Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan Kayu Putih (Melaleuca Leucadendron) Sebagai Bahan Baku Papan Partikel.

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PENYULINGAN KAYU
PUTIH (Melaleuca leucadendron) SEBAGAI BAHAN BAKU
PAPAN PARTIKEL

WINDI PRASETIAWATI DARAJAT

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Limbah
Padat Penyulingan Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Baku
Papan Partikel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Windi Prasetiawati Darajat
NIM E24110022

ABSTRAK
WINDI PRASETIAWATI DARAJAT. Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan
Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Baku Papan Partikel.
Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN.
Papan partikel merupakan papan komposit terbuat dari partikel kayu atau
bahan berlignoselulosa lain yang ditambah perekat kemudian dikempa. Limbah
padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) mengandung
lignoselulosa yang berpotensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan papan
partikel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis papan
partikel dari limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) yang
diperoleh dari KPH Indramayu, Jawa Barat. Selanjutnya limbah padat dicacah
hingga berbentuk partikel, kemudian dioven selama dua hari dengan suhu 65-70
0
C. Papan partikel dibuat dengan memberi perlakuan perekat UF sebanyak 10%,

12%, dan 14% dengan target kerapatan mencapai 0.9 g/cm3. Karakteristik papan
diuji secara fisis dan mekanis berdasarkan JIS A 5908:2003. Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan kadar perekat berbeda sangat nyata terhadap kualitas
papan. Hasil uji fisis dan mekanis menunjukkan bahwa papan dengan kadar
perekat 14% memiliki sifat paling baik.
Kata kunci: limbah padat penyulingan kayu putih, perekat urea formaldehida,
papan partikel

ABSTRACT
WINDI PRASETIAWATI DARAJAT. The Utilization of Melaleuca
leucadendron Distilling Solid Waste as Main Material for Particle Board.
Supervised by DEDE HERMAWAN.
Particle board made of wood particles or other materials with
lignocelluloses which is added with adhesive, and then pressed. Solid waste of
Melaleuca leucadendron distillation contains lignocellulose which has potentially
as main alternative materials in particle board making. The purpose of this
research is to find out the physical and mechanical characteristics of the particle
board from solid waste of Melaleuca leucadendron distillation which is obtained
from KPH Indramayu, West Java. The main material later then minced into
particle size then roasted for two days in 65-70 0C. The particle boards then are

made with the addition of UF adhesive as many as 10%, 12%, and 14% with
density target reaches to 0.9 g/cm3. The boards characteristics then are examined
physically and mechanically based on JIS A 5908:2003. The result of this research
shows that the differences of adhesive consistency in each particle boards affect
the quality of the boards. Physical and mechanical examination result shows that
the board with 14% of adhesive consistency has best characteristics.
Keywords: Melaleuca leucadendron distilling solid waste, urea formaldehyde
adhesive, particle board

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PENYULINGAN KAYU
PUTIH (Melaleuca leucadendron) SEBAGAI BAHAN BAKU
PAPAN PARTIKEL

WINDI PRASETIAWATI DARAJAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2015
ini ialah papan partikel, dengan judul Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan
Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Baku Papan Partikel.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dede Hermawan, MSc
selaku pembimbing, serta seluruh dosen, laboran, dan karyawan Departemen
Hasil Hutan yang telah membantu dan memberikan arahan selama penulis
menjalani studi di IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, dan adik tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan yang
telah membantu selama kegiatan penelitian, seluruh sahabat dan THH 48 atas

bantuan, semangat, dan doanya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Windi Prasetiawati Darajat

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2

Alat

3

Persiapan Bahan Baku


4

Pembuatan Papan Partikel

4

Pengkondisian Papan Partikel

4

Pemotongan Papan Partikel

4

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Karakteristik Kayu Putih (Melaleuca leucadendron)

6

Karakteristik Perekat Urea Formaldehida

7

Kerapatan

8

Kadar Air

9

Daya Serap Air


10

Pengembangan Tebal

11

Keteguhan Lentur / Modulus of Elasticity (MOE)

12

Keteguhan Patah / Modulus of Rupture (MOR)

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan


14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

22

viii

DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia kayu putih
2 Standar pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel

6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram pembuatan papan partikel
2 Bentuk pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003
3 Kerapatan rata-rata papan partikel
4 Kadar air rata-rata papan partikel
5 Daya serap air rata-rata papan partikel
6 Pengembangan tebal rata-rata papan partikel
7 Keteguhan lentur rata-rata papan partikel
8 Keteguhan patah rata-rata papan partikel

3
5
8
9
10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rumus Perhitungan Komposisi Papan
2 Proses pengujian papan partikel mengacu pada JIS A 5908:2003
3 Anova sifat fisis dan mekanis papan partikel

