Faktor-Faktor Penentu Kinerja Keuangan Usaha Ayam Pedaging Di Kota Kendari.

FAKTOR-FAKTOR PENENTU KINERJA KEUANGAN
USAHA AYAM PEDAGING DI KOTA KENDARI

NORMAL BIVARIANT PADANGARAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Faktor-Faktor Penentu
Kinerja Keuangan Usaha Ayam Pedaging di Kota Kendari adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016
Normal Bivariant Padangaran
NIM H35113052

RINGKASAN
NORMAL BIVARIANT PADANGARAN. Faktor-Faktor Penentu Kinerja
Keuangan Usaha Ayam Pedaging di Kota Kendari. Dibimbing oleh DWI
RACHMINA dan ANNA FARIYANTI.
Salah satu sub sektor usaha yang potensial dikembangkan yaitu sub sektor
peternakan. Hasil utama subsektor peternakan yaitu daging. Daging unggas
khususnya ayam pedaging memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan daging
nasional. Kota Kendari sebagai salah satu daerah otonom yang memiliki potensi
cukup besar untuk menumbuhkan usaha kecil juga terus melakukan upaya untuk
menumbuhkan usaha peternakan ayam pedaging di wilayahnya. Upaya yang telah
dilaksanakan antara lain pembentukan kelompok peternak, pemberian bantuan
modal serta pembinaan teknis bagi peternak oleh pemerintah kota dalam beberapa
tahun terakhir. Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Kendari mencatat bahwa
upaya untuk menumbuhkan usaha ayam pedaging belum menunjukkan hasil yang
sesuai dengan harapan. Data menunjukkan bahwa baik jumlah pengusaha ayam
pedaging maupun jumlah ayam pedaging yang diusahakan di Kota Kendari dalam

6 tahun terakhir perkembangannya relatif lambat dan tidak meningkat secara
signifikan dari tahun ke tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kinerja keuangan usaha
ayam pedaging di Kota Kendari; (2) menganalisis faktor-faktor yang menentukan
kinerja keuangan usaha ayam pedaging di Kota Kendari; dan (3) menganalisis
pengaruh perubahan harga input produksi dan output usaha ayam pedaging
terhadap kinerja keuangan usaha ayam pedaging di Kota Kendari.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Kendari yang dipilih secara sengaja
dengan pertimbangan bahwa Kota Kendari merupakan sentra produksi ayam
pedaging di Sulawesi Tenggara. Pengambilan data, pengolahan data, dan analisis
data dilakukan pada bulan Juni 2015 hingga Februari 2016. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini melalui kuesioner terhadap 72 peternak ayam
pedaging, sedangkan teknik pengambilan responden yaitu dengan mengambil
seluruh jumlah populasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis
rasio keuangan, analisis jalur (Path Analysis), dan analisis sensitivitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan usaha ayam
pedaging di Kota Kendari rata-rata sehat yang ditandai dengan nilai rasio
likuiditas dan rasio profitabilitas yang cukup tinggi, sedangkan nilai untuk rasio
aktivitas masih di bawah standar ideal yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena
jumlah dana yang tersimpan dalam kas cukup besar sehingga penggunaannya

tidak dimaksimalkan. Berbeda dengan nilai rasio likuiditas yang cukup tinggi
disebabkan oleh rendahnya kewajiban lancar yang harus dibayarkan oleh masingmasing peternak usaha ayam pedaging dan nilai rasio profitabilitas yang cukup
tinggi juga menunujukkan bahwa usaha ayam pedaging ini menguntungkan.
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa rasio likuiditas, rasio aktivitas dan
rasio profitabilitas usaha dipengaruhi oleh jumlah produksi, rasio ekuitas, dan
tingkat pengalaman berusaha peternak. Jumlah produksi, rasio ekuitas, dan tingkat
pengalaman berusaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio likuiditas,
dimana rasio ekuitas merupakan faktor yang dominan pengaruhnya terhadap rasio

likuiditas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat modal sendiri maka
tingkat hutang usaha juga semakin rendah.
Jumlah produksi dan tingkat pengalaman berusaha berpengaruh positif dan
signifikan terhadap rasio aktivitas, sedangkan rasio ekuitas berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap rasio aktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha
tidak melakukan ekspansi atau perluasan usaha yang dapat menambah kapasitas
produksi sehingga meskipun modal terus bertambah namun kapasitas produksi
tidak ditingkatkan maka efisiensi penggunaan aset tidak akan meningkat tapi akan
menurun. Faktor tingkat pengalaman berusaha merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi rasio aktivitas, hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat
pengalaman yang tinggi maka tingkat pengelolaan aset usaha juga semakin baik.

Jumlah produksi, rasio ekuitas, dan tingkat pengalaman berusaha
berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio profitabilitas. Hal ini
menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut terbukti meningkatkan profitabilitas
usaha. Faktor dominan yang mempengaruhi rasio profitabilitas adalah jumlah
produksi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi menentukan besar
kecilnya nilai produksi total yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas
usaha.
Pengaruh faktor eksternal yang menyebabkan kenaikan harga input maupun
penurunan harga output akan menyebabkan makin rendahnya laba usaha. Namun
demikian, faktor tersebut tidak menjadi faktor yang sensitif dalam usaha ayam
pedaging. Hal ini disebabkan oleh masih besarnya tingkat laba yang diperoleh
oleh pertenak yakni di atas upah rata-rata minimum Provinsi Sulawesi Tenggara.
Faktor yang sensitif dalam usaha ayam pedaging adalah populasi ayam yang
dipelihara. Oleh sebab itu para peternak perlu meningkatkan kapasitas
produksinya atau melakukan perluasan usaha sehingga penggunaan aset lebih
efisien dan laba yang dihasilkan juga semakin besar.
Kata kunci : faktor penentu, kinerja keuangan, usaha ayam pedaging.

