Kualitas Pellet Kayu Dari Limbah Padat Pengolahan Kayu Putih (Melaleuca Leucadendron) Sebagai Bahan Bakar Ramah Lingkungan

KUALITAS PELLET KAYU DARI LIMBAH PADAT
PENGOLAHAN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron)
SEBAGAI BAHAN BAKAR RAMAH LINGKUNGAN

HARI NING TYAS

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Pellet Kayu
dari Limbah Padat Industri Pengolahan Kayu Putih (Melaleuca leucadendron)
sebagai Bahan Bakar Ramah Lingkungan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Hari Ning Tyas
NIM E24110029

ABSTRAK
HARI NING TYAS. Kualitas Pellet Kayu dari Limbah Padat Pengolahan Kayu
Putih (Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Bakar Ramah Lingkungan.
Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan GUSTAN PARI.
Limbah padat pengolahan Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan. Salah satu
pemanfaatannya yaitu dengan mengolah menjadi pellet kayu. Pellet kayu
merupakan bahan bakar biomassa berbentuk pellet yang memiliki keseragaman
ukuran, bentuk, kelembaban, densitas, dan kandungan energi. Penelitian ini
menggunakan bahan baku limbah padat pengolahan Kayu Putih berupa ranting
dengan tambahan perekat molase/tetes tebu. Ukuran serbuk yang digunakan yaitu
20-40 mesh, 40-60 mesh, 60-80 mesh, dan serbuk ukuran campuran dengan kadar
perekat yang digunakan pada masing-masing ukuran serbuk yaitu 0%, 1%, 3%,
dan 5%. Kualitas pellet yang diperoleh pada penelitian ini yaitu nilai kerapatan

pellet sebesar 0.79-1.01 g/cm3, keteguhan tekan 197.69-359.28 kgf/cm2, kadar air
3.64-4.83%, kadar zat terbang 66.74-72.54%, kadar abu 3.04-7.09%, kadar karbon
terikat 20.48-22.69%, dan nilai kalor 4407-4628 Kkal/kg. Kualitas pellet yang
baik yaitu terdapat pada pellet dengan ukuran serbuk 40-60 mesh dengan kadar
molase 3% yang memiliki kandungan sulfur 0.31%, nitrogen 0.48%, dan klorin
1.12%.
Kata kunci: limbah, Melaleuca leucadendron, molase, pellet kayu

ABSTRACT
HARI NING TYAS. Wood Pellets Quality of Solid Waste Processing Melaleuca
leucadendron as Green Fuel. Supervised by DEDE HERMAWAN and GUSTAN
PARI.
The solid waste processing of Melaleuca leucadendron can be used as
green fuel. One of the utilization is by processing it into wood pellet. Wood pellet
is biomass fuel which is pellet-shaped and has a uniform size, shape, moisture,
density also energy content. This research used raw materials from solid waste
processing of M. leucadendron, for example the branches and additional adhesive
such as molasses/sugar canes. Particle sizes used were 20-40 mesh, 40-60 mesh,
60-80 mesh, and various sizes of solid waste particles with amount of adhesives
used for each size of particles were 0%, 1%, 3%, and 5%. The quality of pellet

was obtained. The density value of pellet was 0.79-1.01 g/cm3, strength pressure
was 197.69-359.28 kgf/cm2, moisture content was 3.64-4.83%, volatile matter
content was 66.74-72.54%, ash content was 3.04-7.09%, carbon bonded content
was 20.48-22.69%, and calorific value was 4407-4628 Kkal/kg. The best quality
of pellet found in the pellet which had particle size by 40-60 mesh, molasses
content by 3%, sulphur content by 0.31%, nitrogen by 0.48%, and chlorine by
1.12%.
Keywords: Melaleuca leucadendron, molasses, waste, wood pellet

KUALITAS PELLET KAYU DARI LIMBAH PADAT
PENGOLAHAN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron)
SEBAGAI BAHAN BAKAR RAMAH LINGKUNGAN

HARI NING TYAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Kualitas Pellet Kayu dari Limbah Padat Pengolahan Kayu Putih
(Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Bakar Ramah
Lingkungan
Nama
: Hari Ning Tyas
NIM
: E24110029

Disetujui oleh

Dr Ir Dede Hermawan, MSc
Pembimbing I


Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Kualitas Pellet Kayu
dari Limbah Padat Industri Pengolahan Kayu Putih (Melaleuca leucadendron)
sebagai Bahan Bakar Ramah Lingkungan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dede Hermawan, MSc
dan Bapak Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi selaku pembimbing. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada orang tua serta seluruh keluarga atas segala doa
dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
pihak PKMP Jatimunggul KPH Indramayu, Bapak Gun dari Laboratorium Kimia

Hasil Hutan, Bapak Mahfudin dari Laboratorium Kimia dan Energi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (PPPH), Ibu Nani dari Laboratorium
Kimia Terpadu Balitnak, Nopita, Untung, dan Windi teman sebimbingan, temanteman THH 48, Rian, Ciken, dan Fakultas Kehutanan IPB serta Tika, Ceceng, dan
teman-teman kost di Wisma Blobo yang selalu memberikan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Hari Ning Tyas

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Waktu dan Tempat

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Kerja

3

Pengujian


4

Prosedur Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Hasil dan Pembahasan

7

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan


14

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6
7
8
9

Diagram alir proses pembuatan pellet kayu
Sampel pellet kayu
Nilai kerapatan pellet kayu
Nilai keteguhan tekan pellet kayu
Nilai kadar air pellet kayu
Nilai kadar zat terbang pellet kayu
Nilai kadar abu pellet kayu
Nilai kadar karbon terikat pellet kayu
Nilai nilai kalor pellet kayu

3
7
8
9
10
11
12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil sidik ragam pelet (taraf 5%)
2 Hasil uji Duncan