17
18
20

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak
di dunia. Menurut data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (2013), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 238.5
juta jiwa dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat. Kondisi ini
berkorelasi positif dengan permintaan kayu sebagai bahan baku baik untuk
memenuhi kebutuhan papan (bangunan) maupun sebagai meubel.
Saat ini, luas hutan yang dikelola di Indonesia setiap tahun terus menurun,
begitupun dengan produktivitasnya. Keadaan tersebut tidak dapat mememenuhi
permintaan masyarakat akan kebutuhan kayu. Berbagai macam teknologi
digunakan untuk memenuhi kebutuhan kayu yang terus meningkat dengan
memanfaatkan bahan baku alternatif non kayu. Massijaya (2014) memaparkan
bahwa industri pengolahan kayu di Indonesia dengan kapasitas diatas 6000
m3/tahun, jauh diatas kemampuan pasokan bahan baku dalam negeri yang tersedia
saat ini, sehingga sangat disayangkan industri pengolahan kayu tidak dapat
beroperasi secara maksimal. Maka perlu dikembangkan bahan baku alternatif
sebagai pengganti kayu.
Pengembangan bahan baku alternatif non kayu dilakukan untuk
mensubstitusi penggunaan kayu sebagai bahan baku yang saat ini ketersediaan
dan kualitasnya cenderung menurun. Bahan baku alternatif dapat berasal dari
limbah pertanian maupun perkebunan yang mengandung lignoselulosa. Indonesia
sebagai negara agraris memiliki ketersediaan limbah pertanian dan perkebunan
yang jumlahnya sangat melimpah, contohnya limbah padat penyulingan kayu
putih. Data yang diperoleh dari Statistik Kementrian Kehutanan (2013)
menunjukkan kapasitas produksi kayu putih seluruh Indonesia mencapai 88,607
ton/tahun. Jika rendemen pengolahan minyak kayu putih mencapai 0.76%, maka
limbah yang didapat berkisar antara 27,981.16 ton/tahun. Kandungan limbah
padat penyulingan kayu putih yang mengandung lignoselulosa tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif pembuatan papan partikel.
Papan partikel merupakan papan komposit yang dibuat dari partikel kayu
maupun bahan berlignoselulosa lain yang ditambahkan perekat, kemudian ditekan
menggunakan kempa. Pada pembuatannya, biasanya ditambahkan bahan lain
untuk meningkatkan sifat papan tersebut, seperti sifat mekanik, ketahanan api,
ketahanan kelembaban, dan ketahanan terhadap serangga (Sudarsono et al. 2010).
Papan partikel saat ini menjadi primadona sebagai pengganti papan dari kayu
utuh. Penelitian berjudul Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan Kayu Putih
(Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Baku Papan Partikel dilatarbelakangi
masalah yang saat ini dihadapi industri papan partikel, yaitu peningkatan
permintaan masyarakat akan kebutuhan papan dan permasalahan Perhutani KPH
Indramayu yang mengalami keterbatasan lahan untuk menampung limbah padat
penyulingan kayu putih.

2
Perumusan Masalah
Masalah yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kualitas sifat fisis
dan mekanis papan partikel yang terbuat dari campuran limbah padat penyulingan
kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan perekat urea formaldehida (UF) dengan
perlakuan konsentrasi perekat yang berbeda, sehingga dapat diketahui pada
perlakuan mana dihasilkan papan partikel terbaik dengan analisis data hasil yang
mengacu pada JIS A 5908:2003 dengan menggunakan software SPSS 21.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis papan
partikel dari limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron)
sebagai bahan baku alternatif.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan limbah padat
penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan memberikan informasi
mengenai sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan bahan baku alternatif
limbah tersebut sehingga dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan industri papan partikel.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui kualitas papan partikel yang
terbuat dari bahan baku limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca
leucadendron) dengan perlakuan kadar perekat urea formaldehida (UF) yang
berbeda, serta menentukan papan partikel dengan kombinasi terbaik yang sesuai
dengan acuan JIS A 5908:2003.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan, yaitu bulan Maret hingga
April 2015 di Laboratorium Biokomposit, Workshop, dan Laboratorium Rekayasa
dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan baku yang digunakan pada pembuatan papan partikel yaitu limbah
penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) yang diperoleh dari Perum
Perhutani KPH Indramayu BKPH Jatimunggul, kemudian ditambah perekat urea
formaldehida (UF) dengan konsentrasi masing-masing 10%, 12%, dan 14%.

3
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi golok, chipper, oven,
timbangan digital, sprayer gun, plat besi, tanur, plastik bening, label, teflon,
cetakan papan (20x20) cm, mesin kempa panas, circular saw, alat uji mekanik
Instron Universal Testing Machine (UTM), jangka sorong, kompresor, saringan
pasir, masker, dan sarung tangan.
Metode
Penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan. Tahapan pertama yaitu
persiapan bahan baku, kedua pembuatan papan partikel, ketiga pengkondisian,
dan terakhir pengujian. Tahapan penelitian tersebut secara keseluruhan dapat
diamati pada Gambar 1.
Limbah penyulingan kayu putih

Pencacahan menjadi partikel
Penyaringan Partikel
Pengovenan 2 hari dengan suhu 65-70 0C
Pencampuran bahan kemudian
dimasukan ke dalam cetakan
Pengempaan panas 10 menit dengan
suhu 120 0C
Pengondisian selama 1 minggu
Pemotongan contoh uji

Pengujian sifat fisis dan mekanis

Mutu Papan Partikel
Gambar 1 Diagram pembuatan papan partikel

4
Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku diawali dengan melakukan penyortiran antara
ranting dan daun limbah padat penyulingan kayu putih. Ranting yang telah
terpisah dari daun kemudian dicacah dengan golok hingga mencapai panjang 3-5
cm. Bahan yang sudah dicacah selanjutnya dimasukkan ke dalam chipper agar
berbentuk partikel, kemudian partikel tersebut disaring menggunakan saringan
pasir. Partikel tertahan selanjutnya di oven selama 2 hari dengan suhu 65-70 0C.
Pembuatan Papan Partikel
Pembuatan papan partikel diawali dengan melakukan penimbangan partikel
limbah ranting kayu putih dan perekat UF sesuai perhitungan bahan dengan target
kerapatan 0.9 g/cm3 dan kadar perekat UF masing-masing perlakuan 10%, 12%,
dan 14% dari berat bahan. Kemudian partikel tersebut dimasukkan ke dalam
plastik bening dan dilakukan penyemprotan perekat dengan bantuan gun sprayer
yang dihubungkan ke kompresor. Setelah tercampur, bahan diletakkan di atas
cetakan berukuran (20x20x1) cm dengan diberi alas kertas teflon dan sisinya
diberi pembatas plat besi setebal 1 cm, kemudian kempa panas dengan suhu 120
0
C selama 10 menit dan tekanan spesifik 25 kgf/cm2. Pada penelitian ini, dibuat
masing-masing 3 ulangan untuk setiap perlakuan kadar perekat UF yang
diberikan. Rumus perhitungan papan terdapat pada Lampiran 1.
Pengkondisian Papan Partikel
Pengondisian papan partikel dilakukan selama tujuh hari pada suhu kamar.
Tujuan dilakukan pengondisian yaitu untuk membebaskan tegangan sisa yang
terbentuk di permukaan papan selama proses pengempaan panas dan
menyeragamkan kadar air pada papan yang telah dibuat.
Pemotongan Papan Partikel
Pola pemotongan contoh uji sifat fisis dan mekanis mengacu pada standar
JIS A 5908:2003 seperti yang dijelaskan pada Gambar 2. Selanjutnya papan diuji
sesuai metode pada Lampiran 2.