SUMMARY
NORMAL BIVARIANT PADANGARAN. Determinant Factors of Broiler

Business Financial Performance In Kendari City. Supervised by DWI
RACHMINA and ANNA FARIYANTI.
One of the sub-sectors of potential developed is livestock sub-sector.
Livestock sub-sector main outcome is meat. Poultry, especially broilers have
major contribution to the fulfillment of the national meat. Kendari City as one of
the autonomy area makes several efforts to enhance the production of animal
husbandry especially chicken meat. In recent years, those efforts include the
establishment of breeder group, the allocation of credit as well as the technical
assistance. However, the Department of Agriculture and Husbandry (Dinas
Pertanian dan Peternakan Kota Kendari) in the city of Kendari reports that those
efforts have not yet bear the achievements as expected. It is reported that the
number of breeder and the meat production are not significantly increasing in the
last 6 years.
The objectives of this research are: (1) analyze the business performance of
breeder in Kendari City; (2) analyze the determinants of the chicken breeder’s
business performance in Kendari City; and (3) analyze the impact of input and
output price on the business performance of chicken breeder in Kendari City.
This research was conducted in the city of Kendari that selected
intentionally with consideration that Kendari is a broiler production center in
Southeast Sulawesi. Data capture, data processing, and data analysis was

conducted in June 2015 until February 2016. The data collected in this study are
from questionnaires to 72 broiler breeder, while the respondents making technique
by taking the total number of population. Data were analyzed with financial ratio
analysis method, Path Analysis, and sensitivity analysis.
The results showed that the financial performance of broiler chicken
business in Kendari is profitable in average signed by quite high liquidity ratio
value and profitability ratio, whereas the activity ratio value is still below ideal
standards. This occurs because of funds stored in cash is big enough so that their
use is not maximized. Different from the quite high liquidity ratio value due to
lower current liabilities to be paid by each broiler farm enterprises and quite high
profitability value ratio also demonstrate that the broiler business is profitable.
The results of path analysis showed that liquidity ratios, activity ratios and
profitability ratios influenced by the amount of production, the equity ratio and
level of farmers business experience. Total production, the equity ratio and the
level of business experience have significant positive effect on the liquidity ratio,
where equity ratio is a dominant factor to the liquidity ratio. This shows that the
greater the level of equity capital the lower business debt.
Total production and the level of business experience have positive and
significant effect on the activity ratio, while the equity ratio have negative and
significant effect on the activity ratio. This shows that businesses are not

expanding or expansion to increase production capacity so although the capital is
growing but the production capacity is not improved then the efficiency of the use
of the asset will not be increased but decreased. Factors level of business
experience is a dominant factor affecting the activity ratio, this indicates that the

high level of experience then the level of the asset management business is also
getting better.
Total production, the equity ratio and the level of business experience have
positive and significant impact on profitability ratios. This shows that the three
factors are shown to improve the profitability of the business. The dominant factor
affecting the profitability ratio is the amount of production. This shows that the
amount of production determines the size of the total production value used in the
profitability calculation.
The influence of external factors that cause input price increases in and
output price reductions will lead to further lower operating profit. However, these
is not become sensitive factor in the broiler business. This is caused by the level
of profit earned by farmers which is above the minimum average wage Southeast
Sulawesi Province. Sensitive factor in broiler business is chickens reared
populations. Therefore, farmers need to increase production capacity or expanding
businesses making more efficient use of assets and the income also getting bigger.


Keywords: broiler business, determinant factors, financial performance.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FAKTOR-FAKTOR PENENTU KINERJA KEUANGAN
USAHA AYAM PEDAGING DI KOTA KENDARI

NORMAL BIVARIANT PADANGARAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Suharno, MADev

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 sampai Februari 2016
ini ialah kinerja keuangan, dengan judul Faktor-Faktor Penentu Kinerja Keuangan
Usaha Ayam Pedaging di Kota Kendari.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MSi dan Ibu

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprila, MM selaku dosen evaluator dalam
pelaksanaan kolokium dan Bapak Dr Suharno, MADev selaku dosen penguji luar
komisi dalam pelaksanaan ujian sidang yang telah memberikan banyak arahan dan
saran dalam penelitian ini. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Rita
Nurmalina, MS selaku penguji wakil program studi dan Ketua Program Studi
Magister Sains Agribisnis, Ibu Yuni dan Ibu Dewi selaku staf pada bagian
Sekretariat Program Studi Magister Sains Agribisnis yang banyak membantu
dalam urusan administrasi. Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia yang telah
memberikan bantuan dana pendidikan pada Program Beasiswa Fresh Graduate
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menghasilkan karya ilmiah ini.
Kepada Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tenggara, Dinas
Pertanian Kota Kendari, Badan Pusat Statistik Kota Kendari, para peternak
responden yang telah membantu selama pengumpulan data, penulis ucapkan
terima kasih. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ayahanda Ayub M.
Padangaran, Ibunda Mety Sere, saudara penulis yaitu Yona Iswanto Padangaran
serta seluruh keluarga dan teman-teman atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, November 2016
Normal Bivariant Padangaran

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
7
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Indikator Kinerja Keuangan
Penentu Kinerja Keuangan
Pengaruh Kebijakan Ekonomi Pemerintah

8
8
11
15

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kinerja Keuangan

16
16
16

Konsep Produksi

18

Rasio Keuangan Sebagai Indikator Kinerja Keuangan

19

Faktor Penentu Kinerja Keuangan

23

Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis

27
28

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Penentuan Sampel
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

29
29
29
29
30

5 DESKRIPSI USAHA AYAM PEDAGING
Keadaan Umum Kota Kendari
Letak dan Luas Wilayah Kota Kendari

35
35
35

Keadaan Penduduk

35

PDRB Perkapita Penduduk

36

Pengelolaan Usaha Ayam Pedaging

36

Karakteristik Pengusaha Ayam Pedaging
Umur Pengusaha

41
41

Pendidikan

42

Jumlah Tanggungan Keluarga

42

Pengalaman Beternak Ayam Pedaging

43

Pekerjaan Lain

44

Profil Usaha Ternak Ayam Pedaging
Umur Perusahaan

44
45

Frekuensi Produksi dalam Setahun

46

Jumlah Ayam yang dipelihara

46

Jumlah Tenaga Kerja

47

Jenis, Jumlah dan Nilai Aset Tetap

48

Komponen dan Jumlah Biaya Tetap

51

Jenis, Jumlah dan Nilai Aset Tidak Tetap

51

Biaya Produksi Total

52

Produksi dan Nilai Produksi

53

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Keuangan Usaha Ayam Pedaging
Neraca Keuangan

56
56
56

Ekuitas

58

Likuiditas

58

Laporan Laba Rugi

59

Rasio Aktivitas

62

Rasio Profitabilitas

63

Faktor Penentu Kinerja Keuangan
Faktor Penentu Produksi

64
64

Faktor Penentu Rasio Likuiditas

65

Faktor Penentu Rasio Aktivitas

68

Faktor Penentu Rasio Profitabilitas

70

Dampak Perubahan Harga Input Produksi dan Ouput Ayam Pedaging
Kenaikan Harga Input Produksi
Penurunan Harga Output Ayam Pedaging
Implikasi Manajerial

73
73
75
76

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

78
78
78

DAFTAR PUSTAKA

78

LAMPIRAN

85

RIWAYAT HIDUP

97

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

19.
20.
21.
22.