17
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman dan tingginya pertumbuhan jumlah
penduduk Indonesia mempengaruhi peningkatan kebutuhan energi masyarakat
Indonesia. Energi dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari. Menurut Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006, sumber energi adalah
sebagian sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas
bumi, gambut, biomassa, dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak
langsung dimanfaatkan sebagai energi. Indonesia memiliki peluang besar untuk
mengembangkan energi biomassa. Menipisnya ketersediaan bahan bakar fosil
dunia mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat sebagai pengguna dan
menyebabkan peningkatan harga bahan bakar minyak. Dalam mengatasi hal ini,
salah satu energi yang dikembangkan menjadi bahan bakar yang ramah
lingkungan yaitu energi yang berasal dari biomassa.
Biomassa merupakan sumber energi yang berasal dari bahan organik yang
dapat diperbarui. Biomassa dapat diperoleh dari sisa hasil hutan dan perkebunan,
biji dan limbah pertanian, kayu dan limbah kayu, limbah hewan, tanaman air,
tanaman kecil, dan limbah industri serta limbah pemukiman (Bergman dan Zerbe
2004). Sumber biomassa yang berasal dari limbah salah satunya yaitu limbah
pengolahan Kayu Putih.
Kayu Putih merupakan salah satu jenis dari famili Myrtaceae yang
menghasilkan minyak kayu putih yang bernilai ekonomi tinggi dan dapat
digunakan sebagai obat-obatan. Menurut Statistik Kementrian Kehutanan (2013),
produksi minyak Kayu Putih di Indonesia pada tahun 2013 tercatat sebesar 88 607
ton. Apabila rendemen pengolahan Kayu Putih sebesar 0.76%, maka
menghasilkan limbah sebesar 27 981.16 ton/tahun. Salah satu pabrik pengolahan
minyak Kayu Putih adalah PMKP Jatimunggul KPH Indramayu Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten. Pemanfaatan limbah pengolahan Kayu Putih yang
sudah dilakukan oleh PMKP tersebut hanya 30% limbah kering yang dijadikan
briket sebagai bahan bakar boiler. Sisanya dimanfaatkan masyarakat sebagai kayu
bakar. Namun, itu tidak berpengaruh signifikan dalam mengurangi tumpukan
limbahnya yang setiap hari terus bertambah (Kartikasari 2007). Upaya untuk
mengoptimalkan pemanfaatannya, peningkatan kualitas energi yang dihasilkan
perlu dilakukan, salah satunya dengan menjadikan limbah Kayu Putih ini menjadi
bahan baku pembuatan pellet kayu.
Biopelet merupakan salah satu bentuk bahan bakar padat yang terbuat dari
biomassa dengan ukuran lebih kecil dari ukuran briket yang diproses
menggunakan pengempaan pada suhu dan tekanan tinggi (Rusdianto et al. 2014).
Menurut Yamada et al. (2005) pembakaran biomassa secara langsung tanpa
pengolahan akan menyebabkan timbulnya gangguan pernafasan karena adanya
karbon monoksida, sulfur dioksida (SO2), dan endapan pertikulat.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pellet, penambahan tetes atau molase
diharapkan dapat meningkatkan sifat keteguhan tekan dan kerapatan pellet.
Molase merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula yang
tidak lain adalah hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop
tersebut tidak dapat dikristalkan lagi (Hugot 1986).

2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan menjadi permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah limbah pengolahan Kayu Putih PMKP Jatimunggul KPH
Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dapat
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pellet kayu?
2. Bagaimana pengaruh penambahan molase terhadap kualitas pellet
kayu?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas pellet kayu dari
pemanfaatan limbah pengolahan Kayu Putih sebagai bahan bakar yang ramah
lingkungan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat dan
khususnya lingkungan PMKP Jatimunggul, KPH Indramayu Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat dan Banten dalam mengolah limbah padat pengolahan Kayu
Putih menjadi pellet kayu dan dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan mengenai bahan bakar ramah lingkungan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2015 di Laboratorium
Biokomposit, Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Rekayasa
Desain dan Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB,
Laboratorium Terpadu Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor
dan Laboratorium Kimia Analitik Balai Penelitian Ternak Ciawi.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu molase/tetes tebu dan limbah
padat pengolahan Kayu Putih berupa ranting sisa penyulingan Kayu Putih dari
Pabrik Minyak Kayu Putih Jatimunggul, KPH Indramayu Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat dan Banten.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu golok, disc
flaker, willey mill, alat penyaring ukuran 20-40 mesh, 40-60 mesh, dan 60-80
mesh, timbangan analitik, plastik, alat tulis, mesin pencetak pellet, kuas, kertas
label, kaliper, oven, desikator, tanur, cawan porselen, penjepit, kamera, dan
stopwatch.

3
Prosedur Kerja
Berikut adalah diagram alir prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini:
Biomassa limbah
kayu putih (ranting)

Pencacahan

Penggilingan
menggunakan disc
flaker

Penggilingan

Ukuran serbuk 20-40
mesh, 40-60 mesh, dan
60-80 mesh

Pengayakan

Pencampuran serbuk
dengan perekat
(molase)

Suhu kempa 200 °C
dengan 52.64 kg/cm2

Penggilingan
menggunakan willey
mill

Molase yang digunakan
0%, 1%, 3%, dan 5%

Pencetakan wood
pellet

Pengujjian biopelet (kadar air, kadar zat
terbang, kadar abu, kerapatan, keteguhan
tekan dan nilai kalor)
Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Pellet Kayu
1.

Persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku yang dilakukan meliputi pengadaan bahan
baku dan pembuatan serbuk. Bahan baku diperoleh dari PMKP
Jatimunggul, KPH Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten. Limbah destilasi Kayu Putih berupa ranting dicacah menggunakan
golok, kemudian digiling menggunakan disc flaker dan diperhalus lagi
menggunakan willey mill.

4
2.

3.

4.

