional dengan pendanaan terbesar di Indonesia. Saat ini TNK sedang
mendapatkan perhatian dari stakeholdernya serta memiliki peluang besar untuk
dapat mencapai kemandirian serta kelestarian pendanaannya. Penelitian yang
dilaksanakan pada tahun 2005 menyimpulkan bahwa TNK memiliki strategi
pendanaan yang lestari dan memiliki kemampuan untuk menerima berbagai
sumber pendanaan serta menciptakan arus pendanaan yang stabil (Gallegos et al.
2005) guna mencapai kelestarian pendanaannya, namun kemandiriannya belum
terdefinisikan.
Efektivitas pengelolaan kawasan taman nasional, termasuk TNK sering
dipertanyakan. Masyarakat di sekitar dan di dalam taman nasional, seperti juga
masyarakat di dalam atau sekitar hutan, seringkali merupakan komunitas yang
miskin, rapuh, dan kadangkala tidak memiliki lahan (Marwa et al. 2010,
Nurrochmat 2005). Taman nasional juga belum dapat memberikan kontribusi
ekonomi yang signifikan dalam pembangunan daerah. Tingkatan kemampuan
kontribusi ini menjadi tingkatan kemandirian taman nasional. Untuk itu penelitian
ini penting untuk dilaksanakan untuk merumuskan strategi pencapaian
kemandirian dan keberlanjutan pengelolaan Taman Nasional Komodo, khususnya
dalam hal kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha.

Perumusan dan Pendekatan Masalah
Taman nasional merupakan salah satu bentuk wilayah yang melindungi
keanekaragaman hayati Indonesia. Dengan keberadaannya, taman nasional
diharapkan dapat menjaga kelestarian lingkungan beserta isinya serta pada
tingkatan tertentu mampu membantu membawa kesejahteraan bagi masyarakat
yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan serta turut berkontribusi dalam
membangun daerah. Jika keseluruhan hal tersebut dapat diwujudkan oleh taman
nasional, kelestarian pengelolaan taman nasional dapat diharapkan untuk terwujud
sebab taman nasional akan mendapatkan dukungan dari semua pihak yang
berpengaruh dalam keberlanjutan pengelolaannya.
Keberlanjutan pengelolaan kawasan berkaitan erat dengan pendanaan, yang
sering kali menjadi aspek terlemah (Leverington et al. 2010). Saat ini kebanyakan
pendanaan kawasan konservasi masih berupa pendanaan jangka pendek (Emerton
et al. 2006) yang berarti keberlanjutan pendanaan dan pengelolaannya masih
belum memiliki kepastian. Di Indonesia, pendanaan kawasan konservasi berasal
dari pemerintah pusat. Anggaran pemerintah pusat memiliki kelemahan antara
lain ketidakcukupan jumlah, ketidaksesuaian tata waktu, dan mekanisme
penganggaran serta pelaporan yang terlalu kompleks (Athanas et al. 2001). Pada
pelaksanaannya, konsep dari pendanaan berkelanjutan dilaksanakan untuk