Jumlah rumah tangga dan populasi usaha ayam pedaging di Indonesia
tahun 2003 dan 2013
Perkembangan jumlah unit usaha dan populasi ayam pedaging di Kota
Kendari tahun 2009 – 2014
Distribusi pengusaha ternak ayam pedaging berdasarkan umur pada
tahun 2014
Distribusi pengusaha ternak ayam pedaging berdasarkan pendidikan
formal pada tahun 2014
Distribusi pengusaha ternak ayam pedaging berdasarkan jumlah
tanggunan keluarganya pada tahun 2014
Distribusi pengusaha ayam pedaging berdasarkan pengalaman
mengusahakan ayam pedaging
Distribusi pengusaha ternak ayam pedaging menurut jenis pekerjaan di
luar usaha ternak ayam pada tahun 2014
Distribusi perusahaan ayam pedaging berdasarkan umur pendiriannya
pada tahun 2014
Distribusi perusahaan berdasarkan jumlah ayam yang dipelihara per
siklus produksi pada tahun 2014
Distribusi perusahaan menurut jumlah tenaga kerjanya pada tahun
2014
Jenis, jumlah dan nilai rata-rata aset tetap usaha ternak ayam pedaging
di Kota Kendari tahun 2014
Perhitungan penyusutan aset tetap dalam usaha ternak ayam pedaging
di Kota Kendari tahun 2014
Komponen dan jumlah biaya tetap usaha ayam pedaging di Kota
Kendari tahun 2014
Jenis, jumlah dan nilai aset tidak tetap usaha ternak ayam pedaging di
Kota Kendari tahun 2014
Komponen biaya produksi total usaha ternak ayam pedaging di Kota
Kendari Tahun 2014
Hasil produksi usaha ternak ayam pedaging di Kota Kendari tahun
2014
Distribusi usaha ternak ayam pedaging di Kota Kendari berdasarkan
nilai produksi pada tahun 2014
Perbandingan nilai produksi ayam pedaging dengan nilai pupuk
kandang pada usaha ternak ayam pedaging di Kota Kendari tahun
2014
Deskripsi statistika variabel-variabel faktor penentu kinerja keuangan
usaha ayam pedaging di Kota Kendari tahun 2014
Neraca keuangan usaha ternak ayam pedaging di Kota Kendari Per 31
Desember 2014
Distribusi unit usaha berdasarkan laba usaha yang diperoleh dari satu
siklus produksi pada tahun 2014
Laporan laba rugi usaha ayam pedaging di Kota Kendari Tahun 2014

5
6
41
42
43
43
44
45
46
47
49
50
51
52
53
54
55

55
56
57
60
61

23. Distribusi usaha ternak ayam pedaging berdasarkan frekuensi
perputaran aset pada tahun 2014
24. Distribusi unit usaha berdasarkan profitabilitasnya pada tahun 2014
25. Nilai rasio kinerja keuangan ayam pedaging di Kota Kendari tahun
2014
26. Koefisien jalur variabel indikator terhadap jumlah produksi
27. Koefisien jalur, pengaruh langsung dan tidak langsung variabel
indikator terhadap likuiditas
28. Koefisien jalur, pengaruh langsung dan tidak langsung variabel
indikator terhadap rasio aktivitas
29. Koefisien jalur, pengaruh langsung dan tidak langsung variabel
indikator terhadap rasio profitabilitas
30. Perhitungan laba rugi usaha ternak ayam pedaging di Kota Kendari
jika terjadi kenaikan harga input 5 persen
31. Perhitungan laba rugi usaha ternak ayam pedaging di Kota Kendari
jika terjadi penurunan harga output 10 persen

62
63
64
65
66
68
70
74
75

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Perkembangan rata-rata harga daging ayam broiler di Indonesia
Perkembangan jumlah perusahaan ayam pedaging skala besar di
Indonesia
Pengaruh kebijakan ekonomi pemerintah terhadap kinerja keuangan
usaha mikro dan kecil
Kerangka hubungan komponen neraca dan laporan laba rugi terhadap
kinerja keuangan
Kerangka hubungan faktor penentu dengan kinerja keuangan
Kerangka pemikiran operasional penelitian
Model penduga faktor penentu rasio likuiditas
Model penduga faktor penentu rasio aktivitas
Model penduga faktor penentu rasio profitabilitas
Struktur organisasi usaha ternak ayam pedaging dengan 3 orang
karyawan
Model faktor penentu rasio likuiditas
Model faktor penentu rasio aktivitas
Model faktor penentu rasio profitabilitas

3
4
15
25
27
28
31
32
33
38
67
69
72

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Hasil analisis regresi pada variabel jumlah produksi
Hasil analisis regresi pada variabel rasio likuiditas
Hasil analisis regresi pada variabel rasio aktivitas
Hasil analisis regresi pada variabel rasio profitabilitas