5

a

20 cm
b

c

20 cm
Gambar 2 Bentuk pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003
Keterangan:
(a) contoh uji MOE dan MOR berukuran (5x20) cm
(b) contoh uji kadar air dan kerapatan berukuran (10x10) cm
(c) contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal berukuran (5x5) cm
Prosedur Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) sebanyak tiga kali ulangan. Faktor yang diteliti yaitu
jumlah kadar perekat yang digunakan pada papan sebanyak 10%, 12%, dan 14%.
Model matematisnya adalah sebagai berikut.
Yij = μ + Pi + εij
Keterangan:
Yij
= hasil pengamatan pengaruh ke-i dan ulangan ke-j
μ
= rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan kadar perekat sebanyak -i
εij
= kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Data hasil yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan aplikasi SPSS
21, dengan tahap awal menentukan nilai F dengan ANOVA menggunakan selang
kepercayaan 95%.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kayu Putih (Melaleuca leucadendron)
Kayu putih (Melaleuca leucadendron) merupakan salah satu tanaman yang
sangat berpotensi untuk rehabilitasi lahan marjinal. Tanaman ini banyak terdapat
di Jawa, Pulau Buru, Pulau Seram, Nusa Tenggara Timur, dan Kepulauan Maluku
sebagai tegakan alam. Secara taksonomi, tanaman ini diklasifikasikan ke dalam
Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Klas Dicotyledonae, Ordo
Myrtales, Famili Myrtaceae, Genus Melaleuca, dan Spesies Melaleuca
leucadendron (Craven dan Barlow 1997). Kayu putih merupakan pohon dengan
tinggi dewasa sekitar 30 m, batang berwarna abu-abu sampai putih, daun
berwarna hijau dan tebal, serta kelenjar minyak pada daun kurang terlihat jelas.
Spesies ini tumbuh pada ketinggian 5-400 mdpl dan mampu tumbuh baik pada
lahan marginal maupun genangan-genangan air. Selain itu, kayu putih mampu
beradaptasi pada tanah dengan drainase kurang baik, toleran terhadap kebakaran,
dan mampu bertahan hidup pada tanah dengan kadar garam rendah. Kayu putih
biasa digunakan sebagai bahan baku penghasil minyak atsiri. Minyak tersebut
diperoleh melalui proses penyulingan daun dan ranting tanaman. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Perhutani (2013), luas kawasan hutan kayu putih di Pulau
Jawa sebesar 24,255.56 ha yang terdiri dari 2,819 ha di Divisi Regional Jawa
Tengah, 8,121 ha Divisi Regional Jawa Timur, dan 13,315.56 ha Divisi Regional
Jawa Barat dan Banten dengan kapasitas produksi pertahun mencapai 400 ton.
Tanaman kayu putih selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak
atsiri, bagian batang kayu putih biasa digunakan sebagai tiang bangunan dan
bahan baku pulp. Kajian potensi komposisi kimia tumbuhan kayu putih yang
dilakukan Junaidi dan Yunus (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia kayu putih
Komposisi
α-Selulosa%
Holoselulosa%
Lignin%
Pentosan%
Zat
Ekstraktif%
Abu%

Komposisi Kimia Kayu Putih
Tinggi
> 45
> 75
> 33
> 24
>3

Sedang
40-44
65-75
18-32
2-24
2-3

Rendah
< 40
< 40
< 18
< 21
6

0.2-6

< 0.2

0.92

Komposisi
Klasifikasi
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang

Sumber: Junaidi dan Yunus (2009)

Berdasarkan komposisi kimia tanaman kayu putih, kandungan selulosa,
holoselulosa, dan lignin yang terdapat pada tanaman tersebut memungkinkan kayu
putih dijadikan bahan baku alternatif dalam pembuatan papan partikel.
Kandungan lignin yang terdapat pada kayu putih mampu menjadi perekat alami
pada papan, sehingga dapat mengurangi penggunaan perekat sintetis. Sutresno
(2014) menambahkan bahwa lignin bekerja sebagai perekat alami pada papan

7
partikel dengan cara membentuk ikatan kovalen saat bereaksi dengan senyawa
hidroksi radikal.
Karakteristik papan partikel dengan bahan baku limbah penyulingan minyak
kayu putih dapat diketahui dengan melakukan pengujian sifat fisis dan mekanis
yang mengacu pada standar JIS A 5908:2003. Pengujian sifat fisis terdiri dari
kerapatan, kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal. Pengujian sifat
mekanis terdiri dari keteguhan lentur dan keteguhan patah. Standar pengujian sifat
fisis dan mekanis papan partikel disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Standar pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel
No

Parameter Sifat Fisis Mekanis

Standar JIS A 5908:2003

1

Kerapatan (g/cm3)

0,4 - 0,9 g/cm3

2

Kadar air (%)

5-13%

3

Daya serap air (%)

-

4

Pengembangan tebal (%)

Maksimal 12%

5

MOE (kgf/cm2)

Minimal 20000 kgf/cm2

6

MOR (kgf/cm2)

Minimal 80 kgf/cm2

Sumber: JIS A 5908:2003

Karakteristik Perekat Urea Formaldehida
Perekat merupakan substansi yang menyatukan dua buah benda atau lebih
melalui ikatan permukaan. Berdasarkan reaksi perekat terhadap panas, perekat
dibedakan menjadi perekat thermosetting dan thermoplastic. Perekat bersifat
thermosetting merupakan perekat yang dapat bereaksi jika terkena panas atau
bereaksi kimia dengan katalisator. Perekat jenis ini bersifat irreversible, artinya
tidak dapat kembali melunak jika sudah mengeras. Perekat bersifat thermoplastic
merupakan perekat yang dapat melunak jika terkena panas dan mengeras jika
didinginkan. Perekat thermoplastic bersifat reversible.
Perekat urea formaldehida (UF) merupakan perekat yang bersifat
thermosetting hasil reaksi antara urea dan formaldehida. Ruhendi et al. (2008)
memaparkan bahwa perekat UF matang (curing) pada kondisi asam, keasaman UF
diperoleh dari hardener (NH4Cl). UF akan cepat mengeras dengan naiknya
temperatur atau menurunnya pH. Kelebihan perekat UF yaitu memiliki warna
putih yang tidak mengganggu saat penggunaan, harga relatif murah dibandingkan
perekat sintetis lain, dan relatif tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin.
Malloney (1993) menjelaskan, perekat UF lebih banyak digunakan pada
industri papan partikel karena memiliki waktu pengerasan singkat. Papan partikel
dengan perekat UF ditujukan untuk penggunaan interior sehingga tidak dituntut
daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh air dan kelembaban.