4

memperbaiki masalah kurangnya pendanaan untuk konservasi dan manajemen
sumberdaya alam (Gallegos et al. 2005).
Pengelolaan taman nasional masih menghadapi banyak permasalahan
seperti keterbatasan kapasitas pengelola dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
gangguan dari luar yang mengancam kelestarian sumberdaya, masyarakat sekitar
dan dalam kawasan yang cenderung miskin dan rendahnya dukungan dari para
stakeholder. Keterbatasan kapasitas pengelola dalam menjalankan tugas dan
fungsinya berkaitan erat dengan pendanaan, berbagai upaya dapat dilakukan untuk
mengatasi ataupun mencegah permasalahan lain yang dihadapi taman nasional
namun tentu saja untuk itu diperlukan pendanaan. Pendanaan merupakan faktor
yang sangat menentukan terlaksananya suatu program. Kemandirian dalam
pendanaan akan memberikan keleluasaan kepada taman nasional untuk mengelola
kawasannya dalam mengatasi permasalahan dalam pencapaian tujuannya. Namun
perlu mendapat perhatian kawasan konservasi yang sudah dinilai memiliki
mekanisme pendanaan yang beragam ternyata tidak selalu dapat dipastikan
keberlanjutan pendanaannya, aspek lain seperti aspek legal, sosial, dan isu
lingkungan juga perlu untuk dipertimbangkan (Gallegos et al. 2005).
SDM pengelola taman nasional umumnya merupakan lulusan SLTA (±70%)
dengan pengetahuan konservasi dan ekologi serta kemampuan komunikasi dengan
masyarakat yang sangat terbatas. Oleh karena itu dibutuhkan banyak pelatihan
peningkatan kemampuan personel disamping dilakukan restrukturisasi kualitas
petugas (Putro et al. 2012; Komite PPA – MFP dan Yayasan WWF-Indonesia
2006) yang artinya diperlukan biaya tambahan. Selain itu, data yang diperlukan
untuk mengelola kawasan seringkali tidak dimiliki atau ada namun tidak memadai
karena keterbatasan anggaran dan keahlian untuk melakukan monitoring dan
pengumpulan data. Sarana dan prasarana guna mendukung pengelolaan taman
nasional juga sangat terbatas. Dengan segala keterbatasan ini, pengelolaan
kawasan taman nasional sulit diharapkan dapat terlaksana secara efektif.
Efektivitas manajemen kawasan dan kelembagaan memperlihatkan kinerja
pengelolaan dalam mencapai tujuan pengelolaannya dan memastikan pengelolaan
tersebut dapat berjalan secara lestari.
Lemahnya kebijakan pemerintah dan tata pamong yang menyebabkan
timbulnya kemiskinan dan berlanjut pada konflik termasuk ketidakadilan hak
akses sumberdaya turut menyumbangkan peran yang berakibat pada
ketidakefektifan pengelolaan taman nasional (Putro et al. 2012). Masyarakat
dalam dan sekitar taman nasional biasanya merupakan masyarakat miskin yang
hidup bergantung pada sumberdaya alam. Taman nasional yang telah mampu
untuk menopang dirinya sendiri diharapkan dapat membantu mendampingi
masyarakat dalam mencapai kesejahteraan juga turut serta dalam pembangunan
daerah yang saat ini umumnya belum dapat dilakukan oleh taman nasional.
Kemampuan taman nasional ini dimaknai sebagai tahapan kemandirian dari taman
nasional. Tahapan kemandirian taman nasional pada penelitian ini yakni tahap
kemandirian mengelola wilayahnya sendiri, tahap membina masyarakat dan tahap
berperan serta dalam pembangunan daerah.
Berbagai masalah dalam mengefektifkan pengelolaan taman nasional ini
juga terjadi pada TN Komodo. Untuk merumuskan enabling condition dan
strategi pencapaian pengelolaan yang mandiri dan berkelanjutan, penelitian ini
melihat dari empat aspek yakni efektivitas dalam manajemen kawasan dan

5

kelembagaan, elemen bisnis dan ekonomi TN, komponen sosial; ekonomi; budaya
(sosekbud) masyarakat, serta kontribusi pengelolaan kawasan dalam
pengembangan daerah.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun strategi pencapaian kemandirian
dan kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo. Strategi ini akan
dikhususkan dalam tiga strategi yakni strategi kelola kawasan, strategi kelola
usaha dan strategi kelola kelembagaan. Tujuan penelitian ini dibagi kembali
dalam empat tujuan khusus yaitu:
1. Mengevaluasi tingkatan kemandirian Taman Nasional Komodo,
2. Menganalisis elemen kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo,
3. Merumuskan prasyarat dari setiap strategi pencapaian kemandirian dan
kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo,
4. Menentukan pilihan strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian
pengelolaan taman nasional komodo.

2 METODE PENELITIAN
Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah Taman Nasional Komodo menuju kemandirian
dan kelestarian pengelolaan dilihat dari empat aspek yakni efektivitas dalam
manajemen kawasan dan kelembagaan, elemen bisnis dan ekonomi TN,
komponen sosial; ekonomi; budaya (sosekbud) masyarakat, serta kontribusi
pengelolaan kawasan dalam pengembangan daerah.