85
88
91
94

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Memasuki era pasar bebas khususnya di antara negara-negara Asia Tenggara
(AFTA) yang mulai berlaku tahun 2015, setiap jenis usaha dituntut untuk dapat
mengelola sumberdaya yang dimiliki dengan cermat dan efisien karena
kecermatan serta efisiensi usaha akan menentukan daya saing usaha bersangkutan
di dalam pasar global. Jika ada sebagian atau salah satu sumberdaya tidak
diberdayakan atau penggunaannya tidak efisien, maka biaya produksi rata-rata
akan tinggi dan dengan demikian harga jual produknya harus tinggi untuk dapat
memperoleh laba. Di pihak lain, harga jual yang tinggi menyebabkan perusahaan
tidak dapat bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya di dalam pasar yang dapat
menjual produknya dengan harga yang lebih rendah karena biaya produksinya
yang juga lebih rendah.
Menurut Kyereboah (2007), pengelolaan sumberdaya yang ada dalam suatu
usaha tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor internal maupun faktor-faktor
eksternal dari usaha tersebut. Faktor-faktor internal yang dimaksud, terdiri atas
aspek sumber daya manusia, aspek keuangan, aspek teknik produksi dan
operasional usaha, serta aspek pasar dan pemasaran, sedangkan faktor-faktor
eksternal terdiri atas aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial budaya dan
ekonomi masyarakat, serta aspek peranan lembaga-lembaga terkait seperti
perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Salah satu kebijakan pemerintah yang
dapat berpengaruh terhadap pengelolaan usaha adalah kenaikan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) atau subsidi harga input. Kenaikan harga BBM akan
menyebabkan harga-harga input menjadi naik dan dengan demikian biaya
produksi akan naik pula. Sebaliknya subsidi harga input akan menyebabkan biaya
produksi menjadi rendah sehingga harga jual produknya dapat bersaing dengan
harga produk perusahaan sejenis yang berasal dari daerah atau negara lain.
Pengaruh aspek sosial budaya dan ekonomi akan nampak dalam bentuk jumlah
penduduk dan daya beli masyarakat yang akan menentukan tinggi rendahnya
jumlah permintaan terhadap produk perusahaan. Jumlah permintaan kurang
karena penduduk yang memang kurang atau karena daya belinya rendah, maka
produk perusahaan yang dapat dijual akan kurang dan hal ini akan berdampak
pada keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan, sedangkan pengaruh dari
lembaga-lembaga keuangan akan nampak pada proses penyaluran bantuan modal
usaha dalam bentuk kredit yang dapat diakses oleh para pengusaha. Jika lembagalembaga keuangan dapat menciptakan kondisi dimana pengusaha dapat dengan
mudah memperoleh kredit untuk meningkatkan modal usahanya, maka
perusahaan dapat mengembangkan usahanya untuk mencapai skala ekonomis
yaitu kondisi dimana biaya produksi rata-rata untuk setiap unit produk mencapai
titik terendah.
Mirza dan Javed (2013) mengatakan bahwa meskipun faktor eksternal turut
mempengaruhi pengelolaan suatu usaha, namun pengaruh faktor internal
merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan usaha, karena berkaitan
langsung dengan kemampuan perusahaan untuk mengantisipasi pengaruh negatif
faktor eksternal guna menghasilkan laba yang optimal. Apabila faktor-faktor

2
internal dapat dikelola dengan baik maka pengaruh negatif dari faktor eksternal
akan dapat diminimalisasi sementara pengaruh positifnya dapat dimaksimumkan.
Fahmi (2011) menyatakan bahwa gambaran mengenai cara pengelolaan
sumberdaya yang baik dalam suatu usaha dapat terlihat dari kinerja keuangan
usaha tersebut, karena kinerja keuangan merupakan akumulasi dari performa dan
prestasi pengelolaan semua sumberdaya yang ada dalam usaha yang bersangkutan.
Selain itu Dalabeeh dan Rahman (2013) juga menjelaskan bahwa kinerja
keuangan sangat penting untuk diketahui dan bahkan dievaluasi secara rutin sebab
dengan mengamati kinerja keuangan maka kita mampu mengetahui informasi
kinerja perusahaan terutama profitabilitas yang diperlukan untuk menilai
perubahan potensi sumber daya ekonomi yang dapat dikendalikan di masa depan.
Informasi mengenai fluktuasi kinerja keuangan bermanfaat untuk: (1)
memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya
yang ada; (2) menganalisis efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan
sumber daya; (3) mengidentifikasi titik-titik kekuatan dan kelemahan suatu usaha
sehingga solusi yang efektif dan efisien dapat dirumuskan. Alkhatib (2012) juga
menyatakan bahwa peningkatan kinerja keuangan akan menyebabkan peningkatan
fungsi dan kegiatan organisasi, sehingga dengan dilakukannya analisis kinerja
keuangan akan memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih baik bagi
perusahaan.
Pada umumnya analisis kinerja keuangan hanya dilakukan oleh usaha-usaha
skala besar, dimana analisis kinerja keuangan ini penting untuk dilakukan, guna
memberikan informasi kondisi perusahaan bagi para stakeholder serta dapat
dijadikan evaluasi untuk pengembangan usaha, sedangkan untuk usaha-usaha
mikro dan kecil (UMK) saat ini masih banyak yang belum malakukan analisis
kinerja keuangan. Hal ini terbukti dari beberapa penilitian yang terjadi,
diantaranya yakni penelitian Indarsih (2005) di Sulawesi Tenggara serta penelitian
Bakce dan Elinur (2009) yang dilakukan secara nasional menemukan fakta bahwa
yang terjadi pada hampir seluruh UMK khususnya di Indonesia, adalah belum
disadarinya manfaat informasi mengenai kinerja keuangan bagi pengelolaan usaha
mereka. Hal ini dipertegas oleh hasil penelitian Hartati (2011) yang meneliti
tentang struktur keuangan ayam pedaging. Selama ini para pelaku UMK tidak
membuat catatan atau bukti secara tertulis dan lengkap secara rutin atau berkala
mengenai kondisi keuangan usaha mereka. Sebagian pelaku usaha telah mulai
melakukan pencatatan tetapi hanya sekedar mencatat jumlah pemasukan dan
pengeluaran secara umum setiap hari, dan tidak mencatat transaksi-transaksi
secara rinci, sehingga tidak pernah dilakukan pengamatan atau analisis mengenai
kondisi keuangan usaha secara periodik dan hal ini tentunya membuat para pelaku
UMK tidak mengetahui perkembangan dan kelemahan keuangan usaha mereka.
Menurut para peneliti tersebut, masalah ini muncul sebagai akibat dari pendidikan
para pelaku UMK yang umumnya minim sehingga mereka tidak paham mengenai
teknik akuntansi dan pembukuan usaha. Selain dari keterbatasan pendidikan,
sebagian pelaku UMK juga menganggap bahwa analisis kinerja keuangan
merupakan faktor yang tidak begitu penting bagi skala usaha mereka yang masih
tergolong kecil. Dampak lanjut dari kondisi seperti itu adalah tidak adanya
inisiatif ataupun tindakan untuk mengelola usaha mereka menjadi lebih baik dari
waktu ke waktu. Berdasar pada fenomena mengenai masalah pengelolaan