8
Kerapatan
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volumenya.
Kerapatan papan partikel dipengaruhi kerapatan kayu asal yang digunakan dan
besarnya tekanan kempa yang diberikan pada proses pengempaan (Bowyer et al.
2007). Selain itu, Alam (2009) menyatakan bahwa kerapatan merupakan sifat fisis
yang mempengaruhi sifat mekanis dan sifat fisis lainnya. Nilai kerapatan papan
partikel sangat mempengaruhi sifat papan yang dihasilkan, karena hal ini
mempengaruhi penggunaan akhir produk tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
Ikhsan (2011), menunjukkan nilai kerapatan papan partikel yang dibuat dari
partikel halus memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan papan
partikel yang disusun dari partikel lebih kasar. Hal ini disebabkan partikel halus
lebih mudah dipadatkan saat proses pengempaan panas dibandingkan partikel
kasar, sehingga terciptanya ruang kosong di dalam papan dapat diminimalisir.
Kerapatan bahan baku papan partikel yang digunakan mempengaruhi kerapatan
papan yang dihasilkan. Semakin rendah kerapatan bahan yang digunakan, maka
papan partikel yang dihasilkan akan memiliki kerapatan dan kekuatan semakin
tinggi karena partikel-partikel yang mudah dimampatkan.
0,9

Kerapatan (g/cm3)

0,8
0,7
JISA 5908:2003

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
10%

12%

14%

Perlakuan Perekat

Gambar 3 Kerapatan rata-rata papan partikel
Gambar di atas menunjukkan hasil pengujian nilai rata-rata kerapatan yang
telah diuji. Papan dengan perlakuan 10%, 12%, dan 14% masing-masing memiliki
kerapatan 0.884 g/cm3, 0.898 g/cm3, dan 0.891 g/cm3. Hasil analisis ragam
dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penambahan perekat tidak
berbeda nyata terhadap kerapatan papan partikel. Artinya pada papan partikel
dengan campuran perekat 10%, 12%, maupun 14% tidak menghasilkan perbedaan
kerapatan papan. Komponen perekat akan menutup rongga-rongga halus pada
papan, sehingga dapat meningkatkan nilai kerapatan. Namun, nilai kerapatan
papan partikel pada penelitian ini memiliki target sebesar 0.9 g/cm3, sehingga
komposisi perekat dan partikel telah ditentukan sebelumnya agar mencapai
kerapatan target. Nilai kerapatan dari ketiga perlakuan memiliki kerapatan kurang
dari target, namun hampir mendekati target. Wastu (2011) menyatakan bahwa
kerapatan yang berbeda-beda disebabkan penyebaran partikel yang kurang merata

9
saat proses pengempaan panas. Penyebaran partikel yang kurang merata
menyebabkan massa partikel tiap bagian papan memiliki kerapatan bervariatif.
Selain itu, tekanan kempa yang kurang menyebabkan partikel-partikel menjadi
kurang rapat dan menghasilkan papan dengan kerapatan rendah. Berdasarkan
standar yang ditetapkan JIS A 5908:2003, seluruh papan yang dibuat telah
memenuhi standar kerapatan yang ditetapkan karena berada pada interval 0,4 - 0,9
g/cm3. Semakin tinggi kerapatan yang dihasilkan, maka kekuatan papan tersebut
akan meningkat untuk menahan beban, karena ikatan antarpartikel semakin kuat.
Kadar Air
Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat di dalam papan partikel
setelah melalui proses pembuatan dalam keadaan kesetimbangan dengan
lingkungannya. Papan partikel dengan kualitas tinggi memiliki kadar air yang
rendah, karena jika kadar air yang terdapat dalam papan partikel terlalu tinggi
menyebabkan papan mudah rusak. Selain itu, nilai kadar air mempengaruhi
kecepatan rambatan gelombang (Han et al. 2006). Menurut standar JIS A
5908:2003, nilai kadar air papan partikel berkisar antara 5-13%.
14

Kadar Air (%)

12
10
JISA 5908:2003

8
6
4
2
0
10%

12%

14%

Perlakuan Perekat

Gambar 4 Kadar air rata-rata papan partikel
Kadar air tertinggi terdapat pada papan dengan perlakuan penambahan UF
sebanyak 10%, sedangkan papan dengan penambahan UF 14% memiliki nilai
kadar air terendah. Nilai kadar air untuk masing-masing perlakuan 10%, 12%, dan
14% yaitu 12.049%, 11.476%, dan 10.764%. Maloney (1993) menyatakan bahwa
nilai kadar air yang terdapat pada papan partikel sangat mempengaruhi sifat dari
papan partikel yang dihasilkan. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan
95% menunjukkan penambahan kadar perekat pada papan partikel berbeda sangat
nyata terhadap nilai kadar air yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar perekat yang
ditambahkan, semakin kecil kadar air yang dimiliki papan tersebut. Jika diamati,
semua papan yang dibuat telah memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang
mensyaratkan kadar air pada papan partikel berklisar antara 5-13%. Perekat UF
merupakan perekat yang larut air dan bersifat hidrophilic selain itu bahan partikel
limbah penyulingan kayu putih juga menyerap uap air dari udara karena sifatnya