Alat dan Obyek Penelitian
Dokumen yang menjadi acuan utama dalam penelitian ini adalah dokumen
Sustainable Financing for Protected Areas oleh IUCN (Emerton et al. 2006),
dokumen Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional oleh
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kementerian Kehutanan 2011) serta
penelitian sebelumnya yakni Sustainable Financing for Marine Protected Areas:
Leassons from Indonesia MPAs Case Studies: Komodo and Ujung Kulon National
Park (Gallegos et al. 2005) ditambah dokumen dan aturan (pada berbagai
tingkatan) terkait lain. Kriteria yang disusun dari dokumen tersebut akan menjadi
alat untuk analisis selanjutnya. Kriteria yang digunakan bukan merupakan satu set
kriteria yang komprehensif dan lengkap untuk mengevaluasi kemandirian dan
kelestarian pengelolaan kawasan konservasi namun merupakan panduan untuk
menganalisis kemandirian dan kelestarian pengelolaan TNK. Obyek penelitian
adalah Taman Nasional Komodo beserta para pihak terkait yang didefinisikan

6

sebagai dinas-dinas pemerintah daerah, masyarakat yang ada di dalam kawasan,
lembaga profit dan lembaga non profit.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Berdasarkan lokasinya, penelitian dibagi dalam dua wilayah yakni di
Labuan Bajo dan di dalam kawasan TNK. Penelitian di Kota Labuan Bajo
dilaksanakan di Balai TNK, instansi pemerintahan daerah, lembaga non profit dan
lembaga profit. Penelitian di dalam kawasan mengambil tiga titik yang mewakili
tiga seksi pengelolaan sekaligus tiga desa administrasi yang ada. Penelitian
dilaksanakan dengan studi pendahuluan pada bulan Juni 2013 dan dilanjutkan
pada bulan Mei - Juni 2014.

Gambar 1 Lokasi penelitian

Kerangka Pikir Penelitian
Dokumen Sustainable Financing for Protected Areas oleh IUCN (2006),
dokumen Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional oleh
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (2011) serta dokumen penelitian
sebelumnya yakni Sustainable Financing for Marine Protected Areas: Leassons
from Indonesia MPAs Case Studies: Komodo and Ujung Kulon National Park
(Gallegos et al. 2005) menjadi dasar penyusunan indikator dan elemen kondisi
ideal dari efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Kondisi ideal ini menjadi
perwujudan dari kemandirian dan kelestarian taman nasional. Ketiga dokumen ini
menjadi alat untuk evaluasi kondisi internal. Di sisi lain, faktor yang
memengaruhi keberhasilan suatu program seringkali adalah dukungan dari semua

7

pihak yang memiliki kepentingan (Gallegos et al. 2005) sehingga pengkajian
terhadap dukungan dan pandangan stakeholder dalam perwujudan pengelolaan
Taman Nasional Komodo yang mandiri dan lestari perlu dilakukan.