3
keuangan UMK yang dikemukakan, maka dipandang penting untuk melakukan
penelitian mengenai kinerja keuangan pada usaha mikro dan kecil.
Salah satu sub sektor usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan
terkait dengan peningkatan daya saing usaha yang kemudian berdampak pada
peningkatan laba yaitu sub sektor peternakan. Sub sektor ini dapat memberikan
kontribusi besar untuk pertanian Indonesia secara umum. Kontribusi sub sektor
peternakan ditentukan oleh seberapa besar kemampuan pelaku di sub sektor ini
untuk mengembangkan usaha peternakan. Hasil utama dari subsektor peternakan
adalah daging. Daging dapat diperoleh dari beberapa komoditas peternakan seperti
sapi, kerbau, kambing, ayam dan komoditas peternakan lainnya. Daging unggas
khususnya ayam pedaging memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan daging
nasional, dimana harganya yang relatif terjangkau dibandingkan dengan harga
daging dari komodias peternakan lainnya. Data dari Kementerian Pertanian (2013)
menunjukkan kontribusi produksi daging nasional sebagian besar disumbangkan
oleh produksi daging unggas yaitu sebesar 66 persen, termasuk di dalamnya yaitu
ayam pedaging. Berikut data perkembangan rata-rata harga daging ayam broiler di
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 1 Perkembangan rata-rata harga daging ayam broiler di Indonesia
Sumber: Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2014

Gambar 1 menunjukkan harga rata-rata daging ayam broiler di Indonesia
dari tahun 2009 hingga tahun 2013 meningkat setiap tahunnya sekitar 4.84 persen.
Persentase ini menunjukkan bahwa harga daging ayam broiler cenderung
meningkat namun tidak memberikan dampak penurunan akan permintaan daging
ayam bagi masyarakat. Data dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia tahun
2013 menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ayam broiler masyarakat Indonesia
meningkat setiap tahunnya yaitu rata-rata sebesar 7 kg per kapita. Hal ini
mengindikasikan bahwa meskipun harga daging ayam broiler cenderung
meningkat namun tingkat konsumsi masyarakat justru tidak mengalami pengaruh
negatif. Hal ini dapat disebabkan pula oleh tingkat harga daging ayam broiler
relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan komoditas lainnya atau juga dapat
disebabkan oleh tingkat selera masyarakat yang lebih memilih daging ayam
broiler dibandingkan daging dari komoditas lainnya.

4
Secara umum perkembangan usaha ayam pedaging untuk skala besar di
Indonesia mengalami kondisi yang fluktuatif. Perkembangan jumlah unit usaha
ayam pedaging skala besar di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
140
120
100
80
60
40
20
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 2 Perkembangan jumlah perusahaan ayam pedaging skala besar di
Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014.

Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah unit usaha ayam pedaging skala
besar di Indonesia dalam 6 tahun terakhir mengalami fluktuasi. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor terkait dengan pengelolaan usaha, baik itu dari
sisi produksi, pasar dan pemasaran, keuangan serta aspek lainnya sebagai faktor
internal maupun dari sisi kebijakan harga input dan harga output sebagai faktor
eksternal. Resiko produksi pada peternakan ayam pedaging ditandai dengan
adanya mortalitas ayam pada setiap periode produksi. Mortalitas atau kematian
ayam menyebabkan penerimaan peternak menjadi berkurang. Pengelolaan
keuangan juga dapat menyebabkan terjadinya kondisi fluktuatif ini, dimana jika
pengelola usaha tidak mampu untuk mengelola keuangannya dengan baik
tentunya akan berdampak pada kerugian. Sedangkan faktor eksternal yaitu
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi kondisi fluktuatif ini, adalah
penurunan harga daging ayam yang disebabkan oleh impor Grand Parent Stocks
(GPS) yang melonjak dari tahun 2013 sampai tahun 2014. Jika pada tahun 2013
impor GPS sebanyak 664 634 ekor, maka pada tahun 2014 impor GPS melonjak
hingga 801 209 ekor sehingga terjadi peningkatan sebesar 136 575 ekor.
(Kementerian Perdagangan Republik Indonesia 2015).
Khusus untuk usaha ayam pedaging, menurut hasil penelitian Yemima
(2014) menyatakan bahwa usaha ayam broiler layak diusahakan dan memiliki
prospek yang tinggi untuk dikembangkan, dimana usaha ayam broiler
memberikan keuntungan yang relatif besar karena siklus produksinya yang relatif
singkat sehingga perputaran modalnya pun relatif lebih cepat. Namun berdasarkan
data hasil sensus pertanian tahun 2013 yang diadakan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) ternyata jumlah rumah tangga usaha peternakan ayam pedaging mengalami
penurunan yang cukup besar dari tahun 2003 ke tahun 2013. Hal ini dapat dilihat
dari data pada Tabel 1.

5
Tabel 1 Jumlah rumah tangga dan populasi usaha ayam pedaging di Indonesia
tahun 2003 dan 2013
Tahun
2003
2013
Laju peningkatan
(%)

Jumlah unit usaha
(rumah tangga)

Jumlah populasi
ayam (ekor)

Rata-rata
populasi/unit
(ekor)

157 492
77 492

221 906 228
254 561 220

1 409
3 285

-51.02

14.72

133.15

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah unit usaha ayam pedaging yang
diusahakan oleh rumah tangga mengalami penurunan yang cukup signifikan dari
tahun 2003 yaitu sebesar 51.02 persen, dimana pada tahun 2003 jumlah rumah
tangga usaha peternakan ayam pedaging sebesar 157 492 unit dan menurun di
tahun 2013 sebesar 77 492 unit. Jika dilihat berdasarkan jumlah rata-rata populasi
ayam pedaging yang meningkat lebih dari 100 persen, hal ini mengindikasikan
ada kemungkinan bahwa skala usaha ayam pedaging meningkat. Namun demikian
hal ini juga dapat disebabkan oleh faktor lain yang menyebabkan unit-unit usaha
atau rumah tangga menurun. Hal ini tentunya tidak terlepas dar faktor internal
maupun eksternal yang dialami oleh pelaku usaha, dimana jika dikaitkan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan tingkat eksistensi usaha mikro
dan kecil, masalah yang sering dialami yaitu mengenai aspek pengelolaan
keuangan.
Berdasarkan hal tersebut maka dipandang penting untuk melakukan
penelitian mengenai kinerja keuangan pada usaha mikro dan kecil khususnya pada
usaha ayam pedaging. Hasil penelitian selain menambah referensi mengenai teori
pengelolaan keuangan pada UMK, juga dapat dijadikan masukan oleh para
pengusaha mikro dan kecil dalam mengelola keuangan usahanya.
Perumusan masalah
Salah satu jenis UMK yang telah banyak dikembangkan oleh masyarakat
ekonomi lemah dalam kurun waktu kurang lebih 15 tahun terakhir adalah usaha
peternakan ayam pedaging. Pengembangan usaha ayam pedaging secara massal
diawali dengan terbitnya Keputusan Presiden No. 22 tahun 1990 yang
menekankan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan usaha peternakan
ayam pedaging dengan mengutamakan pembinaan kepada usaha peternakan
rakyat, baik yang dilaksanakan oleh perorangan maupun yang dilaksanakan oleh
kelompok dan atau koperasi. Peternakan skala besar yang dilaksanakan oleh
perusahaan swasta nasional juga diwajibkan untuk bermitra dengan usaha
peternakan rakyat agar usaha peternakan rakyat dapat berkembang dan
memungkinkan ekonomi masyarakat meningkat.
Pengembangan usaha peternakan ayam pedaging diharapkan dapat
mempercepat peningkatan ekonomi rakyat sebab siklus produksinya yang singkat
yakni hanya 21 – 30 hari, dan pemasarannya yang lancar karena permintaannya
akan makin meningkat seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk
serta makin tingginya kesadaran gizi oleh masyarakat.