10
yang higroskopis. Seharusnya setiap penambahan kadar UF meningkatkan jumlah
kadar air yang terkandung dalam papan. Namun yang terjadi sebaliknya, setiap
kadar perekat ditingkatkan jumlah kadar air dalam papan menurun. Hal ini
disebabkan partikel perekat mengisi rongga-rongga papan yang berpotensi
menyerap uap air dari udara, sehingga semakin banyak perekat yang digunakan
akan menyebabkan semakin banyak pula rongga pada papan tertutup partikel
perekat. Menurut Suhasman (2011), secara umum perekat bersifat hidrophobic
sehingga menurunkan kemampuan papan untuk menyerap air bebas.
Daya Serap Air
Daya serap air menunjukkan kemampuan papan partikel menyerap air
setelah direndam selama 24 jam dalam suhu ruang. Ikatan antar partikel pada
papan mempengaruhi daya serap air. Semakin rapat dan kuat ikatan yang terjadi
akan menghasilkan papan dengan kemampuan daya serap air yang rendah.
Standar JIS A 5908:2003 tidak mensyaratkan daya serap air pada papan partikel,
namun sifat fisis tersebut perlu diperhatikan karena mempengaruhi kualitas papan
partikel. Tarigan (2012) menyebutkan bahwa daya serap air memiliki hubungan
linear dengan pengembangan tebal. Semakin kecil nilai daya serap air yang
diperoleh, semakin baik kualitas papan partikel yang dihasilkan.
70

Daya Serap Air (%)

60
50
40
30
20
10
0
10%

12%

14%

Perlakuan Perekat

Gambar 5 Daya serap air rata-rata papan partikel
Hasil penelitian menunjukkan nilai daya serap air yang dihasilkan oleh
papan dengan perlakuan 10%, 12%, dan 14% masing-masing sebesar 55.750%;
47.308%, dan 27.308%. Gambar 5 menunjukkan semakin banyak perekat UF
yang ditambahkan pada komposisi papan menyebabkan daya serap air semakin
menurun. Daya serap air dari papan dengan perlakuan 12% menghasilkan
penurunan nilai daya serap air sebesar 8.442% terhadap perlakuan 10%,
sedangkan pada perlakuan 14% menyebabkan daya serap air menurun sebesar
28.442% terhadap perlakuan 10%. Sejauh ini, penambahan kadar perekat sampai
14% memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap penurunan nilai daya

11
serap air. Perekat cenderung bersifat hidrophobic, sehingga semakin banyak
jumlah perekat yang ditambahakan akan mengakibatkan kemampuan papan dalam
menyerap air berkurang (Suhasman 2011).
Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan
penambahan kadar perekat berbeda sangat nyata terhadap daya serap air. Semakin
tinggi kadar perekat yang ditambahkan menyebabkan daya serap air pada papan
semakin rendah. Standar JIS A 5908:2003 tidak menetapkan nilai daya serap air
pada papan partikel, namun pengujian sifat fisis ini sangat penting dilakukan
karena kualitas suatu papan partikel dapat ditentukan oleh nilai daya serap airnya.
Semakin kecil nilai daya serap air papan partikel maka kualitasnya semakin baik.
Siringoringo (2011) menambahkan, kerapatan tinggi pada papan komposit
menyebabkan ikatan antar partikel semakin kompak dan memperkecil rongga
udara dalam lembaran papan, sehingga air atau uap air sulit mengisi rongga udara
dan menyebabkan nilai daya serap air semakin kecil. Penyebab tingginya nilai
daya serap air pada papan bukan hanya disebabkan faktor absorbsi bahan baku
dan ketahanan perekat dalam air saja. Faktor lain seperti volume ruang kosong
yang terdapat pada papan, luas permukaan yang tidak tertutup perekat, dan
dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel berpengaruh terhadap nilai daya
serap air (Putri 2009). Papan dengan kemampuan daya serap air yang rendah
memiliki tingkat keawetan dan kekuatan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan
papan akan lebih terhindar dari pelapukan dan serangan organisme perusak.
Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal merupakan perubahan dimensi tebal pada papan
partikel. Seperti halnya pada daya serap air, pengembangan tebal dipengaruhi oleh
air yang masuk ke dalam papan partikel dan dipengaruhi ikatan antar partikel pada
papan. Papan dengan kualitas baik memiliki nilai pengembangan tebal rendah.
Pengembangan Tebal (%)

30
25
20
15
10
JISA 5908:2003

5
0
10%

12%

14%

Perlakuan Perekat

Gambar 6 Pengembangan tebal rata-rata papan partikel
Nilai pengembangan tebal yang dihasilkan dari papan partikel yang
diperoleh masing-masing untuk perlakuan 10%, 12%, dan 14% yaitu 20.386%,
11.527%, dan 5.418%. Gambar 6 menunjukkan setiap penambahan perekat 2%
menurunkan nilai pengembangan tebal hampir dua kali lipat. Nilai pengembangan

12
tebal yang diperoleh berhubungan linear dengan nilai daya serap air. Semakin
tinggi kadar perekat yang dicampurkan, semakin rendah air yang masuk ke dalam
papan partikel. Nilai pengembangan tebal mempengaruhi stabilitas dimensi suatu
papan partikel, semakin rendah nilai pengembangan tebal yang diperoleh maka
nilai stabilitas dimensinya semakin tinggi (Setiawan 2008). Umumnya, kelemahan
papan partikel memiliki nilai stabilitas dimensi yang rendah. Menurut standar JIS
A 5908:2003, pengembangan tebal maksimal pada papan partikel yaitu 12%,
sehingga jika mengacu pada standar tersebut papan dengan kadar perekat 12% dan
14% telah memenuhi standar JIS A 5908:2003.
Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan kadar
perekat berbeda sangat nyata terhadap pengembangan tebal suatu papan. Semakin
tinggi kadar perekat yang ditambahakan, semakin rendah nilai pengembangan
tebal yang diperoleh. Selain penambahan kadar perekat, Suhasman (2011)
menambahkan bahwa perlakuan oksidasi pada papan partikel mampu membentuk
ikatan kovalen pada saat proses pengempaan panas, sehingga papan menjadi lebih
kuat dan stabil, selain itu papan yang dikempa lebih lama akan memiliki
pengembangan tebal yang kecil karena memiliki stabilitas dimensi yang tinggi.
Keteguhan Lentur / Modulus of Elasticity (MOE)

Modulus of Elasticity (kgf/cm2)