TNK Mandiri & Lestari

Formulasi Strategi
Pencapaian

Analisis
Kebijakan

Analisis Kelola
Kawasan

Pendanaan
SDM
Institusi

Analisis Kelola
Kelembagaan

Analisis Kelola
Usaha

Kemandirian TNK

Kelestarian TNK

Analisis
Kesenjangan

Analisis
Kesenjangan

Prasyarat
Kemandirian

Ekologi
Sosekbud
Kelembagaan

Gambar 2 Kerangka pikir penelitian

Prasyarat
Kelestarian

8

Kemandirian dan kelestarian pengelolaan taman nasional tidak dapat dicapai
secara serta merta. Kemandirian ini dapat dibagi dalam beberapa kategori
tahap/tingkatan. Untuk mengetahui tingkat kemandirian dan keberlanjutan
pengelolaan TN Komodo, penelitian ini membagi perhatian pada empat aspek
yakni efektivitas dalam manajemen kawasan dan kelembagaan, elemen bisnis dan
ekonomi TN, komponen sosial; ekonomi; budaya (sosekbud) masyarakat, serta
kontribusi pengelolaan kawasan dalam pengembangan daerah. Setiap aspek ini
memiliki rincian yang akan dilihat berdasarkan kriteria tertentu. Strategi
pencapaian kemandirian dan kelestarian TNK disusun untuk menutup jarak antara
kondisi riil pengelolaan TNK saat ini dengan kondisi ideal yang ingin dicapai
berdasarkan tiga dokumen utama diatas. Strategi ini juga akan
mempertimbangkan aturan dan kebijakan yang saat ini mempengaruhi.
Strategi pencapaian ini dibagi dalam tiga kelompok yakni strategi kelola
kawasan, strategi kelola kelembagaan dan strategi kelola usaha. Enabling
condition merupakan kondisi yang dipersyaratkan agar strategi dapat
dilaksanakan. Kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi riil akan
dideskripsikan dalam tiga strategi pencapaian ini. Kerangka Pikir penelitian dapat
dilihat pada Gambar 2.
Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan meliputi semua data yang terkait dengan
kriteria kemandirian dan kelestarian TNK dan peluang serta ancaman yang terkait
dalam pencapaian kondisi ideal tersebut dilihat dari keempat kriteria kemandirian
dan kelestarian pengelolaan. Dari kriteria kemandirian dan kelestarian taman
nasional yang digunakan pada penelitian ini, data yang dikumpulkan dibagi dalam
empat kelompok besar yakni data efektivitas manajemen kawasan dan
kelembagaan, data elemen pendanaan, data komponen sosekbud masyarakat dan
data kontribusi pengelolaan kawasan dalam pembangunan daerah dan sebaliknya.
Data efektivitas manajemen kawasan dan kelembagaan dibagi kembali
dalam tiga jenis data yakni data kesesuaian zona TN dengan masyarakat, data
keefektifan pengelolaan terhadap tujuan TN, dan data kapasitas pengelola
kawasan mendukung keberlanjutan pendanaan. Data elemen pendanaan dibagi
menjadi persen PNBP terhadap pengeluaran TN, jumlah; jenis; dan alokasi
anggaran, kondisi bisnis lembaga profit di kawasan, strategi pendanaan lestari,
serta potensi pengembangan bisnis kawasan. Data komponen sosial ekonomi
budaya (sosekbud) masyarakat dibagi menjadi tiga jenis data yakni kondisi
sosekbud masyarakat dalam kawasan TN, dukungan masyarakat terhadap
konservasi kawasan, dan sebaliknya dukungan TNK dan stakeholder lain terhadap
masyarakat. Terakhir, data yang dikumpulkan adalah data kontribusi kawasan
terhadap pembangunan daerah dan sebaliknya, data kontribusi pemda terhadap
konservasi kawasan. Masing-masing jenis data dibagi dalam beberapa variabel.
Data ini digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting atau tingkat
kemandirian pengelolaan kawasan TNK saat ini serta mengumpulkan peluangpeluang pelaksanaan strategi pencapaian kondisi ideal pengelolaan dengan
pertimbangan peraturan dan kebijakan yang terkait. Data ini juga menjadi
informasi pendukung pemilihan stategi.