6
Kota Kendari sebagai salah satu daerah otonom yang memiliki potensi
cukup besar untuk menumbuhkan usaha kecil juga terus melakukan upaya untuk
menumbuhkan usaha peternakan ayam pedaging di wilayahnya. Upaya yang telah
dilaksanakan antara lain pembentukan kelompok peternak, pemberian bantuan
modal serta pembinaan teknis bagi peternak oleh pemerintah kota dalam beberapa
tahun terakhir. Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Kendari mencatat bahwa
upaya untuk menumbuhkan usaha peternakan ayam pedaging belum menunjukkan
hasil yang sesuai dengan harapan. Data menunjukkan bahwa baik jumlah
pengusaha ayam pedaging maupun jumlah ayam pedaging yang diusahakan di
Kota Kendari dalam 6 tahun terakhir perkembangannya relatif lambat dan tidak
meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun.
Perkembangan jumlah unit usaha serta jumlah populasi ayam pedaging di
Kota Kendari dapat dilihat dari data pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan jumlah unit usaha dan populasi ayam pedaging di Kota
Kendari tahun 2009 – 2014
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Laju peningkatan
rata-rata (%/thn)

Jumlah
unit usaha

65
74
86
85
75
72
2.62

Jumlah populasi
ayam (ekor)
798 200
927 664
1 288 624
1 449 760
1 736 400
2 134 400
22.06

Rata-rata/siklus*
(ekor/unit usaha)
1 535
1 567
1 873
2 132
2 894
3 706
19.86

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Kendari, 2014 (diolah)
*) Rata-rata 8 sikulus produksi dalam setahun

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi ayam meningkat dari tahun
ke tahun dengan laju peningkatan rata-rata 22.06 persen dalam 6 tahun terakhir
tetapi jumlah unit usaha justru cenderung makin berkurang jumlahnya khususnya
dalam 3 tahun terakhir. Pada tahun 2009 – 2011 jumlah unit usaha meningkat dari
65 menjadi 86 unit usaha, tetapi mulai tahun 2012 sampai tahun 2014 jumlah unit
usaha ternak ayam pedaging makin berkurang sehingga tinggal sebanyak 72 unit
usaha. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari instansi terkait yaitu Dinas
Pertanian dan Peternakan Kota Kendari bahwa berkurangnya jumlah unit usaha
yaitu karena tidak tercapainya titik ekonomis yang dalam hal ini keuntungan
secara berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena jumlah produksi yang diupayakan
oleh pelaku usaha sangat kecil yaitu rata-rata kurang dari 2 000 ekor sehingga
keuntungan yang diperoleh cukup kecil. Selain itu juga diduga karena pengelolaan
keuangan oleh para pelaku usaha yang belum efisien, dimana berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan pada latar belakang bahwa
para pelaku usaha mikro dan kecil umumnya belum memiliki kemampuan
pengelolaan keuangan yang baik.
Usaha peternakan ayam pedaging juga tidak terlepas dari pengaruh faktor
eksternal. Pengaruh eksternal yang dapat mempengaruhi kondisi usaha, khususnya

7
kinerja keuangan usaha yaitu perubahan harga input produksi maupun perubahan
harga output yang dapat disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah berupa
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan faktor kebijakan lainnya,
dimana perubahan harga input produksi yakni pakan mengalami kenaikan sebesar
4 hingga 5 persen dan penurunan harga ayam broiler sekitar 8 hingga 10 persen
dari tahun 2011-2015 (Badan Litbang Pertanian, 2016). Kondisi ini memberikan
dampak yang cukup berarti bagi para pelaku usaha, dimana hal ini terkait
langsung dengan tingkat laba yang dihasilkan dalam setiap proses produksi. Hal
ini juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Umboh (2014) dalam
hasil penelitiannya mengenai dampak perubahan harga input produksi dan harga
jual ayam pedaging bahwa peningkatan harga input produksi mempengaruhi
alokasi input dan keputusan produksi bagi para peternak, begitu pula dengan
perubahan harga jual yang menurun mengakibatkan tingkat penerimaan turut
menurun.
Untuk mengantisipasi kondisi kurang meningkatnya jumlah unit usaha ayam
pedaging di Kota Kendari, maka diperlukan informasi mengenai faktor-faktor
yang memungkinkan pelaku usaha tertarik untuk mengembangkan usaha ayam
pedaging. Salah satu ukuran untuk melihat sejauhmana peluang untuk
memperoleh laba pada suatu usaha adalah dengan menganalisis kinerja keuangan
dari usaha tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kinerja keuangan usaha ayam pedaging di Kota Kendari?
2. Faktor-faktor apa yang menentukan kinerja keuangan usaha ayam pedaging di
Kota Kendari?
3. Bagaimana pengaruh perubahan harga input produksi dan output usaha ayam
pedaging terhadap kinerja keuangan usaha ayam pedaging di Kota Kendari?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kinerja keuangan usaha ayam pedaging di Kota Kendari.
2. Menganalisis faktor-faktor penentu kinerja keuangan usaha ayam pedaging di
Kota Kendari.
3. Menganalisis pengaruh perubahan harga input produksi dan output usaha
ayam pedaging terhadap kinerja keuangan usaha ayam pedaging di Kota
Kendari.

Manfaat Penelitian
1.
2.