Pengayakan serbuk
Serbuk yang telah diperoleh diayak menggunakan saringan sesuai
ukuran serbuk yang diinginkan yaitu serbuk berukuran 20-40 mesh, 40-60
mesh dan 60-80 mesh. Untuk serbuk campuran terdiri dari campuran 20-40
mesh, 40-60 mesh, dan 60-80 mesh.
Pencampuran serbuk
Serbuk yang telah didapatkan dengan berbagai ukuran tersebut,
masing-masing ukuran serbuk ditimbang sebanyak 30 g dengan persentase
molase atau tetes tebu 0%, 1%, 3%, dan 5%.
Pencetakan
Pencetakan pellet dilakukan dengan menggunakan mesin kempa
hidrolik bertekanan sekitar 52.64 kg/cm2 dengan suhu 200 °C selama 15
menit. Diameter dies yaitu 11 mm sebanyak 20 lubang. Dalam sekali
pengempaan, alat pencetak yang digunakan memerlukan serbuk sekitar 30
g. Kemudian setelah pellet dicetak, dilakukan conditioning selama ± 30
menit. Pengujian pellet yang dilakukan diantarnya yaitu uji kadar air,
kerapatan, kuat tekan, kadar zat terbang, nilai kalor, kadar abu, dan kadar
karbon terikat.
Pengujian Pellet Kayu

Kerapatan (SNI 8021-2014)
Penetapan kerapatan dinyatakan dalam hasil perbandingan antara berat dan
volume pellet yang diukur pada kondisi yang sama. Kerapatan sampel dihitung
dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

B
V

Kerapatan =

= Berat contoh uji (g)
= Volume contoh uji (cm3)

B
V

Keteguhan Tekan
Keteguhan tekan merupakan kekuatan yang dihasilkan suatu pellet untuk
menahan beban yang diterima sampai pellet pecah. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan UTM (Universal Testing Machine) dengan dihitung menggunakan
rumus berikut:

Keterangan:

P
Mb
A

�=

= Keteguhan tekan pellet (kgf/cm2)
= Beban yang diterima pellet hingga pecah (kgf)
= Luas permukaan pellet (cm2)

Kadar Air ( SNI 8021-2014)
Penetapan nilai kadar air dilakukan dengan 2 g sampel diletakkan pada
cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dimasukkan ke dalam
oven suhu 103 ± 2 ºC selama 3 jam sampai kadar air konstan. Kemudian

5
didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar air
sampel dihitung dengan rumus:

Keterangan : BB
BKT

Kadar air =

BB - BKT

BKT

%

= Berat sebelum dikeringkan dalam oven (g)
= Berat setelah dikeringkan dalam oven (g)

Kadar Zat Terbang (SNI 06-3730-1995)
Penetapan nilai zat terbang dilakukan dengan 2 g sampel diletakkan pada
cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian masukkan dalam tanur
suhu 950 ºC selama 10 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator sampai
kondisi stabil dan ditimbang. Zat mudah menguap sampel dihitung dengan
menggunakan rumus:

Keterangan : B
C
W

Kadar Zat Terbang =

B-C

W

%

= Berat sampel setelah dikeringkan dari uji kadar air (g)
= Berat sampel setelah dipanaskan dalam tanur (g)
= Berat sampel awal sebelum pengujian kadar air (g)

Kadar Abu (SNI 06-3730-1995)
Penetapan nilai kadar abu dilakukan dengan satu gram sampel diletakkan
pada cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dimasukkan
dalam tanur suhu 650 ºC selama 5 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator
sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar abu sampel dihitung dengan
menggunakan rumus:
Kadar Abu =

Berat abu

Berat sampel kering tanur

%

Kadar Karbon Terikat (SNI 06-3730-1995)
Kadar karbon terikat merupakan kadar fraksi karbon yang terikat dalam
bahan tidak termasuk fraksi air, zat mudah menguap, dan abu. Kadar karbon
terikat dihitung dengan rumus:
Karbon Terikat = 100% – (kadar air + kadar zat terbang + kadar abu)%
Nilai Kalor (SNI 01-6235-2000)
Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran lengkap
dari sebuah kuantitas unit bahan bakar. Penetapan nilai kalori dengan contoh uji
sebanyak ± 2 g diletakkan dalam cawan silika dan diikat dengan kawat nikel,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan ditutup rapat. Tabung tersebut dialiri
oksigen selama 30 detik. Tabung dimasukkan dalam Oxygen Bomb Calorimeter.
Pembakaran dimulai disaat suhu air sudah tetap. Pengukuran dilakukan sampai
suhu optimum. Pengujian nilai kalor ini dilakukan di Laboratorium Balai

6
Penelitian Ternak Ciawi. Besarnya nilai kalor suatu bahan sesuai dengan
persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

∆t
W
Mbb
B

Nilai Kalor =

∆t x W

mbb

= Perbedaan suhu rata- rata (ºC)
= Nilai air kalorimeter (Kal/ºC)
= Massa bahan bakar (g)
= Koreksi panas pada kawat besi (kal/g)

Kadar Sulfur (S)
Sebanyak 0.5 g contoh dan kontrol ditimbangkan ke dalam masing-masing
kedalam tabung pereaksi, ditambahkan 5 ml campuran asam perkhlorat nitrat 1:4
tambahkan 1 ml HClO4 begitu pula dilakukan hal sama terhadap blanko, kocok
dan diamkan satu malam. Kemudian panaskan pada suhu awal 100 ºC hingga uap
coklat dari nitrat hilang/sampai bahan organik teroksidasi, naikkan suhunya
hingga 200 ºC sampai larutan berwarna bening (± 1.5 ml larutan). Tambahkan
48.5 ml dengan akuades, kocok dan biarkan semalam. Pipet 2 ml larutan deret
standard an contoh kedalam botol McCartney. Tambahkan 2 ml larutan buffer
asam ketengah-tengah botol sambil digoyang. Tambahkan 1 ml larutan BaCl2
gelatin sambil digoyang dan tambahkan 5 ml akuades lalu digoyang kembali.
Diamkan 30 menit sebelum dibaca, larutan dibaca dengan Spektrofotometer pada
panjang gelombang 400 nm, slit 0.5 mA. Kandungan sulfur dihitung dengan
rumus :








=

Keterangan : V
= Volume
Slope = Abs/konsentrasi

ℎ−



ℎ�



��

Kadar Klorin (Cl) dan Nitrogen (N)
Sebanyak 0.1 g NaCl dilarutkan kedalam labu ukur 100 ml dengan air
suling dan impitkan kocok hingga homogen. Kemudian larutan dipipet 3 kali
masing-masing 10 ml kedalam kaserol porselin. Tambahkan 1 ml larutan Kalium
Khromat 5%. Dititar dengan larutan perak nitrat sambil diaduk dengan pengaduk
magnet hingga terjadi perubahan warna merah kecoklatan dari endapan perak
khromat.
N AgNO3 =