9

Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian secara umum terbagi menjadi tiga yakni studi literatur,
wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan.
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dokumen
pengelolaan, peraturan perundang-undangan serta kebijakan terkait dan pustaka
lain yang terkait dengan bahasan. Studi literatur tidak hanya dilakukan di Balai
TNK tetapi juga terhadap publikasi ilmiah terkait yang dapat ditemukan.
a. Studi Literatur di BTNK
Studi literatur di BTNK dilakukan untuk mendapatkan peta taman
nasional, histori kawasan, visi; misi; dan tujuan TNK, Kelembagaan
pengelolaan TNK, rencana kerja TNK, dokumen pendanaan TNK, PNBP
saat ini, pengeluaran TN, skema pendistribusian pendanaan, program TNK
dalam pendampingan masyarakat, serta kontribusi kawasan kepada
pembangunan daerah. Peta taman nasional dan histori kawasan digunakan
untuk mengetahui kesesuaian zona TN dengan masyarakat. Visi; misi; dan
tujuan TNK, Kelembagaan pengelolaan TNK, dan rencana kerja TNK
dibutuhkan untuk mengetahui keefektifan pengelolaan terhadap tujuan TN.
Dokumen pendanaan TNK, PNBP saat ini, pengeluaran TN, skema
pendistribusian pendanaan dibutuhkan untuk mengetahui persentase PNBP
terhadap pengeluaran TN serta jumlah, jenis dan alokasi anggaran TNK.
Dokumentasi dan laporan program TNK dalam pendampingan masyarakat
dibutuhkan untuk mengetahui dukungan TNK terhadap masyarakat di dalam
kawasan. Dokumentasi dan laporan kontribusi kawasan kepada
pembangunan daerah digunakan untuk mengetahui tingkat kontribusi
pengelolaan kawasan dalam pembangunan daerah.
b. Studi Literatur Sumber Lain
Studi literatur terhadap sumber lain seperti jurnal, laporan program
dan lain sebagainya yang terkait dengan kawasan dilakukan untuk
mendapatkan nilai potensi ekonomi TNK, iklim perkembangan wisata alam
dan sektor ekonomi lain, peluang skema pendanaan yang ada, politik,
kebijakan dan peraturan pendukung pendanaan TN. Data ini digunakan
untuk mengetahui potensi pengembangan pendanaan TNK.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pengelola BTNK, masyarakat, lembaga
profit terkait kawasan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat (PHKA).
Metode wawancara berbeda bergantung pada pihak yang diwawancarai dan
data yang ingin dikumpulkan. Rincian dari wawancara tiap pihak tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Wawancara pengelola BTNK
Wawancara pengelola BTNK dilakukan secara mendalam dengan
berpedoman pada panduan wawancara kepada pejabat/pemegang wewenang
yang dianggap bertanggung jawab terhadap bahasan, dalam hal ini adalah
kepala sub bagian tata usaha, Koordinator Urusan Kerjasama, Pelayanan
Pengunjung dan Kemasyarakatan, Koordinator Urusan Perencanaan
Program Evaluasi Pelaporan, Koordinator Urusan Keuangan dan

10

Koordinator Urusan Kepegawaian serta pelaksana teknis di lapangan dari
ketiga wilayah pengelolaan (Polhut dan PEH).
Wawancara kepada pengelola BTNK dilakukan untuk mendapatkan
cross check kesesuaian zona TN dengan masyarakat, pandangan terhadap
keefektifan pengelolaan terhadap tujuan TN, serta kapasitas pengelola
kawasan dalam mendukung keberlanjutan pendanaan. Wawancara juga
dilakukan untuk mendapatkan data strategi pendanaan kawasan dan skema
alokasi anggaran guna membantu memengerti dokumen tertulis. Wawancara
dilakukan untuk mendapatkan data dukungan masyarakat terhadap
konservasi kawasan serta dukungan TNK kepada pengembangan
masyarakat untuk cross check dokumen program pendampingan
masyarakat. Terakhir, wawancara BTNK dilakukan untuk mengetahui
tingkat kontribusi kawasan terhadap pembangunan daerah dan dukungan
Pemda terhadap konservasi kawasan.
b. Wawancara Masyarakat
Wawancara yang terkait dengan adat, budaya dan norma kehidupan
masyarakat dilakukan kepada satu perwakilan kampung, kepala desa dan
pemuka adat (Desa Papagarang). Wawancara dilakukan di tiga desa di
dalam TN Komodo yakni Desa Komodo, Papagaran, dan Rinca. Total
informan yang diwawancarai adalah 45 orang (15 orang di setiap desa).
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data kesesuaian zona TN
menurut masyarakat. Data kondisi sosekbud masyarakat di dalam kawasan
TNK, dukungan TNK kepada masyarakat dan kesadaran juga keinginan
masyarakat untuk turut serta dalam konservasi kawasan digunakan untuk
cross check keterangan BTNK mengenai hal tersebut.
c. Wawancara Lembaga Profit
Wawancara lembaga profit dilakukan secara terstuktur menggunakan
kuisioner pertanyaan tertutup dan terbuka. Wawancara dilakukan terhadap
perwakilan pemegang IPPA, agen wisata yang beroperasi di TNK,
perusahaan pengangkutan, perusahaan akomodasi perhotelan, perusahaan
bar dan restoran serta perusahaan souvenir yang terkait langsung dengan
TNK. Wawancara dilaksanakan dengan kriteria lembaga profit tersebut
bersedia untuk diwawancarai.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh nilai bisnis kawasan serta
data potensi sumber pendanaan stakeholder beserta pengaruh dan
kepentingannya guna mendukung konservasi TNK. Data lain yang diperoleh
dengan wawancara ini adalah data kontribusi lembaga profit terhadap
pengembangan masyarakat di dalam kawasan TNK. Wawancara ini juga
dilakukan untuk melihat hubungan antara taman nasional, LSM dan
pemerintah daerah dengan masyarakat dari sudut pandang lembaga profit.
Lembaga profit cenderung enggan untuk membagi informasi nilai
usaha, data wawancara lembaga profit ini didukung oleh data yang
diperoleh dari lembaga pemerintah daerah maupun pengamatan langsung.
Nilai dari lembaga bisnis ini didekati dengan melihat besarnya kapasitas
usaha dengan kedatangan pengunjung rata-rata.
d. Wawancara Lembaga Non-Profit
Wawancara dilakukan terhadap perwakilan LSM (lembaga non profit)
dengan bantuan kuisioner pertanyaan tertutup dan terbuka. Wawancara