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
Menjadi masukan bagi pelaku usaha ayam pedaging dalam mengelola
usahanya
Menjadi masukan bagi pemerintah dalam melaksanakan pembinaan terhadap
usaha ayam pedaging

8
3.

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya teori mengenai
pengembangan dan kinerja keuangan usaha ayam pedaging.

Ruang Lingkup Penelitian
Mengacu pada permasalahan, tujuan penelitian serta kendala yang ada,
ruang lingkup penelitian ini terdiri dari:
1. Analisis yang terbatas pada jenis ayam pedaging skala kecil (produksi < 5
000 ekor).
2. Analisis dilakukan pada peternakan ayam pedaging dengan responden utama
yaitu peternak ayam pedaging skala kecil di Kota Kendari.
3. Analisis yang dilakukan hanya akan membahas tentang kinerja keuangan
dan faktor-faktor penentunya, serta pengaruh perubahan harga input
produksi dan output usaha ayam pedaging terhadap kinerja keuangan usaha
ayam pedaging skala kecil di Kota Kendari.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini mengkaji beberapa hasil penelitian tentang keuangan perusahaan
guna menemukan saling keterkaitan antara variabel-variabel kinerja keuangan
dalam suatu perusahaan. Sesuai dengan tujuan penelitian maka pembahasan dalam
bab ini difokuskan pada dua hal yaitu indikator kinerja keuangan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi atau yang berkorelasi dengan kinerja keuangan usaha serta
pengaruh kebijakan ekonomi pemerintah.

Indikator Kinerja Keuangan
Untuk mengetahui dan menganalisis kondisi keuangan suatu perusahaan
(Coorporate Financial Performance), dibutuhkan indikator-indikator yang dapat
diinterpretasikan oleh pengelola dan pemilik perusahaan serta memungkinkan
mereka untuk memprediksi pengaruh dari perubahan-perubahannya. Dari berbagai
jurnal penelitian diketahui bahwa indikator-indikator yang banyak digunakan
dalam menilai kinerja keuangan perusahaan selama jangka waktu tertentu adalah
rasio-rasio dari komponen-komponen yang ada dalam laporan neraca dan rasiorasio dari komponen-komponen yang ada dalam laporan laba rugi pada
perusahaan yang bersangkutan (Hansen dan Wernerfelt 1989); (Molyneux dan
Thornton 1992); (Bhunia 2010); dan (Dalabeeh dan Rahman 2013).
Hansen dan Wernerfelt (1989) menggunakan rasio Return On Assets (ROA)
dan Return On Equity (ROE) sebagai penentu kinerja perusahaan, karena mereka
beranggapan bahwa ROA dan ROE adalah ukuran populer kinerja perusahaan
dalam literatur berbagai keuangan. Molyneux dan Thornton (1992) dalam
penelitiannya mengenai profitabilitas bank-bank di Eropa menggunakan rasio
Return On Equity (ROE) dan Return On Asset (ROA), karena kedua rasio tersebut
dapat memberi gambaran yang terpisah mengenai manfaat dari modal sendiri
(equity capital) dan manfaat dari penggunaan modal asing dalam perusahaan.

9
Return On Equity digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan bersih berdasarkan modal sendiri. Semakin tinggi nilai
ROE berarti keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan dari equity capital
semakin tinggi, sedangkan Return On Asset mengindikasikan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan keseluruhan asetnya,
sehingga semakin besar ROA berarti kinerja dari perusahaan semakin baik.
Perbedaan antara ROE dan ROA terletak pada informasi mengenai sejauhmana
proporsi equity capital dalam keseluruhan aset perusahaan. Jika proporsi equity
capital cukup besar maka ROE yang tinggi merupakan indikator bahwa pemilik
perusahaan akan memperoleh laba yang tinggi dari modal pribadi yang
diinvestasikan dalam perusahaannya. Sebaliknya jika proporsi equity capital
relatif kecil maka ROA yang tinggi menunjukkan bahwa penggunaan modal dari
luar perusahaan cukup menguntungkan.
Johnson dan Soenen (2003) dalam penelitiannya mengenai indikatorindikator kinerja perusahaan-perusahaan sukses menemukan konsistensi pada
ukuran kinerja keuangan yang terdiri dari aset, ROE, ROA, rasio struktur modal
dan pengukuran pertumbuhan yang berkelanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa
indikator ROE dan ROA cukup penting di dalam menganalisis kinerja keuangan
perusahaan. Penjelasan yang cukup berbeda dari McGuire et al (1990) bahwa
meskipun tingkat ROA yang tinggi dan rasio utang rendah dianggap sebagai
indikator keberhasilan perusahaan namun indikator lain juga penting seperti
pertumbuhan bisnis melalui penjualan ekspor maupun penjualan lokal.
Indikator keuangan lainnya yang banyak digunakan adalah rasio likuiditas,
rasio solvabilitas, efisiensi dan rasio profitabilitas. Bhunia (2010) dalam
penelitiannya mengenai kinerja keuangan perusahaan farmasi di India dan
Kathcova dan Enlow (2013) dalam penelitian mengenai kinerja keuangan
perusahaan-perusahaan pertanian menggunakan indikator likuiditas, solvabilitas,
profitabilitas dan rasio efisiensi dalam analisisnya dan menyimpulkan bahwa
indikator-indikator rasio keuangan dapat menggambarkan kondisi perusahaan
dengan baik. Dalabeeh dan Rahman (2013) dalam penelitiannya mengenai
peranan rasio keuangan dalam evaluasi kinerja keuangan perusahaan juga
menggunakan rasio likuiditas, rasio efisiensi dan rasio profitabilitas dalam
analisisnya, dan menyimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan mampu
mengungkapkan berbagai kelemahan dan penyimpangan di dalam manajemen
keuangan suatu perusahaan. Selain peneliti-peneliti yang dikemukakan di atas,
Fahmi dan Saputra (2011) dalam penelitiannya mengenai kinerja keuangan Bursa
Efek Indonesia juga menggunakan rasio likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas
untuk membandingkan kinerja keuangan pada Bursa Efek Indonesia dengan
pertimbangan bahwa analisis rasio keuangan mampu memberikan gambaran
mengenai dampak dari perubahan-perubahan pada lingkungan perusahaan.
Selain rasio keuangan, penilaian kinerja keuangan juga dapat dianalisis
menggunakan analisis Economic Value Added (EVA). Hariadi et al. (2012)
menyatakan bahwa untuk dapat mengukur nilai tambah yang diciptakan
perusahaan dapat digunakan metode Economic Value Added (EVA). Dalam
penelitiannya, Hariadi et al. (2012) menggunakan rasio keuangan dan metode
EVA secara bersama-sama untuk menentukan kinerja keuangan. Hasil penelitian
secara keseluruhan memberikan gambaran bahwa penggunaan analisis rasio
keuangan dan metode Economic Value Added (EVA) dapat memberikan hasil