3x d�



Kemudian konsentrasi AgNO3 yang didapat digunakan untuk perhitungan
kadar klorin. Tempatkan cawan porselin pada oven 105 ºC selama 2 jam,
dinginkan dalam desikator. Kemudian sebanyak ± 1 g contoh dan kontrol ke
dalam masing-masing cawan porselen, diabukan dalam tanur suhu 550 ºC selama
semalam, lalu masukkan ke dalam labu ukur 100 ml dengan air panas sebanyak 50
ml dan dibiarkan dalam suhu kamar kemudian diimpitkan hingga 100 ml dengan
air suling dan kocok hingga homogen. Larutan contoh disaring dengan kertas

7
saring kedalam Erlenmeyer dan hasil saringan dipipet sebanyak 20 ml kedalam
kaserol porselin dan tambahkan 1 ml larutan kalium khromat 5% dan masukkan
pengaduk magnet. Kemudian ditritrasi dengan AgNO3 0.1 N hingga larutan
terbentuk warna merah kecoklatan.
%

=

3�

3x

��

� ℎ

a l 58.5 � �



%

Prosedur Analisis Data
Pengolahan data penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan dua faktor, Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1.3. Kombinasi yang
digunakan yaitu ukuran mesh serbuk 20-40 mesh, 40-60 mesh, 60-80 mesh, dan
campuran serta dengan menggunakan molase sebesar 0%, 1%, 3%, dan 5%.
Model matematisnya adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan: Yijk
μ
αi
βj
(αβ)ij
εijk

= Nilai pengamatan pada faktor ukuran serbuk pada ke– i
dan faktor molase pada ke– j dengan ulangan ke-k
= Nilai rata- rata umum
= Pengaruh faktor ukuran serbuk pada taraf ke- i
= Pengaruh faktor molase pada taraf ke-j
= Pengaruh faktor ukuran serbuk pada taraf ke-i dan
pengaruh faktor molase pada taraf ke-j
= Kesalahan perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan
Kerapatan merupakan salah satu sifat mekanis pellet yaitu perbandingan
antara massa dan volume pellet (SNI 2014). Nilai kerapatan yang diperoleh pada
penelitian ini yaitu antara 0.79-1.01 g/cm3. Data nilai kerapatan dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 2 Sampel Pellet Kayu

8
Pellet kayu dengan kerapatan tertinggi yaitu pada pellet ukuran 20-40 mesh
dengan persentase molase 5% sebesar 1.01 g/cm3. Sementara itu, pellet dengan
kerapatan terendah terdapat pada pellet dengan ukuran serbuk 20-40 mesh dengan
persentase molase 3% yaitu sebesar 0.79 g/cm3. Hal ini menunjukkan
penambahan molase pada serbuk 20-40 mesh sebesar 5% lebih meningkatkan
kerapatan pellet daripada pada pelet 20-40 mesh molase 3%.
1,2

kerapatan (g/cm3)

1,0
0,8
0%
0,6
1%
0,4

3%

0,2

5%

0,0
20 – 40

40 – 60

60 – 80

Campuran

ukuran serbuk (mesh)

Gambar 3 Nilai kerapatan pellet
Kerapatan pellet tersebut memenuhi standar SNI 8021-2014 yang
mensyaratkan bahwa nilai kerapatan pellet diatas 0.8 g/cm3. Hasil analisa ragam
pellet penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran serbuk dan penambahan molase
memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap hasil kerapatan pellet pada taraf α
sebesar 5%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pellet dengan ukuran serbuk
60-80 mesh berbeda nyata dengan pellet ukuran serbuk campuran, 20-40 mesh,
dan 40-60 mesh. Semakin kecil ukuran serbuk yang digunakan, maka semakin
tinggi nilai kerapatannya. Pengaruh molase terhadap nilai kerapatan pellet
menunjukkan bahwa persen molase 5% berbeda nyata terhadap pellet dengan
molase 0%, 1%, dan 3%. Semakin banyak molase yang digunakan, maka semakin
tinggi nilai kerapatannya. Ukuran serbuk dan persen molase berinteraksi sangat
nyata terhadap nilai kerapatan pellet, artinya ukuran serbuk kayu jika
dicampurkan dengan molase akan menambah kekuatan rekat antar sebuk kayu.
Semakin kecil ukuran partikel maka kerapatan pellet yang dihasilkan relatif lebih
besar (Saptoadi 2008). Hal ini disebabkan oleh bidang kontak antar partikel yang
luas sehingga ruang kosong antar partikel biopelet semakin kecil (Bahri 2014).
Nilai kerapatan pellet ini berkaitan dengan penanganan, semakin tinggi
kerapatannya maka semakin mempermudah proses pengepakan, transportasi dan
penyimpanan (Adapa et al. 2009). Menurut Hendra (2012), kerapatan pellet yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan pellet sulit terbakar, namun dapat
meningkatkan nilai kalor dan keteguhan tekannya. Semakin kecil ukuran partikel
maka kerapatan pellet yang dihasilkan relatif lebih besar (Saptoadi 2008).

9
Keteguhan Tekan
Nilai keteguhan tekan dari pellet menunjukkan berat beban yang dapat
diterima pellet sampai bentuknya hancur. Nilai keteguhan tekan yang diperoleh
berkisar antara 197.69-359.28 kgf/cm2. Hasil tersebut lebih tinggi daripada
keteguhan pellet dari sekam padi yaitu 7.59-10.54 kg/cm2 (Rahman 2011). Nilai
keteguhan tekan yang tertinggi terdapat pada pellet dengan ukuran serbuk 60-80
mesh dengan tanpa menggunakan molase atau pada persen molase 0%, sedangkan
pellet dengan nilai keteguhan tekan terendah terdapat pada ukuran serbuk 20-40
mesh molase 1%. Hal ini terjadi karena perbedaan ukuran serbuk, serbuk kayu
ukuran 60-80 mesh memiliki ukuran serbuk yang lebih halus daripada pellet
dengan ukuran serbuk 20-40 mesh. Menurut Hendra (2012) menyatakan bahwa
semakin seragam ukuran serbuk maka nilai keteguhan tekannya akan semakin
tinggi. Hal tersebut disebabkan permukaan serbuk yang seragam akan
memudahkan serbuk kayu menempel dan berikatan satu sama lain ditambah
dengan tekanan dan suhu yang akan meningkatkan kemampuan serbuk kayu
untuk mengisi ruang-ruang kosong.
Pellet hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran serbuk kayu memiliki
pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan tekan pellet (α = 5%).
Artinya hanya ukuran serbuk yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai
keteguhan tekan pellet. Semakin halus dan seragam ukuran serbuk yang
digunakan, maka keteguhan tekannya semakin tinggi (Hendra 2012).
keteguhan tekan (kgf/cm2)