Keteguhan lentur atau MOE mengukur kekuatan papan dalam menerima
beban hingga batas proporsi (Manurung 2011). Nilai MOE berhubungan dengan
kemampuan papan setelah mendapat beban untuk kembali ke bentuk asalnya.
90000
80000
70000
60000
50000
JISA 5908:2003

40000
30000
20000
10000
0
10%

12%

14%

Perlakuan Perekat

Gambar 7 Keteguhan lentur rata-rata papan partikel
Nilai MOE masing-masing papan dengan perlakuan 10%, 12%, dan 14%
yaitu 45235.351 kgf/cm2, 59752.359 kgf/cm2, dan 72210.822 kgf/cm2. Semakin
tinggi kadar perekat yang ditambahkan, maka semakin tinggi pula nilai MOE
yang dihasilkan. Kerapatan dan kekompakkan papan partikel berkorelasi positif
dengan nilai MOE yang dihasilkan. Peningkatan nilai MOE secara signifikan
terjadi pada penambahan perekat dari 10% menjadi 12% yaitu dengan
penambahan 2% perekat menyebabkan nilai MOE meningkat sebesar 14517.008
kgf/cm2. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan

13
bahwa penambahan perekat pada partikel berbeda sangat nyata terhadap kekuatan
MOE. Jika dilihat dari acuan JIS A 5908:2003, nilai MOE memiliki nilai minimal
20000 kgf/cm2, sehingga ketiga perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Keteguhan lentur merupakan salah satu parameter yang sulit dicapai pada
papan partikel. Penggunaan bahan baku dengan kandungan lignin tinggi dapat
dilakukan untuk meningkatkan nilai MOE pada papan partikel, selain itu
Suhasman (2011) menambahkan penggunaan perekat alami dengan partikel yang
lebih besar dapat meningkatkan nilai MOE karena perekat akan lebih mudah
menyatu dengan partikel. Selain itu, Bowyer et al. (2007) menyatakan bahwa
geometri partikel menjadi salah satu aspek terpenting dalam menentukan sifatsifat papan yang dihasilkan. Partikel yang ideal untuk menyeimbangkan kekuatan
dan stabilitas dimensi adalah partikel serpih tipis dengan ketebalan seragam dan
perbandingan panjang ke tebal yang tinggi (slendernees ratio). Peningkatan
slenderness ratio akan meningkatkan nilai MOE.
Keteguhan Patah / Modulus of Rupture (MOR)

Modulus of Rupture (kgf/cm2)

Kekuatan lentur patah berhubungan dengan kekuatan papan atau ukuran
kemampuan papan dalam menahan beban yang bekerja dan cenderung merubah
bentuk dan ukuran papan tersebut. Menurut Bowyer et al. (2007), nilai MOR
digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul suatu gelagar. Nilai MOR
akan meningkat sesuai meningkatnya kerapatan papan. Kerapatan kayu asal
mempengaruhi MOR papan partikel melalui sifat keterkempaannya yang semakin
baik seiring rendahnya nilai kerapatan kayu. Keteguhan patah atau MOR
berhubungan dengan kemampuan papan menahan beban maksimum. Hal ini
sangat penting diketahui jika penggunaan papan sebagai komponen struktural.
JISA 5908:2003

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
10%

12%

14%

Perlakuan Perekat

Gambar 8 Keteguhan patah rata-rata papan partikel
Hasil pengujian menunjukkan nilai MOR masing-masing papan dengan
perlakuan 10%, 12%, dan 14% yaitu 51.733 kgf/cm2, 69.412 kgf/cm2, dan 82.016
kgf/cm2. Hasil yang diperoleh dari pengujian menunjukkan bahwa penambahan

14
kadar perekat UF sebanyak 14% memiliki nilai MOR paling tinggi. Standar JIS A
5908:2003 menetapkan nilai MOR minimal sebesar 80 kgf/cm2. Jika dilihat dari
nilai pengujian yang dilakukan, hanya papan partikel dengan kadar penambahan
perekat 14% yang memenuhi standar tersebut. Hal ini dapat disebabkan ada zat
ekstraktif yang tersisa dalam partikel limbah penyulingan kayu putih sehingga
menghambat proses pematangan perekat saat proses pengempaan panas. Maloney
(1993) menjelaskan bahwa zat ekstraktif mempengaruhi konsumsi perekat, laju
pengerasan perekat, dan daya tahan partikel yang dihasilkan. Selain itu, kurangnya
kemerataan penyebaran perekat dapat menjadi faktor kecilnya nilai MOR yang
diperoleh. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan
penambahan kadar perekat berbeda sangat nyata terhadap nilai keteguhan patah.
Selain dipengaruhi perekat, nilai keteguhan patah papan partikel ditentukan oleh
panjang serat. Boimau (2010) menyatakan bahwa semakin panjang serat yang
digunakan maka penguatan yang diberikan terhadap matrik akan semakin besar
sehingga ikatan serat antar matrik semakin kuat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Papan partikel yang dibuat dari bahan baku limbah penyulingan kayu putih
(Melaleuca leucadendron) memiliki sifat fisis dan mekanis yang dipengaruhi oleh
kadar perekat yang ditambahkan. Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa
semakin tinggi perekat yang digunakan akan menghasilkan papan dengan sifat
fisis dan mekanis paling baik. Nilai kerapatan pada penelitian ini tidak
dipengaruhi kadar perekat, karena telah ditentukan target kerapatan papan yang
akan dibuat. Sifat fisis lainnya seperti kadar air, daya serap air, dan
pengembangan tebal memiliki nilai lebih baik pada kadar perekat UF sebanyak
14%, selain itu hasil uji sifat mekanis seperti keteguhan elastisitas dan keteguhan
patah pun memiliki nilai terbaik pada kadar perekat UF 14%.
Saran
Penelitian ini menunjukkan bahwa limbah penyulingan kayu putih yang
digunakan sebagai bahan baku layak digunakan sebagai bahan alternatif
pembuatan papan partikel. Namun proses pencampuran perekat harus dilakukan
dengan lebih merata agar distribusi perekat dapat tersebar secara seragam.