10
yang saling mendukung untuk mengatasi adanya suatu keterbatasan. Keterbatasan
yang paling mendasar adalah bahwa analisis rasio keuangan tidak
memperhitungkan biaya modal (cost of capital), sedangkan metode EVA
menganggap bahwa tidak ada modal yang gratis. Semua modal yang digunakan
untuk operasional perusahaan dihitung menjadi biaya.
Meskipun analisis rasio memiliki kelemahan-kelemahan tertentu dan ada
hal-hal yang tidak dapat diukur secara mendalam pada kinerja keuangan, namun
analisis rasio secara umum mampu memberikan penjelasan yang lebih mudah
dimengerti oleh berbagai kalangan pelaku usaha dan lebih mudah untuk
diaplikasikan, khususnya oleh para pelaku usaha mikro. Kusumaningtyas dan
Daryanto (2012), melakukan pengukuran kinerja Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis (LKM-A) dengan pendekatan kinerja keuangan juga menggunakan
analisis rasio keuangan. Pada penelitian di industri perikanan, Tohir (2010), juga
memasukkan faktor profitabilitas sebagai ukuran kinerja perusahaan. Begitu pula
dengan Palupi (2004) yang menggunakan analisis rasio keuangan yaitu rasio
likuiditas, aktivitas, leverage, coverage atau earning ratio, dan rasio profitabilitas
untuk mengkaji aspek keuangan usaha pemotongan ayam. Hal yang sama
dilakukan oleh Fyka (2010) yang memasukkan rasio likuiditas, rasio solvabilitas
dan profitabilitas sebagai ukuran kinerja perusahaan tahu tempe.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa ROE, ROA, likuiditas, rasio
efisiensi dan profitabilitas merupakan rasio-rasio keuangan yang banyak
digunakan sebagai indikator dalam menganalisi kinerja keuangan berbagai jenis
perusahaan termasuk perusahaan-perusahaan pertanian skala mikro dan kecil. Hal
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rasio-rasio tersebut mampu memberikan
informasi yang cukup akurat dan mudah dipahami oleh setiap stakeholder yang
terkait. Bagi pihak peneliti atau analis keuangan, penggunaan rasio-rasio
keuangan pada usaha-usaha skala mikro dan kecil memungkinkan karena
penyusunan laporan neraca serta laporan laba rugi yang merupakan dasar untuk
menghitung rasio-rasio keuangan, dapat disusun berdasarkan data-data primer
yang diperoleh melalui wawancara atau catatan-catatan harian para pelaku usaha
mikro dan kecil.
Di dalam mengukur kinerja keuangan, para peneliti menggunakan skala
pengukuran yang bervariasi tergantung pada cakupan analisis yang dilakukan.
Pada penelitian yang kinerja keuangannya hanya dinilai berdasarkan satu
indikator saja misalnya hanya profitabilitas, digunakan skala rasio dimana semua
variabel penentu profitabilitas diukur dalam satuan rupiah atau persentase.
Sedangkan pada analisis yang melibatkan banyak variabel, kinerja keuangan
diukur dalam skala ordinal yakni dengan teknik skoring. Padangaran (2005) dan
Indarsih (2005), mengggunakan skala rasio dalam mengukur pengaruh struktur
keuangan terhadap kinerja keuangan karena analisis dilakukan secara parsial
antara indikator-indikator kinerja. Katchova dan Enlow (2013) juga menggunakan
skala rasio meskipun menggunakan 12 indikator kinerja keuangan, karena ia
menganalisis perkembangan kinerja keuangan agribisnis secara deskriptif. Fahmi
dan Saputra (2011) juga menggunakan skala rasio karena analisisnya adalah
analisis sebelum dan sesudah (before and after analysis). Di pihak lain Safarova
(2010) menggunakan skala ordinal untuk menentukan faktor-faktor yang
menentukan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan di New Zealand karena ia
memasukkan beberapa variabel kualitatif dalam analisisnya. Kivuvo dan Tobias

11
(2014) juga menggunakan skala ordinal dalam menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja keuangan karena data yang digunakan adalah data cross
section dan mereka menggabungkan beberapa rasio keuangan untuk mengukur
kinerja keuangan perusahaan.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Safarova (2010) dapat diketahui bahwa
pengukuran kinerja keuangan dengan skala ordinal dilakukan apabila dari
sebagian atau keseluruhan variabel-variabel explanatori merupakan variabel
kualitatif. Sedangkan dari penelitian Kivuvo dan Tobias (2014) dapat dilihat
bahwa skala rasio digunakan karena kinerja keuangan diukur dalam bentuk
gabungan dari beberapa indikator kinerja. Pengukuran dengan skala ordinal pada
kedua penelitian tersebut dilakukan dengan memberikan skor terhadap masingmasing indikator kemudian dijumlahkan sebagai nilai dari variabel kinerja
keuangan. Dengan proses pengukuran skala ordinal untuk variabel kinerja
keuangan seperti ini maka kinerja keuangan dapat dikorelasikan atau diregresikan
dengan variabel-variabel bebas yang dimasukkan dalam model penduga.

Penentu Kinerja Keuangan
Berbagai penelitian menemukan bahwa kinerja keuangan bervariasi baik
antar perusahaan-perusahaan sejenis, maupun antar perusahaan yang memang
objek dan aktivitas bisnisnya berbeda. Kinerja keuangan juga bervariasi menurut
skala perusahaan karena adanya perbedaan dari faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja keuangan dari masing-masing jenis atau skala usaha perusahaan. Bagi
perusahaan-perusahaan skala besar, faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi
keuangannya dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok faktor yaitu:
Perekonomian global, keadaan makro ekonomi nasional, kondisi industri dalam
negeri, dan kondisi perusahaan sendiri. Tiga faktor pertama disebut sebagai faktor
eksternal sedangkan faktor kondisi perusahaan disebut sebagai faktor internal.
Akan tetapi bagi perusahaan-perusahaan skala kecil