400
350
300
250
0%
200
1%
150
3%
100
5%
50
0
20 – 40

40 – 60

60 – 80

Campuran

ukuran serbuk (mesh)

Gambar 4 Nilai keteguhan tekan pellet
Hal ini sesuai dengan uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa pellet
dengan ukuran serbuk campuran dan 20-40 mesh tidak berbeda nyata, namun
berbeda nyata dengan pellet ukuran serbuk 40-60 mesh dan 60-80 mesh. Sehingga
hasil keteguhan tekan dari pellet dengan ukuran serbuk 20-40 mesh dengan serbuk
campuran berbeda signifikan dengan pellet ukuran serbuk 40-60 mesh dan 60-80
mesh, sehingga ukuran serbuk berpengaruh terhadap nilai keteguhan tekan pellet.
Semakin besar nilai keteguhan tekannya, maka semakin baik ketahanan bentuk
fisik pellet tersebut atau tidak mudah hancur. SNI tidak mensyaratkan adanya nilai
keteguhan tekan. Nilai keteguhan tekan pellet kayu ini diperlukan untuk proses
pengemasan serta pengangkutannya.

10
Kadar Air
Kadar air adalah rasio kandungan air dalam bahan yang hilang selama
proses pengeringan dibanding berat awal (Christanty 2014). Nilai kadar air pellet
penelitian ini diperoleh nilai antara 3.64-4.83%. Kadar air pellet Sutapa dan
Hidayat (2011) untuk bahan baku limbah daun dan ranting penyulingan minyak
Kayu Putih yaitu berkisar 6.5-9.72%. Nilai kadar air pellet pada penelitian ini
disajikan pada Gambar 5. Pellet dengan nilai kadar air terendah terdapat pada
pellet ukuran serbuk 40-60 mesh dengan persentase molase 3% yaitu sebesar
3.64%, sedangkan untuk nilai kadar air tertinggi terdapat pada pellet dengan
ukuran serbuk campuran persentase molase 5% yaitu sebesar 4.83%. Nilai kadar
air tersebut memenuhi SNI 8021-2014 yang mensyaratkan nilai kadar air
maksimum yaitu 12%. Ukuran serbuk dan persen molase yang digunakan tidak
memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar air pellet yang dihasilkan, sehingga
variasi ukuran serbuk maupun persen molase tidak mempengaruhi besar kecilnya
nilai kadar air pellet yang dihasilkan.
12

kadar air (%)

10
8
6

0%

4

1%

2

3%
5%

0
20 – 40

40 – 60

60 – 80

Campuran

Ukuran Serbuk (mesh)

Gambar 5 Nilai kadar air pellet
Kayu yang dipanaskan pada suhu 110-270 ºC mengalami proses penguapan
kadar air dan beberapa komponen kayu mulai terdekomposisi (Sa’adah 2014).
Tingginya kadar air dapat menurunkan nilai kalor pembakaran, memperlambat
proses pembakaran dapat meningkatan polusi udara karena menimbulkan banyak
asap pada saat pembakaran (Nurwigha 2012). Semakin tinggi nilai kadar air, maka
semakin rendah nilai kalornya. Nilai kadar air dipengaruhi oleh tekanan yang
diberikan saat pencetakan pellet. Penambahan tekanan yang tinggi saat pencetakan
biopelet menyebabkan biopelet semakin padat, meningkatkan kerapatan,
meningkatkan sifat fisik pelet menjadi halus dan seragam, sehingga partikel biomassa
dapat saling mengisi ruang kosong serta menurunkan molekul air yang dapat
menempati ruang kosong tersebut (Rahman 2011).

Kadar Zat Terbang
Kadar zat terbang adalah persentase berat yang hilang bila pellet
dipanaskan tanpa udara luar serta dikoreksi dari jumlah air percontoh (SNI 2014).
Kadar zat terbang mempengaruhi jumlah asap saat pembakaran. Nilai kadar zat
terbang pellet pada penelitian ini antara 66.74-72.54%. Nilai kadar zat terbang

11
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai kadar zat terbang terendah
terdapat pada ukuran serbuk 60-80 mesh dengan persentase molase 3% yaitu
sebesar 66.74%, sedangkan untuk nilai tertinggi terdapat pada biopelet ukuran 4060 mesh dengan persentase molase 3% yaitu 72.54%. Tingginya nilai kadar zat
terbang ini salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu tidak dilakukan
karbonisasi pada serbuk kayu yang digunakan. Hal tersebut dibuktikan oleh Liliana
(2010) yang menyatakan bahwa karbonisasi sekam padi bertujuan untuk mengurangi
kadar zat terbang penyebab asap dan meningkatkan nilai kalor pembakaran. Selain
itu, Sutapa dan Hidayat (2011) untuk bahan baku limbah daun dan ranting
penyulingan minyak Kayu Putih yaitu berkisar 45.78-50.78%. Nilai kadar zat
terbang tersebut memenuhi SNI 8021-2014 yang mensyaratkan bahwa nilai kadar
zat terbang maksimal 80%. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa ukuran
serbuk kayu memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar zat terbang pelet,
sedangkan molase tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 5%.
80
kadar zat terbang (%)

70
60
50

0%

40
1%
30
3%
20
5%
10
0
20 – 40

40 – 60

60 – 80

Campuran

Ukuran Serbuk (mesh)