15

DAFTAR PUSTAKA
Alam SP. 2009. Pengaruh rendaman dingin dan kombinasi campuran kayu
terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel dari tiga jenis kayu cepat
tumbuh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Boimau K. 2010. Pengaruh Fraksi Volume dan Panjang Serat Terhadap Sifat
Bending Komposit Poliester yang diperkuat Serat Batang Pisang. [internet].
[diunduh
2015
Mei
22].
Tersedia
pada:
http://www.undana.ac.id/sainstek2/download/teknik/pdf/Teknik%20T142T145.pdf
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia.
[internet].
[diunduh
2015
Mei
30].
Tersedia
pada:
http://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indonesi
a_2010-2035.pdf
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2007. Forest Products and Wood Science,
5th ed. United States of America (US): Blackwell Publishing
Craven LA, Barlow BA. 1997. New taxa and combination in Melaleuca
(Myrtaceae). Botanical nomenclatur J. 7(2): 113-119
Han G, Wu Q, Wang X. 2006. Stress-wave velocity of wood-based panels: effects
of moisture, product type, and material direction. Forest Prod. J. 56(1): 28-33
Ikhsan MF. 2011. Pendugaan sifat mekanis lentur papan partikel dari beberapa
kayu cepat tumbuh pengujian secara nondestruktif dengan metode stresswave
velocity [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[JIS] Japanese Industrial Standard. 2003. Japanese Standards Association:
Particleboards. Tokyo.
Junaidi AB, Yunus R. 2009. Kajian potensi tumbuhan gelam (Melaleuca cajuputi
powell) untuk bahan baku industri dan pulp : aspek kandungan kimia kayu. J.
Hutan Tropis Borneo 10 ( 28) : 284-291
Kementrian Kehutanan. 2013. Statistik Kementrian Kehutanan. [internet].
[diunduh
2015
September
12].
Tersedia
pada:
2fba7c7da8536e31671e3bb84f141195.pdf
Manurung OM. 2011. Karakteristik papan serat berkerapatan sedang yang dibuat
dari serat bambu betung proses CMP sederhana [skripsi]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.
Massijaya YM. 2014. Pengembangan Produk Komposit untuk Mendukung
Industri Pengolahan Kayu Indonesia. [internet]. [diunduh 2015 Mei 22].
Tersedia
pada:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/73628/Pro%20Dr%20Ir
%20Muh%20Yusram%20Massijaya%20MS%20__fahutan.pdf?sequence=1&i
sAllowed=y
Maloney TM. 1993. Modern Particle Board and Dry Process Fiberboard
Manufacturing. Miller Freeman Publication. USA
Perhutani. 2013. Minyak Kayu Putih. [internet]. [diunduh 2015 Mei 8]. Tersedia
pada: http://bumn.go.id/perhutani/halaman/157
Putri DR. 2009. Pengaruh Ukuran Contoh Uji Terhadap Beberapa Sifat Papan
Partikel Dan Papan Serat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

16
Ruhendi S, Sahriyanti S, Nurhaida, Hikma Y, Firda A, Desy N. 2008. Analisis
Perekatan Kayu. Bogor: IPB Press.
Setiawan B. 2008. Kualitas papan partikel sekam padi [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Siringoringo, JB. 2011. Kualitas papan partikel berkerapatan sedang dari kayu
berdiameter kecil [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sudarsono T, Rusianto, Suryadi Y. 2010. Pembuatan Papan Partikel Berbahan
Baku Sabut Kelapa dengan Bahan Pengikat Alami (Lem Kopal). J. Teknologi
3(1): 22-32
Suhasman. 2011. Papan Partikel Tanpa Perekat Dari Bambu Andong Dan Kayu
Sengon Menggunakan Perlakuan Oksidasi [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sutresno. 2014. Kombinasi Perlakuan Oksidasi, Penambahan Parafin Dan Waktu
Kempa Pada Kualitas Papan Partikel Tanpa Perekat Dari Bambu Tali [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tarigan MD. 2012. Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elais
guineensis Jacq.) Untuk Papan Partikel Pada Berbagai Kadar Perekat Likuida
Dengan Fortifikasi Melamin Formaldehid [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Wastu ER. 2011. Kualitas Papan Partikel Dari Log Diameter Kecil [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Rumus Perhitungan Komposisi Papan


Kadar Air =



Kerapatan =

=

= 0.45%

=

M = 0.9 g/cm3 x 400 cm3
M = 360 g
Perekat UF 10%
 Oven Dry Weight Particles (ODWP) =

=

= 327.27 g



Kebutuhan Partikel = ODWP x (1 + KA)
= 327.27 g x (1 + 0.45%)
= 328.74 g
 Perekat = 10% x 328.74 = 32.87 g
 Kebutuhan Perekat = 32.87 g x (1 + KA)
= 32.87 g x (1 + 0.45%)
= 33.02 g
Perekat UF 12%
=
 Oven Dry Weight Particles (ODWP) =

= 321.43 g



Kebutuhan Partikel = ODWP x (1 + KA)
= 321.43 g x (1 + 0.45%)
= 322.88 g
 Perekat = 10% x 322.8 = 32.28 g
 Kebutuhan Perekat = 32.28 g x (1 + KA)
= 32.28 g x (1 + 0.45%)
= 32.43 g
Perekat UF 14%
 Oven Dry Weight Particles (ODWP) =
=




Kebutuhan Partikel = ODWP x (1 + KA)
= 315.79 g x (1 + 0.45%)
= 317.21 g
Perekat = 10% x 317.21 = 31.72 g
Kebutuhan Perekat = 31.72 g x (1 + KA)
= 31.72 g x (1 + 0.45%)
= 31.86 g