11

dilakukan kepada LSM yang dianggap terkait dengan TNK atau masyarakat
di dalam taman nasional ini yaitu Yayasan Komodo Kita, RARE,
Swisscontact dan Komodo Survival Program. Wawancara terhadap TNC
Manggarai Barat tidak dapat dilakukan karena setelah putusnya kerjasama
dengan TNK karena kasus PT Putri Naga Komodo, LSM ini tidak lagi ada
di Manggarai Barat. PT Putri Naga Komodo adalah pemegang ijin
pengusahaan pariwisata alam yang terdahulu.
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data potensi sumber
pendanaan stakeholder beserta pengaruh dan kepentingannya guna
mendukung konservasi. Data lain yang diperoleh dengan wawancara ini
adalah data kontribusi LSM terhadap pengembangan masyarakat di dalam
kawasan TNK. Kontribusi atau peluang kontribusi LSM kepada pengelolaan
kawasan dicari guna memahami manajemen TNK. Wawancara ini juga
dilakukan untuk melihat hubungan antara taman nasional, lembaga profit
dan pemerintah daerah dengan masyarakat dari sudut pandang LSM.
e. Wawancara Pemerintah Daerah
Wawancara pemerintah daerah dilakukan secara mendalam dengan
berpedoman pada kuisioner pertanyaan tertutup dan terbuka. Wawancara
dilakukan terhadap Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Manggarai Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Manggarai Barat, Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai Barat, Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Manggarai Barat, Badan Pusat Statistik
Kabupaten Manggarai Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Manggarai Barat, Dinas Kesehatan, Stasiun Meteorologi Labuan Bajo, serta
Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Manggarai Barat.
Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan
kepentingan lembaga daerah dalam mendukung konservasi TNK dan
mengakses data sekunder terkait penelitian. Data lain yang diperoleh dengan
wawancara ini adalah data kontribusi lembaga pemerintah daerah terhadap
pengembangan masyarakat di dalam kawasan TNK. Wawancara juga
dilakukan untuk mengetahui pengakuan tingkat kontribusi kawasan terhadap
pembangunan daerah dan tingkat kontribusi daerah terhadap konservasi
kawasan. Selain itu, wawancara dilakukan untuk melihat pandangan
lembaga pemerintah daerah terhadap hubungan antar stakeholder lain di
sekeliling TNK serta bantuan terhadap masyarakat di dalam kawasan.
3. Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung dilakukan dengan mengamati fenomena lapang
guna cross check data literatur dan wawancara. Pengamatan langsung
dilakukan untuk memeriksa data kapasitas pengelola kawasan mendukung
keberlanjutan pendanaan, kondisi sosekbud masyarakat di dalam kawasan
TNK termasuk modal sosial masyarakat, dukungan masyarakat terhadap
konservasi kawasan serta dukungan taman nasional serta institusi lain terhadap
masyarakat. Pengamatan dilakukan dengan memperhatikan dan mempelajari
fenomena yang terjadi di keseharian dengan mengandalkan penilaian peneliti
untuk mengevaluasi secara sederhana kebenaran dari data yang diperoleh
melalui wawancara maupun studi pustaka. Pengamatan langsung ini
mendukung tercapainya tujuan pertama dan ketiga penelitian. Pengamatan ini