Gambar 6 Nilai zat terbang pellet
Kemudian hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kadar zat
terbang pellet dengan ukuran serbuk 20-40 mesh dan 40-60 mesh tidak berbeda
nyata, namun berbeda nyata dengan pellet ukuran serbuk campuran dan 60-80
mesh. Semakin kecil ukuran serbuk kayu, maka semakin kecil nilai kadar zat
terbangnya. Penggunaan pellet untuk bahan bakar rumah tangga, pellet harus
memiliki kadar zat terbang yang rendah agar tidak menimbulkan polusi. Semakin
tinggi kadar zat terbang suatu bahan bakar, maka efisiensi pembakaran bahan bakar
akan menurun dan asap yang dihasilkan semakin banyak (Nurwigha 2012).
Kadar Abu
Nilai kadar abu pellet ini berhubungan dengan nilai kalor pelet yang
dihasilkan. Nilai kadar abu pellet pada penelitian ini yaitu antara 3.04-7.09%.
Kadar abu dari pellet penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar abu
terendah terdapat pada biopelet dengan ukuran serbuk 20-40 mesh persentase
molase 3% yaitu sebesar 3.04%. Nilai kadar abu tertinggi terdapat pada pellet
ukuran 60-80 mesh dengan persentase molase 5% yaitu sebesar 7.09%. Hasil
penelitian Sutapa dan Hidayat (2011) untuk bahan baku limbah daun dan ranting

12
penyulingan minyak Kayu Putih yaitu berkisar 8.01-14.36%. Semakin halus
ukuran serbuk, maka semakin tinggi kadar abunya.
Hasil pengujian kadar abu pellet pada penelitian ini menunjukkan bahwa
ukuran serbuk dan persentase molase berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
kadar abu pellet (α = 5%). Semakin halus ukuran serbuk, maka semakin tinggi
kadar abunya. Hasil uji Duncan untuk pellet ukuran serbuk 20-40 mesh dan 40-60
mesh tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan pellet ukuran serbuk 6080 mesh dan campuran. Uji lanjut untuk pengaruh molase menunjukkan bahwa
molase 5% berbeda nyata dengan molase 1%, 3%, dan 0%. Semakin besar kadar
molasenya, maka semakin tinggi nilai kadar abunya. Nilai kadar abu yang
diperoleh tidak memenuhi standar SNI 8021-2014 yang mensyaratkan nilai abu
pellet ≤ 1.5%, namun memenuhi standar Perancis yaitu ≤ 6%.
8

kadar abu (%)

7
6
5

0%

4
1%

3
2

3%

1

5%

0
20 – 40

40 – 60

60 – 80

Campuran

Ukuran serbuk (mesh)

Gambar 7 Nilai kadar abu pellet
Semakin tinggi kadar abu, maka kualitas biopelet semakin rendah. Hal ini
akan berpengaruh pada panas yang dihasilkan semakin rendah karena adanya
penumpukan abu yang tidak terbakar (Sa’adah 2014). Abu di dalam kayu
memiliki kandungan kalium yang tinggi, yang merupakan pupuk yang penting,
dan pengembalian kembali abu ke hutan adalah penting untuk keberlanjutan
sistem (Yokohama 2008).
Kadar Karbon Terikat
Pengukuran karbon terikat menunjukkan jumlah material padat yang dapat
terbakar setelah komponen zat terbang dihilangkan dari bahan tersebut (Speight
2005). Nilai kadar karbon terikat pellet pada penelitian ini antara 20.48-22.69%.
Kadar karbon terikat terendah terdapat pada pellet yang menggunakan ukuran
serbuk 20-40 mesh dengan persentase molase 0% yaitu sebesar 20.48%. Nilai
kadar karbon terikat tertinggi pada ukuran 40-60 mesh dengan molase 5% sebesar
22.69%. Nilai kadar karbon terikat tersebut lebih tinggi dari pellet sekam padi
yang berkisar antara 4.92-11.85% (Rahman 2011). Hasil pellet pada penelitian ini
menunjukkan bahwa ukuran serbuk dan kadar molase yang digunakan pellet kayu
memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai karbon terikat (α = 5%).

kadar karbon terikat (%)

13
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

0%
1%
3%
5%

20 – 40

40 – 60

60 – 80

Campuran

Ukuran serbuk (mesh)

Gambar 8 Nilai kadar karbon terikat pellet
Menurut Saputro et al. (2012), kandungan kadar kabon terikat yang semakin
tinggi akan menghasilkan nilai kalor yang semakin tinggi, sehingga kualitas bahan
bakar semakin baik.Nilai kadar karbon terikat yang diperoleh telah memenuhi
standar SNI 8021-2014 yang mensyaratkan nilai kadar karbon terikat minimal
14%. Semakin tinggi kadar karbon terikat, maka nilai kalor akan semakin tinggi
begitu pula sebaliknya (Onu et al. 2010). Besar kecilnya kadar karbon terikat dapat
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar zat terbang (Pari 2004).
Nilai Kalor

kalor (kkal/kg)

Nilai kalor merupakan parameter utama mutu pellet kayu. Pengujian nilai
kalor bakar berfungsi untuk mengetahui nilai panas pembakaran yang dihasilkan
oleh bahan bakar pelet kayu. Pada penelitian ini, hasil uji nilai kalor yang
diperoleh memenuhi SNI 8021-2014 yang mensyaratkan nilai kalor diatas 4000
Kkal/kg.
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

0%
1%
3%
5%

20 – 40

40 – 60

60 – 80

ukuran serbuk (mesh)