= 315.79 g

18
Lampiran 2 Proses pengujian papan partikel mengacu pada JIS A 5908:2003
Kerapatan
Penentuan kerapatan dinyatakan dalam hasil perbandingan antara massa
(M) dan volume papan partikel (V). Contoh uji yang digunakan untuk mengukur
kerapatan berukuran 10cm x 10cm x 1 cm, sama dengan contoh uji kadar air.
Kerapatan papan partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Kerapatan (g/cm3) =
Dimana:
M = Massa (g)
V = Volume papan partikel (cm3)
Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air papan partikel
yang dihasilkan. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm (sesuai standar JIS
A 5908:2003) ditimbang massa awalnya (B1), lalu dioven selama 24 jam dan
didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil, kemudian ditimbang massanya
(B2). Kadar air papan partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Dimana:
B1 = Massa awal (g)
B2 = Massa akhir (g)
Daya Serap Air
Pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel berukuran 5 cm x 5 cm x
1 cm. Pengukuran dilakukan dengan menghitung massa sebelum (B1) dan massa
sesudah (B2) direndam selama 24 jam. Nilai daya serap air dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
Daya Serap Air (%) =
Dimana:
B1 = Massa sebelum direndam (g)
B2 = Massa setelah direndam (g)
Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal dilakukan dengan cara mengukur selisih tebal contoh
uji sebelum (T1) dan sesudah (T2) direndam selama 24 jam. Contoh uji yang
digunakan berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Besarnya pengembangan tebal dapat
diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
TS =
x 100%
Dimana:
TS = Thickness Swelling (pengembangan tebal (%)
T1 = Tebal sampel sebelum direndam (cm)
T2 = Tebal sampel setelah direndam (cm)

19
Pengujian Kuat Lentur / Modulus of Elasticity (MOE)
Pengujian menggunakan alat ukur Universal Testing Machine Instron.
Pembebanan dilakukan pada satu titik tengah hingga batas titik elastis contoh uji
tersebut. Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm. Nilai MOE dapat diukur
dengan rumus sebagai berikut.
MOE =
Dimana:
MOE = Keteguhan lentur (kgf/cm2)
= Selisih beban (kgf)
L = Panjang bentang (cm)
= Perubahan defleksi (cm)
b = Lebar contoh uji (cm)
h = Tebal contoh uji (cm)
Pengujian Keteguhan Patah / Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian ini dilakukan secara bersamaan dengan pengujian MOE, namun
dilakukan sampai contoh uji rusak. Hal tersebut bertujuan agar nilai beban
maksimum (Pmax) yang mampu diterima contoh uji dapat diketahui. Nilai MOR
dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut.
MOR =
Dimana:
MOR = Keteguhan patah (kgf/cm2)
= Beban maksimum (kgf)
L = Panjang bentang (cm)
b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)

20
Lampiran 3 Anova sifat fisis dan mekanis papan partikel
Kerapatan
Source

Type III Sum
of Squares
.000a

Df

Mean Square

Corrected
2
.000
Model
Intercept
7.093
1
7.093
Kadar perekat
.000
2
.000
Error
.000
6
5.556E-005
Total
7.094
9
Corrected total
.001
8
a R squared = .559 (Adjusted R Squared = ,412)

F

Sig

3.800

.086

127680.200
3.800

.000
.086

F

Sig

125.446

.000

1028.511
125.446

.000
.000

F

Sig

72.562

.000

1926.324
72.562

.000
.000

Kadar Air
Source

Type III Sum
of Squares
339.933a

Df

Mean Square

Corrected
2
169.966
Model
Intercept
1393.529
1
1393.529
Kadar perekat
339.933
2
169.966
Error
8.129
6
1.355
Total
1741.591
9
Corrected total
348.062
8
a R squared = .977 (Adjusted R Squared = ,969)
Daya Serap Air
Source

Type III Sum
of Squares
1280.390a

df

Mean Square

Corrected
2
640.195
Model
Intercept
16995.468
1
16995.468
Kadar perekat
1280.390
2
640.195
Error
52.936
6
8.823
Total
18328.794
9
Corrected total
1333.327
8
a. R squared = .960 (Adjusted R Squared = ,947)
Pengembangan Tebal
Source
Corrected
Model
Intercept

Type III Sum
of Squares
339.933a

df

Mean Square

F

Sig

2

169.966

125.446

.000

1393.529

1

1393.529

1028.511

.000

21
Kadar perekat
339.933
2
169.966
Error
8129
6
1.355
Total
1741.591
9
Corrected total
348.062
8
a R squared = .977 (Adjusted R Squared = ,969)

125.446

.000

F

Sig

24.884

.001

1028.511
24.884

.000
.001

F

Sig

13.951

.006

829.447
13.951

.000
.006

Keteguhan Lentur
Source

Type III Sum
of Squares
1093632773a

df

Mean Square

Corrected
2
546816386.5
Model
Intercept
31399321397
1
31399321397
Kadar perekat 1093632773
2
546816386.5
Error
131849363.1
6
21974893.85
Total
32624803533
9
Corrected total 1225482136
8
a R squared = .892 (Adjusted R Squared = ,857)
Keteguhan Patah
Source

Type III Sum
of Squares
1388.473a

df

Mean Square

Corrected
2
694.236
Model
Intercept
41273.986
1
41273.986
Kadar perekat
1388.473
2
694.236
Error
298.565
6
49.761
Total
42961.023
9
Corrected total
1687.038
8
a R squared = .823 (Adjusted R Squared = ,764)

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang, 17 April 1993 dari ayah Ir. Darajat dan ibu
Nani Rohmani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis
memulai pendidikan taman kanak-kanak di TK Nurul Albab dan lulus tahun 1999.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri Soklat hingga
tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Subang. Tahun 2011
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Subang dan dalam tahun yang sama penulis lulus
Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan.
Selama menjalani kegiatan pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis
melakukan beberapa kegiatan praktik lapang, antara lain: Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (P2EH) di Cilacap-Baturraden, Jawa Tengah (2013), Praktek
Pengelolaan Hutan (P2H) di Gunung Walat, Sukabumi (2014), serta menjalani
Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kutai Timber Indonesia, Probolinggo, Jawa
Timur selama dua bulan (2015).
Penulis aktif dalam beberapa organisasi selama mengikuti masa
perkuliahan. Sejak tahun 2012 tercatat sebagai anggota Himpunan Profesi
Departemen Hasil Hutan. Pada tahun 2013-2014 penulis tercatat sebagai anggota
Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB bidang Pengembangan Sumberdaya
Manusia Kehutanan. Tahun 2014-2015 penulis mendapat amanah sebagai
sekertaris umum Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB. Selama kegiatan
perkuliahan penulis merupakan anggota Forum Komunikasi Kulawarga Subang.