12

dilakukan di tiga pos lapang yaitu Desa Komodo, Desa Rinca dan Desa
Papagarang yang digunakan untuk mengamati masyarakat sekaligus melihat
keseharian pelaksanaan pengelolaan TNK oleh petugas lapangan dengan cara
tinggal selama 10 hari di setiap lokasi.
Pendekatan participant observation untuk masyarakat dipilih untuk
meminimalisir bias yang terjadi dari wawancara langsung. Pengamatan
partisipatif merupakan pengamatan langsung yang dilakukan dengan turut
terlibat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Pengamatan ini digunakan
untuk mengetahui persepsi masyarakat yang sebenarnya terhadap konservasi,
taman nasional, pemanfaatan sumberdaya alam maupun gangguan dari
satwaliar.
Pengamatan dilaksanakan 10 hari pada setiap desa dengan mengamati
beberapa anggota masyarakat dibedakan berdasar jenis pekerjaannya yakni
masyarakat yang terkait langsung dengan pemanfaatan sumberdaya alam
(nelayan), masyarakat yang terkait namun tidak langsung (pengusaha, pemilik
kapal/perahu, pengumpul ikan) dan masyarakat yang hampir tidak terkait
dengan pemanfaatan langsung sumberdaya alam (pengrajin, pegawai negeri,
pekerja wisata).
Pengamatan partisipatif ini juga digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai modal sosial masyarakat. Data ini penting untuk analisis aspek
kelola kelembagaan, dengan diketahuinya gambaran dari kapasitas sosial
masyarakat, dapat diperkirakan derajat partisipasi yang mungkin tepat untuk
masyarakat tersebut (Nurrochmat 2005; Nurrochmat et al. 2012) guna
perumusan model pengelolaan yang tepat berdasarkan aktor yang terlibat
(Borrini-Feyerabend et al. 2013) yang dalam penelitian ini, dengan
mempertimbangkan kepedulian aktor terhadap konservasi.
Tabel 1 berikut disajikan sebagai ringkasan atas jenis data dan metode
pengumpulan data di atas.
Tabel 1 Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data
No.

Jenis data

Variabel

Data manajemen kawasan dan kelembagaan
1
Kesesuaian
Peta Kawasan TNK
zona TN
 Batas
dengan
 Zonasi
masyarakat
 Potensi sumberdaya alam
 Potensi wisata
 Masyarakat
Histori kawasan
 Pengelolaan pada waktu
terdahulu
 Kesesuaian zonasi saat ini
dengan kearifan tradisional
masyarakat
2
Keefektifan
Visi, misi, dan tujuan TNK
pengelolaan
Kelembagaan pengelolaan
terhadap
TNK
tujuan TN
 Struktur organisasi Balai

Metode
pengumpulan

Sumber
data

Studi literatur
dan
wawancara

BTNK dan
masyarakat

Studi literatur
dan
wawancara

BTNK

13

No.

3

Jenis data

Kapasitas
pengelola
kawasan
mandukung
keberlanjutan
pendanaan

Variabel
TNK
 Visi dan Misi
 SDM (kualitas & kuantitas),
pembagian wilayah kerja
Efektivitas pengelolaan dalam
pencapaian visi, misi, dan
tujuan TNK
 Kesesuaian rencana kerja
pengelolaan TNK dengan
pelaksanaannya
 Keefektifan dalam mencapai
visi, misi, dan tujuan TNK
 Kemampuan membangun
beragam portofolio pendanaan
dari beragam sumber
 Kemampuan mengimprovisasi
administrasi dan efektivitas
pendanaan
 Kemampuan membangun dan
memprediksi skema
pendanaan jangka panjang
 Kemampuan
mengalokasikannya secara
tepat menurut pihak dan jenis
kebutuhan berdasar proporsi
dan waktu yang tepat
 Kemampuan menggunakan
alat-alat finansial