Gambar 9 Nilai kalor pellet

Campuran

14
Nilai kalor yang diperoleh pada penelitian ini yaitu berkisar antara 44074628 Kkal/kg. Nilai kalor terendah terdapat pada pelet kayu dengan ukuran serbuk
60-80 mesh dengan kadar molase 1%, sedangkan untuk pellet dengan nilai kalor
tertinggi terdapat pada pelet kayu dengan ukuran serbuk 20-40 mesh dengan kadar
molase sebesar 5%. Hasil nilai kalor yang diperoleh pada penelitian ini
menunjukkan bahwa ukuran serbuk memberikan pengaruh yang sangat nyata,
sedangkan molase tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kalor pellet untuk taraf
nilai α = 5%. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pellet dengan ukuran serbuk
20-40 mesh dan 40-60 mesh tidak berbeda nyata, selain itu pellet dengan ukuran
serbuk campuran dan 60-80 mesh tidak berbeda nyata. Nilai kalor pellet ini
berbanding lurus dengan kadar karbon terikat dan berbanding terbalik dengan
kadar air atau semakin tinggi kadar air maka nilai kalor semakin rendah (Onu et
al. 2010).
Kandungan S, Cl dan N
Pellet yang memiliki komposisi yang optimal yaitu pellet dengan ukuran
serbuk 40-60 mesh molase 3%. Pellet ini memiliki nilai kerapatan 0.90 g/cm3,
keteguhan tekan 322.25 kgf/cm2, kadar air 3.64%, kadar zat terbang 72.54%,
kadar abu 3.04%, kadar karbon terikat 20.77%, dan nilai kalor 4571 Kkal/kg. Ada
tiga jenis utama emisi gas buang yang dihasilkan oleh pembakaran batubara, yaitu
SOx, CO, dan NOx (Nukman 2010). Kandungan sulfur pada pellet ini sebesar
0.31%, nitrogen 0.48%, dan klorin 1.12%. Kandungan emisi pada pellet kayu
tidak dimasukkan ke dalam SNI, namun hanya berbagai negara yang
menggunakan syarat ini diantaranya yaitu Jerman, Amerika, dan Perancis.
Kandungan sulfur dan klorin tersebut tidak memenuhi standar Perancis (ITEBE),
namun kadar N memenuhi standar Perancis. Kandungan emisi tersebut lebih
rendah dari batubara Sorong yaitu 0.89% dan nitrogen 0.64% (Talla et al. 2013).
Selain itu, hasil tersebut lebih rendah dari eceng gondok yaitu untuk sulfur 0.41%
dan nitrogen 1.96% (Yokoyama 2008). Pellet memiliki konsistensi dan efisiensi
bakar yang dapat menghasilkan emisi yang lebih rendah dari kayu. Bahan bakar
pelet menghasilkan emisi bahan partikulat yang paling rendah dibandingkan jenis
lainnya. Sisa pembakaran yang mengandung sulfur dalam jumlah tinggi dapat
menyebabkan iritasi pada pernafasan. Asap hasil pembakaran yang mengandung
NO akan berakibat pada kesehatan manusia terutama mencemari paru-paru.
Sedangkan untuk kandungan SO dapat memicu hujan asam serta adanya
kandungan klorin akan menyebabkan keracunan (Kamal 2015).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Limbah padat pengolahan minyak Kayu Putih berupa ranting dapat
dimanfaatkan menjadi pellet kayu. Hasil pengujian karakteristik pellet kayu
diperoleh kerapatan 0.79-1.01 g/cm3, keteguhan tekan 197.69-359.28 kgf/cm2,
kadar air 3.64-4.83%, kadar zat terbang 66.74-72.54%, kadar abu 3.04-7.09%,
kadar karbon terikat 20.48-22.69%, dan nilai kalor 4407-4628 Kkal/kg. Kualitas
pellet kayu tersebut telah memenuhi standar SNI, namun untuk kadar abu tidak

15
memenuhi SNI. Kualitas pellet yang baik yaitu pelet dengan ukuran serbuk 40-60
mesh kadar molase 3% dengan nilai kerapatan 0.90 g/cm3, keteguhan tekan
322.25 kgf/cm2, kadar air 3.64%, kadar zat terbang 72.54%, kadar abu 3.04%,
kadar karbon terikat 20.77%, nilai kalor 4571 Kkal/kg, kandungan sulfur 0.31%,
nitrogen 0.48%, dan klorin 1.12%.
Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pihak perhutani agar membangun pabrik
pengolahan biopelet sendiri dengan kapasitas 1 ton/jam, sehingga pengolahan
limbah dapat dilakukan secara efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Adapa P, Tabil L, Schoenau G. 2009. Compression Characteristics of Selected
Ground Agricultural Biomass. Agricultural Engineering International:
the CIGR Ejournal 9: 1347.
Bahri, Saiful. 2014. Biopelet Kayu Agathis dengan Penguat Kulit Lepasnya.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bergman R, Zerbe J. 2004. Primer on wood biomass for energy. Wisconsin (US):
Forest Service, State and Private Forestry Technology Marketing Unit
Forest Products Laboratory.
Christanty NA. 2014. Biopelet Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit
sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Hendra D. 2012. Rekayasa pembuatan mesin pellet kayu dan pengujian hasilnya.
J Penelitian Hasil Hutan. 30(2):144-154.
Hugot E. 1986. Handbook of Cane Sugar Engineering 3rd Edition. New York
(US): Elsevier Publishing Company.
Kamal NM. 2015. Studi Tingkat Kualitas Udara pada Kawasan Mall Panakukang
di Makassar [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.
Kartikasari D. 2007. Studi Pengusahaan Minyak Kayu Putih (Cajuput oil) Di
PMKP Jatimunggul, KPH Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat dan Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kementrian Kehutanan. 2013. Statistik Kementrian Kehutanan Tahun 2013.
Jakarta (ID): ISBN.
Liliana W. 2010. Peningkatan Kualitas Biopelet Bungkil Jarak Pagar sebagai
Bahan Bakar Melalui Teknik Karbonisasi [tesis]. Bogor (ID): Progam
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nukman. 2010. Uji emisi hasil pembakaran batubara hasil proses aglomerasi airminyak sawit. J Rekayasa Sriwijaya. 9(1): 34-38.
Nurwigha R. 2012. Pembuatan Biopelet dari Cangkang Kelapa Sawit dengan
Penambahan Arang Cangkang Sawit dan Serabut Sawit sebagai Bahan
Bakar Alternatf Terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Onu F, Sudarja, Rahman MBN. 2010, Pengukuran nilai kalor bahan bakar briket
arang kombinasi cangkang pala (Myristica fragan Houtt) dan limbah

16
sawit (Elaeis guineensis). Seminar Nasional Teknik Mesin UMY 2010:
104-115. Yogyakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Pari. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben
emisi formaldehida kayu lapis [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Peraturan Presiden RI. 2006. Kebijakan Energi Nasional. No. 5 Tahun 2006.
Indonesia.
Rahman. 2011. Uji keragaan biopelet dari biomassa limbah sekam padi (Oryza
sativa sp.) sebagai bahan bakar alternatif terbarukan [skipsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Rusdianto AS, Choiron M, Novijanto N. 2014. Karakterisasi limbah industri tapee
sebagai bahan baku pembuatan biopellet. J. Industria. 1(3): 27-32.
Sa’adah WA. 2014. Pemanfaatan limbah kelapa sawit (Elaeis giuneensis Jacq.)
dan serbuk kayu mahoni sebagai bahan baku biopelet [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Saptoadi H. 2008. The best briquette dimension and its particle size. Asian J.
Energy Environ. 9:161-175.
Saputro DD, Hidayat W, Rusiyanto, Saptoadi H, Fauzun. 2012. Karakteristik
briket dari limbah pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas.
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST)
Periode III; 2012. Nov 3; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): ISSN.
hlm 394-400.
Speight JG. 2005. Handbook of Coal Analysis. Canada (US): ISBN.
Sutapa JPG, Hidayat AN. 2011. Pemanfaatan Limbah dan Daun Ranting
Penyulingan Minyak Kayu Putih (Melaleuca cajuputi Powell) untuk
Membuat Arang Aktif. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti
Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV; 2011. Nov 2; 379-385 Yogyakarta,
Indonesia. Yogyakarta (ID): MAPEKI. hlm 379-385.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2014. Pelet Kayu. No: 8021-2014. Indonesia.
Talla H, Amijaya H, Harijoko A, Huda M. 2013. Karakteristik batubara dan
pengaruhnya terhadap proses pencairan. J Reaktor 14(4): 267-271.
Yamada K, Kanada M, Wang Q, Sakamoto K, Uchiyama I, Mizoguchi T, Zhou Y.
2005. Utility of Coal - Biomass Briquette for Remediation of Indoor Air
Pollution Caused by Coal Burning in Rural Area, in China. Proceedings
of Indoor Air 2005. Beijing (CN): Indoor Air 2005. hlm 3671-3675.
Yokoyama S. 2008. Buku Panduan Biomassa Asia Panduan untuk Produksi dan
Pemanfaatan Biomassa. Jakarta (ID): Assosiasi Biomassa Asia.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam pellet (taraf 5%)
Kerapatan
Source
DF
Some of
Mean Square
Squares
Model
15
0.15678594
0.01045240
Error
32
0.05056083
0.00158003
Corrected
47
0.20734677
total

F Value

Pr > F

6.62

F

6617.0669
2161.6654

3.06

0.0038

R-Square

Coeff Var

Root MSE

0.589304

17.14588

46.49371

Keteguhan Tekan
Source
DF
Model
Error
Corrected
total

Kadar air
Source
Model
Error
Corrected
total

15
32
47

DF
15
32
47

Some of Squares
5.7801996
166.5166429
172.2968426

Kerapatan
Mean
0.904123

Keteguhantekan
Mean
271.1655

Mean Square
0.3853466
5.2036451

F Value
0.07

Pr > F
1.0000

R-Square

Coeff Var

Root MSE

0.033548

52.80876

2.281150

Some of
Squares
201.6651162
100.3436845
302.0088007

Mean Square

F Value

Pr > F

13.4443411
3.1357401

4.29

0.0003

Kadar zat terbang
Source
DF
Model
Error
Corrected
total

15
32
47

KadarAir
Mean
4.319643

18
R-Square

Coeff Var

Root MSE

0.667746

2.548476

1.770802

Kadar Abu
Source

KadarZatTerbang
Mean
69.48475

Some of
Squares
126.7886084
9.0429893
135.8315977

Mean Square

F Value

Pr > F

8.4525739
0.2825934

29.91

F

1.09372734
1.09095453

1.00

0.4763

R-Square

Coeff Var

Root MSE

0.319701

4.914861

1.044488

Some of
Squares
264410.8125
298802.6667
563213.4792

Mean Square

F Value

Pr > F

17627.3875
9337.5833

1.89

0.0645

Coeff Var
2.133953

Root MSE
96.63117

Nilai Kalor
Source
Model
Error
Corrected
total

DF
15
32
47

R-Square
0.469468

KadarKarbonTerikat
Mean
21.25162

Kalor Mean
4528.271

19
Lampiran 2 Hasil Uji Lanjut Duncan
Kerapatan
Duncan Grouping

Mean

N

Ukuran

A

0.95686

12

U3

B

0.89163

12

U4

0.88770

12

U2

0.88030

12

U1

Duncan Grouping

Mean

N

Ukuran

A

326.41

12

U3

B

286.42

12

U2

C

240.38

12

U4

C

231.46

12

U1

Duncan Grouping

Mean

N

Ukuran

A

4.4443

12

U3

4.4227

12

U4

4.3063

12

U1

4.1054

12

U2

B
B
B
B

Keteguhan Tekan

C

Kadar Air

A
A
A
A
A
A

20
Kadar Zat Terbang
Duncan Grouping

Mean

N

Ukuran

A

71.4416

12

U1

A

70.9953

12

U2

B

68.5123

C

66.9899

12

U3

Duncan Grouping

Mean

N

Ukuran

A

6.9693

12

U3

B

5.9632

12

U4

C

3.5501

12

U2

3.2934

12

U1

Duncan Grouping

Mean

N

Ukuran

A

21.5965

12

U3

21.3493

12

U2

21.1019

12

U4

20.9588

12

U1

A

U4

Kadar Abu

C
C

Kadar Karbon Terikat

A
A
A
A
A
A

21
Nilai Kalor
Duncan Grouping

Mean

N

Ukuran

A

4595.67

12

U1

A

4588.08

12

U2

B

4504.17

12

U4

4425.17

12

U3

A

B
B

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 23 Februari 1993, anak
ketiga dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Moch. Isbani dan Ibu Rupinah.
Pendidikan SD ditempuh penulis di SD Negeri Purworejo 3 Madiun pada tahun 1999
sampai tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pada tahun 2005 di
SMP Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis
diterima di Program Sarjana Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Paguyuban Sedulur Madiun IPB,
Gentra Kaheman pada tahun 2011-2012 dan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) pada tahun 2012-2015. Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Kamojang-Sancang Barat tahun 2013 dan Praktek
Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten
Sukabumi tahun 2014. Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang
selama dua bulan di PT. Kutai Timber Indonesia Probolinggo, Jawa Timur. Sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan kegiatan
penelitian dengan judul Kualitas Pellet Kayu dari Limbah Padat Pengolahan Kayu

Putih (Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Bakar Ramah Lingkungan, di
bawah bimbingan Bapak Dr Ir Dede Hermawan, MSc dan Bapak Prof (R) Dr Gustan
Pari, MSi.